BCA Dirikan Central Capital Ventura, Suntik Dana 200 Miliar Rupiah

Berdasarkan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), pada 25 Januari 2017 BCA dan PT BCA Finance telah menandatangani akta pendirian modal ventura dengan nama PT Central Capital Ventura (CCV). Perusahaan ini tercatat sudah mengantongi izin resmi dari OJK pada 27 Desember 2016 lewat surat OJK Nomor S-208/PB.33/2016.

Wakil Presiden Direktur BCA Armand Wahyudi Hartono menjelaskan perusahaan menyiapkan modal disetor sebesar Rp 200 miliar dengan kepemilikan saham 100% adalah BCA. Armand menjelaskan CCV nantinya akan melakukan investasi dan berkolaborasi dengan perusahaan fintech.

CCV juga diharapkan akan mendukung ekosisitem layanan keuangan BCA dan para entitas anak usaha BCA, serta secara keseluruhan memberikan nilai tambah bagi nasabah BCA, khususnya masyarakat pada umummnya.

“Mengingat di era digital ini perusahaan fintech memiliki potensi yang besar untuk tumbuh dan berkembang, maka diharapkan CCV dapat menjadi perusahaan ventura yang berkembang dan memiliki bisnis yang prospektif,” tulis Armand.

Kehadiran CCV, turut menambah portofolio anak usaha BCA. Saat ini BCA memiliki tujuh anak usaha yang bergerak di jasa keuangan, yaitu BCA Syariah, BCA Finance, BCA Insurance, BCA Finance Limited, BCA Sekuritas, CS Finance, dan BCA Life.

CCV juga turut memanaskan peta persaingan perbankan Indonesia yang mulai mendekati arah digital sebagai jalur distribusi terbarunya. Sejauh ini perbankan yang memiliki modal ventura adalah Bank Mandiri dengan Mandiri Capital Indonesia (MCI). Bank BUMN lain seperti BNI menyatakan akan mengakuisisi modal ventura, sementara kabar terakhir BRI mengatakan masih dalam tahap kajian.

BNI Akan Perkuat Bisnis Melalui Strategi Fintech dan Modal Ventura

Tahun ini Bank Negara Indonesia (BNI) memiliki sejumlah rencana pertumbuhan anorganik dengan menyiapkan dana sebesar Rp 4 triliun untuk anak usaha. Selain memperkuat bisnis yang sudah ada, BNI berencana mendirikan perusahaan asuransi umum, modal ventura dan manajemen aset.

Dari total anggaran tersebut, sekitar Rp 1,5 triliun akan dipergunakan untuk mengakuisisi perusahaan fintech untuk mengembangkan bisnis digital banking.

Kepada DailySocial, Direktur Keuangan Rico Rizal Budidarmo turut menerangkan, pihaknya cenderung akan memilih perusahaan modal ventura yang sudah ada sehingga prosesnya bisa lebih cepat. Terkait akuisisi perusahaan fintech, dia memastikan pastinya BNI akan memilih perusahaan yang banyak bersentuhan dengan sistem pembayaran.

“Cenderung akuisisi yang ada [modal ventura] sehingga bisa cepat. [Untuk akusisi fintech] Tentunya yang banyak bersentuhan dengan payment system,” ucap dia.

Rico melanjutkan, “Kami membutuhkan perusahaan-perusahaan teknologi yang bisa mendukung dan bersinergi dengan bisnis digital banking, seperti startup fintech,” seperti dikutip dari Ascend.

Rencana BNI ini bisa dikatakan cukup agresif dalam rangka merangkul perkembangan fintech yang bakal masif ke depannya. Beda dengan rekan bank pelat merah lainnya seperti Bank Mandiri yang cenderung memilih untuk membangun sendiri perusahaan modal ventura, PT Mandiri Capital Indonesia (MCI) pada awal tahun lalu.

Lewat MCI, Bank Mandiri secara berkala memberikan suntikan dana agar dapat diteruskan kepada para investee company di MCI. Bank Mandiri mengamanatkan MCI untuk memilih startup digital yang bergerak di bidang fintech saja.

Bank Mandiri juga menganggarkan suntikan dana untuk MCI sebesar Rp 150 miliar. Diharapkan total dana kelolaan MCI mencapai Rp 500 miliar, dari sebelumnya Rp 350 miliar.

Bank Central Asia (BCA) juga tidak mau kalah, sejak tahun lalu bank swasta terbesar di Indonesia ini sudah menyerahkan seluruh dokumen persyaratannya untuk mendirikan modal ventura ke OJK. Kabar terakhir menyebut BCA hanya tinggal menunggu persetujuan saja dari regulator. Hingga kini kami masih belum dapat mengetahui kabar terbarunya.

Cerita Di Balik Gerak Agresif RedDoorz Kuasai Pasar Hotel Budget di Indonesia

Potensi wilayah Indonesia yang cocok untuk melancong dan kawasan wisata menjadikan platform hotel budget asal Singapura Reddoorz kian agresif mengembangkan bisnisnya. Pihak Reddoorz menginfokan baru mendapatkan dana segar seri A untuk menjadi leading player hotel budget di Indonesia, hanya saja nominal pendanaan dan identitas investor tidak disebutkan.

Reddoorz meyakini investasi yang didapat ini akan membantu pihaknya dalam memperlancar ekspansinya ke dua kota baru yakni Yogyakarta dan Medan. Saat ini Reddoorz sudah beroperasi di tiga kota besar Jakarta, Bali dan Bandung. Totalnya lebih dari 500 hotel bintang tiga ke bawah, dengan total kamar mencapai 3 ribu.

