Ambisi RaRa Delivery Optimalkan Pengiriman Instan Berbasis Data

Logistik last mile bisa dikatakan sebagai salah satu segmen di logistik yang memiliki banyak pemain baru beberapa tahun belakangan. Meski demikian, segmen ini masih memiliki pekerjaan rumah yang belum terselesaikan, yakni mengatasi efisiensi. Hal inilah yang menjadi pendekatan RaRa Delivery untuk pengiriman instan (same day delivery).

Startup ini didirikan oleh Karan Bhardwaj pada 2019. Bhardwaj memiliki pengalaman bekerja untuk Unilever di bidang supply chain e-commerce di Asia Pasifik. Menurutnya, kepuasan konsumen terhadap hal-hal yang instan telah menjadi suatu norma di seluruh kategori.

Hal tersebut terjadi tak lain karena berubahnya kebiasaan belanja online masyarakat, sehingga pengiriman cepat menjadi kebutuhan dan bukan kemewahan. Sayangnya di Indonesia, untuk menikmati hal tersebut konsumen perlu membayar lebih mahal.

Dalam sebuah riset yang ia kutip, pasar pengiriman same-day diperkirakan akan tumbuh hingga 30% dengan total 4,5 juta paket per hari pada tahun 2023. Adapun, untuk biaya logistik di layanan pengiriman same-day diproyeksikan akan meningkat menjadi Rp65 triliun pada tahun yang sama, naik dari Rp4,4 triliun di 2018.

Ketika membahas soal layanan e-commerce di negara besar dan padat penduduk, seperti Indonesia, tantangan utama yang dihadapi adalah bagaimana membangun teknologi dan infrastruktur untuk memecahkan masalah pengiriman cepat dan terukur dengan biaya paling optimal.

Dalam hal ini ada peluang pasar yang signifikan untuk perusahaan pengiriman last-mile khususnya dalam infrastruktur pengiriman instan yang melayani banyak pedagang melalui satu interface yang mulus.

Dibandingkan pemain sejenis yang fokus pada pengiriman one-to-one untuk pengiriman instan, RaRa fokus pada model many-to-many agar dapat membuat pengiriman instan lebih terukur dengan biaya yang paling optimal. “Hal ini dapat kami raih dengan alat pengelompokan (batching) secara real time dan serangkaian produk yang komprehensif,” ujarnya kepada DailySocial.

Dijelaskan lebih jauh, pihaknya mengembangkan teknologi pengelompokan real time yang eksklusif untuk melakukan pengiriman ke banyak titik (many-to-many) dalam beberapa jam, sehingga biaya pengiriman dapat ditekan secara optimal. Pada saat yang bersamaan, para kurir dapat menghasilkan pendapatan yang lebih banyak dalam waktu dan jarak tempuh yang lebih sedikit.

Selain pengiriman instan, platform RaRa juga menawarkan keandalan dan kenyamanan pelanggan melalui pemberitahuan dan pembaruan status secara real time. Pelanggan dapat berbincang dengan CS, kurir, atau keduanya secara bersamaan dalam satu platform chat.

Di dalam sistem, RaRa menerima pesanan dari bisnis dan merchant melalui integrasi API, kemudian menghitung kapasitas, slot waktu, jarak, dan optimalisasi rule untuk mengelompokkan pesanan-pesanan dan memaksimalkan produktivitas untuk mengurangi biaya per pesanan tersebut. Pihaknya juga mampu menyediakan rekonsiliasi CoD secara real time.

Pemain sejenis RaRa yang fokus pada pengiriman instan adalah Grab, Gojek, Paxel, Lalamove, Anteraja, Deliveree, Ninja Xpress, SiCepat, hingga perusahaan logistik konvensional seperti JNE dan Tiki.

Mengacu laporan The 2nd Series Industry Roundtable: Logistics Industry Perspective yang dirilis MarkPlus Inc pada Oktober 2020, frekuensi jasa kurir meningkat pesat selama masa pandemi. Peningkatan ini dipicu oleh sejumlah faktor utama antara lain kegiatan belanja online, harga, dan waktu pengiriman.

