Ulasan Pertumbuhan Ekonomi Digital Asia Tenggara 2022

Dalam laporan bertajuk e-Conomy Southeast Asia 2022: Through the Waves, Towards a Sea of Opportunity yang dirilis oleh Google, Temasek, dan Bain & Company terungkap, dalam waktu 24 bulan terakhir pandemi telah mengganggu bisnis di berbagai sektor. Namun telah mengakselerasi adopsi digital di berbagai sektor.

Hal menarik lain yang juga diungkap oleh Associate Partner Bain & Company Singapura Willy Chang dalam acara Switch 2022 adalah, saat ini kondisi sudah kembali berjalan normal, meskipun pandemi belum bisa dikatakan usai. Ke depannya juga akan mulai terlihat moderasi consumer consumption.

Sementara untuk kegiatan investasi, pemodal akan lebih ketat memberikan pendanaan dan penentuan valuasi. Imbasnya adalah bagaimana perusahaan harus segera memikirkan lajur yang tepat menuju profitabilitas.

Peningkatan layanan digital

Dalam laporan tersebut juga terungkap dalam waktu tiga tahun terakhir di Asia Tenggara pengguna internet berjumlah 460 juta orang, bertambah 100 juta dibandingkan tahun 2019 lalu. Kemudian terkait bisnis digital, beberapa sektor mengalami pertumbuhan selama pandemi, di antaranya adalah e-commerce, food delivery, transportasi, online grocery, online travel, dan video on-demand.

Untuk layanan e-commerce, tercatat menjadi yang mendapat keuntungan lebih selama pandemi bahkan hingga saat ini. Ke depannya di prediksi akan terus mengalami peningkatan. Untuk transportasi (ride hailing) justru sebaliknya, saat ini agak sedikit sulit bagi untuk kembali pulih. Salah satu alasannya adalah konsep bekerja hybrid di perusahaan masih terus diterapkan. Sehingga hanya sedikit yang melakukan pemesanan.

Persoalan naiknya harga bahan bakar juga menyulitkan sebagian besar mitra pengemudi untuk kemudian beroperasi, menjadikan sebagian dari mereka beralih profesi. Namun demikian untuk layanan food delivery tercatat terus mengalami peningkatan. Dilihat dari masifnya jumlah permintaan saat awal pandemi bahkan hingga saat ini.

Sektor lain yang akan mengalami perubahan bisnis selama pandemi adalah online media, dalam hal ini video on-demand dan online gaming. Untuk streaming musik berlangganan tercatat sempat mengalami penurunan pelanggan saat pandemi karena kurangnya kegiatan commute oleh sebagian besar pekerja kantoran.

Khusus untuk online travel sudah mulai banyak permintaan pembelian tiket pesawat terbang dengan makin banyaknya negara yang membuka kembali kegiatan wisata. Namun di sisi lain masih belum banyaknya penyediaan penerbangan di beberapa perusahaan penerbangan. Di tambah lagi dengan masih tingginya harga tiket pesawat saat ini.

Layanan finansial dan peluang investasi

Gopay, ShopeePay, hingga GrabPay juga mengalami pertumbuhan yang masif, bahkan masing-masing juga telah merilis layanan paylater. Karena di sisi lain produk finansial digital seperti fintech lending hingga paylater terus mengalami pertumbuhan yang positif dan diprediksi bakal terus meningkat.

Dalam laporan tersebut juga terungkap, dalam waktu tiga tahun terakhir ada beberapa model bisnis yang masuk dalam kategori memiliki peluang untuk sukses di sektor fintech. Di antaranya adalah pure-play fintech, consumer tech platform, establish financial services playerestablish consumer player, dan digital bank.

Di Indonesia sendiri untuk layanan bank digital sudah mulai marak bermunculan. Layanan ini memiliki peluang untuk sukses dilihat dari masih banyaknya masyarakat Indonesia yang masuk dalam kategori unbanked/underbanked sekitar 81%. Negara lain di Asia Tenggara yang juga memiliki potensi untuk layanan bank digital adalah Filipina dan Vietnam.

Untuk investasi, meskipun mengalami momen yang cukup kuat pada H1 2022, namun kebanyakan investor lebih berhati-hati dalam hal pemberian investasi. Fokus mereka saat ini lebih kepada bagaimana startup atau perusahaan yang mereka investasikan bisa mencapai profitabilitas.

Dalam laporan tersebut juga terungkap bahwa investasi untuk perusahaan tahap awal mengalami peningkatan.

Sementara untuk perusahaan yang masuk dalam kategori pendanaan tahapan lanjutan, cukup terkena imbas. Salah satu alasannya karena perusahaan pra-IPO berjuang untuk membangun rekam jejak pertumbuhan yang menguntungkan. Di sisi lain untuk growth stage mulai dari H12021-H12022 mengalami peningkatan investasi yang cukup tinggi.

Pendanaan dengan nominal yang besar banyak dikucurkan di regional, bahkan beberapa investor bersedia untuk terlibat dalam pendanaan berikutnya terutama untuk perusahaan yang terakselerasi selama pandemi. Terkait dengan valuasi, kebanyakan pemodal ventura berharap valuasi akan terus berkurang; hanya sebagian kecil yang melihat pemulihan dalam waktu dekat.

Dalam laporan tersebut juga dirilis beberapa perusahaan yang akan mencapai target kepada financial sustainability. Di antaranya adalah Grab pada H12023, GoTo pada Q12024, Bukalapak pada H22024, dan Shopee pada tahun 2023.

Melihat Sejauh Mana Digitalisasi dalam Bisnis Properti di Indonesia

Pandemi dinilai telah mengakselerasi pertumbuhan platform proptech di Indonesia. Hal ini ditengarai urgensi bisnis properti untuk bisa mempercepat semua proses dengan mengadopsi digital. Untuk melihat seperti apa tren dan gelombang berikutnya dari bisnis proptech di Indonesia, perlu dilihat juga perubahan dari kebiasaan di sisi pelanggan.

Dalam sesi temu media yang digelar Sinar Mas Land pekan lalu, hadir Maria Herawati Manik (Country Manager Rumah123), Indira Shadrina (Co-Founder & CCO IDEAL), Irawan Harahap (Chief Digital Tech and Ecosystem Sinar Mas Land), Mulyawan Gani (Chief Transformation Officer Sinar Mas Land), dan Bayu Seto (Partner Living Lab Venture). Diskusi tersebut membahas perkembangan dan potensi proptech di Indonesia.

Inovasi digital dan peluang konsumen muda

Setelah melakukan joint venture dengan 99.co, Rumah123 mencatat peningkatan jumlah kunjungan pengguna di website saat pandemi hingga sekarang. Untuk bisa terus menghadirkan inovasi yang relevan, mereka juga berupaya melakukan kegiatan secara online dengan mitra terkait hingga mendorong para agen mereka untuk lebih cepat melakukan follow up, ketika calon pembeli atau potential buyer sudah melakukan pencarian online.

“Apa yang terjadi adalah selama pandemi mulai banyak bermunculan pilihan pencarian properti secara online dengan menggunakan teknologi 3D. Sebelum pandemi teknologi tersebut belum banyak digunakan oleh pembeli hingga agen, dan hanya berfungsi sebagai pelengkap saja,” kata Country Manager Rumah123.com Maria Herawati Manik.

Namun demikian menurut Maria, meskipun dari kalangan pengembang properti sudah secara cepat mengadopsi digital, dari kalangan agen belum banyak yang mau melakukan kegiatan secara online. Untuk Rumah123 terus mendorong semua agen untuk melakukan kegiatan omnichannel, dengan menggabungkan proses pencarian secara online kemudian ditindaklanjuti lagi secara offline.

“Terutama dari generasi muda. Dibutuhkan waktu rata-rata sekitar satu minggu bagi mereka untuk melakukan penelitian rumah pilihan, bahkan beberapa membutuhkan waktu lebih. Sebagai platform kita mencoba untuk melihat seperti apa pain point mereka untuk bisa melancarkan kegiatan pembelian hingga final,” kata Maria.

Mulai bermunculan usia muda untuk pembelian properti juga dilihat oleh pengembang properti besar seperti Sinar Mas Land. Menurut Chief Transformation Officer Sinar Mas Land Mulyawan Gani, sejak tahun 2020 usia 40 tahun ke bawah mulai banyak yang melakukan pembelian properti. Diperkirakan dalam waktu lima tahun ke depan akan lebih banyak lagi generasi muda yang melakukan pembelian.

“Dengan adanya platform seperti Rumah123 hingga IDEAL, diharapkan bisa memberikan informasi yang lebih mendalam kepada calon pembeli. Ke depannya kita juga ingin memfokuskan kepada riset dan keputusan untuk membeli rumah, untuk itu edukasi menjadi penting bagi kami selaku property developer,” kata Mulyawan.

IDEAL juga memiliki misi untuk bisa menjadi platform yang relevan bagi calon pembeli yang ingin melakukan pembelian rumah melalui “responsible lending”. Memanfaatkan mitra pengembang ternama dan perbankan, platform mereka menghadirkan kemudahan untuk bisa melancarkan proses pembelian rumah para generasi muda saat ini.

“Kita melihat ketakutan terbesar generasi muda saat ingin membeli rumah adalah penolakan KPR yang ternyata kerap terjadi. Untuk itu sebagai platform fintech yang mendukung sektor properti, kita berharap bisa meminimalisir penolakan KPR tersebut di kalangan generasi muda,” kata Co-Founder & CCO IDEAL Indira Shadrina.

Perluas ekosistem melalui “Digital Hub”

Sinar Mas Land melakukan transformasi digital untuk memberikan pelayanan dan produk terbaik bagi masyarakat sejak tahun 2016. Dari segi infrastruktur, perusahaan menerapkan penyediaan jaringan fiber optic untuk internet berkecepatan tinggi, pengawasan lalu lintas melalui traffic command center, dan lain sebagainya.

Sejak tahun 2017 Sinar Mas Land pun menggelontorkan investasi senilai 1,5 triliun Rupiah untuk bisa melancarkan rencana mereka memperluas ekosistem. Ke depan, Sinar Mas Land menyiapkan dana investasi mencapai Rp5 -6 triliun untuk terus mengembangkan kawasan Digital Hub. Perusahaan sendiri mengklaim hingga saat ini sudah mengantongi revenue Rp1 triliun-Rp 1,2 triliun dari startup.

Mereka juga mengembangkan Digital Hub, sebuah kawasan seluas 26 hektar yang didedikasikan untuk komunitas, institusi pendidikan, startup, dan perusahaan multinasional di bidang teknologi digital dan kreatif. Perusahaan seperti Traveloka, Unilever, NTT, Grab, dan Apple kini telah masuk ekosistem digital Sinar Mas Land.

Dalam kesempatan tersebut juga dibahas upaya Sinar Mas Land untuk memperluas ekosistem mereka melalui Digital Hub. Saat ini sudah ada 4 startup unicorn di Indonesia yang berkantor di BSD. Dalam waktu dekat kawasan BSD juga bakal menjadi TikTok Hub bagi konten kreator TikTok di Indonesia.

“Selain menyediakan infrastruktur kami juga ingin fokus mengembangkan talenta digital. Di BSD saat ini sudah banyak sekolah hingga kelas untuk edukasi yang relevan yang diharapkan nantinya bisa menghubungkan talenta yang relevan dengan tech company hingga startup yang ada,” kata Chief Digital Tech and Ecosystem Sinar Mas Land Irawan Harahap.

Tantangan dan Peluang Pertumbuhan “Green Startup” di Indonesia

Salah satu alasan lambannya pertumbuhan dan penetrasi layanan green startup adalah belum berkembangnya ekosistem yang ada. Kendati demikian menurut Co-founder & CEO Ecoxyztem Jonathan Davy, meskipun masih sedikit jumlah para penggiat startup lokal yang mencoba untuk memberikan solusi seputar renewable energy, efficiency energy, hingga waste management, di perkirakan dalam beberapa tahun ke depan jumlahnya akan mengalami peningkatan.

Membangun ekosistem

Ada beberapa catatan menarik yang dibagikan Jonathan, berdasarkan pengalamannya terjun langsung ke sektor lingkungan. Mulai dari latar belakangan pendiri startup yang harus benar-benar memahami solusi dan permasalahan yang ada, hingga potensi menggarap segmen B2B yang lebih menguntungkan.

Hal tersebut menjadi langkah yang tepat dilakukan, dilihat dari pasar yang jauh lebih terukur dibandingkan dengan B2C. Dibutuhkan adopsi yang masif hingga affordability ketika startup yang fokus kepada climate tech mengawali bisnisnya ke B2C. Selain B2B, potensi yang kemudian juga bisa digarap adalah turut menyasar kepada B2G.

Serupa dengan tren global, saat ini kebanyakan penggiat startup yang menghadirkan produk atau layanan untuk mendukung perubahan iklim di antaranya adalah energy efficiency, renewable energy, waste management dan electric vehicle (EV), serta layanan dan teknologi pendukungnya yaitu charging station.

DailySocial.id mencatat beberapa tahun terakhir, perusahaan teknologi dan energi hingga pemodal ventura ramai-ramai menggarap proyek kendaraan listrik. Hal ini untuk mendukung upaya pemerintah menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi kendaraan listrik di Asia Tenggara dengan target produksi 600 ribu mobil listrik dan 2,5 juta sepeda motor listrik pada 2030.

“Serupa dengan tren global, mobility dalam hal ini adalah EV memang paling besar mendapatkan pendanaan. Hal tersebut terjadi karena teknologi EV yang paling mature saat ini. Namun layanan dan produk lainnya saat ini juga sudah mulai menyusul, seperti ekonomi sirkular hingga renewable energy dan energy efficiency,” kata Jonathan.

Tantangan menemukan talenta

Jika dilihat dari latar belakang para pendiri startup yang menghadirkan layanan climate tech, kebanyakan dari mereka memahami benar permasalahan lingkungan dan hal terkait lainnya. Hal tersebut menurut Jonathan yang membedakan pendiri green startup dengan pendiri startup di segmen lain.

Pendiri Surplus misalnya, Muhammad Agung Saputra, selain merupakan lulusan ITB, ia juga merupakan lulusan dari Imperial College London dengan fokus pendidikan kepada Environmental Economics, Environmental Law, Environmental Pollution & Control, Environmental Policy.

Kini Surplus terbilang salah satu startup yang terus mengalami pertumbuhan menghadirkan prevention food waste management untuk industri hospitality dan F&B di Indonesia. Sementara itu salah satu Co-founder Powerbrain Irvan Farasatha, selain merupakan lulusan ITB, ia juga merupakan lulusan Master of Science – MS, Energy Engineering Politecnico di Milano.

“Kita sudah melakukan riset hampir ke 100 ecopreneur di Indonesia, dan tantangan utama saat ini ada tiga. Yang pertama adalah soal skillset dan akses talenta. Jadi memang kebanyakan mereka adalah master atau para PHD di bidangnya,” kata Jonathan.

Faktor kedua yang juga masih menjadi tantangan adalah risk capital. Meskipun ada beberapa dana segar yang mengalir saat ini, namun kebanyakan investasi tersebut hanya fokus kepada pendanaan tahapan lanjutan. Sehingga masih banyak dibutuhkan investor yang bisa membantu mereka untuk mendapatkan dana segar di tahap awal hingga melalui semua proses yang ada. Tantangan terkahir adalah, navigasi untuk ke pasar dan regulator barrier.

Dari sisi regulasi pun saat ini masih terbilang abu-abu. Artinya pemerintah melalui Kementrian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hingga Bappenas, belum memberikan sebuah aturan kepada green startup di tanah air.

Namun demikian dari sisi growth model, belum banyak di antara pendiri startup climate tech tersebut menemukan formula yang tepat. Hanya sebagian dari mereka yang kemudian berhasil melakukan uji coba langsung ke pasar, dan menemukan model bisnis yang tepat dan tentunya menguntungkan.

Dari sisi investasi, meskipun tergolong masih sangat niche, namun diprediksikan dalam waktu beberapa tahun ke depan akan semakin banyak investor lokal yang tertarik untuk berinvestasi kepada startup climate tech. Meskipun saat ini sebagian besar investor asing yang masih mendominasi investasi kepada para ecopreneur.

Yang perlu ditekankan adalah, jangan hanya fokus kepada geografi saja, tapi juga ticket size yang diberikan. Saat ini sudah mulai banyak investor lokal yang tertarik untuk berinvestasi kepada green startup.

“Berdasarkan beberapa laporan yang kami lihat, investasi venture capital untuk startup yang menyasar climate tech masih sedikit jumlahnya. Namun ke depannya walaupun sedang tech winter, kita masih melihat pertumbuhan di investasi akan naik sekitar $40 miliar,” kata Jonathan.

Fokus Ecoxyztem

Sebagai venture builder yang peduli benar dengan pertumbuhan ecopreneur di Indonesia, Ecoxyztem menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas, bantuan berupa venture architects untuk pemodelan bisnis, dan mendukung penetrasi pasar dengan business matchmaking, serta penggalangan modal. Bukan hanya bantuan modal, namun juga jaringan yang relevan hingga peluang untuk mendapatkan investasi dari green fund dan lembaga asing lainnya.

Sebagai latar belakang, Ecoxyztem yang merupakan bagian dari Greeneration Group ini memutuskan ubah model bisnis menjadi venture builder pada 17 Mei 2021. Kata XYZ melambangkan pilar bisnis Ecoxyztem, X dari kata X-Seed yakni pengembangan sumber daya manusia, Y dari kata Ympact Lab untuk pengembangan climate-tech startup, dan Z dari kata Zinergy untuk mengembangkan akses ke pasar.

Saat ini Ecoxyztem telah memiliki empat portofolio startup, yakni Waste4Change di bidang pengelolaan sampah, ReservoAir yang mengatasi masalah banjir, Ravelware yang menggerakkan transisi industri hijau, dan Enertec yang bekerja di sektor efisiensi energi.

Baru-baru ini Waste4Change mengumumkan perolehan pendanaan seri A sebesar $5 juta (lebih dari 76 miliar Rupiah). AC Ventures dan PT Barito Mitra Investama menjadi lead dalam putaran ini, diikuti jajaran investor lain, yakni Basra Corporation, Paloma Capital, PT Delapan Satu Investa, Living Lab Ventures, SMDV, dan Urban Gateway Fund.

“Kita melirik startup yang masih bootstraping atau mereka yang masih dalam tahapan awal. Karena tujuan kita bukan mencari keuntungan saja, namun lebih kepada ingin membawa ekosistem climate tech lebih maju di Indonesia,” kata Jonathan.

Platform Edtech “KOCO” Ingin Bantu Kelas Menengah Akses Pendidikan Berkualitas

Sebagai platform edtech, KOCO menawarkan layanan dan teknologi untuk meningkatkan kualitas guru dan performa murid di Indonesia. Didirikan di Singapura tahun 2020 lalu, saat ini Indonesia telah menjadi pasar terbesar mereka.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & COO KOCO Faizal Abdullah menyampaikan rencana bisnisnya untuk memberikan layanan dan fitur yang relevan, sekaligus menghadirkan edukasi berkualitas untuk kalangan kelas menengah di tanah air.

Sasar kalangan underserved

Setelah melakukan survei dan riset, KOCO saat awal kehadirannya meluncurkan KOCO School dan Learning Management System (LMS) untuk para guru dan sekolah. Mereka menilai, untuk bisa meningkatkan kualitas pendidikan yang menjadi prioritas utama adalah dengan membantu para guru meningkatkan kompetensi atau kemampuan mereka.

Melalui KOCO School para guru bisa memanfaatkan fitur dan pelajaran untuk meningkatkan kemampuan mereka. Sementara untuk LMS, didesain untuk membantu produktivitas guru. Hingga saat ini KOCO mengklaim telah memiliki sekitar 20 ribu siswa, 3500 mitra guru, dan 300 sekolah yang bergabung ke dalam platform.

Melihat masih belum adanya layanan atau platform yang memberikan pilihan belajar untuk kalangan menegah, menjadi salah satu alasan kuat pada akhirnya KOCO meluncur di Indonesia. Menurut mereka, saat ini kebanyakan platform edtech yang sudah ada hingga fasilitas bimbingan belajar, masih terlalu mahal untuk bisa diakses oleh kalangan menegah yang juga ingin memberikan edukasi berkualitas kepada anak-anak mereka.

“Strategi kami adalah menyediakan akses pendidikan berkualitas bagi kelas menengah yang sedang naik daun. Di KOCO kami mengklasifikasikan kelas menengah sebagai mereka yang memiliki pendapatan rumah tangga per bulan Rp4juta – Rp19juta,” kata Faizal.

Kembangkan fitur untuk guru dan siswa

Untuk bisa memberikan layanan menyeluruh untuk guru dan siswa, KOCO meluncurkan KOCO Star. Layanan ini memberikan akses untuk self-learning bagi siswa yang membutuhkan konten pembelajaran tambahan. Dengan begitu, siswa hanya perlu mempelajari apa yang memang dibutuhkan, sehingga bisa lebih efisien dan efektif. Saat ini KOCO memfokuskan kepada pendidikan formal untuk siswa SD hingga SMA.

Melalui KOCO Star siswa bisa mengajukan pertanyaan melalui beberapa fitur yang mereka miliki. Di antaranya adalah fitur Tanya KOCO dan Live Guru.  Tidak perlu melakukan pemesanan dengan waktu yang lama, dengan durasi singkat juga bisa diakses edukasi berkualitas dari guru di KOCO Star.

Guru yang direkrut oleh mereka kebanyakan pengajar yang sudah memiliki pengalaman dan bekerja di sekolah umum. Untuk membantu guru honorer, KOCO juga menyediakan kesempatan terbuka bagi mereka yang ingin memiliki penghasilan tambahan dengan memanfaatkan KOCO Star.

“Pandemi telah membuat para guru terbiasa melakukan kegiatan belajar online. Sangat mudah bagi mereka untuk bergabung dengan KOCO, apalagi jika sebelumnya sudah familiar menggunakan Google Classroom, bisa secara langsung menggunakan KOCO,” kata Faizal.

Tersebar di pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, persentase guru profesional dan guru honorer yang bergabung di KOCO adalah 60% untuk guru profesional dan 40% guru honorer. Untuk komisi, KOCO hanya mengambil 15% saja dari para mitra guru, sisanya diberikan kepada mereka. Untuk para guru, ke depannya perusahaan juga ingin membangun sebuah framework yang bisa membantu para guru meningkatkan jenjang karier hingga gaji mereka.

“Strategi kami adalah mengembangkan ekosistem bagi siswa dan guru untuk kebutuhan pendidikan dan pengembangan diri mereka. Kami akan meluncurkan 2 produk baru yang akan membantu siswa termotivasi untuk belajar, meningkatkan kompetensi dan guru juga para stakeholder yaitu orang tua, siswa, sekolah, dan guru,” kata Faizal.

Sebagai pasar terbesar mereka, ada beberapa target yang ingin dicapai oleh KOCO untuk Indonesia. Salah satunya adalah memiliki 1 juta siswa tahun 2023 mendatang sekaligus lebih banyak menjangkau kelas menengah untuk mengakses pendidikan berkualitas dengan harga terjangkau.

Rencana galang dana Pra-Seri A

Setelah menerima pendanaan dari angel investor dari Singapura senilai SG$700 ribu tahun 2021 lalu, para pendiri KOCO kemudian memutuskan untuk tidak melakukan penggalangan dana tahapan lanjutan di tahun ini. Salah satu alasannya adalah, tech winter yang bakal terjadi usai pandemi dan ketika kondisi sudah mulai berangsur pulih.

Namun demikian perusahaan mengklaim dengan menjalankan bisnis secara bootstrap dan memanfaatkan revenue yang telah diperoleh, perusahaan mampu untuk mendapatkan pertumbuhan pengguna yang positif demikian juga revenue.

Awal tahun depan perusahaan memutuskan untuk melakukan penggalangan dana putaran Pra-Seri A. Jika sesuai dengan rencana, bulan Juni tahun 2023 mendatang diharapkan sudah bisa diperoleh dana segar tersebut. Nilai investasi yang ingin di galang oleh KOCO adalah sekitar $3-5 juta.

“Idealnya kami ingin mendapatkan venture capital Indonesia yang mengerti benar lanskap edtech saat ini. Kami juga berharap bisa menemukan investor yang memiliki koneksi dengan sekolah, guna menambah jumlah mitra guru sekaligus murid dalam platform,” kata Faizal.

Berbeda dengan konsep yang ditawarkan oleh platform edtech pada umumnya saat ini, KOCO tetap fokus untuk membantu guru meningkatkan kompetensi sekaligus meningkatkan kemampuan para siswa. Di sisi lain perusahaan juga ingin membantu lebih banyak kelas menengah mendapatkan akses edukasi yang berkualitas dengan harga terjangkau.

“Menurut saya platform yang menawarkan edukasi dan keterampilan kognitif dan STEM akan banyak bermunculan. Namun kebanyakan platform tersebut tidak menyasar ke kelas menengah. Platform edtech lain mungkin mau menggarap pasar tersebut, tapi fokus kami adalah kelas menengah Indonesia, saat ini belum banyak platform edtech yang menyasar mereka,” kata Faizal.

Startup Paylater Vietnam “Fundiin” Dapat Pendanaan Seri A, Berencana Ekspansi ke Indonesia

Platform fintech asal Vietnam “Fundiin“, yang diklaim merupakan penyedia layanan BNPL pertama di negara asalnya, telah menerima pendanaan tahapan seri A senilai $5 juta.

Pendanaan ini dipimpin oleh Trihill Capital dan ThinkZone Ventures. Investor lainnya yang terlibat dalam putaran pendanaan ini di antaranya adalah 1982 Ventures, Genesia Ventures, JAFCO Asia, Zone Startups Ventures, dan Do Thu Ngan, mantan Deputy CEO Sacombank dan mantan CFO & COO JP Morgan Chase Vietnam.

Sebagai platform yang menyediakan pilihan pembayaran paylater, Fundiin telah membantu mitra ritel dan layanan e-commerce meningkatkan penjualan mereka hingga 30%. Fundiin saat ini memiliki 3 sub-produk BNPL tanpa biaya antara lain bayar dalam 3 kali angsuran bulanan, bayar 30 hari, dan pembayaran berulang.

Di Vietnam, Fundiin telah bekerja sama dengan lebih dari 300 mitra, memiliki lebih dari 4000 toko fisik, termasuk brand teratas dan perusahaan ritel terkemuka seperti Mobile World, Dien May Xanh, Unilever, Galaxy Play, Reebok, Paula’s Choice, Pigeon, Vua Nem, Giant International, dan lainnya.

Dana segar tersebut rencananya akan digunakan oleh perusahaan untuk berkembang lebih cepat, berinvestasi dalam pengembangan produk baru, serta merekrut talenta, sebelum berekspansi ke Indonesia yang akan dilakukan pada saat putaran seri B mendatang.

“Fundiin sangat bangga menerima kemitraan dan dukungan dari investor yang kuat, terutama dari ThinkZone Ventures yang merupakan konglomerat terkemuka Vietnam sebagai LP, dan dari Trihill Capital untuk rencana ekspansi di masa depan ke Indonesia,” kata Co-Founder & CEO Fundiin Nguyen Anh Cuong.

Serupa dengan Indonesia, permintaan dari layanan BNPL di Vietnam terus mengalami peningkatan. Tercatat ketika tingkat penetrasi kartu kredit di negara maju berkisar dari 50% hingga lebih dari 70%, di Vietnam angka ini hanya sekitar 5% saja. Hal tersebut menunjukkan bahwa Vietnam adalah pasar potensial yang tinggi untuk layanan BNPL.

“Vietnam, dan kawasan Asia Tenggara yang lebih luas, sebagian besar kurang ditembus oleh layanan keuangan. Kami percaya bahwa untuk menanggung risiko dengan benar, selain kapasitas teknologi, perlu juga pemahaman tentang budaya dan kearifan lokal. Dan kami melihat pemahaman dan kemampuan underwriting ada di tim Fundiin,” kata VP of Investments at Trihill Capital Valerianus Ian Sulaiman.

Trihill Capital merupakan salah satu venture capital yang aktif berinvestasi untuk startup di Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri Trihill Capital juga telah memberikan investasi kepada Fit Hub, Wagely, Eden Farm, Sicepat, Hey Kafe, Ruang Guru, Woy Makaroni dan BukuWarung.

Menyasar pasar Indonesia

Adanya kesamaan demand di Indonesia dengan Vietnam kemudian menjadi salah satu rencana yang akan dilancarkan oleh Fundiin untuk ekspansi ke Indonesia. Tidak disebutkan kapan mereka akan hadir, namun setelah merampungkan pendanaan Seri B dan merekrut talenta lokal, Fundiin akan segera hadir di Indonesia.

Berdasarkan laporan terbaru Kredivo bertajuk “Perilaku Konsumen E-commerce Indonesia” per Juni 2022, paylater (17%) menjadi metode pembayaran digital yang paling sering digunakan setelah e-wallet (53%) dan transfer bank/virtual account (20%).

Laporan ini juga mencatat pengguna paylater di platform e-commerce meningkat menjadi 38% di 2022 dibandingkan tahun lalu yang sekitar 28%. Adapun survei ini dilakukan pada Maret 2022 pada 3500 responden di seluruh Indonesia.

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai e-commerce dan keuangan digital berperan signifikan dalam mendorong penetrasi layanan digital lebih luas di Indonesia. Apabila tren positif ini terus berlanjut, ia meyakini pemerataan ekonomi dapat terealisasi lebih cepat dengan dukungan ekosistem digital.

Rawdemy Hadirkan Kelas Online Belajar Anak untuk Mengasah Keterampilan Kognitif

Dirilis bulan September 2022 lalu, platform edtech yang fokus kepada keterampilan kognitif “Rawdemy” hadir memberikan pilihan baru kepada orang tua untuk mendidik dan mengasah bakat terpendam anak.

Didirikan oleh Hendriko Firman (CEO) dan Fatahul Akbar (CTO), Rawdemy juga memiliki misi memberikan penghasilan tambahan kepada guru honorer hingga instruktur yang memiliki kemampuan untuk memberikan pelatihan dan keterampilan kepada anak.

“Spesialisasi kami adalah lebih fokus kepada pelajaran di luar sekolah. Berbeda dengan platform edtech lainnya yang lebih fokus kepada pendidikan formal. Kami ingin mendorong lebih banyak guru untuk mengajarkan kegiatan ekstra kurikuler kepada anak secara online,” Hendriko.

Memanfaatkan tools seperti Zoom dan Google Meet pelaksanaan kelas, nantinya orang tua yang ingin mendaftarkan anak-anak mereka bisa memanfaatkan situs web Rawdemy. Jika sudah ditemukan kelas yang sesuai, bisa dilanjutkan ke proses pembayaran. Untuk satu kelas, Rawdemy menyediakan pilihan 1-5 anak, berusia usia 3 sampai 10 tahun. Hal ini dilakukan agar saat belajar nanti, bisa dengan mudah dipahami dan memberikan hasil yang positif untuk kemajuan anak.

Konsep ini yang diklaim menjadi unggulan Rawdemy, yaitu proses belajar-mengajar online secara langsung, bukan memanfaatkan video on-demand. Saat ini fokus Rawdemy adalah masih mengumpulkan instruktur atau guru yang memiliki ketrampilan seni, desain, olahraga hingga bahasa.

“Fokus kita saat ini adalah wilayah Jabodetabek dulu. Namun dengan konsep yang kita tawarkan, tidak menutup kemungkinan dari daerah di luar Jabodetabek juga bisa menggunakan platform Rawdemy,” kata Hendriko.

Rademy masih menjalankan bisnis secara bootstrap. Meskipun telah mendapatkan sedikit penghasilan, perusahaan tidak secara agresif melakukan penggalangan dana. Fokus mereka saat ini adalah menjalin kolaborasi dengan institusi terkait, menambah jumlah pengajar dan awareness kepada orang tua dan anak. Namun demikian jika menemukan investor yang tepat, peluang tersebut tetap terbuka.

“Fokus kita sejak awal adalah memecahkan masalah yang ada. Dengan demikian kita juga tidak memiliki budget yang banyak untuk kegiatan lainnya, berbeda dengan platforme edtech lainnya,” kata Hendriko.

Di Indonesia sendiri tercatat saat ini ada beberapa platform yang secara khusus menyasar kepada anak-anak, namun dengan fokus pendidikan yang beragam. Mulai dari kelas bahasa untuk anak Kiddo hingga Kalananti yang merupakan pusat edukasi anak usia 5-12 tahun.

Tingkatkan kesejahteraan guru honorer

Tercatat saat ini guru honorer kebanyakan memiliki gaji yang kecil. Guru anak, khususnya yang mengajar di SD daerah-daerah berkisar dibawah Rp1 juta. Bahkan ada yang hanya mendapat Rp300 ribu per bulan, atau hanya Rp10.000 rupiah seharinya. Kondisi ini cukup miris, karena justru 20% dari anggaran belanja pemerintah adalah pendidikan.

Salah satu upaya untuk bisa meningkatkan kesejahteraan para guru honorer adalah dengan memiliki pekerjaan sampingan. Melalui Rawdemy bisa mereka manfaatkan untuk memberikan pelajaran ketrampilan di luar pendidikan formal yang biasa mereka lakukan setiap harinya. Salah satu alasan mengapa Rawdemy tertarik bermitra dengan guru honorer adalah, latar belakang dan kemampuan mereka untuk memberikan pelajaran kepada anak.

Sebelum bisa menjadi instruktur di Rawdemy, perusahaan melakukan kurasi kepada calon instruktur tersebut, demikian juga dengan melakukan evaluasi kelas yang akan mereka berikan kepada anak. Jika semua sudah memenuhi ketentuan dari Rawdemy, mereka bisa secara bebas membuka kelas secara online.

“Salah satu alasan mengapa kelas offline untuk belajar gitar, bahasa, dan lainnya menurun jumlahnya saat ini adalah besarnya pengeluaran untuk setiap kegiatan. Dengan memindahkan konsep tersebut secara online, bisa membantu mereka yang memiliki sanggar tari atau lainnya dengan menjangkau lebih banyak murid belajar di berbagai daerah,” kata Hendriko.

Saat ini kelas yang paling banyak dipilih orang tua untuk anak mereka adalah kelas bahasa. Ke depannya Rawdemy juga ingin menambahkan kelas untuk les biola, menggambar dan lainnya khusus untuk anak.

Untuk biaya yang dikenakan setiap sesi kelasnya adalah Rp45 ribu s/d Rp100 ribu. Untuk pilihan pembayaran saat ini hanya ada pilihan bank transfer. Namun ke depannya Rawdemy memiliki rencana untuk menambah pilihan pembayaran lainnya. Pembagian komisi yang diberlakukan adalah 25% untuk Rawdemy dan 75% untuk instruktur.

“Sejak meluncur saat ini kami telah memiliki sekitar 52 instruktur. Targetnya di kuartal 4 tahun ini kami bisa merekrut sekitar 500 intsruktur untuk bergabung ke dalam platform,” kata Hendriko.

Algobash Bahas Potensi Talenta Digital Lokal di Indonesia

Riset McKinsey dan Bank Dunia mengatakan, untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0, Indonesia membutuhkan sebanyak 9 juta talenta digital; atau 600 ribu talenta setiap tahun selama 2015 hingga 2030. Untuk itu diperlukan berbagai strategi dari hulu ke hilir untuk memastikan adanya pemenuhan kebutuhan tersebut.

Sejumlah startup akhirnya turun tangan mencoba menyelesaikan masalah tersebut, sebagian mencoba di sisi hulu dengan mengupayakan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan industri. Sebagian lainnya bermain di sisi hilir dengan mengupayakan penyaluran SDM terlatih kepada industri.

Salah satu yang bermain di hulu adalah Algobash. Layanan mereka didesain bukan hanya mampu melakukan proses assesment pegawai memanfaatkan teknologi, namun  juga menyediakan kompetisi dan kursus coding secara cuma-cuma bagi mereka yang terdampak dari PHK di startup hingga perusahaan teknologi.

Dalam sesi #Selasastartup Co-founder Algobash Elfino Sitompul menyampaikan cara cerdas bagi perusahaan dan calon developer untuk bisa mendapatkan peluang bekerja di korporasi di masa sulit seperti saat ini.

Peluang bekerja di perbankan

Salah satu fakta menarik yang dibagikan oleh Elfino, dulu penyerapan developer paling banyak dari industri e-commerce. Namun kini mulai banyak kalangan perbankan (termasuk bank digital) yang juga secara masif mencari talenta digital. Bukan hanya untuk developer saja, namun juga konsultan risiko dan posisi terkait teknologi lainnya.

Menurut Elfino peluang inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh Algobash dan tim, untuk menyediakan talenta yang relevan. Di sisi lain mereka yang sedang mencari pekerjaan baru, juga bisa memanfaatkan kesempatan tersebut.

Proposisi nilai yang ditawarkan dalam platform Algobash adalah memastikan proses rekrutmen yang objektif, nonbias, dan masif melalui solusi coding test dan pre-employment assessment. Hal tersebut tidak hanya membantu perusahaan terhindar dari risiko bad hiring, tetapi juga memastikan kesempatan kerja yang setara dan rata untuk seluruh talenta yang ada.

“Namun demikian karena saat ini makin banyak talentanya, perbankan konvensional hingga bank digital juga menaikan standar assement mereka. Yang pada awalnya mungkin hanya 70 kini menjadi 75 untuk standar mereka,” kata Elfino.

Selain perbankan, perusahaan konsultan yang memiliki keterikatan kontrak dengan pemerintah dan kebanyakan adalah konsultan asing, juga banyak yang memanfaatkan Algobash untuk menemukan talenta digital lokal.

Meskipun saat ini sudah banyak platform asing yang menawarkan produk serupa dengan Algobash, namun dari sisi harga teknologi yang ditawarkan oleh Algobash menjadi lebih kompetitif. Sehingga ideal untuk dimanfaatkan oleh perbankan, perusahaan konvesional hingga startup.

Potensi talenta digital lokal

Terkait dengan potensi dari developer lokal saat ini, menurut Elfino saat ini sudah jauh lebih baik kualitasnya dan tidak kalah dengan talenta asing yang banyak mengisi posisi strategis di startup hingga perusahaan teknologi di Indonesia saat ini.

Namun dari sisi skill, akan lebih baik jika talenta lokal tidak hanya fokus kepada satu framework atau bahasa saja. Namun juga penting untuk bisa mencari ide atau menemukan solusi dari setiap masalah yang ada. Dengan demikian bisa meningkatkan kualitas mereka lebih baik lagi

Sebagai platform pembelajaran, Algobash juga ingin memberikan kesempatan kepada semua yang ingin meningkatkan karier atau ingin mencoba pekerjaan baru mereka di dunia teknologi. Tidak hanya mereka yang memiliki latar belakang pendidikan khusus, namun mereka yang tertarik dan menyukai coding, juga bisa memanfaatkan platform Algobash untuk mencari peluang bekerja di perusahaan yang sedang membutuhkan.

“Secara personal jika mereka belajar sendiri dari berbagai channel, akan jauh lebih menarik buat saya rekrut,” kata Elfino.

Menurut riset Microsoft dan LinkedIn, akan ada 98 juta pekerjaan yang membutuhkan talenta dengan skill digital di bidang software development pada tahun 2025. Pekerja dengan skill digital di bidang cloud atau komputasi awan juga akan semakin banyak dicari, dengan proyeksi 23 juta pekerjaan pada 2025.

