Xendit PHK 5% Karyawan di Indonesia dan Filipina

Pemutusan hubungan kerja alias PHK kembali ditempuh startup Indonesia. Kali ini dari Xendit, startup yang meraih gelar unicorn pada tahun lalu. Keputusan ini diambil perusahaan karena situasi makro ekonomi yang tak menentu, sehingga memaksa perusahaan melakukan rightsizing struktur dan sumber daya tim.

“Xendit selalu mencoba untuk menyiapkan rencana bisnis terbaik, namun situasi makro ekonomi yang tidak menentu saat ini memaksa kami untuk melakukan rightsizing struktur dan sumber daya tim. Hal ini didasarkan pada strategi bisnis yang progresif melihat situasi ke depan, dan telah melalui pertimbangan yang komprehensif untuk memastikan bahwa kami siap menghadapi tantangan dan peluang di masa depan,” ucap Co-Founder & COO Xendit Tessa Wijaya dalam keterangan resmi.

Dia melanjutkan, melakukan rightsizing tim adalah keputusan yang sangat sulit, namun harus tetap diambil untuk mengoptimalkan posisi perusahaan di jangka pendek maupun panjang. Sebanyak 5% karyawan Xendit di Indonesia dan Filipina terkena dampak dari keputusan tersebut.

Mengutip dari laporan RevoU, berdasarkan data LinkedIn Premium Insights, pada tahun lalu Xendit masuk dalam urutan ke-9 dari 10 perusahaan teknologi Indonesia dengan jumlah karyawan baru terbanyak yakni sebanyak 307 orang. Xendit menerima karyawan baru sebanyak 307 orang dengan persentase pertumbuhan sebesar 104,78% dibandingkan tahun sebelumnya. Angka tersebut bisa dipastikan belum menghitung jumlah karyawan baru Xendit di Filipina.

Xendit menyatakan komitmennya untuk mendampingi pegawai yang terdampak selama masa transisi ini. Mereka akan menerima kompensasi dan prosesnya dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan. Tidak dirinci kompensasi yang dimaksud Tessa.

“Kami juga memberikan manfaat tambahan lain bagi tim yang terdampak guna membantu mereka, seperti perpanjangan masa asuransi kesehatan, bantuan pendampingan psikolog dan juga akan mengurasi daftar alumni Xendit untuk membantu tim terdampak mendapatkan pekerjaan lebih cepat.”

Tessa juga memastikan kendati melakukan rightsizing, tidak berdampak pada kelangsungan usaha Xendit. Perusahaan tetap menjadi perusahaan pembayaran digital di Indonesia dan Filipina, serta berkomitmen untuk terus membangun infrastruktur pembayaran di Asia Tenggara.

“Xendit telah bertumbuh dengan baik dalam beberapa tahun ini melalui kontribusi berbagai pihak, terutama dari tim kami yang penuh dedikasi berkontribusi untuk membangun Xendit sampai berada di posisi saat ini. Kami sangat mengapresiasi seluruh upaya dalam menjadikan Xendit seperti yang sekarang,” tutupnya.

Pendanaan Seri D

Sebelumnya pada Mei 2022, perusahaan menutup pendanaan seri D senilai $300 juta dipimpin oleh Coatue dan Insight Partners, dengan partisipasi Accel, Tiger Global, Kleiner Perkins, EV Growth, Amasia, Intudo, dan Goat Capital. Diperkirakan valuasi perusahaan melambung hingga lebih dari $2 miliar pasca pendanaan ini.

Sejak merengkuh label unicorn perusahaan aktif mengembangkan bisnis di luar bisnis gerbang pembayaran. Di antaranya, mengumumkan investasi di Bank Sahabat Sampoerna serta menawarkan layanan banking-as-a-service (BaaS). Selanjutnya, masuk ke segmen UMKM dengan merilis solusi SaaS untuk membantu pelaku usaha mengatur inventori produk; ada juga aplikasi bisnis “Online Store” untuk memfasilitasi kegiatan social commerce.

Kendati layanan fintech ini memiliki peluang besar di tengah digitalisasi bisnis yang kian masif, namun untuk memenangkan pasar sebuah platform harus memiliki proposisi nilai yang kuat. Di layanan payment gateway, Xendit berhadapan langsung dengan sejumlah pemain. Di antaranya, ada Midtrans yang saat ini berada di bawah naungan grup GoTo Financial. Ada juga DOKU, Fazz, Faspay, Duitku, dan beberapa lainnya.

Menelaah Peran UU PDP dalam Isu Keamanan Data di Indonesia

Isu keamanan data bukan hal baru di tengah masyarakat Indonesia. Mulai dari perusahaan teknologi hingga internal lembaga pemerintah pernah dikecam gagal melindungi data para penggunanya. Hal ini bermuara pada dirumuskannya draf rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi pada tahun 2015.

Tepat pada tanggal 20 September 2022, melalui Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) akhirnya disahkan menjadi undang-undang. Naskah final UU PDP yang telah dibahas sejak 2016 itu terdiri dari 16 bab serta 76 pasal. Jumlah ini bertambah 4 pasal dari usulan awal pemerintah pada akhir 2019, yakni sebanyak 72 pasal.

Meskipun begitu, banyak pertanyaan yang mencuat di masyarakat terkait efektivitas UU PDP ini dalam menjamin keamanan data mereka. Untuk mengetahui lebih dalam terkait UU baru ini serta pemanfaatannya di dalam masyarakat, DailySocial.id mengundang seorang pakar dan juga pendiri perusahaan teknologi yang fokus pada isu terkait keamanan data, PT Indo CISC, Budi Rahardjo, dalam diskusi #SelasaStartup.

Budi sendiri telah aktif mengawal isu keamanan data ini sejak 12 tahun yang lalu. Menurutnya pribadi, hal ini adalah sesuatu yang baik dalam hal kepastian hukum. Ia mengatakan bahwa UU PDP ini secara umum diperlukan sebagai pegangan hukum bagi masyarakat ke depannya.

Salah satu yang disoroti dalam pengesahan UU PDP ini adalah sanksi yang ditetapkan bagi perusahaan yang mengakses dan membocorkan data pribadi secara ilegal serta lalai dalam menjaga atau mengelola data pribadi pelanggan. Sanksinya pun bervariasi mulai dari denda dalam jumlah besar, hingga perampasan keuntungan.