Selain itu, layanan same day delivery diproyeksikan bakal meningkat lebih pesat penggunaannya pasca-pandemi (67,2%) dibandingkan layanan pengiriman regular (78,7%) meski porsinya masih lebih besar. Adapun riset ini diikuti oleh sebanyak 122 responden dari wilayah Jabodetabek (59,8%) dan non-Jabodetabek (40,2%).

Terima pendanaan seri A

Armada pengemudi RaRa Delivery / RaRa Delivery

Untuk meneruskan misinya tersebut, RaRa mendapat dukungan pendanaan tahap awal dari sejumlah investor sebesar $3,25 juta (hampir Rp47 miliar). Putaran tersebut dipimpin oleh Surge dari Sequoia Capital India dan East Ventures. Juga didukung oleh 500 Startups, Angel Central, GK Plug and Play, dan angel investor Royston Tay dan Yang Bin Kwok.

RaRa sebelumnya masuk sebagai bagian dari kohor kelima Surge, bersama 23 perusahaan lainnya.

Bhardwaj menjelaskan pendanaan ini akan digunakan untuk meningkatkan penawaran produk, mengembangkan tim dari berbagai fungsi, dan memperluas jangkauan di Indonesia. Tidak disebutkan total armada RaRa yang beroperasi saat ini. ”Kami hadir di Jabodetabek saat ini dan akan meluncur ke beberapa kota lain sebelum akhir 2021.”

Bisnis RaRa selama setahun ini diklaim tumbuh 15 kali lipat. Para pengguna RaRa di antaranya adalah Sayurbox, Alodokter, Blibli, Kopi Kenangan, Merchant Grab, dan lainnya. Di Alodokter telah menjadi pelanggan utama yang menyediakan layanan pengiriman satu hingga tiga jam. Diklaim, RaRa mampu memberikan layanan pengiriman tiga jam hingga 20% lebih murah karena efisiensi teknologi pengelompokan cerdas (Smart Batching System).

Tak hanya perusahaan besar, perusahaan juga menyasar pelaku bisnis social commerce dan UMKM untuk memanfaatkan layanannya. “Kami sudah memiliki tim sales yang telah berhasil menarik UMKM dan social sellers. Mereka dapat melakukan pengelolaan order secara menyeluruh, pengelolaan pengantaran, rekonsiliasi dan penarikan kas, CS, analisa dan pelaporan dalam satu platform,” pungkasnya.

Perusahaan induk RaRa Delivery berada di Singapura, sementara pusat operasionalnya ada di Indonesia.

Payment Startup Durianpay Secures 28 Billion Rupiah Funding Led by Surge

Payment solutions startup Durianpay announced $2 million (over 28 billion Rupiah) funding led by Surge from Sequoia Capital India. Also participated in this round AC Ventures, Kenangan Fund, and a series of angel investors. They are including Ankiti Bose (Zilingo), Ankit Jain, Harshet Lunani (Qoala), Joe Wadakethalakal (ex-Brilio), Reynold Wijaya (Modalku), Sai Srinivas (MPL), and Tanay Tayal (Moonfrog).

Durianpay is to channel the fresh funds to develop more solutions and deepen its business penetration to reach more users.

Durianpay is a one-stop payment provider that enables businesses to grow and thrive through a one-stop solution for seamless checkout, APIs and modern dashboards that are easy to integrate. This startup was founded by Antara Sara Mathai, Kumar Puspesh, and Natasha Ardiani in September 2020 in Jakarta.

The three have deep backgrounds in the fintech industry. Mathai used to lead the product team at Citrus Pay and OnlinePajak. While Puspesh was previously the founder of Moonfrog, an India based game development company. Also, Natasha has experience leading ShopeePay, Shopee PayLater, and OVO’s loan and collection business.

“Durianpay offers a one-stop solution for businesses in the region to better manage its payment processes. We built our payment products and solutions with both business and developer comprehension, with a vision to modernize payments by providing a secure and customizable next-generation product experience,” Durianpay’s Co-Founder Natasha Ardiani said in an official statement, Thursday (12/8).

The increasing e-commerce transaction

This service was initiated as the recent significant increase of e-commerce transactions in the Southeast Asia region. However, it is not followed by the development of payment solutions, especially in Indonesia, which is still fragmented, manual, and yet to be optimal.

