Creative Gorilla Capital Fokus Investasi di Sektor “Consumer Goods”

Pemasaran berperan penting dalam kesuksesan startup. Namun, banyak startup mengabaikan upaya pemasaran karena keterbatasan sumber daya, waktu, atau pemahaman akan pentingnya kegiatan pemasaran. Padahal, kampanye pemasaran yang dijalankan dengan baik dapat membantu startup menjangkau target audiens, membangun kesadaran merek, dan mendorong penjualan.

Creative Gorilla Capital (CGC) merupakan salah satu perusahaan modal ventura yang fokus membantu startup melancarkan kegiatan pemasarannya. CGC didukung oleh para pendiri yang memiliki pemahaman dan pengalaman luas di bidang pemasaran. Misinya adalah membantu perusahaan di sektor consumer untuk menerapkan startegi pemasaran yang akurat dan relevan.

Kepada DailySocial.id, Founding dan Managing Partner CGC Benz Julio Budiman, mengungkap rencana investasi ke startup Indonesia, dan upayanya membantu portofolio dalam mengembangkan bisnis melalui pemasaran.

Strategi pemasaran startup

Kampanye pemasaran yang dibuat dengan baik dapat menentukan pertumbuhan positif startup. Sementara, startup sering kali terhambat kendala dalam menampilkan produk atau layanan kepada calon pelanggan. Untuk itu, CGC fokus membantu startup untuk memahami secara jelas kegiatan pemasaran yang ideal untuk bisnis mereka mengingat consumer goods banyak bersinggungan langsung dengan konsumen.

CGC didukung oleh Future Creative Network (FCN) yang selama ini telah berpengalaman membantu perusahaan FMCG hingga perusahaan consumer goods lokal hingga global melancarkan kegiatan pemasaran mereka. Sejauh ini, CGC telah berinvestasi di sejumlah startup di antaranya Offmeat, Ringkas, Kynd, dan Allura.

“Kami terinspirasi oleh beberapa platform luar yang melakukan pendekatan seperti ini. CGC ingin menjadi mitra bisnis yang ingin melancarkan kegiatan pemasaran. Dilihat dari ekosistem yang dimiliki, yaitu FCN, kami bisa memberikan advise yang relevan untuk bisnis. Didukung Vynn Capital, kami memahami benar struktur dan cara kerja VC secara umum,” kata Benz.

Kampanye pemasaran yang dibuat dengan baik dapat membantu bisnis menjangkau audiens target, membangun brand awareness, dan mendorong penjualan. Dilihat dari portofolio CGC saat ini, tidak harus berbasis teknologi.

“Teknologi tetap mereka manfaatkan, tetapi kebanyakan di belakang layar. Misalnya, Offmeat salah satu portofolio CGC memanfaatkan teknologi untuk membantu perusahaan melakukan efisensi produksi daging,” jelasnya.

Untuk berinvestasi sesuai dengan kriteria CGC, kebanyakan pihaknya mendapatkan rekomendasi atau referral. Dalam hal ini due diligence pada latar belakang calon investee menjadi penting bagi CGC, terutama di consumer goods.

“Kebanyakan [portofolio] startup berasal dari referral. Kami juga menerima melalui pitching, tetapi lewat referral lebih spot on karena kami benar-benar melakukan pengecekan saat berinvestasi. Hal itu dilakukan karena sulit untuk membangun consumer product, mereka harus memiliki strategi untuk bisa memenangkan pasar,” tuturnya.

Dalam berinvestasi, CGC didukung oleh Limited Partner (LP) dari luar negeri dan dana kelolaan Gorilla Silverback Fund sebesar Rp300 miliar Rupiah. Pihaknya menargetkan 5-10 portofolio investasi di bidang consumer goods tahun ini.

“Target bergantung pada supply di pasar. Kami tidak mau terlalu terburu-buru. Saat ini kondisinya sudah semakin baik jika melihat nilai valuasi [startup] yang lebih realistis. Kami targetkan investasi di 5-10 perusahaan. Kami akan handle pemasaran mereka. Kalau terlalu banyak brand juga tidak terlalu bagus untuk kami handle,” kata Benz.

Consumer goods di Indonesia

Indonesia adalah salah satu ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. Dengan populasi lebih dari 270 juta orang dan kelas menengah yang berkembang, Indonesia menawarkan peluang yang signifikan bagi perusahaan barang konsumsi.

Tercatat saat ini sudah mulai banyak perusahaan consumer goods lokal dari skala menengah hingga besar yang berhasil menarik perhatian konsumen. Tidak hanya meraup keuntungan di pasar lokal, tetapi di antara mereka mulai bisa bersaing secara global. Mulai dari Kopi Kenangan hingga Lemonilo dan produk kecantikan lokal yang mulai banyak dicari oleh konsumen lokal.

“Hal menarik yang kami lihat ada demand besar, tetapi akan terus mengalami perubahan. Bahkan perushaaan sebesar Unilever harus terus melakukan inovasi. Permintaan dari konsumen selalu beruah dan perusahaan consumer goods harus berinovasi,” ucapnya.

Saat ini, bisnis consumer goods menghadapi tantangan yang signifikan dengan perubahan industri ritel yang cepat saat ini. Dengan munculnya layanan e-commerce dan pergeseran perilaku konsumen, perusahaan harus menyesuaikan strategi mereka agar tetap kompetitif.

Salah satu pendekatan efektif adalah menerapkan strategi omnichannel, yang memungkinkan bisnis memberikan pengalaman pelanggan yang mulus di berbagai channel. Di Indonesia sendiri channel penjualan melalui gerai offline seperti Alfamart dan Indomaret, masih menjadi channel paling efektif untuk mendorong penjualan.

BTPN Syariah Ventura Pilih Strategi Konservatif, Incar Satu Startup Tiap Tahun

BTPN Syariah Ventura, kendaraan investasi dari BPTN Syariah (BTPS), memilih langkah konservatif dalam berinvestasi startup, hanya mengincar satu startup untuk didanai tiap tahunnya. Tahun lalu, melalui debutnya, perusahaan berinvestasi untuk Dagangan dalam putaran pra-seri B.

Adapun pada tahun ini, BPTN Syariah Ventures masih menyeleksi kandidat baru yang akan didanai. Sementara itu, perusahaan juga memastikan tidak ada rencana kembali mendanai Dagangan di putaran berikutnya. Sebelumnya dikabarkan Dagangan sedang menggalang putaran kedua untuk seri B yang menarik sejumlah korporat besar menanamkan dananya ke sana.

“Bagi kita sudah untung karena valuasi [yang naik dan bisnisnya bertumbuh], lalu kita akan cari investasi berikutnya untuk startup yang fokus ke rural. Direksinya simpel dan efisien, satu tahun sekali saja investasinya. Terpenting investasi ini berdampak bagus buat grup dapat lebih baik lagi,” ucap Direktur Keuangan BTPN Syariah Fachmi Achmad dalam media briefing, pekan lalu (9/2).

Meski Fachmi tidak bersedia merinci identitas startup tersebut. Bisa dipastikan pihaknya mencari startup yang punya misi sejalan dengan perseroan yang fokus memberdayakan masyarakat pra/cukup sejahtera di kota lapis dua dan tiga. Segmen bisnisnya mulai dari edtech, jual-beli digital, pelatihan, penyedia jasa pembayaran tagihan, penyedia barang perlengkapan rumah tangga, dan produsen/pemilik produk kebutuhan sehari-hari.

Pasca menjadi investor di Dagangan, sejumlah kerja sama bisnis semakin kencang dilakukan. Di antaranya, integrasi API Dagangan dengan aplikasi Warung Tepat, sehingga memungkinkan para agen Mitra Tepat untuk belanja barang sembako satuan dengan harga grosir, entah untuk kebutuhan pribadi atau dijual kembali. Diklaim kini ada 606 Mitra Tepat di 66 kota yang telah memanfaatkan fitur tersebut.

Selanjutnya, mengembangkan alternatif pembayaran dengan paylater untuk konsumen Dagangan, akses pembiayaan, dan perluasan kesempatan bagi nasabah BTPN Syariah menjadi mitra Dagangan.

Sebagai catatan, Mitra Tepat adalah klasifikasi yang diberikan BTPS untuk para nasabah pembiayaan yang berhasil mengembangkan bisnis lebih besar. Mitra Tepat ini merupakan ibu rumah tangga yang memiliki bisnis dan menjadi perpanjangan tangan bank dalam melayani nasabah.

Dalam laporan keuangan konsolidasi BTPN Syariah pada 2022, BTPN Syariah Ventura memiliki total aset sebesar Rp313 miliar dengan total ekuitas Rp311 miliar. Kemudian, nilai investasi saham (investment in share) sebesar Rp 81 miliar dan laba bersih sebesar Rp4 miliar (dengan investasi nilai wajar = biaya awal).

Struktur manajerial di BTPN Syariah Ventura juga tergolong efisien karena semuanya berasal dari kalangan BTPN Syariah. Posisi komisaris diisi oleh Fachmi dan M. Gatot Adhi Prasetyo (Direktur BTPN Syariah). Sementara, Direktur Utama BTPN Syariah Ventura Ade Fauzan juga menjabat sebagai Business Development Head di BTPN Syariah, bersama Destya Danang Pradityo sebagai Direktur di CVC.

Ekosistem digital syariah

Fachmi melanjutkan, selain berinvestasi ke Dagangan, sepanjang tahun lalu perseroan mencatatkan serangkaian inovasi untuk mewujudkan aspirasi membangun ekosistem digital syariah khusus untuk segmen pra/cukup sejahtera.

Pertama, akses keuangan untuk modal kerja produktif (access to finance) yang kini dapat diperoleh dengan proses digital. Cara ini secara tidak langsung telah meliterasi nasabah inklusi menjadi paham digital secara perlahan. Mereka juga memberikan dampak kepada komunitasnya menjadi lebih mudah dalam mengakses layanan perbankan. Tidak hanya untuk nasabah pembiayaan, perseroan juga telah menyempurnakan layanan e-channel termutakhir bagi nasabah pendanaan melalui Tepat Mobile Banking dan internet banking.

Kedua, memperluas akses pengetahuan (access to knowledge) melalui program pemberdayaan yang terukur dan berkelanjutan Tepat Daya. Platform digital ini terintegrasi dengan program pemberdayaan demi meningkatkan kapasitas nasabah sekaligus membuka kesempatan bagi seluruh masyarakat untuk terlibat aktif dalam memberdayakan nasabah.

Inovasi perseroan di atas berdampak positif terhadap kinerja keuangan. Di antaranya, total aset sebesar Rp21,2 triliun dan pembiayaan mencapai Rp11,5 triliun tumbuh 10% (YoY). Pertumbuhan pembiayaan ini disertai dengan kualitas pembiayaan yang tetap sehat tercermin dari Non Performing Financing (NPF) di bawah ketentuan regulator dan laba bersih setelah pajak mencapai Rp1,78 triliun atau naik 21,9%.

Mengenai prospek ekonomi makro pada tahun ini, Fachmi cukup optimis perseroan dapat kembali mencetak kinerja yang ciamik. Alasannya, karena tahun-tahun menjelang pesta politik itu menguntungkan bagi segmen masyarakat ultra mikro. Pandemi kemarin memukul segmen ini karena diberlakukannya pembatasan ruang gerak yang membuat usaha mereka terdampak.

“Segmen ini akan terpuruk kalau ada bencana alam dan Covid karena larangan untuk berinteraksi. Selama larangan itu diangkat pemulihan akan lebih baik. Dari pengalaman kita di 2013-2015 segmen ultra mikro itu enggak signifikan berdampak buat mereka karena mereka itu hidupnya menjual barang-barang yang basic. [Tahun] politik itu tahun terbaik buat segmen ultra mikro,” pungkasnya.

Mandiri Capital Indonesia Bagikan Strategi Investasi di 2023

Mandiri Capital Indonesia (MCI) membagikan outlook dan strategi investasi mereka untuk tahun ini. Secara umum, MCI memastikan akan tetap agresif untuk mengucurkan pendanaan ke startup di Indonesia, tetapi akan lebih selektif dengan memperkuat risk framework dan tesisnya.

Langkah tersebut diambil karena melihat situasi perlambatan ekonomi yang turut berdampak terhadap industri startup di tanah air. Di sepanjang 2022, kita banyak menyaksikan upaya efisiensi yang ditempuh pelaku startup dengan melakukan PHK.

Tren pendanaan startup juga menunjukkan penurunan, baik di skala global maupun di Indonesia. Diketahui, VC merupakan salah satu sumber permodalan terbesar bagi pelaku startup. CB Insights dalam “State of Venture 2022 Report” mencatat startup global yang memperoleh pendanaan dari VC hanya mencapai $415,1 miliar atau turun 35% dari tahun sebelumnya.

Sementara, berdasarkan data yang dihimpun oleh DailySocial.id, total nilai pendanaan startup Indonesia di 2022 turun hingga 38% menjadi $4,2 miliar dibandingkan 2021 yang tercatat sebesar $6,9 miliar.

Eksplorasi sektor non-fintech

MCI akan menjajaki peluang investasi di sektor supply chain, construction tech, aquatech, embedded finance, proptech, hingga biotech. Chief Investment Officer MCI Dennis Pratistha mengungkap bahwa beberapa investment deal akan segera diumumkan. Pihaknya juga mulai fokus untuk berinvestasi di growth stage karena risiko lebih terukur dan sudah memiliki use case dan sumber pendapatan yang jelas.

Tak disebutkan target portofolio atau nilai investasi yang dialokasikan tahun ini. Dennis berujar, “Hal yang terpenting adalah bagaimana [portofolio] ini dapat menciptakan value bagi Mandiri Group. Kami berupaya dorong sinergi di lingkup Mandiri Group sehingga our portfolios, khususnya di growth stage, punya presence di luar negeri,” ujarnya, Rabu (8/2).

Ambil contoh, construction tech. Investasi di sektor ini memang mengalir deras di sepanjang tahun lalu, tetapi pasarnya masih baru. Menurut Dennis, pihaknya berminat investasi ke construction tech tahun ini karena sejumlah pemain sudah mulai product market-fit dan menemukan model bisnis. Lebih lagi, permintaan konstruksi yang efektif biaya mulai meningkat.

Selama ini, industri konstruksi kurang transparan yang mengakibatkan terjadinya inefisiensi di supply chain. Demikian juga pada embedded finance, semakin ke sini, layanan keuangan digital berkembang pesat dan populasi unbanked masih besar. Hanya dalam jentikan jari, siapapun dapat mengakses layanan keuangan,

Dennis juga bilang tengah menyiapkan thematic fund baru sebagai kendaraan investasi bagi sektor-sektor yang tengah dieksplorasi tersebut. Rencana itu sebelumnya telah diungkapkan Dennis dalam wawancara dengan DailySocial.id beberapa waktu lalu.

Tercatat, MCI punya tiga dana kelolaan, yakni Balance Sheet Fund (Mandiri Group) untuk investasi di seri A-C, Merah Putih Fund (MPF) untuk seri C+ termasuk soonicorn, dan Indonesia Impact Fund (IIF) untuk pra-seri A.

Tahun 2022, MCI telah mengucurkan investasi ke enam startup baru dan tiga investasi lanjutan. Rinciannya, AgriaAku (agritech), Sinbad (B2B marketplace), dan FitAja (healthtech) bersumber dari Balance Sheet Fund. Kemudian, Greenhope (green tech), Cakap (edtech), dan Delos (aquatech) dari Indonesia Impact Fund. Terakhir, iSeller (POS), Mekari (SaaS), dan Qoala (insurtech).

Adapun, tambah Dennis, MPF ditargetkan meluncur pada semester I 2023 yang telah mendapat dukungan penuh dari pemerintah dan regulator. Sekadar informasi, fase pertama MPF ditutup senilai $300 juta atau Rp4,3 triliun; didukung lima BUMN meliputi Telkom, Telkomsel, Bank Mandiri, BRI, dan BNI.

Strategi MCI

Pada kesempatan sama, Direktur of Finance MCI Rino Bernando memaparkan strategi investasi MCI pada tahun ini. Dalam mengelola portofolio existing, pihaknya memastikan mereka dapat tetap tumbuh sehat dan berkelanjutan, tidak hanya tumbuh kencang.

MCI berupaya memperbaiki strategi dan risk framework sebagai early warning system dalam menghadapi situasi pasar yang tidak menentu. Fokus utamanya adalah memastikan portofolio mengedepankan efisiensi biaya dan path to profitability yang jelas karena berdampak ke bottom line. Riset CNBC menunjukkan bahwa sebanyak 44% startup gagal di 2022 karena perencanaan keuangan yang kurang baik.

“Saya sebut situasi tech winter sebagai normalisasi karena ekonomi selalu ada siklusnya, termasuk industri startup. Ketika valuasi sekarang turun, ini adalah kesempatan bagi kami untuk mendapat valuasi lebih wajar. Dengan begitu, kami bisa masuk ke harga lebih wajar. Bukan berarti kami lengah meski terjadi seleksi alam,” pungkas Rino.

MCI juga menetapkan inisiatif baru untuk menangkap peluang inovasi dan memperluas knowledge dengan membentuk MCI Labs. Program ini memungkinkan kolaborasi startup dengan unit bisnis di Mandiri Group untuk menggarap use case potensial menjadi pilot project. Selain itu, pihaknya masih akan melanjutkan kegiatan business matchmaking Xponent dalam mengidentifikasi masalah dan menghubungkan unit bisnis dengan startup.

B Capital Umumkan Dana Kelolaan Ketiga Senilai 32 Triliun Rupiah

Perusahaan modal ventura multi-tahap B Capital mengumumkan penutupan dana kelolaan ketiganya (Growth Fund III) dengan komitmen modal agregat sekitar $2,1 miliar atau kurang lebih 32 triliun Rupiah. Ini menjadi prestasi lanjutan, setelah sebelumnya pada tahun 2022 lalu mereka berhasil menutup Ascent Fund II senilai $250 juta.

“Sejak awal, B Capital telah berkomitmen untuk berinvestasi di perusahaan teknologi mutakhir di seluruh dunia. Portofolio Growth Fund III mencakup perusahaan yang mengubah masing-masing industri dan menghasilkan dampak
yang signifikan,” kata Co-Founder & Managing Partner B Capital Eduardo Saverin.

Didirikan pada tahun 2015, B Capital dipimpin oleh Howard Morgan, Sheila Patel, Eduardo Saverin, dan Raj Ganguly. Dengan memanfaatkan pengalaman perusahaan secara global bersama tim investor dan penasihat platform yang berpengalaman, mereka berinvestasi di perusahaan teknologi mulai dari tahap awal hingga akhir, terutama di sektor enterprise solution, fintech, dan healthtech.

Tercatat saat ini B capital telah memberikan investasi kepada startup di  Afrika, Tiongkok, Eropa, India, Amerika Utara. dan tentunya Asia Tenggara.

Saat ini B capital juga telah menjalin kemitraan strategis eksklusif dengan Boston Consulting Group (BCG). Hal tersebut bisa membantu dalam hal mendapatkan wawasan strategis dan saran kepada perusahaan portofolio kami pada bidang utama bisnis startup.

“Penekanan kami pada investasi bernilai tambah, didukung oleh penasihat platform kami dan kemitraan strategis dengan BCG, memungkinkan kami untuk mempercepat pengembangan dan pertumbuhan bisnis di seluruh portofolio kami. Pendekatan ini mendorong model investasi berkinerja tinggi, yang akan terus kami terapkan pada seri Growth Fund III,” kata Co-Founder & Managing Partner B Capital Raj Ganguly.

Investasi untuk Startup Indonesia

B Capital juga menempatkan Indonesia sebagai wilayah kunci dengan pertumbuhan ekonomi digital tercepat di Asia. Sejak awal, kawasan ini sudah menjadi target utama mereka dalam hal berinvestasi di berbagai putaran. Alasannya karena pasar B2B yang besar, kelas menengah terus berkembang menyumbang lebih dari 40% konsumsi.

Selain itu mereka melihat tren peningkatan adopsi digital dan penggunaan teknologi di seluruh rantai pasokan, di antaranya pergudangan, manajemen transaksi, dan pemasaran.

B Capital berpartisipasi ke sejumlah pendanaan startup di Indonesia, diantaranya:

  • Partisipasi ke pendanaan seri B untuk Kopi Kenangan sebesar $109 juta
  • Memimpin pendanaan seri A $ 20 juta ke startup B2B e-commerce Ula
  • Partisipasi ke pendanaan seri B sebesar $53 juta ke Payfazz
  • Partisipasi pada putaran pendanaan awal senilai $ 2,8 juta diberikan kepada Finku
  • Partisipasi pada pendanaan seri C sebesar $ 70 juta ke startup Super
  • Partisipasi pada putaran pra-seri A startup konstruksi B2B Brik yang hampir mengumpulkan sekitar $12 juta.

Venture Capital: Pengertian, Tujuan dan Jenisnya

Venture capital adalah salah satu istilah yang sangat melekat dengan startup. Pasalnya, venture capital merupakan badan usaha yang melakukan pendanaan dan penanaman modal ke dalam suatu perusahaan yang baru berkembang, seperti startup.

Dengan adanya suntikan dana dari venture capital, diharapkan perusahaan tersebut dapat berkembang dan mempertahankan bisnisnya untuk bersaing dengan bisnis-bisnis lainnya. Lantas, apa yang sebenarnya dimaksud dengan venture capital dan mengapa hal ini penting bagi perkembangan sebuah startup?

Pengertian Venture Capital

Venture capital adalah pendanaan yang diberikan oleh oleh investor untuk startup yang diyakini memiliki potensi besar dalam jangka panjang. Pendanaan ini diberikan sebagai modal dalam bentuk uang tunai yang kemudian dapat ditukarkan kembali ke dalam sejumlah saham.

Ventura sendiri berasal dari kata venture dalam bahasa Inggris yang berarti sesuatu yang mengandung risiko tinggi, sehingga investasi jenis ini termasuk ke dalam risiko tinggi meski nilai imbal baliknya cukup tinggi. Oleh sebab itu, sebelum melakukan pendanaan, investor biasanya akan memeriksa terlebih dahulu bagaimana risiko dan prospek dari perusahaan tersebut.

Karena sifatnya yang memiliki risiko cukup tinggi ini, venture capital sangat dibutuhkan oleh perusahaan baru yang masih berkembang. Oleh karena itu, venture capital berbeda dengan ekuitas swasta yang cenderung mendanai perusahaan yang lebih besar dan stabil.

Tujuan dan Manfaat Venture Capital

Venture capital sangat penting bagi perusahaan yang baru berkembang seperti startup, karena memiliki berbagai manfaat yang akan didapatkan. Berikut adalah beberapa tujuan dan manfaat venture capital:

Meningkatkan Potensi Bisnis

Venture capital memiliki tujuan utama untuk meningkatkan potensi bisnis. Pasalnya, perusahaan pemberi modal atau dana ventura tidak hanya berperan sebagai investor saja, melainkan juga turut serta terlibat dalam manajemen dan menjadikannya sebagai partner.

Mereka akan menjadi rekan yang membantu dalam pengembangan produk, pengembangan ide hingga membuat bisnis dapat berkembang. Dengan begitu, potensi bisnis juga akan semakin meningkat.

Rentabilitas Membaik

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa perusahaan pemberi modal tidak hanya berperan menjadi investor saja, melainkan juga turut serta berperan untuk mengaturnya.

Membuat Pemasaran Produk Lebih Efisien

Venture capital juga bertujuan untuk membuat pemasaran produk lebih efisien. Sebab, perusahaan penerima modal memiliki peluang besar untuk memproduksi dan memasarkan produknya secara maksimal.

Meningkatkan Likuiditas

Perusahaan yang mendapat venture capital juga tidak perlu membayar beban bunga dan angsuran hutang. Dengan begitu, likuiditas perusahaan juga semakin meningkat.

Jenis-Jenis Venture Capital

Venture capital juga terbagi menjadi beberapa jenis. Mengutip dari My Capital, berikut adalah beberapa jenis venture capital dari berbagai spesifikasi.

Seed Capital

Seed capital adalah tahap awal pendanaan yang biasanya diperuntukkan untuk startup yang belum memiliki produk atau belum terorganisir dengan baik. Dana seed capital biasanya hanya dapat dimanfaatkan untuk beberapa keperluan saja, seperti membuat produk sampel.

Startup Capital

Tahap ini diperuntukkan bagi startup yang sudah memiliki produk sendiri. Dana yang berasal dari venture capital ini biasa digunakan untuk merekrut tim, melakukan riset pasar, dan menyelesaikan produk atau layanan yang akan dirilis.

Early Stage Capital

Early stage capital biasanya diperuntukkan bagi startup yang sudah memiliki struktur organisasi yang lengkap dan sudah berkembang dengan statistik penjualan yang baik dalam 2 hingga 3 tahun ke depan. Pendanaan ini biasa digunakan untuk meningkatkan produktivitas, operasional, dan lain sebagainya.

Expansion Capital

Tahap ini biasanya ditujukan untuk startup yang sudah mulai stabil dan siap untuk melakukan ekspansi.

Late Stage Capital

Pada tahap ini, startup sudah menunjukkan performa dan pencapaian yang mengesankan. Dana yang diperoleh biasa dimanfaatkan untuk menambah kapasitas atau modal startup tersebut.

Nah, itulah penjelasan lengkap mengenai venture capital. Di Indonesia sendiri, ada beberapa investor luar yang cukup sering berinvestasi pada startup-startup lokal, seperti GGV, Sequoia Capital India, dan Lightspeed Ventures.

Creative Gorilla Capital Umumkan Dana Kelolaan 300 Miliar Rupiah untuk Investasi ke Startup D2C

Creative Gorilla Capital (CGC) mengumumkan debut dana kelolaan Gorilla Silverback Fund sebesar 300 miliar Rupiah. Dana ini akan dialokasikan untuk investasi startup di sektor Direct-to-Consumer (D2C) atau consumer-focused di Indonesia.

CGC merupakan platform modal ventura baru hasil kolaborasi dari Future Creative Network (FCN), Vynn Capital, dan startup pengembang omnichannel Pomona. CGC berfokus mendukung startup potensial kreatif dan pemasaran dalam mencapai hypergrowth.

Founding dan Managing Partner CGC Benz Julio Budiman menyebut bahwa pihaknya memiliki posisi berbeda dibandingkan Venture Capital (VC) pada umumnya, yakni sebagai mitra pada pemasaran dan jaringan bisnis konsumen. Pihaknya akan membuka akses startup terpilih ke ekosistem kreatif yang diklaim terbesar di Indonesia.

Tak hanya memberikan pendanaan dan pendampingan dari para mitra, CGC juga akan mengekspos mereka ke jaringan profesional pemasaran kelas dunia dan solusi berbasis data sehingga dapat meningkatkan peluang startup untuk berkembang dan berhasil.

“Startup dapat mengakses semua sumber daya yang diperlukan untuk menciptakan winning brand sejak hari pertama. Kami akan membantu startup pemula menerapkan consumer insight dan pemikiran yang brand-led untuk mendorong pertumbuhannya. Keahlian yang biasanya diberikan kepada pemegang jabatan/brand yang sudah mapan, akan tersedia untuk semua portofolio kami,” tuturnya dalam keterangan resmi.

Sebagai informasi, Future Creative Network (FCN) adalah pakar ekosistem pemasaran yang menaungi lebih dari 42 perusahaan dan agensi. Dalam kolaborasi ini, FCN akan menyediakan akses terhadap keahlian terintegrasi serta solusi kreatif branding dan layanan digital untuk mengembangkan D2C.

Sementara, Vynn Capital akan memanfaatkan pengalaman investasinya yang disebut telah teruji hingga level regional. Beberapa portofolio Vynn Capital, yakni car marketplace Carsome, dan platform manajemen properti Travelio. Pomona yang juga terlibat dalam kolaborasi CGC ini juga disuntik pendanaan oleh Vynn Capital pada 2019 lalu.

Adapun, Pomona akan berperan sebagai data-core untuk mengakomodasi kebutuhan internal dan portofolio CGC, baik dalam bentuk riset data maupun insight untuk mengidentifikasi tren produk selanjutnya yang berpotensi berkembang di skala nasional hingga global.

Hipotesis D2C

Dalam laporan whitepaper Accenture, pasar barang dan jasa tumbuh enam kali lipat menjadi $7,9 miliar pada periode 2015-2020. Nilai ini diperkirakan terus tumbuh yang akan dipengaruhi oleh populasi penduduk, pesatnya urbanisasi, dan peningkatan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia. 

Bagi CGC, faktor-faktor di atas akan mendorong bisnis D2C berbasis teknologi dan digital di Indonesia. Terlebih, sektor e-commerce di Indonesia telah memasuki fase matang sehingga membuat rantai pasok menjadi lebih efisien dan mengandalkan solusi berbasis teknologi. 

Kendati begitu, perlu diketahui bahwa sektor D2C masih terbilang baru di Indonesia. Butuh pendekatan berbasis omnichannel agar para pemainnya tidak melulu bergantung pada kanal e-commerce, melainkan mengkombinasikannya dengan kanal tradisional/modern.

Dalam berinvestasi, CGC akan mengandalkan indikator utama pada proses seleksinya, mulai dari jalur profitabilitas yang jelas, product market-fit, dan kecakapan distribusi. Peserta juga diharuskan memiliki visi keberlanjutan, kesetaraan sosial, dan konsumerisme yang bertanggung jawab.

“Sejah ini, CGC telah berinvestasi di sejumlah startup di antaranya Offmeat, Ringkas, Kynd, dan Allura. Terlepas dari fase ‘winter‘ yang sedang terjadi, kami meyakini dapat melihat keberlangsungan startup selama mungkin. Dalam tiga tahun ke depan, kami ingin bekerja secara selektif dan erat dengan pemimpin masa depan untuk membangun winning brand yang dapat bertahan lama.”

Meski tergolong baru, startup di sektor D2C Indonesia cukup berkembang pesat dan menghasilkan produk di beragam kategori di antaranya Filmore (femcare), Saturday (lifestyle), dr. Soap (personal dan household care), dan mohjo (F&B).

Northstar Tutup Putaran Pertama Dana Kelolaan “NSV I” Senilai 1,4 Triliun Rupiah

Perusahaan private equity Northstar Grup pada hari ini (05/1) mengumumkan penutupan putaran pertama dana kelolaan barunya Northstar Ventures I, L.P (NSV I) dengan perolehan dana sebesar $90 juta atau sekitar 1,4 triliun Rupiah.

NSV I ini akan menjadi kendaraan Northstar untuk melakukan investasi tahap awal, utamanya di entitas yang berbasis atau memiliki operasional secara signifikan di Indonesia, serta beberapa startup di negara bagian Asia Tenggara.

Perusahaan juga mengungkapkan bahwa fokus utama untuk dana kelolaan NSV I ini adalah perusahaan yang bergerak di sektor internet konsumen, teknologi keuangan, dan solusi korporasi. Northstar percaya bahwa ketiga sektor ini akan meraup keuntungan dari pertumbuhan jangka panjang yang tengah dialami wilayah Asia Tenggara.

Co-Founder & Managing Partner Northstar Group Patrick Walujo mengungkapkan, “Penutupan penggalangan dana modal ventura pertama kami selama paruh kedua tahun 2022 yang menantang ini semakin mengokohkan posisi dan kepercayaan terhadap perusahaan. Kami berharap bisa lebih mendukung para pengusaha yang semakin menjanjikan di Asia Tenggara untuk mendorong pertumbuhan bisnis melalui modal dan keahlian kami.”

Dalam keterangan resmi, pihaknya juga mengungkapkan bahwa jumlah ini masih belum mencapai target perusahaan sebesar $150 juta atau 2,3 miliar Rupiah. Perusahaan akan mempertahankan target yang sudah ditetapkan ini dan segera merencanakan penggalangan dana selanjutnya.

Bersama dukungan signifikan dari investor lama dan baru, perusahaan menargetkan penutupan putaran pendanaan kedua NSV I pada kuartal pertama tahun 2023 senilai $120 juta atau 1.8 miliar Rupiah. Sementara penggaalangan dana ketiga (dan kemungkinan terakhir), diperkirakan akan berlangsung pada pertengahan 2023 dan ditutup dengan nilai $150 juta atau lebih.

NSV I mendapat dukungan kuat dari beragam kelompok investor global, termasuk kekayaan negara dana, investor institusional, kantor keluarga dan individu berpenghasilan tinggi. Dengan penutupan pertama NSV I, Grup Northstar sekarang mengelola modal komitmen sebesar $2,6 miliar.

Portofolio Northstar di Indonesia

Didirikan pada tahun 2003 oleh Patrick Walujo dan Glenn Sugita, Northstar dikenal sebagai investor startup tahap akhir dan/atau korporasi dengan ukuran tiket investasi mencapai $20 juta. Pada akhir tahun 2021 lalu, perusahaan juga baru mengumumkan penutupan dana “flagshipNorthstar Equity Partners V Limited dengan nilai komitmen $590 juta atau sekitar 8,3 triliun Rupiah.

Rekam jejak Northstar di dunia investasi semakin banyak setelah menjadi salah satu investor awal Gojek. Di Indonesia sendiri, perusahaan telah berinvestasi setidaknya di sepuluh perusahaan. Selain GOTO, emiten publik yang dimiliki oleh Northstar termasuk BFI Finance Indonesia (BFIN), Bundamedik (BMHS) dan Bank Artos (ARTO)–yang kini menjadi Bank Jago.

Pada bulan April lalu, Northstar memimpin pendanaan seri A perusahaan konten audio on-demand NOICE yang membukukan total $22 juta atau setara 316 miliar Rupiah diikuti oleh para investor sebelumnya, yaitu Alpha JWC, Go-Ventures, dan Kinesys.

Melalui NSV I, portofolio Northstar sudah mencakup perusahaan investasi Makmur, enabler industri F&B Wahyoo Grup, serta beberapa perusahaan teknologi berbasis di Singapura seperti GPS Maka, Bunker Teknologi Pte. Ltd., Growth Technologies SEA Pte. Ltd. (“Flex”), Jagat Teknologi dan 1BStories.

Secara total saat ini Northstar mengelola portofolio dengan nilai $2,5 miliar (lebih dari 35 triliun Rupiah). Termasuk investor pendukung Northstar adalah dana kekayaan negara, perusahaan asuransi, investor institusi, kantor keluarga, dan individu dengan high net worth.

Di Q4 2022, Startup Indonesia Bukukan Pendanaan Lebih dari $580 Juta

Tahun 2022 bukanlah tahun yang mudah untuk startup global, termasuk ekosistem Indonesia. Meskipun demikian, terdapat sejumlah catatan menarik yang ditorehkan sepanjang Q4 2022. Di periode ini, startup Indonesia berhasil membukukan 52 transaksi pendanaan dengan nilai lebih dari $580 juta (lebih dari 9 triliun Rupiah).

Capaian ini membuat perolehan total pendanaan sepanjang tahun 2022 senilai $4,2 miliar berdasarkan 260 transaksi yang diumumkan ke publik. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, ada tren penurunan setara -38% dibanding total pendanaan $6,8 miliar di 2021.

Meskipun pendanaan masih kuat di Q1 2022, tren sepanjang tahun hingga Q4 memang menunjukkan perlambatan, baik dari jumlah transaksi maupun total nominal, seiring dengan perubahan konstelasi bisnis teknologi global.

Secara total, fintech masih menjadi sektor terfavorit dengan jumlah transaksi (27 transaksi) dan nominal ($1,7 miliar) terbanyak. Sementara SaaS (19 transaksi), agritech (17), food tech (15), dan logistik (14) juga menjadi sektor favorit investor di tahun 2022 ini.

Jika ditinjau dari perolehannya, 10 perusahaan ini mendapatkan setidaknya $100 juta pendanaan – sebagian gabungan dari equity dan debt funding.

Startup Perolehan Dana
DANA $450,000,000
Akulaku $310,000,000
Traveloka $300,000,000
Xendit $300,000,000
Modalku $144,000,000
Kredivo $140,000,000
Moladin $137,000,000
Sayurbox $120,000,000
PINTU $113,000,000
Fazz $100,000,000

Pendanaan tahap lanjutan ini mengokohkan status Akulaku dan DANA sebagai unicorn selanjutnya di Indonesia.

Tren pendanaan

Jika dilihat dari porsi pendanaannya, tahap awal masih mendominasi jumlah transaksi pendanaan. Hal ini menjadi sinyal kuat bahwa investor masih memiliki kepercayaan tinggi pada aspiring founder lokal dan memosisikan diri untuk membantu memvalidasi ide dan menemukan product-market fit.

Round Jumlah
Seed Funding 90
Pre-Seed 42
Series A 36
Pre-Series A 20
Series B 22
Venture Round 13
Series C 11
Corporate Round 10
Pre-Series B 7
Series D 6
Debt 3

Yang memang terlihat kesulitan adalah startup tahap berkembang yang hendak melakukan penggalangan dana di tahap lanjutan.

Sejumlah investor menilai, faktor guncangan perekonomian global menjadi penyebab perlambatan pendanaan. Ini dilandasi faktor ekonomi dunia yang mengantisipasi resesi dengan kenaikan suku bunga dan inflasi tinggi.

Termasuk faktor yang membuat kondisi semakin kompleks adalah pengaruh perang Rusia-Ukraina yang mengakibatkan gangguan supply chain, pengetatan peraturan startup di Tiongkok, dan penjualan besar-besaran saham-saham teknologi di Amerika Serikat. Walhasil valuasi startup menuju taraf “normalisasi”, demi ekosistem startup yang lebih sehat.

Keisuke Honda: KSK Mafia Bidik “Student Founder & Investor” di Asia Tenggara

Pesepak bola profesional asal Jepang Keisuke Honda sedang menikmati peran barunya sebagai investor startup sejak 2016. Dalam wawancaranya dengan DailySocial.id, Honda mengumbar sejumlah insight dari dana kelolaan terbarunya KSK Mafia yang diluncurkan tahun ini.

Sebagai informasi, Honda memulai investasi perdananya dengan mendirikan dana kelolaan KSK Angel Fund di 2016. KSK Angel Fund ditargetkan untuk mendanai startup di bidang sosial. Kemudian di 2018, ia menggandeng aktor Hollywood Will Smith untuk meluncurkan Dreames Fund. Tercatat lewat dua dana kelolaan ini, Honda telah mendanai sebanyak 260 startup, di antaranya telah berstatus unicorn, melantai di bursa saham, dan M&A.

Tahun ini, ia membuat inisiatif baru untuk menjangkau investasi awal di kisaran $20.000-$50.000 pada student founder. KSK Mafia namanya, menghadirkan dua program utama, yakni Student Founders dan Student Investors. Menariknya, pada program Student Investors, pelajar dapat mengantongi 10% return dari investasinya di startup yang juga didirikan oleh pelajar.

KSK Mafia kini dijalankan oleh Honda selaku Founder, Sadamasa Yamanaka (Co-Founder & Managing Partner untuk Jepang), dan Kanta Nakamura (Managing Partner untuk Indonesia)

Ceritakan mengenai KSK Mafia?

Jawab: KSK Mafia memberikan pendanaan bagi mahasiswa untuk mendukung pengembangan startup oleh mahasiswa. Saya ingin membuat ekosistem ini di Jepang dan Asia Tenggara. Tidak banyak ekosistem dan organisasi seperti ini di sana. Ini mengapa saya yakin bahwa universitas terbaik [memiliki] student entreprenuer terbaik. Konsep yang saya buat di KSK Mafia sangat sederhana, serupa dengan apa yang Dorm Room Fund (DRF) telah lakukan selama sepuluh tahun terakhir.

Apa kriteria yang Anda cari pada founder dan investor di Asia Tenggara, terutama Indonesia?

J: Ada sejumlah alasan mengapa saya ingin mulai [berinvestasi] di Indonesia. Pertama, jumlah populasinya besar, banyak [populasi] anak muda. Mereka bekerja keras untuk jangka panjang.  PDB Indonesia terus bertumbuh.

Economically wise, Indonesia menjadi tujuan yang tepat dan salah satu negara dengan pertumbuhan tertinggi di dunia. Secara lokasi, posisinya strategis dari tempat saya tinggal. Saat ini, saya tinggal di Singapura dan dapat [dekat] mengunjungi ke sana tahun depan.

Mengenai kriteria, saya pikir [dapat mengawalinya] dengan memilih universitas dan mahasiswa terbaik di Indonesia. Saya ingin terhubung dengan para mahasiswa satu per satu. Saya bisa berdiskusi dengan mereka, dan mengetahui apa saja pain point yang ada di Indonesia atau sektor spesifik. Kami akan memilih dua atau tiga universitas dan mencari mahasiswa terbaik dari situ.

Dukungan apa saja yang diberikan KSK Mafia bagi Student Founders?

J: Sebagai dukungan awal, kami akan memberikan [investasi] di kisaran $25.000-$50.000 bagi mahasiswa yang ingin membangun startupnya. Kemudian, kami akan membawa angel investor dan memperkenalkannya ke jaringan [pemangku kepentingan] di Jepang dan Amerika Serikat yang telah kami bangun selama enam tahun terakhir melalui Dreamers Fund.

Para founder juga dapat berkonsultasi dengan kami. We are going to all categories or sectors. Mahasiswa punya karakter, latar belakang, hingga pengetahuan berbeda-beda. Kami ingin adjust berdasarkan hal-hal tersebut.

Ceritakan soal program Student Investor di KSK Mafia?

J: Untuk bergabung ke program Student Investor, mahasiswa bisa apply, lalu akan kami interview. [Kesepakatan ini] merupakan struktur unik pada [program] kami karena scouter akan mendapatkan 10% carry. Carry = return – investment amount; e.g. $50k invested and the return $500k. So, the 10% of carry = ($500k – $50k)  * 10%.

Di program ini, scouter dapat memperkenalkan founder yang berpotensi untuk diinvestasi.

Meski dalam 5-10 tahun, [scouter] tak menjadi entreprenuer, investor, atau mungkin hanya bekerja di suatu perusahaan, mereka bakal mendapat return dari startup yang mereka investasi. [Bisa jadi] startup ini IPO atau M&A.

Sebagian founder di unicorn dan centaur di Indonesia adalah lulusan luar negeri. Apakah mahasiswa dari universitas lokal dapat menjadi great founder?

J: Sebetulnya, ini merupakan hal natural ketika memilih [mahasiswa] dari universitas top. Sama halnya ketika mencari pemain sepak bola, misalnya dari Brasil. Kami pun tidak berekspektasi sosok seperti Steve Job atau Bill Gates [tidak menyelesaikan pendidikan kuliah]. Mau itu seseorang yang jenius maupun [berasal] dari universitas lokal, kita tidak dapat menghentikannya.

Bagi VC, kualitas founder itu penting. Bagaimana Anda memastikan founder tersebut punya kualitas yang Anda cari?

J: It’s a very tough question to answer. Ada beberapa key factor bagi siswa untuk bisa sukses, membangun unicorn atau perusahaan lain. Kami akan melakukan sesi virtual untuk berbicara tentang banyak hal dengan siswa pendaftar. Misalnya, bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah, impian, hingga visi besar mereka. Dreaming big is one of the important factors to succeed in their carrier.

Di Jepang, sudah ada startup unicorn, tapi cuma sedikit. Ini situasi yang sulit, kami struggling mencari founder atau mahasiswa terbaik. Ini salah satu future problem di mana generasi muda diyakini dapat [melakukannya]. Namun, kami akan mengevaluasi semua hal secara bersamaan karena kami harus membantu dalam perjalanan panjang mereka.

Bagaimana Anda mendefinisikan startup hebat dari pengalaman Anda berinvestasi?

J: Dalam bisnis, Anda dapat melakukan kesalahan, mau itu founder, co-founder, atau karyawan. Cap table choose investor, Anda tetap bisa melakukan kesalahan. I always bet founders, even if they can make PMF (product-market fit), still can give up to different businesses. 

[Startups] have to be patient for making money from the customer. When I see founders who understand deeply of others, even if you don’t have any profit yet, they’re already [in] great company. Ini cara saya mendefinisikan startup bagus.

Randi Eka terlibat dalam wawancara ini

Fokus Investasi “Iterative” di Indonesia Lewat Dana Kelolaan Kedua

Di balik isu tech winter dan resesi global yang membayangi, industri teknologi di wilayah Asia Tenggara masih bertumbuh dengan pesat. Hal ini terlihat dari kehadiran banyak program akselerator seperti Y Combinator, Google Accelerator, dan Surge milik Sequoia yang menunjukkan peluang besar perusahaan rintisan di kawasan ini

Terinspirasi dari perusahaan global Y Combinator, Brian Ma dan Hsu Ken Ooi mendirikan Iterative untuk mendukung para founder mencapai mimpi mereka. Brian sebelumnya adalah Co-Founder dan CEO Divvy Homes, dan Hsu Ken Ooi pernah mendirikan platform Decide.com yang diakuisisi eBay di 2013. Keduanya pernah menjalani inkubasi di Y Combinator.

Co-Founder dan Managing Partner Iterative Hsu Ken Ooi mengungkapkan ada banyak program akselerator yang ingin mengikuti jejak Y Combinator. Namun, ada dua hal penting untuk diperhatikan. Pertama, para investor di Y Combinator adalah pendiri startup, jadi mereka punya pengalaman langsung dalam mengembangkan perusahaan rintisan. Kedua, Y Combinator tidak memiliki kurikulum mengingat setiap perusahaan rintisan punya model bisnis dan vertikal berbeda. Kedua hal ini yang mendorong lahirnya Iterative.

Iterative memiliki jargon “Founders support founders” yang berarti pendiri mendukung pendiri. Nilai ini yang ingin diangkat oleh perusahaan, bahwa melalui iterative, para pendiri akan didukung penuh oleh investor yang juga memiliki pengalaman dan latar belakang kuat dalam mengembangkan perusahaan rintisan.

Fund II

Iterative mengumumkan dana kelolaan kedua (Fund II) pada 29 November 2022 senilai $55 miliar atau 856 triliun Rupiah, dipimpin oleh Cendana, K5 Global, Village Global, dan Goodwater Capital. Turut berpartisipasi jaringan besar pendiri dan eksekutif Silicon Valley, termasuk Arash Ferdowsi (Dropbox), Achmad Zaky (Bukalapak), Andrew Chen (Mitra umum a16z, Uber), Qasar Younis (Mantan COO YC, Intuisi Terapan), David Shim (Foursquare), Kum Hong Siew (Kepala Airbnb Asia), dan Moses Lo (Pendiri Xendit).

Rencananya, setengah dari pendanaan baru ini akan ditujukan untuk pendanaan lanjutan. Selain itu, dana segar ini juga mendorong Iterative untuk meningkatkan ukuran ceknya menjadi $500.000 dan menambahkan lebih banyak program untuk para pendiri di berbagai tahap, termasuk program untuk pendiri tahap awal yang belum matang dan pendiri tahap lanjut yang sudah mendapatkan traksi yang cukup besar.

Melalui Fund II ini, Iterative berambisi untuk mengembangkan wadah perkumpulan startup yang lebih besar, masing-masing sekitar 30. Tujuannya adalah untuk berinvestasi di lebih dari 100 perusahaan di berbagai tahap, termasuk startup pra-seed, seed, dan seri A.

Sejak mulai beroperasi pada Maret 2020, modal ventura asal Singapura ini telah mengumpulkan $65 juta dalam dua dana kelolaan, berinvestasi di lebih dari 65 perusahaan, serta 120 pendiri, dan nilai total perusahaan sekarang mencapai $1,2 miliar.

Dalam wawancara terpisah bersama DailySocial, Hsu juga mengungkapkan bahwa, “perusahaan telah berinvestasi ke lebih dari 65 perusahaan dalam waktu dua tahun, dan akan segera menambah 25 portfolio dalam dua bulan ke depan.”

Fokus investasi di Indonesia

Terkait sektor yang disasar, Hsu mengungkapkan terative tidak memiliki kecenderungan untuk berinvestasi di sektor spesifik. Hanya saja, ia percaya untuk menjangkau pasar yang besar, sebuah perusahaan juga harus mengembangkan solusi untuk masalah yang besar. Di Indonesia, Iterative telah berinvestasi di beberapa perusahaan, yakni Yippy, Kipin, Qalbu, dan Zi.Care.

Hsu memaparkan tesis investasi yang harus dipenuhi untuk berinvestasi. Iterative mengincar startup yang menciptakan solusi untuk masalah besar sehingga menciptakan pasar yang besar juga. Lalu, startup harus bisa mengubah mindset. Contohnya, Uber. Dulu kita diberitahu untuk tidak naik mobil dengan orang asing. Kini, orang merasa aman menggunakan jasa transportasi online yang dikendarai orang asing.

Satu yang tidak kalah penting, perusahaan melihat pendiri yang berkualitas dan bisa mengarahkan jalannya sebuah bisnis. Menurut Hsu, kualitas seorang founder dapat dilihat dari tiga kualitas. Pertama, apakah mereka benar-benar melakukan apa yang mereka katakan? Seseorang yang konsisten dengan pencapaiannya adalah pribadi yang ‘mengerikan’. Kedua, seorang founder harus bisa meyakinkan dan memiliki kemampuan eksekusi yang baik.

Ketiga, perusahaan mencari orang-orang dengan motivasi yang datang dari dalam, bukan dari luar. Artinya, mereka melakukan sesuatu yang benar-benar mereka peduli, bukan hanya ingin ketenaran atau keuntungan. Kombinasi dari ketiga hal ini akan menciptakan seorang founder yang memiliki ketahanan dan dedikasi tinggi.

Menyinggung fokus Iterative di Indonesia, Hsu mengatakan, “saya melihat Indonesia sebagai peluang. Tidak hanya pencetak unicorn terbanyak,  Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara dimana seorang founder bisa membangun perusahaan rintisan dan menjadi unicorn tanpa harus ekspansi ke pasar lainnya. Contohnya, Bukalapak dan Tokopedia.”

Ia juga menggambarkan ekosistem di Indonesia terbilang ‘quite expensive‘. Hal ini dapat dinilai dari jumlah founder yang ada, termasuk dari startup unicorn. Selain itu, beberapa modal ventura hanya fokus di pasar Indonesia. “Tidak semua negara di Asia Tenggara memiliki hal ini,” tambahnya.

Resesi memiliki dampak yang berbeda bagi masing-masing kalangan. Hsu menilai bahwa perusahaan rintisan yang masih dalam tahap early stage tidak akan merasakan dampak yang sangat signifikan. Sementara, investor di tahap later stage merasakan dampak yang lebih besar. Secara pribadi, Hsu melihat proyeksi adanya peningkatan angka investasi di tahun depan dari tahun ini.

“Saya percaya bahwa investasi akan semakin meningkat karena banyak modal ventura yang meluncurkan fund baru seperti Sequoia dan Jungle Ventures. Ketika investor menaruh dana, mereka berharap dana itu diinvestasikan sehingga menghasilkan return. Maka dari itu, kami harus tetap berinvestasi, begitu pula dana kelolaan lain.” Tutupnya.