ShopeePay Kini Menjadi Pilihan Metode Pembayaran di Google Play

Penyedia layanan pembayaran digital dibawah Sea Group, ShopeePay, mengumumkan integrasi dengan Google Play Store untuk mendukung tren pertumbuhan penggunaan layanan digital di Indonesia. ShopeePay kini bisa digunakan untuk transaksi berbagai kebutuhan gaya hidup digital seperti pembelian aplikasi, top up game, hingga berlangganan layanan Video on Demand (VOD).

Head of Strategic Merchant Acquisition ShopeePay Eka Nilam Dari mengungkapkan, “Kerja sama ini merupakan pencapaian inovasi terbaru dari ShopeePay dalam menyediakan solusi pembayaran digital yang terintegrasi, khususnya di platform kelas dunia seperti Google Play Store. [..] Dengan penawaran yang memuaskan dan akses yang tak terbatas akan transaksi pembayaran digital di dalam Google Play Store, kami harap kolaborasi ini dapat semakin mendorong antusiasme masyarakat terhadap transaksi digital.”

Pengguna hanya perlu menambahkan ShopeePay di menu metode pembayaran lalu memasukan pin ShopeePay atau konfirmasi melalui sidik jari/Face ID. Setelah berhasil diaktivasi, pengguna bisa mulai melakukan pembelian aplikasi di dalam Google Play.

Sebelumnya, GoPay sudah lebih dulu masuk sebagai metode pembayaran di Google Play sejak tahun 2019. Dengan strategi yang tidak jauh berbeda, kedua platform ini menawarkan nilai tambah berupa cashback yang bisa digunakan user untuk pembelian in-app dan aplikasi premium.

Selain menggunakan saldo Google Play, transaksi juga bisa melalui kartu Kredit/Debit serta tagihan ponsel. Namun, dilansir dalam rilisan pers Telkomsel, XL Axiata, dan Indosat, untuk setiap pembelian aplikasi Google Play akan dikenakan tambahan pajak 10% dan biaya jasa sekitar 2%. Artinya, pengguna harus menyediakan saldo pulsa yang mencukupi sebelum bertransaksi di Google Play.

Peta pembayaran digital di Indonesia

Riset “Digital 2021” yang dikeluarkan We Are Social dan HootSuite mengungkapkan peningkatan jumlah masyarakat yang mengonsumsi layanan digital di Indonesia. Sebanyak 86,2% pengguna internet mengaku menggunakan aplikasi hiburan dan video, meningkat dari 83% di tahun sebelumnya. 60,4% mengaku menggunakan aplikasi mobile game, meningkat dari 59% di tahun sebelumnya.

Peningkatan tren ini mendorong integrasi ShopeePay dan Google Play Store untuk menyediakan akses pembayaran yang lebih aman dan menyeluruh, khususnya bagi pengguna Android yang mendominasi lebih dari 90% pasar smartphone di Indonesia.

Kehadiran teknologi dan digitalisasi di Indonesia mampu mengubah kebiasaan masyarakat dalam menggunakan alat pembayaran. Diakselerasi pandemi Covid-19, penggunaan uang tunai kini kian beralih menjadi pembayaran via digital.

Hasil survei konsumen secara online yang dilakukan oleh Snapcart selama kuartal pertama tahun 2021 menunjukkan ShopeePay sebagai platform pembayaran digital yang paling banyak digunakan (76%), disusul GoPay (57%), Ovo (54%), Dana (49%), dan LinkAja (21%).

Application Information Will Show Up Here

Lancarkan Ekspansi ke Thailand, Qoala Akuisisi Startup Setempat “Fairdee”

Startup insurtech Qoala mengumumkan ekspansi bisnisnya ke Thailand sekaligus melancarkan akuisisi strategis pada startup setempat Fairdee. Kolaborasi ini bertujuan untuk mempercepat skalabilitas dan inovasi teknologi di semua bisnis Qoala. Pembelajaran dari Indonesia dan Thailand akan memperkuat kompetensi dan penawaran digital perusahaan.

Fairdee sendiri telah membantu mendigitalkan broker independen melalui platformnya di Thailand sejak 2019. Dengan akuisisi FairDee, Qoala kini memasuki Thailand, pasar asuransi konsumen terbesar di Asia Tenggara.

Dalam 18 bulan terakhir, FairDee mengklaim telah meningkatkan Premi Bruto tahunannya sebanyak 7x lipat di tengah pandemi dengan komando para pendirinya Yujun Chean, Prateek Jogani, dan Thanasak Hoontrakul. Seluruh tim FairDee akan bergabung dengan Qoala untuk melanjutkan langkahnya di pasar Thailand.

Dengan memanfaatkan teknologi, visi Qoala menyediakan produk asuransi yang terjangkau dan relevan untuk kebutuhan dinamis konsumen di Asia Tenggara. Sejalan dengan Qoala, Fairdee juga disebut memiliki visi yang sama tentang bagaimana asuransi dapat ditata ulang lewat digitalisasi.

“Dengan akuisisi ini, kami mengambil lompatan besar dalam ambisi regional untuk menjadi insurtech nomor satu di Asia Tenggara. Mengingat visi dan keahlian bersama yang dapat dikembangkan oleh tim FairDee sejak awal, kami yakin untuk terus melayani jutaan orang yang kurang diasuransikan di wilayah ini,” ujar Founder & CEO Qoala Harshet Lunani.

Didirikan sejak tahun 2018, Qoala telah bermitra dengan perusahaan asuransi seperti Allianz, Zurich, Chubb, Great Eastern, Tokio Marine. Selain itu juga telah menjadi kerja sama strategis dengan perusahaan digital seperti seperti OYO, Grab, Traveloka, OVO, Dana, Momo menciptakan produk dan pengalaman layanan terbaik selama kurang lebih 3 tahun.

Berbekal pendanaan dari Sequoia Capital, Centauri Fund, Flourish Ventures, Mirae Asset Management, Central Capital Ventura, MassMutual Ventures, dan SeedPlus; Qoala berambisi menjadi perusahaan rintisan insurtech skala regional terbesar di Asia Tenggara pada 2021.

Sebelumnya, Qoala telah lebih dulu memperluas jejak regionalnya ke Malaysia dan Vietnam pada tahun lalu. Sepanjang tahun 2020, Qoala mengklaim telah berkembang 6x lipat di Indonesia, Malaysia, dan Vietnam. Harshet menegaskan, akses asuransi sangat penting, terutama saat terjadi pandemi, untuk melindungi masyarakat yang terkena pandemi Covid-19.

Meski menjadi satu dari kawasan dengan pertumbuhan tercepat secara global selama dekade terakhir, penetrasi asuransi di Asia Tenggara hanya 3,77%, yang hanya separuh dari tingkat penetrasi asuransi global.

Menurut laporan Ernst and Young, tren pasar InsurTech di Asia Tenggara akan terus berubah dengan cepat selama tiga hingga lima tahun ke depan terkait dengan adopsi perubahan teknologi oleh bisnis. Peran dan model bisnis konvensional seperti pencatatan dan verifikasi manual diharapkan segera luntur. Dengan lebih dari 40% penduduk kelas menengah yang belum melek asuransi di Asia Tenggara. Peluang penetrasi bisnis asuransi melalui media teknologi menjadi sangat besar

Selain Qoala, startup sejenis PasarPolis saat ini juga telah beroperasi di Vietnam dan Thailand. Dengan kondisi pasar yang kurang lebih sama di Indonesia, PasarPolis menarik strategi penetrasi pasar dengan menggandeng platform digital utama di sana dan menawarkan produk asuransi yang terjangkau.

Gambar Header: Depositphotos.com

Application Information Will Show Up Here

Gojek Logistik Perkuat Dukungan ke UMKM dengan Solusi “Hyperlocal On-Demand”

Pandemi telah mengakibatkan banyak konsumen membatasi mobilitas mereka untuk membeli barang demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, mereka semakin beralih ke solusi on-demand yang bisa membantu memenuhi kebutuhan tersebut secara instan. Melihat momentum tersebut, industri logistik terus berupaya menciptakan model bisnis hyperlocal on-demand yang tangkas sehingga kebutuhan konsumen dapat terpenuhi.

Salah satu pemain yang terus mencoba mengeksplorasi pasar ini adalah lini logistik dari Gojek. Dari data yang disampaikan, unit logistik Gojek mencatat angka pertumbuhan sebesar 25% selama periode 2020. Hal ini salah satunya juga ditopang oleh pertumbuhan UMKM yang pesat dan segmen ritel untuk logistik e-commerce.

Fokus pada hyperlocal on-demand

Gojek memulai inisiatif logistik pada tahun 2015 dengan meluncurkan GoSend Instan dan GoBox untuk pengiriman barang besar. Lalu mulai merambah segmen B2B dengan meluncurkan GoKilat sebagai sistem API terintegrasi untuk rekanan e-commerce. Saat ini, perusahaan semakin menguatkan komitmen dalam mendukung UMKM dalam layanan logistik GoSend Intercity bekerja sama dengan Paxel dan GoSend Portal untuk memudahkan pengguna mengirim barang dalam jumlah besar.

Head of Business Logistics Gojek Steven Halim mengungkapkan, “Fokus kami adalah menyediakan solusi komprehensif untuk kebutuhan pengiriman hyperlocal on-demand, dengan mengedepankan pengiriman first dan last-mile melalui GoSend [..] Langkah ini sejalan dengan semangat kolaborasi GoSend sebagai agregator dan penyambung mata rantai logistik dengan para pemain logistik lainnya untuk bersama-sama membangun industri logistik di tanah air.”

Perkuat kolaborasi

Logistik termasuk salah satu industri yang akan selalu memberikan kontribusi positif bagi Indonesia. Berdasarkan keterangan Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), selama pandemi, sektor logistik memang mengalami tantangan dengan pembatasan sosial skala besar. Namun mengutip data BPS, pertumbuhan logistik tahun 2020 terkoreksi 16%, dengan sektor logistik e-commerce yang mengalami pertumbuhan sangat pesat dengan mencetak pertumbuhan mencapai 18,1%.

Pihaknya menyampaikan, kunci pertumbuhan sektor logistik ke depannya adalah memperkuat digitalisasi. Saat ini tantangan untuk digitalisasi industri logistik di Indonesia adalah proses yang masih mengandalkan pencatatan manual, data yang tidak terstandardisasi, dan tidak terhubung. Karenanya, kolaborasi menjadi sangat penting dan para pemain logistik perlu saling bahu-membahu dalam mereformasi struktur dan melakukan integrasi. Langkah tersebut dapat membantu meningkatkan kinerja logistik Indonesia, melalui efisiensi dan otomatisasi.

“Harapan kami, digitalisasi logistik tentu dapat menurunkan ongkos yang selama ini cukup tinggi, sehingga dengan harga yang lebih terjangkau dapat semakin memperluas jangkauan,” ungkap Steve kepada DailySocial.

Sebelumnya, Gojek juga telah mengumumkan kolaborasi dengan Garuda Indonesia untuk platform logistik antarkota dan mendirikan joint venture dengan JD.ID bersama layanan logistik J-Express (JX).

Target ke depan

Dengan banyak orang beralih menjadi pelaku UMKM via online serta pesatnya perkembangan sektor e-commerce, maka hal itu juga meningkatkan kontribusi logistik segmen B2C dan C2C. Semakin berkembang industri e-commerce di suatu negara, akan berdampak juga bagi pertumbuhan bisnis logistik di negara tersebut.

Untuk mendukung laju pertumbuhan e-commerce tanah air, pihaknya turut menyampaikan misi mereka untuk memperkuat kerja sama dan kolaborasi dengan penyedia platform demi mengoptimalkan layanan logistiknya. Hingga saat ini, perusahaan telah menjalin kerjasama dengan Tokopedia, Shopee, Bukalapak, dan JD.ID.

Perusahaan juga menyiapkan ragam inovasi baru untuk mendukung layanan pengiriman yang komprehensif, seperti menambah armada logistik (4w) serta memperluas area jangkauan GoBox dan GoSend Sameday di tahun ini.

Di samping itu, GoSend terus memastikan dan meningkatkan kualitas pengiriman yang lebih nyaman dan aman, para pengguna bisa menikmati layanan 24/7, door-to-door, terlindungi oleh asuransi untuk risiko barang rusak/hilang, dan dilengkapi fitur live tracking untuk mengetahui posisi mitra pengemudi yang membawa paket.

“Secara umum, tentunya inovasi-inovasi yang kami luncurkan selalu terarah pada kebutuhan logistik masyarakat. Kemudahan, kecepatan, dan keamanan yang sering kali menjadi tantangan logistik terus kami kembangkan di seluruh layanan kami,” tutup Steven.

Gambar Header: Depostitphotos.com

Application Information Will Show Up Here

Adaptasi dan Peluang Pertumbuhan Bisnis Logistik di Tengah Pandemi

Bisnis logistik sempat mengalami masa surutnya di awal pandemi Covid-19 melanda tanah air. Ketidakpastian pada sektor transportasi dan pembatasan aktivitas sosial sempat menjadi penghalang untuk industri ini bisa bertumbuh pesat. Namun seiring waktu, para pemain mulai bisa beradaptasi dan menemukan peluang di tengah situasi pandemi.

Budi Handoko, selaku Co-Founder dan COO Shipper, startup pengembang platform agregator logistik, mengakui timnya cukup kewalahan menghadapi keterbatasan yang tercipta karna pandemi, yang juga dipengaruhi oleh pemangku kebijakan. Di samping itu juga harus menjaga kelangsungan bisnis tanpa melanggar peraturaan serta kesehatan para karyawan.

Di tengah tantangan yang terus bermunculan, berbagai inovasi diciptakan demi beradaptasi dan mencari peluang untuk bisa tetap bertumbuh di tengah kondisi “yang tidak pasti. Dalam sesi #SelasaStartup, Budi berbagi beberapa insights menarik tatkala pandemi menggangu bisnis logistik di Indonesia.