It causes a high drop off rate at checkout, verification and reconciliation processes for merchants that are still using manual system, prone to errors, and fraud.

The founders saw a significant opportunity for businesses of all sizes to benefit from an easy-to-operate, fully integrated and whole payment system. Durianpay as a payment aggregator works with several payment gateways and fund transfer providers to build solutions for various types of businesses.

For example, automatic reconciliation features, instant payment links, promos, and other features that aim to optimize transactions between sellers and buyers. Through a single integration, Durianpay offers businesses and developers access to a wider range of payment options, a codeless interface, therefore, businesses can create workflows that deploy automatic payment infrastructure.

Checkouts and payments are now fully customizable directly by merchants. Using this solution, businesses have the ability to change its payment infrastructure without external intervention. This includes the ability to connect third-party solutions for fraud detection, KYC, CRM, business intelligence directly into the system without additional burden on product, finance or tech teams.

Since the launching, Durianpay has been adopted by more than 15 businesses in Indonesia by leveraging innovations such as split payments and multi-branch settlement. Kopi Kenangan, Alta School, and Chilibeli are some companies that using Durianpay solution.

Durianpay is part of Surge’s fifth cohort, consisting of 23 companies with developed state-of-the-art digital solutions that help companies and individuals in the Southeast Asia region. The company has headquarters in Singapore and Indonesia.

In the cohort, apart from Durianpay, participated also two other local companies. Those are Rara Delivery (revolutionary instant delivery for e-commerce brands) and Bukugaji/Vara (easy staff management platform for MSMEs in Southeast Asia).

Digital payment potential

One of the factors that forces businesses to adopt a system similar to Durianpay is the high adoption of digital payment services in the community. It is mostly to fulfill the daily needs, not a few people, especially in urban areas, are using digital wallets through their smart phones.

Based on data, the adoption of electronic applications in Indonesia also continues to increase from year to year – both in terms of adopters and the value of the transactions generated.

The increasing adoption of digital payments in Indonesia / Source: The Asian Banker

In terms of this potential, the fintech payment platform also continues to sharpen its products. Aside from Durianpay, other payment provider platforms have also been available in Indonesia. From Midtrans, which is now listed unde Gojek’s financial group, also Xendit, Doku, Xfers (Fazz Financial Group), Faspay, and others.

Midtrans has recently introduced a Payment Link product to accommodate social commerce players to process digital payments by sharing a special link. Unlike the previous models which had to integrate APIs, users simply created a unique link to accommodate each payment.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup Pembayaran Durianpay Kantongi Dana 28 Miliar Rupiah Dipimpin Surge

Startup solusi pembayaran Durianpay mengumumkan pendanaan sebesar $2 juta (lebih dari 28 miliar Rupiah) dipimpin oleh Surge dari Sequoia Capital India. Turut andil dalam putaran tersebut AC Ventures, Kenangan Fund, serta angel investor terkemuka lainnya. Jajaran angel investor tersebut, di antaranya Ankiti Bose (Zilingo), Ankit Jain, Harshet Lunani (Qoala), Joe Wadakethalakal (ex-Brilio), Reynold Wijaya (Modalku), Sai Srinivas (MPL), dan Tanay Tayal (Moonfrog).

Dana segar akan dimanfaatkan Durianpay untuk mengembangkan lebih banyak solusi dan perdalam penetrasi bisnisnya agar diterima lebih banyak pengguna.

Durianpay adalah penyedia pembayaran menyeluruh yang memungkinkan berbagai usaha untuk tumbuh dan berkembang melalui solusi satu atap untuk proses checkout tanpa kendala, API, dan dasbor modern yang mudah terintegrasi. Startup ini didirikan oleh Antara Sara Mathai, Kumar Puspesh, dan Natasha Ardiani pada September 2020 di Jakarta.

Latar belakang ketiganya sudah lama berkecimpung di industri fintech. Mathai pernah memimpin tim produk di Citrus Pay dan OnlinePajak. Sementara Puspesh sebelumnya adalah pendiri Moonfrog, salah satu perusahaan pengembang game dari India. Serta, Natasha yang pernah memimpin ShopeePay, Shopee PayLater, dan bisnis pinjaman dan penagihan di OVO.

