eFishery Resmikan Kehadiran di India

eFishery meresmikan kehadirannya di India dengan badan hukum eFishery Aqua Techworks Private Limited. Informasi ini pertama kali disampaikan oleh Co-founder dan CEO eFishery Gibran Huzaifah dalam unggahannya di platform X.

“Setelah berada dalam stealth mode selama 12 bulan terakhir, hari ini [26/10] kami secara resmi meluncurkan operasi kami di India. Yang membuat saya bersemangat adalah bagaimana kami meningkatkan keuntungan petani per m2 sebanyak 16 kali lipat di sini. Dampak yang lebih besar untuk menyelesaikan masalah kelaparan dunia,” tulisnya.

Dikonfirmasi oleh DailySocial.id, Gibran membenarkan bahwa perusahaan sudah meresmikan kehadirannya di Indonesia. “Yes [sudah publik], tapi belum  resmi terkait info detail dan etc-nya,” kata Gibran.

Kantor pusat eFishery India berada di kota Kakinada, Andra Pradesh. Andra Pradesh merupakan negara bagian di wilayah pesisir selatan India dengan terluas ketujuh dan terpadat kesepuluh di India. Menurut Gibran, Kakinada adalah tempat produksi ikan terbesar di India yang menyuplai 85% dari total produksi.

“Kami mendekatnya ke pembudidaya, bukan ke tech talents. Sekarang 90% yang kami kerjain di India di ikannya sih,” ucapnya.

eFishery India / eFishery

Proyek pilotnya juga sudah dilakukan selama 12 bulan sejak September 2021. Beberapa waktu lalu, Gibran sempat menjelaskan alasannya untuk masuk ke India tak lain karena industri akuakultur di sana punya banyak kesamaan dengan Indonesia. Di antaranya, petani ikannya sama-sama dimulai dari skala kecil dan pangsa pasarnya juga mirip, sekitar $9-10 miliar per tahunnya.

Lokasi petani di sana terpusat di satu lokasi yang luasnya mirip dengan Pulau Jawa. Sekitar 85% produksi nasional berasal dari lokasi tersebut. Juga, produktivitas pembudidaya India baru setara 1/5 dari Indonesia. Artinya, pembudidaya Indonesia lebih piawai menggunakan teknologi baru.

“Jika kita bawa teknologi [eFishery] untuk menaikkan produktivitasnya, dampak yang diberikan akan lebih besar. Belum lagi dampak ke sektor lainnya, seperti konsumsi ritel.”

Kondisi di atas berbanding jauh dengan negara tetangga Indonesia, seperti Thailand dan Vietnam. Di kedua negara tersebut, industri akuakulturnya didominasi oleh pemain besar yang pada akhirnya membuat para pembudidayanya untuk menempel ke magnet tersebut.

Setelah India, perusahaan akan mencari kandidat berikutnya. Namun pihaknya tidak ingin terburu-buru saat ekspansi. “Konsepnya one country at the time biar fokus, mau lihat impact-nya bagaimana, karena kita pengennya sustainable. Enggak banyak negara sekaligus, lalu tutup ketika gagal.”

Sejak berdiri di Indonesia pada 2013, perusahaan telah menjaring lebih dari 200 ribu pembudidaya ikan dan petambak udang dengan 1,1 juta kolam aktif yang tersebar di 280 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.

Hingga 2022, perusahaan telah memfasilitasi 1,1 triliun transaksi penjualan ikan air tawar dan 1,12 triliun transaksi penjualan udang. Bila dinominalkan, setara dengan Rp8 triliun total transaksi penjualan ikan dan udang, serta Rp4 triliun total transaksi penjualan pakan ikan dan udang.

Kontribusi terbesar disumbangkan dari Jawa Barat dengan persentase hampir 40%. Sementara untuk ekspor, disebutkan angkanya mencapai 20 juta kilo per bulannya untuk 10 komoditas di eFishery ke Amerika Serikat dan Tiongkok.

Solusi finansialnya, Kabayan, telah didukung oleh belasan perusahaan finansial, seperti Bank OCBC NISP, Amartha, Investree, dan Kredivo. Total dana yang disalurkan mencapai Rp1,07 triliun untuk 24 ribu pembudidaya ikan dan petambak udang. Realisasi program Kabayan meningkat 2,5 kali tiap tahunnya, memungkinkan pembudidaya bisa mendapat akses ke dukungan finansial sampai dengan Rp45 juta per orang.

Produk pertama eFishery, eFeeder, merupakan alat pemberi pakan ikan otomatis, mampu mempercepat siklus panen hingga 74 hari dan meningkatkan efisiensi pakan hingga 30%. Produk ini telah melewati berbagai peningkatan fitur hingga yang terbaru mencapai versi ke-5, dilengkapi dengan komponen yang lebih cepat, pintar, dan kuat untuk mendukung pembudidaya yang lebih produktif dan efisien.

Application Information Will Show Up Here

Korea Investment Partners Tutup Dana Kelolaan Pertama untuk Asia Tenggara

Korea Investment Partners (KIP) baru saja menutup penggalangan pertama KIP Southeast Asia Venture Fund I senilai $60 juta (sekitar 955 miliar Rupiah), yang akan digulirkan untuk investasi ke startup tahap awal hingga seri B.

“Investasi ini ditujukan untuk startup teknologi dengan pertumbuhan tinggi di Asia Tenggara, di mana sebagian kecil diperuntukkan bagi perusahaan Korea Selatan yang ingin ekspansi ke kawasan ini—juga fokus ke sektor lain, seperti fintech, proptech, dan enterprise software,” demikian disampaikan dalam keterangan resminya.