Mutualisme di tengah pandemi

Semakin berkembang industri e-commerce di suatu negara, akan berdampak juga bagi pertumbuhan bisnis logistik di negara tersebut. Dari sisi ritel, banyak sekali penjual tradisional yang beralih ke pangsa pasar “online” untuk beradaptasi dengan situasi pandemi. Kesuksesan e-commerce pun erat kaitannya dengan dukungan dari industri logistik.

Hubungan timbal-balik ini juga menciptakan lingkaran konsumen yang beririsan antara e-commerce dan logistik. Maka dari itu, ketika perilaku konsumen di e-commerce mengalami pergeseran, industri logistik pun juga akan mendapat “feeling” yang tidak jauh berbeda.

Budi mengungkapkan, tiga hal menarik yang ia temukan ketika mengamati perilaku konsumen di masa pandemi. Pertama, banyak penjualan di sektor tersier yang anjlok pada masa awal pandemi. Hal ini menciptakan animo penjualan alat kesehatan. Kedua, banyak para penjual online yang cenderung memilih untuk membatasi interaksi dengan kurir. Terakhir, banyak yang mulai melirik bisnis di food industry. Ketiga hal tersebut menciptakan peluang yang bisa dimanfaatkan oleh bisnis logistik tanah air.

Pengembangan SDM

Pertumbuhan yang pesat pada industri logistik akan  menciptakan kebutuhan yang semakin banyak akan talenta di bidang terkait. Pihak Shipper menyadari hal itu dan sudah menyiapkan inisiatif untuk mendukung pengembangan SDM logistik di Indonesia.

Terdapat tiga skenario yang ditawarkan, yaitu Shipper Trainee Program, pihaknya akan merekrut intern/fresh graduate yang akan diberi pelatihan mengenai industri logistik. Kedua, Shipper Academy, merupakan program beasiswa untuk pihak-piak yang tertarik di bidang logistik untuk diberi pelatihan selama 3 minggu mengenai teori dan praktik. Untuk hasil terbaik akan disertakan penawaran kerja di perusahaan. Terakhir, ada Shipper Hack, diperuntukkan bagi talenta IT yang tertarik bekerja di bidang logistik dan menciptakan inovasi terkait.

Selain itu, Shipper juga memaparkan rencana bisnisnya di 2021 yang ingin mengembangkan jaringan pergudangan dan first-mile atau proses penjemputan barang dari customer.

Pendanaan sektor logistik

Terkait investasi, sudah banyak investor yang melirik industri logistik dengan harapan bisa memecahkan masalah e-commerce. Tahun lalu, sudah ada beberapa nama yang mengumumkan perolehan pendanaan, termasuk Shipper, Logisly, dan Andalin. Budi berpendapat tahun ini akan tidak jauh berbeda melihat pertumbuhan industri logistik yang akan terus naik di tahun 2021.

Selain itu, Shipper merupakan alumni dari program akselerator Y Combinator yang berbasis di AS. Dalam diskusi ini, Budi turut membagikan beberapa tips untuk startup early-stage yang juga ingin ikut mengakselerasi pertumbuhan bisnisnya dengan mengikuti program seperti ini.

Sebelumnya, Budi menegaskan bahwa para penggiat startup dianjurkan untuk fokus terlebih dahulu dengan produknya, serta seberapa besar masalah yang ingin diselesaikan. Bahwa semua hal yang diperoleh dari program akselerator merupakan “ekstra” yang bisa mempercepat pertumbuhan bisnis, bukan semata-mata sebagai jalan keluar dan sebuah pencapaian.

Selain itu, proporsi saham, susunan perusahaan [founder & team member] serta potensi pasar juga menjadi salah satu yang sangat dipertimbangkan untuk bisa mengikuti program akselerator.

Terkait pendanaan, Shipper masih aktif berkomunikasi dengan investor hingga saat ini. Budi menegaskan bahwa menjalin relasi yang baik dengan investor tidak hanya ketika mencari pendanaan, karna tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan.

Perkembangan Ekosistem “Platform as a Service” di Indonesia

Ketika dunia semakin dikuasai oleh perangkat lunak, pengembangan aplikasi dan alat juga semakin besar dan kompleks. Hal ini mempengaruhi beban kerja para pengembang atau developer yang juga semakin banyak ketika mengelola sebuah aplikasi. Platform as a Service atau PaaS merupakan salah satu layanan yang ditawarkan oleh komputasi awan atau cloud computing selain Software as a Service (SaaS) dan Infrastruktur as a Service (IaaS) yang fokus membantu para pengembang dalam pengelolaan aplikasi.

Platform as a Service (PaaS) menyediakan komponen cloud dalam bentuk platform yang dapat dimanfaatkan pengguna untuk membuat aplikasi di atasnya. Layanan ini memudahkan pelanggan untuk mengembangkan, menjalankan, dan mengelola aplikasi tanpa kompleksitas membangun dan memelihara infrastruktur terkait dengan pengembangan dan peluncuran aplikasi.

Menurut pemaparan Microsoft Azure, ada beberapa skenario penggunaan layanan PaaS, seperti menyediakan kerangka kerja yang dapat dibangun oleh pengembang untuk mengembangkan atau menyesuaikan aplikasi berbasis cloud; menyediakan alat yang memudahkan organisasi dalam melakukan analisis atau mengambil keputusan bisnis. Juga sebagai layanan pendukung untuk pengelolaan aplikasi.

Sumber: Microsoft Azure

Penggunaan layanan ini bisa menekan biaya dan dan menghemat waktu dalam pengelolaan lisensi perangkat lunak, infrastruktur aplikasi dan middleware, orkestra kontainer seperti Kubernetes, atau alat pengembangan dan sumber daya lainnya. Pengembang tidak perlu melakukan manajemen sumber daya penunjang pengembangan aplikasi yang mereka kembangkan, karena semuanya telah disediakan oleh layanan ini.

Di Indonesia, layanan PaaS lazim digunakan untuk pengelolaan microservices atau layanan mikro pada aplikasi. Arsitektur layanan mikro membuat aplikasi lebih mudah diskalakan dan lebih cepat berkembang, memungkinkan inovasi dan mempercepat penetrasi pasar untuk fitur baru.

Ekosistem PaaS di Indonesia

Ketua Umum Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI) Alex Budiyanto mengatakan, perkembangan ekosistem cloud computing di Indonesia berangkat dari IaaS, yang pada dasarnya merupakan landasan infrastruktur dari layanan PaaS dan Software as a Service (SaaS).

Ia menyampaikan, di Indonesia sendiri, belum banyak pemain lokal yang fokus merambah keseluruhan lini bisnis PaaS. Namun, beberapa pemain yang sudah lebih dulu mengembangkan solusi cloud computing mulai menawarkan produk dari layanan PaaS ini. Dua di antaranya adalah Datacomm dan Lintasarta.

Didirikan pada 8 Okt 2015, Datacomm Cloud Business (DCB) adalah divisi bisnis PT Datacomm Diangraha yang berfokus pada peluang cloud di Indonesia. Di awal tahun 2021 ini, Datacomm baru saja meluncurkan produk PaaS baru berbasis Kubernetes. Teknologi ini diyakini mampu membuat perusahaan dapat bergerak menjadi lebih lincah dalam menjawab tantangan teknologi, khususnya dalam pembuatan sistem aplikasi.

Perwakilan Datacomm menyampaikan, layanan PaaS memiliki potensi besar, karena untuk bisa bersaing dengan perusahaan lain yang di bidang internet, perusahaan harus semakin cepat. PaaS memberikan kemungkinan untuk  pengembangan yang lebih cepat dan terkelola.

PaaS sendiri bersifat high-scalability atau memiliki skalabilitas tinggi dimana ketika aktivitas dalam aplikasi mulai padat, secara otomatis layanan ini akan menskalakan aplikasi dengan lebih baik dalam melayani pengguna. Hal ini membuat target market dari PaaS sendiri merupakan perusahaan yang membutuhkan layanan 24/7 serta memiliki aktivitas padat dalam aplikasinya.

Senior Manager Cloud Product Development Lintasarta Reski Rukmantiyo mengungkapkan, “Saya melihat adopsi yang cukup besar untuk produk PaaS di ranah yang erat dengan B2C seperti industri fiansial perbankan atau asuransi yang membutuhkan koneksi dan workload tinggi, selain itu juga telco.”

Sebagai salah satu pelopor internet pertama di Indonesia, Lintasarta yang merupakan anak perusahaan PT Indosat Tbk, fokus menyediakan solusi korporat melibatkan Komunikasi Data, Internet dan Layanan TI. Timnya mengklaim sudah menawarkan produk dari layanan PaaS yang berbasis kontainer sejak dua tahun yang lalu.

Dalam menyediakan layanan PaaS, kedua perusahaan di atas bekerja sama dengan RedHat – OpenShift, salah satu penyedia layanan PaaS global yang menawarkan berbagai opsi untuk pengembang yang terdiri dari hostingproject PaaS private atau open source.

Persaingan dengan pemain hyper-scale

Melihat persaingan layanan PaaS di Indonesia, saat ini masih didominasi pemain global atau hyper-scale. Selain karena belum ada pemain lokal yang menawarkan solusi PaaS menyeluruh, para pengembang juga cenderung memilih solusi yang memiliki cakupan besar dan sesuai dengan kebiasaan.

Perusahaan hyper-scale identik dengan high-availability karna memiliki banyak data center yang tersebar di berbagai belahan dunia. Hal ini membuat kemungkinan server untuk downtime kecil, itu menjadi salah satu keunggulan para pemain global.

Consultant Engineer Datacomm Kevin Haryono mengatakan, “Sebagai pemain lokal, yang bisa kita andalkan adalah layanan yang sesuai dengan rekomendasi kominfo, dimana seluruh data krusial itu wajib. Mengenai keamanan, data center lokal juga sudah mengupayakan untuk sertifikasi ISO dan berusaha mencapai standar internasional.”

“Pemain global juga memiliki harga yang kompetitif serta kepercayaan masyarakat bahwa solusi yang datang dari luar lebih baik. Selain itu, dari sisi native, ketika pengembang sudah terbiasa menggunakan salah satu solusi lalu yang ditawarkan pihak luar sesuai dengan kebiasaan di sini,” tambahnya.

Terkait persaingan, Alex menutup diskusi dengan menyampaikan, “Kita perlu mendorong kecintaan masyarakan ke produk dalam negri, di samping itu produk lokal juga harus meningkatkan kualitas layanannya supaya bisa berkelanjutan. Karena jika diminta head-to-head tanpa ada kepercayaan masyarakat semua akan jadi sulit.”

Investree Thailand Obtains License, Optimizing SME’s Market Growth in Southeast Asia

The p2p lending startup Investree announced its expansion to Thailand after successfully obtaining a license from the Securities and Exchange Commission of Thailand (SEC) as of February 23, 2021. Investree Thailand will focus on providing more SMEs (underserved) with institutional financing access by connecting them with investors through the marketplace platform.

Investree Thailand’s Co-Founder Worakorn Sirijinda said, “We are very grateful for the approval and support from the SEC. This is the first step for Investree to provide innovative financing and service solutions for Thai SMEs that we hope will be able to contribute to the country’s economic recovery in a challenging situation like today.”

In Thailand and the Philippines, regulation is a bigger challenge due to distance constraints and limited knowledge and relations with the current regulators. In addition to the presence of a pandemic that has slowed down movement around the world, the crowdfunding permit process has been delayed for a while.

In addition, different situations and cultures in each country are quite a challenge in introducing new ideas of crowdfunding to the public. Therefore, to accelerate knowledge about the market and ecosystem, Investree focuses on collaborating with local partners.

Several well-known companies have collaborated, including Pantavanij, Thailand’s leading e-procurement platform, and B2B marketplace, 2C2P payment gateway provider, and FlowAccount, a provider of online billing and accounting solution software for small businesses, entrepreneurs, and freelancers.

Through this collaboration, Investree Thailand created several innovations. Together with Pantavanij, Investree provides supply chain financing to sellers and suppliers registered in the e-procurement system. Together with 2C2P, Investree utilizes technology and data to provide working capital financing facilities for 2C2P merchants. Still in line, Investree is also collaborating with FlowAccount to provide financing solutions for MSMEs on its platform.

Investree Thailand presents 2 (two) products, Bullet Payment Security and Installment Payment Security which have similarities with Invoice Financing and Working Capital Term Loan (WCTL) offered in Indonesia and the Philippines. For these two financing products, Investree offers various benefits for SMEs: interest rates based on a modern credit scoring model, fast funding, and transparent terms and fees.

“In our opinion, this partnership really helps Investree in channeling loans that focus more with measurable risks, therefore, they can maintain the stability of the Investree lending and borrowing business while exploring more collaboration opportunities with actors in other ecosystems,” Adrian said.

SME Market in Southeast Asia

Based on a study by the Asian Development Bank entitled “Asia Small and Medium-Sized Enterprise Monitor 2020”, MSMEs account for an average of 97% of all types/scales of enterprises, 69% of the total workforce, and 41% of the country’s gross domestic product (GDP) during 2010-2019. The Covid-19 pandemic in 2020 exacerbates the increasing global trade tension and economic uncertainty in the region. In many ways, MSMEs are the key to economic recovery in developing Asian countries.

Indonesia is a country in Southeast Asia with the largest number of MSMEs in the region with 64 million, followed by Thailand with 3.5 million and the Philippines with 1.2 million MSME units.

MSMEs are a major and important force to drive the Southeast Asian economy. This is 97 percent of the business world and absorbs 97 percent of the national workforce in the 2010 to 2019 period. MSMEs also contributed an average of 41 percent of the GDP of each country in the same period.

However, there are many business players still having difficulty with financial access. Many of them are deemed ineligible to borrow from a bank and do not have a credit history.

Fintech can make it easier for MSMEs to optimize the effectiveness and efficiency of business operations, also for MSMEs without sufficient requirements to access bank financing for working capital financing. Some of the players that offer similar solutions include KoinWorks, Modalku, and Amartha.

