Microsoft Umumkan Layanan Streaming OS Windows 365 untuk Kalangan Bisnis

Microsoft baru saja mengumumkan Windows 365, layanan baru yang memungkinkan kalangan bisnis untuk mengakses PC berbasis Windows 10, atau kalau sudah tersedia nantinya, Windows 11, dari perangkat apapun yang dilengkapi browser modern.

Secara mendasar, layanan ini tak ubahnya sebuah layanan cloud gaming, namun yang di-stream adalah satu sistem operasi penuh ketimbang cuma suatu video game. Microsoft menyebutnya dengan istilah Cloud PC, dan tiap-tiap Cloud PC ini bakal memberikan pengalaman yang sama meski diakses lewat perangkat yang berbeda-beda.

Menariknya, sebelum ini Microsoft sebenarnya sudah punya layanan serupa bernama Azure Virtual Desktop. Yang berbeda dari Windows 365 adalah terkait kemudahan penggunaan sekaligus manajemennya. Microsoft pada dasarnya menargetkan Windows 365 untuk perusahaan atau organisasi yang selama ini enggan menjajal Azure Virtual Desktop maupun layanan virtualisasi lain karena alasan-alasan seputar biaya maupun kompleksitas.

Windows 365 akan tersedia mulai tanggal 2 Agustus 2021 dengan skema berlangganan, namun Microsoft sejauh ini belum mengungkapkan rincian tarifnya. Usai berlangganan, pemilik bisnis bisa langsung menciptakan Cloud PC dengan mudah untuk setiap karyawan, dengan spesifikasi yang disesuaikan terhadap kebutuhan masing-masing.

Berhubung semuanya mengandalkan infrastruktur cloud, ini sangat ideal untuk perusahaan yang tengah merekrut pekerja remote. Ketimbang mengirimkan unit fisik laptop buat mereka bekerja, tentunya bakal jauh lebih mudah mengirimkan Cloud PC kepada masing-masing pekerja remote.

Skenario serupa juga sangat cocok untuk perusahaan yang merekrut karyawan dengan sistem kontrak berdurasi pendek. Pemilik bisnis pun juga tidak perlu khawatir soal keamanan, sebab semua informasi dan data yang diolah oleh tiap-tiap Cloud PC akan selalu disimpan di cloud ketimbang di perangkat. Pada akhirnya, pekerjaan admin IT suatu perusahaan bakal dimudahkan dengan adanya Windows 365.

Apa yang Windows 365 hadirkan (virtualisasi dan remote access) sebenarnya sudah eksis sejak lama, hanya saja kini Microsoft mengemasnya secara lebih intuitif, dan timing peluncurannya pun dipaskan dengan tren hybrid working yang sedang mencuat akibat pandemi.

Sumber: Microsoft.

YouTube Shorts Kini Sudah Tersedia Secara Global

Sesuai dugaan, setelah meluncur di Amerika Serikat pada bulan Maret lalu, YouTube Shorts kini akhirnya telah tersedia secara global. Pengguna di lebih dari 100 negara, termasuk halnya Indonesia, sekarang sudah bisa menikmati koleksi video pendek yang tersedia di platform YouTube.

Layanan video pendek milik YouTube ini pertama kali hadir di India pada bulan September 2020. Dengan kata lain, YouTube butuh waktu sekitar 9 bulan untuk membawanya ke panggung global. Fun fact: perilisan global Instagram Reels juga berlangsung sekitar 9 bulan sejak awal peluncurannya di Brasil.

Shorts nantinya bakal menempati tab khusus di aplikasi YouTube, menggantikan porsi yang dulunya dihuni oleh tab Explore. Saya bilang “nanti” karena di iPhone 6S saya belum demikian meskipun aplikasinya sudah saya update ke versi yang paling baru. Pun begitu, deretan video Shorts sebenarnya sudah muncul di tab Home.

Tanpa perlu terkejut, YouTube Shorts menawarkan pengalaman kreasi sekaligus konsumsi video pendek yang sangat mirip seperti TikTok. Untuk membuat video Shorts, pengguna cukup mengklik tombol “+” di halaman utama aplikasi YouTube, lalu pilih opsi baru berlabel “Create a Short” di bawah tombol “Upload a video”.

Di situ kita juga bisa melihat bahwa Shorts sejauh ini masih berstatus beta. Hal ini mengindikasikan bahwa YouTube masih berniat untuk menambahkan lebih banyak fitur buat Shorts. Untuk sekarang, fitur-fiturnya sendiri sudah tergolong cukup lengkap, dan pengguna juga bisa menambahkan musik dari koleksi berlisensi yang tersedia.

Selagi menonton video Shorts, pengguna dapat mengusap layar ke atas atau bawah untuk berganti dari satu video ke yang lain, sama persis seperti di TikTok. Durasi videonya pun bervariasi antara 15 sampai 60 detik.

Ironisnya, TikTok belum lama ini justru menambah batasan durasi video dari satu menit menjadi tiga menit. Jadi di saat kreator TikTok tengah sibuk bereksperimen dengan video-video yang berdurasi lebih panjang, kreator YouTube justru diajak bermain-main dengan format yang lebih pendek dengan adanya YouTube Shorts.

Sumber: Mashable dan YouTube.

ByteDance Kini Menjual AI yang Digunakan TikTok ke Perusahaan Lain

Salah satu alasan di balik popularitas TikTok adalah algoritma kecerdasan buatan yang menenagai sistem rekomendasinya. Dari perspektif sederhana, cara seorang pengguna berinteraksi di TikTok bakal memengaruhi deretan video yang disuguhkan kepadanya, dan ini yang pada akhirnya membuat kita seakan tidak bisa berhenti menonton video demi video yang muncul di halaman For You.

Induk perusahaan TikTok, ByteDance, rupanya tidak keberatan berbagi resep rahasia platform sosial kebanggaannya tersebut dengan perusahaan lain, asalkan mereka bersedia membayar. Melalui divisi baru bernama BytePlus, ByteDance rupanya sudah mulai menjual teknologi AI yang digunakan TikTok itu kepada sejumlah perusahaan lain sejak bulan Juni kemarin.

Sejauh ini, situs BytePlus mencantumkan nama-nama seperti platform e-commerce fashion GOAT, platform ticketing online Wego, maupun startup agritech asal tanah air Chilibeli pada daftar kliennya. TikTok pun tentu termasuk sebagai salah satu yang menggunakan layanan BytePlus, demikian pula Lark, platform kolaborasi online kepunyaan ByteDance sendiri.

Namun recommendation engine untuk menyuguhkan pengalaman yang lebih terpersonalisasi baru satu dari sejumlah produk berbasis AI yang BytePlus tawarkan. Contoh produk lainnya adalah teknologi computer vision yang sanggup mendeteksi 18 titik di sekujur tubuh (dari kepala sampai kaki) sekaligus memantaunya selagi pengguna bergerak di depan kamera, menjadikannya ideal untuk diimplementasikan pada aplikasi fashion maupun kecantikan.

BytePlus juga menawarkan teknologi machine translation serta platform data analytics yang komprehensif. Menurut laporan Financial Times, BytePlus telah merekrut karyawan dari perusahaan-perusahaan seperti Microsoft dan IBM — yang juga menawarkan produk-produk serupa untuk kalangan enterprise — di sejumlah negara. Di Tiongkok sendiri, bisnis yang dijalankan BytePlus bersaing langsung dengan nama-nama besar macam Alibaba, Baidu, maupun Tencent.

Sumber: The Verge. Gambar header: Depositphotos.com.

Berkat Mozilla Rally, Aktivitas Browsing Kita Bisa Memberi Kontribusi ke Studi Ilmiah

Sudah menjadi rahasia umum kalau kemudahan mengakses informasi di internet sering kali harus kita bayar dengan tereksposnya informasi-informasi pribadi kita masing-masing. Sering kali kita juga tidak tahu pihak mana saja yang memegang informasi tersebut.

Alangkah baiknya seandainya informasi-informasi tersebut bisa memberikan kontribusi kepada masyarakat luas ketimbang sebatas menguntungkan pihak pemasang iklan. Inilah konsep yang digagaskan oleh Mozilla Rally, inisiatif terbaru hasil kolaborasi antara Mozilla dan tim data scientist dari Princeton University.

Rally dideskripsikan sebagai data-sharing platform yang bakal menjadi ‘amunisi’ untuk berbagai proyek penelitian ilmiah. Rally pada dasarnya memungkinkan kita untuk membagikan data browsing masing-masing kepada kalangan peneliti. Data yang kita bagikan bervariasi tergantung kebutuhan tiap-tiap studi yang dijalankan.

Di awal peluncuran Rally, sudah ada studi dari Princeton University yang meneliti bagaimana kita mencari, mengonsumsi, dan membagikan berita tentang politik dan COVID-19. Berikutnya, bakal ada studi lain berjudul “Beyond the Paywall” dari Stanford University yang akan mengamati cara kita mengonsumsi berita demi membangun ekosistem media online yang lebih sustainable.

Sebelum pengguna mulai membagikan data browsing-nya, masing-masing studi bakal menjabarkan secara merinci jenis-jenis data yang dikumpulkan dari partisipan. Pengumpulan data hanya akan berlangsung selama penelitian masih berjalan. Seandainya pengguna keberatan, mereka bisa berhenti menjadi partisipan kapan saja mereka mau, dan Mozilla akan menghapus semua data yang terkumpul.

Untuk sekarang, add-on Rally baru tersedia di browser Firefox versi desktop, dan baru bisa digunakan oleh pengguna di Amerika Serikat saja. Mozilla sudah punya rencana untuk merilis plugin Rally buat browserbrowser lain dan di sejumlah negara lain.

Dalam kesempatan yang sama, Mozilla juga meluncurkan toolkit bernama WebScience yang memungkinkan kalangan peneliti untuk membuat studi berbasis browser yang terstandardisasi pada platform Rally. Seperti halnya Rally, WebScience mengedepankan prinsip data minimization, yang berarti pengumpulan data akan dibatasi berdasarkan informasi-informasi yang dibutuhkan untuk keperluan-keperluan yang spesifik.

Sumber: Mozilla.

Email Terus Eksis Sebagai Kanal Komunikasi dengan Pelanggan

Digital marketing telah mengalami perubahan dramatis selama beberapa tahun terakhir, dan ada kesalahpahaman umum bahwa email marketing tidak seefektif dulu. Beberapa orang percaya, bahwa penerima email marketing yang dibanjiri spam dan konten bernilai rendah, lebih sering mengabaikan pesan mereka daripada membukanya. Meskipun spam mengganggu sebagian besar pengguna email, kenyataannya email masih merupakan bentuk digital marketing yang paling kuat.

Media sosial bisa dibilang inovasi paling berpengaruh dalam beberapa tahun terakhir, dan miliaran orang di seluruh dunia masuk ke setidaknya satu situs media sosial setiap hari. Lonjakan penggunaan media sosial mendorong bisnis untuk membangun kehadiran mereka di berbagai channel media sosial untuk terlibat dengan pelanggan dan pelanggan potensial dengan cara yang lebih bermakna. Sosial media marketing memang bisa dan telah sangat sukses untuk beberapa perusahaan, tetapi adalah suatu kesalahan untuk percaya bahwa itu adalah jalan terbaik untuk menjangkau basis pelanggan kamu.

Email Marketing – The King of Marketing Channel

Temuan dari Statista menunjukkan bahwa ada hampir empat miliar pengguna email di dunia. Penelitian Campaign Monitor melaporkan bahwa 72% orang lebih suka menerima materi marketing dari sebuah brand melalui email mereka, sementara hanya 17% yang melaporkan bahwa mereka lebih suka konten yang sama melalui media sosial. 39% melaporkan bahwa mereka lebih menyukai konten email yang kaya akan informasi dan nilai daripada promosi.

Media sosial mendorong interaksi yang lebih santai. Banyak pengguna menikmati browsing foto, video, dan konten lain dari teman dan keluarga, sementara yang lain menggunakannya untuk melacak berita terbaru. Media sosial mendorong eksplorasi, mengklik cerita dan komentar, serta berpartisipasi dalam percakapan. Sebagian besar pengguna umumnya menganggap materi promosi mengganggu selama seseorang berselancar di media sosial.

Satu-satunya metrik di mana social media marketing mengungguli email adalah karena fitur share. Media sosial bergantung pada membuat koneksi dan menyebarkan konten melalui beberapa feed, sehingga mencapai lebih banyak konversi potensial. Sementara, rata-rata orang lebih cenderung untuk berbagi konten melalui media sosial daripada meneruskan email marketing, nilai yang diterima orang tersebut dari pesan email marketing kemungkinan akan mengungguli keterlibatan media sosial dengan suatu brand.

Email Marketing Trends

Temuan dari studi OptinMonster melaporkan bahwa 58% orang memeriksa email mereka terlebih dahulu pada hari tertentu sebelum melakukan hal lain, termasuk profil media sosial dan pemberitahuan aplikasi. Orang yang memeriksa email mereka sebelum membuka media sosial umumnya termasuk ke dalam orang-orang yang berorientasi pada tujuan, daripada orang yang melihat ke media sosial sebelum hal lain. 91% konsumen yang disurvei melaporkan bahwa mereka memeriksa email mereka setidaknya sekali sehari.