Sejumlah investor institusional yang berpartisipasi berasal dari Korea Selatan, Hong Kong, Singapura, termasuk Samsung Life Insurance, Korea Development Bank, Korea Growth Investment Corporation, D.camp, Woomi Global, Mirana Ventures and Korea Investment & Securities Asia.

Didirikan tahun 1986, KIP telah menyuntik dana ke lebih dari 900 portofolio investasi, dengan Asset Under Management (AUM) $3 miliar. Di Korea Selatan, KIP telah berinvestasi di sejumlah perusahaan terkemuka teknologi dan hiburan, termasuk Kakao, Naver, dan YG Entertainment.

Mengutip situs resminya, saat ini KIP telah memiliki tiga portofolio investasi di Indonesia, yakni Cashtree (advertising), Halodoc (healthtech), Qraved (food directory).

KIP adalah anak usaha Korea Investment Holdings, konglomerasi keuangan yang memiliki portofolio bisnis di sektor sekuritas, manajemen aset, perbankan, pembiayaan kredit, hingga real estate. KIP pertama kali menapakkan kaki di pasar Asia Tenggara melalui kendaraan investasi GEC-KIP Technology and Innovation Fund di 2018, dengan Singapura sebagai kantor pusat.

“Dengan makroekonomi serta perkembangan teknologi dan digital kuat di kawasan ini, Asia Tenggara menjadi target pasar utama KIP. Kami memanfaatkan jaringan strategis KIP dan kekuatan ekosistemnya untuk mengidentifikasi dan membina startup tahap awal, berpotensi besar, dan menjadi kategori penentu di seluruh wilayah,” ujar Head of KIPSEA Synclare Kim.

Lanskap investasi Indonesia

Berdasarkan laporan terbaru DSInnovate, total nilai investasi startup yang diumumkan di Indonesia per semester I 2023 tercatat mencapai $707 juta, turun 74% dari periode sama tahun lalu yang sebesar $146 juta.

Lanskap Pendanaan Indonesia / Sumber: Indonesia’s Startup Handbook 2023

Fintech, SaaS, dan healthtech menjadi tiga sektor dengan jumlah deal investasi terbanyak. Sementara, berdasarkan jumlah pendanaan, sektor aquatech—yang didorong oleh investasi eFishery—memimpin total pendanaan, diikuti electric vehicle ($127,6 juta), dan healthtech ($108,6 juta).

Investasi tahap awal masih mendominasi terhadap total deal pendanaan yang mengalir ke Indonesia, mengindikasikan bahwa investor masih meyakini kemunculan generasi founder selanjutnya di situasi saat ini.

Startup D2C untuk Anak Little Joy Peroleh Pendanaan Seri A [UPDATED]

Startup D2C untuk anak Little Joy mengumumkan telah meraih pendanaan Seri A dengan nominal dan investor yang dirahasiakan. Dana akan dimanfaatkan untuk memperluas dampak ke lebih banyak ibu dan anak dalam rangka memerangi malnutrisi anak di Indonesia.

Ini adalah penggalangan dana ketiga yang diperoleh sejak berdiri di 2021. Sebelumnya, Little Joy memperoleh suntikan dana dari beberapa investor strategis, family fund, dan VC. Serta, didukung dengan pengalaman pernah menjadi peserta di dua program akselerator, yakni Sequoia (berganti nama menjadi Peak) Spark Batch 2 dan Grab Velocity Batch 5.

CEO Little Joy Carina Lukito menyampaikan sejak berdiri fokus perusahaan berpegang teguh pada memerangi malnutrisi anak di Indonesia selama 1000 hari pertama pertumbuhan yang kritis dan pengembangan.

“Pendanaan putaran ke-3 ini mewakili dedikasi kami terhadap ekspansi yang lebih luas, bukan didorong oleh kebutuhan, namun oleh akar kami yang mengakar komitmen dalam menciptakan dampak jangka panjang pada kehidupan anak-anak dan ibu mereka,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (30/10).

Indonesia adalah rumah bagi lebih dari 31 juta ibu dan 15 juta bayi setiap tahunnya. Namun masih terjadi kesenjangan prevalensi kekurangan gizi, 1 dari 3 anak mengalami stunting dan telah menyebabkan 50% kematian anak dibawah 1 tahun. Adapun, rata-rata keluarga di Indonesia memiliki dua hingga tiga anak, sehingga potensi memberikan dampak yang berarti dalam kehidupan keluarga Indonesia sangatlah besar.

Little Joy tidak hanya ingin menurunkan angka kematian bayi akibat kekurangan gizi, namun juga ingin meningkatkan kualitas hidup dengan membangun ekosistem berbasis teknologi yang berkelanjutan dan saling terhubung.

Perusahaan didukung dengan tim berdedikasi, terdiri dari ahli gizi anak, dokter anak, dan pakar industri, untuk menawarkan ekosistem produk yang holistik dan dukungan komunitas secara holistik untuk menciptakan dampak jangka panjang kehidupan anak-anak dan para ibu.

Produk yang dikembangkan adalah bubuk tabur yang kaya akan nutrisi dan dapat dicampur dengan makanan atau air agar mudah dikonsumsi anak. Diklaim produk Little Joy telah terjual telah terjual lebih dari 1 juta dan memberikan manfaat bagi 500 ribu ibu dan anak. Seluruh produknya dijual melalui platform marketplace dan dan bermitra dengan lebih dari 1.000 pengecer offline.

Di samping itu, Little Joy membuat program komunitas, seperti Little Joy Edu, Dapur Little Joy, dan MomsJoy agar para ibu bisa saling bertukar wawasan, tip, mengakses ulasan produk terperinci, pakar rekomendasi, dan panduan yang dipersonalisasi. Komunitas ini tidak hanya memberi para ibu pengetahuan penting, namun merupakan wadah untuk meringankan tanggung jawab berat sebagai ibu.

*) Kami menambahkan keterangan tambahan informasi mengenai investor terdahulu Little Joy

Mandiri Capital dan Investible Umumkan Dana Kelolaan Khusus Climate Tech

Mandiri Capital Indonesia (MCI) dan Investible telah menandatangani term sheet untuk membentuk dana kelolaan yang dikhususkan untuk teknologi dan inovasi iklim (climate tech).

Mandiri Investible Global Climate Tech Fund akan memanfaatkan keahlian dan sumber daya dari kedua perusahaan modal ventura tersebut untuk mengidentifikasi, berinvestasi, dan memberikan dukungan kepada startup, dalam mengatasi permasalahan mendesak perubahan iklim di Asia Tenggara dan wilayah Oseania.

Secara signifikan, hingga 30% porsi investasi dari dana kelolaan tersebut akan dialokasikan untuk Indonesia.

Dana kelolaan ini menawarkan peluang penting bagi investor yang tertarik memerangi perubahan iklim. Sejalan dengan pentingnya mengatasi masalah lingkungan dan memanfaatkan prospek pertumbuhan besar dalam sektor teknologi iklim.

Sektor investasi yang akan diincar berasal dari daftar UNEP, seperti energi, transportasi, bangunan dan kota, industri, pangan, dan pertanian, serta hutan dan tata guna lahan.

Dana ini merupakan kelanjutan mandat Indonesia Impact Fund (IIF) untuk menciptakan dampak yang lebih besar dalam mendukung Inisiatif Emisi Nol Bersih, secara bersama-sama dengan Dewan Penasihat Bisnis APEC (ABAC) dan UNDP untuk berkontribusi secara signifikan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Sejak diluncurkan pada 2021, IIF telah mendanai Cakap dan Greenhope.

Dalam keterangan resmi, Chief Investment Officer Mandiri Capital Indonesia Dennis Pratistha menyampaikan antusiasmenya terhadap kemitraan bersama Investible karena sejalan dengan visi bersama dalam memajukan teknologi iklim. Potensi kolaborasi ini tidak hanya menyoroti komitmen Mandiri Group terhadap perekonomian Indonesia yang dinamis dan ESG yang terus berkembang, namun juga menunjukkan dedikasinya dalam mencari dan memelihara terobosan iklim inovasi.

“Hubungan kami yang mendalam dengan investor di seluruh Indonesia akan menjadi hal yang bermanfaat landasan bagi usaha ini, dengan tujuan untuk meningkatkan dan mendukung teknologi iklim perusahaan ke kancah global,” kata Dennis, Jumat (27/10).

Dia melanjutkan, dana kelolaan ini merupakan pionir yang menawarkan alternatif investasi berkelanjutan di wilayah yang menghadapi tantangan lingkungan hidup yang signifikan. Sejalan pula dengan permintaan pasar dalam memajukan keberlanjutan regional.

“Tujuan utama dana ini adalah untuk memanfaatkan kekuatan Indonesia yang saling melengkapi, Asia Tenggara, dan Australia. Indonesia, pasar yang sedang berkembang dengan pertumbuhan yang signifikan potensinya, menawarkan lanskap startup yang beragam dan dinamis, sementara Australia menawarkan lanskap startup yang matang ekosistem dengan keahlian teknologi yang mendalam.”

Investible telah meluncurkan Climate Tech Strategy sejak 2021. Dalam kiprahnya, telah meninjau lebih dari 3.200 peluang di 20 negara yang menerapkan 19 investasi hingga saat ini. Keselarasan antara organisasi-organisasi terkemuka ini bertujuan untuk berkontribusi secara signifikan terhadap masa depan yang rendah karbon dan berketahanan.

CEO Investible Rod Bristow menyakini dana ini akan memberikan kombinasi unik antara hasil net zero dan manfaat finansial bagi investor. “MCI menyadari peluang unik yang dihadirkan oleh proses investasi tahap awal, metodologi, jaringan global, dan pengalaman milik Investible sebagai investor teknologi iklim tahap awal,” tandasnya.

Dukungan juga diberikan Dewan Penasihat Bisnis APEC (ABAC) yang diwakili oleh Chairman Anindya Bakrie. Ia mengatakan, dana kelolaan ini memungkinkan landasan yang diletakkan oleh Indonesia Impact Fund untuk memperluas portofolionya ke pasar Indo-wilayah Pasifik.

“Dengan dimulainya inisiatif yang berfokus pada iklim ini, kami bersemangat untuk melanjutkannya upaya berdampak yang dimulai oleh Indonesia Impact Fund (IIF) yang memperkuat upaya kolektif kami menuju masa depan yang berkelanjutan dan berketahanan,” ujarnya.

Startup Chat Commerce Mimin Lebarkan Sayap ke Malaysia dan Singapura

Startup chat commerce Mimin mengumumkan ekspansi ke Malaysia dan Singapura, setelah hadir di Indonesia sejak September 2021. Kedua negara tersebut dipilih karena mayoritas penduduknya mengandalkan WhatsApp sebagai aplikasi pesan untuk menjalankan berbagai aktivitas bisnis.

Tak hanya potensi yang menjanjikan, perusahaan mendapat dorongan dari channel partner di kedua negara tersebut, sehingga Mimin dapat memahami kebutuhan lokal dengan lebih baik. Di Malaysia, perusahaan bekerja sama dengan operator telekomunikasi lokal untuk menjangkau klien di skala enterprise professional; juga bermitra dengan agensi pemasaran untuk menjangkau pelaku UMKM lokal.

Ekspansi ini sudah dimulai sejak dua bulan lalu, diklaim perusahaan sudah memiliki lebih dari 20 klien di Singapura dan Malaysia yang berasal dari berbagai sektor industri.

CEO Mimin Joseph Simbar mengklaim ekspansi regional ini telah menunjukkan hasil positif. Terlihat dari pertumbuhan bisnis sebesar 100% setiap bulannya di Malaysia. Menurutnya, siklus akuisisi klien juga terbilang lebih mudah, terutama di Malaysia yang notabene sudah lebih ‘matang’ karena banyak pelaku bisnis yang mengandalkan aplikasi chat sebagai cara berjualan.

“Strategi kami untuk berkolaborasi dengan berbagai channel partner di Malaysia dan Singapura membuat kami lebih adaptif dalam menawarkan solusi sesuai kebutuhan lokal di tiap pasar,” kata Joseph dalam keterangan resmi, Rabu (25/10).

Tenagai produk dengan AI generatif

Mimin hadir dengan menawarkan solusi berbasis chat untuk membantu para pelaku usaha UMKM sampai enterprise client untuk menjalankan segala aktivitas, mulai dari chat commerce, chat marketing, customer engagement, serta membuat generative-AI powered chatbot.

Melalui Mimin, penjual dapat dengan mudah meng-input pesanan dari format order melalui WhatsApp pada aplikasi Mimin dan secara otomatis menerbitkan faktur dan konfirmasi pembayaran. Dengan solusi tersebut, pelaku usaha dapat memproses pesanan 70% lebih cepat dan akurat.

Untuk mendukung pertumbuhan bisnis, Mimin menawarkan solusi chat commerce dengan teknologi AI generatif dari OpenAI dan Google Vertex untuk pembuatan gen-AI powered chatbot.

AI generatif (gen-AI) merupakan sebutan untuk sistem kecerdasan buatan yang mampu menciptakan konten baru dalam berbagai format maupun merespons percakapan dengan baik. Selama ini, Gen-AI sering kali dipakai untuk keperluan bisnis internal, misalnya untuk membuat, merangkum, atau menganalisis konten tertentu.

Akan tetapi, belum banyak teknologi chatbot yang bisa menghadirkan ‘sentuhan manusia’ yang interaktif, lantaran kebanyakan chatbot hanya didesain untuk merespons skrip percakapan tertentu.

“Mimin melihat bahwa Gen-AI menyimpan potensi besar untuk membantu pelaku bisnis dalam melayani para pelanggan. Karena itulah, Mimin pun meluncurkan chatbot berbasis Gen-AI yang aktif 24 jam sehari, sehingga pelanggan bisa bertransaksi kapan pun mereka inginkan.”

Joseph menjelaskan, dengan sistem chatbot Mimin berbasis Gen-AI, perusahaan berhasil menciptakan alur percakapan bisnis yang lebih fasih, cerdas, dan interaktif, tanpa terasa terlalu kaku. Penggunaan chatbot ini bisa menghemat biaya layanan pelanggan hingga 30%, dan sejauh ini 90% klien Mimin merasa puas dengan kemampuan percakapan gen-AI yang dikembangkan.

Tidak hanya itu, sistem Mimin juga bisa memberikan rekomendasi produk kepada pelanggan layaknya seorang admin, sehingga membantu pelaku bisnis meningkatkan penjualan dengan menawarkan produk yang sesuai dengan preferensi pelanggan.

“Hasilnya, konversi penjualan dari layanan Mimin menunjukkan tren positif, terutama karena alur transaksi yang lebih mulus dan minim human error, serta pelaku bisnis bisa melayani banyak pesanan di saat yang bersamaan. Sistem canggih ini memudahkan pelaku bisnis ketika hendak melakukan pembaharuan harga, stok, dan sebagainya, karena semua berjalan serba otomatis.”

Disebutkan, saat ini aplikasi Mimin telah digunakan oleh lebih dari 55.000 pelaku usaha di 20 provinsi dan 55 kota di Indonesia. Mimin melayani pelanggan yang bergerak di berbagai industri, terutama retail, supermarket, F&B, fesyen, serta kebutuhan sehari-hari. Yang mana penjual bisa dengan mudah memroses pesanan yang datang melalui chat, lalu mendelegasikan penyelesaian transaksi tersebut kepada cabang terdekat.

Hal ini membantu meningkatkan omzet bagi perusahaan, serta menguntungkan pembeli karena membuat biaya ongkir menjadi lebih terjangkau.

Pada Mei 2023, Mimin mengantongi pendanaan tahap awal dari Otto Digital, bagian dari Salim Group, dengan nominal dirahasiakan.

Application Information Will Show Up Here

Co-Founder Kopi Kenangan Dirikan Kopital Ventures, Tutup Dana Kelolaan Pertama 190 Miliar Rupiah

Kopital Ventures mengumumkan debutnya melalui dana kelolaan perdana senilai $12 juta atau sekitar 190 miliar Rupiah. Ini merupakan perusahaan modal ventura yang didirikan Co-founder Kenangan Brands (induk Kopi Kenangan) James Prananto dan Fandy Cendrajaya bekerja sama dengan Farquhar VC.

Dana yang berhasil dihimpun akan digunakan untuk berinvestasi ke startup tahap awal di semua sektor industri. Targetnya bisa masuk ke 30-40 startup selama 3 tahun ke depan.

Penutupan dana kelolaan pertama ini didukung modal ventura dan family office seperti Saison Capital, Trihill Capital, Impack Ventures, dan Alto Partners Multi-Family Office sebagai investor strategis.

Sebelumnya kedua pendiri telah memperkenalkan Kopital Network, sebuah wadah yang didesain untuk mengakomodasi  angel investors (yang sebagian besar datang dari growth-stage founders). Sejak 2021, James dan Fandy sendiri juga sudah mulai berinvestasi di beberapa startup seperti Somethinc (Beautyhaul), Durianpay, Fishlog, Gajigesa, Eratani, Proglix, dan Rekosistem.

“Saat tech-winter pada akhir tahun 2022, saya dan Fandy berpikiran untuk membangun sebuah perusahaan modal ventura yang dapat membantu startup dengan lebih baik melalui pengalaman saya sebagai founder-operator dan network Fandy dalam tech ecosystem. Kami melihat bahwa salah satu yang sulit didapatkan oleh founder baru adalah akses terhadap founder/operator startup yang sudah pernah melewati perjalanan ini, yang dapat diajak bertukar pikiran; dan inilah salah satu proposisi dari Kopital Ventures,” tutur Founding Partner Kopital Ventures James Prananto.

Kopital Ventures juga akan dinakhodai oleh Christian Sutardi sebagai Venture Partner. Ia adalah salah satu angel investor yang cukup produktif di Indonesia dan investor awal di Kenangan Brands, Hypefast, Ayoconnect, dan Broom. Christian juga merupakan pendiri Fabelio, startup marketplace furnitur yang dinyatakan pailit sejak tahun 2022 lalu.

“Peran Kopital Ventures sebagai investor strategis tidak hanya dalam bentuk penyuntikan dana saja, tetapi juga dalam menghubungkan para founder tahap awal dengan mentor yang tergabung dalam Kopital Network dan akses ke investor internasional untuk pendanaan tahap selanjutnya. Kami berharap dapat menjadi yang pertama berinvestasi di beberapa unicorn Indonesia berikutnya,” ucap Founding Partner Kopital Ventures Fandy Cendrajaya.

Sebelumnya co-founder Kenangan Brand lainnya, yakni Edward Tirtanata juga terlebih dulu menginisiasi perusahaan modal ventura melalui Kenangan Kapital. Mereka telah berinvestasi ke sejumlah startup seperti Eratani, Makmur, Noice, Medigo, dan beberapa lainnya.

Hadirnya VC dan dana kelolaan baru di tengah tech-winter memberikan angin segar tersendiri bagi ekosistem startup di Indonesia. Salah satunya memvalidasi bahwa kepercayaan investor terhadap generasi founder berikutnya masih cukup tinggi. Terlebih kini founder startup tahap akhir sudah mulai banyak aktif membantu dan berinvestasi ke startup-startup baru.

Menurut laporan DS/Innovate, ada lebih dari sepuluh dana kelolaan baru modal ventura yang diumumkan. Mereka akan fokus dan memberikan porsi lebih kepada ekosistem startup di Indonesia di berbagai tahap pendanaan.

Daftar dana kelolaan VC terbesar yang diumumkan tahun ini untuk startup Indonesia / DSInnovate

Meski Telah Capai BEP di Q3 2023, Dekoruma Pilih Tunda IPO Menjelang Pemilu

Dekoruma sempat menargetkan IPO pada akhir 2023. Namun, rencana tersebut kemungkinan mundur karena perusahaan mempertimbangkan situasi pasar menjelang Pemilu pada awal 2024.

Co-Founder & CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan mengungkap tengah gencar menambah offline presence di luar Pulau Jawa. Menurutnya, IPO menjadi opsi penggalangan dana yang nantinya dapat digunakan untuk meningkatkan skala bisnis Dekoruma, termasuk ekspansi gerai.

“Dana pasti butuh karena kami mulai ekspansi ke luar kota juga. Namun, awal tahun depan tampaknya tidak kondusif untuk IPO. Bukan karena pasarnya tidak bagus ya, karena tahun politik. Jadi, kami wait and see dulu. Kami tidak buru-buru, investor juga sudah solid,” ungkap Dimas ditemui di Power Lunch GDP Venture, Selasa (24/10).

Dimas mengungkap bahwa Dekoruma sudah memiliki fundamental bisnis yang sehat sejak beberapa tahun lalu. Klaimnya, Dekoruma sudah mencapai break even di kuartal III 2023. Ia menargetkan break even satu tahun penuh dapat terealisasi di 2024.

Ditanya soal rencana penggalangan dana baru sebelum IPO, ia juga mengaku belum memikirkannya. “Bagi kami, fundraising saat ini untuk ekspansi, berbeda dengan 2-3 tahun lalu di mana modal digunakan untuk R&D dan survival. Kami sudah tahu arah [profitabilitas] ke mana, tetapi saat ini belum memikirkan soal fundraising.”

Dimas juga memberi sinyal untuk memperluas lini bisnisnya ke produk/jasa baru pada tahun depan. Fokusnya saat ini adalah memperkuat posisinya di segmen B2C alih-alih masuk ke pasar ke B2B atau wholesale.

Terakhir kali, Dekoruma mengumumkan pendanaan pada Agustus 2021 dengan perolehan $15 juta (sekitar Rp216,8 miliar). Investor yang terlibat antara lain Nexter Ventures by SCG Cement-Building Materials, KTB Network, termasuk investor terdahulu Global Digital Niaga (Blibli), OCBC NISP Ventura, dan Foundamental.

Tren omnichannel

Lebih lanjut, Dimas memaparkan bagaimana pendekatan omnichannel sangat diperlukan bagi bisnisnya. Dekoruma sejak awal beroperasi sebagai online marketplace untuk produk home & living. Pada 2019, Dekoruma bereksperimen untuk memasarkan produk lewat gerai offline.

“Mengapa offline? Pengalaman pembeli. Furnitur butuh dijajal atau dicoba, sedangkan [penjualan] online tidak akan bisa kasih itu. Saat pandemi, sales naik signifikan sehingga kami memutuskan investasi untuk buka gerai offline,” ujarnya.

Ini juga menjelaskan alasan gencarnya ekspansi Dekoruma ke luar Pulau Jawa selama beberapa tahun terakhir. Tingginya minar pasar baik dari segmen middle low maupun middle high di kawasan ini.

Pada 2022, Dekoruma membuka 16 toko di Jabodetabek. Kemudian, Dekoruma kembali menambah delapan gerai di sejumlah kota non-Jawa, termasuk Medan, Palembang, dan Makassar pada tahun ini. Menurut Dimas, ekspansi gerai offline berdampak terhadap menurunnya biaya marketing dibandingkan dulu saat masih full online.

“Ekspansi offline di luar kota sangat challenging dari sisi rantai suplai dan operasional. Jadi, kami tidak asal buka. Kalau makroekonomi tidak bagus, berimbas ke bisnis kami.” Tutupnya

Application Information Will Show Up Here

Qiscus Umumkan Pendanaan 32 Miliar Rupiah dari Init-6, Segera Lancarkan Ekspansi Regional

Startup pengembang platform omnichannel customer engagement Qiscus mengumumkan perolehan pendanaan $2 juta atau sekitar 32 miliar Rupiah dari Init-6. Disampaikan bahwa dana segar ini akan dimanfaatkan untuk menggencarkan ekspansi ke Asia Tenggara pada 2024 mendatang.

Sejak berdiri tahun 2013, Qiscus juga telah mendapatkan sejumlah pendanaan eksternal dari Telkom (melalui Indigo), Rekanext, dan Qverse. Pendanaan baru ini dibukukan setelah Qiscus mengumumkan keberhasilannya dalam mencapai profit pada tahun 2019 silam, diklaim terus bertumbuh sampai sekarang.

“Kami dengan bangga mengumumkan perolehan pendanaan baru yang akan dialokasikan secara strategis untuk mengakselerasi ekspansi pasar kami di Asia Tenggara, memanfaatkan kehadiran kami yang telah eksis di lebih dari 10 negara. Dengan fokus pada pertumbuhan yang sustainable, kami berkomitmen untuk melipatgandakan pendapatan kami pada 2024 sebagai langkah awal dari ekspansi ini,” ujar Co-Founder & CEO Qiscus Delta Purna Widyangga.

Saat ini layanan Qiscus telah digunakan lebih dari 2 ribu perusahaan, mengakomodasi percakapan ke lebih dari 100 juta pengguna akhir untuk kebutuhan customer engagement.

“Kami memilih untuk berinvestasi di Qiscus karena keyakinan kami pada potensinya yang luar biasa di Asia Tenggara. Mereka telah menunjukkan performa yang sangat baik, terutama pada saat pandemi Covid-19, mereka mampu mencatat kenaikan revenue hingga 3x lipat,” sambut Founding Partner Init-6 Achmad Zaky.

Zaky menambahkan, “Kami menilai bahwa Qiscus mampu memperkuat ekosistem startup dan industri teknologi dengan strategi dan inovasi yang mereka miliki. Meninjau performanya selama beberapa tahun terakhir, kami optimis Qiscus mampu mencapai target ekspansinya ke pasar Asia pada tahun mendatang dan terus akan tumbuh secara profitabel dan sustainable dalam jangka panjang.”

Sebagai B2B SaaS, Qiscus berkomitmen menjalankan bisnisnya dengan fokus pada keberlanjutan jangka panjang, inovasi, dan pertumbuhan yang berkelanjutan. Di tengah tren digitalisasi yang pesat di Indonesia, kami optimis dapat terus berinovasi dan menyediakan solusi relevan untuk jangka panjang.

Delta menambahkan, “Supaya terus relevan dengan pelanggan dalam waktu yang lama, kami terus berinovasi dan merilis berbagai solusi baru di setiap tahunnya. Pada Agustus kemarin, kami juga baru saja merilis berbagai solusi baru, beberapa di antaranya yakni Qiscus AI Assistant, Qiscus Customer Satisfaction Survey, Qiscus Shop, dan Qiscus Customer Data Platform. Dengan ini, bisnis dapat mengandalkan solusi Qiscus sebagai the only toolbox untuk kebutuhan customer engagement.”

Di Indonesia, ada sejumlah startup yang juga mengembangkan platform omnichannel untuk memudahkan bisnis terhubung dengan pelanggan. Di antaranya Lenna.ai, Kata.ai, Chatbiz dan beberapa lainnya.

Startup Operator Baterai EV Charge+ Dapat Pendanaan, Perkuat Ekspansi di Asia Tenggara

Startup operator pengisian daya kendaraan listrik (EV) Charge+ mengumumkan telah meraih pendanaan seri A yang dipimpin oleh TRIVE Venture Capital, investor asal Singapura yang berfokus pada investasi tahap awal. Tidak disebutkan raihan dana dalam putaran ini.

Startup asal Singapura ini akan menggunakan dana segar untuk mencapai dua tujuan utama. Pertama, Charge+ akan memenuhi kontrak tender berkelanjutan yang diberikan oleh Otoritas Transportasi Darat Singapura (LTA) untuk menyediakan sekitar 4.000 titik pengisian daya EV di tempat parkir perumahan umum Housing Development Board (HDB).

Kedua, perusahaan akan memulai proyek ambisius untuk menciptakan jalan raya pengisian kendaraan listrik sepanjang 5.000 km yang mencakup lima negara Asia Tenggara di mana mereka beroperasi. Ambisi tersebut demi mewujudkan Charge+ sebagai tulang punggung pengisian daya kendaraan listrik terpanjang di kawasan ini.

Berdasarkan keterangan resmi perusahaan yang dilansir dari Vulcan Post, Chairman Charge+ Ong Tze Boon menyampaikan, “Sejak Charge+ didirikan di 2018, visi kami adalah mengkatalisasi adopsi mobilitas listrik di Asia Tenggara. Oleh karena itu, kami senang dapat bermitra dengan TRIVE, investor ideal untuk memimpin seri A ini dan memberikan landasan untuk fase ekspansi berikutnya.”

Setelah investasi ini, Managing Partner TRIVE Christopher Quek, akan bergabung dengan dewan Charge+ untuk mendukung pengembangan dan pertumbuhan perusahaan.

Charge+ mengklaim saat ini memiliki lebih dari 1.000 titik pengisian daya kendaraan listrik yang tersebar di berbagai jenis fasilitas di Singapura. Stasiun pengisian daya ini berlokasi strategis di perumahan umum, kondominium, pusat perbelanjaan, gedung komersial, dan fasilitas industri.

Perusahaan ini dikenal dengan desain pengisi daya EV paling tipis di dunia dan dilengkapi konfigurasi konektor ganda untuk meningkatkan kegunaan.

Selain Singapura, perusahaan ini sudah hadir di lima negara Asia Tenggara, yakni Malaysia, Thailand, Vietnam, Indonesia, dan Kamboja. Dalam jangka panjang, perusahaan berencana untuk hadir di 30.000 titik pengisian kendaraan listrik secara global pada 2030 dan berkontribusi secara signifikan terhadap kemajuan mobilitas listrik di wilayah tersebut.

Selain memperluas infrastruktur pengisian dayanya sendiri, Charge+ akan berkolaborasi dengan operator pengisian daya kendaraan listrik regional lainnya untuk memanfaatkan aplikasi yang mereka bangun, Charge+, sehingga menciptakan jaringan yang lancar.

Perjanjian roaming telah ditandatangani dengan Tenaga Nasional Berhad (TNB) di Malaysia, Otoritas Pembangkit Listrik Thailand (EGAT), dan PT PLN di Indonesia. Perjanjian ini akan memungkinkan pengguna aplikasi Charge+ untuk dengan mudah mengakses kumpulan pengisi daya kendaraan listrik yang lebih luas di masing-masing negara.

Charge+ di Indonesia

Sebagai catatan, Charge+ hadir di Indonesia pada awal tahun ini, dengan brand Utomo Charge+. Ini adalah perusahaan patungan (JV) antara PT Utomo Juragan Atap Surya Indonesia (UJASI) dan Charge Plus. Dalam profil perusahaan, UJASI adalah produsen atap nasional dan penyedia solusi energi terbarukan, khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Sistem Penyimpanan Energi.

Utomo Charge+ dipimpin oleh Anthony Utomo sebagai Managing Director. Ia pernah berkiprah di bidang PLTS, Sistem Penyimpanan Energi, dan Pembangunan Infrastruktur Mobilitas Bersih.

Di kantor pusatnya, Charge+ mengembangkan tujuh produk untuk pengisian daya EV, masing-masing memiliki keunggulannya. Di antaranya, Marvel 72 yang diklaim sebagai pengisi daya kendaraan listrik teramping di dunia dan Turbo 600 yakni fast charger untuk lokasi-lokasi publik, mampu mengisi daya cepat mulai dari 20 menit.

Di Indonesia, jaringan Stasiun Pengisian Daya Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) Utomo Charge+ sudah tersebar di Surabaya, Bali, dan Jakarta.

Pengguna kendaraan listrik yang ingin mengisi daya dapat mengecek persebaran SPLKU Charge+ melalui aplikasi Charge+. Tak hanya cek lokasi, terdapat fitur lainnya yang tersedia, seperti mengetahui titik charger mana yang tersedia dan sedang dipakai, real-time monitoring sistem charger, dan monitor semua histori transaksi dan aktivitas pengisian daya.

Pemain sejenis Charge+ yang sudah hadir di Indonesia kian ramai, di antaranya Starvo, Casion, Astra Otopower, Green Energy Station, Shell Recharge, Medco, EVLink, Charged Indonesia, dan lainnya.

Berdasarkan data dari PLN per Juli 2023, jumlah SPKLU yang sudah beroperasi mencapai 842 unit, sementara SPBKLU (Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum) 1.346 unit. Sebanyak 616 SPKLU di antaranya dikembangkan oleh PLN. PLN akan kejar target menambah sekitar 24.000 SPKLU dengan skema kemitraan.

Untuk memikat calon mitra, PLN sudah menyiapkan sejumlah strategi. Yakni, membebaskan uang jaminan langganan (UJL) mitra, memberi mitra keleluasaan untuk menentukan desain SPKLU, serta kemudahan pembagian omzet lewat digitalisasi.

Menurut peta jalan pertumbuhan kendaraan listrik pada 2030, pemerintah menargetkan jumlah SPKLU bisa tumbuh menjadi 48.118 unit, sedangkan SPBKLU mencapai 196.179 unit.

Application Information Will Show Up Here

Startup Biotech Lokal Moosa Genetics Dapat Pendanaan Pra-Awal dari East Ventures dan Angel Investor

Startup genomik hewan Moosa Genetics mendapat pendanaan pra-awal dari East Ventures dengan nominal yang dirahasiakan setelah sebelumnya mengandalkan bootstrapping. Sejumlah angel investor ikut berpartisipasi pada pendanaan ini.

Moosa Genetics didirikan pada 2016 Dr. Ivan R Sini, PhD (Chairman), didukung Dr. Deddy F. Kurniawan, DVM (co-CEO), Jeremia Michael Sutandy (Co-CEO dan Managing Director), Prof. Arief Boediono, PhD (Chief Scientific Officer), dan Ir. Sigit Prastowo, PhD (Chief Geneticist Officer).

Misinya adalah merumuskan ulang dan menetapkan standar baru kualitas terbaik dalam industri peternakan Indonesia. Moosa akan memanfaatkan investasi tersebut untuk membangun laboratorium, tim, pemasaran, dan kemitraan daging wagyu demi memenuhi permintaan pelanggan.

“Melalui teknologi reproduksi dan molekuler hewan modern, memungkinkan kami untuk memproduksi kualitas daging lebih baik dengan harga lebih rendah, sehingga bisa memberikan manfaat besar bagi industri dan konsumen. Kami harap dapat menghadirkan lebih banyak antusiasme di bidang ini di masa depan,” ujar Dr. Ivan yang juga Ketua Umum Asosiasi Genomik Indonesia dalam keteranganr resminya.

“Pendekatan inovatif Moosa Genetics terhadap peternakan sapi melalui bioteknologi memiliki potensi mendorong revolusi industri peternakan, mengatasi tantangan dan tuntutan penting di bidang peternakan, sekaligus memastikan produksi pangan berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan pangan dalam negeri,” kata Avina Sugiarto, Partner di East Ventures.

Di sepanjang tahun ini, East Ventures terus mengucurkan investasi ke sektor kesehatan, terutama genomik dan bioteknologi. Beberapa portofolio terbarunya adalah Mesh Bio dan AMILI.

Dalam laporan berjudul “Genomics: Leapfrogging into the Indonesian healthcare future“, genomik dan bioteknologi berpotensi untuk mentransformasi ekosistem perawatan kesehatan di Indonesia. Ada empat pilar utama yang dibutuhkan untuk mendorong implementasinya secara optimal, yakni infrastruktur, investasi, sumber daya manusia, serta regulasi.

Terfragmentasi

Lebih lanjut, Moosa menilai selama ini industri peternakan sapi di Indonesia terfragmentasi. Sebanyak 80% didominasi oleh peternak skala kecil, di mana mayoritas berlokasi di Pulau Jawa. Adapun, Jawa Timur menyumbang 30% dari populasi sapi di Indonesia.

Di samping itu, peternak seringkali mengandalkan tabungan untuk biaya pemeliharaan sapi dibandingkan untuk pasar komersialisasi. Hal ini menghambat potensi pasokan daging dalam negeri secara signifikan. Sebagian besar peternak tidak memiliki keterampilan memadai untuk menangani sistem produksi, demikian juga mengembangkan bisnisnya karena keterbatasan biaya dan akses pinjaman.

Kondisi di atas membuat produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 40% permintaan daging sapi Indonesia, dan menyebabkan ketergantungan Indonesia pada impor daging sapi, khususnya dari Australia.

Moosa Genetics mengembangkan inovasi bioteknologi, memanfaatkan teknologi transfer embrio dan teknik seleksi gen inovatif, seperti CRISPR (modifikasi DNA secara selektif). Inovasi dinilai dapat meningkatkan kualitas daging dan mengurangi biaya. Perusahaan juga berupaya meningkatkan jenis sapi lokal dengan nama “Sapi Merah Putih” untuk mencapai standar unggul.

Pihaknya meyakini tidak ada solusi tunggal untuk memperbaiki genetik yang dapat menentukan versi ideal sapi lokal untuk Indonesia. “Untuk mengatasi tantangan tersebut, Moosa Genetics menekankan pentingnya kolaborasi antara pemangku kepentingan industri, penyedia platform, dan peneliti yang berdedikasi untuk menilai dan mengukur peningkatan terhadap standar peternakan sapi saat ini secara komprehensif.” Tutup Dr. Ivan.