Rencana Ekspansi Regional Style Theory Usai Kantongi Pendanaan Seri B

Diluncurkan pada 2016 di Singapura oleh Raena Lim dan Chris Halim, platform penyewaan produk fesyen, Style Theory, hadir menawarkan opsi penyewaan lebih dari 50 ribu koleksi busana yang dapat diakses melalui aplikasi. Perusahaan mengakuisisi pengguna berdasarkan langganan bulanan dan resmi hadir di Indonesia sejak tahun 2017 lalu.

Kepada DailySocial, CEO Chris Halim mengungkapkan, Style Theory diciptakan berdasarkan pengalaman rekan-rekan mereka yang kesulitan mencari busana yang ideal untuk berbagai kesempatan. Perusahaan ingin mengurangi konsumsi busana (dalam bentuk pembelian) di kalangan masyarakat, yang diharapkan pada akhirnya berpengaruh ke lingkungan.

“Style Theory ingin menghadirkan solusi kepada semua dengan pilihan busana sewaan yang beragam. Kami juga ingin membantu perempuan yang memiliki kecintaan tersendiri terhadap fesyen. Kami menawarkan produk pilihan dari berbagai pengguna. Dengan konsep penyewaan, pengguna bisa menghemat pengeluaran mereka hingga 10 kali lipat.”

Untuk mengonsumsi layanan tanpa batas, konsumen membayar biaya bulanan Rp590 ribu. Selain layanan berlangganan, Style Theory juga memiliki model biaya on-demand dengan pelanggan membayar biaya sewa satu pakaian tanpa perlu berlangganan. Konsep penyewaan yang berkelanjutan menjadi prioritas strategi monetisasi Style Theory.

Saat ini Style Theory telah memiliki lebih dari 13 ribu pengguna yang tersebar di Indonesia, Singapura, hingga Hong Kong. Perusahaan juga memiliki lebih dari 2.000 tas desainer (eksklusif untuk pasar Singapura) dengan basis lebih dari 200.000 pengguna.

Rencana setelah pendanaan

Awal bulan Desember lalu Style Theory mengantongi pendanaan putaran Seri B yang dipimpin SoftBank Ventures Asia. Turut berpartisipasi investor baru The Paradise Group dan investor terdahulu Alpha JWC Ventures. Total investasi yang diperoleh mencapai $15 Juta (lebih dari 209 miliar Rupiah).

Dana segar tersebut akan digunakan perusahaan untuk melanjutkan ekspansi Style Theory di skala regional tahun depan, meningkatkan kualitas platform teknologi, dan memperluas daftar inventori.

Fokus lain perusahaan adalah menambah kategori, termasuk tas, untuk meningkatkan pengalaman pengguna, terutama di Singapura dan Indonesia.

“Kami ingin mengubah cara orang mengkonsumsi fesyen dengan penuh perhatian dan bertanggung jawab. Kami ingin mempromosikan gaya hidup berkelanjutan secara finansial dan tidak boros. Kami ingin pelanggan kami menjadi advokat sendiri ketika mereka melihat peningkatan dalam pola konsumsi mereka, dengan demikian bisa tercipta komunitas pecinta fesyen untuk mereka yang menyukai fesyen,” tutup Chris.

Application Information Will Show Up Here

Kerja Sama dengan Sealand Asia Jadi Pintu Botika Masuki Pasar Internasional

Sesuai dengan komitmen perusahaan untuk bisa go international, startup pengembang platform chatbot asal Yogyakarta Botika mengumumkan kerja sama strategis dengan Sealand Asia.

Perusahaan intra – regional shipping Sealand yang merupakan bagian dari perusahaan besar logistik asal Denmark bernama Maersk menunjuk Botika sebagai mitra teknologi dalam menyediakan kemudahan komunikasi dan informasi dalam bentuk virtual assistant AI bernama “Seabot”.

Kepada DailySocial CMO Botika Eri Kuncoro menyebutkan, Botika menghadirkan teknologi chatbot berbasis AI yang memudahkan konsumen berinteraksi dan berkomunikasi.

“Awalnya hanya untuk Indonesia, kemudian mereka meminta untuk kami buatkan di 14 Negara dengan bahasa lokal negara tersebut. Yang sudah live saat ini adalah Indonesia, Malaysia, Singapore, Filipina, Thailand, Bangladesh, Vietnam, Kamboja, dan Korea Selatan. Sementara Jepang, Taiwan, Rusia, Myanmar dan Tiongkok masih dalam proses pengembangan.”

Terintegrasi dengan aplikasi media sosial dan pesan

Di dalam chatbot tersebut terdapat fitur tracking container, schedule & deadline Info, vessel import free time duration, offline information, dan export & import information. Cara kerjanya, konsumen bisa melakukan percakapan (chat) melalui Facebook Messenger dengan akun Seabot menyesuaikan negara yang dipilih.

Selain komunikasi langsung, percakapan tersebut juga bisa dimanfaatkan untuk mengumpulkan informasi. Hal tersebut bisa terjadi karena di dalamnya terdapat beberapa fitur yang diklaim menjadi unggulan oleh Botika.

“Kami memang berencana untuk go international dalam memasarkan produk teknologi kami dan salah satu klien kami ini menjadi momentum jika pasar internasional memang terbuka dan telah kita mulai,” kata Eri.

Disinggung kapan rencana Botika meluncurkan Botika Pay sebagai layanan pembayaran yang terintegrasi dengan aplikasi pesan, Eri menegaskan saat ini masih dalam tahap pengembangan. Dan jika sesuai dengan rencana, tahun depan sudah bisa diluncurkan.

Fokus Botika saat ini di antaranya adalah menghadirkan teknologi chatbot untuk pemerintahan. Salah satunya layanan smart city assistant untuk memudahkan kota-kota berkomunikasi dengan warga.

“Kami juga telah meluncurkan Omnibotika yang merupakan satu dasbor untuk membantu layanan pelanggan di perusahaan dalam melayani konsumen dalam jumlah besar secara bersamaan, terintegrasi dengan banyak saluran komunikasi mulai dari media sosial, chat messenger, webchat, email, dan chatbot,” kata Eri.

Bagaimana Seharusnya Startup Menerapkan “Bakar Uang”

Kurang dari muncul pemberitaan yang menyebutkan Lippo Group melepas sebagian sahamnya di platform dompet digital Ovo. Salah satu alasan yang diungkapkan adalah ketidakmampuan Lippo Group menyokong kegiatan cash burn rate atau “bakar duit” yang dilakukan secara masif.

Pertimbangan

“Bakar uang” bisa saja dilakukan namun tidak harus dilakukan. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan startup yang baru memulai bisnis dan menggunakan uang yang didapatkan dari investor untuk keperluan bisnis sebelum perusahaan menghasilkan keuntungan. Dari pendanaan yang diperoleh, kebanyakan startup menghabiskan uang yang besar jumlahnya untuk kegiatan tersebut. Alasannya tentu saja beragam, mulai dari akuisisi pengguna, brand awareness hingga keperluan untuk menambah tim hingga memindahkan kantor baru.

Saat ini, ketika banyak layanan e-commerce, penyedia dompet digital, hingga layanan transportasi ride-hailing melakukan kegiatan “bakar uang”, apakah menjadikan kegiatan tersebut wajib untuk dilakukan? Jawabannya tentu saja tidak. Jika pada akhirnya kegiatan ini menjadi rencana startup Anda, ada baiknya untuk melakukan pertimbangan dan kalkulasi akurat sebelum melancarkan kegiatan ini.

Burn rate selalu memiliki anggaran dan perlu dikeluarkan untuk mempercepat pertumbuhan. Ini bisa sepenuhnya dihindari tetapi sebagai hasilnya pertumbuhan akan melambat tetapi tidak berhenti. Jika pertumbuhan berhenti tanpa burn rate maka ada yang salah dengan produk,” kata CEO Dana Vincent Iswara.

Vincent melanjutkan, saat yang tepat untuk melakukan kegiatan ini adalah ketika produk sudah mengalami pertumbuhan sebelum kegiatan “bakar uang” mulai dilakukan. Kemudian saat yang tepat untuk berhenti adalah ketika biaya akuisisi mulai melebih anggaran yang ditentukan.

“Tentunya setiap industri memiliki kalkulasi yang berbeda-beda, tergantung dari customer lifetime value. Intinya adalah burn rate harus lebih rendah nilainya dari customer lifetime value,” kata Vincent.

Menurut Director of GK Plug and Play Indonesia Aaron Nio, kegiatan ini sah-sah saja dilakukan, tergantung pada industri yang disasar. Aturan umum praktis yang baik adalah kegiatan ini paling tidak sudah dipastikan hanya berjalan sekitar 6 bulan saja dan startup memiliki kemampuan untuk bisa bertahan. Dengan demikian ketika adanya perubahan yang terjadi secara drastis, semua bisa diantisipasi sejak awal.

Hal lain yang patut diperhatikan startup ketika ingin melakukan kegiatan bakar uang adalah unit ekonomi bisnis harus masuk akal.

“Saat yang tepat untuk mulai melakukan burn rate adalah ketika startup sudah melewati proses Product Market Fit, telah melakukan penggalangan dana untuk fokus kepada pertumbuhan, dan memiliki obyektif yang jelas serta target yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut.”

Cara menghitung burn rate

Pada dasarnya tidak sulit untuk melakukan kalkulasi burn rate perusahaan. Yang perlu diperhatikan, burn rate dapat dihitung dengan atau tanpa faktor pendapatan dimasukkan ke dalam persamaan. Perhitungan “dengan penghasilan” dapat membantu agar lebih memahami kelayakan jangka panjang dari pengeluaran perusahaan. Skenario “Tanpa penghasilan” adalah perhitungan skenario terburuk yang menunjukkan berapa lama perusahaan mampu bertahan jika semua penghasilan tiba-tiba terputus.

Untuk menghitung rata-rata burn rate bulanan dalam setahun, kurangi uang tunai saat ini dari modal awal Anda, lalu bagi dengan 12. Misalnya, jika perusahaan memiliki $500.000 pada tanggal 1 Januari dan $200.000 pada tanggal 31 Desember:

($500.000 – $200.000) ÷ 12 bulan = burn rate $25.000

“Menurut saya cara tepat melakukan kalkulasi burn rate adalah it’s anywhere you spend your money on, biasanya per bulan. Pengeluaran per bulan berapa, sama dengan kita manage our own financial kali ya. Sebulan habis berapa buat makan, bensin/transport, hiburan, utilitas. So a startup calculate their burn rate based on their monthly expense,” kata Investment Manager Merah Putih Inc Chrisvania Handita Nyssa.

Terlepas dari situasi tersebut saat perusahaan mulai melakukan kegiatan “bakar uang”, pastikan setidaknya kegiatan tersebut dilakukan selama enam bulan. Kurang dari itu bisa jadi perusahaan tidak siap menerima perubahan pendapatan atau pengeluaran yang tidak terduga.

Dengan kata lain, pengeluaran bulanan perusahaan tidak boleh masuk ke modal minimum yang dibutuhkan, agar bisnis tetap berjalan selama enam bulan ke depan.

Pertumbuhan vs profit

Saat ini sudah banyak investor yang memilih untuk fokus ke profit dibandingkan growth. Jika sebelumnya metrik growth menjadi raja, kini tren tersebut sudah mulai beralih ke profit atau margin dan bagaimana perusahaan bisa memperoleh pendapatan positif tanpa harus bergantung kepada kegiatan “bakar uang”.

Menurut Managing Partners Jungle Ventures David Gowdey, langkah tersebut sebaiknya diambil untuk menghindari potensi permasalahan di masa mendatang.

“Sejak awal kita selalu mengajak pendiri startup untuk memikirkan margin atau profit dibandingkan GMV, sehingga rencana dan target dalam jangka panjang sudah bisa ditentukan, bukan hanya prediksi atau target saja. Kita juga melakukan pendekatan yang unik saat mencari startup yang memiliki potensi, yaitu startup yang sedang tidak melakukan penggalangan dana. Mereka yang kami cari,” kata David.

Perusahaan yang meningkatkan pendapatan dengan cepat dan dengan margin kotor yang tinggi seringkali harus berinvestasi lebih banyak dari modal yang mereka miliki ke pertumbuhan.

Ketika perusahaan telah menemukan Product Market Fit, perusahaan akan tumbuh dengan cepat dan kesempatan untuk merebut market share terbuka lebar sebelum persaingan dengan pemain lainnya. Idealnya investasi yang baik dari dana tersebut adalah memperkuat tim engineer, kantor baru (jika memang benar-benar dibutuhkan), dan kegiatan pemasaran.

“Pada akhirnya memang burn rate tidak bisa dihindari, namun jika digunakan secara tepat dan efisien, ke depannya bisa memberikan hasil yang positif untuk perusahaan. Yang paling mengerti bagaimana mengelola kegiatan ini tentu saja pendiri startup dan tim terkait, karena mereka yang paling familiar dengan berbagai kendala dan tantangan yang ditemui. Untuk itu pastikan mengambil keputusan yang tepat, apakah kegiatan ‘bakar uang’ ini perlu dilakukan, untuk keperluan apa atau tidak perlu dilakukan,” kata Chrisvania.

Tanggung jawab pendiri

Menurut Paul Graham dari Y Combinator, penyebab jatuhnya startup adalah kehabisan uang atau keputusan mundur para pendiri. Seringkali keduanya terjadi secara bersamaan.

Hal lain yang wajib diperhatikan startup baru adalah memahami dengan benar pengeluaran perusahaan. Kebanyakan pendirinya tidak mengetahui berapa pengeluaran dan operasional perusahaan, karena fokus pendiri adalah bagaimana perusahaan bisa tumbuh dengan cepat. Pendiri startup wajib memonitor dan melakukan ulasan pengeluaran secara berkala, agar bisa merumuskan langkah tepat saat “bakar uang” tidak perlu dilakukan lagi.

Pendiri startup harus memastikan perusahaannya memiliki neraca yang kuat dan bisnis yang tumbuh dengan baik sehingga memungkinkannya mendapatkan modal lanjutan untuk mendukung kegiatan “bakar uang”.

Yang perlu diingat adalah semakin masif kegiatan “bakar uang” dilakukan, semakin tinggi pengaruh investor terhadap perusahaan jika pada akhirnya mereka mulai kehabisan uang dan tidak memiliki opsi lain.

Ninja Xpress akan Luncurkan Program Pembiayaan UKM di Tahun 2020

Setelah sukses mengakuisisi 80% pengguna dari kalangan UKM, tahun 2020 mendatang Ninja Xpress masih memfokuskan core business mereka untuk melayani segmentasi pasar tersebut. Sebagai backbone dari perusahaan, Ninja Xpress melihat potensi UKM untuk bisa berkembang memanfaatkan teknologi, layanan, hingga bimbingan dari tim Ninja Xpress.

Menurut Country Head Ninja Xpress Indonesia Eric Saputra, saat ini sudah ada 10 ribu mitra bisnis UKM yang menggunakan layanannya. Sebanyak 2500 di antaranya telah mengikuti seminar pelatihan yang digelar.

“Bukan hanya membantu mereka melancarkan kegiatan pengiriman, kami juga ingin membantu UKM untuk meningkatkan bisnis melalui teknologi hingga pelatihan yang kami adakan. Harapannya jika mereka tumbuh secara positif bisnis mereka, akan berpengaruh kepada bisnis kami sendiri,” kata Eric.

Saat ini Ninja Xpress telah melayani pelanggan di seluruh Indonesia dengan 400 warehouse. Secara regional, Indonesia merupakan pasar terbesar bagi perusahaan, dibandingkan negara lainnya seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Thailand. .

“Sebagai platform social commerce, kami ingin membantu semua UKM memasarkan bisnis mereka di seluruh Indonesia. Dan jika memiliki produk yang bagus kami bisa membantu mereka memasarkan bisnis ke pasar regional,” kata Eric.

Rencana pembiayaan UKM binaan Ninja Academy

Saat ini Ninja Xpress telah memiliki program Ninja Academy, ditujukan untuk membantu UKM mengadopsi layanan digital untuk bisnis mereka. Termasuk membantu memasarkan secara regional untuk produk/layanan potensial. Meskipun belum banyak jumlahnya, namun Eric menyebutkan saat ini produk busana muslim asal Indonesia sudah menjadi favorit di pasar Singapura dan Malaysia.

“Ke depannya kita juga akan meluncurkan pembiayaan untuk UKM yang tergabung dalam Ninja Academy. Harapannya bisa memperlancar cash flow mereka memanfaatkan pembiayaan yang disediakan oleh mitra kami,” kata Eric.

Disinggung siapa mitra dari layanan fintech atau institusi keuangan yang bakal bergabung, Eric enggan untuk menyebutkan lebih lanjut. Rencananya layanan tersebut akan diluncurkan pada kuartal pertama tahun 2020 mendatang.

“Untuk pembiayaan sendiri sebelumnya sudah kami hadirkan dalam COD (Cash on Delivery) Advance, yang sudah digunakan oleh mitra UKM. Sebagai platform yang dikenal sebagai penyedia layanan COD favorit, kami menyadari pentingnya layanan ini dan diharapkan bisa memudahkan mitra UKM menjalankan operasional bisnisnya,” kata Eric.

Hingga saat ini pembayaran COD masih menjadi favorit pelanggan dan mitra UKM yang bergabung. Kemudahan serta fleksibilitas yang ditawarkan melalui pembayaran ini diklaim menjadi alasan mengapa COD masih menjadi pembayaran favorit.

“Kita tidak memiliki rencana untuk menghadirkan pembayaran melalui dompet digital. Karena kami melihat belum banyak penawaran atau kemudahan yang diberikan kepada penyedia layanan dompet digital kepada mitra UKM yang kami sasar yaitu social commerce,” kata Eric.

Target tahun 2020

Saat ini Ninja Xpress termasuk dalam top 3 perusahaan jasa layanan pengiriman di Indonesia. Sementara itu hingga tahun 2018 volume paket yang dikirimkan sudah mencapai 55 juta paket. Disinggung apakah Ninja Xpress memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahapan seri D tahun depan, Eric juga enggan untuk mengungkapkan lebih lanjut.

Tahun 2020 terdapat tiga fokus yang ingin dicapai perusahaan. Di antaranya meningkatkan core operation dan operation excellence, meningkatkan skill dan talenta dari pegawai, serta mengembangkan teknologi. Ninja Xpress juga ingin menambah kemitraan dengan pihak terkait, seperti layanan e-commerce, perusahaan penerbangan, hingga startup teknologi.

Sebelumnya Ninja Xpress juga telah menjalin kemitraan strategis secara eksklusif dengan Grab melalui Grab Express yang dimulai pada bulan April 2019. Kemitraan ini bertujuan untuk dapat melayani kebutuhan pelaku UKM dan pelanggan, dengan memberikan layanan pengiriman dalam dan luar kota yang terintegrasi dalam satu atap.

Di bulan Juni 2019, Ninja Xpress melengkapi fasilitasnya dengan membangun gudang terbesar di Cakung, Jakarta Timur yang luasnya setara dengan 8 kali ukuran kolam renang berstandar olimpiade.

“Pencapaian kami selama 4 tahun kebelakang ini adalah hasil dari konsistensi dan obsesi kami untuk terus bertumbuh bersama para pelaku UKM di Indonesia. Kehadiran kami disini lebih dari sekedar penyedia layanan pengiriman, kami berkembang dan berinovasi untuk memberikan nilai tambah melalui ekosistem yang mempermudah para pelaku UKM untuk terus mengembangkan usaha mereka,” tutup Eric.

Application Information Will Show Up Here

Rencana Startup Healthtech Zenyum Ekspansi ke Indonesia

Setelah sebelumnya hadir di Hong Kong, Malaysia, dan Thailand, platform “kosmetik gigi” Zenyum yang berbasis di Singapura, berencana untuk melakukan ekspansi ke Indonesia, Taiwan, dan Vietnam.

Startup ini merupakan bagian dari program Surge yang diluncurkan oleh Sequoia Capital India. Didirikan pada tahun 2018, secara khusus menyasar negara di Asia dengan menghadirkan kosmetik gigi berupa behel dengan harga terjangkau.

Kepada DailySocial CEO Zenyum Julian Artope mengungkapkan, setelah melakukan riset pasar secara menyeluruh, ia bersama rekannya Frederik Krass yang menjabat sebagai COO memutuskan untuk melancarkan Zenyum menyasar kalangan milenial.

“Saya selalu memiliki kedekatan secara khusus dengan layanan kesehatan dan dan mengakui banyak manfaat yang bisa diterima oleh sektor tersebut dengan teknologi. Setelah belajar di Singapura pada tahun 2016, saya melihat potensi besar yang dimiliki kawasan ini dengan menumbuhkan bisnis, dan kesenjangan di Asia terutama industri kosmetik gigi, saya terinspirasi untuk memulai bisnis.”

Selain untuk membeli produk, aplikasi Zenyum juga didesain untuk menghubungkan dokter, pakar, dan pelanggan agar dapat saling berkomunikasi mengenai perkembangan giginya. Dengan demikian pelanggan tidak perlu melakukan konsultasi ke klinik setiap bulannya.

Pengguna dapat melakukan pemeriksaan melalui situs saat mulai menggunakan layanan, kemudian dokter gigi dari Zenyum akan menentukan jenis perawatan yang sesuai. Calon pelanggan akan direkomendasikan berkunjung ke salah satu dari ratusan klinik mitra untuk dilakukan pemindaian intraoral oleh dokter setempat dan dibuatkan behel gigi transparan yang disesuaikan dengan kondisi mereka.

“Komitmen kami terhadap model kemitraan yang kuat adalah kunci bagi Zenyum untuk memastikan perawatan yang berkualitas tinggi, terutama untuk industri di mana keahlian dan nasihat profesional sangat berharga,” kata Julien.

Pendanaan seri A

Setelah mendapatkan dana segar senilai US$13,6 juta dari RTP Global, Sequoia India, TNB Aura, SEEDS Capital, dan beberapa investor lainnya; Zenyum memiliki beberapa rencana yang akan dilancarkan dalam waktu dekat. Di antaranya melakukan ekspansi pasar dan menambah produk-produk baru yang selaras dengan turunan sebelumnya seperti pemutihan gigi dan masih banyak lagi. Perusahaan juga berencana untuk menambah kategori baru yaitu kosmetik.

Saat ini Zenyum telah memiliki sekitar 100 anggota tim di seluruh kawasan. Perusahaan juga mengklaim telah mengalami pertumbuhan penghasilan yang mencapai 20–30% setiap bulannya.

“Untuk tahun 2020, kami berharap dapat membangun kesuksesan yang telah kami raih tahun ini untuk menjadikan Zenyum sebagai salah satu merek konsumen paling dicintai di kawasan ini dalam kategori Smile Cosmetics kami, dan membuat Asia tersenyum,” kata Julien.

Platform yang menawarkan layanan serupa asal Indonesia adalah Rata. Startup binaan Alpha JWC Ventures tersebut mengklaim sebagai teknologi clear aligner pertama yang hadir di Indonesia menggunakan teknologi terkini dengan harga yang terjangkau.

Application Information Will Show Up Here

Platform “Jastip” Titipbeliin Fasilitasi Pembayaran Pajak dan Bea Cukai Produk

Sejak tahun 2017, jastip alias jasa titip beli barang dari luar negeri terpantau mulai ramai peminat. Seiring perkembangan media sosial seperti Instagram, jumlahnya pun makin bertambah hingga sekarang. Tren tersebut menjadikan beberapa founder menginisiasi platform yang mengakomodasi aktivitas tersebut.

Salah satu platform yang mencoba untuk menawarkan layanan serupa adalah Titipbeliin. Secara khusus mengakomodasi layanan jastip untuk perjalan wisata di Amerika Serikat, Tiongkok, Inggris, Korea Selatan, dan Singapura. Diluncurkan pada bulan Maret 2019 lalu, hingga kini Titipbeliin mengklaim memiliki 10 ribu pengguna aktif dan hampir 6000 transaksi. Dalam kurun waktu 9 bulan mereka mengklaim telah setorkan pajak senilai Rp600 juta.

“Titipbeliin hadir untuk mempermudah proses pembelian barang dari luar negeri secara cepat, mudah, dan legal karena selalu memasukan komponen pajak dalam biaya yang dibayarkan oleh pengguna,” kata Co-Founder Titipbeliin Bayu Sutrisno kepada DailySocial.

Secara khusus Titipbeliin bukan hanya membantu membeli produk yang diinginkan saja, namun proses pengiriman seperti pajak bea cukai, pengiriman internasional, dan hal lainya. Pemesan cukup melakukan pembayaran dan menunggu barang sampai depan rumah.

Cara pakai Titipbeliin

Untuk memanfaatkan layanan, pengguna hanya perlu menyalin tautan produk dari situs tertentu yang ingin dititipkan di beranda situs. Kemudian isi dengan detail berat dan harga, bayar dengan berbagai metode pembayaran yang disediakan. Kemudian barang akan sampai dirumah pengguna dalam waktu 3 – 10 hari untuk negara asal Singapura atau Tiongkok. Sementara pengiriman sekitar 10 – 15 hari dari Amerika dan 20 hari dari Inggris.

Untuk strategi monetisasi yang dilancarkan, setiap transaksi perusahaan mengambil profit dari jasa titip sebesar 6%, lalu selisih kurs dan diskon dari rekanan logistik lokal.

Disinggung apa perbedaan Titipbeliin dengan layanan jastip serupa lainnya, Bayu menegaskan mereka memiliki jaminan barang sampai ke rumah, karena ada pembayaran pajak. Barang titipan tidak ada yang tertahan oleh Dirjen Bea Cukai. Selain itu harga yang ditawarkan juga kompetitif dan platform serta layanan dijamin seamless memudahkan pengguna.

Tahun 2020 mendatang banyak target yang ingin dicapai oleh perusahaan. Salah satunya adalah melakukan penggalangan dana. Saat ini Titipbeliin telah mendapatkan dana segar dari angel investor. Perusahaan juga memiliki rencana untuk mengakomodir dan mengekspor produk dalam negeri yang berkualitas ke berbagai belahan dunia.

“Tahun depan kami juga ingin melakukan aktivasi awareness secara masif, agar lebih banyak konsumen mengetahui dan menggunakan Titipbeliin sebagai solusi pembelian barang dari luar negeri atau jastip agar bisa mengurangi praktik Jastip ilegal yang merugikan negara,” tutup Bayu.

Indonesia’s Battle of Video Streaming Platforms

There are many video streaming service platforms running the business in Indonesia, whether it’s local, regional, or global-sized. Although it’s considered niche, particularly targeting the young generation, their position is getting steady in the market.

The pioneer in this service, Netflix, might be the most premium player among the others, starts acquiring local content creators to lead the Indonesian market. What happened with Netflix, can be the blueprint for similar services.

Streaming platform in Indonesia

The regional players with a long history in Indonesia are Hooq and Iflix. Both have local affiliations to help coverage to this growing market share.

Since the beginning, Hooq that is focused on providing content from Hollywood, Asia, and Indonesia, has done some transformations, including the additional linear channel [cable TV], local listing, and Indonesian original content. A similar strategy is applied by Iflix. Although with a similar business model, both platforms are claimed to have a significant distinction.

“Since its debut to this day, Iflix has been through some transformations. Starts from the exclusive content to the Indonesian old movies. We’re now focused on providing Indonesian original content as well from other countries in Asia. It’s no longer focused on Hollywood products, this concept is expected to acquire a broader segment from the middle to lower class,” Iflix’ Executive Director, Cam Walker.

Related to the free linear channel and local listing in the platform, Cam thought the strategy is effective to create an alternative entertainment for users. The free streaming option is said to be a certain charm for the target market.

“By providing free streaming, they can directly increase the number of new users who are eventually willing to pay. This concept is quite effective.”

video streamign platform

Hooq on the other side, that is used to have the most Indonesian movies and series, starts adding up categories from their linear channels. They also provided some channels of cable TV to be available in Indonesia. Those channels are deliberately provided on Hooq based on demand and partnerships.

Hooq Indonesia’s Country Head, Guntur Siboro said that Hooq is still aiming to provide Indonesia’s original content and stay open for partnerships with related parties to expand and acquire users.

Similar to Hooq and Iflix, Vidio, a streaming platform under Emtek Group, starts showing Indonesia’s original content. The main distinction is in the premium sports content as users demand.

However, the fact that it’s occasional, Vidio wouldn’t be focused on sports alone.

“We also have more benefits under the Emtek Group ecosystem, which also includes two of Indonesia’s biggest TV stations [SCTV and Indosiar]. Thus, we can show what’s dear to the Indonesian population into the platform. Not only TV series but also variety shows and the music programs,” Vidio’s Chief of Content, Tina Arwin said.

Trend and the future

Indonesian market that has yet to mature makes it difficult to determine the leading platform in Indonesia. Not only Hooq and Iflix but also Vidio has to compete with many platforms that offer competitive prices or affordable subscriptions.

In the future, Tina Arwin sought there will be more Indonesia’s original content to be shown on various platforms. While the Hollywood content is still a monopoly game for US-based platforms, such as Netflix and Amazon Prime Video.

A similar answer said by Cam Walker. As he observed from Iflix point of view that is focused on providing Indonesia’s original content, this is such an effective way to gain more users who are mostly in the middle to the low economy. While for the premium segment, still go with Netflix subscriptions or Cable TV.

Another highlight that is predicted to happen in the next few years is the M&A of some platforms. Recently, Iflix has secured investment from MNC Group, while in August MNC Group also launched its own streaming platform. When the competition gets ugly, the M&A potential will be very wide open.

Eventually, all depend on the marketing strategy, partnerships, and high-quality original content to acquire more users. Even though this segment is still open for fresh ideas, the complex industry constellation makes it hard for the new local player to compete.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Super App Approach for The Future’s Collaboration Form

It is undeniable, that Gojek and Grab kinds of services as the top of mind are getting high awareness among users due to flexibility and simplicity offered within just one platform. Each platform is claimed to be the super app, not only just a ride-hailing tool, and has accommodated various services in the application.

Gojek’s Co-Founder who is recently appointed as Indonesia’s Minister of Education and Culture, Nadiem Makarim said in an interview that an application capable to be the one-for-all services would create a great potential in Indonesia.

“When you digitize human movement and trace back transactions, you create a new visibility level and understand very clearly how each city operates,” he said.

A similar statement comes from Grab’s CEO, Anthony Tan. He thought as the number of young users grows, it actually changes the habit and lifestyle in more digital ways. Through smartphones and apps, the data collected can be very useful for service development.

Starts in China

superapp

Since China, many applications have emerged offering solutions and provide more than one service. The term super app began to extend and happened to capture as much attention from people.

Super app has created a relevant ecosystem and needed on a daily basis. Starts from purchasing groceries, transportation, shopping and payment to the extent of entertainment.

Today, the super app model is rapidly growing in the emerging market, such as India, South America, and Southeast Asia. Its focus is on making horizontal expansion and dominating certain geographic spots aggressively. Eventually, with the right and relevant features and categories, the super app is predicted to be the future technology.

The Future Technology

Using the super app framework as the direction of many technology startups, it’ll be wiser for those startups, corporates, and brands to collaborate and create an application with a one-stop-shopping concept.

Gojek, for example, has partnered up with cinemas, health consulting service, and drug purchasing, also the news portal for users can stay longer in the application.

Grab, on the other side, provides grocery service with GrabFresh in collaboration with HappyFresh. Partnering with Grab allows HappyFresh to add more slots in the sales, also to improve delivery time.

HappyFresh’s CEO, Guillem Segarra said, the partnership approach, as the one with Grab, will give consumers easier access to groceries from their currently used app, without having to download the HappyFresh app.

“We believe in the partnership approach and it has proven with Grab. They are very helpful towards us getting new users. Hereby, we decided to stay open to other platforms with lots of user base,” He added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pendekatan “Super App” Sebagai Format Kolaborasi Masa Depan

Tidak dapat dipungkiri, layanan seperti Gojek dan Grab bisa menjadi top of mind dan mendapatkan awareness tinggi di antara pengguna karena fleksibilitas dan kemudahan yang ditawarkan dalam satu platform. Masing-masing platform mengklaim menjadi super app, tak hanya sekadar layanan ride hailing, dan sudah mengakomodasi berbagai layanan di satu aplikasi.

Dalam sebuah wawancara, Co-Founder Gojek Nadiem Makarim, yang kini menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, menyebutkan, aplikasi yang bisa menjadi layanan untuk semua memiliki potensi sangat besar dikembangkan di Indonesia.

“Ketika Anda mendigitalkan pergerakan manusia, barang, dan melacak semua transaksi, Anda membuat lapisan visibilitas baru dan mengetahui dengan jelas cara masing-masing kota beroperasi,” kata Nadiem.

Hal senada disampaikan CEO Grab Anthony Tan. Menurutnya, makin besarnya pertumbuhan pengguna dari kalangan muda telah mengubah kebiasaan dan gaya hidup menjadi lebih digital. Melalui smartphone dan aplikasi, data yang masuk bisa dimanfaatkan untuk pengembangan layanan.

Dimulai di Tiongkok

Sejak diawali di Tiongkok, mulai banyak bermunculan aplikasi yang mampu mengatasi masalah dan memberikan solusi lebih dari satu layanan. istilah super app kemudian mulai banyak dikembangkan dan ternyata mampu menarik perhatian orang banyak.

Super app telah menciptakan ekosistem yang relevan dan dibutuhkan setiap harinya oleh orang banyak. Mulai dari membeli kebutuhan sehari-hari, transportasi, pembelian dan pembayaran hingga hiburan.

Saat ini model super app berkembang pesat di pasar negara berkembang, seperti India, Amerika Selatan, dan Asia Tenggara. Fokus super app adalah melakukan ekspansi secara horizontal dan mendominasi geografi tertentu secara agresif. Pada akhirnya, dengan fitur dan kategori yang tepat dan relevan, diprediksi super app menjadi teknologi masa depan.

Masa Depan

Dengan framework super app yang menjadi arahan banyak startup teknologi,  menjadi hal yang bijak bagi startup, korporasi, dan brand untuk berkolaborasi dan menciptakan aplikasi dengan konsep one stop shopping.

Gojek, misalnya, telah menggandeng bioskop, layanan konsultasi kesehatan dan pembelian obat-obatan, dan platform berita supay pengguna betah berlama-lama menggunakan aplikasinya.

Sedangkan Grab menghadirkan layanan pembelian barang-barang sehari-sehari bersama GrabFresh menggandeng HappyFresh. Kehadiran mitra Grab memungkinkan HappyFresh menambah lebih banyak slot pengiriman dan meningkatkan waktu pengiriman.

CEO HappyFresh Guillem Segarra menjelaskan, pendekatan partnership, seperti dengan Grab ini, akan memudahkan konsumen dalam mengakses layanan groceries dari aplikasi yang mereka pakai, tanpa harus mengunduh aplikasi HappyFresh.

“Kita percaya dengan pendekatan partnership dan sudah terbukti dengan Grab. Mereka sangat membantu kami dalam mendapatkan konsumen baru. Dari sini kami memutuskan untuk terbuka ke platform lain yang memiliki basis pengguna yang banyak,” unggap Guillem.

Kantongi Pendanaan Seri A Rp 115 Miliar, Evermos Ingin Bangun Ekosistem Ekonomi Digital Muslim

Makin besarnya minat masyarakat Indonesia untuk membeli produk halal, menjadi salah satu alasan mengapa platform seperti Evermos hadir. Startup yang didirikan pada tahun 2018 di Bandung ini menghubungkan brand dengan konsumen melalui program reseller. Perusahaan mengklaim fokus ke semua produk muslim, halal dan sesuai dengan syariah.

“Evermos mencoba untuk menjembatani antara brand brand muslim lokal dan nasional dengan resellerreseller yang akan menjual produk produknya ke konsumennya. Reseller bisa menjual produk yang tersedia ke teman, tetangga atau keluarga secara langsung atau melalui WhatsApp atau media sosial,” kata CEO dan Co-Founder Evermos Iqbal Muslimin kepada DailySocial.

Berdasarkan data Thomson Reuters, pasar untuk produk halal dan syariah sedang bertumbuh sangat pesat mencapai $2 miliar pada tahun 2016 dan diprediksi akan naik hingga $3,8 miliar pada tahun 2022. Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki peran besar dalam pertumbuhan ekonomi Islam di Indonesia dan Evermos mempunyai visi untuk menjadi penggerak utama ekonomi muslim di Indonesia.

“Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, pengembangan ekonomi Islam di Indonesia memiliki dampak positif bagi perekonomian negara secara umum dan dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Evermos tidak hanya ingin menjadi platform kolaborasi antara pemilik merek dan reseller, tapi juga menjadi pendukung bagi keduanya dalam melakukan bisnis sesuai syariah,” kata Iqbal.

Reseller yang ingin bergabung akan dikenakan biaya pendaftaran Rp300 ribu. Untuk setiap penjualan Evermos akan mengambil komisi. Saat ini jaringan Evermos sudah tersedia di seluruh Indonesia dan aplikasinya tersedia di Google Play. Jumlah reseller sendiri disebut mencapai 20 ribu.

“Kami berharap nantinya semua reseller bisa fokus kepada penjualan. Evermos juga menghadirkan teknologi, stok produk hingga pengiriman. Untuk semua produk yang terjual, reseller bisa mendapatkan rata-rata komisi sebesar 20%,” kata Iqbal.

Rencana Evermos usai pendanaan

Setelah mendapatkan pendanaan Seri A sejumlah $8,25 juta (Rp 115 Miliar) dari Jungle Ventures, Shunwei Capital, dan Alpha JWC Ventures, ada beberapa target yang ingin dicapai oleh perusahaan, termasuk membangun ekosistem ekonomi digital Muslim dan menggandeng lebih banyak pelaku industri. Evermos juga memiliki target untuk mengakuisisi lebih banyak reseller.

Ke depannya perusahaan memiliki rencana untuk menggali potensi di segmen lain, termasuk dalam hal sosial, ZISWAF, halal travel, dan fintech syariah.

“Kami sangat antusias untuk berpartner dengan tim pendiri Evermos karena mereka sangat mengenal ekonomi syariah yang besar di Indonesia dengan visi yang jelas dan menyokongnya dengan teknologi. Mereka bersungguh-sungguh membangun ekosistem untuk membantu orang Indonesia agar dapat penghasilan tambahan, membantu keluarganya tanpa memandang status pekerjaan dan pendidikannya. Mereka juga merupakan para tim pendiri yang sudah pernah membuat beberapa startup digital bersama-sama dan punya banyak pengalaman untuk bisa membangun dan menumbuhkan startup nya dengan cepat,” kata Principal Jungle Ventures Yash Sankrityayan.

Application Information Will Show Up Here