Sekadar informasi, Reddoorz terakhir kali mendapatkan pendanaan pra-seri A dari 500 Startup sebesar US$ 1,4 juta pada Januari 2016. Sebelumnya, Reddoorz juga mendapatkan dana dari Jungle Ventures dengan nominal yang tidak disebutkan di September 2015.

“Apa kami lakukan di hadapan investor saat pitching adalah menambah jumlah kota. Ini cara yang paling logis bagi kami untuk meningkatkan investasi. Kami mengatakan akan fokus ke tiga kota pertama terlebih dahulu. Jika menemukan mode bisnis yang cocok di sana, maka kami bisa ekspansi ke kota lainnya, kemudian baru melangkah ke Asia Tenggara,” ucap Co-Founder Reddoorz Amit Saberwal seperti dikutip dari Web In Travel.

Menurutnya, perusahaan bakal lebih yakin dengan pedoman bisnis seperti ini dan peluang pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih bertumbuh. Reddoorz akan banyak menghabiskan banyak waktu untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia sebelum akhirnya melancong ke negara lain.

“Orang Indonesia sangat sosialis, dinamis, so last minute, so mobile-driven, dan penuh spontanitas. Ini sangat cocok untuk profil bisnis kami.”

Terinspirasi dari OYO Rooms

Model bisnis Reddoorz sebenarnya terinspirasi dari pemain hotel budget terbesar di India, OYO Rooms. Perusahaan tersebut sudah berdiri sejak 2012 dan diklaim sebagai pemain terbesar dengan menguasai 200 kota di India dan Malaysia mengoperasikan 700 ribu kamar hotel. Malaysia adalah negara pertama yang disinggahi OYO Rooms pada awal tahun lalu.

Tingkat persaingan operator hotel budget dengan pemain Online Travel Agent (OTA) di India sudah cukup ketat. Pasalnya, pemain OTA memberikan subsidi diskon gila-gilaan kepada para mitranya sekitar 30%-40% dari harga tiket.

Kendati demikian, Saberwal percaya pasar hotel budget di Asia sangat terfragmentasi dan cukup besar, sehingga konsep “the winner takes all” tidak berlaku untuk bisnis ini.

“Ini bukan kompetisi antara Uber dengan Lyft. Lihat jaringan hotel yang ada sekarang, seperti Accor, Marriott, dan Hilton, perbedaannya adalah kami itu tech-enabled.”

Terlebih domisili Saberwal di Singapura, dia melihat adanya potensi yang besar untuk mengembangkan bisnis hotel budget di Indonesia dan Asia Tenggara.

Reddoorz menganut model bisnis bekerja sama dengan properti yang bersifat kecil dan independen, misalnya Ibis dan Holiday Inn Express, yang memiliki standar penginapan. Jumlah kamar yang diakuisisi tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Hotel pun harus menawarkan layanan 24 jam dan Reddoorz memiliki program loyalitas berbentuk koin, disebut Red Cash.

Akan segera ekspansi bila sudah menguasai Indonesia

Saberwal percaya, ketika Reddoorz sudah terbukti jadi pemain leading di Indonesia. Maka dari itu, pihaknya akan menggunakan pedoman yang sama ketika akan ekspansi ke Vietnam, Thailand, dan Filipina. Sebab, bagi dia bisnis hotel budget itu mengenai bisnis per kota bukan per negara.

Dia melihat ada banyak kemiripan antara India dan Indonesia. Akan tetapi, Saberwal menilai Indonesia lebih maju dalam hal keterlibatan mobile daripada konsumen di India.

Secara profil konsumen Reddoorz di Indonesia, kebanyakan berusia 24-29 tahun, 50% di antaranya adalah laki-laki, dan last minute decision maker. Adapun secara transaksi rata-ratanya sekitar US$35 sampai US$38.

Saat ini, jumlah tim lokal Reddoorz di Indonesia mencapai 110 orang berlokasi di Jakarta. Mayoritas di antara mereka sebelumnya sudah pernah bekerja di hotel.

“Tim kami terdiri dari orang-orang muda yang penuh aspirasi ingin mengedepankan hospitality sekaligus mencari pertumbuhan bisnis yang cepat.” pungkas dia.

Insight Menarik GMASA 2017 Jakarta

Kemarin, Kamis (26/7) The Global Mobile App Summit dan Awards (GMASA) 2017, konferensi aplikasi mobile tingkat global, resmi digelar. Acara ini hanya berlangsung selama satu hari menghadirkan puluhan pembicara untuk saling berbagi memberikan masukan. Sebelum di Indonesia, acara serupa pernah diselenggarakan di India dan Thailand.

Chairman GMASA Venkatesh CR menjelaskan Indonesia dipilih karena negara ini termasuk pasar smartphone terbesar ketiga di Asia Pasifik. Selain itu, pertumbuhan startup teknologi yang menggunakan aplikasi sebagai basis bisnisnya juga menjadi pertimbangan diselenggarakannya GMASA di Indonesia.

Pihaknya memperkirakan jika pertumbuhan pengguna smartphone di Indonesia tetap stabil, maka negara ini bisa jadi pertumbuhan ekonomi terbesar di Asia Tenggara.

“Indonesia juga sudah mengadopsi teknologi 4G/LTE. Populasi digitalnya tercatat sekitar 100 juta pengguna smartphone dengan jumlah penetrasi internet lebih dari 40%. Kombinasi dengan memperhatikan jumlah populasi yang sangat besar, tentunya menjadikan Indonesia sebagai pasar yang sangat menjanjikan,” ucapnya.