Platform Manajemen Keuangan Keluarga “Pocket” Kantongi Pendanaan Pra-Awal dari East Ventures

Platform manajemen keuangan keluarga “Pocket” yang telah hadir sejak tahun 2021 lalu telah menerima pendanaan pendanaan pra-awal yang dipimpin oleh East Ventures. Dalam rilis yang diterima, tidak disebutkan nilai investasi yang diperoleh startup fintech tersebut.

Perusahaan memiliki rencana untuk mengalokasikan dana ini dengan fokus pada penetrasi produk dan jumlah pengguna. Pocket juga akan berinvestasi dalam mengembangkan layanan serta penawaran yang dihadirkan untuk melengkapi ekosistem platform.

“Kami percaya pendanaan ini bisa menjadi penggerak kuat visi kami untuk mendemokratisasikan akses pembayaran digital untuk generasi muda dan membangun literasi keuangan sejak dini. Kami menghadirkan solusi untuk mengatasi masalah di lanskap perbankan tradisional saat ini untuk menghilangkan kesenjangan dan menuju inklusi keuangan melalui teknologi modern,” kata Co-Founder dan CEO Pocket Markus Kevin.

Bersama dengan Co-Founder dan CTO Bravyto Takwa Pangukir, Pocket hadir dengan latar belakang masih adanya permasalahan yang sudah lama berlangsung dalam lanskap keuangan, khususnya terkait manajemen keuangan pribadi dan keluarga. Pocket terdaftar dan diawasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dan Bank Indonesia.

Saat ini platform wealth management yang menawarkan layanan serupa di antaranya adalah Finku, Sribuu, Moni, dan beberapa lainnya. Tidak sekadar aplikasi pencatatan keuangan pribadi, beberapa layanan seperti PINA juga menyematkan layanan investasi dan edukasi keuangan di aplikasinya — misinya memudahkan setiap pengguna mencapai tujuan finansialnya.

Luncurkan kartu virtual dan fisik prabayar

Kartu debit Pocket
Kartu debit Pocket

Pocket juga menghadirkan kartu virtual dan fisik prabayar dengan saldo digital untuk membantu orang tua modern mengelola keuangan keluarga mereka. Pocket memungkinkan pembuatan akun yang dapat dilacak, dipisahkan, dan sepenuhnya digital; pengguna dapat mengalokasikan akun digital ke setiap anggota keluarga untuk memiliki, menyimpan, dan membelanjakan uangnya masing-masing.

Setiap akun digital juga dilengkapi dengan kartu virtual dan fisik prabayar yang aman dan mendukung transaksi QRIS yang tersedia di lebih dari 20 juta merchant di seluruh Indonesia.

Setiap keluarga juga dapat mengelola dan mempersonalisasi akun berdasarkan batas pengeluaran dengan visibilitas yang jelas melalui laporan dan analitik penggunaan untuk setiap individu. Hingga saat ini, Pocket telah mencatat pertumbuhan yang signifikan sebesar 2,5 kali dan 3 kali dari bulan ke bulan dalam pengguna baru dan Total Purchasing Value (TPV) secara berurutan.

Pocket juga aktif bekerja sama dengan bank lokal untuk melengkapi ekosistemnya, berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Selain itu, Pocket telah dan akan berkolaborasi dengan lebih dari 100 sekolah (dengan fokus sekarang di daerah Jabodetabek) untuk meningkatkan literasi keuangan anak-anak melalui konten edukatif, serta meningkatkan akses keuangan di Indonesia.

“Kami yakin bahwa Pocket memimpin inovasi di bidang ini untuk membuka peluang yang tak terhitung jumlahnya dengan memberdayakan orang tua di Indonesia untuk mendidik dan mempersiapkan generasi muda, dan pada akhirnya memungkinkan keluarga modern memiliki keuangan rumah tangga yang sehat dan praktik keuangan yang berkelanjutan,” kata Partner East Ventures Melisa Irene.

Application Information Will Show Up Here

Di Balik Perubahan Nama Sampingan Menjadi “Staffinc” dan Rencana Bisnis Berikutnya

Bertujuan untuk bisa menambah kredibilitas dan memberikan jaminan kepada pelanggan baru, Sampingan yang meluncur pada tahun 2018 lalu resmi melakukan rebranding dengan nama baru “Staffinc”.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Staffinc Wisnu Nugrahadi mengungkapkan, perubahan nama ini sekaligus memperkuat layanan dan produk yang mereka tawarkan, bukan hanya fokus kepada pekerja kerah biru part time saja, namun juga full time dan potensi lainnya.

“Kita tidak mau mengubah kultur yang sudah dibangun dan tidak mau menjadi brand yang terlalu korporat dan monoton. Semoga dengan nama baru bisa diterima masyarakat dengan baik, agar bisa diseimbangkan dengan tim yang kita miliki,” kata Wisnu.

Selain nama perusahaan, beberapa aplikasi yang dimiliki juga berganti nama. Aplikasi Sampingan berubah menjadi “Staffinc Jobs”, platform yang dapat dimanfaatkan pencari kerja untuk mencari pekerjaan. Sementara itu, aplikasi Kerjaan yang dapat digunakan pekerja untuk melaporkan kehadiran, memenuhi tugas, dan mendapatkan gaji mereka, semuanya di satu tempat menjadi “Staffinc Work”.

Di usianya yang ke-4, Staffinc juga memiliki target untuk bisa menjadi platform workforce solution dan labour provider terbesar di Asia Tenggara. Menyasar kepada enterprise, perusahaan mengklaim saat ini kebanyakan klien mereka bukan hanya dari startup, namun juga perusahaan yang sudah profitable hingga listing company.

Produk unggulan Staffinc Suite

Staffinc juga memperkuat lini bisnis yang bergerak di bidang sumber daya manusia (SDM) di bawah nama Staffinc Suite. Berbeda dengan platform SDM kebanyakan yang fokus mengatur proses SDM pada tenaga kerja kantoran, layanan  ini merupakan platform SDM digital yang dirancang untuk memberikan transparansi dan fleksibilitas pada kegiatan operasional SDM yang bervolume tinggi dan dilakukan secara harian, contohnya kurir dan sales promotor.

Staffinc Suite memiliki 9 fitur yang difokuskan untuk mengelola kegiatan operasional SDM para pekerja lapangan hanya dalam satu platform dengan beberapa keunggulan utama seperti menyederhanakan proses perekrutan dalam jumlah besar dalam waktu singkat, memudahkan serta memastikan keakuratan proses absensi, hingga mempercepat proses penggajian dengan sistem yang otomatis. Selain menargetkan korporasi, melalui Staffinc Suite mereka juga berharap produk ini bisa digunakan untuk pelaku UMKM.

“Karena enterprise kebutuhannya cukup besar, mereka menggunakan solusi atau layanan dari kita. Untuk perusahaan yang tidak terlalu besar, bisa memanfaatkan tools yang kami miliki. Staffinc Suite adalah extension dari situ, kita menawarkan platform ke perusahaan yang ingin menjalankan proses tersebut dengan sendirinya,” kata Wisnu.

