PasarPolis dan Fokusnya pada Pertumbuhan dan Inovasi Produk

Setelah tahun 2018 lalu layanan insurtech PasarPolis menerima dana segar seri A dari Go-Jek, Tokopedia, dan Traveloka dengan nilai yang tidak disebutkan, kabarnya perusahaan tengah dalam penjajakan dengan International Finance Corporation (IFC) untuk pendanaan berikutnya. Disinggung kebenaran kabar tersebut, Cleosent Randing selaku founder memberikan klarifikasinya kepada DailySocial.

“Kami tidak berkomentar untuk spekulasi. Kami terus menerima tawaran dari investor investor terbaik dari dalam maupun luar negeri. Kami selalu terbuka kepada mereka yang memiliki satu visi untuk mendemokratisasi asuransi untuk semua lewat teknologi,” kata Cleosent.

Hadir tahun 2015 lalu, kini PasarPolis mengklaim terus mengalami peningkatan dengan double digit growth setiap bulannya. Perusahaan juga telah mengembangkan banyak terobosan baru seperti kerja sama dengan Gojek dalam mengembangkan asuransi di Gojek melalui Go-Sure, dan mengembangkan produk baru seperti proteksi layar retak dengan menggunakan teknologi QR code yang telah di patenkan. Sebelumnya mereka juga telah melancarkan ekspansi ke Thailand dan Vietnam.

“Di tengah pandemi Covid-19 kami juga meluncurkan banyak produk yang melindungi masyarakat luas,” kata Cleosent.

Penyebaran Covid-19 saat ini diklaim tidak terlalu berpengaruh kepada bisnis dari PasarPolis. Meskipun beberapa partner di bidang transportasi mengalami penurunan dari sisi traffic. Konon hal tersebut bisa teratasi oleh PasarPolis dengan adanya diversifikasi produk ke kesehatan. Misalnya yang justru bertumbuh sangat pesat di saat ini dan juga dengan banyaknya partner dari beberapa segmen industri di luar transportasi.

“Sampai saat ini kami telah bekerja sama dengan lebih dari 30 partners, hampir semuanya adalah leader di industri masing-masing, seperti Gojek di ride hailing, Tokopedia di layanan e-commerce. Pada tahun 2019 PasarPolis setiap bulannya melindungi dan mengeluarkan lebih dari 50 juta polis asuransi,” kata Cleosent.

Rencana PasarPolis usai pandemi

Cleosent Randing saat peluncuran Go-Sure
Cleosent Randing saat peluncuran Go-Sure

Meskipun pandemi Covid-19 masih terus berlangsung, diprediksi saat ini dan ke depannya akan terbentuk kebiasaan baru di kalangan masyarakat yang lebih banyak memilih dan membeli produk asuransi secara online.

Dengan adanya platform insurtech seperti PasarPolis yang secara aktif terus meningkatkan literasi akan pentingnya asuransi, harapannya bisa meningkatkan kesadaran masyarakat ke depannya akan pentingnya asuransi yang dapat diperoleh dengan sangat mudah dan juga terjangkau. Memanfaatkan platform seperti PasarPolis yang memberikan akses dan kemudahan dalam memberi asuransi jauh lebih mudah lewat digital.

“Kami melihat setelah pandemi Covid-19 usai akan terbentuk kebiasaan baru ‘new normal’ di mana pembelian asuransi lewat digital terus meningkat. Karena biaya distribusi yang lebih rendah sehingga konsumen bisa mendapatkan value yang lebih dan juga Pandemi ini tentunya memberikan suatu pembelajaran bagi kita semua betapa pentingnya menjaga kesehatan,” kata Cleosent.

Application Information Will Show Up Here

On Privacy and Data Security: Users Must be Aware Not to Rely only on The Platform

Recently, the news of data breach has made the highlight for dozens of digital service users in Indonesia. It is due to the platform where the data breach happens, is e-commerce with massive users, Tokopedia. Also, the latest news comes from Bhinneka.

In early May 2020, 91 million user data – several parties had proven the validity of the data and accordingly – were monitored for sale via the Dark Web for 73.5 million Rupiah. Only passwords are encrypted, while other information such as names, addresses, and contacts can be read with the naked eye. Then a few days ago, a hacker reportedly managed to infiltrate several sites, one of which was Bhinneka with 1.2 million data stolen.

This is not the first time, in previous years the cybersecurity issue has been reported several times to the public.

Incomprehensive Regulation

Regulations regarding the protection of privacy and personal data are mentioned in various laws, precisely in 32 regulations from the ITE Law, the Telecommunications Law, the Public Information Openness Act, the State Intelligence Act, to the Criminal Procedure Code. The fragmented regulation encourages the government to draft a Personal Data Protection Act – until now the status has reached the President and the Parliament, waiting to be reviewed and ratified.

“However, these laws and regulations [32 regulations] are yet to comprehensively regulate the protection of personal data. A comprehensive law is needed as a legal basis in providing protection, regulation and imposition of sanctions for personal data misuse as regulated,” said the Minister of Communication and Information Johnny G. Plate.

Regarding the recent issue of a data breach, the Minister of Communication and Information also gave his formal response after discussion with several parties, including Tokopedia and the national cyber and security agency (BSSN). “Every data hacking effort will be followed up, therefore, not to disrupt the e-commerce operational,” he further explained the details regarding the follow-up plan by the government.

Self-taught preventive steps

In fact, digital platforms such as e-commerce have certification related to information security, for example by getting ISO / IEC 27001: 2013. However, on the user’s side, they can also take several preventive steps to reduce the potential loss if the current system has been hacked.

Here are some simple preventive steps that can be done:

Perform regular application updates

Various digital applications with massive users are almost certain to experience a continuous development process. Not only a matter of adding features but also updates often rolled out to improve system performance and security to close the gaps. For this reason, it is important for users to keep the application up-to-date.

Nevertheless, for the operating system, it is strongly recommended to use the latest version supported by the device. The intensity is indeed not as often as the applications, but an update usually provides significant improvisation.

For smartphone users, application updates or operating system updates are usually done automatically when connected to a WiFi network. The user will get an update notification and approve the update process. However, for those who use mobile connectivity, updates are usually not automatic, users need to look periodically at Google Play / App Store or the update page in the system update section.

Use different passwords on each application

This tip is quite tedious for some people, but actually good anticipation if a data breach occurs in one of the applications. At least, distinguish personal account passwords such as an e-mail with passwords used for other applications. Email is crucial for recovery if an account is successfully taken over by a hacker.

The password manager application can actually help if users want to use a different password for each service. The application saves and records the password it has – some applications also make it easier when you want to login to certain services – without having to retype the password. Some examples of password management applications are LastPass or 1Password.

Then, as suggested in every digital security tips, it is highly targeted to use passwords with varying characters. For example, by including uppercase letters, lowercase letters, numbers, and symbols. Some applications have a password level indicator during the registration process.

Apply multiple authentications

For the sake of increasing security, some applications provide Multi-Factor or Two-Step Authentication features. In addition, users can choose the type of extended security, for example using a PIN, SMS token, or biometrics. The latter is very recommended, especially smartphones today are mostly equipped with fingerprint and facial recognition systems. On average, this feature is not automatically activated, the user must set it up for each application.

Be more aware of application in use

Always use an application from a credible developer, especially if the application requires personal data. Because credible developers will have discipline related to privacy and information protection policies. In addition, it’s good as the user also knows what applications are accessed from our device – for example the applications in the Play Store always informing the “Permission” section about the components of the device accessed by the application.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Soal Privasi dan Keamanan Data Jangan Hanya Andalkan Platform, Pengguna Harus Peka

Beberapa waktu terakhir kabar mengenai data breach alias pembobolan data kembali menjadi buah bibir pengguna layanan digital di Indonesia. Pasalnya pelanggaran data tersebut terjadi pada platform yang cukup masif digunakan, yakni pada situs e-commerce Tokopedia, dan baru-baru ini dikabarkan juga terjadi pada Bhinneka.

Awal Mei 2020 ini, 91 juta data pengguna – beberapa pihak sempat membuktikan validitas data tersebut dan sesuai – terpantau dijualbelikan melalui Dark Web seharga 73,5 juta Rupiah. Hanya kata sandi yang terenkripsi, sementara informasi lain seperti nama, alamat, dan kontak dapat dibaca dengan mata telanjang. Kemudian beberapa hari lalu, seorang hacker dikabarkan berhasil menyusup ke beberapa situs, salah satunya Bhinneka dengan 1,2 juta data berhasil dicuri.

Kejadian ini bukan yang pertama, di tahun-tahun sebelumnya isu keamanan siber ini juga beberapa kali terungkap ke publik.

Regulasi belum komprehensif

Beleid tentang perlindungan privasi dan data pribadi disebutkan dalam berbagai undang-undang, tepatnya ada di 32 regulasi mulai dari UU ITE, UU Telekomunikasi, UU Keterbukaan Informasi Publik, UU Intelijen Negara, sampai KUHAP. Aturan yang masih cukup terfragmentasi tersebut mendorong pemerintah menyusun UU Perlindungan Data Pribadi – hingga saat ini statusnya sudah sampai Presiden dan DPR, menunggu ditinjau dan disahkan.

“Namun peraturan perundang-undangan tersebut [32 regulasi] belum mengatur secara komprehensif mengenai pelindungan data pribadi. UU yang komprehensif diperlukan sebagai landasan hukum dalam memberikan pelindungan, pengaturan dan pengenaan sanksi atas penyalahgunaan data pribadi sebagaimana diatur,” ujar Menkominfo Johnny G. Plate.

Terkait isu pembobolan data akhir-akhir ini, Menkominfo juga memberikan tanggapan formalnya setelah melakukan pertemuan dengan beberapa pihak, termasuk Tokopedia dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). “Setiap usaha peretasan data akan ditindaklanjuti agar tidak mengganggu jalannya e-commerce,” terangnya kendati tidak diungkapkan detail mengenai rencana tindaklanjut yang akan dilakukan pemerintah.

Langkah preventif dari diri sendiri

Sebenarnya untuk platform digital seperti e-commerce dapat mengupayakan sertifikasi terkait keamanan informasi, misalnya dengan mendapatkan ISO/IEC 27001:2013. Namun demikian, dari sisi pengguna pun dapat melakukan beberapa langkah preventif untuk mengurangi potensi kerugian jika sistem digunakan yang digunakan berhasil dibobol datanya.

Berikut beberapa langkah preventif sederhana yang dapat dilakukan:

Melakukan pembaruan aplikasi secara berkala

Berbagai aplikasi digital yang banyak digunakan pengguna hampir dipastikan mengalami proses pengembangan secara berkelanjutan. Tidak hanya soal penambahan fitur, pembaruan juga sering digulirkan untuk meningkatkan performa dan keamanan sistem menutup celah-celah yang ditemukan. Untuk itu, penting bagi pengguna tetap memastikan aplikasi selalu up-to-date.

Pun demikian untuk sistem operasi, sangat disarankan untuk menggunakan versi teranyar yang didukung oleh perangkat. Ketimbang aplikasi intensitasnya memang lebih jarang, namun ketika ada pembaruan biasanya memberikan improvisasi yang cukup signifikan.

Bagi pengguna ponsel pintar, biasanya pembaruan aplikasi atau sistem operasi dilakukan secara otomatis jika terkoneksi ke jaringan wifi. Pengguna akan mendapatkan notifikasi pembaruan dan menyetujui proses pembaruan. Namun bagi yang menggunakan konektivitas mobile, umumnya pembaruan tidak dilakukan otomatis, pengguna perlu melihat secara berkala di Google Play/App Store atau laman pembaruan di bagian pembaruan sistem.

Gunakan kata sandi berbeda di tiap aplikasi

Kiat ini cukup menjemukan bagi beberapa orang, namun sebenarnya jadi antisipasi baik jika terjadi pembobolan di salah satu aplikasi yang digunakan. Minimal selalu bedakan kata sandi akun personal seperti email dengan kata sandi yang digunakan untuk aplikasi-aplikasi lain. Email jadi krusial untuk kebutuhan pemulihan jika suatu akun berhasil diambil alih oleh hacker.

Aplikasi password manager sebenarnya juga bisa membantu jika pengguna menginginkan penggunaan kata sandi berbeda di setiap layanan. Aplikasi menyimpan dan mendokumentasikan kata sandi yang dimiliki – beberapa aplikasi juga memudahkan ketika hendak masuk layanan tertentu – tanpa harus mengetikkan ulang akta sandi. Beberapa contoh kata aplikasi pengelola kata sandi LastPass atau 1Password.

Kemudian, seperti yang disarankan di setiap tips keamanan digital, sangat diasarkan untuk menggunakan kata sandi dengan karakter yang bervariasi. Misalnya dengan menyertakan huruf besar, huruf kecil, angka, dan simbol. Beberapa aplikasi memiliki indikator tingkat keamanan kata sandi ketika proses pendaftaran.

Aktifkan autentikasi berlapis

Demi meningkatkan keamanan, beberapa aplikasi menyediakan fitur Multi-Factor atau Two-Step Authentication. Selain dengan kata sandi, pengguna bisa memilih tipe keamanan pendampingnya, misalnya menggunakan PIN, token SMS, atau biometrik. Yang terakhir ini juga cukup disarankan untuk digunakan, terlebih perangkat ponsel pintar masa kini kebanyakan dilengkapi dengan sistem sidik jari dan pengenalan wajah. Rata-rata fitur ini tidak aktif secara otomatis, pengguna harus menyetelnya secara manual di tiap aplikasi.

Lebih “aware” terhadap aplikasi yang digunakan

Selalu gunakan aplikasi dari pengembang yang kredibel, terlebih jika aplikasi tersebut memerlukan data personal. Karena pengembang yang kredibel akan memiliki disiplin terkait dengan kebijakan privasi dan perlindungan informasi. Selain itu, ada baiknya sebagai pengguna juga mengetahui apa saja yang diakses aplikasi tersebut dari perangkat kita – misalnya di aplikasi yang ada di Play Store selalu menginfokan di bagian “Permission” mengenai komponen dari perangkat yang diakses oleh aplikasi tersebut.

Berikut Daftar Startup Unicorn Indonesia Hingga Tahun 2020

Hingga saat ini, berdasarkan startup report 2019 sudah ada 6 startup yang masuk jejeran daftar Unicorn Indonesia 2020. Dari 6 startup Unicorn Indonesia 2020 yang sudah ada, JD.ID menjadi startup Unicorn keenam dengan valuasi sebesar $1 miliar setelah Ovo. Unicorn sendiri merupakan sebutan yang diberikan kepada para startup yang telah memiliki nilai valuasi di atas 1 miliar dollar AS atau setara dengan 14,1 triliun. Berikut daftar startup yang menyandang status Unicorn Indonesia 2020:

Gojek

Didirikan oleh Nadiem Makarim, Kevin Aluwi, dan Michaelangelo Moran pada tahun 2010. Dalam perjalannya, Gojek menjadi Startup Indonesia pertama yang meraih gelar Unicorn di tahun 2017. Dua tahun setelahnya, Gojek memastikan status barunya menjadi “Decacorn” setelah ditahun yang sama pasca pembukaan seri F oleh JD, Tencent, dan Google, valuasi Gojek ditaksirkan telah mencapai $9,5 miliar.

gojek menjadi unicorn di tahun 2017

Gojek memulai bisnisnya sebagai layanan ojek motor panggilan lewat call center dan saat berdiri hanya memiliki 20 pengemudi. Berbagai pengembangan fitur aplikasi mereka lakukan, dari yang awalnya hanya transportasi (Go Ride dan Go Car) hingga variasi layanan seperti Go Food, Go Send, Go Massage, dan lainnya.

Gojek sudah memasuki pasar di beberapa negara di Asia Tenggara, meliputi Thailand, Vietnam dan Singapura; di Malaysia dan Filipina tengah dalam tahap pematangan.

Tokopedia

Tokopedia pertama kali didirikan oleh dua sekawan, William Tanuwijaya dan Leontinus Alpha Edison pada tahun 2009. Startup di bidang e-commerce ini mendapat status unicorn Indonesia di tahun 2017 dan di tahun yang sama juga mengumumkan perolehan pendanaan senilai total 1,1 miliar dollar (atau lebih dari 14 triliun Rupiah) yang dipimpin Alibaba. Masuknya Alibaba ke Tokopedia menegaskan cengkeraman raksasa teknologi Tiongkok ini di Asia Tenggara

Tokopedia menjadi Startup Unicorn Ecommerce Indonesia pertama

Akhir tahun 2019 Tokopedia dikabarkan tengah mengumpulkan pendanaan putaran baru (fundraising), nilai yang ditargetkan mencapai $1,5 miliar atau setara 21,1 triliun Rupiah. Besar kemungkinan dana tambahan yang tengah dikumpulkan akan difokuskan untuk meningkatkan traksi perusahaan, sebelum akhirnya miliki keuangan yang “hijau” dan IPO. Terakhir Tokopedia mengumumkan bahwa GMV mereka telah tembus di angka 222 triliun Rupiah sepanjang tahun 2019.

Traveloka

Traveloka berpusat pada bidang pemesanan hotel dan travel

Di daftar selanjutnya ada Traveloka yang didirikan oleh Ferry Unardi, Albert Zhang, dan Derianto Kusuma pada tahun 2012. Berpusat pada bidang pemesanan hotel dan travel, perusahaan ini merupakan startup travel di Asia Tenggara yang menyandang status Unicorn.

Gelar unicorn sudah diraih Traveloka sejak Juli 2017 setelah pendanaan yang didapat dari Expedia memperkuat posisi Traveloka sebagai pemimpin pasar industri travel Indonesia ketika memperoleh investasi dari Expedia sebesar 350 juta dolar AS. Setahun terakhir sebelumnya Traveloka secara total sudah mendapatkan dana $500 juta (lebih dari 6,6 triliun Rupiah) dari East Ventures, Hillhouse Capital Group, JD.com, and Sequoia Capital.

Kini, tidak hanya dikenal sebagai unicorn di vertikal online travel, Traveloka saat ini sudah melanglang buana di tujuh negara. Fokus layanannya tidak hanya akomodasi dan transportasi. Bisnis perusahaan kini sudah merambah ke gaya hidup dan finansial.

Bukalapak

Bukalapak masuk dalam daftar startup Unicorn Indonesia bidang e-commerce kedua setelah Tokopedia yang mendapatkan gelar unicorn. Bukalapak didirikan oleh Achmad Zaky bersama dua orang temannya, Nugroho Herucahyono dan Fajrin Rasyid, pada tahun 2010.

Bukalapak menjadi startup indonesia keempat mendapat status unicorn

Di tahun 2017 dengan valuasi yang diklaim Bukalapak mencapai lebih dari US$1 miliar (sekitar Rp13,5 triliun) menyandang status unicorn menyusul Go-Jek, Traveloka, dan Tokopedia. pemilik terbesar saham Bukalapak adalah konglomerasi media EMTEK, yang per laporan kuartal ketiga 2017 memiliki 49,21% saham layanan marketplace yang didirikan Zaky bersama Fajrin Rasyid dan Nugroho Herucahyono.

Kini, status Bukalapak bukan lagi startup. Masuk ke tahun ke-10, perusahaan mencapai milestone dengan lebih dari 70 pengguna dan kunjungan ke aplikasi tembus 420 juta kali per bulan. Ada lima juta pelapak dan tiga juta Mitra Bukalapak telah bergabung.

Ovo

Ovo tahun lalu mencuri perhatian dengan menjadi startup unicorn kelima di tanah air. Hal ini diungkapkan tahun lalu oleh mantan menkominfo Indonesia, Rudiantara, yang mengumumkan bahwa perusahaan berhasil memasuki jajaran Startup Unicorn Indonesia 2020 dengan valuasi senilai US$ 1 miliar. OVO merupakan penyedia layanan pembayaran elektronik yang dibesut oleh Grup Lippo.

Ovo menjadi unicorn di tahun 2019

Startup Report 2018 yang disusun DSResearch pada saat itu menempatkan Ovo sebagai calon terdekat untuk status unicorn, di antara jajaran startup yang memiliki valuasi di atas $100 juta. Berdasarkan Fintech Report Indonesia 2019 yang dikeluarkan oleh DailySocial, Ovo menjadi e-wallet yang paling populer di Indonesia dan menempati posisi kedua sebagai dompet digital yang paling sering digunakan di negara ini.

JD.id

Awal tahun ini, platform e-commerce JD.id mengonfirmasi kepada DailySocial bahwa valuasi perusahaan sudah melebihi US$1 miliar. Dengan demikian JD.id menambah jajaran daftar startup Unicorn Indonesia 2020 menjadi 6 perusahaan setelah di tahun sebelumnya ada Ovo yang juga bergabung dalam jajaran Unicorn Indonesia. Ada tiga startup di jajaran ini beroperasi di vertikal e-commerce.

JD.id menjadi startup keenam dengan status unicorn

JD.id pertama kali mulai beroperasi di Indonesia pada November 2015. Situs e-commerce yang miliki jargon “menjual barang dengan jaminan asli” tersebut hadir ke Indonesia sebagai hasil kerja sama strategis antara raksasa e-commerce Tiongkok JD.com dan private equity Provident Capital.

Saat ini, berarti ada 3 pemain e-commerce yang bersiap untuk memenangkan pasar. Jika platform seperti Bukalapak dan Tokopedia gencarkan program kemitraan, JD.id dalam beberapa kesempatan selalu menyampaikan fokusnya untuk memperkuat logistik.

 

Cara Mengetahui Data Akun Email yang Dibobol Peretas

Kebocoran data jadi pemberitaan sangat hangat belakangan ini. Sejumlah nama besar disebutkan menjadi korban peretas yang mengakibatkan jutaan data penggunanya dicuri. Lebih buruk lagi, data-data tersebut diduga diperjual-belikan di internet.

Continue reading Cara Mengetahui Data Akun Email yang Dibobol Peretas

Sederet Aplikasi Belanja Online Terpopuler Selama Pandemi

Melanjutkan rangkaian survei yang dibuat DailySocial dan platform riset pasar Populix, artikel kali ini membahas aktivitas belanja online selama pandemi. Menggunakan sampel yang sama, responden memilih kegiatan ini di urutan ketiga (52%), setelah aplikasi produktivitas (68%), dan aplikasi hiburan (66%).

Dipicu oleh faktor pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan karantina di rumah, membuat pemenuhan kebutuhan rumah tangga mayoritas beralih ke platform online. Baik itu belanja melalui platform e-commerce, layanan yang lebih spesifik (niche), atau layanan pesan antar makanan.

Pertanyaan pertama yang kami ajukan adalah aplikasi e-commerce mana yang paling banyak diakses?. Aplikasi teratas yang dipilih adalah Shopee (85%), disusul Tokopedia (66%), Lazada (49%), Bukalapak (41%), JD.id (27%), Blibli (27%), dan lainnya (2%).

Pertanyaan kedua adalah aplikasi apa yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan (bahan makanan atau sebagainya) sehari-hari?. Mayoritas responden memilih HappyFresh (41%), Sayurbox (31%), FreshBox (15%), TaniHub (23%), TukangSayur.co (15%), Brambang (10%).

Berikutnya, Wahyoo Mart (8%), Chilibeli (8%), Kecipir (7%), RegoPantes (6%), Etanee (6%), lainnya (3%), dan terakhir tidak menggunakan aplikasi untuk membeli bahan makanan (33%).

Pertanyaan terakhir adalah layanan pesan antar makanan apa yang dipilih?. Responden menjawab GrabFood (48%), lalu GoFood (51%), dan lainnya (1%). Anggaran yang dihabiskan untuk belanja melalui layanan tersebut, terbanyak menjawab antara Rp50 ribu-Rp100 ribu (59%), di bawah Rp50 ribu (30%), dan di atas Rp100 ribu (11%).

Kami menanyakan alasan responden menggunakan GrabFood atau GoFood. Mereka kompak menyatakan bahwa layanan tersebut memberikan layanan tersebut memberikan potongan harga lebih besar (74%), promo gratis ongkos kirim (60%), dan lainnya (11%).

Kondisi ini selaras dengan hasil survei yang dilakukan oleh Nielsen, seperti dirangkum GDP Venture bertajuk “The Impact of Covid-19 Pandemic”. Dinyatakan sebanyak 30% responden berencana untuk belanja lewat platform online lebih sering.

Meski kontribusi dari jalur online relatif kecil untuk FMCG, tapi niat untuk belanja online dapat digiring oleh produk FMCG karena konsumen berencana mengurangi kunjungan ke toko grosir atau toko modern.

Mendukung temuan di atas, Brandwatch, dan dikompilasi dari sumber lainnya, aplikasi e-commerce mencatat kenaikan aktivitas belanja hingga 30% untuk pembelian produk kesehatan dan medis, bahan makanan, dan pesan antar makanan.

Dari hasil survei lain yang dikumpulkan JakPat, disebutkan mayoritas responden di berbagai lokasi memilih untuk menyiapkan santapannya di rumah, entah untuk diri sendiri (67%) maupun keluarga (44%).

Sementara responden yang menyantap makanan dari luar rumah, entah lewat aplikasi atau take-out, kebanyakan dilakukan oleh responden yang bertempat tinggal di luar Jakarta. Hal ini dipicu kebijakan PSBB di wilayah Jabodetabek yang menjadi titik pusat persebaran Covid-19.

Temuan lainnya menyatakan bahwa responden yang bekerja di Pulau Jawa (termasuk Jakarta) cenderung menggunakan aplikasi pesan antar makanan. Sementara mereka yang ada di luar Jawa cenderung memilih untuk menyiapkan santapannya sendiri. Di samping itu, ibu rumah tangga di Pulau Jawa (di luar Jakarta) memiliki persentase pemesanan terbesar melalui aplikasi online.

Pasar besar

Layanan pesan antar makanan bukan hal baru, tapi berkat aplikasi dan smartphone ada perluasan jangkauan pengiriman. Secara global, pangsa pasarnya bernilai lebih dari $35 miliar per tahun dan diperkirakan akan mencapai $365 miliar pada 2030 mendatang.

Salah satu manfaat dari pengiriman online adalah konsumen dimanja oleh pilihan karena mereka dapat memesan berbagai menu melalui satu aplikasi. Alhasil tiap hari mereka dapat mencoba makanan baru, termasuk menyesuaikan pilihan menu untuk pelanggan yang sadar kesehatan.

Laporan Google dan Temasek “e-Conomy SEA 2019” menyatakan pangsa pasar sektor ini bakal terus menggeliat hingga $8 miliar pada 2025 dari $2 miliar di 2018. Gojek dan Grab yang ikut serta di sektor ini menggunakan keunggulan mereka berkat mereknya yang sudah tersohor dan basis pengguna yang besar untuk bersaing dengan “pemain murni” pengiriman makanan, seperti Deliveroo dan Foodpanda.

Pengaruh pandemi memaksa banyak bisnis terpengaruh untuk cepat beradaptasi atau harus gulung tikar, termasuk bisnis restoran dari berbagai skala bisnis. Salah satu opsi tercepat adalah bergeser ke jalur online, menjadi penjual di platform e-commerce karena sudah ada traksi dan banyak digunakan konsumen, atau menjadi merchant di GoFood dan GrabFood.

Tokopedia mencatat terjadi kenaikan transaksi yang eksponensial, baik dari pembelian maupun jumlah penjual yang bergabung. Tidak disebutkan secara rinci kenaikannya. Namun, diberikan gambaran bahwa tahun lalu penjual di Tokopedia sekitar 5 juta, sementara saat ini sudah mencapai 7,8 juta.

AVP of Product Tokopedia Priscilla Anais mengatakan kenaikan ini dipicu banyaknya bisnis yang terpaksa menutup toko fisiknya dan membatasi operasionalnya karena pandemi. Akhirnya mereka perlahan mengalihkan bisnisnya ke online dari offline.

“Jadi pertumbuhannya eksponensial. Kita mengalami kenaikan penjual baru yang cukup drastis di masa-masa Covid-19. Kebanyakan adalah penjual offline yang migrasi ke online,” ujarnya.

Dari kategori produk yang banyak dibeli, dijelaskan yang mengalami kenaikan adalah perawatan dan kesehatan pribadi, produk hiburan, dan produk untuk mendukung kerja dan belajar dari rumah.

Temuan Shopee, pilihan tertinggi dari responden survei DailySocial bersama Populix, kurang lebih mirip dengan Tokopedia. Dalam keterangan resmi, perusahaan menyatakan kenaikan permintaan terjadi untuk kategori perlengkapan rumah, makanan dan minuman, hingga kebutuhan ibu & bayi selama pandemi.

Selama bulan Ramadan, Shopee mengamati ada tren kenaikan untuk kategori fesyen musim dan ponsel & aksesoris menjadi yang terpopuler. Di samping itu, ada kenaikan permintaan untuk kategori dekorasi rumah dan home & living.

Menariknya, baik Tokopedia dan Shopee, sama-sama mengembangkan kurasi kategori populernya menjadi lebih tersegmentasi sesuai jenisnya dan lokasi terdekat dari pembeli. Kategori makanan, belanja bahan pokok, hingga makanan beku kini ada kategorinya sendiri. Layanan ini, dibandingkan vertikal bisnis pesan antar makanan milik Gojek dan Grab, bisa dikatakan bersaing.

Pergeseran pola konsumsi masyarakat yang drastis memaksa pebisnis terus beradaptasi dengan cepat, meski sebenarnya ini bukan sesuatu yang mudah. Menurut BCG Henderson Institute, implikasi karantina di rumah, bagi sejumlah bisnis ada yang merana ada yang panen untung. Aktivitas belanja online masuk ke bagian terakhir.


Disclosure: Artikel ini didukung oleh platform market research Populix

Mempertanyakan Efektivitas Kelas-kelas Daring Program Kartu Prakerja

Program kartu prakerja adalah salah satu kebijakan pemerintah yang paling mencuat selama pandemi Covid-19 berlangsung. Program ini awalnya dibuat murni untuk penduduk usia muda yang butuh kemampuan tambahan agar sesuai kebutuhan kerja. Komposisi pelatihan ini awalnya dirancang dilakukan secara tatap muka dan daring.

Namun wabah menempatkan pemerintah ke posisi dilematis sehingga mengubah komposisi tersebut menjadi sepenuhnya pelatihan daring dengan tambahan insentif tunai kepada peserta. Sejak program berlangsung, kritik meluncur deras terhadapnya. Selain dianggap tak tepat secara momentum, efektivitas program ini pun dipertanyakan.

Program kartu prakerja ini menggandeng sejumlah perusahaan digital mulai dari Ruangguru, MauBelajarApa, Sisnaker, Tokopedia, Bukalapak, HarukaEdu, PijarMahir, dan Sekolah.mu. Dari delapan mitra itu, hanya Sisnaker dan PijarMahir yang tercatat sebagai penyelenggara pelatihan dari pemerintah. Keberadaan nama-nama perusahaan teknologi sebagai penyelenggara lantas tak otomatis membuat seluruh konten di dalam program tersebut berkualitas.

Konten-konten ganjil

Ada beberapa konten pelatihan yang dinilai cukup absurd oleh banyak orang. Kesampingkan dulu soal urgensi program ini, sejumlah kelas pelatihan malah cenderung memperlihatkan program ini hanya hanya untuk mencari cuan semata.

Kita bisa menengok paket pelatihan ojek online yang dihargai Rp1 juta oleh SkillAcademy milik Ruangguru. Paket ini mencakup kelas perencanaan keuangan, teknik pelayanan, percakapan bahasa Inggris, teknik mengelola stres, hingga manajemen waktu agar lebih produktif dalam bekerja. Kelas-kelas tersebut dinilai mengada-ada ketika mayoritas gig worker seperti pengemudi transportasi online tak bisa lagi mengaspal karena minimnya permintaan.

Pelatihan lain yang tak kalah absurd seperti kelas membuat kroket ayam keju dari MauBelajarApa. Kelas seperti ini dihargai Rp400 ribu. Yang satu ini begitu absurd sehingga konten-konten memasak gratis ala Sobat Dapur dan William Gozali di YouTube seakan tak pernah ada.

Handini (25) merupakan salah satu peserta yang berhasil diterima dalam kebijakan kartu prakerja ini. Ia memilih paket sukses kerja sampingan dari SkillAcademy senilai Rp1 juta. Handini mengaku kecewa akan materi pelatihannya karena levelnya sangat basic. Hal itu jauh dari harapannya dari video pelatihan dengan banderol sebesar itu.

“Pelatihannya basic banget. Sepertinya saya bisa banyak menemukannya juga di beberapa situs lain secara gratis,” aku Handini.

Kedangkalan materi juga dirasakan oleh Anjas (21). Pemuda asal Depok ini mengambil paket pelatihan bahasa Inggris untuk menambah modal keahliannya ketika nanti kembali bekerja di industri perhotelan. Meskipun kualitas konten cukup baik, Anjas merasa jumlahnya jauh dari cukup. Ia pun berharap jumlah bantuan tunai dari program ini dapat lebih besar dari Rp600.000.

“Karena kalau lagi seperti ini yang lebih dibutuhkan tunainya dan skema jadwal pencairan dana insentifnya jangan terlalu lama,” tukas Anjas.

Aplikator terlalu diuntungkan

Kritik atas kebijakan kartu prakerja ini memang banyak. Namun sedikit yang dapat menerjemahkannya sebagai solusi alternatif. Muhammad Faiz Ghifari mungkin salah satunya. Pendiri startup Bubays ini punya tiga alasan mengkritik keberadaan kebijakan kartu prakerja. Pertama karena dana Rp5,6 triliun dari APBN untuk program ini kurang tepat ketika banyak kebutuhan lebih mendesak selama pandemi berlangsung.

Kritik kedua Faiz adalah label harga pelatihan di program ini. Faiz membandingkan program ini dengan kelas-kelas daring dari Coursera, edX, hingga Udacity yang sama sekali tak memungut biaya alias gratis. Ia ragu kualitas konten berbayar seperti di program kartu prakerja lebih baik dari kelas-kelas daring yang ia sebut tadi. “Saya pernah ambil course di beberapa startup platform yang bekerja sama dengan prakerja dan jujur cukup kecewa, materinya benar-benar seperti satu arah dan ceramah, padahal di edX/Coursera/Udacity forumnya sangat hidup,” ujar Faiz.

Kedua poin kritik di atas kemudian berujung pada timpangnya insentif yang diperoleh yang diterima oleh mitra penyelenggara dengan para peserta. Berbekal produksi video rekaman yang ia yakini sekitar Rp20 jutaan saja, Faiz meyakini mitra platform digital terlalu diuntungkan dalam kasus ini. Maka dari itu, Faiz dan seorang kawannya menciptakan inisiatif Gratisin Belajar. Padahal menurutnya tujuan kartu prakerja adalah mempersiapkan pekerja hingga benar-benar diterima industri, yang mana tak dilakukan oleh para mitra penyelenggara.

“Jadi di Gratisin Belajar kami coba cover tiga poin tersebut. Kita buat gratis, berkualitas, dan align antara kami sebagai platform dan industri,” ujar Faiz.

Tiba di momen yang salah

Meski menuai banyak kritik, kebijakan kartu prakerja bukannya sama sekali salah. Baik Anjas, Handini, maupun Faiz sama-sama menangkap niat baik dari program ini. Hanya saja eksekusi yang diburu-buru dan sensitivitas akan urgensi yang keliru membuat citra program ini lebih seakan blunder semata.

Jumlah pendaftar yang sudah lebih dari 9 juta orang mencerminkan sambutan masyarakat terhadap kebijakan ini. Anggaran pemerintah yang disedot pun membengkak pun membengkak menjadi Rp20 triliun untuk mengakomodasi jutaan peserta.

Kebijakan kartu prakerja ini memang salah satu agenda besar Presiden Joko Widodo di periode kedua menjabat. Kondisi darurat membuat pemerintah mengutak-atik program ini agar penyaluran insentif tunai bisa lebih besar dari rencana awal yang hanya Rp550.000.

Hal ini tak bisa menjadi alasan bagi pemerintah dan penyelenggara atas buruknya kualitas konten pelatihan serta nihilnya tolok ukur keberhasilan program ini.

“Bagaimana bisa mengukur program ini efektif atau enggak? Misalnya dari 160 ribu orang yang lolos tahap pertama, berapa persen yang bisa mendapatkan kesempatan kerja karena skill-nya ter-update?” ucap Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda (Hipmi) Ajib Hamdani seperti dikutip dari Tempo.

Cara Menggunakan Google Authenticator di Tokopedia Agar Akun Makin Aman

Melengkapi tips mengamankan akun Tokopedia yang kami rilis sebelumnya, hari ini kita akan secara khusus membahas fitur keamanan ekstra yang ada di Tokopedia, yaitu fitur Google Authenticator yang memungkinkan Anda menerapkan prosedur keamanan lapis kedua selain kata sandi.

Continue reading Cara Menggunakan Google Authenticator di Tokopedia Agar Akun Makin Aman

Waspada Kebocoran Data, Begini Langkah-langkah Mengamankan Akun Tokopedia

Tokopedia sedang diterpa isu tak sedap, 15 juta akun penggunanya disebut-sebut bocor dan diperjual-belikan di dark web. Bahkan tak lama kemudian angka yang jauh lebih besar mengemuka, menempatkan konsumen dalam resiko keamanan yang serius.

Continue reading Waspada Kebocoran Data, Begini Langkah-langkah Mengamankan Akun Tokopedia

Tokopedia Releases Live Shopping Feature Tokopedia Play

Entering the Ramadan season amid pandemic, Tokopedia launches some innovations to facilitate all the users. The innovations including additional feature for sellers, Tokopedia Play, and Live Shopping feature.

Tokopedia’s AVP of Product, Priscilla Anais said, Ramadan season is identic with increasing transaction, particularly amid pandemic, online shopping becomes an alternative to minimize the outbreak. In order to keep the local business, the company has released some innovations to boost sellers’ productivity.

“We also present a new content experience for buyers through Tokopedia Play and the convenience of direct shopping through the Buy Direct feature,” he said on a video conference, yesterday (4/27).

In addition to those three, Tokopedia also added specialty food and beverages (F&B) product curation that were most sought during the pandemic and Ramadan season. The F&B category classifies prepared foods, frozen foods, and snacks. This curation aims to make it easier for the seller to meet with potential buyers with maximum browsing speed.

“During Covid-19, we created a special page so that consumers can find products for sale closest to their location. ”

The increase in transactions during the pandemic at Tokopedia is claimed to be quite exponential, both from the purchase and the number of sellers. Anais was reluctant to spare the details. However, she gave an illustration of Tokopedia’s last year sales of around 5 million, while this year it was 7.8 million.

She predicted the increase was triggered by the number of businesses that were forced to close physical stores and limit operations due to the pandemic. Eventually, they slowly shifted their business from offline to online.

“In fact, the growth is exponential. We experienced a dramatic rise in new sellers during the Covid-19 period. Most are offline sellers who migrate online.”

In terms of the categories of widely purchased products, the increase happened to be personal care and health, entertainment products, and products to support work and study from home.

As explained, from 7.8 million sellers who joined, more than half manage the business through the application. They market more than 250 million products to more than 90 million monthly active users of Tokopedia.

Three new innovations

Tokopedia Seller App

Transformasi Aplikasi untuk Penjual Tokopedia
App transformation for Tokopedia sellers

Tokopedia has made a number of transformations on specific applications for sellers to increase their productivity. This application has been released since last year, available in the Android version only. The additional feature named the quick reply chat feature to make it easier for the seller to reply to the message from the buyer via notification, without having to open the application.

Next, a weekly summary of sales and orders that makes it easy for sellers to see sales summary, store performance, orders, and transaction constraints. “Buyers in Indonesia are quite demanding, wanting the message to be quickly returned. We facilitate it for sellers, without having to open the application, “explained Head of Product Seller Platform Nadhira Ayuningtyas.

Furthermore, the shop’s homepage can now be personalized according to the seller’s needs to make it look attractive. They can display campaigns, superior products, and promotions. “We’ve added many widgets to the application so that the seller gets priority which activities they should do.”

According to Nadhira, sellers who have downloaded the Tokopedia Seller application no longer need to download the main application. Nevertheless, the new application is available for the Android version and immediately follows the iOS version. The application has been developed since the end of last year.

Tokopedia Play

Tokopedia Play Live Shopping
Tokopedia Play Live Shopping

The second innovation is Tokopedia Play to provide a live shopping experience or live shopping and interact with content creators. This concept is not new to other e-commerce companies. As a differentiator, Tokopedia makes live streaming shows by autoplay by adjusting the quality of the buyer’s network at that time.

“We’ve come up with solving consumer problems. We place Tokopedia Play on the home page to make it easily visible. We present technology by autoplay, when connected to Wi-Fi, the streaming content will automatically play. When the signal is bad, only the banner will appear,” Tokopedia Play’s Head of Product Cynthia Limin said.

Direct Purchase

The last one, a Direct Purchase feature is to speed up the shopping process with just one click. Payment and shipping methods are automatically recommended by the Tokopedia system according to the preferences or habits of each buyer. This feature is still in the testing phase for some users.

Tokopedia Deo Nathaniel’s Head of Product Purchase Platform explains, this feature is more directed to accommodate impulsive buyers and only purchase one product. If more than one product in one basket will be directed to the method as usual.

“Impulsive buyers are loyal users who are familiar with checkout flow at Tokopedia. They used to use the same payment method. To improve their experience, we created a Direct Purchase feature. ”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here