Rencanamu Introduces Talentics, a Talent Management Platform for Business

One of the business sectors that received a positive effect during the pandemic is edutech. PSBB situation and the regulations applied for work and study at home have made it easier for the edutech platform to launch their business. One startup that claims to have experienced fairly good growth during the pandemic is Rencanamu.

Rizky Muhammad, Rencanamu’s Co-founder & CEO, told DailySocial, that the startup experienced significant business growth during the pandemic. Whether it is from the user side (Rencanamu) or business (through the B2b product Talentics) which is driven by the need for digitizing talent assessment & online recruitment/admission processes from schools, universities, and corporations.

Rencanamu has currently helped more than 2.1 million users in college in career preparation, with nearly 70% of active users chanelled across Indonesia.

“In particular, our core business is the talent assessment as the foundation of the two excellent products in Rencanamu named Siap Kuliah (for high school & vocational high school students) and Siap Karir (for students), all of our features are fully available in the application,” Rizky said.

Targeting B2B segment through Talentics

As an integrated platform, Rencanamu debuted as an edtech platform for the past 4 years and has naturally evolved to enter HR Tech through the Talentics brand which was launched in March 2020.

Talentics aims to help companies assess and recruit the right talent. Currently, there are more than 50 companies and agencies registered in Talentics.

“Our focus is to assist talents, both for individual needs and educational institutions, through Rencanamu. Meanwhile, for recruitment, corporate internal talent profiling can be through Talentics,” Rizky added.

Strategic collaboration with Ministry of Education and Culture

Rencanamu has recently established a strategic collaboration with the Ministry of Education and Culture. This step was taken as a form of support for the Directorate of Senior High Schools program in building superior human resources.

Now, Rencanamu provides free college preparation services consisting of Talent Interests Test, Department, and Career Exploration for high school students throughout Indonesia. This support is based on the agreement between the two parties last July.

“Over the past 4 years we have helped millions of students in college and career preparation, and the results of our studies have proven to be effective in helping students,” Rizky said.

This collaboration is a formalization of Rencanamu’s mission together with the Ministry of Education and Culture to help more students prepare for their future and careers.

There are several goals Rencanamu would like to achieve. One of them is to launch fundraising activities early or late in 2021. The company also wants to accelerate its business to remain the number 1 platform in the online assessment & talent solution.

“The vertically integrated talent ecosystem gives Rencanamu an advantage in providing solutions related to integrated and lack of data-based recruitment in the market,” Rizky said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Rencanamu Hadirkan Talentics, Platform Manajemen Talenta untuk Bisnis

Salah satu sektor bisnis yang mendapat respons positif selama pandemi adalah edutech. Kondisi PSBB dan aturan yang diberlakukan untuk bekerja dan belajar di rumah, telah memudahkan platform edutech untuk melancarkan bisnis mereka. Salah satu startup yang mengklaim telah mengalami pertumbuhan yang cukup baik saat pandemi adalah Rencanamu.

Kepada DailySocial, Co-founder & CEO Rencanamu Rizky Muhammad mengungkapkan, startupnya mengalami pertumbuhan bisnis yang cukup signifikan selama pandemi. Baik itu dari sisi pengguna (Rencanamu) ataupun bisnis (melalui produk b2b Talentics) yang didorong oleh kebutuhan digitalisasi talent assessment & proses recruitment/admission secara daring dari sekolah, perguruan tinggi, dan korporasi.

Saat ini Rencanamu telah membantu lebih dari 2,1 juta pengguna dalam persiapan kuliah dan karier, dengan hampir 70% pengguna aktif yang tersebar di seluruh Indonesia.

“Secara khusus core business kami adalah talent assessment yang menjadi fondasi dari kedua produk unggulan di Rencanamu yaitu: Siap Kuliah (bagi siswa SMA & SMK sederajat) dan Siap Karier (bagi Mahasiswa), semua fitur kami sepenuhnya tersedia di aplikasi,” kata Rizky.

Sasar segmen B2B melalui “Talentics”

Sebagai platform yang terintegrasi, Rencanamu debut sebagai platform edtech selama 4 tahun terakhir dan secara natural telah berevolusi untuk masuk ke HR Tech melalui brand Talentics yang diluncurkan bulan Maret tahun 2020 ini.

Talentics bertujuan untuk membantu perusahaan melakukan penilaian dan perekrutan talenta yang tepat. Saat ini sudah terdapat sekitar 50 lebih perusahaan dan instansi yang memanfaatkan Talentics.

“Fokus kami dalam membantu talent assessment, baik itu untuk kebutuhan individual dan instansi pendidikan, melalui Rencanamu. Sementara untuk recruitment, internal talent profiling korporasi bisa melalui Talentics,” kata Rizky.

Kolaborasi strategis dengan Kemendikbud

Baru-baru ini Rencanamu menjalin kolaborasi strategis dengan Kemendikbud. Langkah tersebut dilakukan sebagai bentuk dukungan terhadap program Direktorat Sekolah Menengah Atas dalam membangun SDM unggul.

Kini Rencanamu menghadirkan layanan persiapan kuliah yang terdiri dari Tes Minat Bakat, Eksplorasi Jurusan dan Karier secara cuma-cuma bagi peserta didik SMA di seluruh Indonesia. Dukungan ini didasari atas penandatanganan perjanjian kerja sama yang dilakukan kedua belah pihak pada Juli lalu.

“Selama 4 tahun terakhir kami sudah membantu jutaan siswa dalam persiapan kuliah dan karier, dan hasil studi kami terbukti efektif dalam membantu siswa,” kata Rizky.

Kerja sama ini adalah formalisasi dari misi Rencanamu bersama dengan Kemendikbud agar dapat membantu lebih siswa dalam persiapan kuliah dan karier mereka.

Ada beberapa target yang ingin dicapai oleh Rencanamu. Salah satunya adalah melancarkan kegiatan penggalangan dana awal atau akhir tahun 2021 mendatang. Perusahaan juga ingin mempercepat akselerasi untuk tetap menjadi nomor 1 di online assessment platform & talent solution.

“Ekosistem talenta yang terintegrasi secara vertikal memberikan Rencanamu keunggulan dalam memberikan solusi terkait perekrutan berbasis data yang terintegrasi dan belum terpenuhi di pasar,” kata Rizky.

Application Information Will Show Up Here

Sejumlah Rencana KKday di Indonesia Setelah Pendanaan Seri C

Akhir bulan September lalu, platform penjualan tiket dan paket atraksi wisata KKday merampungkan pendanaan seri C senilai $75 juta. Dipimpin oleh Cool Japan Fund dan National Development Fund. Investor sebelumnya juga terlibat, di antaranya adalah Monk’s Hill Ventures dan MindWorks Capital. Pendanaan baru ini akan digunakan oleh perusahaan yang berkantor pusat di Taipei untuk terus mengembangkan bisnis di Asia dan global. Pengembangan platform Rezio lebih lanjut juga masuk dalam rencana perusahaan.

Di Indonesia sendiri saat ini KKday telah memiliki lebih dari 300 produk. Perusahaan melihat peluang yang besar untuk melakukan ekspansi ke berbagai kota dan destinasi wisata di Indonesia. Selain membawa pengunjung dari luar ke Indonesia, KKday juga sedang mengembangkan produk yang melayani penduduk lokal Indonesia. Misalnya, bekerja sama dengan Majestic Ferry untuk menyediakan paket khusus bagi masyarakat Indonesia.

“Kami akan terus memperluas tim dan operasi kami di Jepang, Korea, dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Kami juga akan fokus membangun ekosistem pemasok atau penyedia aktivitas kami dan membantu mereka digitalisasi karena itu akan memberikan pengalaman terbaik bagi pengguna akhir – pelancong. Kami juga akan terus mengoptimalkan layanan kami dan menciptakan pengalaman unik bagi wisatawan di platform kami,” kata Co-founder & COO KKday Weichun Liu.

Luncurkan platform booking management “Rezio”

Kondisi pandemi yang berkepanjangan ternyata tidak menyurutkan inovasi KKday. Menyesuaikan perubahan dan kebiasaan baru wisatawan, KKday meluncurkan Rezio sebagai platform all-in-one booking management, yang bisa dimanfaatkan oleh operator travel dan penyedia wisata aktivitas/atraksi secara global.

Platform ini diklaim mampu mengurangi biaya operasional dan meningkatkan efisiensi bagi penyedia. Beberapa layanan yang bisa dimanfaatkan di antaranya adalah, pengaturan sederhana untuk online store, manajemen inventaris secara real-time di berbagai kanal pemesanan, voucher khusus untuk berbagai skenario pemesanan, dan integrasi dengan gateway pembayaran lokal.

“Semua fitur juga dapat diakses di perangkat seluler, yang memungkinkan penyedia perjalanan dan atraksi untuk mengelola pemesanan di mana saja, agar bisa fokus untuk memberikan pengalaman pelanggan terbaik,” kata Weichun.

Covid-19 telah mempercepat digitalisasi untuk industri perjalanan. Kondisi tersebut telah mendorong KKday untuk berinovasi dan bekerja lebih dekat dengan penyedia perjalanan untuk mendukung bisnis mereka. Pandemi telah mendorong banyak penyedia layanan untuk beradaptasi, berinovasi, dan berinvestasi dalam teknologi agar bisa bertahan.

“Ke depannya travelling akan berbeda karena perilaku konsumen bergeser menjadi lebih digital dengan cepat. Wisatawan lebih cenderung mengambil pendekatan hati-hati dan akan lebih memperhatikan kebersihan saat melakukan tur kelompok. Kami juga melihat rebound yang kuat untuk perjalanan domestik dan experiences di Jepang, Korea, Taiwan dan Hong Kong. Wisatawan mencari kegiatan lokal baik itu glamping atau island hopping, yang diprediksi sebagai pengganti yang baik untuk outbound travel,” kata Weichun.

Application Information Will Show Up Here

Tips Bagaimana Startup Menjalin Kolaborasi

Kolaborasi menjadi langkah strategis untuk memperkuat bisnis, baik dengan sesama startup, UKM, korporasi, maupun lembaga pemerintah. Sebelum startup memutuskan untuk melakukan kolaborasi, ada beberapa langkah yang baiknya diperhatikan, agar kolaborasi tidak mandek dan malah merugikan untuk kedua belah pihak.

DailySocial mencoba merangkum pengalaman beberapa startup saat memutuskan berkolaborasi. CEO eFishery Gibran Hufaizah, CEO Akseleran Ivan Tambunan, Co-Founder Lemonilo Shinta Nurfauzia, dan CEO Kiddo Analia Tan menceritakan pengalamannya.

Memperluas kapabilitas perusahaan

Alasan utama sebagian besar kolaborasi adalah untuk memperluas kapabilitas dari bisnis perusahaan. Untuk startup yang masih belia usianya, langkah ini bisa menjadi cara efektif memperkuat postioning perusahaan dan meningkatkan awareness ke target pengguna.

Bagi eFishery yang cukup aktif melancarkan kolaborasi, langkah ini harus dilakukan dengan cerdas. Artinya partner yang menawarkan kolaborasi cukup relevan dengan kebutuhan startup saat ini.

Di sisi lain, sebagai startup dengan model bisnis tergolong niche, Gibran Hufaizah melihat upaya eFishery berkolaborasi sepenuhnya untuk meng-cater kebutuhan petani ikan dan udang di tanah air.

“Kami selalu mendengarkan keperluan para petani sebelum melakukan kolaborasi. Apakah dalam bentuk finansial, pemasaran hingga teknologi. Jika masih bisa dibantu secara internal kita bantu. Namun jika sifatnya sudah diluar dari bisnis kami, kolaborasi merupakan cara terbaik untuk dilakukan,” kata Gibran.

Sementara menurut Ivan Tambunan, kolaborasi perlu dilakukan karena setiap pelaku usaha memiliki keunggulannya masing-masing. Dengan berkolaborasi, pelaku usaha bisa menciptakan sinergi. Sebagai layanan fintech, Akseleran menjadi salah satu platform yang memiliki peluang besar berkolaborasi dengan startup di sektor yang berbeda.

“Faktor yang menentukan kolaborasi [..] haruslah sama-sama bersinergi dan saling memberikan keuntungan satu sama lain,” kata Ivan.

Hal senada diungkapkan Shinta Nurfauzia. Pada akhirnya harus jelas benar apakah kolaborasi tersebut bisa membuahkan hasil yang positif kepada masing-masing startup. Pastikan end result bisa menjadi win win solution.

“Lemonilo selama ini sudah sering melakukan kolaborasi antar startup. Salah satunya adalah dengan brand fashion. Alasan utama kami melakukan kolaborasi dengan sektor yang berbeda tersebut adalah, memperkenalkan produk kami kepada pasar dari mereka dan juga sebaliknya,” kata Shinta.

Seiring berkembangnya bisnis, Lemonilo mulai masuk ke segmen mass market. Target pasarnya semakin lebar. Hal ini turut dipicu kehadiran mi instan Lemonilo sebagai produk yang dianggap cocok untuk gaya hidup sehat masyarakat Indonesia.

Sementara bagi platform edtech untuk anak Kiddo, kolaborasi yang dilakukan harus didukung target atau pencapaian. Selama ini Kiddo melakukan beberapa kolaborasi dengan beberapa platform. Salah satunya dengan GogoKids dari Malaysia.

“Kolaborasi yang kami lakukan harus punya target yang secara langsung maupun tidak langsung [untuk] mendukung obyektif perusahaan. Caranya (how) bisa bervariasi, tapi alasannya (why) harus jelas dari awal.” kata Analia.

Memperkuat positioning perusahaan

Tentang kapan waktu yang tepat melakukan kolaborasi, para penggiat startup mengungkapkan tidak bisa ditentukan secara pasti. Yang perlu diperhatikan adalah pondasi bisnis startup harus kuat dan memiliki penawaran yang lebih, sehingga dilirik mitra yang dibutuhkan.

Untuk eFishery sendiri, kolaborasi strategis yang telah dilancarkan adalah bersama dengan Gojek. usai menerima pendanaan dari Go Ventures dan Northstar beberapa waktu yang lalu. Gibran menyebutkan bakal terjadi integrasi yang masif antara ekosistem Gojek yang raksasa dengan ekosistem eFishery sendiri.

“Perbincangan investasi dan kolaborasi strategis antara eFishery dan Gojek sudah kami bicarakan dalam waktu yang cukup lama. Masing-masing pihak melihat, jika kolaborasi dilakukan bisa membantu masing-masing ekosistem untuk tumbuh dan berkembang lebih luas dan lebih cepat lagi,” kata Gibran.

Sementara menurut Ivan, kolaborasi dapat dilakukan sejak awal. Dalam hal ini startup dapat lebih pintar dan bijak dalam melihat peluang, baik itu terkait kondisi internal maupun eksternal. Bagaimanapun juga, jika kolaborasi berhasil dilakukan dengan baik, efeknya akan berdampak baik bagi perusahaan, konsumen, dan para mitra.

“Kiddo sendiri merupakan platform yang sudah melakukan kolaborasi sejak hari pertama: kolaborasi dengan para penyedia aktivitas anak [merchant]. Selain dengan merchant, kami juga cukup sering melakukan kolaborasi dengan perusahaan lain seperti perbankan, startup retail, brand yang menyasar anak dan keluarga, komunitas ibu, dan banyak lagi. Kami percaya kolaborasi yang pas akan menguntungkan kedua belah pihak,” kata Analia.

Pada akhirnya, kolaborasi yang dilakukan harus berimbas kepada kebutuhan. Jangan sampai tidak memberikan impact dan nilai yang positif untuk masa depan startup.

“jika startup sudah cukup percaya diri, didukung dengan base yang kuat, dan [memiliki] positioning yang menjanjikan, kolaborasi dengan startup yang telah memiliki nama besar dan penawaran lebih baik bisa langsung dilakukan,” kata Shinta.

Platform Insurtech “Aman” Bantu Bisnis Kelola Tunjangan Kesehatan Karyawan

Salah satu sektor yang mengalami pertumbuhan positif dalam tiga tahun terakhir adalah insurtech. Salah satunya dibuktikan melalui statistik pertumbuhan adopsi produknya, sepanjang tahun 2019 premi yang berhasil dibukukan sudah mencapai 185,3 triliun Rupiah untuk asuransi jiwa dan 80,1 triliun Rupiah untuk asuransi kesehatan.

Ada beberapa alasan mendasar mengapa insurtech diproyeksikan berkembang baik di sini. Mengutip hasil studi Munich Re Economic Research, Indonesia akan memimpin pertumbuhan premi asuransi kesehatan dan jiwa dari tahun 2019-2030, dengan CAGR sebesar 9,1%.

Melihat peluang tersebut Steven Tannason kemudian mendirikan platform insurtech bernama Aman. Pengalamannya selama bekerja di ByteDance dan Google, kemudian mencetuskan ide untuk mendirikan startup asuransi berbasis teknologi.

“Semuanya berawal awal tahun ini. ketika saya sebagai orang Indonesia yang sudah sepuluh tahun tinggal di luar negeri memutuskan untuk pulang kampung membantu membangun bangsa. Saya terhubung melalui seorang teman dengan co-founder Le Khanh An, seorang warga negara Vietnam yang telah menyebut Jakarta sebagai rumahnya selama lima tahun terakhir,” kata Steven

Fokus bisnis Aman

Menyasar semen B2B, target pengguna Aman adalah perusahaan yang memanfaatkan tunjangan karyawan sebagai strategi menarik dan mempertahankan talenta. Strategi monetisasi yang diterapkan adalah, dengan membantu mitra asuransi untuk melayani perusahaan dan karyawan mereka di platform web dan seluler.

“Kami fokus pada ruang tunjangan kesehatan karyawan (employee health benefits). Mungkin Anda akan berasumsi bahwa pasar tersebut telah dilengkapi dengan teknologi. Namun, sebenarnya bukan seperti itu situasinya, kebanyakan pengalaman mencari, membeli, dan mengelola asuransi kesehatan karyawan masih dilakukan dalam proses manual berbasis kertas,” kata Steven.

Kondisi pandemi seperti saat ini menjadi pembuktian tersendiri bagi platform insurtech seperti Aman untuk memvalidasi dan mengembangkan bisnis. Steven melihat, banyak orang Indonesia yang jauh lebih sadar akan pentingnya kesehatan dan jaring pengaman.

“Berkali-kali kami mendengar dari karyawan yang tidak keberatan mengambil pekerjaan baru dengan gaji lebih rendah tetapi tunjangan kesehatan yang lebih baik. Namun, seperti yang telah kita saksikan selama beberapa bulan terakhir, kita telah dipaksa untuk mengubah cara kita melakukan berbagai hal dan ini pasti berlaku untuk proses lama, manual, berbasis kertas,” kata Steven.

Singkatnya, platform digital Aman membantu perusahaan untuk dengan mudah mencari, membeli, dan mengelola asuransi kesehatan untuk karyawan mereka, yang mencakup pendaftaran tunjangan, pemantauan klaim, serta pelaporan dan analitik.

Di Indonesia sendiri, lanskap insurtech mulai menjadi perhatian banyak pihak. Laporan DSResearch bertajuk “Insurtech Strategic Innovation” telah memetakan beberapa startup lokal yang sudah beroperasi di lanskap tersebut.

Insurtech in Indonesia

Program akselerator SYNRGY

BCA Virtual Demo Day SYNRGY Batch 3
BCA Virtual Demo Day SYNRGY Batch 3

Aman merupakan salah satu startup yang mengikuti program akselerator SYNRGY Batch 3 yang diinisiasi BCA. Disinggung seperti apa pengalaman dan benefit yang didapatkan Aman selama mengikuti program, Steven mengungkapkan program tersebut memberikan inspirasi bagi perusahaan.

“Kami terkesan dengan kaliber dari rekan-rekan startup yang berpartisipasi dalam program ini, termasuk founders yang berani memecahkan masalah besar di ruang seperti AR/VR dan blockchain. Inilah yang dibutuhkan bangsa kita saat ini, lebih dari sebelumnya – pendiri yang cukup berani untuk memecahkan masalah besar,” kata Steven.

Meskipun baru beberapa bulan saja diluncurkan, namun saat ini Aman mengklaim telah mendapat sambutan positif dari pelanggan dan mitra. Saat ini mereka berupaya untuk bisa “on track” melayani beberapa ribu karyawan di platform. Sebagai bisnis yang duduk di persimpangan tiga bidang, yaitu sumber daya manusia, asuransi dan kesehatan; Aman memiliki target yang ingin dicapai tahun ini, yaitu fokus kepada pelanggan.

“Pelanggan kami adalah pusat dari semua yang kami lakukan, oleh karena itu rencana kami adalah memastikan bahwa kami memberikan pengalaman tunjangan karyawan dan kesehatan finansial terbaik untuk mereka. Saat kita fokus pada pelanggan kita, nilainya akan teratasi dengan sendirinya,” kata Steven.

Kiprah Alex Rusli di Ekosistem: Pendiri Startup dan “Angel Investor”

Sosok Alex Rusli sangat familiar di kalangan ekosistem. Salah satu puncak kariernya adalah saat menjabat sebagai CEO Indosat Ooredoo (Indosat), salah satu layanan telekomunikasi terbesar di Indonesia.

Kini Alex Rusli sibuk dengan bisnis dan investasinya. DailySocial mencoba mencari tahu kesibukan dirinya saat ini sebagai seorang pengusaha, komisaris di tiga perusahaan, dan seorang angel investor.

Antusias dengan inovasi

Alex pertama kali bergabung dengan Indosat pada Januari 2010 sebagai Komisaris Independen. Lalu ia ditunjuk menjadi Direktur Utama dan CEO dua tahun kemudian. Beberapa produk digital yang diluncurkan Indosat di bawah kepemimpinannya adalah Cipika, Cipika Play, Cipika Books, dan Dompetku.

“Sebelum menjabat sebagai CEO di Indosat Ooredoo, karier saya di Indosat sudah cukup panjang. Sebelumnya saya juga telah memiliki pengalaman bekerja di pemerintahan dan perusahaan lainnya,” kata Alex.

Pasca meninggalkan Indosat tahun 2017, Alex terjun di berbagai posisi yang diklaim menghabiskan waktu bekerja lebih banyak dibandingkan saat dirinya masih di Indosat.

“Buat saya, kegiatan sebagai seorang entrepreneur, dan khususnya mendirikan startup, memberikan adrenalin tersendiri yang sangat menarik untuk diikuti. Struktur startup yang tidak teratur menjadikan proses ini penuh tantangan namun sarat dengan disruption,” kata Alex.

Bersama dengan rekan kerja saat di Indosat dulu, Prashant Gokarn (mantan Chief Digital & Service Officer), Alex mendirikan Digiasia Bios (Digiasia). Perusahaan yang menyasar layanan fintech ini menjadi holding company layanan e-wallet KasPro, platform P2P lending KreditPro, dan layanan remitansi dengan channel digital dan jaringan offline RemitPro.

“Saat ini Digisasia merupakan investasi terbesar yang saya berikan. Bersama dengan Prashant, kita mulai melakukan akuisisi beberapa perusahaan dan lisensi mereka untuk kemudian kami segarkan kembali menjadi cerita yang baru,” kata Alex.

Semua pengalaman profesionalnya dimanfaatkan Alex untuk memahami lebih jauh layanan fintech, termasuk soal ketaatan regulasi, di Indonesia.

Suka duka menjadi angel investor

Saat ini Alex telah berinvestasi ke sekitar 11 perusahaan. Dirinya tidak segan membantu mengembangkan bisnis perusahaan, memberikan konsultasi, dan membantu mereka mencari solusi yang tepat untuk kepentingan perusahaan.

Kesibukan barunya ini diklaim dinikmati Alex. Dari beberapa investasi yang diberikan, hanya satu yang menurut Alex harus tutup. Alasannya karena sikap dan posisi pendiri startup yang keras kepala.

“Saya telah mengalami beberapa kondisi saat pendiri startup sangat keras kepala dan enggan untuk menerima masukan atau feedback dari investor. Sebagai angel investor, hal ini cukup krusial dan tentunya mengganggu terciptanya hubungan yang baik dengan pendiri startup tersebut. Hal tersebut menurut saya yang menjadi duka seorang angel investor,” kata Alex.

Ke depannya, Alex melihat dinamika dan ekosistem angel investor akan meningkat jumlahnya. Menurutnya, sudah banyak angel investor yang eksis di Indonesia, meskipun tidak terlalu tampak pergerakannya. Konsep investasi jangka panjang menjadi salah satu daya tarik untuk terjun menjadi angel investor.

“Saya yang menyukai hal-hal yang tidak baku dan penuh tantangan menjadi [kondisi] ideal untuk terjun ke dunia startup dan enterperneurship. Namun bagi mereka yang menyukai semua serba teratur dan terstruktur, ada baiknya untuk menghindari terjun ke dunia startup,” kata Alex.

Dinamika bisnis operator

Alex sendiri menyebut dirinya tidak menutup peluang untuk berinvestasi ke sektor telekomunikasi yang telah dikuasainya selama 7 tahun terakhir. Namun saat ini, dirinya ingin mencoba keluar dan terjun ke sektor baru dan inovasi yang berbeda.

Tentang tantangan yang dialami perusahaan operator telekomunikasi saat pandemi, meskipun sedang panen traffic, Alex mengatakan, “Saya melihat kondisi ini cukup sulit, karena saat pandemi perusahaan operator telekomunikasi tidak bisa menaikkan harga. Sehingga meskipun traffic mengalami peningkatan namun tidak dibarengi dengan peningkatan harga kepada pelanggan,” kata Alex.

Sebetulnya, industri telekomunikasi sempat mengecap kenaikan pendapatan di periode Februari-Maret. Namun, pertumbuhan pendapatan sejak Maret terus menurun selama pandemi. Kebutuhan bandwith internet yang lebih besar membuat ekspektasi mereka juga menjadi cukup tinggi.

“Saya melihat meskipun layanan fixed broadband mengalami peningkatan jumlah pelanggan baru, namun dari sisi koneksi masih banyak yang menyebutkan koneksi operator telekomunikasi terkadang lebih baik dari koneksi fixed broadband. Artinya dari sisi layanan memang masih baik untuk operator telekomunikasi,” kata Alex.

Datasaur Bukukan Dana 58 Miliar Rupiah dari Keikutsertaannya dalam Y Combinator

Startup pengembang platform pelabelan data Datasaur mengumumkan perolehan investasi senilai $3,9 juta atau setara 58 miliar Rupiah. Nilai total pendanaan tersebut mencakup pendanaan awal senilai $1.1 juta yang diterima tahun lalu dari GDP Venture dan $2.8 juta pendanaan tambahan yang didapat usai mengikuti demo day di program akselerator Y Combinator Maret lalu. Investor baru yang terlibat meliputi Initialized Capital, Y Combinator, dan CTO OpenAI Greg Brockman.

Kepada DailySocial Founder & CEO Datasaur Ivan Lee mengungkapkan, sebagian besar dana tersebut akan dimanfaatkan untuk merekrut talenta guna memperkuat tim. Perusahaan juga memiliki rencana untuk berinvestasi lebih lanjut pada pengembangan sistem cerdas, dengan tujuan meningkatkan kapabilitas “automasi” pelabelan data, sehingga bisa membuat proses pengerjaan data menjadi lebih efisien.

“Kami juga ingin melakukan ekspansi [produk] lebih luas lagi, [masukan datanya] bukan hanya dalam format teks, tapi juga gambar dan video,” kata Ivan.

Tren penggunaan dan pengembangan sistem berbasis kecerdasan buatan (AI) yang makin masif melatarbelakangi pengembangan Datasaur. Di balik setiap algoritma AI, ada ribuan pelatihan mesin yang umumnya masih berbasis “human-labeled training”. Mengelola dan memberi label data seperti itu adalah pekerjaan yang sangat membosankan, memakan waktu, dan mahal.

Datasaur mencoba membantu mengefisienkan proses tersebut melalui beberapa fitur. Misalnya fitur labeling interface intelligence component yang dapat mengenali data-data dasar sehingga pemberi label tidak perlu menandai data yang sama berulang-ulang. Ada juga team organizing component untuk mengelola proses pelabelan data yang umumnya dilakukan berkelompok.

Contoh tampilan aplikasi pelabelan data yang dikembangkan Datasaur
Contoh tampilan aplikasi pelabelan data yang dikembangkan Datasaur

Selain di Indonesia, Datasaur juga menjalankan bisnis di California, Amerika Serikat.

“Untuk fokus bisnis kami di Indonesia, ke depannya Datasaur memiliki rencana untuk membantu menyebarkan penggunaan dan adopsi NLP di Indonesia, dan menjadi standar industri utama untuk pelabelan data di Indonesia,” kata Ivan.

Sebagai salah satu startup asal Indonesia yang menjadi anggota program akselerasi Y Combinator batch Winter 2020, banyak pengalaman serta edukasi penting yang didapatkan oleh Ivan. Bukan hanya memvalidasi bisnis, Datasaur juga mendapatkan banyak masukan terkait membangun tim yang solid dan fokus bisnis yang lebih terukur.

Selain Datasaur, ada juga startup lain dari Indonesia yang turut mendapat peruntungan di batch tersebut. Ialah BukuWarung, aplikasi pencatatan arus keuangan untuk pengusaha mikro di Indonesia. Selepas demo day, mereka juga mendapatkan antusias investor untuk turut berpartisipasi memberikan dananya.

Gojek and Halodoc Shared Some Tips to Optimize Growth Opportunity Amid Pandemic

The pandemic has turned out to be able to make big tech companies like Gojek perform strategic changes and focus on new businesses on the platform. In the webinar event initiated by the Technology Journalists Forum (Forwat), representatives from Gojek and Halodoc conveyed challenges to new innovations that are then implemented and are expected to become their respective superior products.

Focused on user’s feedback

The pressure and economic changes that occurred during the pandemic have actually increased the number of Halodoc users who then conduct mental consultations to psychiatrists and psychologists through the platform. After being officially launched in late June, the consulting service has now been supported by 500 psychologists and psychiatrists.

According to Halodoc’s CMO, Dionisius Nathaniel, not only was it used by adults, but there were also some children who took advantage of the mental consultation channel presented by Halodoc through the application and website. This achievement shows the increasing need for users to convey the complaints and stresses they experience during the pandemic.

As a platform that promotes health for all, Halodoc has also carried out several activities that help the government and of course the community during the pandemic. One of them is the giving of the Covid-19 Rapid Test. At the beginning of the pandemic, Halodoc has also introduced chatbot technology, namely Preliminary Risk Assessment. Its function is in the form of a questionnaire that helps people check whether they are at risk of being affected by Covid-19 or not.

“In the mapping, we can see how many users use this feature and help us to see the location. Mostly are those living in big cities,” said Dionisius.

In addition to mental consultations and Covid-19 rapid tests, Halodoc also claims to have experienced positive growth from the Health Shop. In this case, taking advantage of partnerships with 100 health shops spread out and integrated delivery with Gojek driver-partners, is able to increase the number of purchases and deliveries easier and of course faster.

“The strategic collaboration with Gojek proves that what we present, namely a fast delivery in under 60 minutes, has been successfully realized by Halodoc and of course Gojek,” said Dionisius.

To maintain business growth during the pandemic and help more people access health information and consultation services with doctors, Halodoc wants to continue to get feedback from users in order to provide comprehensive digital health services, not only in big cities but in other regions in Indonesia.

“We currently have around 20 million active users on applications and websites. This increase is supported by the services and information we provide related to the Covid-19 topic. Education is part of our strategy to increase user traction on applications and websites,” Dionysius said.

Support partners with technology

Meanwhile, Gojek, which already has a variety of services, during the pandemic began to focus on the welfare of driver-partners and merchants. Starting from making donations to launching appropriate technology. According to Gojek’s Chief of Corporate Affairs Nila Marita, the company is trying to focus on their core business. Starting from mobility, food-related, logistics, and payment.

“An interesting fact that also occurred during the Gomed service pandemic has also increased quite well. We note that transactions in Gomed have increased by up to 103%,” Nila mentioned.

Another service that has also increased is entertainment, with GoTix services recorded an increase of up to 30 times. Adjusting the PSBB rules and working at home which is mostly applied by office workers and students. Meanwhile, to help culinary partners outside the culinary business to run their business, Gojek has also launched Selly which is a keyboard and dashboard application that makes it easier for SMEs to serve customers.

With the launch of this special merchant application, it is hoped that it can accelerate the acceleration of Gojek merchants through tools tailored to their needs.

“Through the Selly application, we hope that there will be more social commerce players in Indonesia who can be facilitated in terms of supporting tools for their business. Gojek will also continue to collaborate with relevant partners and brands,” Nila said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Menyimak Potensi Startup “Smart Logistic” di Indonesia

Bisnis logistik makin relevan dengan kebutuhan industri saat ini. Namun di tengah perkembangan digital, para perusahaan yang berkecimpung di dalamnya dituntut untuk melakukan transformasi. Salah satu hasilnya, dalam lima tahun terakhir berbagai inisiatif berbasis smart logistic dilahirkan. Bukan hanya mendukung kinerja korporasi saja, namun juga sudah cukup banyak mendukung pelaku UKM.

Relevasi model bisnis smart logistic turut divalidasi oleh banyaknya startup terkait yang mendapatkan investasi, berharap dapat mendisrupsi peluang yang ada. Untuk melihat sejauh apa perkembangan smart logistic di Indonesia, dalam sesi #Selasastartup pekan ini DailySocial menghadirkan Co-founder Paxel Zaldy Masita.

Decacorn membantu pertumbuhan smart logistic

Menurut Zaldy, duo decacorn Gojek dan Grab memiliki peranan besar di sini. Khususnya layanan GoSend dan GrabSend, mereka mulai memperkenalkan konsep smart logistic yang menyasar langsung segmen B2C hingga C2C. Langkah strategis untuk masuk segmen tersebut dinilai olehnya sebagai keputusan cerdas, karena kebanyakan bisnis legasi di bidang logistik masih sepenuhnya meng-cater segmen B2B.

“Saat pandemi sekarang cukup terasa bagaimana pertumbuhan layanan smart logistic yang menyasar segmen B2C hingga C2C mengalami pertumbuhan bisnis yang sangat positif. Sementara untuk mereka yang hanya fokus kepada B2B kesulitan untuk menjalankan bisnis saat ini,” kata Zaldy.

Pertumbuhan layanan e-commerce di Indonesia juga menjadi salah satu faktor pendukung bagi layanan logistik lokal untuk mulai mengadopsi teknologi dan menciptakan inovasi baru. Tidak lagi menjalankan bisnis secara konvensonal, namun mulai berinvestasi kepada teknologi dan mempekerjakan talenta digital yang relevan.

“Saat ini sudah mulai banyak perusahaan logistik yang sudah mapan dan popular di Indonesia tidak lagi menghabiskan dana untuk membeli moda transportasi baru pendukung, namun lebih kepada sumber daya IT hingga inovasi dan teknologi,” kata Zaldy.

Pentingnya teknologi dan inovasi

Untuk mendukung industri logistik bisa bergerak lebih cepat tentunya dengan mengembangkan teknologi dan inovasi yang relevan. Mulai dari mengubah proses konvensional hingga menawarkan pilihan baru yang memudahkan pelanggan.

Contoh kasus yang kemudian mulai banyak diterapkan oleh perusahaan logistik di Indonesia adalah, layanan pick-up yang bisa dimanfaatkan oleh semua pelanggan. Tidak lagi harus mengantarkan barang ke lokasi logistik terdekat, kini melalui aplikasi proses pemesanan, pengambilan hingga pembayaran bisa dilakukan melalui aplikasi.

“Selain itu perusahaan logistik dan mereka yang mengklaim sebagai smart logistic harus bisa mengetahui dengan jelas kebutuhan pelanggan. Untuk itu teknologi monitoring driver/barang yang akan diantar atau di pick up menjadi sangat penting untuk diterapkan,” kata Zaldy.

Teknologi seperti IoT hingga big data sudah mulai banyak dimanfaatkan oleh perusahaan logistik. Selain itu kemampuan untuk mengolah pemetaan yang cerdas hingga proses tagging yang saat ini sudah banyak dimanfaatkan oleh perusahaan logistik untuk mengatahui secara detil alamat atau titik destinasi pelanggan, bisa memudahkan dan tentunya mempercepat proses pengantaran.

“Di sisi lain kami sebagai pemain smart logistic masih kesulitan untuk menemukan dan mendapatkan talenta digital, karena masih harus bersaing dengan perusahaan teknologi hingga startup unicorn di Indonesia,” kata Zaldy.

Pemain lokal masih menjadi “raja”

Terkait dengan persaingan, menurut Zaldy tidak menjadi masalah ketika mulai banyak pemain smart logistic asing hingga lokal yang banyak bermunculan dan meramaikan lanskap layanan logistik di Indonesia. Dalam hal ini dirinya melihat, semakin banyak player, maka semakin baik ekosistem logistik ke depannya.

Disinggung seperti apa peluang pemain asing untuk masuk ke pasar Indonesia, menurut Zaldy wilayah Indonesia yang cukup kompleks dan unik, bisa menyulitkan pemain asing untuk bisa melancarkan bisnis mereka. Dalam hal ini bisa menjadi potensi dan peluang yang baik bagi pemain lokal untuk bisa melancarkan layanan dan bisnis mereka di sektor logistik.

Melihat tren dan kebutuhan saat ini, pilihan untuk menyediakan layanan same day delivery antar kota bisa menjadi pilihan bagi mereka yang ingin masuk ke sektor logistik. Bukan hanya memberikan dukungan kepada pelaku UKM, segmentasi yang terbilang masih niche ini, bisa meminimalisir persaingan dengan perusahaan logistik raksasa yang sudah memiliki sumber daya dan jangkauan yang luas di tanah air.

“Untuk itu kami di Paxel masih fokus dengan segmentasi ini dan terus menghadirkan layanan yang relevan untuk pelanggan. Langkah strategis yang kami lakukan adalah, terus mengembangkan teknologi hingga menjalin kemitraan dengan industri terkait hingga layanan finansial yang bisa mempermudah pelanggan melakukan pembayaran dalam platform,” kata Zaldy.

iPrice Next Target After Securing Series B Funding, to Boost Partnership for Product Expansion

During the pandemic, the e-commerce aggregator platform iPrice Group gains  a lot of positive business growth. The company claims the website’s total visits have increased by up to 60%. One of the reasons is the increase of people’s interest in doing online sales.

As we mentioned the kind of services iPrice offers in Indonesia and about kind of competition with other players, the CEO of iPrice Group, Paul Brown-Kenyon avoids explaining further. Also, the iPrice Group’s plans to focus its business in Indonesia and targets to be achieved.

“Indonesia is the most important market for us. We have strong product discoveries, price comparisons, and business coupons that are always present helping millions of customers find the best deals online every month,” Paul told DailySocial.

Furthermore, the iPrice Group already has a roadmap that aims to improve products. Whether it is to increase the quality of the product catalog, improve the information presented to users, or develop additional services to help users on their e-commerce journey. The company also plans to optimize the website to provide the best user experience.

“Our focus is to further optimize our products for the local market. Many of our users in Indonesia are accessing our products via the 3G network. We are constantly looking for ways to optimize the website to make it more accessible for these conditions,” Paul explained.

Collaboration and funding

After securing funding worth $10 million or the equivalent of Rp 141 billion in March 2020, iPrice Group received another fresh fund with an undisclosed value. This funding is an extended/addition to the Series B funding received last March. The investor involved in this funding is JG Digital Equity Ventures, Inc.

Furthermore, the company will use this funding to accelerate the roadmap implementation, as well as making new partnerships to expand the product range.

“We have collaborated with a variety of different partners, ranging from e-wallet platforms, chat/message applications, and travel applications with the objective of bringing iPrice users to them,” Paul said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian