Nicko Widjaja Officially Appointed as the CEO of BRI Ventures, Trusted with 3,5 Trillion Rupiah Investment Funds

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) is officially announced a corporate venture capital (CVC) named BRI Ventures (BV). It’s to debut with $250 million or around 3.5 trillion Rupiah for startups.

They are to focus on the growth-stage and late-stage startups – as in Series A and above. Coverage landscape is still around fintech, particularly those related to the increase of current consumer ecosystem.

BRI has appointed Nicko Widjaja to be the CEO. On the other hand, he is now an advisor to MDI Ventures. There is no announcement regarding his successor for MDI’s CEO, it might be in the next shareholder meeting. Following Nicko, MDI Ventures’ Head of Investment, William Gozali is appointed as BV’s VP of investments. Previously, the company is said to pour $100 million for BV for operational. It also to make maneuvers on getting connected to related parties in the national fintech transformation.

BV is said to have the biggest amount of venture funds for Indonesia with the number they’ve mentioned before. “…the digital disruption is real and there’s no immune to that. We’ve been left behind for five years in this industry (investment in the digital industry), it’s the fast progress and execution that enables one to roll the dice in this game,” he said.

BRI Ventures thesis on startup criteria

On Nicko’s opinion related to fintech sector in particular. Currently, the growing trend is the offline business optimation using technology. For example, Warung Pintar, Fore Coffee, Payfazz, and many more. He believes with BV, there will be more sectors to support through fintech channel and ecosystem, from retail, academic, and health.

In the previous interview with DailySocial at MDI’s office launch in Singapore, he revealed the success strategy on the venture business. Southeast Asia is getting the momentum of investment surge, while investors always need “consultant” to get the picture of the current ecosystem. With MDI, he provides comprehensive insights for all investors while transferring relevant skills in the market.

The year 2018 is the right moment for corporate ventures. There are 2740 CVC transactions during the year that adds up to $53 billion (announced) investment for the digital startup. Asia raises 38% of the total value.

Lead by the same sailor, Nicko Widjaja, BV is to focus on the investment for Series A and above, while MDI Ventures is going to lead the advance matters with stronger fundamental.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

BRI Ventures Tunjuk Nicko Widjaja sebagai CEO, Kelola Dana Investasi hingga 3,5 Triliun Rupiah

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) secara resmi mengumumkan peluncuran corporate venture capital (CVC) mereka BRI Ventures (BV). Dalam debutnya akan mengelola dana senilai $250 juta atau setara dengan 3,5 triliun Rupiah untuk diinvestasikan ke startup.

Fokusnya pada startup yang sedang di tahap growth dan late-stage –setara dengan seri A ke atas. Terkait lanskapnya disebutkan masih seputar fintech, khususnya yang fokus pada peningkatan ekosistem konsumen masa kini.

BRI juga telah menunjuk Nicko Widjaja untuk menjadi CEO. Sementara di MDI Ventures, ia kini bertindak sebagai advisor. Penggantinya sebagai CEO MDI Ventures baru akan diumumkan pada pertemuan pemegang saham berikutnya. Selain Nicko, Head of Investment MDI Ventures William Gozali juga turut ditarik ke BV, menjabat sebagai VP of Investments.

Menurut pengumuman sebelumnya, korporasi telah mengeluarkan $100 juta kepada BV untuk memulai operasional. Termasuk melakukan manuver untuk terhubung dengan pihak-pihak yang dinilai dapat terlibat dalam transformasi fintech nasional.

Dengan angka yang dijabarkan, bisa dibilang BV punya dana ventura terbesar untuk yang berbasis di Indonesia.

“…disrupsi digital itu nyata dan tidak ada industri yang kebal terhadapnya. Kami tertinggal lima tahun dalam hal perusahaan yang menjelajah kawasan ini (investasi di industri digital), sehingga kecepatan dan eksekusi cepat adalah kunci untuk mempelajari tentang apa yang sebenarnya akan terjadi dalam permainan ini,” ujar Nicko.

Tesis BRI Ventures tentang kriteria startup

Secara lebih spesifik mengenai sektor fintech seperti apa Nicko bercerita. Sejauh ini tren yang bertumbuh adalah optimasi bisnis offline dengan teknologi. Sebagai contoh kehadiran Warung Pintar, Fore Coffe, Payfazz dan lain-lain. Ia pun mempercayai, lewat BV akan banyak sektor yang akan didukung melalui kanal dan eksostem fintech, mulai dari ritel, pendidikan, hingga kesehatan.

Sebelumnya dalam wawancara bersama DailySocial saat peresmian kantor MDI di Singapura Nicko menjelaskan tentang strateginya menyukseskan bisnis ventura. Saat ini Asia Tenggara tengah mendapatkan momentum lonjakan investasi, sementara para investor butuh “konsultan” untuk memahami ekosistem di sini. Yang ia praktikkan bersama MDI adalah memberikan pengetahuan komprehensif kepada para pemilik dana, sembari mentransfer keterampilan yang relevan di pangsa pasar.

Tahun 2018 menjadi momentum penting bagi corporate venture. Sepanjang tahun tersebut tercatat 2740 transaksi CVC yang menyumbang nilai investasi (yang diumumkan) $53 miliar untuk startup digital. Sementara Asia mendapatkan porsi 38% dari total nilai investasi.

Sama-sama dalam dinakhodai Nicko Widjaja, BV akan difokuskan untuk mengerahkan investasi di tahap pendanaan seri A dan seterusnya, sementara MDI Ventures akan mencari kesepakatan yang lebih matang dengan fundamental yang lebih kuat.

MDI Ventures Officially Launched Business in Singapore After Acquiring License from Local Authority

MDI Ventures is officially launched in Singapore. As Nicko Widjaja said to DailySocial, MDI Ventures Singapore Office (MDI SG) has been developed since April 2019 and acquired a license under Monetary Authority of Singapore (MAS).

MDI SG is led by Shannon Lee. He was the Lead of C31 Ventures, corporate venture under the biggest real estate holding in Singapore, Capitaland.

“After spending two months looking for and interviewing more than 20 potential employees, we’re proudly welcome Shannon Lee as Director of MDI SG. I believe she’ll make a perfect team for us in this region,” Widjaja said.

Business Development in Southeast Asia

Seen from the current portfolio, MDI investment includes more than 10 countries. The Singapore office launching is due to the regional ecosystem that is quite thrilling.

“We’ve been running business globally. Our team always working mobile everywhere worldwide.”

He also said, “Southeast Asia ecosystem goes more captivating for the eye of foreign investors, then we decided to split and become fully venture, not restricted by Telkom Indonesia.”

As the real example, MDI Ventures is in a discussion with some of the South Korean investors to be in charge of their funding management in Southeast Asia.

According to Bloomberg, Widjaja also explained the shrinking investment of venture capital in China. The trend might be flowing to the other area, Southeast Asia.

“MDI Ventures is the first venture capital that is getting involved with state-owned enterprises (BUMN). We’ve consulted with some global company and experts in this landscape. We’ve collected insights from all over the country in Southeast Asia, and realize that each market is very unique,” he added.

“It’s going to be hard for Japan or South Korean investors to handle Southeast Asia with the same strategy. Our many partnerships with support from the parent company, Telkom Indonesia, has brought us to the series of unique insights for this industry.”

MDI Ventures and Telkomsel Mitra Inovasi

We also mentioned MDI differentiation with TMI, Telkomsel’s new sub-unit. He, representing MDI, said TMI act as a limited partner for the fund II. Telkom Indonesia, took part as limited partners in the fund I.

“The distinction between us with other VCs is in term of transferring insights to our partners, for someday, they can start investing independently. This is also part of Singapore’s office purpose, to share the best practice in this region. Somehow, our track record in the region is that the balancing act, between strategic synergy and capital gain,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kantongi Lisensi dari Otoritas Setempat, MDI Ventures Resmikan Kehadiran di Singapura

MDI Ventures telah resmi mengoperasikan kantor di Singapura. Menurut pemaparan Nicko Widjaja kepada DailySocial, MDI Ventures Singapore Office (MDI SG) telah didirikan sekitar pertengahan April 2019 dan telah mengantongi izin operasional di bawah naungan Monetary Authority of Singapore (MAS).

MDI SG dipimpin Shannon Lee. Sebelumnya ia menjabat sebagai Lead of C31 Ventures, corporate venture di bawah naungan holding real estat terbesar di Singapura Capitaland.

“Setelah menghabiskan dua bulan mencari, menyaring dan mewawancara lebih dari 20 kandidat, kami bangga menyambut Shannon Lee sebagai Director of MDI SG. Saya percaya dia akan menjadi tambahan yang sempurna untuk tim kami yang berkembang di wilayah ini,” ujar Nicko.

Momentum pertumbuhan di Asia Tenggara

Dari portofolio yang ada, investasi MDI telah mencakup lebih dari 10 negara. Dibukanya kantor operasional di Singapura tidak lain karena ekosistem di wilayah regional yang kini menjadi lebih menarik.

“Kami telah beroperasi secara global. Tim kami selalu bekerja mobile dari mana saja di seluruh dunia.”

Nicko turut menjelaskan, “Ekosistem Asia Tenggara menjadi lebih menarik bagi banyak investor asing, lalu kami mempertimbangkan untuk memisahkan kami menjadi perusahaan modal ventura penuh, tidak hanya terbatas mengelola dana Telkom Indonesia.”

Lebih riilnya ia mencontohkan, MDI Ventures juga sedang dalam pembicaraan dengan beberapa investor Korea Selatan untuk mengelola dana mereka di Asia Tenggara.

Melalui laporan terbaru Bloomberg, Nicko turut menjelaskan adanya penurunan investasi venture capital di Tiongkok. Tren tersebut ditengarai longsoran modal yang mulai didatangkan ke wilayah berikutnya, yakni Asia Tenggara.

“MDI Ventures adalah perusahaan modal ventura pertama yang terkait dengan perusahaan milik negara (BUMN). Kami telah berkonsultasi dengan banyak perusahaan di luar dan berbagai praktisi terbaik di lanskap ini. Kami telah mengumpulkan pengetahuan dari berbagai negara di Asia Tenggara, dan seperti yang kita ketahui masing-masing pasar sangat unik,” terang Nicko.

“Akan sangat sulit bagi investor atau pengusahaan Jepang atau Korea Selatan misalnya, untuk menangani kawasan Asia Tenggara menggunakan satu strategi pasar yang sama. Keterlibatan kami dengan banyak mitra dan dengan bantuan perusahaan induk kami, Telkom Indonesia, telah membawa serangkaian pengetahuan dan keterampilan yang unik untuk kebutuhan ini.”

MDI Ventures dan Telkomsel Mitra Inovasi

Dalam wawancara kami juga menyinggung mengenai diferensiasi MDI dengan TMI yang baru saja diluncurkan Telkomsel. Dari sisi MDI dijelaskan, TMI bertindak sebagai limited partner untuk fund II mereka. Sementara Telkom Indonesia bertindak sebagai limited partner untuk fund I.

“Pembeda kami dengan VC lain adalah kami mentransfer pengetahuan kepada mitra kami, sehingga suatu hari nanti mereka dapat membangun kemampuan mereka sendiri dalam berinvestasi. Ini juga tujuan kantor Singapura, membagikan praktik terbaik kepada perusahaan di kawasan ini. Somehow, our track record in the region is that the balancing act, between strategic synergy and capital gain,” tutup Nicko.

East Ventures Masih Akan Terus Menambah Portofolio Startup Baru di Tahun 2019

Sebagai salah satu modal ventura yang cukup aktif memberikan pendanaan, East Ventures konsisten dengan misi mereka membantu startup early stage. Mengklaim bersifat agnostik, pihaknya mengatakan tidak memiliki kriteria khusus mengenai startup kategori apa yang bakal diinvestasi.

Saat ini East Ventures telah berinvestasi di ratusan perusahaan di Indonesia, Singapura, Jepang, Malaysia, dan Thailand. Mayoritas portofolio East Ventures mampu mendapatkan pendanaan lanjutan, mendominasi pasar dan bahkan menjadi pemimpin di bidangnya.

Di antara startup yang saat ini sudah sukses dan masih mendapatkan pendanaan tahapan lanjutan adalah Tokopedia, Traveloka, Ruangguru, Warung Pintar, Disdus (diakuisisi oleh Groupon), Kudo (diakuisisi oleh Grab), Loket (diakuisisi oleh Gojek), Shopback, Techinasia, IDN Media, Moka, CoHive, dan Omise.

Menurut Partner East Ventures Melisa Irene, memasuki usia yang ke 10 tahun bulan Oktober mendatang, East Ventures masih memiliki rencana untuk terus memberikan pendanaan tahap awal kepada startup Indonesia. Sedikitnya sudah 30 startup yang mendapatkan pendanaan tahun 2018 lalu. Dan tahun 2019 ini, East Ventures memiliki target untuk menambah jumlah tersebut.

“Selama 6 bulan terakhir kami sudah closed 12 deal, saat ini 6 startup sedang dalam tahap persiapan dan target closed East Ventures adalah 24 startup sampai kuartal tiga mendatang,” kata Melisa.

Selain mendukung berbagai startup, East Ventures juga mengembangkan tiga proyek internal di Indonesia yaitu CoHive, Warung Pintar dan Fore Coffee. Ketiga proyek tersebut berhasil menemukan produk yang tepat untuk pasar (product market fit) dan kemudian berdiri menjadi startup mandiri.

Menurut Melisa, keputusan East Ventures untuk menjalankan proyek dengan menempatkan tim East Ventures adalah melihat peluang dan ekosistem yang mendukung untuk meluncurkan proyek tersebut.

“Saya juga melihat belum ada entrepreneur yang bisa menawarkan kepada kami solusi yang kemudian kami jalankan sebagai proyek internal,” kata Melisa.

Awal tahun ini, East Ventures memperkenalkan hipotesis investasi baru, yaitu New Consumption. Beberapa portofolio East Ventures yang sejalan dengan hipotesis tersebut adalah Fore Coffee dan juga The FIT Company, startup yang memanfaatkan teknologi dalam membangun wellness ecosystem dengan misi membantu individu mencapai tujuan hidup sehat.

Pentingnya Product Market Fit

Bagi East Ventures, semua model bisnis jika memiliki inovasi yang menarik, tim yang solid dan potensi yang menjanjikan, pastinya akan menjadi perhatian untuk diberi pendanaan. Di East Ventures sendiri terdapat tiga poin penting yang diterapkan saat proses kurasi startup dilakukan. Di antaranya adalah people, potensial market dan product.

“Kita juga menyarankan startup tersebut sudah mengerti dengan baik product market fit. Jika startup sudah melakukan proses tersebut, kami sebagai investor akan melirik produk yang ditawarkan,” kata melisa.

Disinggung apakah dalam waktu ke depan East Ventures tertarik untuk berinvestasi kepada e-sports, Melisa menegaskan untuk saat ini belum tertarik. Sebagai modal ventura, East Ventures tidak tertarik memberikan pendanaan kepada industri yang hanya bersifat trending dan hype saja, namun belum bisa menjanjikan masa depannya secara long term.

“Kita melihat e-sports, meskipun sangat populer saat ini hanya bersifat hype sesaat saja, sementara secara long term prospeknya belum terlihat menjanjikan,” kata Melisa.

Ekosistem Esports Indonesia Dirilik Venture Capital Lokal

Ketika DailySocial memutuskan untuk mendirikan sister company esports platform Hybrid, ada kesadaran bahwa momen untuk para VC yang biasa berinvestasi di ekosistem startup teknologi akan juga berinvestasi di ekosistem esports lokal akan tiba. Dan momennya telah tiba, ada kemungkinan trennya akan semakin meningkat.

Informasi dari beberapa sumber yang Hybrid dapatkan, bahwa salah satu tim besar di Indonesia sedang dalam proses untuk mendapatkan investasi dari salah satu VC yang didukung grup media besar tanah air. Adalah Skystar Capital yang kami dengar akan berinvestasi ke tim esports lokal. Nama tim yang akan diinvestasi sudah kami dapatkan, tetapi berhubung informasinya belum publik, kami belum bisa menginformasikan ke khalayak umum.

Salah satu tim besar lokal

Untuk memastikan perihal investasi ini, kami mencoba untuk mengontak Skystar Capital untuk mendapatkan komentar, Michelle Irawan – Principal Skystar Capital mengatakan bahwa, “We (Skystar Capital – ed) are in close discussion to invest in one of the best esports team in the country. After exploring different opportunities in the space, we have decided that the team has the best management, giving us comfort on the sustainability of our investment. We are extremely interested in eSports due to the high growth potential and will continue to look for opportunities to invest in the sector.”

Skystar mengkonfirmasi rencana mereka untuk berinvestasi di ekosistem esports lokal, lewat tim. Memang tak ada nama tim yang disebutkan dikomentar di atas, atau setidaknya belum. Prediksi kami, biasanya kalau sedang ‘in close discussion’ seperti yang disebutkan di atas, maka proses yang terjadi adalah sedang dalam tahap finalisasi, biasanya urusan paperworks. Artinya, dalam waktu dekat kemungkinan besar kita akan mendapatkan informasi secara gamblang, tim mana yang mendapatkan investasi ini, dan akan digunakan untuk apa dana yang diterima. Apakah pengembangan tim, memperluas jaringan ke regional atau yang lainnya.

Satu hal bisa digarisbawahi dari pernyataan perwakilan Skystar Capital adalah ‘the best esports team in the country’. Kalau mau ditelaah, sebenarnya dari sekian banyak tim esports lokal, bisa dibilang jumlahnya menjadi tidak banyak. Pembaca Hybrid juga bisa mengingat bahwa ada satu tim yang bisa menjuarai dua kompetisi besar di salah satu game mobile. Kalau melihat belum banyak VC yang secara publik mengumumkan investasi ke ranah esports, kemungkinan besar akan menyasar tim yang besar di game populer yang dimainkan di Indonesia. Meski demikian, sebelum nama tim menjadi informasi publik, kita masih harus tunggu info selanjutnya.

Tentang Skystar Capital dan dampaknya di ekosistem

Jika ada pembaca sister company Hybrid.co.id yaitu DailySocial.id, tidak akan asing dengan nama Skystar Capital. VC yang satu ini telah berinvestasi di berbagai startup, beberapa diantaranya Bridestory, Hijup, Laku6, Sweet Escape bahkan Grab. Salah satu nama yang ikut andil mendirikan VC ini adalah Geraldine Oetama, cucu dari pendiri KG Jakoeb Oetama. Dalam laman resminya juga disebutkan bahwa Skystar didukung oleh grup korporasi yang memiliki akses ke media, hospitality dan edukasi, tidak lain dan tidak bukan adalah Grup Kompas Gramedia.

Pergerakan VC yang berinvestasi ke esports adalah hal yang menarik. Satu mimpi yang saya pikirkan ketika mendirikan Hybrid adalah akan ada banyak integrasi yang bisa dilakukan dari pengembangan teknologi di startup dengan ekosistem esports, dan hal itu bisa dimulai dengan investasi ke tim. Portofolio yang ada di VC, yang sebagian besar berbasis teknologi, bisa diintegrasikan dan menjadi pelengkap di ekosistem. Memang untuk hal ini masih membutuhkan waktu, tetapi bibitnya sudah mulai tumbuh. Mimpi semacam AI yang bertanding melawan tim esports yang sudah terjadi di luar negeri, adalah mimpi yang bisa dikejar jadi mimpi bersama esports lokal.

Di sisi lain, masuknya dana VC juga bisa berperan untuk mengembangkan tim ke ranah yang lebih profesional, setidaknya membuka peluang untuk VC lain melirik peluang di ekosistem esports, yang kini sedang bertumbuh. Persoalan struktur organisasi sebagai sebuah perusahaan, standar gaji sampai dengan profesionalitas manajemen adalah beberapa hal yang (seharusnya) bisa terbantu dengan kehadiran VC di ranah esports.

Selain Skystar Capital, ada satu tim lagi yang mendapatkan dana dari VC yang biasa berinvestasi di startup, yaitu EVOS, namun VC itu berasal dari negara tetangga bukan VC lokal.

Ada banyak hal yang menarik untuk didiskusikan terkait investasi di ekosistem esports lokal, namun sepertinya harus dilakukan di artikel lain. Untuk sementara, kita tempatkan informasi Skystar Capital yang berinvestasi ke tim esports lokal di sini, dan kita tunggu perkembangan selanjutnya, termasuk informasi publik nama timnya.

Telkomsel Introduces New Investment Arm, Prepare 576 Billion Rupiah for Startup Funding

Telkomsel announces a new sub unit called TMI (Telkomsel Mitra Inovasi) in charge of the company’s funding management and business synergy. A $40 million (around 576 billion Rupiah) is ready to be poured on some Indonesia’s startups. In this investment, Telkomsel partners with MDI Ventures and Singtel Innov8.

Funding will be focused on startup in big data, IoT, and entertainment (music, game, and video). They expect this to increase corporate awareness in the developing digital business ecosystem.

Telkomsel, being known as connectivity and telecommunication company, had initiative to create a new business model. In terms of concept, it was already made three years ago.

Telkomsel’s President Director, Ririek Adriansyah said, “Through TMI, Telkomsel aims to create an engagement model that is more flexible, responsive, and reliable for startups seeking access to strategic investment, meanwhile making a better user experience with a sustainable symbiotic alliance.

As an investment arm of Telkom Group, MDI Ventures is to play role as the Fund Manager, and focus to share insight with Telkomsel in running TMI.

In the official release, Nicko Widjaja as MDI Ventures CEO said, “In three years, we’ve grown as an experimental CVC (Corporate Venture Capital) to a reinforcement agent for Telkom Indonesia [..] We’re very much into this collaboration with TMI and can’t wait to work in various sector of digital telecommunication.”

In terms of the first year’s timeline, Widjaja admitted to have some startups in mind for the portfolio. The target is to invest in ten or more early stage startups.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Telkomsel Bentuk Unit Investasi Baru, Siapkan 576 Miliar Rupiah untuk Pendanaan Startup

Telkomsel mengumumkan pembentukan sub-unit investasi baru bernama TMI (Telkomsel Mitra Inovasi) yang akan bertanggung jawab atas pengelolaan dana investasi dan proses sinergi lini bisnis perusahaan. Dana sebesar $40 juta (setara dengan 576 miliar Rupiah) sudah disiapkan untuk diinvestasikan ke sejumlah startup di Indonesia. Dalam pengucuran investasi tersebut, Telkomsel bermitra dengan MDI Ventures dan Singtel Innov8.

Pendanaan akan fokus pada startup di bidang big data, IoT, serta industri hiburan (musik, game, dan video). Pihaknya berharap hal ini dapat membantu meningkatkan corporate awareness dalam ekosistem bisnis digital yang kian berkembang.

Sekian lama dikenal sebagai perusahaan konektivitas dan telekomunikasi, Telkomsel berinisiatif  untuk memulai model bisnis baru. Secara konsep sebenarnya sudah dimulai sejak tiga tahun lalu.

Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah menjelaskan, “Melalui TMI, Telkomsel ingin menghadirkan engagement model yang lebih fleksibel, responsif dan dapat diandalkan bagi startup yang mencari akses ke permodalan strategis dan di saat bersamaan juga dapat menghadirkan user experience yang lebih baik dengan aliansi simbiosis yang berkelanjutan.”

Sebagai modal ventura hasil perpanjangan tangan Telkom Group, MDI Ventures akan berperan sebagai Fund Manager, serta fokus berbagi insight dengan Telkomsel dalam menjalankan TMI.

Dalam keterangan resminya, Nicko Widjaja selaku CEO dari MDI Ventures mengungkapkan, “Dalam jangka waktu tiga tahun, kami berkembang dari sebuah CVC (Corporate Venture Capital) eksperimental menjadi kendaraan pertumbuhan untuk Telkom Indonesia [..] Kami antusias dapat berkolaborasi dengan TMI untuk berpartisipasi dalam pendanaan ini dan bekerja dalam berbagai sektor telekomunikasi digital.”

Mengenai timeline di tahun pertama, Nicko mengakui pihaknya sudah mengincar beberapa startup untuk jadi portofolio. Targetnya di tahun ini adalah untuk bisa berinvestasi di lebih dari sepuluh startup tahap awal.

Jungle Ventures Dikabarkan Siapkan Pendanaan Putaran Ketiga Senilai 2,5 Triliun Rupiah untuk Startup Asia Tenggara

Jungle Ventures, VC dari Singapura, disebutkan telah mengumpulkan pendanaan putaran ketiga senilai US$175 juta (hampir Rp2,5 triliun) yang bakal difokuskan untuk pendanaan Seri A dan Seri B di Asia Tenggara. Empat startup lokal disebutkan telah menerima pendanaan dari Jungle Ventures dalam putaran terbaru ini.

Menurut sumber yang terpercaya, putaran ketiga ini diikuti berbagai LP dari Asia, Eropa, dan Amerika Serikat.

Sumber kami juga menyebut putaran pendanaan ini sebenarnya oversubscribed dari yang diprediksi. Bahkan disebutkan perusahaan akan menutup penggalangan putaran dana hingga US$200 juta sampai akhir tahun ini. Penggalangan dana tersebut diklaim terbesar di Asia Tenggara.

Untuk pendanaan Seri A, perusahaan dikabarkan menyiapkan sekitar US$1 juta sampai US$5 juta. Sementara untuk putaran Seri B sekitar US$7,5 juta sampai US$10 juta.

Lebih lanjut sumber kami juga menyebutkan, Jungle Ventures sudah mengucurkan investasi untuk empat startup Indonesia dari putaran terbaru tersebut. Satu di antaranya untuk pendanaan Pra Seri A, dua startup untuk pendanaan Seri A, dan satu startup untuk Seri B.

Secara terpisah, dalam wawancara dengan sejumlah media di Indonesia, Managing Partner Jungle Ventures David Gowdey menjelaskan, sejauh ini perushaan baru berinvestasi untuk dua startup lokal, yakni Kredivo dan RedDoorz. Keduanya adalah startup yang fokus menciptakan solusi untuk memenangkan pasar Indonesia dan memiliki visi bermain di pasar regional.

“Kami percaya dengan menjadi pemain lokal yang besar di Indonesia itu sudah dijamin akan sukses saat main ke regional. Makanya startup lokal yang sudah kami investasikan ini harus bangun fondasi bisnis yang kuat, pahami masalah di Indonesia dan berikan solusinya. Jika sudah kuat baru punya peluang kuat untuk bermain di regional.”

Menurutnya, setiap startup lokal punya peluang yang sama untuk bermain di pasar regional, maupun global. Namun bila kembali melihat segmen bisnisnya, ada baiknya untuk mendalami pasar Indonesia terlebih dahulu. Ambil contoh, startup yang bermain di segmen konten digital lebih punya peluang lebih cepat untuk ekspansi ketimbang startup fintech.

Hal inilah yang terjadi pada portofolio startup di Jungle Ventures. Iflix lebih agresif mengembangkan pasarnya di global, ketimbang Kredivo dan RedDoorz. Portofolio lainnya, yakni Tookitaki yang berbasis di Singapura, kini sudah membuka kantor di New York untuk melayani konsumen di sana.

“Jika punya tim yang kuat, paham dengan industri yang digelutinya, pasti bisa berkompetisi di pasar global.”

Secara total, perusahaan telah berinvestasi untuk 30 startup Asia Tenggara. Ada enam exit yang dikonfirmasi langsung oleh Gowdey sepanjang perusahaan beroperasi. Nama-nama startup tersebut termasuk Travelmob (jual ke HomeAway), Zipdial (jual ke Twitter), eBus (jual ke IMD), Voyagin (jual ke Rakuten). Dua exit tambahan akan segera terjadi dalam waktu dekat. Tiap tahun Jungle Ventures berharap minimal harus ada satu exit dari startup.

“Jika mau bawa LPs yang kuat maka harus fokus ke distribusi. Investasi yang kami berikan itu sifatnya time based, umumnya 10 tahun. Lalu kembalikan uang dalam multiple year ke LPs. Dalam kurun waktu itu, kami beri startup jaringan yang kuat agar mereka bisa tumbuh sehingga saat kita exit, startup tersebut sudah menciptakan value yang besar,” pungkasnya.

BNI Siapkan 250 Miliar Rupiah untuk Modal Ventura

BNI segera memiliki anak usaha baru, perusahaan modal ventura, pada Juni 2019 dan menyiapkan anggaran sebesar Rp250 miliar untuk aksi korporasi tersebut. Rencana ini sebenarnya sudah mulai diungkapkan perseroan sejak dua tahun lalu, namun molor di tengah jalan.

Direktur Teknologi Informasi dan Operasi BNI Dadang Setiabudi mengatakan, perseroan menargetkan rencana ini diharapkan dapat segera terealisasi kuartal kedua tahun ini. Kendati demikian, perseroan masih menjajaki beberapa alternatif target potensial untuk mengakuisisi perusahaan modal ventura yang sudah ada dan tidak menutup kemungkinan melakukan pendirian perusahaan baru.

Insya Allah kuartal II/2019 sudah ada kabar baik dari BNI,” ucapnya kepada DailySocial.

Menurutnya, sebagai bank umum di Indonesia, BNI lebih cenderung menggunakan struktur modal ventura yang sesuai dengan ketentuan OJK. Nantinya anak usahanya tersebut akan diposisikan sebagai kendaraan untuk menggarap ekosistem digital dan bisnis lain yang tidak dapat digarap oleh bank secara langsung.

Dikutip dari Bisnis, pembentukan modal ventura ini juga berkaitan dengan rencana pengambilalihan saham di PT Fintek Karya Nusantara (LinkAja). Dipastikan BNI akan mendapatkan porsi kepemilikan saham 20% di sana. Pada saat yang sama, perseroan akan berinvestasi ke LinkAja dengan menyetorkan dana investasi Rp900 miliar yang bakal dilakukan secara bertahap.

“Melalui LinkAja akan terbentuk ekosistem yang lebih luas sehingga menciptakan efisiensi yang lebih maksimal. Kami berharap secepatnya bisa diresmikan. Ada 60 ribu lebih EDC LinkAja,” tambah Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta.

Saat ini perseroan sudah melakukan kerja sama dengan 600 perusahaan fintech maupun layanan e-commerce. Kebanyakan perseroan menyediakan layanan pembayaran melalui rekening virtual dalam kerja sama tersebut. Ditargetkan tahun ini BNI bisa menggandeng 1.000 startup.