Previously, in 2019, Investree is available in Vietnam under the name eLoan, after which it continued to expand to the Philippines by partnering with the conglomerate company Filinvest Development Corporation (FDC) earlier this year. To date, Investree has successfully obtained a license to operate in 4 countries including Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Investree Thailand Peroleh Izin Regulator, Maksimalkan Momentum Pertumbuhan UMKM di Asia Tenggara

Startup p2p lending Investree mengumumkan peresmian ekspansi ke Thailand setelah berhasil mengantongi lisensi dari Komisi Sekuritas dan Bursa Thailand (SEC) per tanggal 23 Februari 2021. Investree Thailand akan fokus melayani lebih banyak UKM yang tidak terjangkau akses pembiayaan lembaga konvensional (underserved) dengan menghubungkan mereka dengan para investor melalui platform marketplace.

Co-Founder Investree Thailand Worakorn Sirijinda mengungkapkan, “Kami sangat bersyukur atas persetujuan dan dukungan dari SEC. Ini adalah langkah pertama bagi Investree untuk menyediakan solusi pembiayaan dan layanan yang inovatif bagi UKM Thailand yang kami harapkan mampu berkontribusi dalam pemulihan ekonomi Negara di situasi penuh tantangan seperti sekarang ini.”

Di Thailand dan Filipina, regulasi menjadi tantangan yang lebih besar akibat terhambat jarak dan keterbatasan akan pengetahuan serta relasi dengan regulator di sana. Ditambah lagi kehadiran pandemi yang memperlambat pergerakan di seluruh dunia, proses perizinan crowdfunding pun tertunda untuk beberapa saat.

Selain itu, perbedaan situasi dan budaya di setiap negara juga merupakan tantangan tersendiri untuk mengenalkan ide baru crowdfunding kepada masyarakat. Oleh sebab itu, untuk mengakselerasi pengetahuan tentang pasar dan ekosistem di sana, Investree fokus melangsungkan kolaborasi dengan rekanan lokal.

Beberapa perusahaan ternama yang sudah bekerja sama seperti Pantavanij, platform e-procurement dan B2B marketplace terdepan di Thailand, 2C2P penyedia payment gateway, dan FlowAccount penyedia software solusi penagihan dan akuntansi online untuk bisnis kecil, wirausaha, dan pekerja lepas.

Melalui kolaborasi tersebut, Investree Thailand menciptakan beberapa inovasi. Bersama Pantavanij, Investree menyediakan pembiayaan rantai pasokan kepada penjual dan pemasok yang terdaftar di sistem e-procurement. Bersama 2C2P, Investree mamanfaatkan teknologi dan data untuk menyediakan fasilitas pembiayaan modal kerja (working capital financing) untuk para merchant 2C2P. Masih sejalan, Investree juga berkolaborasi dengan FlowAccount untuk menyediakan solusi pembiayaan bagi UMKM yang ada di platformnya.

Investree Thailand menghadirkan 2 (dua) produk yaitu Bullet Payment Security dan Installment Payment Security yang memiliki kesamaan dengan Invoice Financing dan Working Capital Term Loan (WCTL) yang ditawarkan di Indonesia dan Filipina. Untuk kedua produk pembiayaan ini, Investree menawarkan berbagai manfaat untuk UKM: suku bunga berdasarkan model credit scoring yang modern, pendanaan cepat, serta ketentuan dan biaya yang transparan.

“Menurut kami, kemitraan ini sangat membantu Investree dalam menyalurkan pinjaman secara lebih tepat sasaran dengan risiko yang terukur sehingga dapat menjaga kestabilan bisnis pinjam meminjam Investree seraya mengeksplorasi lebih banyak peluang kolaborasi dengan pelaku di ekosistem lainnya,” ujar Adrian.

Pasar UMKM di Asia Tenggara

Berdasarkan studi oleh Asian Development Bank bertajuk “Asia Small and Medium Sized Enterprise Monitor 2020”, UMKM menyumbang rata-rata 97% dari semua jenis/skala perusahaan, 69% dari total tenaga kerja, dan 41% dari produk domestik bruto (PDB) negara selama 2010-2019. Pandemi Covid-19 pada tahun 2020 memperburuk tensi perdagangan global yang sudah meningkat dan ketidakpastian ekonomi di wilayah regional. Dalam banyak hal, UMKM memegang kunci pemulihan ekonomi di negara berkembang Asia.

Indonesia menjadi negara di Asia Tenggara yang mempunyai jumlah UMKM terbesar di kawasan sebanyak 64 juta disusul oleh Thailand dengan 3,5 juta dan Filipina dengan 1,2 juta unit UMKM.

UMKM merupakan kekuatan utama dan penting untuk mendorong perekonomian Asia Tenggara. Jumlahnya 97 persen dari dunia usaha dan menyerap 97 persen angkatan kerja nasional dalam periode 2010 hingga 2019.UMKM juga menyumbang rata-rata 41 persen dari PDB tiap negara dalam periode yang sama.

Namun, masih ada banyak pelaku usaha yang belum memiliki akses terhadap pembiayaan. Banyak dari mereka dianggap tidak memenuhi syarat meminjam di bank dan tidak memiliki histori kredit.

Fintech dapat memudahkan UMKM untuk mengoptimalkan efektivitas dan efisiensi operasional usaha, serta memudahkan UMKM yang tidak memiliki persyaratan cukup untuk mengakses pembiayaan perbankan, dalam mengakses pembiayaan modal kerja. Beberapa pemain yang juga menawarkan solusi serupa termasuk KoinWorksModalku, dan Amartha.

Sebelumnya, di tahun 2019, Investree telah hadir di Vietnam dengan nama eLoan, setelah itu melanjutkan ekspansi ke Filipina dengan menggandeng perusahaan konglomerat Filinvest Development Corporation (FDC) di awal tahun ini. Hingga saat ini, Investree berhasil mendapat lisensi untuk beroperasi di 4 negara termasuk Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Ginee Resmi Hadir di Indonesia, Ramaikan Persaingan Platform “E-commerce Enabler”

Meningkatnya jumlah pengguna internet di seluruh Indonesia telah memupuk kesuburan bisnis online di tanah air. Semakin besar bisnis ini tumbuh, semakin banyak kebutuhan dan solusi yang ditawarkan. Ginee adalah penyedia solusi e-commerce enabler berbasis cloud dari Singapura yang menyediakan rangkaian lengkap solusi manajemen ritel untuk meningkatkan penjualan dan efisiensi kerja baik untuk bisnis online maupun offline.

Terkait ekspansi ke pasar Indonesia, Evelyin Wu selaku General Manager Ginee menyampaikan, meskipun perusahaan berbasis di Singapura, namun pihaknya sangat familiar dengan situasi di tanah air, mengingat 70% timnya juga berbasis di Indonesia. Saat ini Ginee juga telah berkolaborasi dengan Gramedia.

Sejak melancarkan soft launch pada Januari 2020, platform ini telah mendukung 30 ribu pedagang di Indonesia dan memproses lebih dari 36 juta pesanan e-commerce dalam waktu kurang dari setahun. Ginee juga telah terintegrasi dengan platform e-commerce besar, termasuk Tokopedia, Bukalapak, Lazada, JD.ID, dan Shopee. Saat ini telah tersedia sekitar 59 juta SKU di platform Ginee. Ledakan digitalisasi yang dipacu oleh pandemi Covid-19 telah menghasilkan GMV lebih dari $320 juta bagi perusahaan.

Rangkaian layanan yang ditawarkan Ginee mencakup manajemen dan pemenuhan inventaris stok, integrasi dengan pasar e-commerce, analisis bisnis, dan manajemen hubungan pelanggan. Sebagai omnichannel, platform ini mengintegrasikan beberapa akun e-commerce dalam satu platform mudah untuk membantu mengelola pesanan, inventaris, produk, fungsi obrolan, analisis, dan akuntansi.

Dengan menggunakan solusi onboarding digital dan verifikasi identitas, platform ini dapat memastikan keaslian merchant dan produk mereka. Ginee juga dapat mengurangi kasus penipuan pelanggan yang tidak membayar atau identitas palsu untuk melindungi pedagang.

“Selain itu, kami dapat menghubungkan UKM di Ginee dengan basis pelanggan regional serta pabrik, merek, dan pemasok di pasar lain seperti Tiongkok di mana kami juga telah lebih dulu hadir,” tambah Evelyn.

Fokus di tahun 2021

Genie merupakan bagian dari Advance Intelligence, sebuah grup perusahaan teknologi yang telah beroperasi di Indonesia sejak 2016 yang menyediakan produk dan layanan teknologi B2B dan B2C. Layanan ini telah hadir di 12 pasar di Asia Tenggara, India, dan Tiongkok dengan lebih dari 1000 pegawai.

“Kami juga memiliki integrasi regional back-end dengan pembuat e-commerce situs web seperti Shopify dan WooCommerce, yang mengurangi kerumitan bagi pedagang kami ketika mereka mendirikan toko online mereka,” tambah Evelyn.

Dalam hal monetisasi, Genie menawarkan paket berlangganan enam bulan dan 12 bulan berdasarkan ukuran dan volume bisnis pedagang. Di samping itu, pengguna bisa memanfaatkan fitur uji coba tujuh hari gratis untuk menilai paket mana yang tepat bagi mereka.

Selain Ginee , di Indonesia juga telah lebih dulu tersedia platform e-commerce enabler yang menawarkan layanan serupa, sebut saja JetCommerce, SIRCLO, atau aCommerce. Platform ini menyediakan layanan strategi digital A-Z (end-to-end) ke unit bisnis lain yang ingin menjual produknya secara online.

Di tahun 2019 dan 2020 perusahaan fokus meningkatkan produk dan fitur di pasar Indonesia. Tahun ini, Ginee berencana memperluas jangkauan ke Filipina, Vietnam, Singapura, Malaysia, dan Thailand sehingga merchant seller dapat mulai menjual produknya di pasar lain dan mengembangkan basis pelanggannya, begitu pula sebaliknya.

“2020 adalah tahun pertumbuhan yang luar biasa bagi Ginee dan kami bangga meluncurkannya secara resmi di Indonesia. [..] Fokus kami tahun ini adalah untuk memperdalam penawaran produk kami serta memperluas langkah kami ke pasar yang lebih luas, memungkinkan mitra pedagang kami untuk melakukan perdagangan lintas batas (cross-border) dan memperluas basis pelanggan mereka,” tutup Evelyn.

Catat Peningkatan Transaksi Selama Pandemi, Jet Commerce Galakkan Ekspansi Layanan

Implementasi pembatasan aktivitas tatap muka telah mengakselerasi nilai transaksi belanja online atau e-commerce. Penyedia layanan “e-commerce enabler” Jet Commerce mencatat kenaikan penjualan secara keseluruhan pada kuartal IV-2020. Hal ini turut mendorong pertumbuhan bisnis perusahaan dan ekspansi ke pasar yang lebih luas.

Mengutip dari Kontan, disebutkan bahwa Bank Indonesia (BI) optimistis pertumbuhan nilai transaksi e-commerce pada 2021 akan tumbuh 33,2% menjadi Rp337 triliun, dari perkiraan nilai transaksi di 2020 yang sebesar Rp253 triliun.

Pada kuartal IV-2020, Jet Commerce mencatat nilai penjualannya secara keseluruhan meningkat sebanyak 36% dari kuartal sebelumnya, hal ini berbanding lurus dengan jumlah transaksi yang meningkat sebanyak 53% dari kuartal III, hingga mencapai lebih dari 750 ribu transaksi yang terjadi di berbagai platform marketplace dalam tiga bulan terakhir.

Peningkatan jumlah transaksi terbesar adalah pada kategori produk kesehatan dan kecantikan dengan kenaikan lebih dari 80%, dan nilai penjualan lebih dari 60%. Lalu, kenaikan signifikan juga terjadi pada jumlah transaksi produk elektronik yang mencapai 31% pada kuartal IV, dan peningkatan nilai penjualan sebanyak 35% dibanding kuartal sebelumnya. Selain itu, peningkatan pesat juga datang dari penjualan produk kebutuhan ibu dan anak juga produk-produk mainan anak dan makanan hewan peliharaan.

CEO Jet Commerce Indonesia Webber Chen menyampaikan, “Industri e-commerce tidak terpukul dengan pandemi dan resesi ekonomi yang terjadi, justru sebaliknya, industri ini mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dalam setahun belakangan. Jika diperhatikan, meningkatnya pengguna e-commerce saat ini turut mendorong para pelaku usaha, baik dari sektor UMKM maupun brand, untuk mengembangkan bisnisnya dengan memanfaatkan e-commerce sebagai kanal penjualan utamanya saat ini demi mencatatkan penjualan yang positif. Pola ini menjadi bukti bahwa e-commerce memainkan peranan penting dalam proses pemulihan ekonomi Indonesia.”

Meskipun e-commerce dianggap tidak terpengaruh oleh pandemi, bahkan menjadi saluran alternatif bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya, banyak hal yang berubah karena pandemi ini. Misalnya, perilaku belanja konsumen yang berubah sejak pandemi terjadi, Jet Commerce mencatat nilai transaksi yang menurun, tetapi frekuensi belanja yang justru meningkat, karena saat ini lebih banyak orang yang membeli untuk kebutuhan sehari-hari.

“Kondisi ini tentunya membuat kita harus lebih memperhatikan pemantauan perubahan yang terus terjadi di saat yang tidak pasti seperti ini. Selain itu, kami juga harus memahami bahwa rantai produksi mitra kami juga dapat terganggu akibat pembatasan mobilitas yang diterapkan secara global,” tambah Founder & CEO Jet Commerce Oliver Yang.

Pihaknya mengaku telah memprediksi perubahan ini dari fase awal pandemi, dan mencoba beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan yang terjadi. Pandemi juga telah mempengaruhi operasional fulfillment center di Daan Mogot, yang masih harus beroperasi sejak awal pandemi hingga sekarang.

Selain Jet Commerce, saat ini sudah ada beberapa layanan e-commerce enabler yang juga memberikan layanan end-to-end kepada mitranya. Termasuk aCommerce, Sirclo, 8commerce, dan Anchanto.

Fokus di tahun 2021

Sejak pertama kali hadir di Indonesia pada tahun 2018 dengan nama J&T Alibaba, bisnis Jet Commerce telah berkembang pesat di beberapa negara, sejalan dengan pesatnya perkembangan industri e-commerce secara global sejak pandemi. Dari total lebih dari 70 brand yang dikelola di 4 negara (Tiongkok, Filipina, Thailand, Vietnam), pada tahun 2020 Jet Commerce mencatat kenaikan nilai transaksi di China sebesar 200% dibandingkan tahun 2019, 700% di Thailand, 1500% di Filipina, dan 280% di Vietnam.

Sementara itu, jumlah transaksi pada 2020 meningkat 400% di Tiongkok dibandingkan 2019, 450% di Thailand, 1400% di Filipina, dan 350% di Vietnam.

Terkait fokus di tahun 2021, Oliver turut menyampaikan kepada DailySocial bahwa semua yang akan dilakukan di tahun 2021 adalah mengikuti tren e-commerce yang meningkat di Asia Tenggara dan Tiongkok, untuk mendukung efisiensi operasi mitra brand. Selain itu, perusahaan juga tengah mempersiapkan ekspansinya ke Malaysia.

Pandemi yang masih berlangsung dinilai akan mendorong penetrasi e-commerce yang semakin luas pada tahun ini, seperti yang terpapar dalam laporan Digital Market Outlook yang dipublikasikan Statista, menyebutkan bahwa pengguna e-commerce di Indonesia tahun ini diprediksi tumbuh 15% dari total 138 juta pengguna pada tahun 2020, atau mencapai 159 juta pengguna di tahun 2021. Sementara pendapatan industri ini diprediksi meningkat sebanyak 26% mencapai $38 juta, dari $30 juta pada tahun 2020 lalu.

Ketika disinggung mengenai layanan cross-border yang sempat menjadi bagian dari rencana tahun kemarin, pihaknya mengaku sangat ingin membantu pengusaha lokal mengekspor produknya ke luar negeri agar bisa memperluas jangkauan pasarnya. Namun, masih banyak yang harus dipersiapkan sebelum layanan ini bisa beroperasi dengan maksimal di tahun ini.

“2021 akan menjadi tahun yang menantang sekaligus menyenangkan bagi kami, karena kami berencana untuk mengoptimalkan efisiensi operasi bisnis kami dengan berbagai cara, melalui optimalisasi sistem TI kami, dan mengintegrasikan seluruh jaringan kami. Kami juga berencana meluncurkan beberapa inovasi terbaru tahun ini,” ujar Oliver.

Turochas “T” Fuad Tentang Strategi “Exit”: Kecepatan dan Eksekusi adalah Segalanya

Artikel ini adalah bagian dari Seri Mastermind DailySocial yang menampilkan para inovator dan pemimpin di industri teknologi Indonesia untuk berbagi cerita dan sudut pandang.

Memulai petualangan baru sepertinya tidak pernah membuat saya bosan. Kesibukan, kelelahan, kecemasan, kegembiraan, semuanya bercampur. Tidak pernah sama, namun terasa sangat familiar.

Tulis Turochas “T” Fuad dalam paragraf pembuka mengenai bisnis teranyar, Pace.

Sebuah penjelasan yang singkat namun menyeluruh tentang kehidupan seorang serial entrepreneur, setidaknya untuk Turochas Fuad, atau lebih akrab dipanggil T. Lahir di Indonesia dan sempat belajar bahasa Inggris di Singapura, ia memutuskan untuk mengejar gelar Sistem Informasi Manajemen jauh-jauh ke Amerika di The University of Texas, Austin. Namun hal ini menjadi awal dari ketertarikannya yang besar pada teknologi.

Mulai dari berdirinya usaha pertama yang akhirnya diakuisisi oleh raksasa teknologi asal Amerika, Yahoo!; lalu mendirikan usaha ikonik travelmob, yang kemudian diakuisisi oleh Homeaway pada tahun 2013 seharga $11,5 juta; kemudian kisah raksasa coworking WeWork yang mengakuisisi Spacemob buatannya untuk meningkatkan ekspansi dan pertumbuhan di Asia Tenggara.

Tim DailySocial berkesempatan mendapat sesi wawancara tentang perjalanan bisnisnya sebagai pengusaha veteran dan visi menuju masa depan yang lebih baik di industri teknologi.

Mulai dari bisnis teranyar. Sebelum Pace, bukankah Anda belum pernah benar-benar terjun ke dunia fintech? Apa yang membuat Anda tertarik untuk memulai hal ini?

Hal yang paling menggairahkan bagi saya perkara memulai bisnis baru adalah kemungkinan untuk menciptakan dampak positif pada individu dalam skala besar. Dari perusahaan pertama saya hingga startup terakhir saya, Spacemob, ini selalu menjadi kekuatan pendorong di balik apa yang saya lakukan dan terus berlanjut, bahkan sekarang dengan sektor Fintech.

Terkhusus Pace, peluang untuk menciptakan inklusi keuangan di seluruh Asia adalah peluang yang terlalu sulit untuk ditolak. Lanskap keuangan tetap terfragmentasi, dengan ruang para pemegang jabatan untuk disrupsi dalam semua segmen, terlepas dari pembayaran. Misi kami adalah menyediakan inklusi keuangan dengan membangun mesin perbankan yang dapat beroperasi di banyak negara dengan mudah – yang membantu pedagang menciptakan efisiensi penjualan, dan memberi konsumen pilihan untuk berbelanja secara berkelanjutan.

pace 2

Menyelesaikan sarjana di Amerika dan sempat bekerja sebentar di sana, mengapa Anda memutuskan untuk berkarya di Singapura? [Mengingat Anda lahir di Indonesia]

Singapura, sebagai pusat bisnis utama di Asia, merupakan cara saya untuk membangun karier yang dapat memberi eksposur internasional juga jaringan kontak global dapat dibangun seiring waktu. Berada di sekitar orang yang tepat membantu Anda berpikir secara makro, dan saya cukup beruntung mendapatkan perspektif dari banyak orang berbakat di sini. Sejujurnya, selama di Singapura, saya juga mengembangkan bisnis di seluruh Asia Utara dan Asia Tenggara.

Meski begitu, hati saya masih tertaut dengan Indonesia, dan dengan kecepatan pertumbuhan serta populasi yang besar ini, setiap startup yang tidak menempatkan Indonesia dalam rencana ekspansinya kehilangan potensi untuk menciptakan dampak positif yang besar. Lagipula, sulit untuk mengabaikan negara terbesar keempat di dunia ini, bukan?

Anda pernah menikmati masa bekerja di perusahaan teknologi raksasa seperti Yahoo! dan Skype. Bagaimana pengalaman itu membentuk pribadi serta apa yang akhirnya mendorong Anda untuk memulai sebuah bisnis?

Jika ditanya, pengalaman ini menunjukkan kepada saya betapa pentingnya budaya bagi kesuksesan perusahaan mana pun. Saya merasa senang bekerja dengan orang-orang dari seluruh dunia, dan saya telah melihat bagaimana yang paling sukses dari mereka yang telah lebih dulu sukses, belajar untuk selalu menjadi orang yang pertama bahkan dalam situasi yang paling sulit. Bagi saya, itu adalah budaya yang hebat.

Hal lain yang sangat lazim di perusahaan-perusahaan ini adalah kecepatan eksekusi mereka. Anda dapat memiliki rencana paling brilian di dunia, tetapi jika menyangkut sebuah masalah, bagian tersulit adalah bagaimana caranya bisa mengiterasi dan mengeksekusi secepat mungkin, sembari mempertahankan kualitas produk atau layanan Anda. Terutama ketika beroperasi di ruang yang penuh disrupsi, Anda akan menghadapi rentetan tantangan; tetap fokus pada eksekusi dalam masa-masa sulit, menjadi sangat penting untuk bisa sukses.

Dalam perjalanan menuju “exit”, apakah Anda punya pertimbangan atau target spesifik sebelum memutuskan untuk menjual perusahaan?

Pengusaha hebat tidak pernah memulai sebuah perusahaan untuk dijual, karena tanpa memiliki keyakinan misi yang berfokus pada terciptanya perubahan, perusahaan sering kali goyah di bawah tekanan, dan akhirnya hancur.

Ketika harus mengevaluasi perjalanan exit sebelumnya, pertanyaan yang selalu saya tanyakan pada diri saya adalah, “Apakah akuisisi ini akan meningkatkan visi perusahaan kita?”. Jika ada keraguan barang sedikit pun, maka akan sangat mudah untuk menolak keputusan tersebut dengan besar hati.

Contoh yang baik adalah akuisisi Spacemob lima tahun lalu. Kami mulai membangun ruang kerja kolaboratif di seluruh Asia Tenggara dan membantu orang-orang mewujudkan visi mereka, lalu dengan akuisisi oleh WeWork kami semakin yakin bisa melakukannya. Tim inti Spacemob tetap bersama, memperluas bisnis ke sepersekian banyak ruang di enam negara di Asia Tenggara, dan menyampaikan misi yang ingin kami capai.

Anda sendiri telah mendirikan dan menjual tiga startup sejauh ini, apa saja pelajaran berharga yang bisa Anda petik dari masing-masing pengalaman?

Banyak yang berucap bahwa kecepatan & eksekusi adalah segalanya, dan melalui berbagai pengalaman di situasi sebelumnya, saya belajar bahwa hal itu sangat nyata. Itu, lalu memastikan Anda memiliki tim hebat yang terdiri dari orang-orang yang bersedia berkomitmen untuk mengerjakan sesuatu. Jika Anda melakukan beberapa hal ini dengan cukup baik, tidak ada alasan mengapa Anda tidak berhasil.

Apakah Anda memiliki sosok atau figur spesial yang menjadi inspirasi hingga bisa menjadi seperti saat ini?

Meski terdengar klise, ayah adalah sosok yang jadi inspirasi saya. Tumbuh di Medan, saya melihat dia bekerja keras di bisnis kecilnya sendiri, yang masih dia jalankan sampai sekarang. Meskipun saya dan saudara laki-laki saya cukup beruntung dapat bersekolah di AS, itu tidak mudah baginya. Keseharian hingga larut malam dan akhir pekan yang tidak terasa, ia membuat pengorbanan pribadi untuk memastikan kami mendapatkan yang terbaik yang dia bisa berikan. Kekuatan dan komitmen untuk bekerja keras dan tetap fokus pada kesibukan sehari-hari adalah sesuatu yang membuat saya terus maju setiap hari.

Ketika pandemi Covid-19 belum akan berakhir, bagaimana Anda melihat perkembangan industri teknologi di Asia Tenggara?

Singkatnya, cerah dan sangat menjanjikan! Asia Tenggara telah menghasilkan talenta teknologi hebat dalam beberapa tahun terakhir dan perusahaan sekarang memiliki lebih banyak pilihan daripada sebelumnya, dalam usaha membentuk tim. Kami juga melihat ekspansi besar ke wilayah ini baik dari perusahaan Amerika seperti Amazon dan perusahaan China seperti Bytedance, yang memvalidasi kualitas orang di industri dan skala peluang bisnis di Asia Tenggara.

Lebih spesifik untuk negara yang berbeda, saya pikir Singapura akan terus menjadi pusat bisnis untuk kawasan ini dan tempat pendaratan pertama bagi perusahaan yang ingin berekspansi ke Asia Tenggara secara keseluruhan. Namun, begitu operasi telah ditetapkan, perusahaan segera melihat ke arah Indonesia sebagai sumber utama pertumbuhan jangka panjang, dan yang terbaik adalah mereka bergerak cepat untuk mendapatkan pangsa pasar di sana.

Fintech juga dengan cepat menjadi andalan di wilayah ini, dengan perusahaan-perusahaan mendapatkan putaran pendanaan baru bahkan selama masa ekonomi yang tidak menentu. Ditambah dengan healthtech, kedua kategori ini adalah yang harus diperhatikan dalam hal pertumbuhan dan inovasi.

Dengan beragam pengalaman di dunia bisnis, adakah hal lain yang masih menjadi mimpi Anda? Mungkin cita-cita yang belum tercapai?

Bersama setiap startup, saya terus berkata pada diri sendiri bahwa ini akan menjadi yang terakhir bagi saya. Lalu, segera setelah itu, saya menemukan diri saya memulai perusahaan lain. Dalam beberapa hal, saya merasa ini adalah sebuah panggilan hidup dan saya bersyukur dapat terus membangun bisnis karena ini adalah hak istimewa yang tidak didapat semua orang.

Dalam hal tujuan, saya harus mengatakan bahwa dengan melihat putri saya tumbuh dan bisa bersama mereka di setiap langkah, akan menjadi pencapaian paling berharga yang akan saya dapatkan dalam hidup. Keluarga memberi saya kebahagiaan terbesar, dan melihat mereka masing-masing berhasil dengan caranya sendiri adalah tujuan yang patut diperjuangkan.

Apa yang ingin Anda sampaikan kepada para penggiat teknologi di luar sana yang ingin menciptakan sebuah solusi namun harus terhalang oleh pandemi?

Menurut saya tidak pernah ada waktu yang tepat untuk memulai bisnis. Selalu ada alasan untuk tidak melakukannya, dan Anda hanya perlu terus mencari solusi untuk setiap rintangan yang mungkin Anda hadapi. Entah itu sesederhana tidak punya cukup waktu, atau sesulit mencoba mencari pendanaan untuk memulai bisnis Anda, akan selalu ada solusi jika Anda bekerja dengan cukup keras. Tetapi dengan kemauan yang cukup untuk melakukannya, ditambah dengan kemauan untuk meluangkan waktu dan usaha, tidak ada alasan untuk Anda tidak bisa sukses. Dan ketika Anda sudah berhasil, ingatlah untuk menemukan jalan untuk bisa membayarnya.


Artikel asli dalam bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian