D-Laundry Hadir sebagai Aplikasi Marketplace Jasa Cuci Pakaian

Bukan hanya menawarkan konsep seamless memanfaatkan aplikasi dan situs web, layanan laundry on-demand alias jasa cuci pakaian berbasis aplikasi umumnya juga memberikan pilihan pembayaran non-tunai melalui dompet elektronik. Salah satunya adalah D-Laundry, berdiri sejak tahun 2016 startup ini mengklaim telah memiliki ratusan mitra dan ribuan pengguna. Layanan mereka telah hadir di kawasan Jabodetabek.

Kepada DailySocial CEO D-Laundry Ridhwan Basalamah mengungkapkan, sejak awal di samping memberikan solusi kepada pengguna jasa laundry, tujuan bisnisnya adalah untuk mengembangkan ekonomi lokal, dalam hal ini UKM jasa laundry.

“Kami mengedepankan peningkatan kapabilitas dan kualitas layanan dari mitra Kami dengan menerapkan program pengembangan bisnis dan standardisasi layanan laundry dari proses penjemputan hingga pengembalian cucian. Di samping itu, kami memberikan jaminan untuk pakaian sehingga pengguna D-Laundry dapat merasakan pengalaman mencuci yang terbaik dan bebas khawatir,” kata Ridhwan.

Sementara untuk strategi monetisasi, mereka menerapkan profit sharing untuk setiap pemesanan melalui aplikasi.

Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa platform yang tawarkan jasa serupa, misalnya KliknKlin, LaundryTaxi, Seekmi, Taptopick, dll.

Memiliki pilihan pembayaran “D-Pay”

Selain menawarkan pilihan pembayaran melalui virtual account dan LinkAja, D-Laundry juga memiliki pilihan pembayaran melalui D-Pay. Pilihan pembayaran ini dihadirkan untuk memberikan kemudahan pelanggan melakukan pembayaran.

“D-Pay sendiri itu bukan e-money tapi platform penunjang sistem pembayaran dari D-laundry. Terkait izin, kami terdaftar sebagai Penyelenggara Teknologi Finansial oleh Bank Indonesia sejak bulan April tahun 2020 lalu,” kata Ridhwan.

Tahun ini ada beberapa target yang ingin dicapai oleh perusahaan, di antaranya adalah pemenuhan wilayah layanan di area Jabodetabek dengan menambah mitra D-Laundry. Serta terus menambahkan fitur-fitur yang dapat dirasakan manfaatnya bagi mitra dan pengguna.

“Tahun ini kami juga berencana melakukan penggalangan dana. Sampai saat ini, kami masih melakukan model bootstrap untuk mendanai operasional D-Laundry. Kami yakin potensi D-Laundry begitu besar melihat industri laundry yang terus berjalan dan berkembang.”

Bisnis saat pandemi

Selama pandemi tidak ada perubahan yang signifikan dari sisi jumlah pelanggan yang memanfaatkan aplikasi D-laundry. Perusahaan juga memastikan semua mitra menerapkan prosedur untuk selalu membersihkan ruang dan fasilitas laundry dengan desinfektan, menggunakan bahan dan cairan kimia terstandardisasi, memastikan kesehatan pekerja, menyediakan fasilitas cuci tangan dan masker, dan menerapkan contactless delivery.

“Kekhawatiran akan infeksi Covid-19 membuat banyak orang kini lebih telaten memperhatikan kebersihan, salah satunya pakaian, hal ini harus dimanfaatkan oleh pebisnis laundry sebagai momentum untuk mempromosikan jasa yang aman dan nyaman kepada masyarakat. ” kata Ridhwan.

Untuk membantu para mitra menjalankan bisnis selama pandemi, D-Laudry telah melakukan berbagai kegiatan seperti training dan pengembangan komunitas. Salah satunya, dalam waktu dekat akan menyelenggarakan event seminar online membahas tentang pengelolaan keuangan dan pendanaan usaha laundry menghadapi masa pandemi.

Application Information Will Show Up Here

Potensi Penerapan Teknologi Tingkat Lanjut di Startup Indonesia

Dalam sebuah percakapan dengan beberapa investor di Indonesia, disinyalir fokus kebanyakan startup teknologi di Indonesia baru sebatas implementasi produk, pemberian layanan paripurna, dan pemasaran demi mendapatkan pertumbuhan yang pesat.

Ketika membicarakan inovasi, apakah penerapan startup hanya terbatas ke kebutuhan mendasar atau mereka bakal terus berevolusi untuk menerapkan teknologi semakin dalam seperti produk-produk di pusat teknologi dunia?

Produk tepat guna, layanan yang utama

Secara umum, kegiatan dan kemampuan startup-startup di Indonesia sudah mampu untuk mendisrupsi pasar yang sudah ada. Idealnya, untuk mengembangkan produk yang tepat guna, startup harus bisa memprioritaskan teknologi yang ingin diimplementasikan. Menurut Chief Innovation Officer DOKU Rudianto, di tahap awal dari sebuah startup teknologi, hal yang paling penting adalah mendapatkan product-market fit.

“Karena itu, startup perlu memilih teknologi yang mendukung sistem pembangunan dengan kecepatan yang ekstrem. Sedangkan untuk layanan, startup harus menghapus ide memiliki fungsi lengkap, dengan membangun fungsionalisasi minimum dan fokus pada layanan hingga pengumpulan data dan tentunya mendengarkan feedback dari pengguna,” kata Rudianto.

Sementara CEO Sirclo Brian Marshal melihat, di konteks startup yang fokus pada pasar Indonesia, layanan merupakan prioritas utama.

“Menurut saya pendekatan ini sejalan dengan mindset untuk tetap agile di kondisi pasar yang begitu dinamis. Mengidentifikasi apa yang sedang dibutuhkan oleh konsumen dapat membantu bisnis untuk menghadirkan teknologi yang tepat guna,” kata Brian.

Jika startup mampu menghasilkan teknologi yang terbilang canggih dan benar-benar dibutuhkan saat ini, pastikan mereka sudah memiliki target pasar dan menyesuaikan kondisi.

“Yang menjadi perhatian adalah tidak perlu startup Indonesia bersaing dalam hal teknologi dengan startup secara global. Ciptakan inovasi yang sesuai dan terus fokus ke pertumbuhan bisnis, strategi akuisisi target pengguna, dan penguatan unit ekonomi startup,” kata Founder & Managing Partner Indogen Capital Chandra Firmanto.

Fokus ke ekosistem dasar

Sesungguhnya startup Indonesia memiliki potensi untuk menerapkan teknologi tingkat lanjut. Meskipun demikian, karena minimnya dukungan dari pemerintah dan pasar, startup lokal kebanyakan masih fokus ke ekosistem paling mendasar dan tidak banyak menawarkan teknologi baru.

Langkah strategis ini sah-sah saja selama startup memiliki target pasar yang tepat dan unit ekonomi yang kuat. Pada akhirnya, menyesuaikan kondisi dan seiring berjalannya waktu, teknologi yang relevan dan “lebih dalam” bisa dikembangkan sesuai capital yang dimiliki dan kegiatan fundraising yang terus dilakukan.

“Kondisi seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga startup di negara Asia Tenggara lainnya. Keuntungan yang dimiliki startup Indonesia adalah populasi generasi muda yang besar dan pasar yang luas. Menjadi penting untuk kemudian [startup lokal] fokus kepada pasar dan pondasi unit ekonomi yang kuat,” kata Chandra.

Menurut Brian, teknologi yang langsung dirasakan oleh pengguna di Indonesia belum ada yang sifatnya “frontier“. Masih jarang ditemukan startup lokal yang mengadopsi teknologi yang belum pernah diterapkan di region lain.

“[Meskipun demikian] berbagai startup besar di Indonesia mampu menghadirkan teknologi dengan infrastruktur kuat dan sophisticated guna enabling aktivitas digital yang kompleks. Contohnya seperti enabling transaksi yang berlangsung selama flash sale Harbolnas 12.12 tanpa adanya downtime,” kata Brian.

Menurut CEO DycodeX Andri Yadi, tidak dapat dipungkiri masih sedikit investor yang tertarik menggelontorkan dana mereka ke startup yang memang fokus untuk mengembangkan teknologi. Namun, pada akhirnya, kendala tersebut tidak membuat penggiat startup patah semangat untuk terus membangun teknologi baru.

“Pada akhirnya, apakah mendapat dukungan pendanaan atau tidak, bisnis harus terus berjalan. Dan teknologi serta inovasi baru tetap harus diciptakan,” kata Andri.

Di sisi lain, para investor melihat, ketika founder berniat menggalang dana ke VC, pastikan teknologi yang diterapkan adalah nyata. Hindari melakukan sugar coating dengan harapan bisa mendapatkan pendanaan saja.

“Sebenarnya startup Indonesia memiliki potensi, namun masih belum cukup. Sulit bagi mereka untuk meyakinkan pasar jika teknologi dan inovasi baru dihadirkan. [..] Pastikan ide dan teknologi tersebut adalah jujur dan nyata,” kata VP Investment Kejora-SBI Orbit Fund Richie Wirjan.

Potensi penerapan teknologi lanjutan

Saat ini sudah ada beberapa startup yang fokus ke penerapan teknologi AI, IoT, Big Data, dan lainnya. Namun kenyataannya, lebih dari 90% kasus bisnis sebenarnya dapat dipenuhi dengan teknologi yang mendasar untuk saat ini. Kebanyakan penggiat startup masih belum melihat adanya urgensi untuk fokus ke pengembangan teknologi lanjutan.

“Standar ‘dasar’ saat ini menjadi lebih meningkat kualitasnya. Integrasi berkelanjutan juga menjadi lebih umum saat ini,” kata Rudianto.

Diharapkan ke depannya akan lebih banyak lagi startup yang menawarkan inovasi dan teknologi tingkat lanjut untuk masyarakat Indonesia.

“Agar mampu menghadirkan teknologi yang sophisticated, para stakeholder harus mengutamakan aspek riset dalam pengembangan infrastruktur yang memadai,” kata Brian.

Selain itu, cara lain untuk memancing lebih banyak inovasi baru adalah merekrut tenaga kerja profesional yang sudah memiliki pengalaman bekerja di perusahaan teknologi luar negeri, khususnya di pusat-pusat teknologi dunia.

“Sebenarnya Indonesia memiliki kumpulan diaspora yang telah bekerja di perusahaan teknologi global. Untuk merekrut orang-orang ini dengan pengetahuan teknologi tingkat dunia, misalnya PhD di Computer Vision, kita perlu memiliki cadangan keuangan yang sangat kuat. Cara lain yang lebih terjangkau adalah mengembangkan sendiri world-level people,” kata Rudianto.

Strategi Manajemen Risiko Perusahaan Modal Ventura

Konglomerat digital Jepang Softbank, melalui kendaraan investasinya, Vision Fund, sepanjang tahun 2013-2020 telah menggelontorkan pendanaan senilai hampir $10,5 miliar untuk perusahaan ride hailing Didi Chuxing, WeWork ($8,7 miliar), Uber ($8,3 miliar), dan Grab ($4,5 miliar).

Nama-nama populer tersebut telah berhasil meraih valuasi raksasa dengan mengedepankan konsep growth dan ekspansi besar-besaran. Namun “kericuhan” yang menimpa WeWork tahun 2019 lalu, memberikan dampak negatif ke Softbank sebagai pendukung terbesar.

Tercatat Softbank membukukan kerugian bersih sebesar $6,4 miliar, mayoritas karena dampak pengurangan valuasi WeWork.

Apa yang terjadi dengan Softbank  menjadi wake-up call bagi para investor secara global. Tidak hanya mengubah fokus dan mulai meninggalkan konsep growth at all cost, kebanyakan perusahaan modal ventura juga mulai fokus ke startup yang benar-benar berbasis teknologi.

Menurut CEO Prasetia Dwidharma Arya Setiadharma, setiap investor yang mengandalkan diversifikasi portofolio perlu disiplin dalam hal alokasi investasi.

“Jika uang [investasi] itu berasal dari Vision Fund [yang berdana total] $100 miliar, maka saya akan mengatakan investasi di WeWork memiliki eksposur yang masif pada dana tersebut. Softbank bermain di ‘liga besar’, jadi pasti kegagalannya jauh lebih terbuka,” kata Arya.

Perusahaan modal ventura seperti Softbank pernah memiliki keuntungan besar dengan Alibaba, tetapi “gagal” dengan WeWork. Untuk itu kali ini kami membahas bagaimana investor memitigasi risiko agar tetap bisa menjalankan bisnis dan berinvestasi secara sehat.

Pengelolaan risiko

Venture capital (VC) berinvestasi di salah satu kelas aset paling berisiko, yaitu startup. Menurut Shikhar Ghosh, Profesor Harvard Business School, dalam waktu 10 tahun terakhir 70% startup gagal. Semua kegagalan startup berasal dari keputusan yang dibuat perusahaan.

Idealnya, penilaian dan skenario mitigasi risiko dilakukan sejak pra-investasi hingga tahap investasi untuk menentukan keberhasilan. Itu sebabnya VC biasanya melakukan uji kelayakan (due diligence) yang mendalam sebelum dana diberikan.

“Setiap investasi tidak ada jaminan pasti akan return, tetapi jika kita berjalan bersama para startup dengan visi dan values yang sejalan dan menghasilkan produk atau layanan yang bisa membuat orang senang dan terbantu, hal tersebut sudah menjadi kenikmatan yang hebat. Financial return itu bonus-nya,” kata Managing Partner UMG Idealab Kiwi Aliwarga.

Kiwi menambahkan, setiap venture capital memiliki visi dan cara unik dalam hal melakukan investasi. UMG Idealab mengklaim berinvestasi dengan melihat alignment visi dan values dari para founder juga co-founder.

Di sisi lain, Indogen Capital mencoba fokus di tiga pondasi utama, yaitu unit economics, trend, dan exit market. Untuk tren, penyesuaian harus dilakukan untuk beradaptasi dengan perubahan terkini di pasar. Sementara penilaian unit economics dan exit market selalu konsisten dilakukan sejak hari pertama.

Unit economics sangat penting untuk mengidentifikasi path to profitability dari sebuah startup. Dari sini juga kita bisa menilai apakah startup tersebut memiliki potensi untuk mencapai long-term competitive advantage atau tidak,” kata Managing Partner Indogen Capital Chandra Firmanto.

Meninggalkan konsep growth at all cost

Apa yang terjadi dengan Softbank dan WeWork telah mengubah persepsi VC yang kebanyakan fokus ke growth. Meskipun cara ini berhasil untuk mengakuisisi lebih banyak pelanggan dengan cepat, proses yang panjang dan kebutuhan biaya yang besar menjadikan startup kesulitan untuk mendapatkan profit.

Relevansi growth at all cost juga dipertanyakan kebanyakan VC saat ini. Di zaman sekarang, capital sudah tidak lagi menjadi barang langka. Akibatnya growth story sudah tidak menjadi menarik, jika dibandingkan 10 tahun lalu ketika pendanaan VC masih terbilang jarang ditemukan.

“Untuk ke depannya, perusahaan yang bisa menunjukkan kemampuan menjadi perusahaan yang sustainable dalam jangka panjang adalah yang akan menarik bagi kebanyakan investor,” kata Chandra.

Hal senada diungkapkan Kiwi. Meskipun tidak mempercayai konsep growth at all cost, namun selalu ada batasan untuk pertumbuhan.

“Fokus pertama kami tidak tentang profit, tapi seberapa besar kita bisa membantu orang lain atau perusahaan lain dan memberikan kepuasan hati. I believe profit will follow if we deliver smile first to user and customers,” kata Kiwi.

Menurut Arya, meskipun konsep growth at all cost tidak memberikan efek positif untuk startup dan VC, namun konsep hyper-growth masih cukup relevan untuk diterapkan, selama pertumbuhan bisa menciptakan hambatan untuk masuk (barrier entry).

Contoh barrier entry adalah “biaya pengalihan” yang harus dikeluarkan pelanggan untuk beralih ke produk atau layanan kompetitor. Meskipun demikian, pertumbuhan berlebih ini harus masuk akal dalam hal biaya.

“Misalnya jika startup menghabiskan $1 untuk mendapatkan 1 pelanggan potensial, pelanggan itu lebih baik memiliki nilai jangka panjang lebih dari $1. Nilai tersebut belum tentu [tentang] berapa banyak pelanggan akan membayar kepada perusahaan, tetapi bisa jadi berapa banyak orang lain bersedia membayar untuk memiliki akses ke pelanggan, misalnya dengan memanfaatkan Google Ads,” kata Arya.

Dukung semua portofolio

Setelah mengakui kesalahan saat berinvestasi ke WeWork, satu pelajaran penting yang didapatkan Masayoshi Son adalah jangan fokus ke satu startup secara berlebihan.

Jika VC memiliki portofolio yang memiliki potensi dan peluang untuk tumbuh secara cepat dan positif, upayakan untuk menyeimbangkan fokus dan memperhatikan investasi ke portofolio lainnya. Jadikan kesuksesan yang dimiliki salah satu portofolio sebagai success story, namun jangan menjadikan startup tersebut startup utama untuk berinvestasi.

“Yang perlu diperhatikan VC agar terhindar dari masalah ini adalah stay true to your belief , sacrifice for your caused and go the extra mile. Jika para founder startup tidak bersedia mengorbankan kepercayaan dan visi mereka, there is no reason for VC to invest,” kata Kiwi.

Saat kondisi seperti ini, portofolio VC membutuhkan tidak hanya strategic support tapi juga moral support. VC sebaiknya membantu mereka fokus untuk bertahan dan relevan, serta untuk long term goal.

“Secara strategis, kita memberikan masukan kepada portofolio untuk course correct direction daripada perusahaan [gagal] terlebih dahulu. Setelah itu, kita juga fokus membantu dari segi operasional. Dari segi bantuan moral, kita mencoba semaksimal mungkin untuk selalu accessible terhadap semua founder dengan melakukan komunikasi [secara] konstan,” kata Chandra.

Partipost Arrives in Indonesia to Accommodate Marketing Influencer’s Demand

Partipost expands its business to the Indonesian market with a digital platform for influencers. The platform is to bridge popular influencers with brands who want to launch marketing activities and take advantage of their services. Partipost is actually a Singapore based startup running a regional expansion.

Partipost’s COO Benyamin Ramli told DailySocial, the company was founded by two colleagues, Jonathan Eg (CEO) and Tony Jen (CFO); they intend to accommodate brands with influencers to encourage ‘word of mouth marketing’.

“First, we saw that the usual advertising is getting less effective. People have a mindset to avoid ads at all cost, they even use adblock, skip YouTube ads, also existing billboards and advertising is no longer gaining trust. After some surveys and research, we found that they prefer the recommendations of trusted influencers,” Benjamin mentioned.

Based on the Influencer Marketing Hub report, influencer marketing is projected to grow to US$ 9.7 billion by 2020. Digital consumer activity using social media has increased rapidly in the last two years, as brands and governments direct almost all of their marketing activities online to target millennials and the rising digital consumers.

To date, Partipost has 200 thousand users in Indonesia. the company has also worked with 400 brands. The company has placed local teams to accelerate business growth.

Similar platforms already exist in Indonesia, including Casting Asia, Narrators, and Influencer Agencies.

“Our monetization strategy is to take commission (service fees) from the results of brand payments to influencers who have participated in our campaign,” Benyamin said.

Series A Investment

This month, Partipost has secured a series A funding worth of US$ 3.5 million, led by SPH Ventures with participation from Quest Ventures and other investors. Furthermore, the company will utilize these fresh funds to develop technology, improve the quality of user experience.

They are targeting to increase brand trust in crowd marketing in the rest of 2020. It is after seeing a lot of potential of crowd marketing to help businesses, the company will also improve services to brands and users. In 2021 Partipost is targeting to gain one million users.

“In addition to strengthening our current operational countries, we will also use this fund to expand our market to other countries, such as Vietnam, the Philippines and Malaysia,” Benyamin said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Partipost Perkuat Bisnis di Indonesia, Jembatani Kebutuhan “Influencer Marketing”

Partipost telah hadir ke pasar Indonesia dengan menghadirkan platform digital untuk influencer. Platform tersebut mencoba menjembatani para influencer populer dengan brand yang ingin melancarkan kegiatan pemasaran dan memanfaatkan jasa mereka. Partipost sendiri merupakan perusahaan rintisan asal Singapura yang tengah melakukan ekspansi regional.

Kepada DailySocial COO Benyamin Ramli menyebutkan, Partipost didirikan bersama dua rekannya yaitu Jonathan Eg (CEO) dan Tony Jen (CFO); mereka mencoba untuk mencocokkan brand dengan influencer untuk mendorong ‘word of mouth marketing’.

“Di awal kami melihat bahwa advertising yang biasa dilakukan itu kini kurang efektif. Orang-orang sudah mempunyai mindset untuk menghindari iklan, mereka menggunakan adblock, YouTube ads juga di-skip, dan kepercayaan terhadap billboards dan advertising yang ada juga sudah berkurang. Setelah melakukan survei dan riset, kami mendapatkan jawaban kalau mereka lebih yakin jika rekomendasi dari influencer yang sudah terpercaya,” kata Benyamin.

Berdasarkan laporan Influencer Marketing Hub diproyeksikan influencer marketing akan tumbuh menjadi US$9,7 miliar pada tahun 2020. Aktivitas konsumen digital yang menggunakan media sosial telah meningkat pesat dalam dua tahun terakhir, ketika brand dan pemerintah mengarahkan hampir semua kegiatan marketing mereka secara online untuk dapat menargetkan generasi milenial dan basis konsumen ekonomi digital yang sedang meningkat.

Saat ini Partipost telah memiliki 200 ribu pengguna di Indonesia. perusahaan juga telah bekerja sama dengan 400 brand. Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis Partipost telah menempatkan tim lokal.

Platform serupa yang sudah hadir di Indonesia di antaranya adalah Casting Asia, Narrators, dan Influencer Agencies.

“Strategi monetisasi kami adalah dengan mengambil komisi (service fee) dari hasil pembayaran brand ke influencer yang telah berpartisipasi dalam campaign kami,” kata Benyamin.

Kantongi pendanaan seri A

Bulan ini Partipost telah mengantongi pendanaan tahapan seri A sebesar US$3,5 juta yang dipimpin oleh SPH Ventures dengan partisipasi dari Quest Ventures dan investor lainnya. Selanjutnya perusahaan akan memanfaatkan dana segar ini untuk mengembangkan teknologi, meningkatkan kualitas user experience.

Tahun ini target yang ingin dicapai adalah semakin meningkatkan kepercayaan dari brand terhadap crowd marketing. Hal ini dilakukan setelah melihat masih banyaknya potensi crowd marketing untuk membantu bisnis, selain itu perusahaan juga akan meningkatkan pelayanan yang lebih baik kepada brand dan pengguna. Tahun 2021 mendatang Partipost juga menargetkan untuk mendapatkan satu juta pengguna.

“Selain untuk memperkuat di negara operasional kami saat ini, kami juga akan menggunakan dana ini untuk memperluas market kami ke negara lain, seperti Vietnam, Filipina, dan Malaysia,” kata Benyamin.

Application Information Will Show Up Here

Kiddo Bags Seed Funding from OCBC NISP Ventura

In order to strengthen its position as an edutech platform for children (5-12 years), Kiddo technology startups officially announce seed funding from OCBC NISP Ventura. The value is undisclosed. Previously, Kiddo was selected by the Ministry of Research and Technology / BRIN as one of the technology startups to receive grant funding and business training in Armenia and London.

“Indonesia will be one hundred years old by 2045 and one-third of Indonesia’s population is currently aged 0-12 years, twenty-five years from now will be at the peak of productive working age. They are the next generation leaders, and this is the best moment to help them optimize their potential to compete in the global industry,” Kiddo.id’s Co-Founder and CEO, Analia Tan said.

Launched in early 2020, OCBC NISP Ventura is an OCBC NISP’s corporate venture capital (CVC). Head of Strategy & Innovation at OCBC NISP, Ka Jit told DailySocial that this CVC aims to create a digital ecosystem to drive the transformation of the banking sector. The 400 billion Rupiah funds are prepared as authorized capital, with 99.9% ownership by Bank OCBC NISP.

“We established OCBC NISP Ventura to create transformative value by utilizing Indonesia’s entrepreneurial potential and startup spirit with an extensive banking network to answer the evolving needs of the community,” Ka Jit said.

Positive growth during the pandemic

Last May, Kiddo had formed a strategic partnership with GogoKids from Malaysia. Through this collaboration, users can take online classes from both countries. Providers of child activity services from Indonesia can also market their classes broadly to Malaysian customers.

During the post-pandemic situation, Kiddo presented a selection of quality activities for Indonesian children. The current classes can still be practiced virtually and booked through the platform. Kiddo has partnered with more than hundreds of child service providers in several major cities in Indonesia. To date, hundreds of activity providers have joined the platform.

“We want to provide more children activities options for Indonesian parents that suit their children’s needs to develop their potential while at home #dirumahaja. On the other hand, we also want to help providers of children’s activities in Indonesia through this partnership to expand their business to the Malaysian market,” Analia said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kiddo Kantongi Pendanaan Awal dari OCBC NISP Ventura

Bertujuan memperkuat posisi sebagai platform edutech untuk anak (5-12 tahun), startup teknologi Kiddo resmi mendapatkan pendanaan awal dari OCBC NISP Ventura. Tidak disebutkan nominal dana yang didapatkan. Sebelumnya Kiddo terpilih sebagai salah satu startup teknologi pilihan Kemenristek/BRIN yang menerima dana hibah serta pelatihan bisnis di Armenia dan London.

“Indonesia akan berusia seratus tahun pada 2045 dan sepertiga populasi Indonesia yang saat ini masih berusia 0 – 12 tahun. Dua puluh lima tahun dari sekarang akan berada di puncak usia kerja produktif. Mereka adalah calon pemimpin penerus bangsa, dan saat inilah momen terbaik untuk membantu mereka dalam memaksimalkan potensi dirinya sehingga mampu bersaing di kancah global,” kata Co-Founder dan CEO Kiddo.id Analia Tan.

Diluncurkan pada awal tahun 2020 lalu, OCBC NISP Ventura merupakan corporate venture capital (CVC) Bank OCBC NISP. Kepada DailySocial, Head of Strategy & Innovation OCBC NISP Ka Jit menjelaskan, tujuan pembentukan CVC ini adalah menciptakan ekosistem digital yang mampu menggerakkan transformasi sektor perbankan. Dana senilai 400 miliar Rupiah disiapkan sebagai modal dasar, dengan kepemilikan 99,9% oleh Bank OCBC NISP.

“Kami mendirikan OCBC NISP Ventura untuk menciptakan nilai transformatif dengan memanfaatkan potensi semangat kewirausahaan dan startup di Indonesia dengan jaringan perbankan yang luas untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang terus berkembang,” ujar Ka Jit.

Pertumbuhan positif saat pandemi

Sebelumnya pada bulan Mei 2020 lalu, Kiddo telah menjalin kerja sama strategis dengan GogoKids dari Malaysia. Melalui kerja sama ini, pengguna dapat mengikuti kelas online yang berasal dari kedua negara. Penyedia layanan aktivitas anak asal Indonesia juga dapat memasarkan kelasnya lebih luas ke pelanggan Malaysia.

Di masa PSBB ini Kiddo menghadirkan pilihan aktivitas berkualitas bagi anak Indonesia. Kelas yang biasa diikuti oleh anak tetap bisa dilaksanakan secara virtual dan dipesan melalui platform. Kiddo telah bermitra dengan lebih dari ratusan penyelenggara layanan aktivitas anak beberapa kota besar di Indonesia. Saat ini, ratusan penyedia aktivitas sudah tergabung di platform.

“Kami ingin memberikan lebih banyak pilihan untuk orang tua di Indonesia dalam memilih aktivitas yang sesuai dengan kebutuhan anaknya, sehingga si kecil dapat terus mengembangkan potensi dirinya meskipun harus #dirumahaja. Di sisi lain, kami juga ingin membantu para penyedia aktivitas anak di Indonesia untuk melebarkan sayap bisnisnya ke pasar Malaysia lewat kerja sama ini,” kata Analia.

Perluas Tanggung Jawab Jabatan, Teddy Oetomo Ditunjuk Jadi Presiden Bukalapak

Bukalapak mengumumkan penunjukan Teddy Oetomo sebagai Presiden Bukalapak, menggantikan posisi Fajrin Rasyid yang resmi diangkat menjadi Direktur Digital Business Telkom Group. Dengan posisi baru ini, Teddy nantinya bersama dengan Rachmat Kaimuddin (CEO), Willix Halim (COO), dan Natalia Firmansyah (CFO) akan memimpin manajemen perusahaan.

“Dengan tugas utama yang nantinya bakal diterapkan adalah, untuk terus mendorong dan mempersiapkan Bukalapak menjadi sebuah organisasi yang kokoh, dengan tugas harian menjaga Bukalapak secara terus menerus, baik dari segi bisnis dan reputasi, agar dapat terus tumbuh berkembang menjadi perusahaan yang sustainable, yang pada akhirnya dapat berhasil merealisasikan misi Bukalapak, yakni a fair economy for all,” kata Teddy kepada DailySocial.

Teddy mengawali kariernya sebagai dosen, juga memiliki lebih dari 11 tahun pengalaman di bidang pasar modal dan manajemen aset. Di luar dari itu, Teddy juga telah mempublikasikan 7 tulisan di jurnal akademik internasional. Dia mendapatkan gelar PhD di bidang Ekonomi dari University of Sydney di tahun 2005.

Sebelum bergabung dengan Bukalapak, Teddy adalah Head of Intermediary Business di Schroders Indonesia. Teddy juga menempati posisi selama 8 tahun (2006-2014) sebagai Head of Equity Research di Credit Suisse Indonesia.

Ekspansi posisi dan tanggung jawab

Teddy menempati posisi Chief Strategy Officer sejak tahun 2018 membawahi fungsi strategi dan investasi, corporate finance, customer satisfaction management, investment solutions & financing; akan diperluas meliputi fungsi legal.

“Kalau perusahaan sudah besar, tidak mungkin semua role dipegang satu orang. Di Bukalapak juga sama [..] strategi itu kadang butuh diam, take a step back, jangan diganggu. Kalau tidak, tidak bisa berpikir,” ujarnya.

Teddy menegaskan, corporate finance dan corporate communication menjadi bagian yang diurusnya. Termasuk di dalamnya adalah M&A yang akhir-akhir ini menghangat. Sejak tahun 2018 Bukalapak agresif menjalankan strategi M&A, meskipun cara yang ditempuh terbilang cukup unik. Langkah strategis yang dilakukan oleh Bukalapak tahun 2018 di bawah kepemimpinannya sebagai CSO adalah, melakukan akuisisi terhadap talenta dan teknologi Prelo.

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Tumbasin Klaim Pertumbuhan Bisnis, Bantu Pedagang Pasar Jual Produk secara Online

Memasuki pertengahan tahun 2020, platform yang menghubungkan langsung konsumen dengan pasar tradisional memanfaatkan aplikasi, Tumbasin, mengklaim telah mengalami pertumbuhan bisnis signifikan. Perusahaan saat ini mengaku telah memiliki 1000 pengguna harian dengan 14 ribu pengguna aktif.

Aplikasi Tumbasin selama 6 bulan terakhir juga mengalami peningkatan jumlah unduhan sekitar 40 ribu kali. Selama pandemi berlangsung peningkatan tersebut makin terlihat dengan pembelian produk yang menjadi favorit yaitu kategori sayuran hijau.

Kepada DailySocial Co-founder Tumbasin Muhammad Fuad Hasbi menyebutkan, layanannya membantu pedagang pasar tradisional untuk bisa berjualan online. Model kerja aplikasi tersebut menjadikan pasar tradisional sebagai pusat pengambilan barang jadi, sehingga tidak memerlukan gudang yang luas dalam melakukan ekspansi operasional.

“Yang kami lakukan adalah memberdayakan pedagang pasar tradisional memanfaatkan teknologi. Saat ini Tumbasin sudah hadir di 8 kota (Jakarta, Depok, Bekasi, Tangerang Selatan, Semarang, Jogja, Malang, dan Makassar). Target kami bisa mencapai 30 kota, sehingga bisa mencapai 500 pasar yang tergabung di aplikasi pada kuartal 3 dan 4 tahun 2021 mendatang,” kata Fuad.

Saat ini sudah Tumbasin telah menjalin kemitraan dengan 22 pasar tradisional. Disinggung apa yang menjadi keunggulan dari Tumbasin dibandingkan dengan platform serupa lainnya, Fuad menegaskan layanannya memiliki tiga hal utama yang menjadi prinsip utama dalam menjalankan operasional.

“Kami menjaga agar para pedagang yang bekerja sama dengan kami, merupakan para pedagang yang kompeten, baik dari ketersediaan barang maupun kualitas produk, dan mengukur tingkat loyalitas konsumen terhadap aplikasi Tumbasin,” kata Fuad.

Fokus penggunaan aplikasi

Saat ini dalam platform Tumbasin memiliki sekitar 500 jenis produk di setiap pasar, dari 700 pedagang yang telah bergabung. Dengan pilihan yang cukup beragam diharapkan bisa menambah jumlah pengguna aplikasi.

Untuk menarik perhatian lebih banyak konsumen baru, Tumbasin juga memberikan pengiriman gratis dengan minimum belanja Rp100 ribu dan garansi jika ada produk yang rusak. Tumbasin juga hadir memberikan pilihan pasar yang sekaligus mendatangkan pemesanan ke pedagang pasar yang telah bekerja sama, dengan jaminan kualitas produk yang diantarkan.

“Untuk pengantaran kita telah bekerja sama dengan pihak ketiga, sehingga perusahaan fokus untuk menjaga kualitas produk yang dipesan ke pedagang,” kata CEO Tumbasin Bayu Mahendra Saubiq.

Tahun 2020 ini Tumbasin juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana, jika menemukan investor yang cocok dan memiliki passion serta visi dan misi yang sama dengan perusahaan.

“Secara model bisnis kami sudah terbukti, karena sejak awal hingga saat ini beroperasi di 8 kota kami tidak ada menggunakan modal dari luar dan sepenuhnya melancarkan bisnis secara bootstrap,” kata Fuad.

Application Information Will Show Up Here

Ketika Penggiat Startup Berkiprah di Pemerintahan dan Korporasi

Pertengahan bulan Juni lalu, dunia startup diwarnai masuknya Co-Founder Bukalapak Fajrin Rasyid menjadi salah satu Direksi Telkom Group. Ia meninggalkan posisi President Bukalapak dan menjadi Direktur Digital Business menggantikan Faizal R. Djoemadi.

Selain Fajrin, Co-Founder Gojek Nadiem Makarim juga sudah menanggalkan titelnya di startup dan menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

DailySocial mencoba menelaah lebih dalam, apa yang menyebabkan penggiat startup menjadi pilihan sebagai pejabat di posisi strategis pemerintahan dan korporasi besar — dan bagaimana dampak yang diharapkan dihadirkan oleh mereka.

Bertahan dan relevan

Terbiasa dengan kultur yang sarat inovasi, agile, dan minim birokrasi, perpindahan penggiat startup ke korporasi dan pemerintahan membutuhkan adaptasi yang cukup menantang. Mereka harus menyesuaikan diri dengan berbagai unggah-ungguh dan compliance terhadap segi-segi pemerintahan.

Menurut Johnny Widodo, CEO OLX Autos yang sebelumnya pernah bekerja di korporasi, persoalan birokrasi di sebuah korporasi merupakan hal yang sulit dihindari.

Mereka tidak mungkin langsung melakukan perubahan secara drastis. Ada proses yang harus dilalui. Idealnya get buy in, fokus kepada quick wins dan coba memperoleh kepercayaan dari stakeholders lainnya.

“Jadi fokus kepada high impact less effort terlebih dahulu. Jika sudah terbukti track record [keberhasilannya], akan menjadi jadi lebih mudah dan didukung untuk implementasi yang lebih radikal. Dalam hal ini saya melihat, baik Nadiem maupun Fajrin, sudah mature karena startup mereka sebelumnya pun sekarang sudah seperti korporasi ukurannya,” kata Johnny.

Sementara itu, menurut CTO Dana Norman Sasono, yang sempat bekerja selama 7 tahun di Microsoft Indonesia, BUMN dan korporasi yang ingin tetap relevan perlu menempatkan orang-orang yang telah memiliki pengalaman, inisiatif, dan kultur yang agile untuk membantu perusahaan.

Pemilihan pelaku startup menjadi langkah strategis untuk mewujudkan rencana jangka panjang tersebut.

Big corporate mayoritas adalah non-digital native. Untuk bisa survive dan stay relevant in today’s world, they need to do digital transformations. Apakah untuk hal sederhana seperti automating/digitizing business process, build a delivery channel of existing non-digital products/services, atau menciptakan model bisnis baru yang digital,” kata Norman.

Di sisi lain, menurut Norman, kebanyakan pendiri startup adalah digital native. Korporasi membutuhkan tidak hanya masukan dan nasihat, tetapi juga cara yang tepat untuk mengeksekusi visi demi mewujudkan transformasi digital.

Penggabungan kultur

Meskipun akan menjadi tantangan tersendiri untuk menerapkan kultur startup, menurut Johnny pada akhirnya keberhasilan akulturasi ini akan memberi angin segar. Perubahan ini tidak dilakukan secara sendirian. Harus ada dukungan yang solid dari pemangku kepentingan lainnya.

“Di sinilah kunci keberhasilan untuk bisa membuat high impact melalui buy-in untuk implementasi dari stakeholders yang ada. Perubahan secara birokratis dan policy harus bisa dilakukan sesudah mempelajari situasi dan alasan kenapa hal tersebut ada. Jadi tidak bisa main copas ilmu lama dan main dobrak saja karena setiap masalah pasti unik situasinya,” kata Johnny.

CEO Telunjuk Hanindia Narendrata, yang sebelumnya bekerja di Indosat Ooredoo, melihat pengalaman yang dimiliki pendiri startup teknologi bisa membantu dan memberikan impact ke korporasi dan pemerintahan.

“Gojek dan Bukalapak tentunya memiliki keunggulan dan pengalaman dari sisi disrupsi dan agility. Kemampuan Nadiem dan Fajrin untuk mensinergikan keunggulan-keunggulan ini yang menjadi kunci. Sehingga keunggulan tersebut bisa membuat Telkom dan Kementrian Pendidikan memberi impact yang lebih besar lagi buat masyarakat,” kata Hanindia.

Selain menyesuaikan keunggulan dan kemampuan masing-masing, penting bagi pelaku startup yang beralih ke korporasi untuk menjalin kolaborasi yang positif dengan rekan kerja. Menurut Norman, hal ini menjadi keuntungan tersendiri, karena sebelumnya pelaku startup sudah terbiasa menjalin interaksi langsung dengan berbagai level dan tidak segan untuk berbincang dengan semua.

“Tujuan akhir adalah meraih kesuksesan di dunia digital lebih cepat. Namun untuk bisa mencapai proses tersebut, pelaku startup yang kemudian masuk ke korporasi dan pemerintahan harus dibekali dengan kewenangan dan ruang untuk berkembang serta dukungan dari berbagai pihak di tempat baru untuk bisa menciptakan dan mengeksekusi inovasi baru,” kata Norman.

Berikan kepercayaan dan keyakinan yang lebih agar mereka bisa membuktikan kemampuannya untuk meningkatkan dan memperbaiki sistem yang ada menjadi lebih baik lagi.

“Saya rasa [Pemerintah] menghadirkan Nadiem dan Fajrin untuk meng-install value agility dan mengawal digital transformation. Kembali lagi menurut pendapat saya, kemampuan Nadiem dan Fajrin dalam beradaptasi dan bersinergi menjadi hal yang menarik untuk kita tunggu,” kata Hanindia.