Selain memberikan solusi kepada perusahaan, melalui beberapa program Staffinc juga menawarkan benefit kepada pekerja. Di antaranya adalah training yang lebih ke arah upskill dari pekerja tersebut, disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Yang kedua adalah akses finansial bagi mereka yang telah terkurasi oleh Staffinc dalam bentuk Earned Wage Access (EWA).

Layanan tersebut dihadirkan setelah menerima feedback dari para pekerja yang kerap kesulitan untuk bekerja karena berbagai alasan, mulai dari tidak ada biaya untuk membeli bahan bakar dan lainnya. Dengan benefit ini bagi pekerja yang memiliki performa yang baik, berhak untuk mendapatkan akses finansial dalam bentuk EWA.

Pandemi mengakselerasi platform pekerja kerah biru

Perusahaan mengawali bisnisnya sebagai on-demand platform yang memberdayakan pekerja lapangan dengan menghubungkan mereka kepada beragam pekerjaan. Kini perusahaan telah berevolusi menjadi sebuah layanan tenaga kerja yang inklusif yang melayani kebutuhan staffing seperti rekrut dan mengelola karyawan secara digital sekaligus menjadi platform penyedia kerja bagi para pekerja di Indonesia.

Tercatat saat ini pelanggan dari kalangan enterprise yang telah menggunakan teknologi Staffinc adalah mereka yang menyasar kepada sektor ritel, F&B hingga logistik. Perusahaan tersebut pada umumnya membutuhkan pekerja dengan jumlah besar mulai dari 50 orang ke atas. Hingga saat ini, Staffinc memiliki lebih dari 1 juta mitra, di 80 kota di Indonesia. Layanan staffing digital juga telah digunakan oleh lebih dari 150 perusahaan di Indonesia.

“Di awal mula berdiri, misi kami adalah memberdayakan pekerja dengan memberikan mereka akses ke beragam pekerjaan termasuk part-time dan full-time agar mereka dapat mendapatkan penghasilan. Di sisi lain, kami pun berupaya menjadi solusi ketenagakerjaan yang terpercaya bagi rekan bisnis,” kata Wisnu.

Salah satu alasan mengapa saat ini platform yang menyasar kepada pekerja kerah biru seperti Staffinc tumbuh secara positif di Indonesia adalah, adopsi teknologi yang secara langsung mengakselerasi semua proses yang ada.

Jika dulunya proses untuk wawancara pekerja dilakukan secara langsung atau offline, pandemi membuat proses tersebut beralih secara online. Platform seperti Staffinc yang sejak awal di desain untuk melakukan proses secara digital, menjadi relevan dan tentunya dibutuhkan oleh perusahaan.

“Kita memposisikan diri kita sebagai worksforce solution powerd by technology. Yang kita lihat teknologi untuk streamed line proses, improve value dan reduce cost. Tapi pada akhirnya, untuk enterprise adalah trust, bagaimana kami bisa memberikan layanan dan kepercayaan kepada perusahaan dan pekerja,” kata Wisnu.

Disinggung apakah perusahaan memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahapan lanjutan, Wisnu menegaskan selama mereka menemukan investor yang tepat, peluang untuk menggalang dana tetap terbuka. Namun Wisnu menegaskan dengan kondisi saat ini tentunya akan ada adjustment expectation.

“Pada dasarnya kita membangun perusahaan ini untuk sustainable. Tidak hanya 5-6 tahun saja, kita sudah berusia 4 tahun dan ingin menjadi pemain terbesar. Untuk melakukan itu kita harus memikirkan sustainability. Jika kita menemukan mitra yang tepat, akan membuka kesempatan untuk fundraising,” kata Wisnu.

Awal tahun 2021 lalu perusahaan telah mengantongi pendanaan seri A senilai $5 juta atau setara 71 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin Altara Ventures, dengan partisipasi Access Ventures, XA Network, iSeed SEA, serta dua investor di putaran sebelumnya yakni Golden Gate Ventures dan Antler. Sejauh ini, startup yang didirikan Wisnu Nugrahadi, Margana Mohamad, dan Dimas Pramudya ini berhasil mengumpulkan dana hingga $7,1 juta.

Application Information Will Show Up Here

Blibli, Tiket.com, dan Ranch Market Merger [UPDATE]

Blibli, Tiket.com, dan Ranch Market mengumumkan penyatuan bisnis (merger) menjadi “Blibli Tiket”. Inisiatif ini diumumkan melalui sebuah video komersial yang diunggah di kanal kanal YouTube Blibli hari ini (14/10).

“Blibli Tiket merupakan campaign of a unified omnichannel ecosystem antara Blibli bersama entitas anak, Tiket.com – penyedia layanan perjalanan dan gaya hidup terlengkap; dan Ranch Market – a leading high quality supermarket chain di Indonesia. Ekosistem omnichannel Blibli Tiket memberikan kemudahan dan nilai tambah bagi para pelanggan, serta menyediakan layanan yang lebih lengkap, bermanfaat dan terintegrasi dari tiap channel dan platform di dalam ekosistem,” ujar VP Public Relations Blibli Yolanda Nainggolan.

Belum diketahui bagaimana struktur legal pasca merger. Ketika dikonfirmasi pihak perusahaan belum mau memberikan komentar. Dari pantauan di situs Blibli, saat ini struktur direksi perusahaan sudah dikondisikan layaknya PT umum dengan Direksi dan Dewan Komisaris, termasuk komisaris independen.

Kabar soal merger ini sebenarnya sudah terendus sejak beberapa bulan lalu, bebarengan dengan rumor rencana IPO yang akan digalakkan perusahaan tahun ini. Sementara integrasi aplikasi antara Blibli dan Tiket.com sudah dilakukan sejak awal tahun ini, dimulai dengan integrasi akun antar-aplikasi.

Tiket.com adalah pionir OTA (Online Travel Agent) di Indonesia. Berdiri sejak tahun 2011, perusahaan ini diakuisisi oleh Djarum Group melalui Blibli pada tahun 2017. Pun demikian Ranch Market, tahun 2021 lalu Blibli mengakuisisi saham mayoritas perusahaan untuk memperkuat lini grocery yang dimiliki.

Kendati angka valuasinya tidak disebutkan secara eksplisit, baik Blibli maupun Tiket.com saat ini mengonfirmasi telah menyandang status unicorn. Harapannya, bergabungnya ketiga layanan ini diharapkan bisa memberikan pengalaman yang utuh, melalui fitur unggulan yang mereka miliki.

*Pembaruan per 17 Oktober 2022: Kami menambahkan statement dari pihak Blibli terkait “Blibli Tiket”

Application Information Will Show Up Here