Grab dan GO-JEK Terus Bersaing, Minggu Ini Diisi Berita Investasi

Persaingan raksasa on-demand regional terus berlanjut. Siapa lagi kalau bukan antara Grab dan GO-JEK. Demi melanjutkan rencana perluasan pangsa, keduanya minggu ini dikabarkan memperoleh pendanaan lanjutan. Grab mendapat $200 juta (setara 3 triliun Rupiah) dari Booking Holdings, perusahaan di balik layanan travel seperti Booking.com, Agoda, dan Priceline.

Sementara itu, rivalnya GO-JEK juga dikabarkan mendapatkan suntikan dana tambahan dari para investor terdahulu. Google, Tencent, dan JD.com menggandakan investasinya hingga membuat valuasi perusahaan melebihi $9 miliar (setara dengan 137 triliun Rupiah). Dengan pendanaan ini persaingan bisnis menjadi semakin sengit, dengan masing-masing perusahaan mendapat dukungan dari layanan besar di Amerika Serikat dan Tiongkok.

Grab dengan target pendanaan $3 miliar

Layanan Grab
Grab berambisi menjadi “supper app” / DailySocial

Awal bulan ini, Grab baru saja mengumumkan perolehan investasi dari Microsoft dalam kerja sama strategis pengembangan produk teknologi. Sebelumnya Toyota juga memimpin pendanaan Grab mencapai $2 miliar – menunjukkan beberapa waktu terakhir perusahaan begitu ambisius dalam mengejar target pendanaan. Memang, sejak awal Grab menargetkan bisa membukukan investasi hingga $3 miliar sebelum tahun 2018 berakhir.

Dengan modal besar, Grab ingin menjadikan platformnya sebagai “super apps”. Tidak lagi sekadar sebagai penyedia layanan transportasi, namun juga memberikan manfaat untuk model bisnis lain, salah satunya melalui GrabPay. Di Indonesia, Grab juga terus menjalin mitra strategis, dengan pemain fintech seperti TrueMoney, Paytren dan OVO; dengan perusahaan iklan seperti StickEarn; hingga dengan online grocery untuk menghadirkan GrabFresh.

GO-JEK dalam ekspansi regionalnya

layanan GO-JEK
GO-JEK degan ambisi ekspansinya / DailySocial

Sementara itu GO-JEK tampak terus fokus melebarkan sayap regional. Setelah sukses dengan Go-Viet, kehadirannya di Singapura juga segera dimulai.

Rencana ekspansi yang hendak digalakkan GO-JEK bukan tanpa halangan. Di Filipina, langkah GO-JEK saat ini tidak berjalan mulus, moratorium aturan on-demand membuat otoritas setempat belum bisa memproses izin operasional GO-JEK. Berkaitan dengan ekspansi, GO-JEK juga terus memperluas kerja sama bisnis – hal ini menjadi salah satu poin pokok yang dipaparkan pihak GO-JEK pasca pendanaan lanjutan, yakni pendalaman aliansi dengan mitra strategis.

Grab vs GO-JEK pasca tutupnya Uber di Asia Tenggara

Setelah operasional Uber di Asia Tenggara diakuisisi Grab, polarisasi layanan –khususnya di Indonesia sebagai pangsa pasar terbesar—mengerucut pada Grab vs GO-JEK. Untuk melihat peralihan konsumen, kami sempat melakukan survei terhadap 1192 pengguna layanan Uber di 22 kota di Indonesia. Sejak layanan Uber berhenti beroperasi, sebanyak 55% responden mengaku beralih ke layanan Grab, sedangkan 45% sisanya ke GO-JEK.

Riset On-Demand
Pertimbangan pengguna dalam memilih layanan on-demand / DailySocial

Dalam laporan survei tersebut diungkapkan mengenai pertimbangan konsumen dalam memilih layanan transportasi on-demand. Berdasarkan jawaban responden, pertimbangan harga masih menjadi faktor utama, diikuti dengan sifat aplikasi yang customer friendly.

 

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

NuMoney Selenggarakan Program Inkubator, Bantu Startup Raih Pendanaan Lewat ICO

NuMoney Indonesia, sebuah marketplace cryptocurrency, memperkenalkan NuMoney Initial Coin Offering (ICO) Incubator. Program tersebut didesain sebagai inkubator yang membantu startup untuk mencapai tahap lanjut melalui ICO. Bekerja sama dengan venture capital, startup yang lolos seleksi akan dipilih untuk tahap pendanaan di tahun 2019 dengan nilai hingga $1 juta.

Dalam program ini terdapat dua jalur pendanaan, yakni seed funding oleh NuMoney dan pendanaan yang dibantu NuMoney melalui ICO. Proses ICO memberikan penawaran perdana berupa token kepada investor, sama halnya dengan Initial Public Offering (IPO). Token sendiri adalah sebuah bentuk digital assets yang dikembangkan dan digunakan sebagai alat tukar.

Proses inkubasi NuMoney nantinya akan terdiri dari kegiatan edukasi atau startup class, proses mentoring, monitoring, evaluasi hingga proses pengenalan startup dan networking dengan para ahli dari berbagai industri. Selama masa inkubasi, founder startup yang terpilih diwajibkan mengikuti serangkaian pelatihan yang berlangsung selama lima pekan di Jakarta.

“Era teknologi informasi kian berkembang, terbukti dengan kemunculan teknologi blockchain yang memungkinkan transaksi dapat berlangsung tanpa perantara. Kami kemudian mengambil inisiatif untuk memberikan dukungan kepada startup yang memiliki potensi berkembang untuk mendapatkan pendanaan dari calon investor,” ucap CEO NuMoney Indonesia Andika Sutoro Putra.

Melalui program ini, NuMoney secara khusus juga akan membantu penerapan teknologi blockchain dalam teknologi startup yang berpotensi. Lebih jauh lagi, pada program startup class, NuMoney Indonesia akan mengajarkan para peserta dasar-dasar tokenomics dan materi pemasaran ICO.

NuMoney cukup percaya diri mengajarkan startup didikannya untuk mencapai pendanaan dengan ICO. Pasalnya NuMoney perusahaan yang didirikan sejak 2017 lalu ini telah membuktikan keberhasilannya dalam ICO melalui penawaran token NuMoney Coin (NMX), nilainya mencapai $4 juta.

“Kami menargetkan pendanaan pada 2019 ke 30 startup di Indonesia dengan nilai mencapai $1 juta yang dapat digunakan untuk pengembangan bisnis mereka. Dengan demikian, kegiatan ini dapat menjadi wadah yang mampu mempercepat penerapan teknologi blockchain serta mendukung perkembangan startup di tanah air,” tambah Andika.

Program NuMoney untuk membantu startup ICO ini bukan yang pertama. Sebelumnya ada juga program Launchpad yang diinisiasi Tokenomy, dengan salah satu startup di dalamnya ialah PlayGame.

Nusantara Technology Terima Pendanaan Seri A yang Dipimpin Alpha JWC Ventures

Nusantara Technology, perusahaan yang memayungi beberapa layanan, seperti Yukepo.com (Yukepo), Keepo.me (Keepo) dan PlayingViral mengamankan pendanaan Seri A yang dipimpin Alpha JWC Ventures dan juga diikuti Insignia Ventures. Dengan pendanaan kali ini, Nusantara Technology akan berusaha menguatkan lini bisnis mereka dan berambisi menjadi perusahaan dengan nilai jutaan dollar.

Generasi millennial saat ini disebut-sebut menjadi pasar yang cukup potensial untuk bisnis digital, termasuk di Indonesia. Untuk bisa mendapatkan pasar tersebut Nusantara Technology memiliki beberapa layanan sebagai ujung tombak. Yukepo, Keepo dan Playing viral memegang peranan masing-masing dalam usaha Nusantara Technology mendapatkan pasar dari generasi millennial.

“Kami mulai dengan Yukepo untuk pembaca wanita dan Keepo untuk pembaca generasi millennial yang lebih umum karena kami melihat potensi besar di pasar Indonesia saat itu. Apa yang membuat kami berbeda dari outlet media lainnya yang menargetkan millennial adalah konten kami. Konten kami lebih baik dan orisinal. Sementara media lainnya menjadikan media sosial sebagai sumber kami membuat konten kami sendiri. Setiap section, politik, gaya hidup, gosip dan lain-lain  memiliki editor, ilustrator dan videografer sendiri untuk membuat konten asli dan bagus untuk artikel. Kami selalu menggunakan data untuk menentukan apa yang diproduksi. Dengan demikian, percaya atau tidak, lalu lintas kita tercapai secara organik,” terang CEO Nusantara Technology Steven Wongsoredjo.

Selain dua media untuk generasi millennial, Nusantara Technology juga memiliki PlayingViral, sebuah layanan SaaS (Software as a Services) yang memiliki fungsi membuat dan mengelola konten marketing interaktif seperti kuis dan survei. Di PlayingViral pengguna bisa meningkatkan engangement konten untuk mengakuisisi lebih banyak pengguna dengan personalisasi dan data-data yang ada. Platform PlayingViral menargetkan kalangan bisnis mulai dari UKM hingga perusahaan besar.

Nusantara Technology memiliki target menjadi perusahaan yang bernilai jutaan dollar melalui tiga layanan unggulan mereka.

“Salah satu visi kami di Alpha JWC Ventures adalah membantu para pendiri Indonesia untuk unggul dalam tahap teknologi global. Kami terkesan oleh visi dan komitmen pendiri [Nusantara Technology] yang berani untuk menciptakan produk global sejak hari pertama. Kami sangat antusias untuk mengambil bagian dari proyek ambisius ini dan akan melakukan apa pun yang kami bisa untuk membuat ini menjadi sukses,” ujar  Co-Founder dan Managing Partner Alpha JWC Ventures Jefrey Joe.

OJK Wacanakan Implementasi Blockchain untuk Fintech Lending

OJK mulai mewacanakan implementasi teknologi blockchain untuk industri fintech lending guna mengurangi potensi kredit macet dan efisiensi bisnis. Wacana tersebut baru memulai diskusi intensif untuk implementasi pada Q4 2019.

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi menuturkan, selama ini kondisi yang terjadi di lapangan ada nasabah yang lolos mengajukan pinjaman ke 20 perusahaan lending sekaligus. Hal ini tentunya akan berbahaya karena berpotensi risiko gagal bayar.

“Yang kami inginkan ketika pakai blockchain, karena ada distributed ledger jadi antar perusahaan lending saling terhubung. Sehingga saat ada nasabah buruk bisa langsung ketahuan,” ujarnya di sela-sela Fintech Days Bali.

Begitupun saat melakukan e-KYC, calon nasabah tidak perlu melakukan verifikasi berkali-kali saat mengajukan ke perusahaan lending. Konsumsi data pada akhirnya akan jauh lebih efisien.

“Kami juga ingin dorong pemanfaatan poin loyalitas yang bisa dipakai untuk bayar hutang. Selama ini kurang maksimal dan banyak yang hangus. Sebenarnya ada banyak lagi efisiensi yang bisa dihasilkan dari memanfaatkan teknologi blockchain.”

Hendrikus mengungkapkan, pihaknya belum memutuskan lebih detail, misalnya bagaimana proses implementasinya untuk pemain industri atau siapa perusahaan yang bertindak sebagai pengembang teknologinya. Sekarang masih sekadar sosialisasi.

Dia juga menegaskan bahwa implementasi ini sebenarnya bukan untuk memaksa industri agar menggunakan blockchain, melainkan sepenuhnya membebaskan. OJK pun memutuskan untuk mulai melirik teknologi ini, lantaran saat ini di seluruh dunia masih terjadi trial and error dalam implementasinya.

“Kuartal 4 2019 itu baru mulai diskusi intensif. Namun kami tidak memaksakan agar semua pemain memakai blockchain. Kenapa enggak kita ikut trial and error karena momennya sekarang pas, start belajarnya berbarengan dengan negara lain.”

Rencana OJK dalam menggunakan teknologi blockchain dan mata uang kripto merupakan bagian dari roadmap fintech lending OJK 2017-2022. Ada lima fase yang direncanakan OJK, mulai dari konsolidasi, penetrasi, kolaborasi, pengakuan nasional, blockchain dan mata uang kripto, dan pengakuan global.

Dalam menyusun rencana roadmap ini, OJK dibantu oleh pemain industri fintech lending yang kini sudah membangun asosiasi terpisah dari AFTECH, yakni Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPRI).

“Jadi sekarang belum ada pembicaraan apapun soal blockchain. AFPRI yang akan susun program kerja mereka yang sudah disesuaikan dengan roadmap yang OJK buat agar saling bersinergi,” pungkas Hendrikus.

Go-Jek Buka Portal Registrasi Mitra Pengemudi Singapura

Kehadiran Go-Jek di Singapura semakin dekat. Hari ini mereka membuka portal pre-registration untuk warga Singapura yang ingin menjadi mitra pengemudi Go-Jek. Mereka yang mendaftarkan diri pada portal tersebut akan menerima pemberitahuan lebih detail dari pihak Go-Jek mengenai langkah-langkah pendaftaran untuk bergabung dengan Go-Jek Singapura.

Belum ada tanggal pasti mengenai kapan Go-Jek akan resmi beroperasi, hanya saja juru bicara Go-Jek dalam laman resminya menyebutkan pembukaan portal ini menjadi langkah penting untuk proses perekrutan mitra selanjutnya.

Di portal tersebut Go-Jek hanya mendata untuk calon mitra pengemudi untuk kendaraan roda empat, sementara kendaraan roda dua tidak ada izin sebagai sarana transportasi di Singapura.

“Ada banyak minat [untuk menjadi mitra] pengemudi di Singapura dan kami senang mengambil langkah pertama yang penting menuju perekrutan pengemudi. Di Go-Jek, kami memahami bahwa pengemudi sangat penting untuk operasi yang sukses, itulah sebabnya kami menantikan untuk membangun hubungan yang kuat dan menarik dengan komunitas pengemudi,” terang juru bicara Go-Jek.

Diluncurkan di Jakarta sejak tahun 2011 Go-Jek menjelma menjadi salah satu perusahaan digital terdepan. Tidak hanya menyediakan layanan transportasi, Go-Jek kini memiliki banyak vertikal, termasuk yang melayani sektor gaya hidup, kesehatan hingga fintech.

Kehadiran Go-Jek di Singapura akan melanjutkan program ekspansi dari Go-Jek yang sudah diaktivasi beberapa waktu lalu. Go-Jek lebih dulu hadir di Vietnam dengan Go-Viet, Kemudian di Thailand dengan nama GET dan sedang dalam usaha masuk ke pasar Filipina. Di Singapura Go-Jek juga akan berhadapan dengan salah satu pesaing terbesar mereka, Grab, yang baru saja menerima pendanaan dari Microsoft.

Application Information Will Show Up Here

Passpod Resmi IPO, Siap Ekspansi ke Lima Negara Tahun Depan

PT Yeloo Integra Datanet Tbk. (Passpod) resmi tercatat sebagai perusahaan terbuka di BEI dengan kode emiten YELO. Perseroan menjadi startup binaan IDX Incubator pertama yang melantai sejak masuk pada Februari 2018.

Passpod melepas saham baru sebanyak 130 juta lembar atau setara 34,21% dari modal yang ditempatkan. Harga penawaran saham dibuka Rp375, sehingga perseroan akan meraup dana segar sebesar Rp48,75 miliar.

Perseroan menunjuk Sinarmas Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi efek dan Jasa Utama Capital dan Erdikha Elit Sekuritas sebagai penjamin emisi efek.

Dari dana segar tersebut, sekitar 70% bakal didigunakan untuk membangun pusat riset dan pengembangan (R&D) aplikasi (termasuk penambahan fitur), sisanya untuk pengembangan bisnis dan tambahan modal kerja. Perseroan akan melancarkan rencana ekspansi bisnisnya ke berbagai lokasi, termasuk dalam negeri maupun luar negeri.

Untuk rencana di dalam negeri, Direktur Utama Passpod Hiro Whardana menuturkan, perseroan akan merambah ke Bali pada kuartal pertama 2019. Selama ini perseroan baru hadir di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, dan Medan.

Untuk ke luar negeri, perseroan akan merambah setidaknya ke lima negara, yakni Malaysia, Singapura, Vietnam, Myanmar, dan Korea Selatan. Langkah ini menyasar turis mancanegara yang hendak bepergian ke Indonesia.

Ada beberapa kemitraan yang akan dipakai perseroan saat ekspansi ke luar negeri, yaitu kemitraan dengan perusahaan lokal, ada yang bentuk perusahaan patungan (JV), atau benar-benar hanya sebagai reseller.

Menurut Hiro, perseroan akan mencocokkan kembali model seperti apa yang paling cepat untuk dukung pertumbuhan perseroan. Contohnya apabila mengembangkan bisnis ke Myanmar atau Korea Selatan, butuh orang lokal untuk menerjemahkan produk Passpod sesuai bahasa masing-masing.

“Kemungkinan kehadiran Passpod di Bali akan lebih cepat dari rencana ekspansi ke luar negeri. Namun kami targetkan, ekspansi ke luar negeri setidaknya akan direalisasikan pada paruh pertama 2019. Mungkin yang pertama kami masuki itu, Malaysia dan Singapura,” terangnya, Senin (29/10).

Direktur Operasional dan Keuangan Passpod Wewy Suwanto menambahkan perseroan saat ini sudah dapat digunakan di 70 negara menyasar outbound traveller. Tidak menutup kemungkinan di masa yang akan datang, jangkauan itu sudah mencakup turis luar negeri yang ingin berwisata ke Indonesia (inbound traveller).

Untuk mendukung hal itu, perseroan telah mendapatkan sertifikasi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dari Kementerian Perindustrian dan sertifikasi Postel A&B dari Kominfo.

“Dengan izin ini, Passpod akan lebih leluasa untuk menggarap pasar inbound maupun outbound yang potensi pertumbuhannya masih sangat besar di masa mendatang,” ujar Wewy.

Proyeksi keuangan

Dari seluruh rencana yang akan dilakukan, Hiro memproyeksikan pada 2022 mendatang perseroan dapat membukukan pendapatan sebesar Rp165 miliiar dengan laba bersih Rp15,3 miliar. Proyeksi pertumbuhan rata-rata tahunan (CAGR) sebesar 109,99% dari laba bersih.

“Dari berbagai pilar strategi tersebut, di tahun 2022 Passpod akan menjadi ekosistem on-demand berbasis aplikasi yang menawarkan berbagai kebutuhan yang relevan bagi traveller selama perjalanan,” kata Hiro.

Hingga April 2018, perseroan sudah mengantongi laba bersih periode berjalan sebesar Rp475 juta. Angka ini diklaim meningkat drastis dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar Rp26,5 juta.

Application Information Will Show Up Here

LINE Akuisisi 20% Saham Bank KEB Hana untuk Operasikan Bisnis Fintech di Indonesia

LINE Corporation mengumumkan bahwa anak perusahaannya, LINE Financial Asia, mengakuisisi 20% saham PT Bank KEB Hana Indonesia. Pengumuman ini disampaikan pasca penandatanganan kesepakatan yang dilakukan dua eksekutif perusahaan di Seoul pada 26 Oktober 2018 lalu. Akuisisi saham ini menjadikan LINE Financial Asia sebagai pemegang saham terbesar kedua di Bank KEB Hana.

LINE Financial Asia akan secara resmi melakukan finalisasi perjanjian dengan PT Bank KEB Hana setelah menerima persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan segera mempersiapkan peluncuran layanan perbankan digital yang diperkirakan tersedia di tahun 2019. Pihak LINE juga mengungkapkan tengah bersiap memperluas operasi fintech di Indonesia dengan perekrutan talenta global di area bisnis, manajemen, dan layanan.

Langkah ini dirancang untuk memperluas perbankan digital LINE di Indonesia, sekaligus memperkuat Bank KEB Hana di pasar fintech. Layanan perbankan digital memang tengah digenjot untuk melengkapi ragam layanan dan konten LINE yang saat ini. Salah satu bentuk kerja sama yang telah diungkapkan, kedua perusahaan akan menerapkan dan meningkatkan model penilaian kredit di Indonesia, seperti deposito/kredit mikro serta layanan pengiriman dan pembayaran.

“Melalui kerja sama dengan PT Bank KEB Hana Indonesia, kami akan meluncurkan layanan perbankan yang mudah digunakan serta inovatif di Indonesia. Perjanjian ini merupakan langkah yang penting dalam menjadi pemimpin di industri mobile banking dan memperluas layanan fintech kami,” ujar CEO LINE Financial Asia, In Joon Hwang.

Bank KEB Hana juga berharap banyak dari kerja sama ini. Perusahaan mengharapkan bisa mendapatkan nasabah potensial dari basis pengguna LINE yang tinggi. Perusahaan juga merencanakan penyesuaian portofolio dan meningkatkan dana simpanan dengan bunga rendah melalui penguatan retail banking. Dan melalui kapabilitas LINE, perusahaan ingin memperkuat kemampuan pemasaran digital melalui branding, teknologi, dan konten.

“Kami percaya bahwa teknologi digital canggih LINE dan pengalaman perbankan ritel milik KEB Hana Bank akan menjadi masa depan industri perbankan, dan menunjukkan model finansial baru yang dimulai di Indonesia,” ucap Direktur Utama PT Bank KEB Hana, Lee Hwa-Soo.

Application Information Will Show Up Here

OJK Resmikan Kehadiran AFPI, Asosiasi Khusus Fintech Lending

OJK meresmikan kehadiran Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Asosiasi dihadirkan khusus menangani isu seputar fintech lending yang diprediksi akan membesar seiring jumlah pemain yang terus bertambah. Asosiasi ini akan berjalan beriringan dengan Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) dan OJK.

“Mengawal industri lending ini sangat berat karena harus melindungi dua jenis konsumen, lender dan borrower. Kami lihat industri ini akan membesar dan masalahnya pun akan ikut besar. Untuk itu kami tidak ingin industri ini berakhir seperti di Tiongkok, kami ingin industri baru ini tumbuh sehat, kuat, dan berkontribusi pada inklusi keuangan,” terang Direktur DP3F OJK, Hendrikus Passagi, dalam Fintech Days di Bali, Jumat (26/10).

Menurut Hendrikus, dalam program kerjanya AFPI akan fokus pada isu seputar p2p lending yang selama ini belum terurus saat masih di dalam naungan AFTECH. Pasalnya, dalam keanggotaan AFTECH tidak hanya diisi oleh pemain fintech lending saja, tapi ada juga fintech lain seperti pembayaran, agregator, e-commerce dan lainnya. Keseluruhannya bergerak di bawah payung regulasi yang berbeda.

“Malah dalam bayangan kami nanti AFTECH akan jadi sokoguru untuk fintech secara umum, menjadi payung untuk semua asosiasi fintech yang bakal lebih spesifik di bawahnya.”

Bagi regulator, kehadiran asosiasi yang spesifik ini tentunya sangat bermanfaat dalam mengawasi industri lending. OJK berkeinginan industri bergerak secara tangkas, sesuai dengan semangat startup.

Dalam praktiknya, regulator mengawasi industri dengan memanfaatkan empat lapisan. Pertama, dari publik untuk mengawasi dan melaporkan apabila ada yang berbeda dengan sosialisasi POJK 77/2016. Kedua, pengendalian dari internal penyelenggara untuk pelaksanaan sesuai GCG. Ketiga, pengawasan dari asosiasi yang ikut mengawal industri. OJK ada di lapis terakhir.

“Jadi OJK ada di lapis terakhir karena kami ingin industri fintech lending ini bisa bergerak lebih agile.”

Berdasarkan data terbaru OJK, ada 73 penyelenggara fintech lending yang sudah mengantongi surat tanda terdaftar, dua di antaranya bergerak di lending syariah. Domisilinya terpusat di Jabodetabek ada 71 perusahaan, satu perusahaan berada di Bandung.

Di internal OJK, ada 47 penyelenggara yang masih dalam proses pendaftaran, 59 penyelenggara dikembalikan permohonannya untuk dilengkapi kembali, dan 38 penyelenggara yang berminat mendaftar. Sehingga bila ditotal ada 217 penambahan penyelenggara yang akan masuk sebagai anggota AFPI dan AFTECH.

Sampai September 2018, industri lending telah menyalurkan Rp13,83 triliun. Jumlah lender sebesar 161.297 entitas dan borrower 2,3 juta entitas. Rasio NPL di saat yang sama tercapai 1,2% meningkat dari posisi akhir 2017 sebesar 0,99%.

Program kerja AFPI

Hendrikus melanjutkan dalam program kerjanya AFPI memiliki sekitar delapan kompartemen yang keseluruhannya mendukung jalannya industri fintech lending agar lebih kuat. Beberapa kompartemen tersebut di antaranya menangani soal isu pembiayaan multiguna, produktif, fintech pendukung, infrastruktur, dan syariah.

Masing-masing menangani isu spesifik yang selama ini belum pernah sempat dilakukan saat masih di bawah AFTECH, seperti digital signature, pajak, artificial intelligence, kode etik, dan lainnya.

“Menariknya ada isu besar dalam pendanaan, ada yang dalam bentuk konvensional dan syariah. Dari 73 total penyelenggara yang sudah dapat tanda terdaftar, hanya dua yang berbentuk syariah. Ini mungkin jadi penyebab mengapa lending syariah kurang berkembang, karena AFTECH kurang fokus ke sana. Kita harapkan dari AFPI bisa memulainya.”

AFPI diketuai oleh Adrian A Gunadi (Investree) dan Sunu Widyatmoko (Dompet Kilat) sebagai wakil ketua. Beberapa nama penggiat fintech lending juga turut menangani AFPI, di antaranya Cally Alexandra (Crowdo), Sendy Filemon (Futureready), Lutfi Adhiansyah (Ammana), dan lainnya.

Riset Qiscus: Tren Penggunaan Aplikasi Chatting Terus Meningkat, Bisnis Perlu Menyesuaikan

Qiscus adalah startup pengembang teknologi real-time communication (RTC) untuk membantu perusahaan mengembangkan dan mengelola chatbot. Mereka baru saja merilis sebuah laporan riset menyoroti tren penggunaan chat di pangsa pasar Asia Tenggara. Menurut Co-Founder & CEO Qiscus Delta Purna Widyangga, laporan ini dilakukan untuk menyoroti pasar yang semakin mobile-sentris. Konsumen menghabiskan banyak waktunya untuk chatting ataupun bermedia sosial.

Dalam laporan yang bertajuk “Meeting Southeast Asian Consumers’ Expectations with Chats and Calls” disebutkan beberapa tren. Pertama soal penggunaan internet konsumen di Asia Tenggara, masih didominasi media sosial dan aplikasi chatting. Pengguna internet di Indonesia menginstal sampai 4 aplikasi chatting di ponselnya. Tren penggunaan aplikasi messaging di kawasan ini pun terus meningkat dari waktu ke waktu.

Tren Pengguna Aplikasi Chatting
Tren peningkatan penggunaan aplikasi pesan dan media sosial / Qiscus

Dalam tren global, aplikasi messaging seperti Whatsapp menempati urutan tiga teratas dengan pengguna terbanyak setelah aplikasi media sosial seperti Facebook dan YouTube. Dari yang semula mengandalkan telepon, pesan singkat, dan email, kini preferensi pengguna internet pun beralih ke media chatting untuk berkomunikasi, bahkan bertransaksi dengan sesama pengguna internet lainnya.

“Fenomena ini kemudian melahirkan sebuah gaya hidup baru, yakni digital dan on-the-go,” ungkap Delta. Ia menjelaskan gaya hidup tersebut mendorong keinginan untuk serba cepat dengan akses yang mudah terhadap berbagai kebutuhan mereka.

Perubahan gaya hidup baru yang sebagian besar diadopsi oleh milenial sebagai pengguna internet paling dominan melahirkan sebuah ekspektasi baru. Hal tersebut mau tidak mau harus dipenuhi oleh bisnis agar tetap dapat meraih ceruk pasarnya. Konsumen menginginkan layanan dapat diperoleh secara digital secara instan. Sehingga implementasi fitur yang memudahkan akses konsumen terhadap produk menjadi suatu hal yang mutlak harus dilakukan.

Ekspektasi Konsumen Milenial
Ekspektasi konsumen milenial terhadap layanan dan produk masa kini/ Qiscus

Dari tren yang ada, ke depannya Qiscus memprediksi adopsi teknologi komunikasi real-time berupa chat akan semakin luas dan tidak terbatas pada layanan yang sudah ada seperti e-commerce ataupun bisnis on-demand, namun juga pada produk-produk baru yang kini terus dikembangkan oleh bisnis di Asia Tenggara.

“Disrupsi digital ini bahkan membuat perusahaan yang sangat konvensional sekalipun mulai mengadopsi tren terbaru agar tidak kehilangan pasar,” ungkap Delta.

Perubahan interaksi di kalangan pengguna internet di Asia Tenggara mampu merevolusi berbagai bisnis yang selama ini dianggap telah mapan. Di laporan dicontohkan studi kasus startup healthtech Halodoc. Mereka menemukan tantangan bahwa layanan akses kesehatan yang tidak merata menjadi salah satu masalah di Indonesia. Dengan menggunakan teknologi chat, kini masyarakat dapat mengakses dokter yang berkualitas cukup melalui ponselnya tanpa harus datang ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya.

“Sebagai bentuk komunikasi yang paling diminati oleh konsumen di Asia Tenggara pada saat ini, chat menjadi salah satu fitur yang harus dipertimbangkan oleh bisnis untuk melakukan pembaruan dalam produk ataupun layanan mereka,” tutup Delta.

Data Kemeristekdikti Paparkan Pertumbuhan Startup Indonesia

Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir dalam sambutannya di acara pembukaan Pameran Inovasi Berbasis Teknologi Inovator Inovasi Indonesia Expo (I3E) 2018 menyebutkan bahwa dalam empat tahun terakhir pertumbuhan startup berhasil meningkat pesat. Menurut data Kemenristekdikti, tahun ini ada 956 startup yang dikelolanya dari yang awalnya ditargetkan mencapai 850.

Kemenristekdikti sejauh ini tercatat memiliki beberapa program pembudayaan kewirausahaan dan peningkatan inovasi baik di untuk perguruan tinggi maupun untuk masyarakat. Program tersebut adalah PPBT dan CPPBT. Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (PPBT) merupakan program seed funding yang disalurkan melalui lembaga inkubator untuk menjalankan proses inkubasi terhadap perusahaan pemula sehingga nantinya startup siap masuk kategori PPBT yang siap untuk menghasilkan profit dan sustainable.

Sementara Calon Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (CPPBT) adalah program pendanaan yang diberikan melalui skema insentif yang ditujukan kepada dosen, mahasiswa atau dosen dan mahasiswa melalui lembaga pengelola hasil riset dan pengembangan yang produknya sudah siap untuk dikomersialisasikan. Dengan skema PPBT dan CPPBT, tercatat jumlah startup dan calon startup yang dikelola meningkat setiap tahunnya. Yang semula 52 startup di awal tahun 2015 menjadi 956 di tahun 2018.

“Tahun 2018 ini yang menjadi kejutan target kami ada 850  (startup). Tapi alhamdulilah tahun ini mencapai 956,” terang Nasir.

Di Indonesia gelombang kemunculan startup terus naik. Dari data yang kami himpun hingga tahun 2018 ini total startup Indonesia saat ini mencapai seribu lebih. Keberhasilan yang diraih startup berstatus unicorn seperti Go-Jek, Bukalapak, Tokopedia, dan Traveloka memiliki peran untuk membangkitkan semangat para pebisnis dan pegiat teknologi mendirikan bisnis digital atau startup teknologi.

Pembentukan PPBT dan CPPBT oleh Kemenristekdikti adalah salah satu wujud usaha pemerintah yang semakin peduli dengan industri startup. Dengan proses inkubasi dan bantuan pendanaan, bukan tidak mungkin lahir startup unicorn baru dari kedua program tersebut.