“Durianpay menawarkan solusi satu atap bagi beragam jenis usaha di kawasan untuk mengelola proses pembayaran mereka secara lebih baik. Kami membangun produk dan solusi pembayaran kami dengan mempertimbangkan aspek bisnis dan pengembang, dengan visi untuk memodernisasi pembayaran dengan menyediakan pengalaman produk generasi terbaru yang aman dan mudah disesuaikan,” terang Co-Founder Durianpay Natasha Ardiani dalam keterangan resmi, Kamis (12/8).

Ditengarai peningkatan transaksi e-commerce

Layanan tersebut juga hadir karena di regional Asia Tenggara telah terjadi peningkatan volume transaksi e-commerce yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Akan tetapi peningkatan tersebut tidak dibarengi dengan perkembangan solusi pembayaran khususnya di Indonesia yang masih terfragmentasi, manual, dan belum optimal.

Hal inilah yang menyebabkan tingkat drop off yang tinggi pada saat checkout pembayaran, proses verifikasi dan rekonsiliasi bagi merchant yang masih manual, rawannya kesalahan, serta penipuan.

Para founder melihat peluang yang signifikan untuk semua usaha dari berbagai skala mendapatkan keuntungan dari sistem pembayaran yang mudah dioperasikan, utuh, dan terintegrasi secara penuh. Durianpay sebagai agregator pembayaran bekerja sama dengan beberapa payment gateway dan penyelenggara transfer dana untuk membangun solusi-solusi yang dibutuhkan beragam jenis usaha.

Misalnya, fitur rekonsiliasi otomatis, link pembayaran instan, promo, dan fitur lainnya yang bertujuan untuk mengoptimalkan transaksi antara penjual dan pembeli. Melalui integrasi tunggal, Durianpay menawarkan bisnis dan developers akses ke pilihan pembayaran yang lebih luas, interface tanpa kode sehingga bisnis dapat membuat alur kerja yang menempatkan infrastruktur pembayaran secara otomatis.

Checkout dan pembayaran kini sepenuhnya dapat disesuaikan secara langsung oleh merchant. Dengan solusi ini, berbagai bisnis memiliki kemampuan untuk mengubah infrastruktur pembayaran mereka tanpa memerlukan intervensi dari pihak eksternal. Hal ini mencakup kemampuan untuk menghubungkan solusi pihak ketiga untuk pendeteksian penipuan, KYC, CRM, business intelligence secara langsung ke dalam sistem tanpa menimbulkan beban tambahan pada tim produk, keuangan, atau teknologi.

Sejak diluncurkan, Durianpay telah diadopsi oleh lebih dari 15 usaha di Indonesia dengan memanfaatkan inovasi seperti pembayaran terpisah dan penyelesaian multi-cabang. Kopi Kenangan, Alta School, dan Chilibeli adalah sejumlah pengguna solusi Durianpay.

Durianpay termasuk bagian dari kohort kelima Surge, yang terdiri dari 23 perusahaan yang telah mengembangkan solusi digital terkini yang membantu perusahaan dan individu di kawasan Asia Tenggara. Perusahaan memiliki kantor pusat di Singapura dan Indonesia.

Dalam kohort tersebut, selain Durianpay, terdapat dua perusahaan lokal lainnya yang lolos sebagai peserta. Mereka adalah Rara Delivery (pengiriman instan revolusioner untuk brand e-commerce) dan Bukugaji/Vara (platform manajemen staf yang mudah untuk UMKM di Asia Tenggara).

Potensi pembayaran digital

Salah satu faktor yang memaksa bisnis harus mengadopsi sistem serupa Durianpay karena tingginya adopsi layanan pembayaran digital di masyarakat. Khususnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, saat ini tak sedikit masyarakat terutama di perkotaan yang lebih memanfaatkan dompet digital melalui ponsel pintarnya.

Menurut data, adopsi aplikasi yang elektronik di Indonesia juga terus meningkat dari tahun ke tahun — baik dari sisi pengadopsi maupun nilai transaksi yang dihasilkan.

Kenaikan adopsi pembayaran digital Indonesia / Sumber : The Asian Banker

Melihat potensi ini, platform fintech pembayaran juga terus menajamkan produk-produknya. Selain Durianpay, di Indonesia juga sudah terlebih dulu hadir platform penyedia pembayaran lainnya. Mulai dari Midtrans yang sudah menjadi keluarga grup finansial Gojek, kemudian ada Xendit, Doku, Xfers (Fazz Financial Group), Faspay, dan lain-lain.

Midtrans juga belum lama ini menghadirkan produk Payment Link untuk memudahkan pelaku social commerce memproses pembayaran digital dengan membagikan tautan khusus. Tidak seperti model sebelumnya yang harus mengintegrasikan API, pengguna cukup membuat sebuah tautan unik untuk mengakomodasi setiap pembayaran.

BukuKas Bags 709 Billion Rupiah Funding, Joining the Centaur Club

BukuKas, a bookeeping app startup for MSMEs, announced $50 million (equivalent to 709 billion Rupiah) Series B funding led by Sequioa Capital India. Also participated in this round some of well-known angel investors, such as Gokul Rajaram and Taavet Hinrikus, one of TransferWise’s founders.

Sequioa Capital India previously led the Series A round for BukuKas four months ago worth of $10 million (equivalent to 141 billion Rupiah).

BukuKas will use the fund to build up the engineering and product teams in its two offices, Jakarta and Bangalore. The company is to expand the services for business people in line with the company’s vision of providing comprehensive software solutions for MSMEs in Indonesia.

“This new investment round will boost our growth as efforts are being made to build a complete financial solution for small businesses that we believe are the bread and butter of the Indonesian economy,” BukuKas’ Co-Founder & CEO, Krishnan Menon said in an official statement, Tuesday (5/18).

The announcement, he continued, is in time with the launch of the new payment feature of BukuKasPay last month. This feature allows businesses to pay to their suppliers on time and to collect debts from their customers digitally, through various digital payment methods, such as Virtual Bank Accounts, QRIS, and popular e-wallets.

Within a month of its release, BukuKas is said to recorded tens of millions US dollars monthly payment transactions on its platform.

As of April 2021, BukuKas has succeeded in reaching 6.3 million shop owners and small businesses, of which nearly half or as many as 3 million of them are monthly active users. BukuKas recorded an accumulated transaction value of nearly $25.9 million, or equivalent to 2.2% of Indonesia’s GDP.

Krishnan targets the company to grow users up to 20 million MSMEs by 2022.

BukuKas was first launched in December 2019 under the incubation of Whiteboard Capital. Companies are evolving to meet the transformation of MSMEs, evolving from simple digital financial records applications that allow small business owners to better record and manage sales and expenses.

Currently, BukuKas is an application that provide inventory management, create invoices, and perform analytics.

“BukuKas wants to be the first choice for business ecosystem partners to help small business owners develop and grow in this digital era. In line with the launch of BukuKasPay, we will continue to build the trust of BukuKas users and support them with comprehensive banking and trading solutions in the near future,” BukuKas’ Co-Founder and COO, Lorenzo Peracchione added.

Confirmed as Centaur

In Bukukas’ funding journey, prior to entering series A and B, the company has secured $9 million in early stage funding led by Speedinvest. In total, BukuKas has raised $69 million and with the math’s done, this is likely to sent the company into the ranks of centaur startups or aspiring unicorns.

This is a term for startups that have reached a valuation of over $100 million and under $1 billion. The valuation referred to here is measured based on the funding raised from investors.

As we tried to confirmed with the CEO about the centaur status and asked for an estimated valuation, he prefers not to comment.

According to the 2020 Startup Report, there are at least 43 centaur startups in the Indonesian ecosystem by 2020. Six of them already have a valuation of over $500 million.

In addition, the startup industry enthusiasm for similar business like BukuKas has skyrocketed. It is marked by the various disbursement of funding provided to BukuWarung and Credibook throughout this pandemic. Apart from them, there are other players who have joined, including Moodah, Teman Bisnis, Akuntansiku, Lababook, Akuntansi UKM, and many more.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

BukuKas Kembali Disuntik Dana 709 Miliar Rupiah, Masuk ke Jajaran Centaur

BukuKas, startup pengembang aplikasi pencatatan finansial untuk UMKM, mengumumkan perolehan pendanaan seri B sebesar $50 juta (setara 709 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Sequioa Capital India. Putaran ini juga diikuti oleh sejumlah angel investor tersohor, seperti Gokul Rajaram dan Taavet Hinrikus, salah satu pendiri TransferWise.

Sequioa Capital India sebelumnya memimpin putaran Seri A di BukuKas pada empat bulan lalu sebesar $10 juta (setara 141 miliar Rupiah).

Suntikan dana ini akan digunakan BukuKas untuk memperkuat tim engineering dan produk di kedua kantornya, yakni Jakarta dan Bangalore. Perusahaan juga akan memperluas jangkauan layanan untuk pebisnis agar sejalan dengan visi perusahaan yang ingin menyediakan solusi perangkat lunak menyeluruh untuk UMKM di Indonesia.

“Putaran investasi baru ini akan mendorong pertumbuhan kami seiring upaya yang tengah dijalankan dalam rangka membangun solusi keuangan lengkap untuk usaha kecil yang kami yakini sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia,” kata Co-Founder & CEO BukuKas Krishnan Menon dalam keterangan resmi, Selasa (18/5).

Pengumuman ini, sambungnya, bertepatan dengan diluncurkannya fitur pembayaran baru BukuKasPay pada bulan lalu. Fitur ini memungkinkan pebisnis dapat membayar ke pemasok mereka dengan tepat waktu dan dapat menagih hutang kepada konsumennya secara digital, melalui berbagai metode pembayaran digital, seperti Virtual Account Bank, QRIS, serta dompet elektronik populer.

Diklaim dalam sebulan setelah dirilis, BukuKas telah mencatat transaksi pembayaran bulanan sebanyak puluhan juta dolar AS di dalam platformnya.

Hingga April 2021, BukuKas telah berhasil merangkul 6,3 juta pemilik toko dan pelaku usaha kecil, yang mana hampir separuhnya atau sebanyak 3 juta pengguna di antaranya adalah pengguna aktif bulanan. BukuKas mencatatkan akumulasi nilai transaksi sebesar hampir $25,9 juta miliar, atau setara 2,2% dari PDB Indonesia.

Krishnan menargetkan pada 2022 mendatang, perusahaan dapat menumbuhkan jumlah pengguna hingga 20 juta UMKM.

BukuKas pertama kali diluncurkan pada Desember 2019 di bawah inkubasi Whiteboard Capital. Perusahaan berevolusi untuk memenuhi kebutuhan UMKM yang terus berubah, berkembang dari aplikasi catatan keuangan digital sederhana yang memungkinkan pemilik usaha kecil untuk mencatat dan mengelola penjualan dan pengeluaran lebih baik.

Saat ini BukuKas menjadi aplikasi yang dapat mengatur inventaris, pembuatan faktur, dan melakukan analitik.

“BukuKas ingin menjadi mitra ekosistem pebisnis pilihan untuk membantu pemilik usaha kecil berkembang dan tumbuh di era digital ini. Sejalan dengan peluncuran BukuKasPay, kami akan terus membangun kepercayaan dari pengguna BukuKas dan mendukung mereka dengan solusi perbankan dan perdagangan yang menyeluruh dalam waktu dekat,” tambah Co-Founder dan COO BukuKas Lorenzo Peracchione.

Sandang status centaur

Dalam perjalanan putaran pendanaan BukuKas, sebelum masuk ke seri A dan B, perusahaan mengantongi pendanaan tahap awal sebesar $9 juta yang dipimpin oleh Speedinvest.  Bila ditotal, BukuKas mengantongi $69 juta dan jika dikalkulasi perolehan ini kemungkinan besar telah membawa perusahaan ke dalam jajaran startup centaur atau aspiring unicorn.

Ini adalah sebutan untuk startup yang telah mencapai valuasi lebih dari $100 juta dan di bawah $1 miliar. Valuasi yang dimaksud di sini adalah diukur berdasarkan pendanaan yang didapat dari investor.

Kami sempat mencoba meminta konfirmasi ke CEO Bukukas soal status centaur ini dengan menanyakan estimasi valuasi, namun ia memilih tidak berkomentar.

Menurut Startup Report 2020, per tahun 2020 di ekosistem Indonesia ada setidaknya 43 startup yang sudah menyandang gelar centaur. Enam di antaranya sudah memiliki valuasi di atas $500 juta.

Selain itu, antusiasme industri startup kepada pemain sejenis BukuKas juga ikut melejit. Ditandai oleh berbagai kucuran pendanaan yang diberikan untuk BukuWarung dan Credibook sepanjang pandemi ini. Selain mereka, masih ada pemain lain yang ikut masuk, di antaranya Moodah, Teman Bisnis, Akuntansiku, Lababook, Akuntansi UKM, dan masih banyak lagi.

Application Information Will Show Up Here

Tiga Startup Indonesia Terpilih dalam Surge, Program Akselerasi Milik Sequoia

Surge, program akselerator dari Sequoia India, memperkenalkan tiga startup baru asal Indonesia yang menjadi bagian dari program akselerasi mereka pada 2019 ini.

Surge kini telah menjalankan dua gelombang program akselerasi. Gelombang kedua Surge menghadirkan 20 startup asal India dan Asia Tenggara, tiga di antaranya dari Indonesia yakni Storie, Chilibeli, dan Rukita.

Storie sendiri adalah platform yang berisi review produk gaya hidup untuk memberi referensi bagi konsumen. Sementara Chilibeli adalah platform social commerce yang menghubungkan petani dengan agen dalam memasarkan produknya. Sedangkan Rukita merupakan startup proptech yang membuat solusi co-living untuk milenial di perkotaan.

Gelombang sebelumnya yang diikuti 17 startup, Surge juga memilih dua startup asal Indonesia yakni Bobobox dan Qoala.

Dalam program ini Surge menggelontorkan US$1 juta hingga US$2 juta kepada masing-masing startup. Adapun pembekalan yang diberikan meliputi cara melakukan pendanaan, akses ke mentor kelas dunia, pengembangan talenta, hingga studi banding ke pusat-pusat teknologi dunia.

“Program ini membawa startup terpilih untuk belajar ke kota-kota seperti Singapura, Bengaluru, Beijing, hingga Silicon Valley,” ujar Director Surge Rajan Anandan.

Nama Sequoia Capital sebagai venture capital cukup harum di Indonesia karena sejumlah investasi besar yang ia berikan kepada startup ternama seperti Tokopedia, Gojek, atau Traveloka. Kehadiran Surge sebagai akselerator startup berusia dini jadi taring baru Sequoia.

Namun menurut Rajan, Sequoia sudah lama aktif mendukung startup berusia dini. Adapun alasan mereka membentuk Surge adalah besarnya peluang yang tercipta dari startup baru yang kerap diikuti oleh besarnya kendala yang harus dihadapi.

“Memulai sebuah perusahaan sangat sulit, ada begitu banyak tantangan seperti fundraising, hiring, membangun fondasi perusahaan, mencari mentor yang tepat, hingga menggelar pendanaan baru. Pengumpulan dana jauh lebih berat ketika perusahaan masih berstatus seed,” imbuh Rajan.

Selesai dengan gelombang kedua, Surge mengumumkan pendaftaran program gelombang berikutnya sudah bisa diikuti. Surge tidak menargetkan jumlah startup yang akan mereka bina namun menekankan startup ideal adalah founder yang andal dan industri yang masih punya ruang cukup besar untuk dieksplorasi.

Program akselerasi Surge berlangsung selama sepekan dalam empat bulan. Sistem yang mereka gunakan pun bersifat open architecture, artinya investor lain bisa ikut dalam putaran pendaan Surge yang pertama.

Seperti dalam laporan Google & Temasek 2019, Asia Tenggara masih menjadi kawasan seksi bagi para pelaku ekonomi digital. Dalam laporan terbaru itu, ekonomi yang dimotori internet di kawasan Asia Tenggara mencapai US$100 miliar dan angka itu diprediksi terus meroket hingga US$300 miliar pada 2025.

Vietnam dan Indonesia menjadi poros utama pertumbuhan tersebut dengan tingkat pertumbuhan mencapai 40 persen per tahun.

Qoala Secures Seed Round Investment Over 21.6 Billion Rupiah, Ready to Offer Insurtech Product in All Sectors

Qoala insurtech startup recently secured funding in seed round of $1.5 million (around 21.6 billion Rupiah) from Sequioa Capital India (Surge). In addition, it was supported by some investors, including SeedPlus, MassMutual Ventures SEA, Golden Gate, MDI Venture, Central Capital Ventura and Genesia. However, the value is still undisclosed.

Tommy Martin, Qoala‘s Co-Founder and COO said this round is to be focused on insurtech in all industries, either digital or conventional. This technology and experience are expected to improve education and coverage of micro insurance, particularly in small towns in Indonesia.

He further explained the three main technologies on development. First, there is fraud detection system using artificial intelligence, it’ll improve risk management for fasten verification process. Next, data analytic and insight platform to help insurance company (partners) in creating more relevant product for consumers. Those three integrated aspects are to facilitate customers for management policy and product information.

“Qoala is currently in partnership with ACA and Simasnet related to train and flight insurance product with digital based claim. The company also partnered up with some travel agents, such as PegiPegi, Padiciti, AeroTravel, Golden Nusa, MNC Travel, and others,” he said.

The next business target is Qoala to expand product coverage to other industry outside travel, among those are smartphones and automotive. Some supported technology are being developed, such as image/video recognition feature to detect screen crack on device or vehicle.

“our recognition technology we develop intends to reduce insurance company requirements of physical exam of the broken device to fasten the claim process,” he added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Qoala Bukukan “Seed Round Investment” Lebih dari 21,6 Miliar Rupiah, Siap Hadirkan Produk Asuransi Digital di Berbagai Sektor

Startup insurtech Qoala belum lama ini mendapatkan pendanaan dalam seed round sebesar $1,5 juta (atau setara 21,6 miliar Rupiah) dari Sequioa Capital India (Surge). Tidak hanya itu, putaran pendanaan tersebut dilanjutkan dengan keterlibatan beberapa investor meliputi SeedPlus, MassMutual Ventures SEA, Golden Gate, MDI Venture, Central Capital Ventura dan Genesia. Hanya saya nominal pendanaan lanjutan tidak disebutkan.

Co-Founder & COO Qoala Tommy Martin mengatakan, pendanaan tersebut akan difokuskan untuk inovasi teknologi asuransi di berbagai industri, baik digital maupun konvensional. Harapannya dengan teknologi dan pengalaman klaim yang mudah tersebut dapat meningkatkan edukasi dan jangkauan produk asuransi mikro terutama pada kota kecil di Indonesia.

Lebih lanjut Tommy menjelaskan tiga teknologi utama yang dikembangkan. Pertama ada sistem fraud detection menggunakan kecerdasan buatan, memungkinkan peningkatan aspek manajemen risiko sehingga proses verifikasi klaim bisa lebih cepat. Kemudian platform data analytic and insight yang akan membantu perusahaan asuransi (mitra) dalam membuat produk yang lebih relevan untuk konsumen. Dan ketiga aplikasi terpadu yang memudahkan pelanggan mengelola berbagai polis dan mendapatkan informasi produk.

“Qoala saat ini sudah bekerja sama dengan ACA dan Simasnet terkait produk asuransi penerbangan dan kereta api dengan proses klaim berbasis digital. Perusahaan juga bekerja sama dengan berbagai agen perjalanan seperti PegiPegi, Padiciti, AeroTravel, Golden Nusa, MNC Travel, dan sebagainya,” terang Tommy.

Target bisnis selanjutnya, Qoala akan mengembangkan cakupan produk ke industri lain di luar travel, di antaranya untuk asuransi pada produk ponsel pintar dan otomotif. Beberapa teknologi penunjang tengah dikembangkan, salah satunya fitur image/video recognition untuk mendeteksi layar retak pada kerusakan perangkat ponsel dan kendaraan.

“Teknologi recognition yang kami kembangkan bertujuan untuk mengurangi kebutuhan perusahaan asuransi untuk pemeriksaan fisik atas kerusakan tersebut sehingga dapat mempercepat proses klaim,” ujar Tommy.