Traveloka Pimpin Pendanaan Seri B PouchNATION, Platform Digitalisasi Acara Asal Singapura

PouchNATION hari ini (26/6) mengumumkan perolehan pendanaan seri B yang dipimpin oleh Traveloka dengan nilai yang tidak disebutkan. SPH Ventures turut terlibat dalam pendanaan ini. Produk yang dikembangkan oleh startup berbasis di Singapura tersebut adalah platform digitalisasi untuk berbagai keperluan event, yang paling menonjol ialah inovasi berbasis NFC untuk akses ke sebuah acara.

“Kami terkesan dengan kemajuan yang telah PouchNATION capai dalam mendisrupsi industri hiburan. Dan kami bangga mendukung tim mengembangkan produk mereka, terlebih untuk memanfaatkan sinergi dengan bisnis utama Traveloka, yakni memberikan solusi end-to-end terkait kebutuhan perjalanan dan gaya hidup,” ujar VP of Revenue & Growth Traveloka Xperience, Sylvia Gunawan.

Sylvia juga memaparkan, bahwa investasi ini menjadi bagian dari strategi perusahaan untuk memperkuat posisinya sebagai platform discovery. Beberapa waktu lalu Traveloka giat memperkenalkan Xperience, sebuah kanal baru yang memungkinkan pengguna menemukan berbagai acara dan hiburan di berbagai kota dan negara. Termasuk menjual tiket aksesnya secara online.

“Perusahaan berencana meningkatkan bisnis, dari hanya sebagai penyedia layanan untuk acara dan tempat, menjadi platform hiburan yang menghubungkan ratusan ribu pengunjung di seluruh Asia dengan e-commerce, brand, dan pemain lain yang ingin mendapatkan visibilitas dan eksposur ke target pelanggan mereka,” ujar CEO PouchNATION Ilya Kravtsov.

Pada awal berdiri di tahun 2014, PouchNATION mengembangkan gelang dengan sensor NFC yang memungkinkan pengunjung acara melakukan pembayaran tanpa uang tunai. Seiring perkembangannya, mereka berevolusi menjadi platform menyeluruh untuk penyelenggaraan acara melalui lini produk PunchEvent, PunchVenue dan segera hadir PouchDigital; meliputi penyedia sistem pendaftaran, tiket, kontrol akses keamanan, brand activation, pengumpulan dan pengelolaan data dll.

“Kami sangat bersemangat meluncurkan vertikal baru untuk membuka segmen klien baru yang saat ini masih menggunakan metode tradisional dalam mengelola tempat dan acara. Dengan digitalisasi dan mengumpulkan lebih banyak data konsumen, kami memiliki misi untuk menciptakan saluran akuisisi pengguna yang sangat baru di kawasan ini,” sambung COO PouchNATION David Rapaport.

Saat ini sistem PouchNATION menangani rata-rata $5 juta nilai transaksi bulanan dari beragam jenis acara. Persebaran produknya sudah meliputi pasar Singapura, Filipina, Indonesia, Malaysia, Vietnam dan Thailand. Di Indonesia, mereka bernaung di bawah PT Easy Touch Group yang berbasis di Jakarta.

CoHive Raih Pendanaan Seri B Lebih dari 192 Miliar Rupiah, Incar Tutup di Angka 285 Miliar Rupiah

Startup operator coworking space CoHive mengumumkan perolehan pendanaan putaran pertama seri B senilai US$13,5 juta (lebih dari Rp192 miliar) yang dipimpin Stonebridge Ventures. Investor lainnya yang turut bergabung di antaranya Kolon Investment, Stassets Investment, pengembang properti lokal, dan investor sebelumnya di Seri A, termasuk H&CK Partners.

Founder dan CEO CoHive Jason Lee menuturkan, pendanaan seri B ini akan ditutup dengan nominal US$20 juta (lebih dari Rp285 miliar). Proses masih berlangsung dan diharapkan akan diumumkan pada akhir tahun ini. Nominal dana tersebut sama persis dengan pendanaan yang berhasil dikantongi perusahaan saat seri A tahun lalu.

Modal tambahan yang didapat sepenuhnya akan dipakai buat ekspansi coworking space di lokasi lainnya, termasuk Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Makassar. Juga mengembangkan produk barunya yakni CoLiving dan CoRetail. CoHive belum menunjukkan minatnya untuk ekspansi ke luar Indonesia.

“Ada sembilan tambahan lokasi coworking yang siap kami bangun, sehingga total coworking space sampai akhir tahun ini ada di angka 40. Tak menutup kemungkinan, kami mencari lokasi potensial lainnya karena mengikuti demand pengguna,” terangnya, Rabu (19/6).

Secara keseluruhan, CoHive memiliki 31 lokasi di empat kota, yaitu Jakarta, Medan, Yogyakarta, dan Bali; dengan total luas sekitar 65 ribu meter persegi. Jumlah anggota sekitar 9 ribu orang yang menyewa produk ruang kerja selama satu bulan. Adapun jumlah startup yang menyewa mencapai 8 ribu startup.

CoHive sendiri, sebelumnya bernama EV Hive, telah beroperasi sejak 2015 sebagai proyek awal dari East Ventures. Pergerakan bisnis CoHive bisa dikatakan sangat agresif. Di Juni 2018, CoHive baru tersebar di 17 lokasi dengan total luas 30.300 meter persegi dan 3.100 anggota.

Diklaim, CoHive menjadi pemimpin pasar coworking space dengan lokasi terbanyak di Indonesia. Lalu disusul GoWork, Kolega, Union Space, Freeware Space, dan Conclave.

Produk baru CoHive

Dalam kesempatan yang sama, Jason memperkenalkan tiga produk barunya yakni CoLiving, CoRetail, CoHive Event Space, serta peresmian gedung pusat yang dinamai CoHive 101 di Mega Kuningan, Jakarta. CoLiving adalah ruang kerja sekaligus tempat tinggal. Lokasi pertamanya ada di Tower Crest West Vista, Jakarta Barat yang dibangun bersama Keppel Land Indonesia.

Di sana, CoLiving menyediakan 64 ruangan dengan luas total 2.800 meter persegi. Jason mengklaim lantai pertama CoLiving, telah resmi beroperasi di Mei 2019. Tingkat okupansinya telah mencapai 90%. Untuk lantai dua, bakal diresmikan pada September mendatang.

Adapun, CoRetail diperuntukkan buat pengusaha ritel yang fleksibel dengan harga terjangkau dan menjual produknya di komunitas startup seperti CoHive. Konsep ritel yang diusung mulai dari toko pop up sementara, toko permanen, dan kantin.

Produk tersebut baru tersedia di lantai dasar CoHive 101. Beberapa tenant yang sudah memanfaatkan adalah Go-Food Festival, Fore Coffee, Pepenero Bakery, Bukalapak, dan lainnya.

“CoRetail memudahkan penjual untuk berjualan tanpa harus pusing bayar biaya sewa yang menyusahkan dan komitmen pembayaran di muka. Beda halnya ketika mereka mau buka toko di pusat perbelanjaan, mereka harus komitmen sewa antara 3-5 tahun dan bayar di muka sampai 12 bulan.”

Jason melanjutkan, produk teranyar yang terakhir yakni CoHive Event Space, diarahkan untuk membantu anggotanya dan mitra bisnis untuk mengadakan pertemuan dan acara perusahaan. Berbekal cabang coworking yang banyak, menjadi peluang perusahaan untuk memaksimalkan fungsi ruangan.

Kantor pusat CoHive 101 ikut diresmikan pada waktu yang berbarengan. Kantor ini berkapasitas 2.700 orang, berisi coworking, private office, CoRetail, event space, kantin, dan lainnya. Diklaim saat ini tingkat okupansinya mencapai 75%.

“CoHive menyediakan opsi build to order untuk startup yang ingin bergabung namun sudah memiliki ratusan karyawan. Cermati dan Tanihub mendatangi kami untuk ikut gabung karena mereka melihat unsur kolaborasi yang kami tawarkan,” pungkas Jason.

Golden Gate Ventures Announces Partnership with Hanhwa Asset Management to Invest for Series B Funding

Golden Gate Ventures announces strategic partnership with Hanhwa Asset Management for series B funding to Southeast Asia’s startups. They targeting startup focused on consumer based platform, such as marketplace, fintech, health-tech, and logistics-as-a-service.

In the official release, they believe this segment can create opportunity from the rapid growth of middle class. Supported by internet penetration, smartphones, and other technology.

A consumer based startup focused on mobility, trading, or logistics; will discover unique data from consumers and micro consumers. It becomes the initial step for in-depth financial inclusion, health services, and the latest technologies throughout Southeast Asia.

Golden Gate representative said, Southeast Asia’s startups have quite long gap to reach series B. In terms of investors, it’s hard to find the willing one.

Therefore, startups raising for this stage of funding might find it difficult. They raise syndicate round of many investors in series A or offer some alternative sources, resulting incompatibility with characteristic as family company or global private equity (PE).

According to SVCA (Singapore Venture Capital & Private Equity Association), 50% startup in US and Europe at series A has reached series B. In Southeast Asia, it happens otherwise, where less than one third have reached series B.

“The downgrade is caused mostly because the lack of funding in the region.”

The Singapore based VC has scored more than 215 series A within two years. Based on the historical trend, both companies expecting 80-110 potential series B investment in the next two years. This number should doubled up in the next four years.

The announcement of investment partnership also strengthen the connection of both since five years ago, in 2014. Then, startup ecosystem in Southeast Asia is only started.

Both companies will use each other’s resources to develop further initiation. Start from global corporate partners network and investors, asset management experience, providing professional talents, and many more.

In addition, Golden Gate Ventures is a VC focused on early stage funding, established since 2011. Some of its portfolios are Carousell, Alodokter, Carro, Funding Societies, Omise, Ruma, and others. Meanwhile, Hanhwa Asset Management portfolio consists of Zymergen, N26, Yanolja, and Grab.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Golden Gate Ventures dan Hanwha Asset Management Umumkan Kongsi, Siap Berinvestasi untuk Pendanaan Seri B

Golden Gate Ventures dan Hanwha Asset Management mengumumkan kemitraan strategis untuk berinvestasi ke startup di Asia Tenggara pada tahap seri B. Segmen yang dibidik adalah startup yang fokus ke platform berbasis konsumer seperti marketplace, fintech, health-tech, dan logistic-as-a-service.

Dalam keterangan resminya, mereka percaya berinvestasi di segmen tersebut dapat mengambil kesempatan dari pertumbuha kelas menengah yang tengah tumbuh pesat. Di tambah dukungan penetrasi internet, smartphone, dan teknologi lainnya.

Startup yang fokus di bisnis konsumer, baik dalam mobilitas, perdagangan, atau logistik; akan menangkap data unik dari konsumen dan konsumer mikro. Data tersebut menjadi titik awal untuk pendalaman inklusi keuangan, layanan kesehatan, dan teknologi baru lainnya di seluruh Asia Tenggara.

Perwakilan Golden Gate menyebut, startup di Asia Tenggara mengalami kesenjangan pendanaan yang cukup jauh untuk bisa sampai ke seri B. Bahkan dari sisi investor, sulit ditemukan yang bersedia.

Alhasil, startup yang mencari pendanaan pada tahap ini seringkali berada di posisi sulit. Mereka melakukan putaran sindikasi dari banyak investor seri A atau mengajukan banding ke sumber alternatif, sehingga pada akhirnya tidak sesuai dengan karakteristik seperti dari perusahaan keluarga atau private equity (PE) global.

Mengacu pada data SVCA (Singapore Venture Capital & Private Equity Association), sebanyak 50% startup di AS dan Eropa yang sudah di tahap seri A sudah sampai ke seri B. Kondisi sebaliknya terjadi di Asia Tenggara, di mana kurang dari sepertiganya yang sudah sampai ke seri B.

“Penurunan yang dalam ini sebagian besar disebabkan oleh kurangnya sumber dana di wilayah tersebut.”

VC asal Singapura ini juga mencatat lebih dari 215 pendanaan seri A yang terjadi dalam kurun waktu dua tahun. Berdasarkan tren historis tersebut, kedua perusahaan mengharapkan setidaknya ada 80-110 peluang investasi seri B yang tersedia dalam dua tahun ke depan. Diyakini angka ini akan berlipat ganda dalam empat tahun mendatang.

Pengumuman kongsi investasi ini, sekaligus memperkuat hubungan kedua perusahaan yang sudah dijalin selama lima tahun lalu, tepatnya pada 2014. Pada waktu itu, ekosistem startup di Asia Tenggara masih awal terbentuk.

Kedua perusahaan akan memanfaatkan sumber daya satu sama lain untuk mengembangkan inisiasi berikutnya. Mulai dari jaringan global mitra korporat dan mitra investor, pengalaman mengelola aset, menyediakan tenaga profesional, dan lainnya.

Perlu diketahui, Golden Gate Ventures adalah VC yang fokus pada pendanaan tahap awal sejak diresmikan pada 2011. Beberapa portofolio-nya adalah Carousell, Alodokter, Carro, Funding Societies, Omise, Ruma, dan lainnya. Sementara, portofolio dari Hanwha Asset Management yang terkenal adalah Zymergen, N26, Yanolja, dan Grab.

Halodoc Receives Series B Funding of 919 Billion Rupiah, Led by UOB Venture Management

Medical startup Halodoc today (3/4) announces series B funding of $65 million or equivalent with 919.5 billion rupiah. It was led by UOB Venture Management, involving Singtel Innov8, Korea Investment Partners, WuXi AppTec, and some previous investors.

The capital is to be used for technology and infrastructure development of Halodoc’s medical services. In addition, to expand strategic partnership with some hospitals and medical services throughout Indonesia.

Founded in April 2016, Halodoc is an app and website-based that allows its users to connect with more than 20 thousand licensed doctors in Indonesia. They can also make an online booking for lab check-up and drug order through pharmacy network with delivery less than 1 hour – they’ve partnered up with more than 1300 pharmacies.

“For the past two years, we’ve grown rapidly as a health digital platform in Indonesia. To date, Halodoc has managed to provide convenient and trusted health service for 2 million users every month, where half of it are outside Java. It’s a big potential for us to use technology in order to extend network for conventional medical services, and provide better medical access to the huge population of Indonesia,” Halodoc’s Founder & CEO, Jonathan Sudharta said.

In 2018, Halodoc users increased to more than 2500%, it reflects the high demand of digital health service.Based on Frost and Sullivan, the value of health industry in Indonesia considered to reach $21 trillion in 2019, increased by $7 trillion in 2014.

Halodoc recently named as the “Most Innovative Start-up in Asia” in November 2018 by Galen Growth Asia, an organization that observes medical startup ecosystem in Asia Pacific.

UOB Venture Management’s Managing Director & CEO, Kian-Wee Seah said, “Halodoc vision is to use technology in expanding high-quality medical services access and optimizing the use of limited health resources in Indonesia. Our investment in Halodoc reflects the responsible investment approach to support economic and social advance.”

Halodoc has partnered with more than 1400 hospitals and medical services in Indonesia. It allows its users to cut the waiting line in pharmacy and use the insurance facility in hospital.

Aside from hospital, Halodoc also forms a strategic partnership with some of its partners, such as Openspace Ventures, Grup Clemont, Blibli.com, InvesIdea, and Gojek, they’ve applied Halodoc system for Go-Med service.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Halodoc Dapatkan Pendanaan Seri B Senilai 919 Miliar Rupiah, Dipimpin UOB Venture Management

Startup kesehatan Halodoc hari ini (04/3) mengumumkan perolehan pendanaan seri B senilai $65 juta atau setara dengan 919.5 miliar Rupiah. Pendanaan dipimpin oleh UOB Venture Management, dengan keterlibatan Singtel Innov8, Korea Investment Partners, WuXi AppTec, dan beberapa investor Halodoc sebelumnya.

Dana modal tersebut akan digunakan untuk melanjutkan pengembangan teknologi dan infrastruktur layanan kesehatan Halodoc. Selain itu akan digunakan juga untuk memperluas kerja sama strategis dengan berbagai rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan di seluruh Indonesia.

Didirikan sejak April 2016, Halodoc merupakan platform layanan kesehatan digital berbasis apkikasi dan website yang memungkinkan penggunanya untuk melakukan komunikasi dengan lebih dari 20 ribu dokter berlisensi di Indonesia. Pengguna juga dapat melakukan pemesanan cek laboratorium di rumah dan pemesanan obat melalui jaringan apotek dengan durasi pengantaran kurang dari 1 jam — sudah ada lebih dari 1300 apotek yang bermitra.

“Dua tahun terakhir ini kami mengalami perkembangan yang pesat sebagai platform digital kesehatan di Indonesia. Sampai hari ini, Halodoc telah memberikan layanan kesehatan yang nyaman dan terpercaya bagi 2 juta penggunanya setiap bulan, di mana setengahnya berada di luar pulau Jawa. Terdapat potensi yang besar bagi kami untuk memanfaatkan teknologi guna memperluas jangkauan layanan kesehatan konvensional, serta menyediakan akses kesehatan yang lebih baik bagi populasi besar Indonesia,” ujar Founder & CEO Halodoc Jonathan Sudharta.

Di tahun 2018 pengguna Halodoc meningkat lebih dari 2.500%, mencerminkan tingginya permintaan layanan kesehatan digital. Berdasarkan data Frost and Sullivan, nilai industri kesehatan di Indonesia diperkirakan akan mencapai $21 triliun pada 2019, meningkat dari $7 triliun di 2014.

Halodoc belum lama ini dinobatkan sebagai “Most Innovative Start-up in Asia” pada November 2018 oleh Galen Growth Asia, sebuah organisasi yang mengamati ekosistem startup kesehatan di Asia Pasifik.

Managing Director & CEO UOB Venture Management Kian-Wee Seah mengatakan, “Visi Halodoc adalah menggunakan teknologi untuk memperluas akses pelayanan kesehatan berkualitas dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya kesehatan yang terbatas di negara yang luas seperti Indonesia. Investasi kami di Halodoc ini merefleksikan pendekatan investasi bertanggung jawab untuk mendukung kemajuan ekonomi dan sosial.”

Halodoc telah bekerja sama dengan lebih dari 1400 rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan di Indonesia. Kerja sama ini memungkinkan penggunanya untuk memangkas waktu tunggu di apotek serta memanfaatkan kemudahan layanan asuransi pada kunjungan ke rumah sakit.

Selain dengan rumah sakit, Halodoc juga membangun kemitraan strategis dengan para mitranya, misalnya Openspace Ventures, Grup Clemont, Blibli.com, InvesIdea, dan Gojek. Dengan Gojek, mereka mengaplikasikan sistem Halodoc untuk layanan Go-Med.

Application Information Will Show Up Here

Warung Pintar Announces Series B Funding Worth of 390 Billion Rupiah

A startup of “new retail” platform developer, Warung Pintar, today (1/21) announced series B funding worth of $27.5 million, equivalent with 390 billion rupiah. Funding was acquired from the previous investors, SMDV, Vertex, Pavilion Capital, Line Ventures, Digital Garage, Agaeti, Triputra, Jerry Ng, and EV Growth. Participated also in this round, digital wallet developer under Lippo Group, Ovo.

Previously, Warung Pintar has received seed funding worth of 55 billion rupiah in early 2018. Later on, in the mid-year, they announce advanced funding worth of 57 billion rupiah. In 2018, the startup under East Venture has more than 1150 kiosk partners in all over Jabodetabek. Some strategic partnerships are held, with Ovo, Go-Pay, and Flock.

Agung Bezharie Hadinegoro, Warung Pintar’s Co-Founder and CEO said the company has vision to be a “golden standard” for micro entrepreneurs in Indonesia. Until now, Warung Pintar has increased partners income up to 41%.

OVO’s CEO, Jason Thompson added, Warung Pintar’s proposition resonates with OVO’s main focus to empower SMEs in Indonesia, it’s an important part of financial inclusion.

As Warung Pintar‘s Chairman, Willson Cuaca emphasized on the startup, as one with fastest development in East Ventures’ portfolio. The funding round is considered to close very fast.

Warung Pintar, after this round, intends to expand kiosk up to 5000 units in 2019. They’ll also expand network outside Jabodetabek, starts from Banyuwangi.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Warung Pintar Umumkan Pendanaan Seri B Senilai 390 Miliar Rupiah

Startup pengembang platform “new retail”  Warung Pintar hari ini (21/1) mengumumkan perolehan pendanaan seri B sebesar $27,5 juta, setara dengan 390 miliar Rupiah. Pendanaan diperoleh dari investor terdahulu mereka, yakni SMDV, Vertex, Pavilion Capital, Line Ventures, Digital Garage, Agaeti, Triputra, Jerry Ng dan EV Growth. Turut berpartisipasi dalam pendanaan kali ini, pengembang dompet digital di bawah naungan grup Lippo, yakni Ovo.

Sebelumnya Warung Pintar telah mendapatkan pendanaan awal senilai 55 miliar Rupiah di awal tahun 2018. Setelah itu di pertengahan tahun mereka mengumumkan pendanaan lanjutan senilai 57 miliar Rupiah. Di tahun 2018, startup besutan East Ventures ini telah memiliki lebih dari 1150 kios mitra yang tersebar di wilayah Jabodetabek. Beberapa kemitraan strategis juga telah dijalin, di antaranya bersama Ovo, Go-Pay, dan Flock.

Co-Founder & CEO Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro menyampaikan, perusahaannya memiliki visi menjadi “golden standard”  bagi pengusaha mikro di Indonesia. Sejauh ini Warung Pintar telah mendorong kenaikan pendapatan mitra hingga 41%.

CEO OVO Jason Thompson turut menambahkan, proposisi Warung Pintar beresonansi dengan fokus OVO untuk memberdayakan UKM di Indonesia, ini menjadi bagian penting dari inklusi keuangan.

Sementara Chairman Warung Pintar, Willson Cuaca menegaskan, bahwa Warung Pintar adalah salah satu startup yang paling cepat berkembang dalam portofolio East Ventures. Ronde pendanaan turut dinilai mampu ditutup dengan sangat cepat.

Pasca pendanaan ini, Warung Pintar berambisi dapat meningkatkan pertumbuhan kios mencapai 5000 unit pada tahun 2019. Pihaknya juga akan memperluas jangkauan di luar Jabodetabek, dimulai dari Banyuwangi.

Orori Increases Innovations and Product Integration Post Series B Funding from Amand Ventures

Orori is reportedly to raise the latest funding in Series B round with an undisclosed value. According to George Budi Sumantri, Orori’s Founder & CEO, funding was led by Amand Ventures with its affiliation supports.

The additional funding is to be relocated into several matters. First, the gold fiduciary business development which was delayed this year. In terms of products, there will be e-gold integration in Orori platform and vice versa. In terms of business, they’re optimizing strategy to raise higher revenue post becoming antam official reseller.

In the interview, we mentioned Bappebti regulation related to the online gold product sales. Previously, some services were suspended, including Tokopedia’s e-gold integration for sales. Sumantri said, the regulation hasn’t been making any impact on Orori’s business.

Regarding other business targets, he mentioned that there will be updates in Orori’s platform at the end of this year, specifically on the mobile app. Sumantri explained the development team was trying to research and optimize mobile experience for an easy transaction.

The e-mas integration platform will be expanded later in 2019 to the partner platform. In addition, they also intend to have a partnership with offline retails. Up to this year, there were at least 70 partner outlets in all around Indonesia.

Previously, Orori has obtained series A funding from 500 Startups, East Ventures, and Spiral Ventures. Ideasource has also invested in the seed round.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Pasca Pendanaan Seri B dari Amand Ventures, Orori Gencarkan Inovasi dan Integrasi Produk

Orori menginformasikan telah mendapatkan pendanaan baru dalam putaran seri B dengan nilai yang tidak disebutkan. Menurut pemaparan Founder & CEO Orori George Budi Sumantri, pendanaan tersebut dipimpin oleh Amand Ventures dengan dukungan afiliasinya.

Penambahan modal ini akan difokuskan untuk beberapa hal. Pertama ialah pengembangan bisnis pegadaian emas yang sebelumnya sempat tertunda di tahun ini. Kedua dari sisi produk, akan ada integrasi e-mas di platform Orori, pun sebaliknya. Kemudian dari sisi bisnis pihaknya akan mengoptimalkan strategi untuk capaian pendapatan yang lebih besar pasca menjadi reseller resmi emas antam.

Dalam wawancara, kami sempat menyinggung terkait dengan regulasi Bappebti terkait penjualan produk emas secara online. Sebelumnya beberapa layanan dibekukan, termasuk integrasi e-mas di Tokopedia untuk penjualan. Menurut George, sejauh ini regulasi tersebut tidak berdampak untuk bisnis Orori.

Mengenai target bisnis lainnya ia turut menyampaikan, bahwa akhir tahun ini akan ada pembaruan Orori dari segi platform, khususnya di aplikasi mobile. George menceritakan bahwa tim pengembang tengah mencoba melakukan riset dan mengoptimalkan mobile experience untuk kemudahan transaksi.

Platform e-mas integrasinya juga akan diperluas tahun 2019 nanti ke platform mitra. Selain itu pihaknya juga mengupayakan kerja sama dengan ritel offline. Hingga akhir tahun ini setidaknya sudah ada 70 outlet mitra yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.

Sebelumnya Orori mendapatkan pendanaan putaran seri A dari 500 Startups, East Ventures, dan Spiral Ventures. Di pendanaan awal, Ideosource turut menginvestasikan modal di platform penjualan perhiasan tersebut.

Application Information Will Show Up Here