Selain itu, ada kemampuan terbesar yang bisa dilakukan terhadap perusahaan yang mengumpulkan data seseorang dan kewajiban buat mereka jika pengguna meminta untuk menghapusnya. Di balik itu, hak terbesar –atau mungkin paling diperebutkan– yakni kemampuan untuk menghentikan perusahaan untuk menjual data ke pihak lain, seperti pengiklan.

Mengapa data perlu dilindungi?

Menurut buku Surveillance Capitalism yang dibaca ole Budi Rahardjo, ia mengungkapkan bahwa pengumpulan data pribadi sejatinya bertujuan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik. Namun, ketika data pribadi itu digunakan untuk objektif yang lain daripada kepentingan awalnya, maka di situ telah terjadi penyalahgunaan.

Peraturan perlindungan data pribadi  mengacu pada praktik, perlindungan, dan aturan mengikat yang diberlakukan untuk melindungi informasi pribadi dan memastikan bahwa subjek data tetap mengendalikan informasinya. Singkatnya, pemilik data harus dapat memutuskan apakah ingin membagikan beberapa informasi atau tidak, siapa yang memiliki akses, untuk berapa lama, untuk alasan apa, dan dapat memodifikasi beberapa informasi ini.

Kebijakan seperti ini bukan hanya ada di Indonesia, namun juga banyak negara lain. Namun, Budi turut menyinggung terkait perbedaan kultur yang ada di Indonesia dengan negara-negara lain. Masyarakat Indonesia cenderung senang berbagi dan berinteraksi sehingga terkadang lupa bahwa ada orang yang berpotensi memanfaatkan data diri kita.

Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Sesungguhnya, pelindungan data pribadi juga bisa dimulai dari diri sendiri. Seperti aplikasi media sosial sudah banyak yang menyediakan fitur verifikasi dua langkah, kode cadangan, dan notifikasi e-mail apabila ada pihak lain yang mengakses media sosial milik kita. Sebelumnya, DailySocial.id juga pernah menulis artikel terkait anjuran bagi individu untuk bisa menjaga keamanan data pribadi mereka.

Terlebih di era digital, lemahnya pelindungan data di Indonesia mengakibatkan maraknya kebocoran data. Terbukti dengan sering terjadinya kasus kejahatan siber, seperti hacking (peretasan) maupun cracking (pembajakan) media sosial yang berujung pada pembobolan data pribadi, pemerasan hingga penipuan daring. Pengesahan UU PDP ini disebut bisa memberi titik terang bagi kelamnya dunia maya di Indonesia.

Dampak bagi pelaku bisnis

Dalam rilis resmi yang diumumkan oleh Kominfo, Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate mengungkapkan bahwa berlakunya UU PDP ini merupakan momentum bagi sejarah dalam tata kelola data pribadi di Indonesia dalam ruang lingkup digital. Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa UU PDP ini akan mengedepankan perspektif pelindungan data pribadi dalam setiap pengembangan teknologi baru, sehingga akan mendorong inovasi yang beretika dan menghormati hak asasi manusia.

Hal ini dilakukan sebagai upaya mengantisipasi kemajuan teknologi dan budaya digital, adanya UU PDP juga diharapkan mendorong kebiasaan baru pada masyarakat untuk lebih menerapkan pelindungan data pribadi. Dengan begitu, menurut Menteri Johnny, regulasi tersebut akan mendorong tumbuhnya ekosistem digital dalam memperbanyak talenta baru dalam bidang perlindungan data pribadi, baik di instansi pemerintahan, swasta ataupun publik.

UU PDP sendiri dirancang karena ada keinginan dari masyarakat agar datanya dilindungi. Namun, dari sisi pelaku bisnis, ada banyak aturan juga yang harus ditaati. Budi Rahardjo turut menyampaikan kekhawatirannya terkait aturan dalam UU PDP bagi pelaku bisnis, utamanya yang masih tahap awal.

“Kalau saya sebagai pengusaha baru, dan masih merintis bisnis, tapi sudah harus mengikuti banyak aturan, akan jadi lebih berat ya,” ujar Budi dalam sesi #SelasaStartup. Maka dari itu, pemerintah juga diharapkan bisa memberi panduan untuk para pelaku bisnis agar nantinya tidak menganggap UU PDP ini sebagai batu sandungan.

Terkait proyek-proyek besar yang melibatkan data masyarakat Indonesia, banyak yang masih meragukan kapabilitas pemerintah kita. Namun, Budi menanggapi hal ini dengan optimis. Inisiatif untuk mengintegrasikan data itu baik dan bisa menjadikan segala sesuatunya lebih efisien.

“Meskipun terkadang ada ketakutan karena sumber data yang hanya satu, ibaratnya kalau hancur satu hancur semua. Sanggup gak sanggup, ya harus sanggup. Kita juga harus bisa bersama-sama mengawasi pemerintah dan memantau eksekusinya,” tutupnya.

SmartSeller Kembangkan Layanan Omnichannel untuk UMKM

Aplikasi yang membantu pengelolaan pesanan, pengiriman, serta laporan keuangan dari sebuah bisnis sudah bukan hal yang baru di Indonesia. Inisiatif ini telah berlangsung sebelum pandemi dan berhasil menanjak popularitasnya di saat pembatasan skala besar diberlakukan — yang mengharuskan masyarakat tetap tinggal di rumah dan melakukan berbagai interaksi secara daring.

Salah satu aplikasi yang sudah cukup lama meluncur di pasar adalah Ngorder, yang menargetkan para pedagang baik itu reseller, dropshipper, ataupun supplier. Per 4 April 2022, perusahaan memutuskan untuk berganti nama menjadi “SmartSeller” serta memperluas jangkauan layanannya menjadi perusahaan teknologi di bidang shipping dan order management.

Selain rebranding, perusahaan juga telah memperbarui beberapa fitur di antaranya aplikasi kelola jualan online, aplikasi manajemen order, aplikasi stok barang, dan web toko online. Melalui platform pengelolaan omnichannel berbasis cloud yang kuat, perusahaan menargetkan pebisnis baik online maupun offline bisa meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam proses penjualan.

SmartSeller menawarkan setidaknya lima fitur utama dalam aplikasinya. Pada fitur Order Management, para pengguna dapat mencetak label pengiriman dan invoice, mendapatkan notifikasi nomor resi secara otomatis dan barcode untuk input produk dengan cepat. Pengguna juga bisa menentukan diskon atau kode voucher serta memonitor mutasi bank untuk konfirmasi. Dari sisi pembeli, mereka memiliki alternatif pembayaran baik secara tunai, digital, atau cicilan.

Pada fitur Shipping Management, pengguna dapat secara langsung mengecek jumlah ongkos kirim dari puluhan kurir, mengatur dan melacak pengantaran, melakukan pengiriman langsung dari rumah penjual, serta menerima pembayaran secara COD, tunai, ataupun digital. Saat ini SmartSeller telah bekerja sama dengan berbagai rekanan logistik termasuk JNE, J&T Express, SiCepat, LionParcel, SAP, JX Express, dan ID Express.

Selain itu, pengguna juga bisa memanfaatkan sistem inventori di aplikasi untuk mengelola stok barang. Bagi pemilik bisnis yang berjualan di sejumlah platform marketplace, SmartSeller menawarkan fitur Marketplace Integration untuk membantu pengguna dalam import produk, mengelola inventori, serta sinkronisasi pemesanan dari sejumlah marketplace seperti Shopee, Tokopedia, dan Bukalapak.

Secara model bisnis, layanan ini dapat dinikmati secara gratis untuk para pengguna yang baru memulai bisnisnya. Untuk para pebisnis yang sudah memiliki basis pelanggan yang cukup besar, SmartSeller menawarkan beberapa paket premium mulai dari Rp75 ribu hingga Rp200 ribu per bulannya dengan fitur-fitur yang lebih lengkap dan bervariasi.

Dalam menggunakan aplikasi, pengguna akan dibekali dasbor dengan tampilan sederhana dan mudah dipelajari. Platform ini juga dilengkapi dengan video pembelajaran dan fitur live chat dengan layanan pelanggan. Hingga saat ini, SmartSeller telah melayani lebih dari 50.000 pengguna aktif dari berbagai industri di Indonesia. Kebanyakan dari mereka berjualan secara online.

Aplikasi pengelola bisnis

Kehadiran aplikasi-aplikasi untuk membantu pengelolaan ini bertujuan untuk menyederhanakan kompleksitas operasional dalam menjalankan bisnis. Pemilik bisnis dapat memonitor pengiriman, memantau stok barang, serta melakukan berbagai kebutuhan lainnya dalam satu platform. Dengan begitu, mereka memiliki lebih banyak waktu untuk fokus pada produknya.

Di Indonesia sendiri, pemain di segmen ini sudah cukup menjamur. Sebut saja SIRCLO yang belum lama ini mengumumkan akuisisi terhadap Warung Pintar. Selain itu juga ada Jet Commerce, Jubelio, aCommerce, Anchanto, 8Commerce, serta pemain baru seperti Graas yang telah mendapatkan pendanaan seri A senilai $40 juta.

Tidak hanya itu, beberapa pemain juga menawarkan layanan yang lebih spesifik seperti Qasir, Cashlez, Moka, dan Doku untuk POS dan Payment Gateway, Waresix untuk solusi pergudangan, hingga marketplace yang sudah besar seperti Blibli juga menawarkan solusi fulfillment bagi para pemilik bisnis.

e-niaga telah berkembang menjadi komponen penting dari lanskap ritel dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai hasil dari digitalisasi kehidupan modern yang berkelanjutan, pembeli dari hampir setiap negara saat ini mendapat manfaat dari pembelian online. Penetrasi pengguna eCommerce di Asia Tenggara adalah 53,8% pada tahun 2022 dan diperkirakan akan mencapai 63,3% pada tahun 2025.

Laporan kebiasaan pengguna ecommerce dari Lazada yang diberi judul “Transforming Southeast Asia” menunjukkan bahwa percepatan transisi ekonomi offline ke online di Asia Tenggara telah melampaui proyeksi sebelumnya dengan jumlah pengguna digital diperkirakan mencapai lebih dari 400 juta di tahun 2025.

Application Information Will Show Up Here

Venture Builder “Ecoxyztem” Peroleh Pendanaan, Siap Kembangkan Empat Startup Berdampak per Tahun

Ecoxyztem (PT Greeneration Indonesia), venture builder untuk startup yang bergerak di isu lingkungan dan perubahan iklim (climate-tech) mengumumkan perolehan pendanaan dari sejumlah investor, yakni PT TAP Applied Agri Services, PT Konservasi Hutan Indonesia, Pegasus Tech Ventures, dan angel investor Roni Pramaditia (Ketua Yayasan Medco). Tidak dipaparkan nominal investasi yang diraih.

Perusahaan akan memanfaatkan dukungan dana segar tersebut untuk modal kerja dalam mengembangkan setidaknya empat startup per tahun secara intensif, agar dapat menjangkau lebih banyak lagi pelaku usaha di bidang climate-tech yang dapat berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca di Indonesia.

Sebagai catatan, venture builder adalah startup yang membangun banyak startup baru. Pendekatannya adalah mengembangkan bisnis dan produk yang memungkinkan suatu organisasi menciptakan produk, layanan, dan proses baru dimulai dari awal. Model bisnis ini tidak mengganggu infrastruktur perusahaan yang sudah ada sejak awal pengembangannya.

Dengan menguasai berbagai macam latar belakang bisnis, seperti produk, komersial, akademis, dan konsultan, memicu suatu inovasi untuk membangun sebuah model bisnis baru yang lebih fleksibel dengan risiko yang lebih terukur dan bisa diterapkan dalam berbagai skala. Di Indonesia sendiri, venture builder semacam Ecoxyztem sudah ada beberapa, di antaranya WGSHub, Win Ventures, dan Wright Partners.

Dalam keterangan resmi yang diterima pada hari ini (4/10), Co-founder dan CEO Ecoxyztem Jonathan Davy menyampaikan proses venture building dari pihaknya membutuhkan para ecopreneur pada tahap awal pengembangan usaha mereka. Kemudian, Ecoxyztem menjadi co-founder institusional untuk startup dengan memfasilitasi pertumbuhan bisnis mereka melalui metodologi yang disesuaikan dengan konteks Indonesia.

Pihaknya menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas, bantuan berupa venture architects untuk pemodelan bisnis, dan mendukung penetrasi pasar dengan business matchmaking, serta penggalangan modal. “Kami percaya hal ini dapat membantu para startup untuk mengurangi risiko investasi dan membantu meningkatkan kepercayaan investor yang akan berinvestasi pada startup terkait penanganan isu lingkungan, termasuk isu iklim,” katanya.

Perjalananan Ecoxyztem

Adapun, Ecoxyztem saat ini memiliki empat portofolio startup, yakni Waste4Change di bidang pengelolaan sampah, ReservoAir yang mengatasi masalah banjir, Ravelware yang menggerakkan transisi industri hijau, dan Enertec yang bekerja di sektor efisiensi energi.

Selain itu, ada juga program-program seperti Circular Jumpstart, Urban Innovation Challenge, dan Climate Innovation League yang telah menjadi media bagi Ecoxyztem untuk mengenal lebih dekat dengan setidaknya 45 startup climate-tech di Indonesia melalui program kelas pembelajaran dan mentorship.

”Ecoxyztem lahir dari keprihatinan terhadap isu kerusakan lingkungan yang tumbuh lebih cepat daripada pertumbuhan solusi mengatasi kerusakan tersebut. Melalui model pengembangan venture builder kami percaya akan dapat mendorong terciptanya solusi yang lebih inovatif untuk mengatasi masalah lingkungan di sekitar kita,” kata Presiden Direktur Ecoxyztem Bijaksana Junerosano.

Sebagai latar belakang, Ecoxyztem yang merupakan bagian dari Greeneration Group ini memutuskan ubah model bisnis menjadi venture builder pada 17 Mei 2021. Kata XYZ melambangkan pilar bisnis Ecoxyztem, X dari kata X-Seed yakni pengembangan sumber daya manusia, Y dari kata Ympact Lab untuk pengembangan climate-tech startup, dan Z dari kata Zinergy untuk mengembangkan akses ke pasar.

Pada tahun ini, Ecoxyztem telah menjadi bagian dari Climate-KIC Accelerator yang merupakan jaringan global inisiatif di isu perubahan iklim, yang awalnya diinisiasi oleh Uni Eropa. Hal ini merupakan adanya perhatian dan dukungan khusus dari dunia internasional untuk membuka lebih banyak lagi peluang bagi solusi iklim di Indonesia.

East Ventures dan Init-6 Suntik Pendanaan Pra-Awal Startup Penyewaan Alat Kantor “Bioma”

Inflasi yang semakin meningkat serta pengurangan subsidi bahan bakar telah membatasi daya beli sejumlah kalangan masyarakat. Hal ini telah menginspirasi beberapa pihak untuk menawarkan layanan atau produk yang mendukung efisiensi. Salah satunya adalah Bioma, sebuah startup Product-as-a-Service yang menawarkan akses kepada pelanggan bisnis untuk menyewa berbagai jenis aset fisik, seperti komputer, tv, meja kantor, dan lain sebagainya.

Hari ini (4/10) perusahaan mengumumkan perolehan pendanaan tahap pra-awal (pre-seed) dengan nominal yang tidak diungkapkan. Putaran pendanaan ini dipimpin oleh East Ventures dan Init-6.

Solusi yang ditawarkan oleh Bioma diharapkan bisa mengatasi berbagai masalah dan kesulitan yang dihadapi pelanggan terkait keterbatasan modal, jumlah pemakaian, dan tempat penyimpanan dalam mengelola aset.

Co-Founder & CEO Bioma Arlo Erdaka mengungkapkan, keyakinannya akan misi Bioma dalam memungkinkan dan mengubah bisnis di Indonesia menjadi ringan aset serta menghemat waktu, energi, dan modal untuk mengelola aset fisik. “Solusi kami memungkinkan bisnis untuk fokus pada aspek penting dalam mengalokasikan sumber daya, memberikan kenyamanan, serta harga yang terjangkau,” tambahnya.

Partner East Ventures Avina Sugiarto turut menambahkan bahwa saat ini telah terjadi pergeseran perilaku pembelian, akses lebih penting dibandingkan kepemilikan. Bioma hadir sebagai solusi untuk menjembatani kesenjangan antara pemilik aset dan pengguna sehingga membuka jalan untuk pemanfaatan barang yang lebih baik.

“Kami percaya adanya peluang besar di industri ini. Dengan kemauan serta pengalaman yang kuat dari tim Bioma baik di bidang teknologi, produk, dan operasi, kami bersemangat untuk tumbuh bersama Bioma dan mempercepat perpindahan ke pola konsumsi yang semakin sirkular,” ungkap Avina.

Perusahaan menegaskan bahwa akan mengalokasikan pendanaan yang diperoleh untuk memperluas layanan mereka, terutama untuk melayani berbagai jenis kebutuhan bisnis para pelanggan. Ke depannya, Bioma akan mengalokasikan dana tersebut untuk menambah sumber daya, terutama pada bidang operasional, produk, dan teknologi, guna memastikan pengalaman pengguna (user experience) yang lebih baik.

Layanan dan produk

Bioma didirikan pada tahun 2022 oleh Arlo Erdaka (CEO), Melvin Juwono (COO), Gideon Yuwono (CPO), Obed Tandadjaja (CTO), serta Marcel Christianis (CGO). Mereka adalah para pakar di industri investasi dan perusahaan teknologi dengan rekam jejak yang terbukti sebagai pendiri startup yang telah diakuisisi.

Ketika itu, mereka menyadari adanya permintaan terhadap cara konsumsi alternatif dalam menggunakan aset fisik. Solusi yang dihadirkan Bioma memberikan fleksibilitas, pilihan, dan kemudahan bagi para pemilik bisnis untuk menyewa dibandingkan untuk membeli barang yang akan dipakai. Di sisi lain, Bioma juga mengatasi kerumitan operasional bisnis dalam memenuhi dan memelihara barang yang mereka beli.

Selain menawarkan penghematan biaya yang ringan aset, solusi ini juga berperan sebagai alternatif ramah lingkungan terhadap pola konsumsi yang tidak berkelanjutan dan memberikan kemungkinan penggunaan kembali satu barang oleh banyak pelanggan. Bioma sendiri akan bertanggung jawab dalam pengelolaan siklus penggunaan barang dengan cara mendaur ulang atau mengubah fungsi suatu barang untuk meminimalkan jumlah sampah yang dihasilkan.

Beberapa contoh kasus dalam  masyarakat adalah, mereka secara terus-menerus membeli barang dengan biaya yang mahal hanya untuk digunakan dalam waktu singkat. Setelah barang dibeli, banyak pelanggan mengalami kesulitan dalam hal operasional yang terkadang rumit, seperti pemeliharaan dan perbaikan barang rusak, dan akhirnya menyebabkan penurunan produktivitas dalam banyak kasus.

Dalam aspek operasional, Bioma juga memberikan kesempatan kepada para brand untuk menjadi sirkular. Dengan menerapkan visi yang sama untuk memungkinkan bisnis ringan aset, lebih dari 90% inventaris yang ditawarkan oleh Bioma dimiliki oleh pihak ketiga seperti brand dan individu melalui model bagi hasil, di mana Bioma bertanggung jawab dalam mengelola operasional secara end-to-end. Hal ini memungkinkan para brand untuk mengembangkan bisnis mereka ke pasar sewa tanpa perlu membangun sistem rantai pasok sewa sendiri.

Layanan Bioma digunakan oleh para pemilik bisnis di berbagai sektor, mulai dari properti hingga agrikultur, dengan berbagai ukuran bisnis, mulai dari startup hingga korporasi besar. Bioma menawarkan rental marketplace dari berbagai barang fisik yang dapat diakses melalui situs mereka. Bioma terus menemukan semakin banyak kebutuhan bisnis baru yang menunjukkan kemungkinan dan potensi pertumbuhan yang tinggi.

Bioma menawarkan akses penyewaan terhadap aset fisik yang berkualitas mulai dari perangkat elektronik, perabotan, peralatan dapur, serta perlengkapan ibu & bayi. Hingga saat ini, perusahaan telah memiliki beberapa mitra ternama seperti Informa, Pashouses, Mamikos, Transfez, Sekolah.mu, serta lebih dari 20 ribu pengguna.

Venture Partner Init-6 Rexi Christopher menyatakan kepercayaannya pada Bioma dalam memberikan layanan dan solusi penyewaan, tidak hanya untuk pelanggan ritel tetapi juga untuk bisnis. “Tren global secara bertahap bergerak dari arus utama, beli dan buang, ekonomi linier ke ekonomi sirkuler, serta peluang pasar dalam ekonomi sirkular cukup besar dan akan terus berkembang. Terlebih lagi dengan adanya potensi besar dari pemilik usaha yang saat ini berambisi mengubah model bisnis mereka menjadi ringan aset,” ungkapnya

Google Buka Batch Pertama Program Akselerator Khusus Ekonomi Sirkular

Program akselerator Google for Startups Accelerator (GfS Accelerator), kini spesifik mengangkat tema ekonomi sirkular untuk batch pertamanya. Google mencari startup dan organisasi nirlaba di Asia Pasifik dan Amerika Utara yang berupaya menciptakan ekonomi sirkular dan membangun masa depan yang berkelanjutan tanpa pemborosan.

Melalui program tersebut, Google akan memilih organisasi yang menggunakan teknologi untuk mengatasi tantangan sirkular, termasuk dalam aktivitas penggunaan kembali (reuse), isi ulang (refill), daur ulang (recycling), pengomposan, fesyen, makanan, bahan yang aman dan sirkular, dan lingkungan binaan (build environment).

Dalam konferensi pers virtual, Head of Startup Ecosystem, SEA, SAF and Greater China Region Google Thye Yeow Bok menyampaikan bahwa Google mencari 10 hingga 15 startup dalam cohort perdana ini. Tidak ada investasi ekuitas yang diberikan untuk tiap peserta, malah nantinya dalam demo day yang berlangsung pada akhir program, akan difasilitasi bertemu dengan investor potensial.

“Kita tidak mengambil ekuitas dari startup peserta. Justru saat demo day, kita akan beri mereka fasilitas untuk terhubung dengan investor potensial,” kata Bok.

Lebih lanjut, Google for Startups Accelerator menawarkan program virtual selama 10 minggu, mencakup pendampingan dan dukungan teknis dari insinyur Google dan pakar eksternal melalui campuran sesi pembelajaran 1-to-1 dan 1-to-many. Peserta juga akan didampingi Success Manager untuk mendapatkan lebih banyak dukungan khusus untuk organisasi mereka.

Pembukaan peserta berlangsung mulai hari ini (4/10) sampai 14 November mendatang. Sementara, program akan dimulai pada Februari 2023. Informasi lebih lanjut mengenai pendaftaran dapat diakses langsung melalui situs resmi.

Latar belakang Google

Dijelaskan lebih jauh, keputusan Google untuk membuka batch khusus ekonomi sirkular ini karena tiap tahunnya terdeteksi manusia mengonsumsi lebih banyak daripada yang dapat diisi ulang secara alami oleh bumi. Pada tahun ini diprediksi permintaan global akan sumber daya diproyeksikan menjadi 1,75 kali lipat dari yang dapat diregenerasi oleh ekosistem bumi dalam setahun.

Sebagian besar dari sumber daya yang diekstrak dan gunakan akhirnya menjadi limbah dan menambah lebih dari dua miliar ton limbah padat yang dihasilkan setiap tahun.

Model ekonomi linier terbukti membawa banyak kemajuan bagi umat manusia dalam waktu singkat. Namun, model ini juga telah menciptakan kerusakan lingkungan, ketidakadilan, dan kesenjangan khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan kekurangan sumber daya yang berada di dekat kawasan industri di mana kadar polusi lebih tinggi.

Oleh karenanya, seluruh pihak perlu membangun kembali hubungan dengan sumber daya fisik dengan membuat, memroses, menggunakan, dan mendaur ulang untuk menciptakan ekonomi sirkular yang lebih aman, berkelanjutan, dan lebih adil bagi semua pihak.

Menurut Google, kawasan Asia-Pasifik adalah titik awal yang baik untuk berinovasi dan menciptakan solusi ekonomi sirkular. Kawasan ini adalah wilayah yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Sebanyak 90% dari semua plastik yang terbawa sungai di lautan hanya berasal dari sepuluh sungai, delapan di antaranya berada di APAC. Pada 2040, kawasan Asia diperkirakan akan mendorong 40% dari nilai konsumsi dunia.

Dengan latar belakang ini, banyak ekosistem startup dan inovasi di Asia-Pasifik yang berkembang mewakili peluang dan keinginan untuk menciptakan produk original dan bermanfaat di ruang ekonomi sirkular. Peningkatan minat dalam impact investing di beberapa tahun terakhir, menandakan bahwa para investor menyadari perlunya mendukung solusi keberlanjutan.

Di Google sendiri, dalam implementasi ekonomi sirkular ini telah memberlakukan sejumlah inisiatif yang tertuang dalam produk-produknya. Misalnya, memetakan lokasi drop-off daur ulang di Maps dan Search; membangun model ML untuk mengidentifikasi sampah di jalanan; sumber terbuka dan model ML untuk membantu pusat daur ulang meningkatkan analisis/pengelolaan limbah.

“Masih banyak ruang yang perlu dilakukan. Kami ingin mendukung startup dan non-profit yang yang merupakan inovator di ruang ini,” tutup Managing Director Tech Sustainability Google Estee Cheng.

White Star dan Alpha JWC Pimpin Pendanaan 459 Miliar Rupiah untuk Una Brands

Startup agregator brand e-commerce asal Singapura, Una Brands, telah merampungkan pendanaan seri B senilai $30 juta atau setara 459 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh White Star Capital dan Alpha JWC Ventures. Perolehan ini membuat total investasi yang terkumpul sejak tahun 2021 mendekati $100 juta.

Dana segar ini akan digunakan perusahaan untuk melakukan akuisisi lebih banyak lagi brand berkualitas di beberapa kategori, mulai dari Rumah & Tempat Tinggal, Ibu & Bayi, dan Kecantikan & Perawatan Pribadi.

Selain itu, Una Brands juga akan terus berinvestasi dalam pengembangan infrastruktur teknologi milik sendiri yang memungkinkan perusahaan untuk membangun infrastruktur yang lebih efisien, layanan penjualan multi-kanal, dan platform manajemen bisnis.

Menurut CEO Una Brands Kiren Tanna, pendanaan ini membuktikan kepercayaan dan dukungan berkelanjutan yang dimiliki investor atas bisnis Una Brands, tim manajemen, dan organisasi secara keseluruhan.

“Pendanaan semakin memperkuat balance sheet dan posisi kas kami, saat kami ingin terus mengakuisisi brand terbaik dan berinvestasi kepada keunggulan teknologi agar bisa bergerak maju.”

Sebelumnya Una Brands telah mengantongi pendanaan seri A senilai $15 juta yang dipimpin salah satunya oleh Alpha JWC Ventures. Sejak mulai beroperasi pada awal tahun 2021 lalu, Una Brands mengklaim telah mengakuisisi dan mengoperasikan lebih dari 20 brand e-commerce di enam negara.

Una Brands juga memiliki dan membangun platform teknologi, operasional, dan pertumbuhannya untuk memperoleh, mengoperasikan dan menskalakan berbagai brand di kanal e-commerce seperti Amazon, Shopify, Shopee, Lazada, dan Tokopedia.

“Una Brands telah mengembangkan pedoman untuk mengakuisisi, meningkatkan, dan mengintegrasikan bisnis di seluruh saluran di beberapa pasar. Buku pedoman ini terbukti berhasil dan mempercepat kinerja Una Brands. Kita bersemangat untuk melanjutkan kemitraan kami dengan Kiren dan tim Una Brands melalui pendanaan dan dukungan nilai tambah kami,” kata Co-Founder & General Partner Alpha JWC Ventures Jefrey Joe.

Pertumbuhan bisnis Una Brands

Dalam waktu 18 bulan, perusahaan telah melakukan akuisisi sebanyak 20 brand. Tahun lalu Una Brands telah mengakuisisi ErgoTune dan EverDesk+, yang secara konsisten terpilih sebagai dua brand furnitur ergonomis unggulan untuk pasar Asia Tenggara.

Sejak akuisisi tersebut, Una Brands telah berhasil memperluas brand lokal tersebut ke Australia dan meningkatkan pendapatan mereka menjadi lebih dari 40% dalam waktu kurang dari setahun. Tercatat secara keseluruhan, Una Brands saat ini memiliki pendapatan tahunan lebih dari $50 juta dan diperkirakan akan mencapai profitabilitas grup pada akhir tahun 2022.

“Kami saat ini sedang berada di pertumbuhan yang luar biasa dan menempatkan posisi nomor satu di Asia Pasifik. Lanskap e-commerce, khususnya di Asia Tenggara, dengan akses ke lebih dari 600 juta populasi, memiliki penarik sekuler yang luar biasa,” kata Kiren.

Didirikan pada tahun 2021, Una Brands adalah agregator e-commerce multi-saluran terkemuka di Asia Pasifik yang misinya adalah membentuk masa depan e-commerce dengan mengakuisisi brand dengan memperkenalkan mereka secara global. Una Brands bukanlah pemain pertama yang merambah segmen “rollup e-commerce” di Indonesia, sudah ada Hypefast dan OpenLabs.

Sebagai perbandingan, di pasar global, konsep yang dianut ketiganya mengacu pada template yang dibuat Thrasio, pemain sejenisnya dari Amerika Serikat. Tak hanya Indonesia, template ini juga ramai-ramai diadopsi di masing-masing pemain di negara lainnya.

Resep Amartha dan Kopi Kenangan Jaga Pertumbuhan Bisnis Selama Pandemi

Dalam sesi diskusi di acara #BUMNStartupDay2022, turut dihadirkan Co-Founder & CMO Kopi Kenangan Cynthia Chaerunnisa dan Founder & CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra. Keduanya sepakat bahwa pandemi telah mengakselerasi pertumbuhan bisnis mereka, di sisi lain juga turut menjaga dan meningkatkan produktivitas pegawai.

Untuk bisa terus tumbuh pasca-pandemi, masing-masing pimpinan tersebut juga mengungkapkan strategi dan keunggulan produk yang dimiliki, dan rencana ke depannya agar bisa menghadirkan produk yang relevan dan bermanfaat untuk target pengguna mereka.

Menerapkan konsep hybrid untuk pegawai

Topik yang dibahas dalam sesi tersebut adalah bagaimana perusahaan bisa mengelola produktivitas kerja pegawai  untuk bisa mendapatkan pertumbuhan bisnis yang positif. Salah satu cara yang kemudian diterapkan oleh Amartha  memberlakukan bekerja WFH kepada pegawai saat pandemi. Menurut Taufan, jika diterapkan dengan benar, konsep bekerja di rumah atau bekerja di kantor, bisa menumbuhkan produktivitas pegawai, jika sejak awal sudah ditentukan goals atau target yang ingin dicapai.

Perusahaan juga tidak membatasi kebebasan pegawai bekerja saat pandemi dan saat ini ketika kondisi sudah mulai pulih. Perusahaan sepakat bahwa konsep hybrid masih menjadi relevan dan ternyata terbukti mampu menumbuhkan produktivitas pegawai. Saat ini Amartha telah memiliki sekitar 5 ribu pegawai.

“Saat pandemi kami memberlakukan WFH semua, namun karena sejak awal goals sudah ditetapkan apa yang ingin dicapai dipastikan semua sejalan dengan misi perusahaan. Fokus kami adalah lebih mendorong kepada akuntabilitas dan kolaborasi dengan tim yang lainnya,” kata Taufan.

Hal senada juga diterapkan oleh manajemen dari Kopi Kenangan. Meskipun pegawai mereka terdiri dari para pegawai di outlet dan di kantor, namun untuk menjaga produktivitas bekerja semua, fleksibilitas dan pengawasan yang sesuai dengan SOP perusahaan terus diterapkan oleh perusahaan. Saat ini Kopi Kenangan telah memiliki sekitar 400an pegawai.

Fokus pada inovasi

Sejak awal berdiri tahun 2010 lalu, Amartha masih konsisten dengan misi awal mereka yaitu memberikan akses pembiayaan kepada kalangan yang masih belum mendapatkan akses tersebut. Kini di tahun 2022, perusahaan ingin mendigitalkan lebih banyak kawasan pedesaan, sekaligus membantu lebih banyak pelaku UMKM di pedesaan mendapatkan akses pembiayaan.

“Misi Amartha saat ini adalah bagaimana kita dapat membantu orang-orang yang masih underserved untuk bisa mendapatkan pembiayaan dan meningkatkan kesejahteraan. Di mulai dari tahun 2010 di Bogor, saat ini sudah 12 tahun Amartha berjalan,” kata Taufan.

Jika awalnya mereka belum fokus untuk mengembangkan teknologi, namun sejak tahun 2015 lalu perusahaan mulai fokus menjadi layanan microfinancing yang menghubungkan investor mulai dari kalangan institusi, perbankan, hingga individu sebagai mitra untuk bisa memberikan akses pembiayaan kepada UMKM.

Saat ini perusahaan mengklaim terus mengalami pertumbuhan di kawasan pedesaan, dan telah menjangkau sekitar 35 ribu desa. Ke depannya perusahaan memiliki target untuk bisa terus memberikan investasi ke lebih banyak lagi kawasan pedesaan di seluruh Indonesia, agar akses keuangan dan permodalan menjadi lebih merata.

“Harapannya nanti mereka yang tinggal di pedesaan juga bisa berpartisipasi di ekonomi digital. Sesuai dengan misi kami adalah selain memberikan akses finansial juga mendigitalkan pedesaan dan ekonomi informal,” kata Taufan.

Serupa dengan Amartha, Kopi Kenangan juga memiliki rencana untuk meningkatkan layanan mereka dengan menghadirkan varian produk yang lebih beragam. Bukan cuma fokus kepada minuman saja, namun perusahaan juga ingin menambah varian produk makanan dan produk lainnya. Selain produk minuman saat ini Kopi Kenangan telah memiliki produk makanan seperti Cerita Roti, Chigo dan Kenangan Manis.

“Waktu awal membuka Kopi Kenangan ibaratnya kita hanya sebagai ritel kopi biasa. Kemudian kita juga memiliki misi bagaimana untuk bisa menjadi tech enable company,” kata Cynthia.

Di tahun 2019 perusahaan telah meluncurkan aplikasi Kopi Kenangan. Melalui aplikasi tersebut pengguna bisa mendapatkan penawaran khusus yang hanya bisa dinikmati jika melakukan pemesanan melalui aplikasi. Meskipun masih memanfaatkan marketplace untuk layanan pemesanan dan delivery, namun saat ini perusahaan memiliki rencana untuk mendorong penggunaan aplikasi kepada target pengguna.

“Selain menawarkan promosi memanfaatkan aplikasi kita juga bisa melihat kebiasaan pengguna. Apakah mereka melakukan pembelian di pagi hari atau sore hari. Dari situ kita bisa melakukan targeting,  apa yang bisa di berikan kepada pengguna,” kata Cynthia.

Setelah menyandang status unicorn tahun 2021 lalu, perusahaan masih memiliki rencana untuk menambah beberapa lokasi baru di Indonesia dan juga melakukan ekspansi di luar negeri. Malaysia kemudian menjadi negara yang rencananya akan disasar oleh Kopi Kenangan.

Tahun ini, Kopi Kenangan juga masuk ke sektor FMCG dengan produk pertamanya Kopi Kenangan Hanya Untukmu. Adapun, Kopi Kenangan telah menjual sebanyak 40 juta cangkir di sepanjang 2021. Kini, perusahaan memiliki 672 outlet yang tersebar di 45 kota di Indonesia.

Startup “E-commerce Membership” Cosmart Terima Pendanaan Awal 76 Miliar Rupiah

Startup e-commerce membership Cosmart mengumumkan pendanaan awal sebesar $5 juta (atau sekitar 76,3 miliar Rupiah) dari Lightspeed, East Ventures, Vertex Ventures Asia Tenggara & Asia, serta diikuti angel investor, Henry Hendrawan dan Albert Lucius.

Cosmart berambisi ingin menghadirkan pengalaman belanja rutin secara mudah dan murah, sehingga mereka dapat menghemat dari berbagai aspek untuk fokus pada hal yang lebih penting.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk memperkuat teknologi dan infrastruktur, membangun tim dan kemitraan yang kuat dengan prinsipal sekaligus para pemain kunci dalam ekosistem rantai pasokan.

Cosmart memosisikan diri sebagai one-stop-solution untuk konsumen yang ingin membeli kebutuhan bulanan. Dengan membayar biaya keanggotaan, konsumen bisa mendapatkan akses ke produk berkualitas tinggi dengan harga lebih murah, diklaim tidak bisa ditemukan produk di platform e-commerce lain, dan berkesempatan mencoba produk sampel dari merek baru.

Biaya berlangganan saat ini ditawarkan mulai dari Rp29.900 untuk tiga bulan selama masa promosi berlangsung. Khusus anggota, mereka akan mendapat penawaran harga spesial lebih hemat hingga 10%, gratis ongkir untuk belanja minimum Rp250 ribu, dan mendapat produk gratis.

Cosmart mengembangkan teknologi yang memudahkan pengguna untuk menemukan, menjelajahi, dan memilih merek dan produk baru. Kelebihan tersebut membuat mereka optibis bisa menghadirkan pengalaman belanja yang cerdas dan menguntungkan bagi pengguna.

Startup ini baru berdiri pada kuartal II tahun ini, dirintis oleh Alvin Kumarga dan Robert Tan yang memiliki pengalaman luas dalam mendirikan dan mengembangkan perusahaan. Alvin yang sebelumnya berkarier sebagai SVP of Financial Services di Traveloka, Airy Rooms, dan Boston Consulting Group.

Diklaim Cosmart telah menjual lebih dari 100 ribu produk pada 10 kategori produk, bermitra dengan lebih dari 80 produsen. Pertumbuhan bisnis Cosmart disebutkan tumbuh enam kali lipat dalam tiga bulan terakhir, dan volume belanja bulanan tercatat naik empat kali lebih tinggi dibandingkan aktivitas belanja di platform lain.

Masing-masing investor menyampaikan pernyataannya dalam keterlibatannya melalui keterangan resmi yang disampaikan hari ini (3/10). Salah satunya, Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca. Dia bilang, “[..] Indonesia memiliki potensi besar untuk industri perdagangan. Kami percaya Alvin dan timnya akan menangkap peluang ini dan membawa lebih banyak pertumbuhan dan dampak positif bagi masyarakat Indonesia.”

Partner Vertex Ventures SEA & India Gary Khoeng menambahkan, “[..] Seiring lanskap ritel Indonesia yang terus berkembang pesat, kami sangat percaya pada pendekatan baru Cosmart untuk melayani segmen pelanggan lebih besar yang menghargai value dan belanja dengan cermat, di antara banyak manfaat lainnya sebagai anggota, terutama saat inflasi dan biaya kebutuhan meningkat saat ini [..].”

Co-founder dan CEO Cosmart Alvin Kumarga menyampaikan, pihaknya senang dapat bermitra dengan para investor untuk memulai misinya dalam membantu pengguna di Indonesia membuat keputusan pembelian yang lebih baik.

“Di Cosmart, fokus kami adalah menghadirkan produk konsumen berkualitas tinggi dengan harga kompetitif sehingga pengguna kami selalu merasa mendapatkan value terbaik dan merasa senang baik itu dalam menemukan merek baru yang sudah ada maupun yang akan datang, mendapatkan sampel gratis, atau manfaat keanggotaan lainnya,” kata Alvin.

Application Information Will Show Up Here

Tada Perluas Layanan, Luncurkan Platform Kirim Hadiah “Tada Gifting”

Startup pengembang platform loyalty & reward Tada merilis layanan baru Tada Gifting untuk memudahkan perusahaan skala menengah hingga besar mengirimkan hadiah ke pelanggan, klien, mitra, dan karyawannya. Tada Gifting berbentuk perangkat lunak yang memungkinkan pengguna mengirim hadiah dengan beberapa klik melalui satu dasbor.

“Tada Gifting merupakan produk terbaru kami yang diluncurkan sebagai jawaban atas kerumitan yang dihadapi berbagai perusahaan dalam hal memberikan hadiah yang tepat sasaran dengan mudah, guna membangun relationship dan meningkatkan loyalty,” ujar Co-founder Tada Rebecca Agiestha dalam konferensi pers, kemarin (29/9).

Platform Tada Gifting ini menyasar perusahaan skala menengah ke atas sebagai pengguna, saat ingin memberikan hadiah kepada stakeholder penting dalam bisnisnya, mulai dari prospek, klien, pelanggan setia, mitra, dan karyawan. Sebagai nilai lebih, perusahaan hanya perlu membayar hadiah yang di-redeem saja sehingga pemberian hadiah dapat lebih terencana dan terukur.

Senior Business Director Tada Juan Ariestya menambahkan, consumer journey dari Tada Gifting ini simpel, perusahaan hanya perlu sign up, mengatur budget, memilih item hadiah, kirim tautan ke kontak yang sudah dimiliki melalui email, SMS, atau WhatsApp, dan track jumlah orang yang redeem hadiah tersebut. Beberapa merchant yang telah bekerja sama dengan Tada Gifting ini, di antaranya Alfamart, Blibli, Shopify, MAP Club, Garuda Miles, Lazada, Sirclo, Jubelio, dan lainnya.

Pengiriman hadiah juga bisa disertai dengan catatan atau pesan personal untuk si penerima, sehingga memungkinkan terjalinnya hubungan yang lebih dekat ke depannya. “Saat ini, di mana semua orang memiliki kesibukan yang sangat tinggi dan segala sesuatu diautomasi secara massal, hubungan personal yang dibangun melalui apresiasi seperti gifting akan memberikan kesan mendalam bagi penerimanya,” kata Juan.

Tak hanya sekadar gifting, sambungnya, Tada Gifting dapat menjadi alternatif bagi perusahaan pemilik brand untuk mengirim sampel dari produk yang baru dirilis melalui database konsumernya untuk melihat respons pasar. Jadi pilihan hadiah bisa terkostumisasi, tanpa harus mengandalkan sepenuhnya dari merchant yang bekerja sama dengan Tada.

Perusahaan juga mendapat fleksibilitas untuk mengirimkan hadiah dalam satu voucher, pilih salah satu dari beberapa pilihan voucher, atau bisa menerima lebih dari satu jenis voucher. Fleksibilitas tersebut sebelumnya belum disediakan oleh pemain loyalty & reward yang ada di Indonesia. Hal ini membawa optimisme Tada bisa mengembangkan lebih jauh terkait solusi ini.

Oleh karena itu, solusi Tada Gifting ini akan diperluas ke bisnis Tada lainnya di luar Indonesia, melalui Giftee, investor Tada yang memiliki cakupan bisnis di Asia. Menurut Juan, Malaysia sudah turut mengimplementasikan engine dari Tada untuk bantu pemerintah setempat dalam memberikan apresiasi kepada pekerja dan bantuan sosial.

Adapun saat ini, Tada punya kantor perwakilan di Negeri Jiran tersebut yang melayani konsumen bisnis yang berada di Singapura dan Filipina. Sementara di Australia, terdapat mitra bisnis yang memanfaatkan engine Tada untuk memakai solusi reward & loyalty demi melayani kebutuhan korporasi di sana.

“Karena bisnis kami ini bebas teritori, artinya secara umum diumumkan semua pihak di mana pun mereka berada. Jadi, mitra bisnis bisa pakai engine kami untuk melayani target konsumen mereka.”

Berdasarkan temuan Tada, saat pandemi ini tren e-gift banyak diberikan dalam bentuk voucher belanja di convenience store atau e-commerce dan saldo e-wallet. Dengan demikian, memudahkan penerima hadiah untuk langsung membelanjakannya di mana pun. Kondisi ini berbeda dengan sebelumnya, yang mana banyak penerima hadiah cenderung lebih menyukai barang fisik, terutama peralatan rumah tangga, seperti penanak nasi, kompor listrik, dan sebagainya.

Application Information Will Show Up Here