Kualitas aplikasi Indonesia setara dengan India

Masifnya penggunaan smartphone dalam kehidupan sehari-hari, rupanya turut membuat kualitas aplikasi mobile buatan pengembang Indonesia jadi makin inovatif. Menurut Venkatesh, bila membandingkan kualitas aplikasi lokal Indonesia dengan Tiongkok dan Jepang, Indonesia masih belum mampu menandinginya.

Akan tetapi bila disandingkan dengan India, posisinya jadi setara. Masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Kalau India, aplikasi yang mereka buat unggul dalam hal infrastruktur dan pengembangannya. Sementara Indonesia, unggul dalam hal tampilan atau grafis UI dan UX.

“Hal ini bisa menciptakan kolaborasi dengan negara lain yang masing-masing masih memiliki kelebihan dan kekurangan agar sama-sama bisa maju.”

Diskusi panel membahas berbagai topik

Saat konferensi pers GMASA 2017
Saat konferensi pers GMASA 2017

Untuk mendukung hal di atas, konferensi tahunan ini membahas berbagai macam topik diskusi mulai dari tren iklan digital di 2017, bagaimana monetisasi lewat aplikasi, menciptakan inovasi dari aplikasi, tren terbaru di mobile commerce, aplikasi game, dan lainnya.

Di sesi keynote GMASA, CMO GDP Venture Danny Wirianto menyampaikan di era digital ini terjadi sepuluh perubahan gaya hidup masyarakat yang harus diperhatikan pebisnis startup. Mulai dari lebih berjiwa petualang, kurang jujur, kurang sabar, lebih ekspresif, dan lainnya.

“Masyarakat jadi kurang sabar, mereka ingin sesuatu didapat secara real time. Real time itu jadi the new normal. Pengembang aplikasi perlu membuat aplikasi yang sifatnya memudahkan orang, jadi lebih instan, sehingga mereka bisa jadi lebih cepat dalam memutuskan suatu keputusan,” terangnya.

Salah satu sesi diskusi panel membahas strategi mengukur performa iklan digital di 2017. COO Adskom Martinus Faisal menerangkan ketika perusahaan ingin melakukan brand campaign sebaiknya tidak terfokus pada KPI.

Pasalnya brand campaign tidak bisa diukur secara KPI. Perusahaan harus memikirkan bagaimana caranya agar produk mereka bisa menjadi top of mind bagi konsumen. “Antara brand campaign, user experience, dan cara measure-nya itu masing-masing memiliki metrik yang berbeda. Produk harus dikenal oleh target konsumen,” terang Martinus.

Di sisi pengembangan permainan, salah satu panelis, Co-Founder Agate Studio Shienly Aprilia, mengatakan tantangan pengembang game di Indonesia masih sama dari sebelumnya, yakni bagaimana cara mereka bisa dapat berkompetisi dengan game yang diciptakan dari pemain global.

“Dari total pertumbuhan market aplikasi games sekitar 30%-40%, sebagian besar di-absorb oleh pengembang game dari luar negeri. Solusinya adalah berkolaborasi dengan perusahaan lain dalam brand campaigning, misalnya mengajak public figure. Inilah yang kami lakukan saat campaign game Kuis Iseng Kaesang,” terangnya.

Ketiga pemenang Indie Pitch Fest
Ketiga pemenang Indie Pitch Fest

Selain menggelar diskusi panel, GMASA juga menggelar Indie Pitch Fest. Ada 10 finalis dari lima negara yang bertanding mendapatkan hadiah uang tunai dan goodies. Pemenangnya secara berurutan adalah Tapto (Unikom Codelabs), Froggy and the Pesticide (None Developers), dan Ruangkala (Motiontale). Ketiga pemenang berasal dari Indonesia.

Pemenang secara berurutan berhak mendapatkan hadiah uang tunai dan goodies senilai US$ 1250, US$ 750, dan US$ 500. Mereka berhasil mengalahkan finalis lainnya, termasuk yang berasal dari Jerman, Amerika Serikat, Brazil, dan Thailand.


Disclosure: DailySocial adalah media partner GMASA 2017 Jakarta

Miskonsepsi tentang Omnichannel

Dalam diskusi panel yang diadakan pada hari kedua Internet Retailing Expo (IRX) Indonesia 2017 beberapa hari yang lalu, ada pernyataan yang menarik yang disampaikan oleh CEO aCommerce Hadi Kuncoro dalam diskusi bertemakan kesiapan Indonesia dalam menyambut omnichannel di masa depan.

Hadi mengungkapkan industri e-commerce di Indonesia masih jauh dari layanan omnichannel, meski sudah ada beberapa pemain e-commerce yang menyatakan bahwa mereka fokus ke model bisnis omnichannel.

Menurut dia, model bisnis yang mereka jalani justru termasuk ke dalam pengertian multichannel. Menurut pemahaman Hadi, omnichannel memiliki basis utama kepuasan konsumen sebagai tolak ukurnya.

Dia menitikberatkan perbedaan kepuasan pelanggan saat belanja online tetapi harus mengambil barang secara offline dengan mendatangi toko ritel dari e-commerce bersangkutan. Kemudian membandingkan lagi dengan konsumen yang masuk ke toko ritel untuk berbelanja secara konvensional, setelah transaksi selesai konsumen keluar dari toko dengan menenteng barang belanjaan.

“Misal orang mau beli sepatu di toko, tapi tidak ada stoknya. Lalu, ketika dicek di toko online ada. Ngapain dia ke toko? Ini kan jadinya toko online sebagai alternatif. Baru bisa disebut omnichannel kalau konsumen datang ke toko dan online dapat experience yang sama. Ada miskonsepsi di sini yang harus diperbaiki” terang Hadi.

