Tribelio Hadir sebagai Platform Pemasaran Berbasis Komunitas

Menyederhanakan kanal pemasaran dan menjangkau pelanggan yang kemungkinan besar menyukai suatu produk jadi ide utama Founder & CEO Tribelio Denny Santoso. Baginya kedua pertanyaan di atas dapat terjawab dengan membangun komunitas yang mana dia wujudkan melalui Tribelio.

Denny meluncurkan Tribelio sejak September tahun ini. Platform ini ia buat dengan tujuan mempermudah pengusaha membangun komunitas yang dapat dimanfaatkan untuk mendongkrak penjualan produk mereka.

“Indonesia memasuki era di mana semua semakin mudah mendapatkan dan menjual produk, bahkan yang tak punya produk bisa berjualan. Lalu bagaimana caranya di era produk ini untuk naik level? Dengan membangun komunitas,” tutur Denny kepada Dailysocial.

Secara sederhana, Tribelio ini merupakan platform yang memungkinkan pemilik produk (atau dalam istilah di Tribelio adalah “Chief”) berinteraksi dengan anggota  yang pernah membeli produk itu atau sekiranya tertarik dengan produk tersebut.

Cara kerja Tribelio seperti gabungan Facebook Group atau aplikasi messaging dengan email marketing, serta landing page. Denny meyakini penggabungan fungsi itu ke dalam satu aplikasi dapat memudahkan interaksi dari Chief ke anggotanya sehingga dapat mengukir rasa percaya dan kesetiaan pelanggan terhadap produk yang dimiliki.

Mindset-nya sederhana bahwa jualan itu butuh komunitas. Anggaplah ada orang yang belanja di marketplace kita, tapi kita tidak bisa follow up, tidak ada data mereka ketika kita ingin memberitahu produk baru kita ke mereka. Jadi ngapain bikin iklan baru ketika orang yang sudah kenal produk kita akan beli,” imbuh Denny.

Untuk mengaksesnya, Tribelio memasang biaya berlangganan sebesar Rp855.000 per bulan. Chief bisa membayar lebih hingga Rp2,6 juta untuk paket berlangganan selama empat bulan dan seminar online & offline bersama Denny. Sebagai informasi, Denny yang memang sudah dikenal sebagai praktisi pemasaran memasang biaya sekitar Rp13 juta hingga Rp80 juta untuk kelas seminarnya.

Dua bulan lebih beroperasi, Tribelio memperkenalkan diri ke publik pada awal November ini. Selama dua bulan itu, Denny mengklaim Tribelio sudah memiliki lebih dari 24.000 anggota dengan 600 Chief. Ia menargetkan platform ini bisa meraih 1 juta pengguna hingga akhir tahun depan.

Sebagai tambahan, Tribelio memberikan iming-iming dua level sebesar 30% dan 5% dari biaya berlangganan apabila seorang Chief berhasil mengajak orang lain bergabung menjadi Chief.

Dengan target besar 1 juta pengguna di akhir tahun depan, Tribelio membutuhkan dana untuk scale up. Mengklaim sudah profit miliaran Rupiah, Denny tetap siap menyambut investor yang ingin melakukan pendanaan. Ia pun mengaku saat ini sudah ada sejumlah pihak yang sudah tertarik memberi pendanaan meski masih jauh dari kata sepakat.

“Kita terbuka untuk pendanaan tapi saat ini masih bootstrap,” pungkas Denny.

HaloJasa Hadir sebagai Aplikasi “On-Demand” untuk Berbagai Kebutuhan

Dinamika pasar dan kebutuhan pengguna memaksa HaloJasa mengubah model layanannya. Dikembangkan pertama kali pada awal 2017, semula mereka mengusung konsep marketplace. Lantas kini bertransformasi menjadi aplikasi on-demand untuk empat kategori kebutuhan jasa, meliputi Halo Auto (otomotif), Halo Clean (kebersihan), Halo Fix (perbaikan), dan Halo Massage (kebugaran).

CEO HaloJasa Hengky Budiman menjelaskan, banyaknya kategori yang semula ditawarkan berimbas pada biaya pemasaran yang tinggi dan terlalu berisiko untuk pertumbuhan. Pada April 2019 mereka bertemu dengan investor yang berpartisipasi dalam pendanaan awal, lantas mendapatkan masukan untuk merampingkan kategori dan mengubah bentuk menjadi aplikasi on-demand.

“Intinya kami berorientasi untuk menciptakan solusi dan meningkatkan kesejahteraan bagi kaum pekerja informal sehingga dapat menciptakan lebih banyak lagi lapangan pekerjaan. Saya yakin menciptakan sebuah dampak sosial bagi banyak orang merupakan hal yang luar biasa yang ingin kita rasakan bersama-sama,” terang Hengky.

Empat kategori yang menjadi fokus HaloJasa adalah jasa kebersihan untuk rumah, indekos, apartemen, dan kantor; diberi nama Halo Clean. Kemudian jasa pijat di bawah kategori Halo Massage, jasa perbaikan AC di bawah Halo Fix, dan Halo Auto berupa jasa perawatan kendaraan rumah.

Sejak perubahan model bisnis dan peluncuran aplikasi baru pada Oktober 2019 silam, HaloJasa sudah mendapatkan 2000 pengguna dengan 250 vendor tergabung.

Optimis menjadi pimpinan pasar

Salah satu hal yang dipertimbangkan HaloJasa dalam proses perubahan bisnisnya adalah peluang untuk menjadi pemimpin pasar di aplikasi on-demand untuk jasa. Hengky menilai saat ini belum ada nama yang mendominasi untuk industri ini, yang artinya masih terbuka peluang untuk di mana saja.

Kendati demikian kita tahu, decacorn Gojek juga memiliki konsep serupa yang disematkan pada GoLife. Tentu akan menjadi persaingan yang cukup berat.

“Ceruk pasar peluangnya masih terbuka lebar dan saya yakin ini akan menjadi kompetisi yang menarik agar seluruh pemain berusaha memberikan layanan dan menjadi yang terbaik. Kami yakin orientasi terhadap solusi yang kami tawarkan mengedepankan kepentingan kedua belah pihak antara pengguna kami dan juga vendor mitra yang bekerja sama dengan kami,” terang Hengky.

HaloJasa saat ini mengusung beberapa fitur untuk terus mendongkrak pertumbuhan bisnisnya, di antaranya fitur matchmaking yang akan memilihkan vendor sesuai dengan lokasi yang radius yang disesuaikan. Beragam kanal pembayaran juga diharapkan mampu memberikan kemudahan bagi pengguna HaloJasa.

“Tahun depan kami memastikan bisnis masuk ke dalam product market fit. Setelah itu kami akan mengembangkan dan memperbanyak kategori-kategori baru pada bidang jasa. Termasuk membangun afiliasi dan kolaborasi pada pelaku industri jasa konvensional untuk memanfaatkan teknologi,” imbuh Hengky.

Transformasi bisnis serupa sebelumnya juga dilakukan pemain sejenis, Seekmi. Pada 2017 dengan alasan untuk fokus ke kepuasan pengguna, mereka juga merampingkan kategori jasa yang ditawarkan.

Application Information Will Show Up Here

EmpatKali Hadirkan Konsep Cicilan Empat Kali Tanpa Bunga

Bertujuan memberikan kemudahan kepada pembeli melakukan pembayaran produk secara online, platform fintech lending EmpatKali meluncurkan layanan mereka secara resmi di Indonesia. Startup fintech yang didirikan Jamie Camidge dan Hadi Tanzil ini fokus ke produk fesyen, gaya hidup, dan kecantikan.

Terdaftar di OJK per 8 April 2019, EmpatKali mengklaim memiliki konsep unik dibanding platform p2p lending lainnya.

“Dengan konsep tersebut memudahkan kami untuk memberikan layanan pembayaran cicilan tanpa bunga, karena pendanaan yang kami berikan bukan dengan konsep umum. Kami saat ini juga telah mengumpulkan 100 mitra lokal dan menargetkan hingga tahun 2020 bisa merangkul sekitar 1000 brand,” kata CEO EmpatKali Jamie Camidge.

Karena tidak mengenakan bunga cicilan, saat ini EmpatKali mengenakan komisi secara flat ke semua merchant yang berhasil menjual produk mereka di dalam platform sebagai sumber pendapatan.

Model bisnis yang ditawarkan EmpatKali sudah hadir di Australia, negeri asal Jamie. Melihat potensi dan tren pasar saat ini di Indonesia, model bisnis ini dianggap cukup ideal untuk dihadirkan. Selain telah terdaftar di OJK, Empat Kali juga masuk dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Cicilan tiap dua minggu

Berbeda dengan kebiasaan umum di Indonesia, EmpatKali memperlakukan tenor cicilan dengan cara yang berbeda. Pengguna yang telah dinyatakan lolos verifikasi bisa menikmati pembayaran cicilan empat kali dalam waktu kurang lebih 2 bulan atau setiap dua minggu kepada pengguna. Jumlah pinjaman yang diberikan mulai dari Rp1,5 juta. Jumlah tersebut bisa bertambah menyesuaikan  rekam jejak pembayaran.

Disinggung apakah konsep tersebut sudah relevan dengan pasar Indonesia, Jamie menegaskan sudah waktunya masyarakat Indonesiamenerapkan konsep tersebut. Saat ini EmpatKali mengklaim telah memiliki sekitar 1000 pengguna. Selain pembayaran menggunakan akun virtual perbankan, EmpatKali juga menyediakan alternatif pembayaran melalui dompet digital seperti Dana.

“Saya menyadari di Indonesia konsep pembayaran cicilan adalah per bulan, untuk itu kami masih terus melakukan edukasi kepada pengguna kami yang tertarik untuk menikmati layanan pembayaran cicilan di EmpatKali.”

Selain membantu pengguna untuk melakukan pembayaran, konsep ini diklaim bisa meningkatkan penjualan dari pihak merchant yang bergabung. Pihak EmpatKali menanggung pengelolaan risiko kredit dan penipuan yang mungkin terjadi.

Rencana penggalangan dana

Untuk mengembangkan teknologi dan memperkuat posisi perusahaan sebagai bisnis manajemen risiko, EmpatKali berencana melakukan penggalangan dana. Masih dalam tahapan penjajakan, disebutkan sudah ada dua startup fintech Australia yang tertarik berinvestasi di EmpatKali.

Meski enggan menyebutkan detailnya, dilihat dari perkembangan perusahaan saat ini perusahaan sudah memasuki tahapan Seri A. Pendanaan yang diperoleh rencananya akan digunakan untuk mengakselerasi jumlah merchant dan menambah anggota tim lokal.

“Saat ini aplikasi EmpatKali sudah bisa diunduh di Android dan iOS. Kami berkomitmen untuk membantu para pelanggan dalam mengambil keputusan berbelanja yang sesuai dengan kemampuan finansial, serta mencegah akumulasi beban utang yang dapat menyebabkan kesulitan keuangan dan emosional,” kata Jamie.

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Penyedia Kebutuhan Suplemen Jovee Hadir Ramaikan Pasar Healthtech

Pasar health tech Indonesia kembali kedatangan pemain baru Jovee. Melalui PT Indopasifik Teknologi Medika Indonesia (ITMI), Jovee hadir sebagai platform penyedia kebutuhan suplemen untuk pengguna milenial.

Co-Founder dan CEO Jovee Natali Ardianto menyebutkan, pihaknya memiliki misi untuk membangun literasi kesehatan pengguna milenial yang berada di rentang usia 23-38 tahun. Untuk memahami kebutuhan kesehatan mereka, Jovee mengedepankan personalisasi produk.

Menurutnya, seluruh dunia hingga saat ini belum mencapai standar konsumsi yang baik. Di samping itu, masih banyak yang belum sadar bahwa kebutuhan nutrisinya belum tercukupi. Mengutip Global Burden of Disease Study 2017, Natali menyebut konsumsi tidak sehat berkontribusi terhadap 22 persen kematian di dunia.

“Untuk itu, kami mengandalkan data science dalam memberikan rekomendasi suplemen ke pengguna. Ke depannya, kami ingin bergantung pada data science karena goal kami ingin menjadi top of mind penyedia suplemen di masa mendatang,” tuturnya ditemui di peluncuran aplikasi Jovee, Kamis (14/11/19).

Untuk pengguna Android, aplikasi Jovee sudah bisa diunduh di Google Play, sedangkan versi iOS akan tersedia dalam waktu dekat.

Dalam mendapatkan rekomendasi sesuai kebutuhan, pengguna di awal masuk ke aplikasi akan diminta untuk 20-30 pertanyaan berkaitan dengan concern kesehatan dan rekam penyakit yang dimiliki.

Setelah itu, algoritma akan mengolah data tersebut untuk mengetahui suplemen yang dibutuhkan. Tak hanya berbasis data, personalisasi kebutuhan suplemen ini juga diperkuat oleh rekomendasi lima apoteker yang saat ini dimiliki Jovee.

“Kami mau cari traction dulu. Kalau [penggunanya] banyak, kami akan tambah jumlah apotekernya,” ungkap Natali yang juga eks Co-founder dan CTO Tiket.com ini.

Berbeda dengan pemain healthtech lain yang fokus sebagai agregator, Co-founder dan CCO Jovee Abi Dwiaji Wicahyo mengungkap bahwa Jovee memiliki posisi berbeda. Menurutnya, Jovee memiliki apotek sendiri untuk menjaga kualitas dan keamanan, serta mitra penyuplai produknya sendiri.

ITMI merupakan anak usaha PT Indopasifik Medika Investama. Induk usaha ini memiliki beberapa unit bisnis yang dapat memperkuat bisnis Jovee ke depan, yaitu jaringan apotek Pharmaplus, klinik Primecare, dan aplikasi penghubung perawat dan lansia Homecare24.

Lebih lanjut, saat ini pihaknya bermitra dengan perusahaan logistik untuk mendukung pengiriman ke seluruh Indonesia. Soal metode pembayaran, Jovee belum didukung oleh pembayaran digital seperti, OVO, GoPay, LinkAja, dan DANA.

“Namun, kami terbuka untuk kerja sama dengan mereka [penyedia pembayaran digital],” tambahnya.

Application Information Will Show Up Here

AltoShift Kenalkan Teknologi “Search as a Service”, Mudahkan Pengembang Atur dan Monetisasi Kolom Pencarian di Situs

AltoShift adalah platform teknologi yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan fitur pencarian di sebuah aplikasi/situs jual beli. Varian fiturnya ada tiga, yakni Search Engine as a Service, Recommendation Engine as a Service, dan Sponsored Search as a Service. Tujuannya untuk meningkatkan konversi pembelian, keterikatan pengguna, dan memungkinkan bisnis untuk menciptakan peluang monetisasi baru di search box miliknya.

“Perlu ditekankan, teknologi kami tidak ada hubungan dengan Search Engine Optimization (SEO) dan Search Engine Marketing (SEM). SEO dan SEM untuk mendatangkan traffic ke website dari mesin pencari seperti Google atau Bing. Teknologi AltoShift berada di dalam untuk membantu pengguna mencari sesuatu di website tersebut,” terang Co-Founder AltoShift Albert Sutojo.

Melalui platform tersebut, pengelola e-commerce dapat mengatur hasil pencarian di website ketika pengguna membubuhkan kata kunci tertentu. Tidak hanya itu, urutan hasil pencarian yang disajikan juga dapat dikustomisasi. Skema ini didesain untuk menghadirkan model bisnis baru bagi pemilik e-commerce – dengan menjual slot di kanal pencarian kepada brand.

“Selain mengkustomisasi pencarian, teknologi AltoShift juga memberikan hasil analisis yang merekam semua kata kunci yang pernah diketik pengguna saat melakukan pencarian dan korelasinya dengan produk yang dipilih. Hal ini bisa digunakan e-commerce untuk mempelajari search behaviour,” lanjut Albert.

Untuk implementasinya menggunakan pendekatan berbasis API. Teknologi AltoShift dikembangkan menggunakan NodeJS dan Golang. Selain di e-commerce, perusahaan juga ingin segera memperluas cakupan pengguna layanannya ke online publisher, seperti media atau kanal konten lainnya.

Tahun ini AltoShift juga menjadi binaan program akselerasi GK-Plug and Play Batch 5. Selain Albert, AltoShift didirikan oleh Jeffrey Budiman. Saat ini mereka telah mendapatkan pendanaan awal dari beberapa investor. Di Indonesia mereka mengaku belum memiliki kompetitor langsung, namun di taraf global sudah ada penyedia platform serupa, misalnya Algolia.

Model bisnis yang diterapkan ada tiga macam. Pertama langganan bulanan untuk fitur pencarian dan rekomendasi. Kedua ada pembagian keuntungan dan biaya platform untuk fitur sponsor. Selain itu, AltoShift juga membuka layanan pengembangan lebih lanjut dan kustomisasi jika mitranya memiliki kebutuhan khusus terkait peningkatan fitur pencarian.

“Karena Search as a Service masih terbilang baru di Indonesia, target kami untuk satu tahun ke depan adalah mendapatkan pengguna sebanyak mungkin. Kami mau mengedukasi pelaku e-commerce kalau rekomendasi dan hasil pencarian yang relevan adalah dua cara yang powerful untuk meningkatkan conversion dan engagement, dan sponsored search bisa digunakan untuk memonetisasi search traffic mereka,” ujar Albert.

Indonesian Fintech Company Pintek Receives Pre Series A Funding from Global Founders Capital

Pintek, a fintech company with funds solution to education, announced Pre Series A funding without revealing the number led by Global Founders Capital (GFC). This was well received by Pintek’s parent company, SoCap. The company plans to use the fresh money to improve the technology platform and its commercial team.

In specific, they offered solutions for those in need of loans related to educational issues. GFC as the lead of this round sees something captivating on the company’s journey to grow in the future.

“We expect to work with Pintek team in their mission to facilitate better access for millions of Indonesian people. Pintek has identified holistic approach for educational costs, partners with academic institutions, and we’re glad to be able to support the new phase of the company’s growth,” GFC’s Partner, Tito Costa said.

Also participated in this round, the previous investors, Finch Capital and Amand Ventures. Finch Capital’s Managing Partner, Hans De Back said that they’re glad to be a part of Pintek, seeing the big potential it holds to bridge the gap between the formal and non-formal education.

“We find it equally important for education to be financially inclusive and accessible to public,” he added.

Pintek, valid since 2018, has partnered up with nearly 100 academic institutions and distributed educational loans in 22 Indonesian provinces.

“Pintek is having explosive growth, especially after the funding round earlier this year. From May to October, users are increasing 20 times up with default rate under 1%. We need to grow our team to keep up with the user’s demand and to expand our products. We’re going to double up our technology and commercial teams in the next quarter,” Co-Founder of SoCap and Pintek, Ioann Fainsilber said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Fokus Digitalisasi Sekolah, Pintro Siapkan “Marketplace Lembaga Pendidikan”

Pesatnya pertumbuhan dunia digital dan teknologi telah mendorong inovasi dari berbagai sektor, tidak terkecuali sektor pendidikan. Menurut perhitungan Kemendikbud, ada 300 ribu sekolah di Indonesia dengan 45 juta siswa/i. Sementara itu, terdapat lebih dari 4 ribu universitas di Indonesia dengan 7 juta mahasiswa.

Pintro, sebagai salah satu pemain di sektor ini, mencoba memberi terobosan dengan menghadirkan sebuah “marketplace lembaga pendidikan”, khususnya transformasi pengelolaan manajemen sekolah berbasis SaaS.

Founder dan CEO Pintro Syarif Hidayat kepada DailySocial menyampaikan, “Selama lebih dari sepuluh tahun kami telah mengembangkan solusi di sektor pendidikan. Kami merasa sudah cukup matang dari sisi teknologi dan sistem, sehingga ketika harus melakukan integrasi, prosesnya akan lebih seamless.

Bentuk layanan

Sebelumnya PT Indoglobal Nusa Persada adalah perusahaan IT yang fokus pada solusi back end di lembaga pendidikan. Kurang lebih tiga tahun terakhir, mereka mulai masuk ke ranah front end. Pintro sendiri merupakan brand yang baru diperkenalkan di awal tahun 2019.

Pintro merupakan platform digital aplikasi sistem tata kelola administrasi dan manajemen lembaga pendidikan modern berbasis SaaS yang mengintegrasikan semua layanan pendidikan dalam satu dashboard. Melihat industri teknologi finansial yang semakin berkembang, mereka mencoba mengintegrasikannya dengan fitur yang tersedia di dalam platform berbentuk solusi e-payment.

Ada dua jenis produk yang ditawarkan. Yang pertama adalah co-brand, sebuah solusi all-in-one untuk memfasilitasi transformasi digital di berbagai lembaga pendidikan. Beberapa fitur andalan mereka adalah smart dashboard serta pembayaran berbasis QR Code dan multi-channel.

Saat ini mereka sudah melayani 200 sekolah, dengan skema co-branding, di lingkup pulau Jawa dan Sumatra, termasuk Al-Azhar dan ESMOD Jakarta.

“Karena birokrasi sekolah negeri yang cenderung lebih kompleks, saat ini kami baru menargetkan sekolah swasta untuk sebanyak-banyaknya bisa segera menggunakan layanan kami,” tambah Syarif.

Yang kedua adalah marketplace lembaga pendidikan yang diperkenalkan awal bulan Oktober 2019. Fitur ini bersifat gratis di depan untuk setiap lembaga pendidikan yang menggunakannya. Pintro mengenakan fee untuk setiap transaksi yang terjadi, misalnya penggunaan fitur pembayaran uang sekolah. Dibanding versi co-branding, ada beberapa fitur yang dibatasi.

Diklaim sudah ada puluhan lembaga pendidikan di sekitar Jabodetabek yang bergabung dalam platform marketplace ini dengan 3000 murid pengguna. Beberapa fitur yang telah tersedia di platform marketplace ini yaitu, e-enrollment, e-payment, e-billing, e-bookstore, e-classroom, dan e-communication.

Rencana tahun 2020

Di sisi produk, tim Pintro akan melengkapi fitur yang ada di dalam platform marketplace mereka dengan menambahkan fitur edumart serta edu-donation. Edumart sendiri akan berisi penawaran-penawaran terkait kebutuhan dunia pendidikan, bekerja sama dengan lembaga yang ada di sekolah seperti koperasi. Sementara itu e-donation adalah fitur donasi pendidikan yang bertujuan untuk membantu anak-anak yang ingin mendapatkan pendidikan lebih baik serta membangun infrastruktur pendidikan di pelosok.

Perusahaan juga telah bekerja sama dengan lembaga keuangan non-bank, seperti BFI, dalam ranah pengembangan infrastruktur lembaga  pendidikan, dan Pintek yang menyasar orang tua murid dengan kampanye “School Now, Pay Later”.

“Sehingga pada akhirnya bisa terbentuk satu ekosistem pendidikan yang saling terintegrasi,” pungkas Syarif.

Application Information Will Show Up Here

Perusahaan Fintech Pintek Terima Pendanaan Pra-Seri A dari Global Founders Capital

Pintek, startup teknologi finansial yang memberikan solusi pendanaan untuk keperluan pendidikan, mengumumkan telah mengamankan pendanaan Pra-Seri A dengan dana yang tidak disebutkan yang dipimpin oleh Global Founders Capital (GFC). Pendanaan ini terima oleh SoCap, perusahaan induk Pintek. Rencananya, dengan pendanaan ini, perusahaan akan fokus pada pengembangan platform teknologi dan tim komersial.

Pintek secara spesifik menawarkan solusi bagi mereka yang ingin mendapatkan dana pinjaman untuk kepentingan pendidikan. GFC sebagai pemimpin putaran pendanaan ini melihat sebuah hal yang unik dan cukup tertarik melihat bagaimana perusahaan ini tumbuh ke depannya.

“Kita berharap dapat bekerja dengan tim Pintek dalam misi mereka untuk menyediakan akses yang lebih baik ke pendidikan untuk jutaan orang Indonesia. Tim Pintek telah mengidentifikasi pendekatan holistik yang unik untuk pembiayaan pendidikan, bekerja sama dengan institusi pendidikan, dan kami sangat senang untuk mendukung fase baru pertumbuhan perusahaan,” Partner GFC Tito Costa.

Juga terlibat dalam pendanaan ini adalah investor terdahulu Finch Capital dan Amand Ventures. Managing Partner Finch Capital Hans De Back menyampaikan bahwa mereka cukup senang menjadi bagian dari Pintek karena melihat potensi yang sangat besar untuk bisa menjembatani kesenjangan pembiayaan di sektor pendidikan formal dan non formal.

“Kami menemukan sama pentingnya untuk pendidikan agar inklusif secara finansial dan dapat diakses oleh semua orang di Indonesia,” terang Hans.

Pintek yang mulai beroperasi sejak tahun 2018 ini kini sudah bekerja sama dengan hampir 100 institusi pendidikan dan sudah menyalurkan bantuan pembiayaan pendidikan di 22 provinsi di Indonesia.

“Pintek mengalami pertumbuhan eksplosif, terutama sejak putaran pendanaan awal tahun ini. Dari bulan Mei hingga Oktober pengguna bulanan kami meningkat 20 kali lipat dengan default rate di bawah 1%. Kami perlu menumbuhkan tim kami untuk memenuhi permintaan pelanggan dan memperluas penawaran produk kami. Kami ingin melipatgandakan tim teknologi dan komersial kami di kuartal berikutnya,” ujar Co-Founder SoCap dan Pintek Ioann Fainsilber.

Aplikasi Petloka Mudahkan Pemilik Hewan Peliharaan Temukan Jasa Perawatan dan Penitipan

Banyaknya jumlah layanan pet grooming (perawatan hewan peliharaan) atau pet hotel (tempat penitipan hewan peliharaan) di ibukota menjadi salah satu alasan mengapa Petloka didirikan. Mereka menyediakan platform online untuk memudahkan pemilik hewan memesan jasa tersebut.

Petloka didirikan oleh empat orang co-founder yakni Alvin Lim, jebolan beberapa startup di bidang fintech dan cashback; Andrew J. Gunawan, Albert Sudartanto, dan James Roberto yang pernah bekerja di perusahaan e-commerce.

Kepada DailySocial COO Petloka Albert Sudartanto menjelaskan, layanannya memiliki tujuan untuk mempermudah proses pemesanan oleh pelanggan kepada mitra. Saat ini aplikasi sudah tersedia untuk perangkat iOS dan Android.

“Berangkat dari pengalaman pribadi saat memiliki binatang peliharaan, muncul ide mendirikan Petloka agar bisa membantu para pemilik binatang peliharaan lainnya. Didukung oleh jaringan dan relasi yang cukup di pet industry dan latar belakang bekerja di tech company, kami sangat optimis dengan platform yang ditawarkan.”

Layanan on-demand untuk pemilik hewan peliharaan

Untuk mitra, bakal ditawarkan opsi sebagai jasa penyedia layanan pet grooming atau pet hotel. Ke depannya Petloka juga akan menambah layanan lainnya seperti klinik hewan dan marketplace berbagai kebutuhan pendukung. Hingga akhir Oktober 2019, Petloka sudah memiliki lebih dari 200 mitra dan memproses lebih dari 1000 transaksi per bulan.

“Dengan rata-rata spending Rp1 juta/bulan untuk satu binatang peliharaan dan jumlah populasi anjing hingga kucing yang sudah jutaan jadi potensi pertumbuhan sangat menjanjikan, tinggal bagaimana kita mengedukasi para pet lover supaya bisa beralih dari offline ke online,” kata Albert.

Meskipun banyak layanan serupa yang mulai memanfaatkan teknologi, namun belum ada yang bisa memberikan layanan secara menyeluruh memanfaatkan aplikasi. Saat ini Petloka belum mengenakan biaya kepada mitra yang bergabung, namun ke depan akan dikenakan potongan kepada service provider untuk setiap pemesanan.

“Di era yang serba cepat ini, Petloka ingin mempermudah proses booking untuk layanan hewan peliharaan melalui aplikasi. Cukup dengan beberapa langkah yang sangat singkat, konsumen dapat mengatur jadwal pet grooming atau pet hotel yang diinginkan melalui platform kami,” tutup Albert.

Saat ini layanan sudah bisa digunakan untuk pengguna di Jabodetabek, Bandung, Denpasar, Surabaya, Semarang, Malang, Yogyakarta, Samarinda, Medan, Gersik, Kediri, hingga Solo.

Untuk ke depannya, Petloka juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana. Pihaknya mengklaim saat ini sudah ada beberapa investor yang tertarik untuk berinvestasi dan masih terus membuka peluang kepada investor lainnya yang ingin bergabung.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Lebih Dekat Platform PropTech CicilSewa

Memosisikan diri sebagai platform property technology, CicilSewa yang diprakarsai Hendry Oktavianus, Andrew Buntoro, dan Ridchi Jusli mencoba menghadirkan solusi memudahkan pengguna menyewa properti berbentuk rumah, ruko, atau apartemen. Pihak CicilSewa membantu memberikan dana “talangan” untuk satu hingga dua tahun sehingga pengguna bisa membayar secara bulanan. Perusahaan berdiri sejak Oktober 2018.

CicilSewa sudah membantu ratusan keluarga/individu untuk kebutuhan sewa properti mereka. Kini mereka bisa tinggal lebih dekat dengan kantor, dari kost pindah ke rumah, dan tentunya dengan standar kualitas tinggal yang jauh lebih baik dari sebelumnya. CicilSewa juga telah membantu ratusan pebisnis untuk memulai bisnis mereka, atau membantu melebarkan bisnis mereka dalam hal sewa properti,” ujar Hendry.

Hendry mengklaim, selama ini pasar sewa properti di Indonesia kebanyakan diakses kalangan menengah ke atas dengan range biaya sewa sekitar Rp30 juta hingga Rp50 juta per tahun. Solusi yang ditawarkan CicilSewa dirancang sedemikian rupa untuk meringankan biaya sewa tersebut.

Selain menawarkan solusi cicilan ringan untuk hunian atau apartemen, CicilSewa juga menawarkan properti berupa ruko.

Memasuki usia dua tahun, CicilSewa berupaya melebarkan jangkauan di lebih banyak kota. Sudah melayani wilayah Jabodetabek, dalam satu hingga dua tahun ke depan mereka menargetkan bisa menyasar kawasan Bandung, Yogyakarta, Surabaya hingga Bali.

“CicilSewa ingin bekerja sama dengan seluruh pemilik properti, karena pemilik properti tetap mendapatkan uang sewa di awal. Dengan bekerja sama dengan CicilSewa, propertinya pasti akan lebih cepat tersewa. CicilSewa saat ini telah bekerja sama dengan banyak perusahaan agen properti ternama di Indonesia. Dengan begitu diharapkan mereka juga dapat membantu dan memberikan edukasi kepada masyarakat atas manfaat dari produk CicilSewa tersebut,” jelas Hendry.