Jika kamu ingin mengungkap potensi nilai campaign email marketing, kamu perlu mengetahui beberapa tren email marketing terlebih dahulu. Apa saja itu? Simak di sini selengkapnya.

  • Segmentasi

Pertama, dimulai dengan segmentasi dasar. Alih-alih mengirimkan materi campaign yang sama ke seluruh email list, penting untuk terlebih dahulu mengelompokkan penerima email tersebut. Kamu dapat melakukan ini dengan kualitas interaksi, frekuensi interaksi, atau interaksi masa lalu email list tersebut. Misalnya, kamu dapat mengembangkan materi email marketing yang berbeda untuk pelanggan yang menyelesaikan transaksi dan mereka yang meninggalkan keranjang belanja, atau yang mengklik sebelum mengonversi.

  • Tampilan Mobile

Tren penting lainnya adalah peralihan dari email berbasis desktop ke mobile. Semakin banyak orang menggunakan perangkat mobile untuk menjelajahi web, melakukan pembelian, dan berinteraksi secara sosial. Mereka juga memeriksa email mereka di perangkat mobile lebih sering dari sebelumnya. Setelah segmentasi, pengoptimalan mobile adalah tren paling relevan kedua dalam email marketing saat ini. Penting agar email kamu dapat ditampilkan dengan jelas di semua perangkat, jadi luangkan waktu untuk mempertimbangkan bagaimana campaign kamu muncul di desktop dan layar mobile.

  • List cleansing

List cleansing adalah salah satu trik penting lainnya untuk memaksimalkan upaya email marketing. List cleansing, seperti namanya, melibatkan penghapusan penerima email yang tidak terlibat dengan brand kamu atau yang tidak membuka email yang kamu kirimkan padanya. Ini seharusnya hanya menjadi proses sesekali. Misalnya, pelanggan yang belum membuka beberapa email terakhir kamu mungkin masih menemukan ketertarikan dalam pesan kamu yang berikutnya. Di sisi lain, pelanggan yang tidak membuka satu pun pesan email kamu selama lebih dari setahun mungkin tidak menggunakan akun email tersebut lagi, atau pesan kamu mungkin telah masuk ke filter spam penerima.

  • Personalisasi

Personalisasi pesan adalah salah satu tren terpenting dalam email marketing. Pelanggan lebih cenderung menemukan ketertarikan dalam pesan yang disesuaikan dengan preferensi individu mereka dan interaksi masa lalu dengan sebuah brand daripada pesan umum yang dirancang untuk daya tarik massal impersonal. Ada banyak tools yang dapat kamu gunakan untuk menambahkan sentuhan pribadi ke pesan email kamu, dan ini dapat menciptakan interaksi yang lebih berharga bagi penerima di email list kamu.

Email Marketing vs. Social Media

77% konsumen lebih memilih campaign marketing berbasis izin yang dikirim ke email mereka daripada marketing melalui media sosial. Ini masuk akal, ya Rekan Marketer, mengingat kebanyakan orang memilih untuk menerima email marketing saat mereka melakukan pembelian dari suatu brand atau mengunjungi situs web mereka. Jika brand menawarkan sesuatu yang menarik atau berharga kepada konsumen, dia lebih mungkin berinteraksi dengan brand itu di masa depan, dan karena itu, ingin mendengar dari mereka dan melihat apa yang mereka tawarkan.

Meskipun kamu mungkin berasumsi bahwa mayoritas orang lebih memilih untuk mempertahankan bisnis, dan interaksi digital berbasis konsumen mereka daripada email dan komunikasi pribadi dalam channel media sosial, 45% melaporkan bahwa mereka lebih suka menyimpan percakapan dan interaksi pribadi dalam email daripada media sosial. Pada akhirnya, media sosial harus bekerja sama dengan strategi email marketing.

Masa Depan Email Marketing

Semakin berkembangnya teknologi dalam email marketing, insight analitik di dalamnya pun semakin dalam dan akurat, data yang dihasilkan dari report email marketing bisa dijadikan bahan acuan untuk memprediksi jenis produk, layanan, dan promosi apa yang paling menarik bagi pengguna yang ditinjau. Hal ini juga biasa disebut dengan predictive marketing yang membantu untuk mengelompokkan daftar email dengan lebih tepat, sehingga konten yang kamu kirimkan sampai ke orang-orang yang tepat dan menganggapnya berharga. Konten yang ditargetkan lebih cenderung memiliki hasil yang sukses daripada pesan umum yang menyebar luas ke daftar email kamu begitu saja.

Untuk memanfaatkan predictive marketing, kamu perlu terlebih dahulu mengidentifikasi pelanggan yang paling berharga. Misalnya, 5% dari daftar email kamu mungkin mencakup 90% dari penjualan, sedangkan 95% lainnya adalah pembelian satu kali atau pelanggan tetap yang jarang bertransaksi. Upaya kamu dalam memprediksi preferensi pelanggan dan keinginan masa depan, dapat membantu kamu memanfaatkan segmen yang paling menguntungkan dari daftar email.

Artificial Intelligence (AI) juga akan memainkan peran penting dalam email marketing dalam waktu dekat. Dalam beberapa hal, itu sudah terjadi. Sistem yang mampu melakukan machine-learning dapat menganalisis perilaku konsumen dan belajar dari interaksi sebelumnya untuk membantu kamu mengembangkan campaign marketing yang lebih efektif. AI dapat membantu kamu dalam mengidentifikasi jenis konten, baris subjek, dan call to action yang paling bagus dan efektif yang menghasilkan jumlah konversi terbesar. AI juga merupakan tools penting untuk mengelompokkan daftar email marketing kamu dengan hati-hati, sehingga kamu dapat mengirimkan konten yang disesuaikan secara lebih tepat kepada penerima.

Email Marketing Automation

Bidang inovasi utama lainnya dalam email marketing adalah automation. Email automation dapat memberikan pengalaman tersendiri karena dapat memberikan respon yang lebih cepat tanpa perlu menunggu. Banyak hal yang dapat dilakukan dengan email automation, seperti membangun list database email yang baru, hingga mengirimkan email ke database tersimpan. Ini artinya, email automation memiliki fungsi untuk mempermudah dan mengirimkan email secara otomatis. Email automation juga merupakan bagian dari email marketing. Hanya saja, email automation sangat bergantung dengan flow yang ditentukan untuk mengirimkan email, sedangkan email marketing tidak bergantung flow. Contohnya adalah ketika kamu pertama kali register pada MTARGET, Anda akan mendapatkan email berupa sambutan selamat datang dan terima kasih karena telah menggunakan MTARGET. Form registrasi menjadi trigger untuk memulai email automation. Setelah data masuk, email automation akan secara otomatis merespon dan mengirimkan email ke user. Itu adalah salah satu contoh email automation bekerja.

Email OTP

OTP biasanya digunakan untuk login user saat pertama kali dan pengaturan ulang kata sandi. Sejumlah besar perusahaan, terutama di industri finance menggunakan SMS, WhatsApp, dan email OTP sebagai langkah verifikasi pengguna. Namun, karena kali ini kita membahas tentang email, terlebih dahulu kita akan bedah tentang channel email sebagai metode OTP.

Email OTP adalah metode identifikasi sederhana berdasarkan one-time passwords yang dikirim melalui email. Skenario bisa seperti ini, seorang pengguna mengakses layanan yang memerlukan semacam identifikasi → Marketer yang menyediakan layanan mengirim email dengan one-time password kepada pengguna → Pengguna mengetikkan password di aplikasi marketer tersebut → Marketer menerima email pengguna sebagai tanggapan.

Berbeda dari channel OTP lainnya, email OTP sangat mengedepankan keamanan, karena dari beberapa channel lain, email merupakan salah satu channel marketing yang legal dan segala percakapan di dalamnya dapat dijadikan bukti sah di pengadilan ketika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Dan berdasarkan UUD ITE nomor 19 tahun 2016 tentang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal 1 angka 2 UU ITE mendefinisikan transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Salah satu media elektronik tersebut adalah email. Yang mana, channel ini sangatlah aman untuk mengirimkan berbagai data/dokumen transaksi online.

Tips Email Marketing

Jika saat ini kamu sedang mempertimbangkan atau tengah menggunakan email marketing untuk kegiatan marketing bisnis mu, ini dia beberapa ide yang dapat kamu terapkan sekarang:

  • Mengoptimalkan email pasca pembelian. Sebagian besar platform e-commerce akan secara otomatis mengirim email pasca pembelian yang berisi tanda terima dan informasi pelacakan untuk pelanggan. Alih-alih email “terima kasih telah melakukan transaksi di kami”, kamu dapat membuat email pasca-pembelian yang menghasilkan lebih banyak engagement dan meningkatkan customer retention untuk berinteraksi dengan bisnis kamu lagi. Misalnya, kamu dapat dengan tulus berterima kasih kepada mereka atas pembelian mereka dan kemudian merekomendasikan produk atau layanan lain yang mungkin mereka anggap berharga berdasarkan pembelian itu. Kamu juga bisa meminta review produk atau jasa yang dibeli. Ulasan pelanggan adalah salah satu bagian penting dari setiap upaya digital marketing.
  • Berinvestasi dalam desain yang responsif. Seperti namanya, desain responsif menggambarkan kemampuan halaman web untuk “merespons” tampilan di mana penerima melihat page, dan menyesuaikan kontennya. Misalnya, tata letak beranda mungkin terlihat bagus di tampilan desktop, tetapi tampak terkompresi dan sulit dibaca di layar mobile. Desain responsif akan memungkinkan page kamu berubah berdasarkan device yang digunakan konsumen untuk mengunjungi page.
  • Personalisasi email yang kamu kirim ke setiap penerima di daftar email kamu dapat meningkatkan kemungkinan mereka menyadari bahwa kamu menghargai mereka di luar pembelian yang mereka lakukan.

Sampai saat ini email marketing tidak pernah redup apalagi mati, karena selama beberapa tahun terakhir terutama saat pandemi mulai mewabah di berbagai wilayah, pengguna email marketing sebagai channel pemasaran mengalami peningkatan karena dianggap sebagai channel yang cukup personal dan ROI terukur dengan efektif.

Ingin mendapatkan tips dan trik menarik seputar digital marketing? Kunjungi blog kami di blog.mtarget.co. atau ingin memulai campaign email marketing dengan MTARGET, segera daftarkan diri kamu melalui mtarget.co kamu juga bisa subscribe newsletter kami di sini dan jangan lupa bergabung di channel Telegram MTARGET untuk informasi lainnya seputar MTARGET dan berita-berita terbaru.

Kantar: Apple dan Google Menjadi Brand Paling Berharga Kedua dan Ketiga Secara Global

Kantar telah menerbitkan laporan peringkat brand yang paling berharga secara global, bertajuk ‘BrandZ Most Valuable Global Brands 2021‘ dengan total nilai mencapai US$7,1 triliun. Brand AS menyumbang 56 dari 100 top brand, dengan Amazon dan Apple memimpin yang masing-masing bernilai lebih dari setengah triliun US$.

Posisi pertama ditempati oleh Amazon sebagai brand paling berharga di dunia dengan nilai US$684 miliar, naik US$268 miliar atau tumbuh sebesar +64% dibandingkan tahun lalu. Apple yang memegang posisi kedua dengan nilai US$612 (+74%), diikuti oleh Google dengan nilai US$458 miliar (+42%).

Rank ​2021​ ​Brand​ Brand Value 2021 ($Mil.) ​ % Change 2021​
vs 2020​
1​ Amazon​ $ 683,852 ​ 64%​
2​ Apple​ $ 611,997 ​ 74%​
3​ Google​ $ 457,998 ​ 42%​
4​ Microsoft​ $ 410,271 ​ 26%​
5​ Tencent​ $ 240,931 ​ 60%​
6​ Facebook​ $ 226,744 ​ 54%​
7​ Alibaba​ $ 196,912 ​ 29%​
8​ Visa​ $ 191,285 ​ 2%​
9​ McDonald’s​ $ 154,921 ​ 20%​
10​ MasterCard​ $ 112,876 ​ 4%​

Brand teknologi lain seperti Samsung berada di urutan ke 42, Huawei di urutan ke 50, dan Xiaomi di urutan ke 70. Hal yang menarik terjadi pada Xiaomi, karena naik 11 tingkat dibandingkan tahun lalu.

Namun brand dengan pertumbuhan tercepat tahun ini diraih oleh Tesla yang melonjak naik +275% dari tahun lalu dengan nilai US$ 42,6 miliar. Diikuti oleh TikTok yang tumbuh +158% dengan nilai US$43 miliar. Kedua perusahaan ini masing-masing berada di peringkat ke 47 dan ke 45 dalam daftar.

Beberapa tambahan menarik dalam daftar top 100 adalah Nvidia yang bertengger di peringkat ke 12, Qualcomm di 37, AMD di 57, Snapchat di 82, dan Spotify di 99. Tentu saja, ada Zoom di posisi ke 52, popularitas platform panggilan video grup ini meledak selama setahun terakhir akibat pandemi Covid-19.

Bisnis berlangganan juga semakin populer selama pandemi. Ada Xbox yang naik 55%, Disney naik 13%, Netflix naik +55% dan Spotify yang masuk ke top 100 untuk pertama kalinya. Di bawah ini infografis BrandZ yang menunjukkan top 100 brand paling berharga di dunia.

Sumber: GSMArena, Businesswire

Spotify Akuisisi Podz, Ingin Benahi Problem Seputar Podcast Discovery dengan Machine Learning

Salah satu problem utama di industri podcasting saat ini bukanlah soal ketersediaan dan keberagaman konten. Yang kerap menjadi hambatan justru adalah aspek discovery, dan itulah mengapa Spotify baru-baru ini memutuskan untuk mengakuisisi Podz, sebuah startup yang ingin mengatasi masalah tersebut dengan memanfaatkan machine learning.

Teknologi yang dikembangkan oleh Podz pada dasarnya bisa dideskripsikan sebagai versi otomatis dari Headliner, sebuah tool yang kerap dipakai kalangan podcaster untuk mempromosikan kontennya via klip-klip pendek yang dapat dibagikan ke media sosial. Podz menjuluki teknologinya dengan istilah “audio newsfeed”, di mana pengguna akan disuguhi deretan klip berdurasi 60 detik yang diambil dari berbagai podcast.

Klip-klip tersebut dimaksudkan untuk menyoroti momen terbaik dari setiap podcast, sangat krusial mengingat satu episode podcast sering kali mempunyai durasi di atas 30 menit, dan terkadang deskripsi teks yang tercantum kurang bisa menggambarkan keseruan yang ditawarkan. Dengan sampel audio singkat ini, harapannya pengguna bisa lebih mudah menemukan podcastpodcast baru di luar yang sudah mereka ikuti.

Singkat cerita, kalau lagu-lagu di Spotify bisa kita dengarkan preview-nya, kenapa podcast tidak? Lagu yang berdurasi cuma 4 menit saja bisa ada sampel versi pendeknya, lalu kenapa episode podcast yang berdurasi 1 jam tidak bisa kita dengarkan terlebih dulu ‘momen klimaksnya’ sebelum kita mengklik tombol play? Kira-kira seperti itulah premis yang ditawarkan oleh Podz, dan ke depannya kita bakal melihat semua ini diintegrasikan langsung ke platform Spotify.

Kepada TechCrunch, tim Podz menjelaskan bahwa model machine learning yang mereka gunakan telah dilatih dengan lebih dari 100.000 jam audio, lengkap beserta sesi konsultasi dengan kalangan jurnalis maupun audio editor. Sebelum diakuisisi Spotify, Podz sudah lebih dulu menerima pendanaan sebesar $2,5 juta dari berbagai investor.

Spotify sendiri melihat integrasi Podz dapat memudahkan para pelanggannya untuk menemukan konten-konten baru yang menarik di tengah 2,6 juta podcast yang tersedia dalam katalog Spotify, termasuk halnya deretan podcast berbayar yang akan segera datang. Dari sisi sebaliknya, kehadiran Podz juga diharapkan bisa membantu kalangan kreator mempromosikan kontennya secara lebih maksimal.

Sumber: Spotify dan TechCrunch. Gambar header: Depositphotos.com.

Shazam Kini Dipakai untuk Mengenali Lagu Sebanyak 1 Miliar Kali Setiap Bulannya

Pada ajang WWDC 2021 belum lama ini, Apple mengumumkan bahwa mereka akan membuka akses teknologi audio recognition milik Shazam kepada kalangan developer. Langkah tersebut diwujudkan lewat ShazamKit, sebuah framework yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan aplikasi dengan kemampuan mengidentifikasi musik dari database Shazam maupun dari katalog yang disediakan oleh masing-masing developer.

Lebih menarik lagi, framework tersebut bahkan juga bakal tersedia untuk para pengembang aplikasi Android. Apa yang mendasari keputusan murah hati Apple tersebut? Salah satunya mungkin adalah popularitas Shazam itu sendiri. Baru-baru ini, Apple menyingkap bahwa Shazam telah melampaui satu miliar penggunaan setiap bulannya.

Tentunya ini merupakan sebuah pencapaian membanggakan bagi Shazam, yang mengawali kiprahnya di tahun 2002 sebagai layanan berbasis SMS, kemudian menjalani debut sebagai salah satu aplikasi iPhone pertama di App Store, dan akhirnya diakuisisi oleh Apple di tahun 2018 dengan nilai transaksi sebesar $400 juta. Sejauh ini, Shazam disebut memiliki sekitar 200 juta pengguna bulanan.

Semenjak pertama eksis, Shazam sudah dipakai untuk mengidentifikasi 51 juta lagu sebanyak 50 miliar kali. Lagu pertama yang berhasil diidentifikasi oleh Shazam adalah “Jeepster” gubahan band glam rock T-Rex, yang informasinya Shazam kirim melalui pesan SMS kepada pengguna.

Pada momen ke-50 miliarnya, lagu yang berhasil Shazam kenali adalah lagu pop Mandarin “框不住的愛 (不插電版)” yang dinyanyikan oleh Evangeline Wong. Untuk lagu yang paling sering diidentifikasi, titel tersebut terus dipertahankan oleh “Dance Monkey” gubahan Tones And I, yang sejauh ini sudah diidentifikasi sebanyak 36,6 juta kali oleh Shazam.

Tidak bisa dipungkiri, nama Shazam sudah sangat identik dengan aplikasi pengenal lagu, terutama di kalangan pengguna perangkat iOS mengingat Shazam terintegrasi langsung pada perangkat dan bisa diakses melalui Control Center maupun via bantuan Siri.

Hingga detik ini, aplikasi Shazam juga masih tersedia di App Store maupun Google Play Store. Ini jelas berbeda dari aplikasi populer lain yang Apple akuisisi, seperti misalnya Dark Sky, yang bakal di-discontinue sepenuhnya tahun depan berhubung fitur-fiturnya telah diintegrasikan ke aplikasi Weather bawaan iOS.

Sumber: Engadget dan MacRumors.

Spotify Greenroom Resmi Dirilis, Siap Tantang Clubhouse dan Twitter Spaces

Kategori aplikasi live audio resmi kedatangan penantang baru, yakni Spotify Greenroom. Seperti halnya Clubhouse, Twitter Spaces, dan sederet kompetitor lainnya, Greenroom dirancang sebagai wadah untuk berdiskusi lisan secara virtual dan secara langsung (live).

Secara teknis, Spotify Greenroom sebenarnya tidak bisa dibilang 100% baru. Aplikasi ini sebelumnya sudah eksis lebih dulu menggunakan nama Locker Room, sebelum akhirnya diakuisisi dan dirombak oleh Spotify pada bulan Maret 2021.

Yang dirombak bukan sebatas branding-nya saja, sebab Locker Room pada awalnya cuma berperan sebagai Clubhouse-nya para penggila olahraga. Sebagai Greenroom, topik bahasannya kini jelas meluas secara drastis, apalagi mengingat aplikasinya sudah tersedia di lebih dari 135 negara.

Dalam Greenroom, siapapun bebas memulai sesi live-nya sendiri. Kita tidak perlu menjadi pelanggan Spotify Premium untuk dapat menciptakan room di Greenroom — kita bahkan tidak memerlukan akun Spotify sama sekali untuk bisa menggunakan Greenroom. Meski begitu, seandainya kita sudah punya akun Spotify, kita tentu dapat memakainya untuk login di Greenroom.

Di setiap room, kita bisa menemukan tiga jenis partisipan: host, pembicara, dan pendengar. Host adalah yang menciptakan room tersebut, dan mereka punya kontrol penuh atas siapa saja yang berhak berbicara selama sesi berlangsung. Host juga dapat mengaktifkan atau menonaktifkan fungsi chat di masing-masing room.

Sistem like di Greenroom diwakili oleh Gem. Klik dua kali icon seorang pembicara atau host, maka mereka bakal mendapatkan sebuah Gem. Total Gem yang pernah diterima akan ditampilkan di seluruh profil pengguna di Greenroom. Anggap saja Gem sebagai indikator popularitas di kalangan pengguna Spotify Greenroom, namun bukan tidak mungkin seandainya fitur ini bakal dimonetisasi ke depannya.

Spotify sejauh ini memang belum menawarkan opsi monetisasi apapun kepada pengguna Greenroom. Untuk sekarang, satu-satunya cara pengguna Greenroom mendapatkan uang adalah dengan mendaftarkan diri di program Spotify Greenroom Creator Fund, yang sayangnya cuma tersedia di Amerika Serikat saja.

Satu hal unik yang Greenroom tawarkan adalah kemudahan bagi host untuk merekam sesi perbincangan yang berlangsung di room-nya, yang kemudian dapat dikemas dan didistribusikan sebagai episode podcast jika mau. Kita tidak perlu terkejut seandainya nanti Spotify menambahkan tombol ekstra yang memungkinkan host untuk langsung menyunting file audio-nya di Anchor, yang tidak lain merupakan platform kreasi podcast milik Spotify.

Spotify Greenroom saat ini sudah tersedia dan bisa diunduh di perangkat Android maupun iOS.

Sumber: Spotify.