Program “Project Alpha” Siap Dukung Startup Tahap Awal di Indonesia

Meluncurkan startup itu tidak mudah, banyak aspek yang harus disiapkan, teknis dan non-teknis. Dalam upaya membantu penggiat startup di Asia Tenggara untuk bertumbuh, SeedPlus dan Amazon Web Services menginisiasi sebuah program yang disebut dengan “Project Alpha”.

Project Alpha memiliki tujuan untuk mencari dan memberdayakan startup pemula yang berpotensi untuk berkembang di pasar Asia Tenggara. Program tersebut mencoba menjadi pendamping pertumbuhan startup melalui program pembiayaan operasional, bimbingan kewirausahaan, dan mengantarkan startup untuk fundraising.

Tahun 2018 ini Project Alpha melakukan debut di Kuala Lumpur, Bangkok, Singapura dan Jakarta. Kehadirannya di masing-masing kota menggandeng langsung startup terbaik di wilayah tersebut. Di Jakarta, menggandeng GO-JEK, GO-LIFE, dan Bizzy, program Project Alpha akan mengadakan roadshow.

Acara akan diselenggarakan pada tanggal 9 Agustus 2018, bertempat di GO-JEK HQ (Pasaraya Blok M, Building B, 6th Floor, Jakarta) dimulai pukul 13.00 WIB. Beberapa pemateri dari ketiga startup pendukung akan memaparkan kiat sukses startup untuk mencapai pertumbuhan yang mengesankan.

Dalam rowdshow tersebut juga akan didiskusikan tentang cara pemilik startup untuk dapat bergabung di program Project Alpha. Namun bagi startup yang ada di luar kota juga bisa bergabung melakukan submisi pitch-deck dengan template yang sudah disediakan.

Nantinya startup yang terpilih dalam program masing-masing akan mendapatkan paket layanan komputasi awan dari AWS senilai $25.000, peningkatan pangsa pasar melalui jaringan AWS dan SeedPlus, hingga kesempatan mendapatkan pendanaan tahap awal dari SeedPlus.

Sebagai informasi, SeedPlus sendiri merupakan pemodal ventura berbasis di Singapura yang fokus pada pendanaan startup di tahap awal. Sementara AWS adalah pemimpin pasar komputasi awan global yang menyediakan berbagai alat untuk pengembangan produk digital.

Informasi lebih lanjut dan pendaftaran ke acara, kunjungi situs resminya melalui: http://alpha.seedplus.com.

Bagaimana Perbankan Indonesia Melihat Disrupsi Digital

Lembaga riset PwC merilis laporan survei bertajuk “Digital Banking in Indonesia 2018”. Survei tersebut dilakukan pada 43 institusi perbankan di Indonesia melibatkan 52 responden yang terdiri dari kalangan CEO, Vice CEO, C-Level dan pemegang kendali strategis bank lainnya. Secara garis besar, survei ini ingin menangkap tentang kepedulian perbankan di Indonesia dengan strategi digital guna menangkap peluang konsumen dan mengimbangi disrupsi teknologi yang tengah mengguncang dunia.

Umumnya strategi digital dielaborasikan ke dalam lini strategi lain yang sudah ada sebelumnya. Di perbankan Indonesia, kebanyakan dari responden (66%) menjawab bahwa strategi digital ditempatkan ke dalam bagian strategi korporasi. Respons tersebut dinilai menunjukkan arah baik, yakni penerimaan strategi digital sebagai strategi bisnis, bukan semata-mata inisiatif teknologi informasi.

Penempatan strategi digital di dalam perbankan / PwC
Penempatan strategi digital di dalam perbankan / PwC

Indikasinya, bank-bank besar telah memulai perjalanan transformasi digital terlebih dulu. Namun survei juga masih menemukan tantangan dalam mengembangkan pandangan umum tentang strategi digital. Tim produk, tim pelayanan, tim teknologi, dan tim digital khusus menciptakan strategi digital mereka sendiri-sendiri.

Fokus strategi digital

Sektor konsumen (90%) yang selama ini dipandang sebagai benteng stabilitas perbankan justru mendominasi jawaban terkait fokus strategi digital yang akan digulirkan perbankan. Pun demikian dengan segmentasi yang disasar, kalangan umum menjadi prioritas terbesar (70%). Pada responden menyatakan bahwa ada indikasi area tersebut akan mulai terganggu pemain fintech dalam kurun lima waktu mendatang, sehingga strategi digital yang digulirkan harus memastikan layanan bank akan tetap relevan di masa itu.

Fokus implementasi strategi digital dalam perbankan / PwC
Fokus implementasi strategi digital dalam perbankan / PwC

Dalam praktiknya masih banyak kalangan pelanggan yang lebih memilih interaksi langsung (dengan manusia) dengan proses bisnis yang sudah ada tatkala berurusan dengan finansial, namun pendekatan digital memang menjadi layak diprioritaskan untuk memastikan perbankan mampu bersaing di semua segmen konsumen. Melalui teknologi, fintech memberikan akses 24/7 terhadap layanan yang disediakan. Mereka mencoba untuk menjadi layanan yang konsumen-sentris.

Temuan menarik lainnya dari responden survei, penerapan strategi digital yang sudah banyak diusung saat ini ialah untuk memfasilitasi layanan pelanggan (82%). Saat ini perbankan mulai aktif di media sosial menjawab berbagai keluhan atau pertanyaan dari pelanggan. Di lain sisi mulai ada perbankan yang mulai mengembangkan layanan berbasis chatbot sehingga dapat memberikan otomasi selama 24/7 dalam pelayanan pelanggan.

Bentuk layanan yang disasar dengan strategi digital perbankan / PwC
Bentuk layanan yang disasar dengan strategi digital perbankan / PwC

Akuisisi pelanggan juga menjadi hal yang dianggap penting (68%), mereka memanfaatkan inovasi digital untuk menggiring konsumen baru, menghadirkan pembeda dengan layanan dari institusi lain.

Strategi digital dikontrol CIO/CTO

Sekitar 64% responden percaya lingkungan teknologi informasi yang ada di perusahaan saat ini sudah cukup efektif mendukung strategi digital yang ada. Implikasinya persentase paling besar terkait kepemimpinan strategi digital dipikul CIO/CTO (36%), sebagai kepala unit teknologi di perusahaan. Peran mereka dianggap penting, pasalnya transformasi digital dalam perbankan dianggap akan berhasil jika telah diawali dengan transformasi di lingkungan perusahaan itu sendiri.

Tulang punggung strategi digital dalam perbankan / PwC
Tulang punggung strategi digital dalam perbankan / PwC

Kendati demikian ada beberapa hal yang menjadi tantangan organisasi dalam proses pengembangan perangkat lunak untuk mendukung transformasi digital. Beberapa yang umum dikeluhkan misalnya soal “Time to Market” cenderung lama atau terlambat sehingga menghilangkan beberapa fitur penting. Selain itu “Development Agility” juga menjadi hambatan lain, menjadikan perusahaan tidak bisa secara cepat memenuhi permintaan pasar. Faktor “Usability and Interoperabillity” turut masuk ke dalamnya, padahal ini menjadi salah satu landasan penting dalam mengikuti inovasi teknologi.

Beberapa faktor di atas ternyata juga berkorelasi pada kekhawatiran akan risiko yang terjadi dalam transformasi digital perbankan. Persentase terbesar menghawatirkan jaminan keamanan sistem (48%), sebagian besarnya lagi menghawatirkan ketersediaan talenta untuk menopang kebutuhan strategi digital tersebut (38%), dan dinamika teknologi yang sangat cepat turut menimbulkan kekhawatiran (34%) di tengah persaingan antar bisnis yang makin ketat.

Kekhawatiran perbankan dengan pendekatan digital ke depannya / PwC
Kekhawatiran perbankan dengan pendekatan digital ke depannya / PwC

Mendorong strategi digital

Esensi dari layanan bank tidak pernah berubah, digitalisasi layanan mengarahkan agar prosesnya menjadi lebih efektif memanfaatkan perangkat komputasi yang dimiliki pengguna. Pemain fintech dari menawarkan kemudahan dengan aspek digital tersebut, membuat perbankan tidak mau berdiam diri. Dari survei pun dikemukakan, bahwa inovasi platform digital perbankan menjadi yang paling digencarkan (90%). Kemudian yang kedua justru pada analisis big data (78%).

Aset terbesar bank adalah pada basis data pengguna yang sudah sangat besar. Digitalisasi yang sudah dimulai mengonversi pencatatan data manual ke sistem komputer. Data besar tersebut kini disadari dapat menjadi sebuah investasi dalam penyusunan strategi, sehingga platform berbasis analisis dinilai menjadi urgensi bank untuk dikembangkan. Tujuannya untuk menemukan tren yang dihimpun langsung dari basis nasabah perbankan itu sendiri, dikenal dengan istilah “Know Your Customer”.

Produk digital yang menjadi prioritas pengembangan / PwC
Produk digital yang menjadi prioritas pengembangan / PwC

Yang tak kalah menarik justru keterbukaan perusahaan terhadap teknologi baru. Dalam visualisasi persentase di atas, Artificial Intelligence dan Blockchain memiliki porsi cukup, dua pendekatan teknologi dini digadang-gadang akan banyak merevolusi sektor keuangan dalam beberapa waktu ke depan.

Persaingan dengan pemain fintech

Tidak dimungkiri bahwa fintech mulai mendapatkan porsi konsumen yang besar. Sehingga tidak mengherankan perkembangannya cukup memberikan kekhawatiran kepada bisnis perbankan. Dari hasil survei PwC, kebanyakan responden memberikan jawaban terkait pemain mana yang mulai banyak mempengaruhi sektor keuangan. Jawaban terbesar ialah GO-PAY, disusun Alibaba (AliPay), Grab, hingga Tokopedia. Keunggulan masing-masing platform yang disebutkan tadi selain mereka memiliki fitur finansial digital, mereka juga memiliki komoditas layanan dan produk yang sehari-hari dapat dipakai oleh konsumen.

Pemain fintech yang dianggap mulai mengganggu sektor perbankan / PwC
Pemain fintech yang dianggap mulai mengganggu sektor perbankan / PwC

Indonesia tengah mengalami booming e-commerce dan fintech. Memanfaatkan teknologi, mereka dapat berlari kencang melakukan akuisisi pengguna dan mempelajari tren kebutuhan yang ada. GO-JEK misalnya, dari basis data awal konsumen transportasi on-demand kini mulai berkembang dengan pelayanan lain. Belum lagi sektor lain, termasuk ritel, telekomunikasi, hingga perusahaan teknologi yang mulai melirik potensi pemanfaatan teknologi keuangan.

SIAP Kembali Buka Pendaftaran Program Inkubasi untuk Startup di Bidang Sosial

Laporan tentang perkembangan startup bidang sosial di Indonesia yang dirilis Angel Investment Network Indonesia (ANGIN) pada tahun 2017 mengemukakan bahwa sekitar 80% dari pemain yang ada tidak bertahan lama. Penyebab utamanya para startup masih kesulitan melakukan validasi bisnis dan menyesuaikan dengan kebutuhan pasar. Kondisi tersebut juga membuat startup kesulitan dalam menerima pendanaan dari investor. Terlebih di Indonesia sangat minim kisah sukses dari sebuah startup sosial yang dapat dijadikan rujukan.

Kurangnya jejaring, sumber pendanaan, akses pengetahuan, jiwa kewirausahaan dan juga belum terbentuknya ekosistem wirausaha sosial yang memadai menambah permasalahan para pendiri startup sosial untuk berkembang. Melihat hal tersebut, William Hendradjaja (Co-Founder Impact Hub Jakarta), Aldi Ulaan (General Manager Kolaborasi.co), dan Aghnia Banat (Managing Partner SIAP), menginisiasikan sebuah program bernama Social Innovation Acceleration Program (SIAP).

SIAP adalah sebuah program edukasi dan inkubasi yang bertujuan meningkatkan kapasitas founder startup sosial melalui dua program utama, yaitu: Social Enterprise Development (SED) Bootcamp dan Advancement Stage. SED Bootcamp adalah program mentoring yang berlangsung intensif selama dua bulan bagi para founder. Pada program ini, para founder berkesempatan untuk mendapatkan hands-on mentoring, networking, dan akses kerja sama dengan stakeholder di bidang sosial seperti NGO.

Setelah lulus dari bootcamp ini, SIAP akan mengurasi 3 startup ke dalam Advancement Stage, dengan 3 program yang lebih mendalam, yaitu: product development, network enhancement, dan impact assessment. Pada batch pertama, SIAP telah menginkubasi 10 startup, terdiri dari iBeasiswa, WarungKebunku, SehatMental.id, PiBo, LeloqBelu, SiPanen, Venambak, Obabas, SiPanen dan SecondChance.  Antusiasme baik dari pelaku startup di Jakarta membuat SIAP bersemangat membuka program SED Bootcamp batch kedua pada 11 Agustus – 22 September 2018 mendatang.

Batch kedua ini akan dibuka untuk 30 startup yang bergerak di bidang pertanian, pendidikan, dan kesehatan. Sekurangnya akan ada 14 orang mentor yang akan mengisi sesi, beberapa di antaranya Aria Widianto (VP Strategy & Partnership Amartha), Iqbal Hariadi (Head of Marketing Kitabisa.com), Dimas Pramudya (Internal Growth GO-JEK), Dondi Hananto (Partner Patamar Capital), Aldi Adrian Hartanto (Head of Investment Mandiri Capital Indonesia) dan Afifa Urfani (Chief Marketing Crowde).

Bagi startup yang berminat, pendaftaran akan dibuka hingga tanggal 4 Agustus mendatang. Pendaftaran dapat dilakukan melalui tautan berikut ini http://bit.ly/batch2siap.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner Social Innovation Acceleration Program

Tanibox Gabungkan Blockchain dan IoT untuk Merevolusi Sektor Pertanian

Tanibox hadir mengusung konsep smart agriculture yang cukup inovatif. Ia memadukan kapabilitas blockchain dan Internet of Things (IoT) untuk menyajikan sistem pertanian yang lebih efektif. Proyek pengembangan startup ini bermula pada tahun 2012 saat pasangan Asep Bagja Priandana dan Retno Ika Safitri (co-founder) merancang sebuah proyek pribadi berbasis IoT untuk urban farming di apartemen miliknya. “Tanibox” adalah nama proyek yang waktu itu disepakati.

Proyek pribadi tersebut terus berlanjut, hingga akhirnya keduanya berpindah rumah dan memiliki kebun kecil sebagai laboratorium risetnya. Singkat cerita proyek tersebut berevolusi menjadi sebuah produk teknologi, mereka memvalidasinya dengan mengikuti kompetisi Indonesia IoT Challenge (mendapat juara ketiga). Akhir tahun 2016, sistem manajemen pertanian bernama “Tania” diinisiasi.

Mantap dengan inovasinya, awal tahun 2017 Tanibox berdiri sebagai unit bisnis dan merilis Tania ke publik sebagai open source. Kuartal ketiga tahun 2017, Tanibox mendaftarkan diri sebagai unit usaha legal di Estonia. Dengan tim yang semakin komplit, Tanibox kini debut dengan tiga produk: Tania, Terra, dan Trace. Tahun 2018, selain merilis pembaruan Tania, ada terobosan berupa kampanye pra-ICO (Initial Coin Offering) untuk TaniCoin, titik awal adopsi blockchain Tanibox.

Tampilan dasbor aplikasi Tania / Tanibox
Tampilan dasbor aplikasi Tania / Tanibox

Sebuah perjalanan startup yang cukup menarik untuk didalami. DailySocial menghubungi CEO Tanibox Asep Bagja untuk menanyakan beberapa detail dalam proses inovasi dan pendirian. Kami mengawali perbincangan dengan pembahasan dua unit legal bisnis yang saat ini dimiliki Tanibox, di Indonesia dan Estonia. Asep menjelaskan ada alasan khusus dan urgensi terkait hal tersebut.

“Tanibox memang terdaftar di dua negara. Yang di Estonia untuk menyasar pasar Uni Eropa dan memudahkan saat butuh merekrut talenta di sana. Saat ini tim di Tanibox beroperasi secara remote dan tersebar di beberapa kota di Indonesia: Denpasar, Solo, Bandung, Bekasi dan Jakarta. Di awal masa pengembangan, kami juga sempat mengontrak orang asing dan bekerja secara remote dari luar negeri: Estonia dan Kanada. Saat ini, kami juga sedang melakukan pengurusan cryptocurrency business license di Estonia, karena di sana legal framework untuk cryptocurrency sudah ada,” jelas Asep.

Konsep blockchain untuk pertanian

Penerapan blockchain untuk penyelesaian masalah pertanian bisa dibilang masih sangat baru. Banyak skenario yang bisa diaplikasikan, salah satunya seperti yang tengah digarap tim Tanibox. Terkait implementasi blockchain Asep menjelaskan bahwa dengan menggunakan blockchain segala transaksi yang terjadi di dalamnya akan sangat transparan dan datanya sulit untuk diakali.

“Misal dengan adanya transparansi di dalam sistem, orang jadi tahu seorang pembeli apakah membeli komoditas dari petani dengan harga pasar yang baik atau tidak (fair trade), atau konsumen jadi bisa tahu cerita perjalanan satu produk komoditas yang dia beli di supermarket sejak mulai dari tangan petani sampai ke supermarket. Jika ada komoditas yang membutuhkan sertifikasi seperti kelapa sawit dengan RSPO-nya (Roundtable on Sustainable Palm Oil), akan semakin memudahkan pihak pemberi sertifikasi apakah perkebunan tersebut benar-benar sudah memenuhi syarat atau tidak,” terang Asep.

Cukup meyakinkan, namun pertanyaannya akan selalu kembali pada kondisi sektor agro yang ada di Indonesia, salah satunya persoalan SDM pertanian. Di Tanibox strateginya ialah pada penerapan model bisnis, konsumen utamanya adalah B2B. Misal koperasi yang menaungi banyak petani, koperasi inilah yang akan menjadi konsumen Tanibox, dan mereka yang akan mengajarkan petani-petaninya.

Asep turut mengoreksi anggapan kondisi SDM pertanian yang ada saat ini, lambat laun mereka juga melek teknologi. Senada dengan kondisi yang ia lihat langsung di lapangan dalam berbagai kesempatan. Sehingga pengguna produk Tanibox terbuka lebih luas, misalnya untuk pemilik perkebunan besar atau pengusaha hidroponik.

Varian produk Tanibox

Visi besar yang digenggam erat ialah “To bring the simplest farming experience and to democratize access to modern AgTech”. Perwujudannya dengan tiga teknologi yang saat ini menjadi pilar Tanibox. Pertama Tania, yakni sebuah aplikasi manajemen pertanian yang didesain untuk memudahkan petani mengelola pekerjaan, sumber daya, meningkatkan pengetahuan dan mengoperasikan aktivitas perangkat secara otomatis.

Keyakinan pengembang bahwa pertanian modern harus berorientasi pada bisnis. Lebih dari sekadar memproduksi tanaman, petani perlu memikirkan tentang profit, produktivitas, kualitas dan keberlanjutan. Selain menjadi petani yang baik, mereka perlu menjadi manajer pertanian dan pemilik bisnis yang andal. Tania diharapkan membantu petani mencapai hal tersebut. Tania dipublikasikan sebagai open source, di bawah lisensi Apache 2.0.

“Para pendiri dan tim di Tanibox, memang sudah senang berkecimpung di dunia open source. Dengan menempatkan Tania sebagai open source masyarakat dapat dengan bebas mencoba dan memodifikasi, tentu saja dukungan yang kami berikan bersifat komunitas. Artinya tidak ada dukungan yang bersifat eksklusif seperti melakukan kustomisasi atau mengajarkan cara pakai ke masing-masing pengguna. Jika ada pengguna yang ingin melakukan kustomisasi dan membutuhkan dukungan yang eksklusif, maka mereka harus membayar. Ini model bisnis yang lumrah di dunia open source. Dengan melepas Tania menjadi open source, kami juga bisa mendapatkan traksi yang lebih cepat,” ungkap Asep.

Produk kedua Terra, yakni sebuah komputer dan sensor mini yang bekerja secara real-time untuk menangkap dan mempelajari kondisi lahan dan lingkungan di sekitarnya. Selain digunakan untuk mengoperasikan alat seperti pancuran penyiram secara jarak jauh, perangkat IoT ini juga diterapkan untuk mengumpulkan dan mengirimkan data. Konsepnya sebenarnya juga mengadopsi dari kebiasaan para petani. Mereka selalu menggunakan informasi tentang cuaca, iklim, dan kondisi alam lainnya untuk mengetahui waktu terbaik bercocok tanam.

Penerapan produk komputer dan sensor Terra pada lahan tanaman / Tanibox
Penerapan produk komputer dan sensor Terra pada lahan tanaman / Tanibox

Didukung algoritma komputasi, sensor memberikan informasi untuk mengontrol berapa banyak air yang dibutuhkan oleh tanaman, mendeteksi kebocoran, mengukur data terkait curah hujan, kelembapan, suhu, tekanan udara hingga tingkat kontaminasi. Implementasi di lahan menggunakan dua alat: Farm Computer dan Sensor. Sedangkan akses data dan kontrol perangkat dapat dilakukan melalui aplikasi mobile (direncanakan rilis ke publik kuartal ketiga tahun ini).

Yang ketiga, Trace, disebut sebagai platform pelacakan. Memberikan informasi produk makanan dan pertanian yang telah diverifikasi, mulai dari produsen, asal-usul, hingga kepemilikannya. Setiap item produk akan memiliki identitas unik, memungkinkan dilakukan pelacakan jika dibutuhkan oleh konsumen. Platform ini dinilai dapat memungkinkan para mitra mengelola bisnis, produk, dan rantai pasokan mereka lebih mudah transparan.

Tentang TaniCoin

Saat ini Tanibox tengah menjalankan proses ICO, menjual TaniCoin (atau disebut TACO) dengan target total koin sebanyak 1 miliar unit. TACO didefinisikan sebagai “participant-oriented project” yang juga dapat berfungsi sebagai koin utilitas untuk membangun teknologi blockchain. Koin kripto ini dikembangkan dengan algoritma CryptoNight. Ditargetkan proses ICO akan berakhir pada Desember tahun ini. Diharapkan keberhasilan ICO tersebut akan melancarkan roadmap produk dan bisnis yang sudah direncanakan secara jelas.

“TaniCoin sendiri sebenarnya didesain sebagai utility coin, artinya koin tersebut akan digunakan di dalam ekosistem blockchain Tanibox untuk melakukan transaksi, tetapi tidak menutup kemungkinan pemilik TaniCoin akan melakukan jual beli (trading) dengan cryptocurrency lain selepas ICO. Karena kami akan mendaftarkan TaniCoin di cryptocurrency exchange yang bersifat publik,” ujar Asep menjelaskan.

Proses ekonomi yang akan terjadi dalam blockchain Tanibox / Tanibox
Proses ekonomi yang akan terjadi dalam blockchain Tanibox / Tanibox

Pada akhirnya tim Tanibox meyakini bahwa sektor agrikultur adalah sektor yang jarang tersentuh oleh perkembangan teknologi informasi, oleh karena itu dengan semakin banyak orang-orang di industri teknologi informasi yang mau berkecimpung diharapkan makin memajukan sektor agrikultur.

“Jumlah populasi manusia semakin bertambah, tidak mungkin petani dapat menghasilkan makanan untuk manusia jika masih menggunakan cara-cara yang sama seperti pada saat populasi manusia masih sedikit,” tutup Asep.

Ajak Masyarakat Dalami Potensi Data, Algoritma Adakan Demo Day & Kickstart

Saat ini, peranan manusia dan data sudah sangat erat dalam berbagai bidang. Tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari saja, namun di berbagai industri dengan ruang lingkup yang beragam.  Revolusi industri 4.0 yang semakin pesat dengan kemajuan di bidang data science serta ketersediaan big data, turut meningkatkan kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan terkait industri yang ditekuni serta teknologi yang dapat mengoptimalkan bisnis.

Ancella A. Hermawan, Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, memberikan contoh tentang bagaimana industri finansial kini memanfaatkan kerja sama teknologi data dan manusia.

“Dalam praktiknya, pada banyak industri yang sudah mapan, sebagian peran dari akuntan telah digantikan oleh machine learning atau artificial intelligence yang kemudian mendorong kemampuan akuntansi pada cakupan level strategis, yakni analisis dan pengambilan keputusan.”

Tingginya kebutuhan akan sumber daya manusia di berbagai industri tersebut masih timpang dengan ketersediaan data scientist yang siap guna. Salah satu alasannya adalah kurangnya lembaga pendidikan yang mampu mengakomodasi pendidikan data science yang diperlukan bisnis.

“Di Indonesia, data science masih terus berkembang dan menawarkan potensi yang luar biasa besar. Sayangnya, belum banyak program studi yang menawarkan data science sebagai sebuah tool yang mampu menyokong berbagai bidang keilmuan dan bisnis”, ujar Eddy Junarsin, Kepala Subdirektorat Pengembangan Usaha dan Inkubasi Universitas Gadjah Mada.

Sebagai salah satu upaya memenuhi kebutuhan bisnis terhadap data scientist dan untuk memberikan kesempatan karier dalam bidang yang paling dicari saat ini, Algoritma Data Science Education Center memberikan program Algoritma Data Science Academy. Program tersebut dapat diikuti oleh seluruh kalangan dari berbagai latar belakang maupun industri.

Pada tanggal 24 Juli 2018 nanti, Algoritma akan mengadakan Algoritma Demo Day untuk merayakan kelulusan angkatan pertama Algoritma Data Science Academy. Helatan ini akan diisi rangkaian talkshow dan seminar data science. Beberapa pembicara yang akan hadir di antaranya adalah Mari Elka Pangestu, Toto Sugiri (CEO DCI Indonesia), Irzan Raditya (Co-Founder & CEO Kata.AI), Nayoko Wicaksono (CEO & Co-Founder Algoritma), Rama Mamuaya (CEO DailySocial) dan beberapa nama lain yang ahli di bidangnya.

Algoritma Demoday

Agenda utama Demo Day ini adalah project showcase dari enam alumni Algoritma Data Science Academy angkatan pertama. Dalam project showcase ini, para peserta dapat menampilkan proyek data science yang mereka ciptakan dalam kelas Data Science Academy.

Salah satu tujuan dari Algoritma Demo Day adalah untuk mempertunjukkan skill siswa kepada para undangan yang terdiri dari tim human resources, IT, atau manajemen dari berbagai korporat dan startup. Dengan begitu, lulusan Algoritma Data Science Academy dapat terserap di berbagai industri yang memerlukan data scientist.

Pada malam hari di akhir acara, akan ada seminar pemrograman data science dalam Kickstart Series: Getting Started in Data Science yang dipandu langsung oleh Samuel Chan, Co-Founder dan Course Producer Algoritma. Sesi ini terbuka untuk umum, dan di sini para peserta dapat mempelajari dasar-dasar pemrograman data science untuk pemula yang tidak memiliki latar belakang pemrograman atau ilmu komputer.

Untuk informasi lebih lanjut dan pendaftaran, klik tautan berikut ini: https://goo.gl/eyxtTA


Disclosure: DailySocial merupakan media partner Algoritma Demo Day & Kickstart Series

Potensi dan Tantangan Industri Agrotech di Indonesia

Di tengah daftar startup agro lokal yang terus bertambah, ada beberapa pemain yang justru makin memantapkan keberadaan dan bisnisnya. Salah satunya adalah TaniGroup yang mengembangkan platform TaniHub dan TaniFund. Dalam sebuah kesempatan, Co-Founder & CEO Ivan Arie Sustiawan mengungkapkan saat ini platform TaniHub sudah digunakan secara aktif oleh 680 kelompok tani sebagai vendor. Kliennya sendiri sudah mencapai lebih dari 230 unit, meliputi supermarket, restoran, eksportir, industri, dan UKM.

Sedangkan untuk TaniFund, pihaknya mengklaim sudah berhasil menyalurkan dana hingga 19 miliar rupiah ke 34 proyek yang digarap kelompok tani. Pendanaan tersebut didapat secara crowdfunding (online) maupun KUR beberapa bank. Didirikan sejak Agustus 2016, TaniGroup juga telah mendapatkan pendanaan pra-seri A dari sejumlah investor, dipimpin Alpha JWC Ventures.

Guna meningkatkan kapabilitas, tahun ini TaniHub meluncurkan aplikasi vendor untuk para petani agar dapat menjual produk mereka secara langsung. Terdapat juga aplikasi klien untuk memudahkan konsumen B2B membeli produk dari para petani tadi. Diharapkan dua aplikasi tersebut dapat mempercepat proses on-boarding maupun transaksi.

“Untuk TaniFund, kami sedang dalam proses peningkatan aplikasi untuk petani dan pendamping, sehingga petani dapat menggunakan aplikasinya untuk mendapatkan bantuan asistensi dalam pembudidayaan, seperti informasi cuaca, tumpang sari, metode perawatan tanaman dan lainnya,” ujar Ivan kepada DailySocial.

Mitra TaniHub di lapangan saat mengerjakan proyek / TaniGroup
Mitra TaniHub di lapangan saat mengerjakan proyek / TaniGroup

Tantangan di sektor agro

Faktanya tantangan untuk bisnis pertanian sangat banyak, baik yang secara substansi dalam rantai produksi maupun unsur lainnya seperti kapasitas petani. Hal tersebut turut dirasakan oleh tim TaniGroup dalam pengembangan bisnisnya. Menurut Ivan tantangan terbesar adalah proses sosialisasi, baik kepada mitra petani maupun klien.

“Meski merupakan proses yang cukup costly dan painful, namun ini proses yang mungkin wajib dilalui oleh semua startup yang ingin membuat sebuah terobosan besar. Cara kami menjelaskan proses bisnis kepada petani-petani selama ini adalah dengan mengikuti acara-acara sosialisasi keliling daerah yang dilakukan oleh Kemenkoninfo, KemenkopUKM, OJK dan BI,” terang Ivan.

Keyakinan TaniGroup lambat laun teknologi akan mentransformasikan sistem pertanian Indonesia ke arah yang lebih produktif dan transparan. Ivan mencontohkan, dengan sistem digital terdapat peningkatan jumlah supply dari petani. Petani mengakui terbantu dengan adanya kepastian pasar. Mereka lebih berani menanam lebih banyak dan memperkerjakan orang lebih banyak di ladang.

“Para kelompok tani yang mengajukan pendanaan melalui TaniFund juga bisa mendapatkan pendanaan yang relatif lebih cepat. Selain di sisi marketplace commerce maupun lending, teknologi dapat membantu dalam hal asistensi lapangan bagi petani-petani yang ingin melakukan pembudidayaan yang tepat dan optimal,” lanjut Ivan.

Dengan capaian yang berhasil diraih, TaniGroup cukup percaya diri untuk melakukan ekspansi ke luar Jawa di tahun ini. Pembaruan fitur masih akan terus digencarkan, mengikuti berbagai masukan dari kelompok tani dan klien B2B. Selain itu tahun ini TaniFund menargetkan angka yang lebih besar untuk pendanaan bagi petani, dengan tujuan meningkatkan dampak sosial, khususnya pada pertanian organik yang ramah lingkungan.

Peresmian kantor cabang TaniGroup di Jogja / TaniGroup
Peresmian kantor cabang TaniGroup di Jogja / TaniGroup

“Kue” di sektor pertanian masih besar

Seiring banyak yang menyadari potensi Indonesia sebagai negara agraris, banyak startup baru berbasis agrotech bermunculan. Permasalahannya memang banyak sekali, jika melihat data pertumbuhan sektor pertanian misalnya, menurut data BPS pada tahun 2016 pertumbuhannya cuma berkisar di angka 1,85 persen. Termasuk investasi di sektor pertanian yang tidak signifikan, padahal porsi industri pertanian secara nasional masih sekitar 13,56 persen.

Banyak yang tertantang untuk menyelesaikan, sehingga banyak pemain baru. Namun menurut Ivan hal tersebut justru harus disambut baik.

“Kami menganggap ‘kue’ di sektor pertanian sangat besar sehingga tidak perlu sesama agrotech menganggap satu sama yang lain sebagai kompetitor. Harapan kami, semua agrotech dapat saling berkolaborasi karena misi utama agrotech Indonesia haruslah pada peningkatan kesejahteraan petani/peternak/nelayan, mempromosikan sustainable farming untuk menjaga keberlanjutan bisnis pertanian Indonesia, dan menjaga ketahanan makanan nasional,” tutup Ivan.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Fenomena Tik Tok dan Literasi Digital yang Luput

Untuk sekian kalinya Kemenkominfo memberlakukan pemblokiran terhadap platform berbasis konten lalu membuka kembali dalam waktu yang relatif singkat. Saat ini blokir terhadap aplikasi video-musik Tik Tok, Selasa siang (10/7) resmi dibuka. Sebelumnya “gertakan” serupa juga pernah dilayangkan kepada Bigo Live.

Pada prinsipnya, saya tidak setuju dengan model pencegahan melalui mekanisme pemblokiran. Terlebih dalihnya adalah adanya konten negatif di platform tersebut, seperti yang terjadi pada Tumblr dan Reddit. Konten negatif akan selalu ada, kalau dicari-cari. Pun demikian platform WordPress.com, Blogger.com, Facebook, atau Twitter sekalipun.

Sering kali yang diisukan pemerintah adalah fitur dan jalur khusus untuk pelaporan. Demi pangsa pasar besar, penyedia platform biasanya langsung mencoba menuruti kemauan pemerintah. Hal senada dilakukan manajemen Tik Tok di Indonesia beberapa hari terakhir.

Untuk Tik Tok, solusi represif pemblokiran tampaknya menjadi jalan yang paling masuk akal. Tentu saya mempertaruhkan konsistensi penolakan terhadap pemblokiran dalam kasus ini, karena ada urgensi lain yang patut dipertimbangkan.

Melihat kondisi yang ada

Diungkapkan Menkominfo Rudiantara, alasan mendasar pemblokiran Tik Tok adalah adanya konten (yang cenderung) negatif dan banyak dikonsumsi anak-anak. Meskipun tidak ada data statistik yang bisa dipaparkan, namun jika melihat secara kasat mata, konsumen anak-anak memang mendominasi. Kemenkominfo mengaku juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

“Situs Tik Tok kami blokir. Banyak kontennya yang negatif terutama bagi anak-anak,” ujar Rudiantara dalam keterangan tertulisnya.

Dalih masyarakat yang menyayangkan pemblokiran Tik Tok umumnya mengungkapkan bahwa platform tersebut tidak salah, bahkan harusnya bisa digunakan untuk media kreatif. Benar demikian, saya pun setuju dan melayangkan hal yang sama saat Kemenkominfo memblokir Medium. Sayangnya permasalahan yang terjadi pada Tik Tok sudah menjadi fenomena. Kesan pertama pengguna Tik Tok adalah membuat postingan dengan kadar alay semaksimal mungkin, demi meraih viral.

Banyak kasus yang bisa dibuat contoh dan saya rasa semua juga sudah tahu. Sebagai platform Tik Tok tidak salah, karena keluaran dari sebuah alat bergantung pada penggunanya. Masalahnya pengguna yang kali ini ingin coba “diselamatkan” adalah kalangan anak. Secara teori (awalnya) aplikasi tersebut memang sudah dibatasi untuk pengguna berusia 12 tahun ke atas, tapi fakta di lapangan kan tidak semerdu itu.

Justifikasi lain mempertanyakan peran orang tua yang tidak bisa mengontrol anaknya saat menggunakan ponsel pintar. Menurut saya, hal ini adalah sebuah keniscayaan yang membutuhkan waktu lama untuk berproses.

Dalam istilah teknologi ada yang disebut dengan “digital native”, sederhananya digunakan untuk menyebut orang-orang yang sejak belia sudah dihidangkan ragam alat teknologi. Ada juga “digital immigrant”, yakni golongan tua yang sedang berusaha beradaptasi dengan teknologi. Keduanya memiliki kecepatan yang berbeda saat mengadopsi dan menggunakan teknologi, termasuk memahami perkembangan aplikasi di ponsel pintar.

Untuk kalangan digital immigrant, jangankan memahami keberadaan aplikasi Tik Tok. Untuk memahami operasi dasar di ponsel pintar saja membutuhkan waktu yang lama. Mereka merasa cukup saat bisa memanfaatkan untuk keperluan komunikasi, tidak semua, tapi saya yakin Anda juga mudah menemukan yang demikian. Dalam kondisi tersebut, dengan pemahaman yang tidak banyak soal teknologi dan aplikasi, lantas bagaimana mereka bisa memberikan literasi digital ke anaknya?

Saya pun tidak yakin orang tua anak pemain Tik Tok itu tahu apa yang dilakukan buah hatinya di aplikasi. Bahkan tentang apa yang mereka unggah pun saya kurang yakin mereka mengawasi. Maka di sini pemangku kebijakan dapat berperan melalui sistem. Saya menilai pemblokiran Tik Tok memiliki urgensi untuk mengubah persepsi penggunaan aplikasi kreatif, penghentian sementara dilakukan agar virus alay tadi tidak kunjung mendarah daging ke kalangan anak-anak.

Sepakat untuk hal baik, kenapa tidak? Dengan pemblokiran dan pemberitaan yang luas sedikit-demi sedikit turut memberikan informasi relevan kepada orang tua tentang fenomena yang sebenarnya terjadi. Ini adalah sebuah pembelajaran mahal.

Pasca pemblokiran Tik Tok berbenah

Sejak blokir dilepaskan, manajemen Tik Tok di Indonesia berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemerintah dan institusi terkait dalam program pengembangan dunia digital, pemberdayaan wanita, perlindungan anak dan kejahatan siber. Melalui gagasan ini, Tik Tok akan merancang lebih banyak program dan kesempatan bagi pembuat konten untuk mengembangkan kreativitas mereka yang dapat memberikan dampak kepada komunitas dan mendistribusi lebih banyak konten edukasi digital.

Tik Tok juga berkolaborasi dengan ICT Watch dan jaringan Gerakan Nasional Literasi Digital dalam pengadaan beberapa seri program online dan offline untuk advokasi literasi digital dan mempromosikan konten edukasi penggunaan internet secara aman dan bijak, terutama di kalangan anak muda. Tik Tok juga sedang membicarakan kerja sama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk membuat program-program yang memastikan generasi muda memiliki pengalaman online yang aman, sehat dan edukatif.

Lantas, bukankah itu yang kita semua harapkan untuk masyarakat digital Indonesia yang lebih baik? Proses bisnis digital sangat bergantung pada sistem. Jadi idealnya sistem digital (termasuk aplikasi) harus didesain untuk meminimalisir hal negatif.

Perjalanan Delapan Tahun Startup SaaS Bandung NoLimit

NoLimit adalah pengembang SaaS berplatform big data untuk monitor dan analisis media sosial. Startup tersebut mulai didirikan pada tahun 2010. Salah satu produk lamanya yang pernah diliput DailySocial adalah IndSight (Social Media Insight). Seiring waktu, NoLimit kini telah bertransformasi dan mematangkan ragam produk baru, masih seputar pengelolaan media sosial.

Untuk mengetahui lebih lanjut seputar pembaruan NoLimit, kami menghubungi CEO Aqsath Rasyid. Saat ini startup asal Bandung tersebut memiliki tiga pilar produk utama, yakni: (1) NoLimit Dashboard, (2) NoLimit Care, dan (3) Online Loyalty. Sistem dasbor membantu pengguna memantau dan menganalisis informasi yang disajikan dari media sosial. Termasuk memahami konsumen internet (warganet) dan kampanye online yang dilakukan kompetitor.

NoLimit Care menyajikan aplikasi yang membantu bisnis memiliki kanal terpadu untuk mengadakan layanan pelanggan melalui media sosial, termasuk via Facebook, Twitter, Instagram dan aplikasi chatting. Sementara itu Online Loyality adalah platform yang membantu meningkatkan keterlibatan warganet terhadap kampanye online yang dilakukan oleh brand. Saat ini kliennya sudah hadir dari berbagai vertikal industri, mulai dari perusahaan telekomunikasi, logistik, finansial hingga pemerintahan.

Kendati demikian Aqsath mengaku bahwa NoLimit tidak melakukan pivot, justru memperdalam cakupan layanan yang ada sebelumnya.

“Sebenarnya bukan pivot, justru kami melebar jika dibandingkan tahun 2012. Kami awalnya hanya mengembangkan Social Media Monitoring. Namun karena kebutuhan klien terkait media sosial beragam, akhirnya kami mengembangkan tools lain. Pada tahun 2016 kami mengelompokkan dan membuat ulang tools yang ada sehingga akhirnya dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian besar. Masing-masing bagian punya segmennya sendiri-sendiri,” jelas Aqsath.

Sejak tahun 2013 hingga saat ini, NoLimit dikelola dengan dua orang co-founder, yakni Aqsath dan Harimurti Prasetio yang menjabat CTO. NoLimit juga mengaku tidak melakukan fundraising. Operasional murni ditopang dari profit penjualan layanan dan produk.

Gambaran aplikasi NoLimit Care
Gambaran aplikasi NoLimit Care

Kiat bersaing dan bertahan ala NoLimit

Layanan serupa sudah banyak dan mudah ditemukan di internet, termasuk dari pengembang global. NoLimit cukup percaya diri untuk bersaing, khususnya dengan kompetitor dari luar. Aqsath menilai layanannya memiliki nilai lebih karena media sosial di Indonesia memiliki dinamika yang tinggi, sehingga dibutuhkan pemahaman lebih soal kultur tersebut.

“Seperti contohnya, banyak bahasa yang baru digunakan di media sosial seperti ‘cemungudh’ atau fenomena seperti ‘om telolet om’, sehingga ketika harus ditandingkan dengan tools luar membuat kita memiliki akurasi yang lebih tinggi,” terang Aqsath.

Sudut pandang yang tak kalah menarik tentang kebertahanan. Perkembangan teknologi yang sangat kencang biasa membuat penyedia layanan digital tumbang, tidak kuat mengikuti pembaruan yang dibutuhkan pangsa pasar. NoLimit punya kiat khusus untuk tetap melaju di tengah gejolak digital. Diterangkan Aqsath, startupnya begitu meyakini bahwa kunci utama pengembangan produk ialah mendengarkan dan merasakan langsung kebutuhan di pangsa pasar.

“Terkadang apa yang dikatakan market belum tentu yang dibutuhkan, tapi dengan sense, kita dapat merasakan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh mereka.”

Aqsath menyontohkan bagaimana pengguna dan konsumen media sosial di Indonesia berevolusi dan membuat produk seperti yang dibuat NoLimit mendapatkan kesempatan berbaur dengan bisnis.

“Di awal kami berdiri, media sosial belum semasif sekarang penggunaannya, sehingga market pun belum tau apa yang bisa dilakukan dengan media sosial. Tapi kami melihat bahwa media sosial merupakan media komunikasi dan alat yang bagus untuk membangun komunikasi antara perusahaan/pemerintah dengan konsumen/rakyatnya tanpa adanya batasan jarak dan waktu, sehingga kami terus berpikir dan merenung mengenai potensi apa yang bisa diberikan oleh media sosial terhadap market dan apa yang kira-kira mereka butuhkan.”

Faktor lain yang juga ditekankan bersifat pribadi, yakni kemauan untuk belajar dan berkembang. Aqsath menceritakan sejak awal berdiri hingga sekarang, banyak perubahan di lingkungan sekitar NoLimit, seperti media sosial mengalami banyak perubahan dan perkembangan, pasar pun mulai berkembang pengetahuannya dan cara menggunakan media sosialnya. Sehingga solusi yang diberikan di awal berdiri hingga sekarang pun harus mengalami perubahan.

“Di NoLimit, kami tidak henti-henti untuk terus mendengar kebutuhan market dan tidak berpuas diri, sehingga terus melakukan perubahan dari engine kami. Ketika kita terus belajar dan berkembang, maka kita akan terus relevan terhadap market dan akhirnya dapat terus bertahan dan berkembang,” lanjut Aqsath.

Layaknya startup lain, NoLimit pun tidak luput dari hambatan. Umumnya hambatan itu justru dimulai dari faktor internal, pun demikian yang terjadi di NoLimit.

“Memang yang paling berat ketika kita bermasalah di unsur internal. Di awal berdiri (2010), masalah internal terus menghambat kami untuk berkembang. Untungnya ketika 2013, masalah internal itu sudah selesai dan kami lebih siap untuk mengembangkan perusahaan di tahun-tahun berikutnya.”

Tiga fase yang dilalui dalam bisnis

Dalam bisnis NoLimit meyakini adanya 3 fase yaitu survive, grow, dan sustain. Tiga faktor tersebut terbentuk dari unsur internal dan eksternal dalam lingkungan bisnis.

“Fase survive, alhamdulillah sudah kami lalui. Fase grow sedang kami lalui, sehingga sekarang kami mulai menginisiasi untuk masuk ke fase sustain. Di internal kami memantapkan struktur organisasi, penjenjangan, dan sistem internal sehingga pada akhirnya NoLimit tidak lagi bergantung kepada perseorangan, tetapi memiliki sistem yang dapat dijalankan oleh siapa pun orangnya.”

“Di eksternal, kami mulai menginisiasi untuk memasarkan produk ke pasar yang lebih umum, karena selama ini klien kami sebagian besar adalah B2B. Ketika kami menyasar ke pasar yang lebih umum, mungkin nilai per customer-nya kecil tetapi volumenya besar, sehingga secara sustainability lebih terjaga.”

Selain akan terus melakukan eksplorasi dan pengembangan produk, NoLimit juga sudah ada rencana untuk mulai menjangkau pasar yang lebih luas. Pihaknya telah merencanakan ekspansi di waktu mendatang.

“Selain itu, kami juga mulai merencanakan untuk memasarkan produk NoLimit ke pasar internasional, mungkin dalam 1-2 tahun ke depan,” tutup Aqsath.

Startup Fintech InfraDigital Hadirkan Platform Pembayaran Khusus Bisnis Konvensional

Pergeseran kultur produktivitas masyarakat ke ranah digital menciptakan banyak peluang baru. Salah satunya yang coba dimanfaatkan oleh platform InfraDigital, yakni dengan menghadirkan platform pembayaran (payment gateway) untuk beberapa sektor bisnis. InfraDigital menyediakan platform yang dikustomisasi untuk beberapa layanan, yakni (1) pembayaran uang sekolah, (2) pembayaran tagihan apartemen, dan (3) pembayaran parkir. Selain itu juga dilengkapi produk penagihan digital untuk bisnis berbasis aplikasi dan API.

Co-founder & CEO InfraDigital Ian McKenna menceritakan kepada DailySocial hal yang melatarbelakangi pengembangan startup yang kini digelutinya. Perkembangan fintech di Indonesia sangat signifikan, namun kebanyakan pemain fokus pada layanan untuk konsumer dan ritel. Menurut Ian, bisnis tradisional belum merasakan manfaat secara signifikan.

“Contohnya saja penagihan dan pencatatan masih manual, rata-rata transaksi masih pakai metode konvensional. Padahal, pasar itu besar sekali.  Oleh sebab itu InfraDigital diciptakan. Satu platform yang membawa semua keunggulan teknologi fintech dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan tim keuangan dari bisnis tradisional,” ujar Ian.

Untuk sekolah, platform InfraDigital menyediakan sistem terpadu bagi staf tata usaha, termasuk kanal pembayaran dan sistem pengingatnya. Di bisnis apartemen, memudahkan pengelola untuk memungkinkan pelanggan melakukan pembayaran secara digital, juga memberikan penghuni kemudahan untuk melakukan pengecekan tagihan.

Sedangkan untuk sistem parkir, InfraDigital memungkinkan pengelola lahan parkir membuat sistem pembayaran bulanan atau harian secara online. Bagi pengguna pembayarannya dapat dilakukan melalui beberapa opsi layanan bank seperti ATM atau bisa juga melalui gerai Indomaret dan Alfamart di seluruh Indonesia.

InfraDigital didirikan sejak Desember 2017 bersama dengan seorang co-founder lain bernama Indah Maryani. Produknya sendiri baru soft-launching per Maret 2018 ini, menggandeng beberapa institusi. Belum lama ini pihaknya mendapatkan pendanaan dari Fenox Venture Capital melalui GnB Accelerator. Pada awal tahun 2018 lalu InfraDigital juga mendapatkan suntikan dana dari seorang angel investor Johan Tahardi dengan jumlah yang tidak disebutkan.

Beberapa anggota tim InfraDigital / InfraDigital
Beberapa anggota tim InfraDigital / InfraDigital

Pihaknya mengklaim, sejak diluncurkan 4 bulan silam, platform InfraDgital kini sudah memproses lebih dari 15 ribu tagihan dengan perputaran uang senilai lebih dari 2,5 miliar Rupiah. Saat ini sudah ada hampir 100 institusi yang bergabung, didominasi dari kalangan pendidikan seperti sekolah, universitas, dan lembaga kursus.

“Bulan ini mayoritas penjualan kami sudah berdasarkan referral, yaitu rekomendasi dari klien kami, bukan direct sales lagi. Hal ini membuat kami yakin bahwa solusi dari platform yang kami berikan benar-benar membantu tim keuangan,” terang Ian.

Di tahun 2018 ini, InfraDigital akan memfokuskan operasional pada penambahan fitur dalam platform sesuai kebutuhan klien. Ian juga menuturkan pihaknya akan menambahkan vertikal bisnis lainnya dalam portofolio layanan yang disediakan.

Pengembangan Bisnis untuk Startup (Bagian 3)

Bisnis memerlukan alur yang memungkinkan konsumen baru selalu datang secara reguler untuk meningkatkan performa keuntungan. Namun kadang peran tim pemasaran sudah disibukkan untuk melayani konsumen prospektif yang sudah dalam bidikan sebelumnya, atau konsumen yang sudah berlangganan sehingga harus dibina hubungannya. Untuk itu dibutuhkan cara efektif dalam mengeksplorasi calon konsumen baru.

Seiring dengan perkembangan dunia pemasaran, kini dikenal konsep “Marketing Automation” (atau otomasi pemasaran), sub kegiatan pemasaran yang membantu bisnis memanfaatkan alat dan teknologi untuk membuat program yang efektif. Dengan perangkat lunak khusus, pemasar dapat memprioritaskan dan melaksanakan tugasnya secara lebih efektif dan efisien. Tujuan utama dari otomasi pemasaran ialah melakukan konversi dan transaksi atas prospek bisnis yang dihadirkan melalui lalu lintas situs web, interaksi email, dan kanal lainnya.

Cara lama yang dilakukan – baik digital atau tradisional – biasanya pemasar melakukan distribusi masal informasi tentang produk atau layanan, misalnya melalui kampanye email atau membagi brosur. Namun ada beberapa risiko yang mungkin terjadi, misalnya kontak yang disasar bukan orang yang tertarik terhadap produk yang ditawarkan. Kurang efektif untuk saat ini, sehingga disempurnakan dengan otomasi pemasaran.

Hal yang perlu digarisbawahi bahwa otomasi pemasaran ini tidak meninggalkan alat-alat yang sebelumnya digunakan, hanya saja membenahi proses yang dilakukan. Sebagai contoh dalam sebuah proses pemasaran email, bisa saja alurnya dibuat menjadi seperti ini:

Contoh proses pemasaran dengan email
Contoh proses pemasaran dengan email

Misi utama dari kegiatan ini ialah membuat hubungan yang lebih personal kepada calon konsumen. Cara paling mudah memvalidasi ialah membayangkan saat diri kita menjadi konsumen, informasi seperti apa yang lebih suka diterima ketika mendapati penawaran sebuah produk baru.

Cara di atas adalah dasar dari otomasi pemasaran, untuk memungkinkan pemasaran menargetkan kontak yang relevan dan mengirimkan konten yang didasarkan pada perilaku mereka. Jadi otomasi pemasaran adalah tentang membina konsumen, bukan secara “kasar” melakukan penjualan.

Menyiapkan otomasi pemasaran

Memahami siapa saja yang ada di basis data kontak juga menjadi salah satu tantangan para pemasar. Di startup biasanya kontak-kontan tersebut berbaur, dikumpulkan dari berbagai macam sumber. Tidak ada cara yang paling efektif untuk memulai selain mengelompokkan sesuai karakteristik tertentu. Secara lebih mendalam, pemasar masih harus mengelompokkan segmentasi pelanggan, umumnya didasarkan pada persona dan lifecycle.

Persona didefinisikan untuk mencari tahu perbedaan antar kelompok konsumen tersebut. Umumnya didapat melalui kegiatan pemasaran atau penjualan. Persona biasanya mendefinisikan seperti lanskap industri, ukuran perusahaan, lokasi dan detail lainnya. Sedangkan lifecycle mengacu pada proses pembelian yang dilakukan oleh konsumen tersebut. Proses ini baru tahapan paling awal untuk otomasi pemasaran.

Setelah mendapatkan pengelompokan basis data kontak, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Pertama ialah melakukan “target email content“, mengirimkan masing-masing segmen pelanggan dengan konten email menarik. Beberapa yang disarankan adalah tulisan blog yang relevan, tawaran yang menitikberatkan pada permasalahan konsumen, hingga tawaran konsultasi gratis. Kedua dapat melakukan “target website content“, menggiring calon konsumen ke situs dengan iming-iming konten, misalnya sumber daya berupa white paper atau kebutuhan promosi lain.

Rangkaian proses otomasi pemasaran dan kanalnya / HubSpot
Rangkaian proses otomasi pemasaran dan kanalnya / HubSpot

Dari dua kegiatan di atas, didapatkan interaksi, selanjutnya untuk mengajak target prospektif mendalami potensi penggunaan produk lakukan kampanye yang melibatkan mereka secara lebih dalam. Salah satu cara efektif yang bisa dilakukan saat ini ialah dengan menyelenggarakan webinar – sesi online untuk melakukan konsultasi, presentasi, dan demonstrasi produk. Atau bahkan adakan acara pertemuan langsung dengan calon konsumen prospektif tadi melakukan berbagai kampanye yang sekiranya juga memberikan manfaat berupa pengetahuan secara umum dan produk.

Proses otomasi pemasaran akan terjadi di sini. Sehingga prosesnya dapat disimpulkan: menggiring target dengan cara yang tepat, lalu membawanya lebih dalam memahami tentang produk atau layanan yang ingin dijual. Semuanya dilakukan secara kolektif, namun tidak menutup kemungkinan harus ada follow up berupa marketing 1-to-1 untuk kebutuhan khusus.


Baca juga: