Noice Tutup Putaran Pendanaan Pra-Seri A, Dipimpin Alpha JWC Ventures dan Go Ventures

Platform audio on-demand Noice resmi menutup putaran pendanaan pra-seri A yang dipimpin Alpha JWC Ventures dan Go-Ventures dengan nominal yang dirahasiakan. Beberapa investor lainnya kembali berpartisipasi pada putaran ini, yakni Kinesys Group dan Kenangan Kapital.

Sebelumnya, baik Alpha JWC Ventures, Kenangan Kapital, dan Kinesys Group sudah lebih dulu berpartisipasi pada pendanaan tahap awal Noice yang diumumkan Maret lalu.

Disampaikan dalam siaran persnya, Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi mengatakan berkomitmen mendukung pertumbuhan bisnis Noice ke depan. Menurutnya, platform Noice telah menunjukkan perkembangan signifikan berkat konsep all-in-one yang diusung, strategi hyperlocal, serta ekspansi tim dan komunitasnya.

“Visi Noice untuk menciptakan ekosistem konten audio menjadi alasan kuat yang meyakinkan kami terhadap potensi Noice sebagai yang terbaik di ranah lokal. Apa yang ditawarkan Noice ke depan sangat menarik dan ini akan membawa perubahan besar bagi industri konten di Indonesia,” ujarnya.

Sementara bagi SVP of Investments Go Ventures Aditya Kumar, kenaikan konsumsi konten digital di Indonesia menunjukkan adanya kesenjangan cukup signifikan dari segmen konten audio. “Kebutuhan konten hiburan berkualitas meningkt karena semakin banyak kegiatan kerja dan belajar yang dilakukan dari rumah. Noice hadir untuk memenuhi kebutuhan tersebut,” tuturnya.

Noice berdiri di bawah naungan PT Mahaka Radio Digital pada 2018 yang merupakan perusahaan patungan milik PT Mahaka Radio Integra Tbk (IDX: MARI) dan PT Quatro Kreasi Indonesia. Adapun Quatro adalah hasil konsorsium perusahaan rekaman di Indonesia, antara lain Musica, Aquarius, My Music, dan Trinity.

Gencar kembangkan produk dan tim

Putaran pendanaan ini cukup menjelaskan langkah agresif yang diambil Noice sejak awal 2021 untuk merealisasikan targetnya sebagai platform konten audio lokal terbaik di Indonesia. Pihaknya berupaya memperkuat tiga aspek lewat pendanaan baru ini, yaitu produk, program, dan ekspansi.

“Kami terus mengembangkan teknologi, konten original dan menambah jumlah tim kami dari berbagai latar belakang terbaik. Kami juga tengah menggabungkan fitur-fitur baru untuk memperluas distribusi konten, membangun sistem untuk kreator, monetisasi, serta meningkatkan interaksi antara kreator dan pendengar di aplikasi NOICE,” papar CEO Rado Ardian.

Dalam artikel sebelumnya, Noice mulai menambah jumlah timnya, terutama untuk memperkuat divisi teknologi. Perusahaan juga menunjuk dua pimpinan baru, yakni Rado Ardian sebagai Chief Executive Officer dan Niken Sasmaya sebagai Chief Business Officer. Keduanya sama-sama veteran dari raksasa teknologi Google dengan berbagai pengalaman kerja di kawasan Asia Pasifik.

Per kuartal ketiga 2021, Noice telah mengantongi sebesar lebih dari 1 miliar menit konten yang telah diputar oleh pengguna. Jumlah penggunanya juga meningkat 144% dalam satu tahun terakhir dengan 800 ribu registered listener. Dari sisi konten, Noice telah memiliki lebih dari 3.100 episode podcast, dan 200 katalog podcast, baik konten orisinal maupun eksklusif. Noice juga telah bekerja sama dengan lebih dari 100 podcaster.

Salah satunya adalah Noice Live, fitur pelengkap pada konten podcast, audiobook, dan radio streaming. Rado berujar, Noice Live akan menawarkan pengalaman social networking yang berbeda dalam format audio, di mana akan ada interaksi real-time antara para kreator, pendengar, musisi, fans, dan bahkan para ahli.

Sementara Niken menambahkan, pihaknya berupaya mengakomodasi kebutuhan konten pengguna yang berada di luar Jakarta. Dengan strategi hyperlocal, Noice akan menggandeng berbagai macam kreator lokal yang menciptakan konten yang relevan sesuai daerahnya masing-masing. “Visi kami adalah menciptakan ekosistem kreator konten audio sehingga kreator dapat berkembang dan terhubung dengan para pendengarnya.”

Berdasarkan data Spotify, Indonesia mendominasi konsumsi podcast terbanyak se-Asia Tenggara pada 2020. Sebanyak 20% dari total pengguna Spotify di Indonesia mendengarkan podcast setiap bulan, dan jumlah tersebut lebih tinggi dari persentase rata-rata global.

Application Information Will Show Up Here

Startup Logistik Indonesia Tunjukkan Traksi Luar Biasa, Peroleh Investasi 8,4 Triliun Rupiah Selama Tiga Tahun Terakhir

Ada banyak sektor penunjang dalam pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Logistik menjadi salah satu yang memiliki peran krusial menjadi tulang punggung bisnis e-commerce, yang menyumbang GMV terbesar pada ekonomi digital nasional.

Menurut data Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (Asperindo), saat ini ada 561 bisnis logistik yang terdaftar, terdiri dari beragam jenis layanan, dengan mayoritas berfokus pada jasa pengiriman [penyedia armada]. Pada kenyataannya, kebutuhan logistik Indonesia belum sepenuhnya terpenuhi – belum mengimbangi laju bisnis e-commerce yang mencapai ~14,8% CAGR antara 2020-2023.

Jika melihat isu yang lebih spesifik, masih banyak friksi di vertikal bisnis ini. Ambil contoh soal bagaimana angkutan barang dapat meningkatkan efektivitas. Sejauh ini, ketika sebuah armada berangkat ke tujuan membawa angkutan penuh, pulangnya harus mendapati bak yang kosong. Padahal. jika dapat terisi ketika pulang dan pergi, biaya operasional yang dikeluarkan dapat lebih efektif.

Belum lagi masalah klasik pebisnis, yakni menemukan solusi logistik yang tepat dan paling murah. Secara geografis, Indonesia menghadirkan tantangan unik bagi bisnis logistik – tidak jarang proses pengiriman harus menggunakan lebih dari satu moda transportasi. Pebisnis mendapatkan tantangan tersendiri untuk menemukan mitra logistik yang tepat, khususnya menangani pengiriman di penjuru daerah.

Isu-isu tersebut kemudian melahirkan gebrakan dalam industri logistik yang berwujud inovasi teknologi. Selama tiga tahun terakhir, DailySocial mengamati adanya tren pertumbuhan yang konsisten dari perusahaan logistik berbasis teknologi, baik yang dikembangkan oleh inovator lokal maupun ekspansi layanan luar negeri untuk menyelesaikan permasalahan yang sangat spesifik.

Dukungan kapital yang kuat

Sejak awal tahun 2019 hingga Juli 2021, tim riset DailySocial mencatat ada sekitar 16 transaksi pendanaan yang diumumkan melibatkan perusahaan logistik berbasis teknologi. Investasi ini berhasil membukukan total nilai dana $586 juta (Rp8,38 triliun dengan kurs hari ini).

Setidaknya ada 4 startup logistik yang memiliki valuasi di atas $100 juta, yaitu SiCepat, Waresix, Shipper, dan GudangAda.

Perusahaan Putaran Tahun
ASSA (induk AnterAja) Convertible Bond 2021
Andalin Series A 2021
Deliveree Series A 2017
Finfleet Series A 2019
GudangAda Series A 2020
Series B 2021
Kargo Technologies Seed Funding 2019
Series A 2020
Logisly Series A 2020
Pakde Seed Funding 2018
Ritase Series A 2019
Shipper Seed Funding 2019
Series A 2020
Series B 2021
SiCepat Series B 2021
Triplogic Seed Funding 2019
Waresix Seed Funding 2018
Pre-Series A 2018
Series A 2019
Series A+ 2020
Series B 2020
Webtrace Seed Funding 2020

Dukungan kapital ini menjadi pembuktian tersendiri bagi pemain teknologi logistik di Indonesia. Sejauh ini pemodal ventura lokal menjadi yang paling aktif berinvestasi di vertikal ini.

Investor Putaran Investasi
East Ventures 6
AC Ventures 5
Insignia Ventures Partners 4

Ukuran pasar yang besar

Managing Partner AC Ventures Adrian Li mengatakan, saat ini sektor logistik di Indonesia diperkirakan telah bernilai $275 miliar, tumbuh pada ~16% CAGR antara 2015-2020. Institusinya terlibat dalam pendanaan Shipper dan Kargo — termasuk di jajaran investor awal.

Ia berpendapat, saluran e-commerce memang menjadi aspek penting dalam pertumbuhan industri logistik. Secara khusus ia menyampaikan adanya peningkatan pesat pengiriman ke kota tier-2 dan 3 yang mengharuskan perluasan saluran logistik.

“Pertumbuhan konsumsi, perdagangan, dan pengembangan infrastruktur akan mendorong inovasi logistik untuk menghadirkan solusi yang lebih efisien dan hemat biaya […] Kami memproyeksikan sektor ini akan menghasilkan gelombang unicorn berikutnya. Dan kami memiliki keyakinan kuat bahwa ruang ini akan menunjukkan pertumbuhan substansial dalam dekade berikutnya,” ujar Adrian.

Di kesempatan terpisah, Co-Founder & COO Shipper Budi Handoko menyampaikan, empat tahun lalu ketika menginisiasi Shipper ia melihat permasalahan yang nyaris dihadapi semua pelaku UMKM ketika berdagang secara online. Shipper hadir menjadi sebuah aplikasi agregator logistik dan layanan warehousing, membantu pebisnis melakukan manajemen pengiriman secara tepat.

Menyinggung soal investasi di bisnis logistik, Budi menilai saat ini selain investor lokal, banyak pemodal ventura global yang juga tertarik berinvestasi ke startup Indonesia. Hal ini dibuktikan Shipper dengan keterlibatan sejumlah investor luar negeri di setiap tahapan pendanaannya. Ia menegaskan, permasalahan logistik Indonesia memang unik dan inovator lokal punya posisi kuat untuk menyelesaikan masalah ini.

Tren pendanaan logistik

Selama tiga tahun terakhir, nilai investasi untuk startup logistik di Indonesia juga terus mengalami pertumbuhan pesat. Hingga Juli 2021, artinya baru 7 bulan, nilai pendanaan yang dikucurkan investor meningkat hampir 2x lipat dibanding pendanaan sepanjang tahun 2020. Dari $182,9 juta menjadi $364 juta. Keyakinan investor masuk mendanai startup di late stage didasari traksi yang kuat di bisnis ini.

Hal ini diharapkan menjadi indikasi baik bagi ekosistem dan menjadi pemicu inovasi untuk memecahkan berbagai permasalahan logistik di negeri ini.

Pandemi nyatanya tidak menyurutkan ekspansi bisnis dan produk dari startup logistik di Indonesia. Menurut Budi, pandemi justru menjadi turning point karena jasa logistik meningkat seiring banyaknya permintaan pengiriman dari layanan e-commerce.

Gambar Header: Depositphotos.com

[VIDEO] Startup Sukses 101: Do’s dan Don’ts Saat Menggalang Dana

Metode paling umum yang dilakukan startup untuk memperoleh pendanaan baru adalah menggalangnya ke venture capital atau investor-investor eksternal yang memahami bisnis mereka.

Di video kali ini, DailySocial bersama Raditya Pramana dari Venturra Discovery membagikan tips do’s and don’ts bagi para startup agar fundraising mereka bisa berhasil.

Untuk video menarik lainnya seputar startup dan teknologi, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV.

[Video] Startup Sukses 101: Tips Memperoleh Pendanaan dari Venture Capital

Beberapa perusahaan startups terkadang kesulitan dalam menjalankan proses pitching ke venture capital saat ingin mengembangkan bisnisnya.

Di video kali ini, DailySocial bersama Kevin Wijaya dari CyberAgent Capital Indonesia mengungkapkan bagaimana cara yang tepat untuk memperoleh pendanaan dari VC.

Untuk video-video seputar startup dan teknologi lainnya, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV.

Menyambut Generasi Baru “Angel Investor” di Indonesia, Siap dengan Risiko Tinggi Investasi Startup

Pentingnya peran serta angel investor terlibat dalam ekosistem startup, terutama saat tahap awal, tidaklah terbantahkan. Selain membantu startup itu sendiri, bagi investor berinvestasi ke startup tahap awal tergolong “masih murah”, sehingga “ramah budget”. Pesona ini belakangan menarik investor individu yang berlatar belakang sebagai founder startup.

Dalam laporan ANGIN bertajuk “Angel Investment Network 2020”, jumlah angel investor di Indonesia masuk dalam fase bertumbuh (growing), bersama dengan Filipina, Thailand, dan Vietnam. Adapun, Malaysia dan Singapura berada dalam fase dewasa (mature).

Impact Investment Lead ANGIN Benedikta Atika mengatakan, di segi kuantitas, kini angel investor terbagi menjadi dua kelompok: aspiring and new angel investors dan experienced angel investors. Untuk kelompok pertama, menurutnya, secara umum pihaknya melihat antusiasme dari individual untuk masuk sebagai angel investor pada tahap awal.

ANGIN sendiri turut merasakan jumlah angel investor yang bergabung ke dalam jaringannya meningkat hingga 40% dalam dua tahun terakhir. Tren tersebut diperkirakan akan semakin kuat ke depannya dengan lebih banyak mantan pengusaha (misalnya founder startup) yang lebih aktif dalam berinvestasi. Juga bergabung para profesional muda, diaspora, dan generasi berikutnya dari keluarga terkemuka.

“Sementara untuk experienced angel investors, terjadi pergeseran di mana angel investor yang lebih berpengalaman kini maju sebagai LP/menjadi fund manager. Maka mereka tidak lagi aktif lagi sebagai angel investor,” ucap Atika kepada DailySocial.

Dari sisi kualitas, dengan semakin banyak individu yang terjun, makin beragam pula bentuk dukungan yang lebih baik diberikan kepada para founder.

Saat ini ANGIN memiliki lebih dari 130 klien investor yang di dalamnya mencakup sekitar 80 angel investor individu dan sisanya investor institusi. Dari jumlah tersebut, ANGIN berhasil mengumpulkan lebih dari 200 investor tahap awal yang terlibat dalam pendanaan melalui jaringannya. Sejak ANGIN berdiri di 2014, secara akumulasi telah berinvestasi ke 60 startup.

Statistik ini menjadikan ANGIN organisasi jaringan angel investor terbesar di Indonesia. Di luar itu, terdapat ANGEL EQ (kini bernama ALTIRA) dan Angel.ID.

Dalam jajaran angel investor yang bergabung di ANGIN, terdapat investor institusi yang datang dari VC, keluarga konglomerat, korporat, impact investor, dan organisasi. Sementara dari kalangan individu, datang dari pengusaha, HNWI (High-Net-Worth-Individuals), dan figur publik. Sebesar 80% dari total klien ANGIN adalah orang Indonesia.

Di luar jaringan ANGIN, dalam catatan DailySocial, setidaknya dalam beberapa tahun belakangan mulai muncul nama-nama angel investor yang datang dari founder startup tersohor. Berikut daftarnya:

No

Nama Investor Posisi saat ini

Startup yang diinvestasikan

1 Arya Setiadharma CEO Prasetia Dwidharma Wallez (angel round, 11/2016)
2 Arip Tirta Co-Founder Urbanindo Bobobox, Evermos
3 Derianto Kusuma Co-Founder Traveloka AllSome Fulfillment (venture round, 8/19)
4 Reynold Wijaya Co-Founder Modalku Brick (tahap awal, 03/21)
5 Haryanto Tanjo Co-Founder MOKA Greenly (tahap awal, 7/21)
6 Edy Sulistyo Co-Founder Loket Undisclosed
7 Kevin Aluwi Co-Founder Gojek – LoveLocal, rebrand dari m.Paani (12/19)
8 Aldi Haryopratomo Co-Founder Mapan BukuWarung (seri A, 06/21)
9 Edward Tirtanata Co-Founder Kopi Kenangan – BukuKas,

– GudangAda,

– OtoKlix,

– Medigo (pra-Seri A, 12/20),

– Noice

*Pendanaan melalui  Kenangan Fund

10 Rohan Monga CEO Zenius – Zenius (Seri A, 10/19),

– Ula (tahap awal, 06/20)

12 Achmad Zaky Co-Founder Bukalapak – Eduka (tahap awal, 04/20),

– IDCloudHost (tahap awal, 03/21),

– Codemi (tahap awal, 10/20)

 

*Pendanaan melalui VC Init-6

13 Heriyadi Janwar EVP B2B Corp Solution Blibli – Printera,

– Job2Go,

– x0swab

14 Willy Arifin Co-Founder KoinWorks – BukuKas,

– Ula (tahap awal, 06/20),

– Dedoco (tahap awal, 07/21)

15 Christian Sutardi Co-Founder Fabelio BukuKas
16 James Pranoto Co-Founder Kopi Kenangan BukuKas
17 Filippo Lombardi Co-Founder Fabelio BukuKas
18 Sebastian Wijaya Serial investor x0swab
19 Alexander Rusli Serial investor Digiasia, dan 11 startup lainnya
20 Hendra Kwik Co-Founder Payfazz Payfazz, Shipper, Pahamify, Verihubs

 

*Pendanaan sebagai LP di Number

 

Dalam jaringan ANGIN

No

Nama investor

Posisi saat ini

  (Seasoned investor)
1 Shita Kamdani CEO Sintesa Group
2 Noni Purnomo Direktur Utama PT Blue Bird Tbk
3 Jefrey Joe Co-Founder & Managing Director Alpha JWC
4 Mariko Asmara CEO Ango Ventures
(New generation investor)
1 James Prananto Co-Founder Kopi Kenangan
2 Evelyn Grace Png Founder Sunflower Ventures Asia
3 Bianca Belnadia Lie Country Head Love, Bonito
Portofolio ANGIN Burgreens, Kitabisa.com, Siklus, Binar Academy, dan lainnya.

Fungsi dan peran angel investor

Belakangan jumlah VC yang turut berinvestasi dengan ticket size seperti angel investor mulai ramai, ada yang dimulai dari $25 ribu sampai $50 ribu. Kendati begitu, menurut Atika, mau bagaimanapun peran angel investor itu berbeda dengan VC dan tetap relevan dengan kebutuhan startup tahap awal.

Alasannya 1) angel investor memberikan dukungan di luar kapital, walaupun lebih banyak VC yang high-touch, tapi angel investor masih lebih fleksibel. Nilai tambah inilah yang membuat angel investor lebih unggul; 2) angel investor mempelopori dukungan kepada founder di sektor niche (misalnya less-tech enabled model, memiliki misi berdampak sosial) yang sering dianggap terlalu dini atau kurang menarik bagi investor pada umumnya.

Pernyataan Atika didukung penuh oleh Edy Sulistyo (CEO GoPlay) dan Heriyadi Janwar (EVP B2B Corp Solution Blibli). Keduanya adalah penggiat startup sekaligus angel investor.

Edy menyampaikan kehadiran sosok angel investor tidak hanya sebagai pendukung finansial perusahaan, tetapi juga sebagai validasi eksternal dan sosok pertama yang percaya dengan ide founder. “Hampir kebanyakan founder masih berhubungan baik dengan para angel investor yang juga menjadi mentor, tak hanya bagi perjalanan bisnis tetapi juga kehidupan mereka.”

Sepak terjang Edy sebagai angel investor dimulai sejak 2012, ia pun juga berkesempatan menjadi advisor untuk beberapa perusahaan dan startup yang didorong oleh motivasi besar untuk berbagi dan menumbuhkan ekosistem startup Indonesia.

Heriyadi menambahkan, mau bagaimanapun sosok angel investor itu tetap dibutuhkan karena kebanyakan startup tahap awal butuh dana tahap awalnya, untuk scale up dan validasi. Kondisi tersebut tidak berlaku apabila founder datang dari keluarga berada dan tidak memiliki limitasi kapital. “Ini sesuatu yang dibutuhkan, lagipula startup di Indonesia itu bukan tipe yang kalau butuh dana pinjam ke bank,” ucapnya.

Berinvestasi ke founder

Sumber: Depositphotos

Mengutip dari sebuah tulisan yang dibuat Arya Setiadharma di Asean Business, playbook angel investor di Asia Tenggara berbeda dengan negara maju yang ekosistemnya sudah jauh lebih matang dan peraturan yang mendukung (seperti aturan pasar tunggal di EU). Makanya, biasanya para angel investor di kawasan ini sudah akrab dengan kultur di pasar ASEAN. Hal tersebut juga berdampak pada lebih riskan risiko gagalnya.

Seringkali pula, angel investor menemukan diri mereka harus berurusan dengan founder baru yang belum memiliki pandangan 360 derajat terkait startup. Oleh karenanya, menurut Arya, ada tiga tanda bahaya yang harus segera diidentifikasi angel investor sebelum menimbulkan masalah di kemudian hari: kepemimpinan yang tidak stabil, tidak ada pengakuan persaingan, dan harapan yang tidak realistis.

“Jika Anda sebagai angel dapat meramalkan mimpi founder jadi kenyataan, patut bertaruh bahwa mereka dapat menggunakan kisah itu lagi nanti saat mengumpulkan lebih banyak modal dari investor lain. Ini mungkin terdengar terlalu sederhana, tetapi setidaknya dalam kasus saya, ini terbukti benar dalam banyak kesempatan,” kata Arya.

Edy turut menyampaikan bahwa investor itu berinvestasi ke founder adalah benar adanya, terlebih bagi startup tahap awal. Sebab pada fase ini, belum banyak hal yang bisa dilihat, sehingga alangkah penting untuk mendalami seluk beluk si founder dan timnya.

Perlu untuk menanyakan, siapakah dia, apa latar belakangnya, visi dan misinya, lalu bagaimana susunan tim founder dari startup, dan bagaimana mereka menjalankan bisnisnya. Hal tersebut perlu dilakukan untuk melihat kecocokan antara satu sama lain. Layaknya mencari pasangan hidup.

Edy merujuk pada pengalamannya terdahulu. Dia bilang, sebelum mengkaji hal-hal seperti model bisnis dan potensi pasar, penting untuk memahami “Masalah apa yang ingin founder selesaikan.”

“Karena saya percaya, apabila founder telah menemukan apa problem atau pain point bagi konsumen, product/services yang dia hasilkan akan jauh lebih kuat. Semakin kuat pain point dan passionate para founders dengan masalah tersebut, maka akan lebih baik, apabila mereka berhasil menghadirkan solusi yang dapat menjawab hal tersebut.”

Heriyadi ikut menambahkan, mengenal founder itu adalah filtering pertama sebelum ia memutuskan untuk berinvestasi ke startup. “Saya lebih suka kalau founder-nya sudah saya kenal. Tidak mau kalau tidak kenal sama sekali, minimal dalam jajaran founder-nya ada satu yang saya kenal. Atau saya dikenalkan dari jaringan saya sendiri,” katanya.

Filter berikutnya yang biasa ia lakukan adalah memahami seberapa besar ide bisnis tersebut bisa di-scale up dan seberapa besar pangsa pasarnya. “Kalau validasi market-nya terlalu besar atau kekecilan, menurut saya jadinya tidak realistis.”

Seluruh topik pertanyaan Edy dan Heriyadi ini akan terjawab dengan membaca pola pikir founder tersebut dan respons-respons yang diberikan. Apabila founder keras kepala, tidak mau cepat beradaptasi, akan susah untuk berkembang. Sebab, menurut Heriyadi, terjun ke startup itu artinya harus fleksibel.

“Sebab dari pendanaan angel investor ini runway-nya hanya cukup untuk 6 bulan-1 tahun, setelah itu harus melakukan raise funding lagi. Kalau tidak dapat funding dalam kurun waktu tersebut, kita harus tanyakan mereka akan bagaimana karena perusahaan harus tetap ada bisnis untuk cashflow,” tutur Heriyadi.

Ia juga menekankan suntikan dari angel investor tersebut, sebaiknya bukan untuk menggaji karyawan yang sudah ada. Investor harus tahu dana tersebut akan digunakan untuk apa saja. “Duitnya harus buat bikin produk, caranya dengan hiring orang produk dan sebagainya. Itu kasusnya kalau founder-nya bukan orang teknikal.”

Di tengah antusiasme hadirnya angel investor baru, Edy tetap menekankan bahwa investasi di sektor ini menghasilkan big-gain, pasti high-risk. Untuk itu, investasi di startup merupakan investasi jangka panjang yang benar-benar harus terukur. Khusus untuk startup tahap awal, kalkulasi yang bisa dilakukan adalah perlunya keterlibatan (hands-on) dengan melakukan mentoring dan diskusi secara intens.

“Karena pada tahap awal itulah kita masih berkesempatan memberikan arah jalan perusahaan, memberikan saran pengembangan produk berdasarkan pengalaman-pengalaman kita.”

Sementara itu, bagi Heriyadi, adalah investor perlu mendapat progress rutin terkait bisnis startup tersebut apakah sesuai dengan rencana awal atau tidak. Bila ada kendala, biasanya ia akan bantu dengan mengandalkan jaringan-jaringan yang sudah dibangun.

Terhitung Heriyadi telah berinvestasi untuk enam startup sebagai angel investor. Beberapa namanya adalah Printera, Job2Go, dan x0swab. Selain itu, ia aktif sebagai LP untuk fund yang dibuat sejumlah VC.

Risiko tinggi dan tantangan lainnya

Atika mengatakan, dengan lebih banyak investasi yang dikucurkan ke startup, pihaknya melihat bahwa mencari startup yang berkualitas tak lagi menjadi tantangan buat angel investor. Saat ini ada begitu banyak program kesiapan investasi, matchmaking, speed dating, dan acara startup yang membantu angel investor mendapatkan akses ke founder.

Namun, masalah utama yang terus menjadi isu adalah mengenai eksekusi (penataan kesepakatan/deal structuring, negosiasi, dan closing), termasuk di dalamnya mengenai struktur investasi (investment structure). Angel investor punya keterbatasan untuk berpartisipasi dalam kesepakatan dengan struktur tertentu.

Misalnya karena tempat tinggal mereka, terbatasnya akses/pengetahuan terhadap dukungan hukum atau alternatif badan hukum yang tersedia. Hal ini membuat angel investor tidak efisien untuk berinvestasi, terutama mengacu pada ticket size yang berukuran lebih kecil.

Dalam menyelesaikan isu tersebut, pihaknya didukung oleh Frontiers Lab Asia, saat ini sedang mengembangkan solusi untuk mengatasi masalah ini dan membuka peluang angel investor dapat berinvestasi di level Asia. “Kami sedang mengerjakan solusi yang dapat diskalakan untuk membuat angel investment lebih efisien dan relevan di seluruh wilayah.”

Isu ini juga dikemukakan Co-Founder Payfazz Hendra Kwik, yang kini juga terlibat sebagai LP dan Partner MAGIC. MAGIC adalah VC global untuk pendanaan tahap awal yang dikelola oleh sekelompok founder startup. Menurut Hendra, dirinya cenderung masuk sebagai LP daripada berinvestasi secara langsung karena ia ingin lebih terstruktur dan profesional.

“Jadi saya ingin mencegah [tidak profesional], semua harus profesional [proses pendanaannya],” kata Hendra.

Dalam melakukan pendanaan, ANGIN memiliki tiga lapisan penilaian ini sebelum dihubungkan ke angel investor yang masuk ke dalam jaringannya. “Kami memiliki kartu skor sendiri, tetapi selama peninjauan, kami pasti akan melihat orang-orangnya (misalnya motivasi, komitmen, kecocokan pendiri/pasar, dan struktur tim), kecocokan masalah/solusi, dan kecocokan produk/pasar.”

Hal lainnya yang masuk dalam proses analisis ANGIN adalah bagaimana memahami founder apakah cocok dengan minat dan selera risiko angel investor di ANGIN. Dengan profil yang beragam antar individu, cara tersebut memberikan proses analisa di ANGIN lebih kaya karena memberikan tambahan perspektif.

Arya melanjutkan, di tengah risiko yang lebih tinggi di ASEAN, para angel di kawasan ini dapat menggunakan kesepakatan awal untuk berinvestasi melalui instrumen SAFE (simple agreement for future equity) atau convertible notes.

Menurutnya, instrumen ini memberikan tingkat perlindungan jika startup mengalami penurunan karena kreditur diprioritaskan daripada pemegang saham, sambil menghasilkan saham ekuitas yang lebih besar jika startup berhasil dalam putaran pendanaan di masa depan.

“Sama seperti yang mereka lakukan dengan kelas aset lainnya, para angel harus berusaha seproduktif mungkin saat mendukung startup untuk mendiversifikasi risiko.”

Ia juga menyarankan agar angel investor jangan membatasi diri, melainkan bangun portofolio dari berbagai tema industri. Pilihan lainnya adalah coba bergabung dengan jaringan angel yang tepat dan co-invest dengan angel lainnya.

“Di atas segalanya, jangan berkecil hati ketika startup dalam portofolio Anda gagal, atau investasi tertentu tidak berjalan dengan baik. Angel perlu dipersiapkan untuk membuat banyak taruhan. Jika ini tidak sesuai dengan Anda, saran sederhana saya: jangan mencoba menjadi angel di ASEAN,” tutup Arya.


*Foto header: Depositphotos.com

[Video] Cerita Alpha JWC Ventures Mendukung Pendanaan Kopi Kenangan dan Startup Indonesia Lainnya

DailySocial bersama Kezia Tenggono dari Alpha JWC Ventures membuka cerita tentang bagaimana sebuah venture capital memberikan dukungannya melalui pendanaan terhadap startup-startup lokal.

Saat ini, Alpha JWC Ventures sendiri telah memberikan investasi terhadap banyak startup di Indonesia, termasuk Kopi Kenangan, GudangAda, dan Bobobox.

Kunjungi pula video-video lainnya di kanal YouTube DailySocial TV.

[Data Interaktif] Pendanaan Startup Indonesia Sepanjang Paruh Pertama 2021

Ada berbagai variabel yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan ekosistem startup di sebuah negara. Salah satunya terkait dengan putaran investasi yang terjadi di dalamnya. Tidak hanya semata-mata sebuah kegiatan transaksional, di balik pendanaan startup ada proses validasi yang sangat mendetail menilai kelayakan dan proyeksi pertumbuhan startup di masa mendatang.

Sepanjang kuartal kedua (Q2) tahun 2021, kami mencatat ada 49 transaksi pendanaan yang diumumkan ke publik – baik secara langsung melalui rilis media maupun pencatatan regulator.

Dua di antaranya melibatkan unicorn, yakni tambahan putaran seri F Gojek dari Telkomsel senilai $300 juta dan pendanaan seri G Bukalapak yang nilainya ditaksirkan telah mencapai $400 juta.

Selama periode tersebut, 12 startup membukukan pendanaan di atas $20 juta. Tertinggi adalah perolehan debt funding Kredivo senilai $100 juta. Sebagai informasi, berbeda dengan pendanaan berbasis ekuitas, debt funding adalah mekanisme pendanaan utang kepada fintech untuk disalurkan kepada para nasabahnya. Pendanaan ini kebanyakan melibatkan institusi keuangan, termasuk perbankan, namun juga tidak menutup kemungkinan pemodal ventura untuk terlibat.

Sementara untuk pendanaan ekuitas, nilai tertinggi diraih oleh Halodoc dalam putaran seri C senilai $80 juta. Disusul Tanihub senilai $65,5 juta, Bibit $65 juta, dan Shipper $63 juta. Startup peraih investasi fantastis tersebut hadir dari berbagai vertikal bisnis, termasuk pertanian, finansial, pendidikan, hingga social commerce. Varian ini sekaligus menjadi sebuah tren menarik adanya potensi pertumbuhan di berbagai lini digital atau model bisnis.

Capaian di Q2 ini meningkatkan prestasi perolehan investasi startup sepanjang H1 2021. Jika digabungkan dengan kuartal sebelumnya [di luar unicorn], total ada 87 transaksi pendanaan. Dari 46 transaksi pendanaan yang nilainya diumumkan ke publik, total nilai yang berhasil dibukukan sekitar $1,3 miliar. Berikut daftar pendanaan selengkapnya:

Pertumbuhan dari tahun ke tahun

Jika dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya, untuk periode yang sama, kuantitas dan nominal pendanaan startup di tahun 2021 meningkat cukup derastis. Sepanjang H1 2019 tercatat ada 50 transaksi pendanaan dengan total nilai yang disebutkan mencapai $241 juta; sementara tahun 2020 ada 52 transaksi dengan nilai $345 juta.

Tren menarik yang juga tercatat adalah pendanaan di tahap later stage [seri B ke atas] secara kuantitas meningkat sepanjang tahun 2021. Di periode tersebut, ada 13 pendanaan seri B dan 4 pendanaan seri C. Di periode yang sama tahun sebelumnya jumlahnya tidak pernah melebihi 3 transaksi.

Namun jika ditinjau dari segi cakupan vertikal bisnis, variannya masih relatif sama. fintech, SaaS, dan edtech menjadi kategori yang paling diminati oleh investor dalam tiga tahun terakhir. Sementara didasarkan pada pengumuman pendanaan yang menyebutkan nilainya, persentase terbesar tetap diraih fintech (33,5%), dilanjutkan logistic (18,15), new retail (8,2%), dan SaaS (8%).

Angel investor makin banyak terlibat

Temuan menarik lainnya, sepanjang Q2 2021, angel investor terlibat dalam 13 pendanaan startup – di beberapa startup jumlahnya lebih dari satu yang terlibat. Bahkan nama-nama tenar dari kalangan founder Indonesia mulai mencuat, sebut saja Aldi Haryopratomo yang terlibat dalam pendanaan seri A BukuWarung.

Jika sebelumnya angel investor lebih banyak terlibat ke pre-seed untuk startup tahap awal, kini cakupannya mulai meluas. Bagi ekosistem, tentu ini sebuah indikasi baik karena adanya fase transisi dari founder startup menjadi investor, untuk mendukung generasi founder berikutnya.

Kemudian untuk statistik investor terakhir, dari kalangan pemodal ventura, East Ventures masih kokoh di peringkat teratas dengan jumlah transaksi pendanaan terbanyak.

Merujuk pada Startup Report 2020, East Ventures selalu mendapati kuantitas investasi terbanyak selama beberapa tahun terakhir.

Investor Pendanaan
Angel Investor 13
East Ventures 8
MDI Ventures 6
AC Ventures 6
Telkomsel Mitra Inovasi 6
Y Combinator 4
Sequoia Capital India 3
Intudo Ventures 3

Dengan tren yang terjadi di tahun 2021, rasanya fakta ini menjadi sebuah titik balik setelah perekonomian nasional dihantam gejolak di awal pandemi. Ekosistem startup juga semakin solid, karena di luar kepercayaan investor yang semakin meningkat, beberapa aksi korporasi memukau juga tengah dipersiapkan oleh pesohor startup Indonesia, dalam kaitannya dengan konsolidasi dan rencana melantai di bursa.


Gambar Header: Depositphotos.com

What Later-Stage Startups Expect When They’re Expecting Investors

Aside from capital, there are many other inquiries and criteria that startup founders look for in investors. It particularly happens for later-stage startups in Series A, B, and C. This is the finding that DailySocial obtained from a mini survey of some startup founders in the particular stage. We also conduct short polls on this topic on Twitter and LinkedIn.

Why do we narrow it down to Series A, B, and C startups? It is because the startups in this phase have gained traction, secured customer base, and are starting to plan for scale-up or business expansion. It means that they will have more complex criteria along with business growth, and are no longer glued to capital alone.

A different hypothesis might arose as it is compared to the early-stage startups, where capital is necessary to develop products/services. The goal is to get customers and find out whether the product/service has been accepted by the market (market-fit).

The following are the summarized results of our mini survey.

Global investment network

Some startup founders participated in our mini survey, including those engaged in e-logistics, edtech, agritech, and musictech. Apart from capital, their expectations lie down for access to global network (85.7%), technology advisory (42.9%), business advisory (28.6%), and mentoring for founders (14.3 %).

In line with the above statement, as many as 48% have high expectations for access to global investor networks, followed by business advisory (40%), technology advisory (7%), as well as VC brand name and experience (4%)

LinkedIn polling regarding startup expectations towards investors / DailySocial
Polling Twitter mengenai ekspektasi startup mencari investor / DailySocial
Twitter polling regarding startup expectations towards investors / DailySocial

In this survey, Shipper‘s Co-founder, Budi Handoko said that investors already have a lot of experience in managing a business. The role of investors is very important in providing input regarding trends and business models to be explored in the future.

In the context of VC as an investor, eFishery‘s Founder, Gibran Huzaifah added that they can help with the access to global investor network, especially for funding in the next round with a bigger size check.

Track record as the main factor

Next, what are the criteria that respondents looking for in investors? The partners’ track record is at the top of 85.7%, followed by personalities and portfolio ranks with 57.1% respectively, managed funds 42.9%, also portfolio feedback and aligned vision and mission 14.3%.

Budi said, it is important to know the track record and positive feedback of the portfolio before accepting an investment. This is because some investors may act persuasive during the ‘approach’, then turn into controlling moed as they made the investment.

Gibran agreed to the statement, it is important to know how investors work ethic and how they determine the funding hypothesis. These criteria can be the key to considering whether investors and startups can collaborate together.

“Another important consideration is the track record of investors’ managed funds, regarding the fund cycle in what year and the total fund size in particular. This will affect their exit expectations and how strong they can continue in the next funding round,” Gibran said.

For Zenius’ Co-founder, Sabda PS, another equally important criterion is finding investors who have an understanding of how to sustainably create a deep and broad impact. This point becomes very relevant to the extend of the Indonesian education with all the great challenges.

Struggling for investors

All respondents stated that it is difficult to find investors who understand the startup business in certain sectors, the intricacies of the Indonesian market, along with work ethics. According to respondents, it is not easy to find investors with the same value and believe that there are lots of other things besides numbers.

“We believe that good product sells itself. The agreement of time to pocket a return on investment (ROI) is tough if it is forced. This is as long as we prefer to [seek funding] through bootstrapping,” told one respondent.

Gibran added that it was difficult for him to find investors as few people understood the business model he was running in the agritech sector. Due to this condition, he admitted that he had experienced difficulties in convincing investors, especially in appreciating progress. The benchmarks in the agritech sector was not really build then, therefore, it was difficult to find a round size comparison and valuation.

VCs set more focus on managing business growth

Regarding startup funding sources, Venture Capital (VC) is the investor category most chosen by respondents at 71.4%, followed by Corporate Venture Capital/0CVC, private equity, corporations with 28.6% each, and the rest was angel funds at 14.3%.

One respondent said, corporations are considered to be more mature, calm and stable in terms of business. However, there are also respondents who think that VC is more suitable for long-term, lighter, and generic investments.

On the other hand, Gibran believed that VC is more focused on business growth, there is no takeover and strategic collaboration efforts like CVC. In addition, VCs with experience and a strong team can provide insight into strategy, organizational design, and business models.

“From technology support, some VCs provide channels to tech talent and best practices. Some also have internal teams that can support development. As a startup, technology becomes defensibility. VCs who can provide this support will bring a lot of value to the company,” Gibran explained.

Most of our respondents also have a high tendency to seek foreign investors (42.9%), especially investors who have networks or specific interests in more niche industries, such as sustainable innovation. There are also those who are interested in trying to invest through crowdfunding (14.3%).

When you get investors, founders has other expectations include business advisory by 85.7%, then participation for the next round and to be linked to a global investor network of 57.1% respectively, and for investors get into the advisory ranks of 14.3%.

“I don’t think there is a ‘certain type’ of investor that is sought after, it’s rather the person and what is the best funding strategy for the startup. Therefore, it can be a match between goals and long-term relationships as a whole. For example, SME enabler startups will be very strategic to join Sembrani and received investment from BRI Ventures,” Kuassa’s Co-Founder, Grahadea Kusuf said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Ekspektasi Startup Tahap Lanjut saat Mencari Investor

Selain dukungan permodalan, ada banyak kebutuhan dan kriteria yang dicari para founder startup pada investor. Hal ini terutama dialami startup tahap lanjut (later stage) di Seri A, B, dan C. Temuan ini diperoleh DailySocial dari survei kecil-kecilan terhadap sejumlah founder startup di tahapan tersebut. Kami juga melakukan polling singkat terkait topik ini di Twitter dan LinkedIn.

Mengapa kami kerucutkan pada startup Seri A, B, dan C? Startup di fase tersebut rata-rata sudah memperoleh traction, mengantongi customer base, dan mulai memikirkan scale up atau ekspansi bisnis. Artinya, kebutuhan mereka semakin kompleks seiring dengan pertumbuhan bisnis, dan tak lagi sebatas pada dukungan permodalan.

Hipotesisnya tentu berbeda jika dibandingkan dengan startup tahap awal (early stage), di mana mereka membutuhkan modal untuk mengembangkan produk/layanan. Tujuannya adalah memperoleh pelanggan dan mengetahui apakah produk/layanannya sudah diterima pasar (market-fit).

Berikut ini hasil survei yang telah kami rangkum.

Jaringan investor global

Sejumlah founder startup berpartisipasi dalam mini survey kami, antara lain yang bergerak di bidang e-logistic, edtech, agritech, dan musictech. Selain permodalan, ekspektasi yang paling banyak mereka cari adalah jaringan investor global (85,7%), pedoman/bimbingan teknologi (42,9%), pedoman/bimbingan kewirausahaan (28,6%), dan pendampingan untuk founder (14,3%).

Senada dengan di atas, sebanyak 48% memiliki ekspektasi besar terhadap akses jaringan investor global, kemudian diikuti dengan bimbingan/pendampingan untuk bisnis (40%), bimbingan/pendampingan untuk teknologi (7%), serta nama VC dan pengalaman (4%)

Polling LinkedIn terkait ekspektasi startup saat mencari investor / DailySocial
Polling Twitter mengenai ekspektasi startup mencari investor / DailySocial
Polling Twitter mengenai ekspektasi startup saat mencari investor / DailySocial

Di survei ini, Co-founder Shipper Budi Handoko mengatakan bahwa investor telah memiliki pengalaman banyak dalam mengelola bisnis. Peran investor sangat penting untuk memberikan masukan terkait tren dan model bisnis yang dapat dieksplorasi di masa depan.

Dalam konteks VC sebagai investor, Founder eFishery Gibran Huzaifah menambahkan bahwa mereka dapat membantu menghubungkan ke jaringan investor global, terutama untuk pendanaan di putaran selanjutnya dengan size check yang lebih besar.

Rekam jejak jadi kriteria utama

Selanjutnya, apa kriteria yang paling dicari oleh responden pada investor? Rekam jejak partner berada di urutan teratas sebesar 85,7%, diikuti oleh kepribadian dan jajaran portofolio yang masing-masing 57,1%, dana kelolaan 42,9%, serta feedback portofolio dan kesamaan visi-misi 14,3%.

Menurut Budi, penting untuk mengetahui rekam jejak dan feedback positif dari portofolio sebelum menerima investasi. Hal ini karena ada potensi investor berlaku manis di masa ‘pendekatan’, lalu malah berubah menjadi controlling ketika sudah berinvestasi.

Hal ini turut diamini Gibran yang menambahkan bahwa penting untuk mengetahui bagaimana gaya investor bekerja dan cara mereka menentukan hipotesis pendanaan. Kriteria ini dapat menjadi kunci untuk melihat apakah investor dan startup dapat berkolaborasi bersama.

“Kriteria penting lainnya adalah rekam jejak dana kelolaan investor, terutama soal fund cycle di tahun ke berapa dan total fund size-nya. Hal ini akan berpengaruh pada ekspektasi exit mereka dan seberapa kuat mereka bisa berlanjut di putaran pendanaan berikutnya,” ujar Gibran.

Bagi Co-founder Zenius Sabda PS, kriteria lain yang tak kalah penting adalah menemukan investor yang memiliki pemahaman tentang bagaimana menciptakan dampak yang dalam dan luas secara sustain. Poin tersebut menjadi sangat relevan jika bicara konteks pendidikan di Indonesia yang memiliki tantangan besar.

Tantangan mencari investor

Seluruh responden menyatakan bahwa sulit mencari investor yang memahami bisnis startup di sektor tertentu, lika-liku pasar Indonesia, serta memiliki etika dalam bekerja. Menurut responden, tak mudah menemukan investor yang memiliki value yang sama dan meyakini bahwa ada hal lain di luar angka.

“Kami meyakini bahwa good product sells itself. Kesepakatan mengenai kapan bisa mengantongi return of investment (ROI) ini berat jika dipaksakan. Ini asalan kami prefer untuk [cari pendanaan] lewat bootstrapping saja,” tutur salah satu responden.

Gibran kembali menambahkan, pihaknya sempat kesulitan mencari investor karena masih sedikit yang paham model bisnis di sektor agritech yang dijalankannya. Karena kondisi ini, ia mengaku sempat mengalami kesulitan dalam meyakinkan investor, terutama mengapresiasi kemajuan. Benchmark di sektor agritech juga saat itu belum banyak sehingga sulit mencari perbandingan round size dan valuasi.

VC lebih fokus kelola pertumbuhan bisnis

Bicara sumber pendanaan startup, Venture Capital (VC) menjadi kategori investor yang paling banyak dipilih responden sebesar 71,4%, diikuti Corporate Venture Capital/CVC, private equity, korporasi masing-masing 28,6%, dan sisanya adalah angel fund sebesar 14,3%.

Menurut salah satu responden, korporasi dinilai lebih mature, tenang, dan stabil secara bisnis. Namun, ada juga responden menganggap bahwa VC lebih cocok untuk investasi jangka panjang, lebih light, dan generik.

Di sisi lain, Gibran menilai VC lebih fokus ke pertumbuhan bisnis, tidak ada takeover dan upaya kolaborasi strategis seperti CVC. Selain itu, VC yang memiliki pengalaman dan tim yang kuat sehingga dapat memberikan insight soal strategi, desain organisasi, hingga model bisnis.

“Dari dukungan teknologi, beberapa VC memberikan channeling ke tech talent maupun best practice. Beberapa juga punya tim internal yang bisa support untuk development. Sebagai startup, teknologi menjadi defensibility. VC yang bisa kasih dukungan ini akan banyak bawa value ke company,” jelas Gibran.

Kebanyakan responden kami juga memiliki kecenderungan besar untuk mencari investor luar negeri (42,9%), terutama investor yang memiliki jejaring atau ketertarikan spesifik di industri yang lebih niche, seperti sustainable innovation. Ada juga yang tertarik untuk mencoba investasi lewat crowdfunding (14,3%).

Ketika sudah mendapat investor, ekspektasi lainnya yang diharapkan oleh para founder antara lain dukungan untuk membantu bisnis sebesar 85,7%, lalu bergabung ke putaran selanjutnya dan dihubungkan ke jaringan investor global masing masing 57,1%, dan investor masuk ke dalam jajaran penasihat sebesar 14,3%.

“Saya pikir tidak ada ‘jenis’ investor yang lebih banyak dicari, tetapi lebih ke siapa personalnya dan apa strategi funding terbaik buat si startup. Jadi bisa lebih match antara goal dan hubungan jangka panjang secara keseluruhan. Misal UKM enabler startups akan sangat strategis untuk ikutan Sembrani dan mendapat investasi dari BRI Ventures,” ungkap Co-Founder Kuassa Grahadea Kusuf.

Laporan DSInnovate: Startup Report 2020

Beberapa temuan riset memvalidasi besarnya kekuatan dan potensi ekonomi digital Indonesia. Demokratisasi teknologi di sektor perniagaan, perjalanan, media & hiburan, pendidikan, dan kesehatan memberikan sumbangsih terbesar diukur dari perputaran nilai ekonomi yang dihasilkan. Sementara ekosistem startup menjadi penggerak utamanya — di dalamnya termasuk pelaku startup, investor, regulator, dan stakeholder lain yang terlibat secara spesifik.

Startup Report disusun untuk melihat bagaimana perkembangan ekosistem startup di Indonesia setiap tahunnya. Tahun ini DSInnovate mengusung tema “Business Resiliency during the Pandemic”, mengingat satu tahun terakhir pandemi Covid-19 tengah menguji ketahanan tatanan masyarakat dan melahirkan tren-tren baru di kalangan konsumen. Sembari mendalami apakah digitalisasi yang dihasilkan oleh startup mampu menjadi salah satu penopang kebertahanan tersebut.

Ada empat bahasan utama yang diusung dalam Startup Report 2020, meliputi:

  1. Ekosistem digital selama pandemi. Di sini peneliti menyoroti bagaimana kondisi konsumen dan pebisnis digital selama tahun 2020; serta langkah-langkah antisipatif yang dilakukan setiap sektor bisnis dalam menghadapi pandemi.
  2. Tren startup di Indonesia. Bab ini membahas tentang perkembangan startup digital selama tahun 2020, termasuk tentang model bisnis baru yang tumbuh subur sepanjang tahun, aplikasi dengan traksi terbaik, dan tren pendanaan startup.
  3. Strategi “exit”. Melihat daftar aksi korporasi dalam merger dan/atau acquisition yang melibatkan startup digital. Juga inisiatif IPO yang terjadi sepanjang 2020.
  4. Tren ke depan. Merangkum beberapa tren yang mungkin terjadi di tahun berikutnya didasarkan pada rencana-rencana strategis yang sudah mulai diumumkan oleh stakeholder ekosistem sepanjang tahun ini.

Dari empat pembahasan tersebut, ada banyak tren menarik yang terungkap. Salah satunya, tahun 2020 Indonesia telah memiliki 43 startup di tingkat centaur, mereka adalah perusahaan dengan valuasi di atas $100 juta dan berpotensi menjadi unicorn selanjutnya. Persebarannya meluas di berbagai vertikal bisnis mulai dari fintech, e-commerce, logistik, new retail, SaaS, OTA, agritech, healthtech, coworking, edtech, insurtech, dan online media.

Selain itu juga disorot beberapa isu-isu yang diharapkan dapat terselesaikan di waktu mendatang, seperti persebaran bisnis dan layanan digital di luar kota besar. Untuk data  dan ulasan selengkapnya, unduh laporannya melalui tautan berikut ini: Startup Report 2020.

Disclosure: DSInnovate bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Republik Indonesia dalam penyusunan laporan ini. Turut didukung oleh East Ventures.