Ula Kembali Umumkan Pendanaan Seri A 282 Miliar Rupiah

Ula, startup teknologi untuk modernisasi ritel tradisional, kembali mengumumkan pendanaan Seri A senilai $20 juta (lebih dari 282 miliar Rupiah) yang dipimpin Quona Capital dan B Capital Group. Sequoia Capital India dan Lightspeed India, yang merupakan investor sebelumnya turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Lewat pendanaan ini, perusahaan berambisi untuk perluas tim dan ekspansi lokasi agar semakin banyak pengecer kecil yang dapat terbantu lewat teknologi Ula. Di samping itu, Ula akan perluas kategori produk ke fesyen dan elektronik, dari saat ini menjangkau pengecer yang menjual produk FMCG dan sayur mayur.

Ula merampungkan pendanaan tahap awal sebesar $10 juta tepat pada Juni tahun lalu. Jajaran investor yang terlibat dalam putaran ini ada SMDV, Quona Capital, Saison Capital, dan Alter Global. Beberapa angel investor juga turut berpartisipasi, meliputi Patrick Walujo, Willy Arifin, Sujeet Kumar, Vaibhav Gupta, Amod Malviya, Rohan Monga, dan Rahul Mehta.

Mengutip dari TechCrunch, Managing Partner Quona Capital Ganesh Rengaswamy mengatakan, “Jika Anda melihat keseluruhan retail value chain, terutama produk-produk esensial, seperti FMCG, bahan pokok, dan produk segar, sangat terfragmentasi. Padahal pasar telah bergerak dalam hal konsolidasi, permintaan, dan penawaran yang lebih efisien.”

Dia melanjutkan, “Ula mencoba untuk mengulang ekosistem distribusi ritel dengan overlay teknologi yang signifikan. Ula menghubungkan beberapa pemain terbesar di sisi supply ke pengecer dan konsumen terkecil.”

Ula menyediakan modal kerja untuk para pengecer mikro, yang biasanya beroperasi di toko-toko kecil di halaman rumah mereka. Dengan demikian, mereka tidak perlu menunggu dibayar oleh pelanggan untuk membeli stok baru. Perusahaan menyadari bahwa ini adalah tantangan serius yang dihadapi pengecer mikro di Asia.

Pemilik usaha mikro ini umumnya memiliki ikatan yang kuat dengan pelanggan, sering kali menjual barang tanpa di bayar di muka. Sementara, mengumpulkan pembayaran ini sering membutuhkan waktu yang lebih lama dari perkiraan.

Frictionless payment dan menawarkan kredit kepada pengecer sehingga mereka dapat mengelola arus kas dengan lebih efisien adalah komponen penting dari perdagangan digital modern,” tandas Rengaswamy.

Ula didirikan oleh eks petinggi Flipkart India Nipun Mehra, dan Derry Sakti, yang mengali kariernya di P&G di Indonesia, pada Januari 2020. Mehra menyebut, sebagian besar pasar ritel Indonesia tidak terorganisir, sama halnya dengan India.

Di kategori sayur mayur misalnya, banyak petani yang menjual ke tengkulak, lalu baru masuk ke pasar. “Dari pasar, persediaan masuk ke pedagang grosir kecil dan seterusnya. Ada banyak pemain di dalam rantai ini,” ucapnya.

Sepanjang tahun lalu, diklaim perusahaan telah melayani lebih dari 20 ribu toko. Ula pertama kali beroperasi di Surabaya, dengan cepat perluas kehadiran di seluruh Jawa Timur dan masuk ke Semarang.

Application Information Will Show Up Here

BukuKas Secures Series A Funding Worth of 142 Billion Rupiah Led by Sequoia Capital India

A startup developing a financial record keeping app for SMEs, BukuKas, today (12/1) announced Series A funding of $10 million or the equivalent of 142 billion Rupiah. This round was led by Sequoia Capital India with the participation of previous investors, including Saison Capital, January Capital, Founderbank Capital, Cambium Grove, Endeavor Catalyst, and Amrish Rau.

Founded in 2019, BukuKas has successfully raised $22 million or the equivalent of 313 billion Rupiah from investors – including through seed and pre-series A rounds. The additional capital will be focused on accelerating merchant acquisitions and building up the technical/product team at the Jakarta office. and Bangalore.

As of November 2020, BukuKas users has reached 3.5 million with 1.8 million active monthly users. However, BukuKas has quite some competitors in market share. The closest one is BukuWarung, with a business model similar to that of millions of users. In addition, there are several local startups that have also launched SME financial records applications, including Credibook, Moodah, Teman Bisnis, Akuntansiku, etc.

“To date, we see this funding round as a strong belief in a huge market opportunity, as well as team and execution capabilities. Even though we have grown rapidly this year, we are just getting started. This round is an important step for us to continue working towards our mission to empowering 60 million small traders and retailers in Indonesia so that they go digital,” BukuKas’ Co-Founder & CEO Krishnan Menon said.

In a previous interview with DailySocial, he said that his business is positioned as an SME digitization software company that will develop into a fintech player. “Sellers have realized that go-digital is very important to their business. Sellers save 2-4 hours a day, 20% in costs, and minimize manual calculation errors. We also allow merchants to recover debts 3x faster because the process is automated.”

Regarding its business model, he also explained, “We currently have an interesting initial experiment on monetization, but it’s still too early. It can be done in many ways, some of which are obvious like SaaS, financial solutions, and there are some interesting thoughts but we are yet to share.”

In its release, BukuKas also announced the acquisition of the Catatan Keuangan Harian app. This company act has actually been going on since last September 2020; expected of strengthening their leadership in related segments.

Statistik pengguna BukuKas dengan matriks DAU / LinkedIn, Krishnan Menon
BukuKas user statistic with DAU metrics / LinkedIn, Khrisnan Menon

“Although the application features can be replicated as they develop, maintaining extreme levels of simplicity in products while adding substantial value will be a challenge. Eventually, companies that are able to make this happen on a large scale will take the lead,” said Krishnan.

With its unique characteristics, the Indonesian market does need a special touch. BukuKas team believes in this, which is represented in feature adjustments. For example, to be able to reach users in small cities, they present an offline mode with automatic synchronization when the user is successfully connected to the internet network.

Furthermore, BukuKas’ Co-Founder & COO Lorenzo Peracchione said, in the near future there will be several new features including digital payment integration. “Merchants will be able to collect money from their customers using various payment options in an easy way. Payments will be automatically added to the BukuKas application, which further automates the bookkeeping process and reduces the inconvenient process for our users.”

BukuKas also recently released an innovative inventory management module in its application. This feature allows small sellers to track the movement of their stock without creating complex frameworks that characterize today’s inventory management solutions.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

BukuKas Dapat Pendanaan Seri A 142 Miliar Rupiah Dipimpin Sequoia Capital India

BukuKas, startup pengembang aplikasi pencatatan finansial untuk UMKM hari ini (12/1) mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri A senilai $10 juta atau setara 142 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Sequoia Capital India dengan partisipasi investor sebelumnya, yakni Saison Capital, January Capital, Founderbank Capital, Cambium Grove, Endeavor Catalyst, dan Amrish Rau.

Sejak didirikan pada tahun 2019, BukuKas telah berhasil mengumpulkan dana $22 juta atau setara 313 miliar Rupiah dari investor — termasuk melalui putaran seed dan pre-series A. Modal tambahan akan difokuskan untuk mempercepat akuisisi merchant, dan memperkuat tim teknis/produk di kantor Jakarta dan Bangalore.

Per November 2020, BukuKas telah memiliki 3,5 juta pengguna aplikasi dengan 1,8 juta pengguna bulanan aktif. Namun demikian, BukuKas tidak bermain sendiri di pangsa pasar ini. Kompetitor terdekatnya adalah BukuWarung, dengan model bisnis yang mirip dengan jutaan pengguna. Selain itu ada beberapa startup lokal yang juga luncurkan aplikasi catatan keuangan UMKM, di antaranya Credibook, Moodah, Teman Bisnis, Akuntansiku, dll.

“Kami melihat putaran pendanaan ini sebagai kepercayaan yang kuat pada peluang pasar yang besar, serta kemampuan tim dan eksekusi sejauh ini. Meskipun kami telah berkembang pesat tahun ini, kami baru saja memulai. Putaran ini merupakan langkah penting bagi kami untuk terus bekerja menuju misi untuk memberdayakan 60 juta pedagang kecil dan pengecer di Indonesia agar mereka beralih ke digital,” kata Co-Founder & CEO BukuKas Krishnan Menon.

Dalam wawancara sebelumnya dengan DailySocial, ia menyampaikan bahwa bisnisnya diposisikan sebagai perusahaan perangkat lunak digitalisasi UMKM yang akan berkembang menjadi pemain fintech. “Para pedagang telah menyadari bahwa go-digital sangat penting bagi bisnis mereka. Pedagang menghemat waktu 2-4 jam sehari, 20% biaya, dan meminimalisir kesalahan perhitungan manual. Kami juga memungkinkan pedagang untuk memulihkan kasbon 3x lebih cepat karena prosesnya otomatis.”

Kemudian terkait model bisnis ia juga menjelaskan, “Saat ini kami memiliki eksperimen awal yang menarik tentang monetisasi, tapi masih terlalu dini. Itu bisa dilakukan dengan banyak cara, beberapa yang sudah jelas seperti SaaS, solusi finansial, dan ada beberapa yang menarik lainnya tapi belum bisa kami bagian saat ini.”

Dalam rilisnya, BukuKas juga mengumumkan akuisisinya terhadap aplikasi Catatan Keuangan Harian. Aksi perusahaan ini sebenarnya sudah dilakukan sejak bulan September 2020 lalu; dengan harapan bisa memperkuat kepemimpinan mereka di segmen terkait.

Statistik pengguna BukuKas dengan matriks DAU / LinkedIn, Krishnan Menon
Statistik pengguna BukuKas dengan matriks DAU / LinkedIn, Krishnan Menon

“Meskipun fitur aplikasi dapat ditiru seiring perkembangan, mempertahankan tingkat kesederhanaan yang ekstrem dalam produk sambil menambahkan nilai substansial akan menjadi sebuah tantangan. Pada akhirnya perusahaan yang mampu mewujudkan hal ini dalam skala besar yang akan memimpin,” kata Krishnan.

Dengan karakteristik unik, pasar Indonesia memang perlu sentuhan khusus. Hal tersebut yang juga dipercayai tim BukuKas, direpresentasikan dalam penyesuaian fitur. Misalnya, untuk dapat menjangkau pengguna di kota-kota kecil, mereka menghadirkan fitur mode offline dengan sinkronisasi otomatis ketika pengguna berhasil terkoneksi ke jaringan internet.

Lebih lanjut Co-Founder & COO BukuKas Lorenzo Peracchione menyampaikan, dalam waktu dekat akan ada beberapa fitur baru termasuk integrasi pembayaran digital. “Pedagang akan dapat mengumpulkan uang dari pelanggan mereka menggunakan berbagai opsi pembayaran dengan cara yang mudah. Pembayaran akan secara otomatis ditambahkan di aplikasi BukuKas, yang selanjutnya mengotomatiskan proses pembukuan dan mengurangi proses yang kurang nyaman bagi pengguna kami.”

BukuKas juga baru saja mengeluarkan modul manajemen inventaris yang inovatif dalam aplikasinya. Fitur ini memungkinkan pedagang kecil melacak pergerakan stok mereka tanpa menimbulkan kerangka kerja rumit yang menjadi ciri solusi manajemen inventaris saat ini.

Application Information Will Show Up Here

Flick Luncurkan Layanan Keuangan Digital Terintegrasi untuk Pelaku Usaha F&B

Bertujuan untuk memudahkan proses transaksi antara penjual dan pembeli, Flick platform yang mengusung konsep pembayaran secara cashless memanfaatkan QR Code meresmikan produknya. Kepada DailySocial, Co-founder & CEO Flick Thalla Hirasazari mengungkapkan, saat diluncurkan tahun 2019 lalu ide awal platform ini berkonsep ATM berjalan, masyarakat dapat menarik uang secara tunai melalui pedagang kaki lima dan warung.

Setelah melewati berbagai tahap adaptasi dan pivot, bersama para pendiri lainnya yaitu Rizha Teuku, Indra Prasetyo, dan Abhishta Gatya kemudian secara resmi mulai memperkenalkan beberapa produk baru dari Flick kepada target pengguna dan merchant.

“Flick saat ini fokus memberikan solusi kepada para UKM melalui dua produk. Pertama, FlickSilvi+ yaitu penyediaan sistem contactless dining untuk restoran dan cafe, beradaptasi dengan perilaku konsumen saat pandemi. Kedua, FlickShop yakni platform online social commerce,” kata Thalla.

Dengan sistem table QR yang praktis, pelanggan yang datang ke restoran mitra hanya perlu memindai QR code dan memilih makanan melalui tampilan menu digital di smartphone tanpa memanggil pelayan atau beranjak dari kursi. Sistem yang terintegrasi juga memungkinkan pelanggan untuk membayar pesanan melalui fitur FlickPay.

Permudah mitra kelola transaksi

Diperuntukkan bagi mitra, baik FlickSilvi maupun FlickSilvi+ mengusung teknologi smart cashier mobile. FlickSilvi dirancang untuk UKM seperti warung kelontong atau warteg agar lebih terdigitalisasi dan cashless. Sedangkan FlickSilvi+ menyasar market restoran maupun kedai kopi dalam memproses pesanan dari pelanggan dine-in.

“Keunggulan yang ditawarkan FlickSilvi dan FlickSilvi+ bagi mitra adalah kemudahan mencatat transaksi penjualan, alert system stok bahan baku, dan data analisis penjualan untuk mencegah food waste bagi industri makanan. Selain itu, di FlickSilvi dan FlickSilvi+ ada data yang bisa diserap, seperti data penjualan harian, range usia, hingga area domisili pelanggan untuk dijadikan analisis data penjualan yang efektif dan terukur,” kata Thalla.

Menargetkan penjual online yang memanfaatkan media sosial seperti Instagram, Flick kemudian menyederhanakan proses penjualan di satu tempat melalui FlickMerchant yang terintegrasi dengan Instagram. Penjual cukup mendaftarkan toko dan upload foto dagangan di aplikasi FlickMerchant, salin link, dan tempel URL di link bio Instagram. Pembeli dapat merasakan pengalaman belanja online seperti di Instagram Shop, termasuk memilih jasa kurir, tracking, dan melakukan transaksi pembeliannya. Bagi sisi pembeli, semua kemudahan ini tersedia di satu aplikasi Flick.

“Kebanyakan penjual menyediakan link penjualan di profil Instagram. Ketika calon pembeli mengklik tautan tersebut, calon pembeli diarahkan ke channel platform lain, misal WhatsApp atau marketplace. Dengan FlickMerchant, memudahkan penjual memberikan informasi produk dagangannya langsung di Instagram,” kata CPO Flick Rizha Teuku.

Rencana dan fokus Flick tahun 2021

Saat ini Flick mengklaim telah memiliki sekitar 1500 mitra yang terdiri dari restoran dan cafe. Untuk produk FlickSilvi+ contactless dining, telah tersedia di restoran-restoran yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, dan kota kota besar lainnya. Untuk mendukung layanan, Flick juga telah menjalin kemitraan di antaranya dengan layanan logistik SiCepat, Mr. Speedy, AnterAja, dan tengah menjajaki kerja sama dengan Grab sebagai alternatif pilihan pengiriman.

Flick juga memiliki rencana untuk meluncurkan FlickTransfer dan FlickFund untuk melengkapi layanan one-stop-service digital di aplikasi Flick. Saat ini masih dalam proses pengembangan dan perizinan oleh OJK, nantinya kedua fitur ini diharapkan bisa mempermudah akses dan menjadikan UKM sebagai sarana transfer dana baik untuk lokal maupun internasional. Sedangkan, FlickFund bertujuan memberikan akses pinjaman ke UKM melalui fitur p2p lending.

“Tahun 2021 mendatang ada beberapa target yang ingin dicapai oleh perusahaan, di antaranya adalah fokus kepada iterasi produk dan jumlah transaksi. Setelah mengantongi pendanaan pre-seed dari angel investor Kiwi Aliwarga, perusahaan juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana seri A tahun depan,” kata Thalla.

Application Information Will Show Up Here

Entering Its First Year, Blibli Mitra Focuses on Strengthening the Omnichannel Ecosystem

Blibli has the ambition to increase the number of grocery store owners to go digital by utilizing the Blibli Mitra application. It is targeted that partners can increase by two times higher from the current position of 16 thousand stores spread across Indonesia.

Since the launching last year, the concept of Blibli Mitra is not much different from similar services made by competitors, such as Mitra Bukalapak, Mitra Tokopedia, or Mitra Shopee. Blibli Mitra opens access to digital products, such as balance, data packages, game vouchers, electricity tokens, BPJS, and train tickets that partners can sell to their customers.

In addition, there is a wholesale feature that partners can use to replenish the merchandise stock of Blibli’s partner brand principal, one of which is Unilever. With competitive prices, allowing partners to get more benefits.

Blibli’s VP O2O, David Michum explained, Blibli Mitra is part of Blibli’s omnichannel, so that it is integrated with the e-commerce ecosystem that has been established by the company, be it payment systems, procurement & logistics, to online platforms. This strength is what distinguishes Blibli Mitra from other similar players.

In delivering wholesale products purchased by partners, Blibli Mitra utilizes the company’s warehouse and logistics fleet, Fulfillment by Blibli (FBB) which is supported by 20 warehouses and 32 hubs in 15 cities. As a result, partners can enjoy free shipping facilities.

In fact, he is preparing the Blibli B2C application, which is usually used by end consumers, to connect the products sold in it, including MSME products, to the Blibli Mitra application so that it can be sold to its customers. “Because this [Blibli Mitra] is part of the omnichannel,” he explained in a virtual press conference, Thursday (19/11).

The Blibli Mitra application is designed to be very light, only taking up a 1.6MB capacity. So that wherever the partners are located, even though the internet network is bad, they can still make transactions.

Blibli’s interest is in this segment because according to data from the Ministry of Cooperatives and UKM, it is stated that MSMEs have contributed more than 60% of the National GDP. The government is also targeting the modernization of 15 thousand traditional go digital stalls. Moreover, the pandemic has further boosted grocery store businesses as customers limit visits to shopping centers and choose to shop for daily necessities at stores near their homes.

David continued, this trend was also reflected in the performance of Blibli Mitra, where orders from partners grew by four times compared to before the pandemic. The most purchased digital products are pulses and electricity tokens. While wholesale products are ground coffee, instant noodles, and ready-to-drink milk.

In the past year, Blibli Mitra has had 16 thousand partners joining. All of these partners, if accumulated, serve 1 million consumers spread across 333 cities in Indonesia. He targets that by the end of this year, Blibli Mitra partners can increase to double the current number.

In order for the target to be realized, Blibli has a field team that is tasked with acquiring new partners and routinely providing assistance so that partners’ digital capabilities increase. The application is also equipped with business management features, including cash flow management, financial monitoring, loyalty gamification and brand promos.

“In the future, we want to increase the financial inclusion of micro entrepreneurs by establishing partnerships with financial institutions, in addition to developing payment options, including COD,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Warung Pintar Introduces Application for Wholesalers, Entering the Supply Chain Business

The new retail startup Warung Pintar recently launched its latest innovation. Named “Grosir Pintar”, the application seeks to provide wholesale entrepreneurs access to inventory management and reach a wider market.

Simply put, wholesale owners can immediately offer their merchandise to shop owners which registered with the Warung Pintar application. This new feature is also equipped with logistics services to support the delivery of goods.

“Warung Pintar directly cooperates with wholesale entrepreneurs who stand alone in each region. We do this to maintain the quality of goods and services to keep them optimal and encourage empowerment in the entire shop ecosystem,” Warung Pintar’s Co-Founder & COO Harya Putra said.

He further explained that shop owners have access to a wider variety of goods, including local specialty products, at competitive prices; and can receive orders within hours through the same-day delivery service.

“Delivery of goods, both for wholesalers and shop owners, is performed by the logistics system owned by Warung Pintar. Embracing local residents to join as couriers, is one of our efforts to revive the economy in the region as a whole by providing equal benefits,” Harya added.

The business model applied by Grosir Pintar is commission based. Although he did not explain the details, Harya explained that the calculations were in accordance with the agreement with the wholesalers and adjusted to the established standards.

“Starting from direct findings from wholesalers in the field, in the midst of this pandemic, there are physical limitations that lead to difficulties in reaching shop customers, the fulfillment of goods, and increased logistics costs. That’s why we embraced more than 60 of the best wholesalers in 14 cities,” Harya said.

Starting in Surabaya, until now, Grosir Pintar can be accessed in Jakarta, Bandung, Depok, Kediri, Mojokerto, Jember, and several other cities in Java.

Warung supply chain

Digital players are increasingly working on the supply chain business for warungs. With a unique approach, currently, there are several startups playing in this area. First, with the capital financing approach (invoice financing), startups like AwanTunai make it easier for shop owners to fill their merchandise shelves through productive credit. Connecting micro and small entrepreneurs with distribution partners who provide a variety of needs – including wholesalers.

Through the GoToko application, Decacorn Gojek also tries to offer the same service for stall or grocery store owners to fulfill sales goods and products. They also take advantage of various services in their ecosystem, such as logistics with GoSend, payments via GoPay, and business management through GoBiz.

It’s not the last, Chilibeli, previously known as social commerce, is targeting the C2C segment, in the middle of last year, introduced Chilimart. With a B2B concept, they target micro-entrepreneurs as their target market. In addition, previously there was also the Ula application, which was designed as a marketplace for the fulfillment of merchandise in a warung. Ula is also integrated with AwanTunai’s financing services.

Based on BPS data, 63 million micro-entrepreneurs are mostly engaged in retail or trade. The potential for a large economic unit gives digital players a special spirit to work on this market.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Masuk ke Bisnis “Supply Chain”, Warung Pintar Luncurkan Aplikasi untuk Pengusaha Grosir

Startup new retail Warung Pintar belum lama ini meresmikan inovasi terbarunya. Bernama “Grosir Pintar”, aplikasi tersebut berusaha memberikan akses bagi pengusaha grosir untuk melakukan manajemen inventaris dan menjangkau pasar yang lebih luas.

Sederhananya, pemilik grosir bisa langsung menawarkan barang dagangannya ke pemilik warung yang tergabung di aplikasi Warung Pintar. Fitur baru tersebut turut dilengkapi dengan layanan logistik untuk menunjang pengiriman barang.

“Warung Pintar menggandeng langsung pengusaha-pengusaha grosir yang berdiri sendiri di setiap wilayah. Hal ini kami lakukan untuk menjaga kualitas barang hingga pelayanan agar tetap optimal serta mendorong pemberdayaan di seluruh ekosistem warung,” ujar Co-Founder & COO Warung Pintar Harya Putra.

Lebih lanjut ia menjelaskan, bagi pemilik warung mereka memperoleh akses untuk memenuhi barang yang lebih variatif, termasuk produk andalan lokal, dengan harga yang kompetitif; serta dapat menerima pesanan dalam hitungan jam melalui layanan same-day delivery.

“Pengiriman barang, baik bagi pengusaha grosir maupun pemilik warung, dilakukan oleh sistem logistik yang dimiliki oleh Warung Pintar. Merangkul warga setempat untuk bergabung sebagai kurir, hal ini merupakan salah satu upaya kami untuk menghidupkan perekonomian di wilayah secara menyeluruh dengan memberikan keuntungan yang sama rata,” imbuh Harya.

Model bisnis yang diterapkan Grosir Pintar adalah bagi hasil (commision based). Kendati tidak menerangkan detail, Harya menjelaskan kalkulasinya sesuai kesepakatan dengan pengusaha grosir dan disesuaikan dengan standarisasi yang telah ditetapkan.

“Berangkat dari temuan langsung dari pengusaha grosir di lapangan, di tengah pandemi ini, terdapat batasan-batasan fisik yang berujung pada kesulitan dalam menjangkau pelanggan warung, pemenuhan barang, serta melonjaknya biaya logistik. Karena itulah, kami merangkul lebih dari 60 grosir terbaik di 14 kota,” kata Harya.

Diawali di Surabaya, hingga saat ini, Grosir Pintar dapat diakses di Jakarta, Bandung, Depok, Kediri, Mojokerto, Jember, dan beberapa kota lainnya di Pulau Jawa.

Supply-chain warung

Bisnis penyedia rantai pasokan (supply chain) untuk warung makin ramai digarap oleh pemain digital. Dengan pendekatan unik, saat ini ada beberapa startup yang main di ranah tersebut. Pertama dengan pendekatan pembiayaan modal (invoice financing), startup seperti AwanTunai memudahkan pemilik warung untuk memenuhi rak dagangannya melalui kredit produktif. Menghubungkan pengusaha mikro-kecil dengan rekanan distribusi yang menyediakan berbagai kebutuhan – termasuk para pengusaha grosir.

Melalui aplikasi GoToko, decacorn Gojek juga mencoba tawarkan layanan yang sama untuk pemilik warung atau toko kelontong untuk memenuhi barang dan produk penjualan. Mereka turut memanfaatkan berbagai layanan di ekosistemnya, seperti logistik dengan GoSend, pembayaran via GoPay, dan pengelolan bisnis lewat GoBiz.

Tak berhenti di situ, Chilibeli yang sebelumnya dikenal sebagai social commerce menyasar segmen C2C, pertengahan tahun lalu kenalkan Chilimart. Berkonsep B2B, mereka menyasar pengusaha mikro sebagai target pasar mereka. Selain itu sebelumnya juga ada aplikasi Ula yang memang didesain sebagai marketplace untuk pemenuhan barang dagangan di warung. Ula juga terintegrasi dengan layanan pembiayaan milik AwanTunai.

Berdasarkan data BPS, 63 juta pengusaha mikro mayoritas bergerak di bidang ritel atau perdagangan. Potensi unit ekonomi yang besar memberikan semangat tersendiri bagi pemain digital untuk menggarap pasar tersebut.

Application Information Will Show Up Here

Masuki Tahun Pertama, Blibli Mitra Fokus Perkuat Ekosistem Omnichannel

Blibli berambisi perbanyak pemilik toko kelontong go digital dengan memanfaatkan aplikasi Blibli Mitra. Ditargetkan mitra dapat bertambah hingga dua kali lipat dari posisi saat ini 16 ribu toko yang tersebar di seluruh Indonesia.

Sejak dirilis pada tepat pada tahun lalu, sebenarnya konsep Blibli Mitra tidak jauh berbeda dengan layanan sejenis besutan kompetitor, seperti Mitra Bukalapak, Mitra Tokopedia, atau Mitra Shopee. Blibli Mitra membuka akses produk digital, seperti pulsa, paket data, voucher game, token listrik, BPJS, dan tiket kereta yang dapat dijual mitra kepada pelanggannya.

Di samping itu, ada fitur grosir yang dapat digunakan mitra untuk mengisi kembali stok dagangan dari brand principal rekanan Blibli, salah satunya Unilever. Dengan harga yang bersaing, memungkinkan mitra dapat mendapatkan keuntungan lebih.

VP O2O Blibli David Michum menjelaskan, Blibli Mitra adalah bagian dari omnichannel Blibli, sehingga ia sudah terintegrasi dengan ekosistem e-commerce yang sudah dibentuk perusahaan, baik itu sistem pembayaran, pengadaan & logistik, hingga platform online. Kekuatan inilah yang membedakan Blibli Mitra dengan pemain sejenisnya.

Dalam pengiriman produk grosir yang dibeli mitra, Blibli Mitra memanfaatkan gudang dan armada logistik yang dimiliki perusahaan, yakni Fulfillment by Blibli (FBB) yang didukung oleh 20 gudang dan 32 hub di 15 kota. Alhasil, mitra yang berbelanja dapat menikmati fasilitas gratis ongkos kirim.

Bahkan, ia sedang mempersiapkan aplikasi B2C Blibli yang biasa dipakai konsumen akhir dapat terhubung dengan produk-produk yang dijual di dalamnya, termasuk produk UMKM, ke aplikasi Blibli Mitra agar dapat dijual kepada pelanggannya. “Karena ini [Blibli Mitra] adalah bagian dari omnichannel,” terangnya dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (19/11).

Aplikasi Blibli Mitra didesain sangat ringan, hanya memakan kapasitas 1,6MB. Sehingga di manapun lokasi mitra meski jaringan internet buruk sekalipun, mereka tetap dapat bertransaksi.

Ketertarikan Blibli masuk ke segmen ini karena menurut data Kemenkop dan UKM menyatakan bahwa UMKM telah menyumbang lebih dari 60% PDB Nasional. Pemerintah pun menargetkan modernisasi pada 15 ribu warung tradisional go digital. Terlebih itu, pandemi semakin mendorong bisnis toko kelontong karena pelanggan membatasi kunjungan ke pusat perbelanjaan dan memilih untuk belanja kebutuhan sehari-hari di toko dekat rumah mereka.

David melanjutkan, tren tersebut juga tercermin dari kinerja Blibli Mitra, pertumbuhan pemesanan dari mitra naik hingga empat kali lipat jika dibandingkan sebelum pandemi. Produk digital yang paling banyak dibeli adalah pulsa dan token listrik. Sedangkan produk grosir adalah kopi bubuk, mie instan, dan susu siap minum.

Dalam satu tahun belakangan, Blibli Mitra telah memiliki 16 ribu mitra yang bergabung. Seluruh mitra ini bila diakumulasi melayani 1 juta konsumen yang tersebar di 333 kota di Indonesia. Ia menargetkan sampai akhir tahun ini mitra Blibli Mitra dapat naik hingga dua kali lipat dari jumlah saat ini.

Agar target terealisasi, Blibli memiliki tim lapangan yang bertugas untuk akuisisi mitra baru dan secara rutin melakukan pendampingan agar kemampuan digital mitra meningkat. Aplikasinya juga dilengkapi dengan fitur pengaturan bisnis, antara lain cash flow management, pemantau keuangan, loyalty gamification dan promo dari brand.

“Ke depannya, kami ingin meningkatkan inklusi finansial pengusaha mikro dengan menjalin kemitraan bersama lembaga keuangan, selain mengembangkan opsi pembayaran, termasuk COD,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Super Berambisi Jadi “Social Commerce” untuk Pengguna di Pedesaan

Konsep social commerce yang menggabungkan aktivitas sosial dan niaga dalam suatu platform terbukti memiliki traksi yang kuat karena sangat berkorelasi dengan budaya di Indonesia, terlebih di masa pandemi seperti ini. Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh berbagai pemain teknologi, Gojek sekalipun.

Pemain lainnya juga turut terjun, salah satunya adalah Super. Aplikasi ini berdiri di bawah holding Nusantara Technology, yang memiliki unit bisnis digital lainnya yakni media online Yukepo dan Keepo.

Kepada DailySocial, CEO Super Steven Wongsoredjo menerangkan, pasca mengikuti program Y Combinator Winter 2018 atau delapan bulan setelah perusahaan mengoperasikan kedua media online, Nusantara Technology menjadikan Super sebagai bisnis utamanya.

Dia bilang, pihaknya tertarik masuk ke bisnis teknologi konsumer karena ingin mendapatkan model bisnis dengan skalabilitas yang lebih baik. Social commerce ditaksir punya kue bisnis $200 miliar (total addressable market/TAM), jauh lebih besar daripada bisnis media online.

“Merintis Super adalah salah satu keputusan terbaik kami, sejak saat itu bisnis kami tumbuh sangat pesat. Kami sudah melakukan raise funding pada Desember 2019 untuk pendanaan seri A senilai jutaan dolar dari sejumlah investor Amerika Serikat. Semua waktu dan investasi para co-founder didedikasikan hanya untuk Super,” terangnya.

Baik Yukepo dan Keepo disebutkan telah tumbuh signifikan dan cetak untung sejak hari pertamanya. Salah satu parameternya adalah kanal YouTube diklaim terbesar daripada startup media milenial lainnya di Indonesia. Pencapaian tersebut, membuat bisnis media online di Nusantara Technology pada akhir tahun lalu memperoleh laba yang signifikan dan arus kas positif, sehingga tidak membebani konsentrasi para founder.

“Selain itu, kami memutuskan untuk merekrut pemimpin yang kuat. Oleh karena itu, [unit] bisnis memiliki otonomi yang layak untuk dijalankan dengan sendirinya.”

Dia membandingkan Super kurang lebih seperti Gojek yang juga terintegrasi dengan media online Kumparan. Super dengan komponen utama social commerce, akan segera punya fitur Super Kabar di dalam aplikasinya. “Ini akan segera berada dalam satu ekosistem. Semua investor kami mendukung ini karena bisnis kami, secara umum, tumbuh dengan cepat dan berkelanjutan.”

Sumber: Super
Sumber: Super

Fokus di pedesaan

Steven menuturkan, Super mendeklarasikan dirinya sebagai pemain social commerce terdepan untuk pedesaan di Indonesia. Super memiliki konsep hybrid seperti pemain asal Tiongkok yakni Pinduoduo dan Shihuituan. Oleh karenanya, Super berbeda dengan pemain kebanyakan.

Super membangun rantai pasokan social commerce untuk pedesaan yang memiliki ekonomi unit positif. Misalnya, bagian dari pengembangan rantai pasokan adalah membangun hub-hub kecil di desa-desa yang dekat dengan rumah Agen. Nantinya Agen Super akan mengambil produk dari hub untuk diteruskan ke komunitasnya.

Prosesnya, Agen Super mengumpulkan pesanan di sekitar lingkungan mereka; bisa melalui WhatsApp dengan membagikan tautan Super dari aplikasi Super (termasuk produk yang ingin mereka jual) atau bertemu langsung dengan calon pelanggan.

Jika pesanan minimal $70, Super akan mengirimkan pesanan ke rumah Agen Super, tetapi jika pesanannya $20- $70, Agen harus mengambil pesanan dari Super Center terdekat di desa. Pembayaran dapat dilakukan melalui transfer bank atau COD. Setelah itu, Agen Super akan mengatur pengiriman mil terakhir ke pelanggan mereka.

Kemudian, Super juga menetapkan konsep group buying dengan minimal pesanan untuk memastikan mereka memiliki nilai pemesanan rata-rata. Dengan cara ini, Super dapat cetak untung dalam setiap transaksi yang terjadi.

Dalam proses distribusinya, Super memiliki gudang sendiri dan bekerja sama dengan penyedia logistik untuk pengirimannya. Super membangun sistem manajemen gudang untuk membantu perusahaan memutuskan rute terbaik dalam membangun efisiensi terbaik.

Sumber: Super
Sumber: Super

Yang cukup menarik adalah saat proses pengiriman ke pembeli, Steven menuturkan jika mereka bersedia membayar lebih, mereka akan mendapatkan produk lebih cepat dari platform mana pun. Namun, Super mencoba mengoptimalkan rantai pasokan, sehingga biayanya murah.

Strategi ini dianggap tepat karena mengingat wilayah operasional Super di kota tingkat dua dan tiga, pembeli lebih mementingkan harga daripada waktu pengiriman. Jika pengguna memesan sebelum jam 3 sore, mereka akan mendapatkan produknya besok, tetapi jika memesan setelah jam 3 sore, barang akan dikirimkan lusa.

“Dengan kebijakan logistik pendekatan tunggal, kami dapat memprediksi dengan lebih baik dan memiliki ekonomi unit yang lebih baik dalam mengirimkan barang ke agen kami agar menguntungkan.”

Ambisi besar Super

CEO Super Steven Wongsoredjo / Super
CEO Super Steven Wongsoredjo / Super

Dengan model bisnis ini, Super sudah memiliki cara monetisasi yang jelas. Untuk jangka pendek, perusahaan mengambil margin dengan harga terbaik dari para manufaktur rekanan dan mengambil untung saat menjual produk tersebut ke Agen. Lalu, mengambil margin keuntungan dari produk FMCG label pribadi yang dijual ke Agen.

“Untuk jangka panjang, kami ingin menjadi platform untuk bisnis apa pun di Indonesia yang ingin memasuki daerah pedesaan. Kami akan menerima komisi per transaksi dengan bekerja sama dengan produsen di luar FMCG atau perusahaan yang membutuhkan jaringan agen kami untuk mendistribusikan produk mereka.”

Saat ini Super telah memiliki lebih dari 650 SKU bekerja sama dengan lebih dari 50 merek nasional. Cakupan areanya baru di lebih dari 20 kota lapis dua dan tiga di Pulau Jawa. Steven mengatakan medan perang di kota non-Jakarta itu unik dan kompleks, makanya menjadi penghalang bagi semua orang karena memecahkan masalah ini tidak semudah yang terlihat.

Menurutnya, social commerce adalah tahap awal dari ambisi besar Super yang ingin membangun solusi rantai pasokan menyeluruh. Ia ingin menjadi Indofood, namun sarat dengan sentuhan teknologi dan strategi bisnis yang relevan untuk pedesaan Indonesia.

Bila Indofood dari hulu ke hilir ada Indogrosir (hub) dan Indomaret (ritel). Maka, rencananya Super dapat memiliki white label (Supercare dan Supereats), hubs (Superwarehouse dan Supercenter), dan ritel (Superagent).

“Dengan memiliki seluruh infrastruktur ini, kami akan menjadi perusahaan yang kuat yang dapat bertahan lebih dari seratus tahun.”

Application Information Will Show Up Here

Selepas Demo Day Y Combinator, BukuWarung Dapat Pendanaan Baru untuk Matangkan Strategi Monetisasi

Pengembang aplikasi pengelola arus kas pengusaha mikro BukuWarung, mengumumkan perolehan pendanaan lanjutan dengan nilai yang tidak dikemukakan. Pendanaan ini didapat setelah mereka melakukan demo day dalam rangkaian agenda program akselerator Y Combinator.

Sejumlah pemodal ventura yang turut andil meliputi Partners of DST Global, GMO Venture Partners, Soma Capital, HOF Capital, dan VentureSouq.

Belasan angel investor juga menyertai putaran ini, termasuk William Hockey (Plaid), Justin Mateen (Tinder), Rahul Vohra (Superhuman), Scott Belsky (CPO Adobe), Josh Buckley, Manik Gupta (ex-CPO Uber), Sriram Krishnan (Spotify), Harry Stebbings (20VC), Nancy Xiao (Bond Capital), Alison Barr Allen (Fast), serta angel investor lain dari WhatsApp, Square, dan Airbnb.

Sebelumnya di bulan Juli 2020 lalu, BukuWarung tengah menyelesaikan pendanaan pra-seri A yang dipimpin oleh Quona Capital. Targetnya membukukan dana menyentuh 8-digit dolar. Kami sempat mengonfirmasi kepada salah satu investor yang terlibat di putaran pra-seri A tersebut, mereka mengatakan bahwa pendanaan baru tidak terkait dengan putaran ini.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk pengembangan teknologi dan membangun beberapa layanan keuangan. Misi terdekat, mereka akan mengintegrasikan aplikasi dengan produk pembayaran, kredit, dan tabungan. Kerja sama dengan penyedia dompet digital seperti Ovo dan Dana juga digalakkan untuk menunjang efisiensi pembayaran.

“Kami meluncurkan produk rintisan simpan-pinjam dan hasil awalnya sangat menjanjikan, dan sedang dalam proses menuju monetisasi. Peluncuran pembayaran digital merupakan langkah awal yang sangat penting untuk mewujudkan misi kami membangun infrastruktur digital bagi usaha mikro di Indonesia, khususnya ketika 600 triliun Rupiah yang ada di ekosistem masih berbentuk kas. Kami juga terus memperdalam solusi-solusi pembayaran yang kami tawarkan untuk menyediakan solusi yang menyeluruh kepada seluruh merchant, untuk kebutuhan pengelolaan kas dan kredit mereka di seluruh value chain,” kata Co-Founder BukuWarung Abhinay Peddisetty.

Beberapa tampilan fitur di aplikasi BukuWarung
Beberapa tampilan fitur di aplikasi BukuWarung

Menargetkan peritelseperti pemilik warung atau kios kecil, aplikasi BukuWarung memudahkan pengusaha melakukan pencatatan uang masuk dan keluar (laporan rugi-laba). Salah satu fitur unggulannya juga melakukan pencatatan dan pengingat utang untuk pelanggan/mitra.  Agustus lalu, mereka juga baru merilis fitur pembayaran, memungkinkan pedagang merilis invoice kepada distributor atau pelanggan. Terkait pembayaran Xendit digandeng menjadi rekanan strategis.

Ide pengembangan aplikasi tersebut berawal dari temuan founder ketika mengamati proses operasional UKM di Indonesia. Tantangan utama yang dihadapi para pelaku usaha mikro adalah ketergantungan mereka pada proses-proses manual akuntansi dan pembayaran kembali. BukuWarung memperkirakan, pelaku usaha mikro yang telah menggunakan perangkat digital dalam mengelola bisnisnya berkisar kurang dari 10 persen.

Hingga saat ini BukuWarung mengklaim telah memiliki 1,2 juta merchant yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Tercatat juga miliaran dolar transaksi kotor melalui aplikasi, membawa pertumbuhan perusahaan hingga 100 kali sejak didirikan tahun lalu.

“Pertumbuhan pesat kami didorong oleh strategi produk dan efisiensi modal. Kami membuat produk yang sangat sederhana, cepat, dan mudah dipahami seperti WhatsApp, yang digunakan oleh hampir seluruh pelaku UMKM di Indonesia. Ini membuat BukuWarung diminati dan digunakan oleh banyak merchant yang baru menjalankan bisnis online pertama kalinya,” ujar Co-Founder BukuWarung Chinmay Chauhan.

Di Indonesia, sudah ada beberapa aplikasi serupa. Satu yang cukup menonjol bersaing adalah BukuKas. Mereka kini juga tengah tergabung ke program akselerator Surge milik Sequoia India. Layanannya nyaris mirip, bantu pengusaha mikro catat keuangan mereka lewat aplikasi.

Selain itu, sebenarnya juga ada beberapa layanan yang fokus menyasar warung, misalnya Payfazz Wahyoo, Ula, WarungPintar, juga berbagai program kemitraan yang digalakkan raksasa e-commerce.

Application Information Will Show Up Here