Hadi melanjutkan, seharusnya omnichannel itu bila diibaratkan ketika konsumen berbelanja di berbagai platform, tingkat kepuasannya harus sama. Baik dari sisi diskon, pengalaman, pembayaran, hingga pengiriman. Menurut dia, perjalanan menuju omnichannel itu berawal dari multichannel.

Pun demikian, Hadi juga tidak bisa memprediksi kapan Indonesia sudah siap memasuki omnichannel. Pasalnya, konsep multichannel saja baru-baru ini masuk Indonesia.

“Menurut saya belum ada [pemain e-commerce yang benar-benar implementasi omnichannel dengan baik di Indonesia]. Secara ekosistemnya saja masih jauh, Indonesia baru masuk tahap multichannel. Tapi apakah dari tahap ini bisa mengarah ke omnichannel? Bisa, tetapi setelah kepuasan pelanggan puas di manapun belanjanya.”

Hadi lebih menyukai untuk menyebut konsep yang saat ini dibilang omnichannel sebagai multichannel. aCommerce pun menyesuaikan diri dengan beberapa perusahaan e-commerce yang menyatakan diri sebagai pemain omnichannel, di mana kebetulan adalah klien perusahaan.

Program loyalitas adalah contoh omnichannel

Menurut pandangan Hadi, saat ini di Indonesia yang baru bisa disebut sebagai omnichannel adalah barang tak beraset. Salah satu contoh terdekatnya adalah program loyalitas.

Konsepnya konsumen belanja dari platform manapun, baik itu online dan offline, mereka akan tetap mendapat keuntungan yang sama saat menukarkan poinnya dalam bentuk online atau offline.

“Non aset itu bisa jadi lebih duluan disebut omnichannel karena kan yang aset itu ada inventory, jadinya lebih susah. Program loyalitas itu tools-nya sama, experience-nya sama, sehingga bisa disebut sebagai omnichannel. Tapi kan yang namanya omnichannel itu experience-nya dalam cakupan yang luas.”

Menelaah omnichannel vs multichannel

Menurut pandangan saya, apa yang dikatakan Hadi mungkin ada benarnya tapi juga mungkin ada tidaknya. Mengacu pada pengertian omnichannel yang disebut TechTarget, adalah pendekatan multichannel yang berusaha menyediakan berbagai layanan kepada pelanggan dengan mengutamakan kepuasan berbelanja, entah mereka berbelanja lewat desktop, perangkat mobile, telepon, atau datang ke toko offline.

Yang membedakan antara kepuasan konsumen omnichannel dengan multichannel adalah ada integrasi yang nyata dari front end sampai back end demi menciptakan kepuasan yang sama.

(Sumber: Kana)
(Sumber: Kana)

Apa yang dituliskan TechTarget, senada dengan pernyataan yang saya temukan dari HubSpot. Mereka bilang, pada intinya omnichannel itu adalah defisini dari pendekatan penjualan multichannel yang menyediakan pengalaman belanja yang terintegrasi.

Konsumen dapat berbelanja online dari desktop, perangkat mobile, telepon, atau toko dengan proses yang mulus. Menurut HubSpot, yang membedakan antara pengalaman omnichannel dengan multichannel terletak di kedalaman integrasi.

Semua pengalaman omnichannel akan menggunakan multiple channel, tapi tidak semua multichannel tergolong omnichannel. Jika Anda memiliki strategi pemasaran mobile yang baik, terlibat kampanye media sosial, dan situs web yang dirancang dengan baik. Namun tidak dapat bekerja sama satu sama lainnya, itu bukan omnichannel.

HubSpot menyampaikan, banyak perusahaan yang sangat terfokus pada peningkatan pengalaman multichannel dengan berinvestasi di situs, blog, atau media sosial. Mereka menggunakan platform tersebut untuk berhubungan dengan pelanggan. Tapi banyak kasus menunjukkan bahwa konsumen masih mengalami pengalaman yang kurang seamless dan konsisten.

Padahal, pendekatan secara omnichannel ini menjadi jalan untuk berinteraksi antara perusahaan dengan konsumen. Semangat yang ingin disampaikan dari omnichannel adalah memberikan pengalaman yang terintegrasi.

Menurut HubSpot, ada beberapa perusahaan yang menghadirkan konsep omnichannel dengan tepat. Misalnya Disney, Virgin Atlantic, Bank of America, Oasis, REI, Starbucks, dan Chipotle.

Dalam praktiknya, Starbucks memberikan kartu reward gratis setiap kali konsumen berbelanja di sana. Bedanya dengan program loyalitas konvensional lainnya, Starbucks memberikan akses kepada konsumen untuk mengakses kartu reward tersebut via handphone, situs, toko, dan dalam aplikasi.

Setiap ada transaksi dengan kartu tersebut, Anda secara otomatis akan mendapat notifikasi secara real time dari berbagai channel.

Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Aulia E Marinto menyampaikan pihaknya tidak dalam hal menyanggah apa yang disampaikan oleh Hadi. Sejatinya konsep omnichannel itu adalah hal yang baru di Indonesia sehingga tingkat kesuksesannya belum bisa dibuktikan.

Menurut dia, omnichannel itu adalah kombinasi dari praktik model bisnis online to offline (O2O). Dari yang ada sekarang, sambungnya, praktik omnichannel biasanya dilakukan oleh peritel offline yang sudah memiliki banyak gerai.

“Sah sah saja [berpendapat kontra] karena memang pada kenyataannya praktik omnichannel belum semasif channel biasa. Ini kan bagian dari inovasi yang akan terjadi di masa depan, bagaimana shopping journey bisa lebih seamless dengan menggabungkan pengalaman belanja online dan offline jadi satu, itu tantangannya. Karena muncul tantangan, jadinya timbul inovasi,” ucap Aulia.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Internet Retailing Expo Indonesia 2017

Jualio Siapkan Layanan Chatbot dan Platform Berjualan Berbentuk Instagram

Platform jual beli online lewat media sosial Jualio mengumumkan rencana bisnis terbarunya agar dapat menjaring lebih banyak penjual. Perusahaan akan meluncurkan layanan chatbot yang nantinya bakal tersedia di aplikasi chat Line, Telegram, Facebook Messenger, dan SMS. Selain itu, perusahaan akan menambahkan platform berjualan yang berbentuk seperti Instagram.

Sebenarnya, platform tersebut merupakan hasil integrasi dari akun Instagram milik penjual dengan teknologi Jualio. Penjual akan diberikan link khusus yang bisa dapat digunakan untuk berjualan. Semua foto yang dipajang di akun Instagram secara otomatis akan tersambung dengan link tersebut.

Hal ini akan memudahkan penjual, sehingga mereka tidak perlu satu per satu menggunggah foto dalam platform jualan mereka. Dalam platform tersebut juga sudah dihubungkan dengan escrow account untuk berbagai metode pembayaran, diantaranya bank transfer, kartu kredit, e-banking, dan e-wallet.

“Kedua layanan ini akan kami luncurkan pada akhir Februari 2016 mendatang,” ucap CEO Jualio Nukman Luthfie kepada DailySocial.

Sebelumnya, sambung Nukman, Jualio baru menyediakan platform media sosial Twitter dan Facebook saat pertama kali berdiri di 2015. Penjual hanya dipersyaratkan untuk membuat akun di platform Jualio dan mengunggah foto produknya di halaman profil mereka.

Setiap produk memiliki link pendek tersendiri, di mana nantinya setiap pembeli yang meng-klik link itu akan di bawa ke halaman produk. Pembeli dapat melihat detil produk yang dijual, informasi penjual, harga, dan link pembayaran. Pembeli tidak perlu mendaftar untuk melakukan pembelian, bila suka dengan produk yang jual, tinggal klik link dan menyelesaikan pembayaran.

Saat ini Jualio sudah menghimpun 3.500 penjual yang tersebar di Jakarta dan Jawa Barat. Sayangnya, Nukman enggan membeberkan lebih detil mulai dari perolehan pendapatannya hingga target dari meluncurkan produk terbarunya.

Dia hanya mengatakan untuk monetisasi, perusahaan memperoleh fee dari transaksi yang terjadi dalam platform saja. Adapun besaran fee yang didapat oleh Jualio per transaksi sebesar Rp4 ribu, angka tersebut adalah flat rate tanpa memandang nilai transaksi yang berhasil dicetak oleh penjual.

Implementasi chatbot

CTO Jualio Fahmi Bafadhal menambahkan layanan chatbot yang bakal disediakan Jualio ini nantinya akan mampu menangani seluruh percakapan konsumen hingga pembayaran selesai dilakukan.

Sebagai gambarannya, dari nomor penjual nantinya akan terhubung dengan teknologi chatbot yang sudah dikembangkan oleh Jualio. Nomor tersebut dapat di-add oleh pembeli dari berbagai platform chat messanging, seperti Line, Telegram, Facebook Messenger, dan SMS.

Bot tersebut akan mampu mendiagnosa ucapan pembeli, mulai dari harga produk, lokasi, ongkos kirimnya berapa, asal produk dari mana, apakah bisa ditawar, dan sistem pembayarannya mau pilih apa.

“Semua ucapan itu akan dijawab oleh bot. Ketika pembeli mengucapkan kata “oke, saya mau beli” bot akan mampu inisiasi sistem pembayarannya tanpa harus keluar dari aplikasi chat, kecuali bila memilih kartu kredit,” terang Fahmi.

Sekadar informasi, Jualio berdiri secara resmi sejak Mei 2015. Jualio baru pertama kali mendapat suntikan dana segar dari angel investor lokal tepat pada saat mereka berdiri dengan nilai yang tidak disebutkan. Hingga kini, strategi pemasaran Jualio cenderung masih dikerjakan secara konvensional, mulai dari referensi mulut ke mulut hingga ketemu langsung dengan calon penjual.

Fahmi mengungkapkan, saat ini pihaknya sedang dalam tahap mencari investor untuk mendapatkan dana segar. “Pas Jualio baru berdiri, kami dapat suntikan dari angel investor. Sekarang kami pakai bootstrap dan sedang mencari-cari VC sih,” pungkasnya.

Investree dan Bank Woori Saudara Resmikan Kemitraan

Dalam rangka memberdayakan industri UKM lebih luas, platform P2P lending PT Investre Radhika Jaya (Investree) dan PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk menjalin kemitraan bisnis. Kolaborasi ini akan memudahkan nasabah Bank Woori Saudara (BWS) yang belum terjangkau dalam kategori layak kredit, baik karyawan maupun badan usaha yang membutuhkan dana cepat ataupun yang belum memenuhi syarat perbankan, akan diarahkan ke platform Investree sebagai alternatif mendapatkan pinjaman. Kerja sama ini akan dilakukan pada Februari 2017 mendatang dengan memilih kota Jakarta dan Bandung sebagai pilot project-nya.

Tak hanya itu, nasabah prioritas dan deposan BWS juga akan ditawarkan menjadi pihak peminjam (lender) untuk menginvestasikan uangnya di Investree.

Bentuk kerja sama seperti ini memungkinkan, pasalnya sudah diterangkan dalam POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Dalam aturan tersebut, disebutkan maksimal pinjaman yang bisa diberikan dari peminjam sebesar Rp 2 miliar.

Dalam catatan Investree, imbal hasil (return) yang diperoleh peminjam sepanjang tahun lalu rata-rata sebesar 17,4%. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan rata-rata suku bunga deposito di kisaran 6%.

“Bank tidak bisa jadi lender di Investree karena ini kan model bisnisnya P2P. Jadinya yang paling memungkinkan adalah menjangkau nasabah prioritas dan deposan BWS untuk berinvestasi di Investree sebagai alternatif,” terang Direktur Bisnis UKM & Konsumer BWS Denny Novisar Mahmuradi, Selasa (24/1).

Kolaborasi yang diklaim pertama kali di Indonesia ini, menjadi peluang bagi kedua belah pihak untuk saling berkontribusi memperluas jangkauan nasabah serta meningkatkan inklusi keuangan di Tanah Air. Baik Investree dan BWS sama-sama memiliki fokus bisnis yang sama, yakni UKM dan ritel.

Dalam portofolio pinjaman Investree sepanjang tahun lalu, hampir 95% dari total pinjaman berasal dari UKM. Begitupun BWS, dari total penyaluran kredit porsi dari ritel mencapai 60% dan sisanya dari kredit korporasi 40%.

“Karena kesamaan fokus ini, jadi menimbulkan sinergi yang positif, sekaligus percepatan bisnis bagi kedua belah pihak. BWS sebagai bank swasta multinasional sangat membantu kami menyebarluaskan kemudahan berinvestasi dan mendapatkan pinjaman lewat fintech maupun P2P yang dapat diakses di mana saja,” tutur Co-Founder dan CEO Investree Adrian A Gunadi.

Bagi Investree, kerja sama ini dapat mendorong target penyaluran pinjaman lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Tahun lalu, Investree telah menyalurkan pinjaman Rp 53,7 miliar, dengan pinjaman lunas terbayarkan sebesar Rp 45 miliar. Bila dirinci, rata-rata pinjaman UKM sekitar Rp300 juta sementara pinjaman karyawan sekitar Rp10 juta.

Adrian menargetkan dengan adanya tambahan kerja sama ini, diharapkan sampai pertengahan 2017 jumlah pinjaman bisa menembus angka Rp100 miliar dan dapat menutup tahun ini di angka Rp200 miliar. Adapun salah satu strateginya yakni dengan menggandeng bank lainnya, aset manajemen, supply chain, dan e-commerce.

“Kami menganut open platform, jadinya memungkinkan berbagai kerja sama bisa terjalin. Terlebih POJK P2P lending sudah terbit, menjadikan landasan hukum kami bisa lebih jelas dan kuat.”

Tambah kerja dengan P2P lending lainnya

Tahun ini menjadi momentum bagi BWS untuk memulai kolaborasi bisnis dengan perusahaan fintech P2P lending. Selain Investree, BWS berencana akan menambah dua perusahaan P2P lending lainnya sepanjang tahun ini.

Hal ini menjadi salah satu bentuk upaya perusahaan dalam meningkatkan pendapatan non bunga (fee based income) dapat tumbuh 25% dibandingkan perolehan di tahun lalu sekitar Rp160 miliar. Menurut Denny, kontribusi fee based income tahun lalu dikontribusikan oleh trade finance, kemudian diikuti bank garansi, dan bancassurance.

“Biasanya untuk fee yang kami terima dari kerja sama bancassurance sekitar 2%-3% per transaksi, kalau untuk fintech kemungkinan bisa di bawah 1%. Secara persentase memang kecil, tapi volume akan sangat banyak,” terang Denny.

Selain itu, BWS juga akan berhenti ekspansi pembukaan kantor cabang untuk mendukung fokus perusahaan yang akan mengarah ke digitalisasi. Saat ini BWS telah memiliki 140 kantor cabang yang tersebar dari Palembang hingga Denpasar.

“Seiring terjadinya tren penurunan kunjungan nasabah ke kantor cabang akibat pergeseran gaya hidup ke digital. Kami memutuskan untuk berhenti ekspansi kantor cabang, investasinya cukup besar dan bakal terjadi biaya overhead,” pungkasnya.

Resmikan Kehadiran di Indonesia, 99.co Luncurkan Situs dan Aplikasi untuk Agen Properti

Situs listing properti asal Singapura 99.co akhirnya meresmikan kehadirannya di Indonesia dengan meluncurkan situs konsumen dan aplikasi untuk agen properti. 99.co sebenarnya sudah mulai menginjakkan kakinya di Indonesia sejak 2015, namun pada saat itu perusahaan masih dalam tahap penetrasi pasar sehingga lebih banyak melakukan riset dan analisis.

Indonesia merupakan negara pertama yang disambangi 99.co setelah resmi berdiri di Singapuran pada 2014 silam. Indonesia diklaim sebagai pasar yang penting bagi 99.co, mengingat jumlah populasinya yang cukup besar, ada permintaan yang cukup tinggi dari kalangan millennial yang mulai hidup berkeluarga.

99.co juga menunjuk Country Manager Indonesia baru, Irvan Ariesdhana, menggantikan Rizki Indrawan.

“Saat pertama kali di Indonesia, kami juga testing business model dengan masuk ke segmen properti baru (primary property). Hasilnya memuaskan, dari kuartal IV tahun lalu, kami berhasil menyerap 400 unit properti. Untuk menandakan peresmian kami di Indonesia, kami meluncurkan dua produk baru yaitu situs konsumen dan aplikasi Android khusus untuk agen properti,” terang CEO 99.co Darius Cheung, Senin (23/1).

Situs konsumen yang dihadirkan oleh perusahaan mengadaptasi fitur-fitur yang dimiliki situs 99.co Singapura. Misalnya fitur pencarian berdasarkan peta, perbandingan antara produk sejenis, dan live chat dengan concierge officer.

Aplikasi 99.co sebenarnya bisa diunduh oleh siapapun, hanya saja ada pembatasan fitur untuk non agen/konsumen. Untuk agen, informasi yang dihadirkan lebih lengkap, misal ada pemberitahuan mengenai komisi yang akan didapat dan fitur broadcast message ke berbagai platform, serta juga dilengkapi fitur live chat dengan concierge officer.

“Karena kami masih fokus pada primary property, informasi yang ditampilkan di situs jadi lebih akurat karena sumber informasinya langsung dari pihak developer. Beda dengan listing secondary property yang biasanya tidak mencantumkan koordinat alamat lengkap di peta. Fitur pencarian dengan peta jadi keunggulan dari 99.co,” ucap Country Manager 99.co Indonesia Irvan Ariesdhana.

Irvan menjelaskan untuk lebih memahami kebutuhan semua pihak yang terkait dalam transaksi properti, 99.co tidak menjalankan model business to consumer (B2C). Melainkan lebih ke business to business to consumer (B2B2C). Menurut dia, konsumen kini semakin selektif dalam menentukan pilihan, apalagi sesuatu yang menyangkut keputusan besar seperti pembelian properti.

Kemudahan akses informasi ke produk properti jadi faktor penentu dalam proses transaksi. Maka dari itu, developer dan agen properti harus siap beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Dengan memanfaatkan teknologi dan model bisnis B2B2C, 99.co menghubungkan semua pihak dalam industri properti dengan tujuan yang sama, yakni transaksi.

Pencapaian bisnis 99.co Indonesia

Hingga kuartal IV 2016, pihak 99.co mengklaim pencapaian bisnis perusahaan cukup memuaskan berhasil menyerap 400 unit properti. Pasalnya pada tahap awal penetrasi bisnis, 99.co baru memfokuskan pada pasar primary properti yang diklaim informasi peta yang dihadirkan cukup detil.

Saat ini 99.co Indonesia menggarap 40 proyek dari beberapa pengembang nasional yang sudah bekerja sama dengan perusahaan. Adapun lokasinya masih terpatok di Jabodetabek saja.

Irvan menerangkan dari penyerapan 400 unit properti itu, diantaranya terdiri dari rumah sebesar 60% dan apartemen 40%. Pembelinya mayoritas berasal dari kalangan menengah ke bawah, di mana sekitar 80%-90% dari mereka yang memanfaatkan layanan Kredit Tanpa Agunan (KTA) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA).

Dalam tahun ini, perusahaan juga akan menambah dua lokasi proyek baru dan tidak menutup kemungkinan untuk merambah pasar secondary property. Dengan berbagai strategi tersebut, perusahaan memasang target yang cukup ambisius sepanjang tahun ini. 99.co Indonesia ingin tumbuh 20 kali lipat dari pencapaian di bandingkan kuartal lalu.

“Kami masih pelajari sebelum masuk ke sana [secondary property]. Kami juga sangat optimis target bisa tercapai, sebab tumbuh 20 kali lipat itu masih belum achieve dari total pasar properti yang ingin kami raih di Indonesia.”

Untuk mendorong penjualan, 99.co juga menyediakan program loyalitas untuk agen properti. Salah satunya bonus dana tunai untuk agen yang berhasil mencetak penjualan perdana lewat platform 99.co. Selain itu, agen juga akan dapat menukar poin yang berhasil dikumpulkan ke berbagai merchant untuk dibelanjakan.

“Saat ini program loyalitasnya masih berupa bonus cash, nanti kami akan ajak kerja sama dengan merchant agar agen bisa redeem poin yang sudah dikumpulkan sebelumnya,” pungkas Irvan.

Application Information Will Show Up Here

Lima Ventura Sasar Investasi di Startup Digital Lewat Inkubator Parama Indonesia (UPDATED)

Perusahaan modal ventura lokal Lima Ventura mengungkapkan pengalihan fokus investasi yang kini mulai mengarah ke startup digital, dari sebelumnya usaha yang masih bergerak di jalur offline. Cara yang ditempuh oleh perusahaan misalnya dengan mengadakan kompetisi tahunan dengan tema startup yang berbeda-beda.

Lima Ventura merupakan perusahaan modal ventura lokal yang sudah berdiri sejak 2011. Managing partner Lima Ventura adalah PT LiMa Rachmat Sejahtera, milik Surachmat Sunjoto selaku pendiri dan pemilik mayoritas. Pemilik lainnya Fadri Effendy dan Yan Rezky Fahza selaku Limited Partner. Aset portofolio dalam kelolaan Lima Ventura saat ini sebesar Rp 50 miliar.

Untuk turut mengambil andil di pengembangan startup digital, perusahaan mendirikan program inkubasi dan akselerasi Parama Indonesia yang sebelumnya bernama Kompetisi Bisnis. Dari situ, Panama mulai menggelar kompetisi tahunan untuk diberikan dukungan pembiayaan dan kerja sama bisnis. Kegiatan baru ini dimulai sejak tahun lalu.

“Lima Ventura sebelumnya membiayai banyak UKM, tetapi untuk kategori startup digital baru melakukan dua kali lewat kompetisi. Sub sektor yang kami pilih sesuai fokus pemerintah [Bekraf],” terang Direktur Parama Indonesia Agni Pratama kepada DailySocial.

Dalam kompetisi tahun lalu, Lima Ventura memilih startup fesyen, dengan pemenang terpilih Voyej Leather Good, perusahaan fesyen apparel anak muda yang berorientasi menjadi pemimpin pasar leather apparel di regional dan Indonesia.

Untuk tahun ini, Panama Indonesia memilih tema startup food tech. Perusahaan telah menetapkan lima startup sebagai pemenang. Mereka adalah Gorry Gourmet (Jakarta), Masaku (Surabaya), Hong Tang (Jakarta), Roast Beef Gusto (Jakarta), dan Yagami Ramen (Bandung). Kelima pemenang ini berhak mendapatkan total dana investasi sebesar Rp15 miliar, dengan besaran nominal diprioritaskan sesuai kebutuhan masing-masing perusahaan.

Agni menjelaskan pihaknya memilih food tech karena sektor food and beverages (FnB) dan teknologi adalah dua sektor ekonomi yang sangat berpotensi baik dari sisi pertumbuhan bisnis maupun market size-nya di skala regional dan nasional. Makanan dan teknologi adalah sub sektor andalan pemerintah yang memiliki kontribusi tinggi terhadap produk domestik bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja.

“Makanan dan teknologi merupakan sektor bisnis yang memiliki profitabilitas yang baik. Semua latar belakang itulah yang menjadikan Lima Ventura memiliih sektor tersebut untuk tema kompetisi tahun ini.”

Berikutnya, sambung Agni, Lima Ventura tetap akan mengacu pada sub sektor ekonomi kreatif yang berpotensi pada dampak bisnis, sekaligus berkontribusi pada PDB dan penyerapan tenaga kerja.

Tak hanya pendanaan yang diberikan Lima Ventura. Pemenang juga akan diberi pendampingan dengan jaringan yang dimiliki perusahaan. Tujuannya agar mereka dapat mempercepat penetrasi pasar.


*Terdapat perbaikan nama

Female Daily Network Tahun Ini Fokus Meningkatkan Pendapatan dan Pengguna Aktif Melalui Aplikasi Mobile

Platform komunitas online perempuan Female Daily menargetkan pencapaian bisnis yang lebih signifikan di 2017, pasca diluncurkannya aplikasi mobile awal tahun ini. Female Daily akan memaksimalkan konten berbau kecantikan di berbagai platform, bekerja sama dengan pemilik brand, salon dan spa untuk memperkuat kehadirannya di jalur offline. Tak hanya itu, perusahaan juga berniat menggalang dana segar baru.

Peluncuran aplikasi ini merupakan hasil pasca akuisisi perusahaan pengembang aplikasi J-Technologies (J-TECH) pada kuartal tiga tahun lalu. Situs Female Daily sendiri sudah ada sejak 2005 silam.

Co-Founder dan CEO Female Daily Hanifa Ambadar mengatakan pihaknya ingin meningkatkan jumlah unduhan dan pengguna aktif bulanan lewat aplikasi. Saat ini format aplikasi yang disediakan Female Daily masih berupa model view presenter (MVP), sehingga tidak semua fitur yang ada di desktop sudah tersedia di aplikasi.

Untuk membaca artikel, pembaca akan diarahkan ke situs, begitu juga untuk forum. Padahal, dia menyadari dari sisi traffic 80% pembaca datang dari mobile.

“Tapi nanti semua akan ada di aplikasi, walaupun bisa juga diakses dari situs. Kami berharap dengan adanya aplikasi akan jauh lebih memudahkan pembaca untuk mencari informasi dan berinteraksi. Impian kami di setiap ponsel milik perempuan ada aplikasi kami,” terang Hanifa kepada DailySocial.

Kegiatan pemasaran yang akan dilakukan Female Daily pada tahun ini agak sedikit berbeda di banding tahun lalu. Tahun ini Mommies Daily tidak akan dikesampingkan, karena banyak potensi yang bisa digali dari Mommies Daily.

Sepanjang tahun lalu, kinerja bisnis Female Daily dari segi pengguna aktif bulanan naik 30% secara year-on-year dengan 2 juta pengguna. Dia mengaku kenaikan ini 95% disebabkan faktor organik. Pengunjung secara repetitif terus berkunjung ke situs. Di sisi penjualan, disebutkan ada kenaikan 40% dibandingkan tahun sebelumnya.

“Kami merasa harusnya tahun ini bisa jauh lebih tinggi untuk kedua sisi tersebut. But considering dunia digital di 2016 lesu banget banyak yang tutup dan layoff, sepertinya pencapaian kami not bad at all. After all we are building the company to last, bukan hanya mencari significant growth dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.”

Hanifa menekankan sejak pertama kali Female Daily berdiri perusahaan sudah mulai monetisasi bisnis. Adapun sumber monetisasi perusahaan berasal dari content & community engagement, bekerja sama dengan perusahaan agensi dan brand.

Brand-nya pun tidak hanya produk kecantikan, tapi juga FMCG, appliances, banking, dan lain sebagainya.”

Terkait penggalangan dana segar, pihaknya memastikan akan dilaksanakan pada tahun ini. Aksi memang dibutuhkan perusahaan karena tujuannya untuk meningkatkan skalabilitas bisnis. “Rencananya tahun ini kami akan fundraising karena memang untuk scale up butuh dana yang tidak sedikit.”

Terakhir, perusahaan mendapatkan suntikan dana dari tiga perusahaan modal ventura dari Ideosource, Convergence, dan SMDV. Sebelumnya, di 2012 perusahaan mendapat suntikan dari angel investor.

Application Information Will Show Up Here