10 Startup Peroleh Dana Pra-Seri A dari Accelerating Asia Cohort 8, Salah Satunya Lister

Lister, startup edtech asal Indonesia, termasuk dalam 10 peserta program akselerator Cohort 8 yang memperoleh investasi pra-seri A dari pemodal ventura tahap awal Accelerating Asia.

Lister adalah satu-satunya startup lokal asal Yogyakarta yang lolos ke dalam cohort tersebut. Beroperasi sejak 2019, Lister merupakan platform pembelajaran online untuk bahasa dan persiapan ujian yang menargetkan pengguna individu dan korporasi.

Selain itu, Lister menjadi startup ke-8 yang didanai Accelerating Asia sepanjang kiprahnya di Asia Tenggara. Sejumlah nama startup asal Indonesia lainnya yang telah bergabung dalam portofolio Accelerating Asia antara lain Datanest, HealthPro, IZY.ai, KaryaKarsa, Tokban, TransTRACK.ID, dan MyBrand.

Tidak dipaparkan nilai investasi yang diterima setiap startup. Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Accelerating Asia menyuntikkan dana tahap pra-seri A hingga SGD200 ribu per startup. Yang pasti, sumber dananya berasal dari dana kelolaan Fund II bernilai $20 juta yang diluncurkan akhir 2021. Dana tersebut digunakan untuk investasi pra-seri A di Asia Tenggara dan Asia Selatan.

Cohort 8

Dalam keterangan resmi, Co-Founder dan General Partner Accelerating Asia Craig Dixon menyampaikan bahwa startup peserta dari Cohort 8 mewakili tujuh negara di seluruh Asia Tenggara (Singapura, Indonesia, dan Filipina), Asia Selatan (India, Bangladesh, dan Pakistan), serta kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara (Uni Emirat Arab). Mereka berasal dari berbagai industri, termasuk pendidikan, e-commerce, logistik, insurtech, agritech, dan masih banyak lagi.

Dari keragaman tersebut, ke-10 startup ini memiliki kesamaan penting: punya daya tarik pasar yang signifikan. Diklaim hingga saat ini, secara kolektif telah mengumpulkan pendanaan sebesar $5,8 juta. Walau semuanya berhasil menggalang dana, terjadi penurunan nominal secara keseluruhan karena kekuatan pertumbuhan pendapatan. Disebutkan GMV kolektif mencapai lebih dari $57 ribu per bulan dan pendapatan bulanan rata-rata lebih dari $27 ribu.

Cohort baru yang masuk ke dalam portofolio memiliki pendapatan awal yang kuat dan daya tarik penggalangan dana di pasar lokal masing-masing. Accelerating Asia berharap dapat membantu mereka memanfaatkan kesuksesan awal ini untuk menskalakan wilayah geografis yang lebih besar dan menggalang dana dari rangkaian investor yang lebih besar di seluruh dunia,” kata Dixon.

Dalam menjalankan misi Accelerating Asia memanfaatkan kewirausahaan untuk mengatalisasi perubahan, startup didorong untuk membuat dampak sosial di komunitas mereka. Pasalnya, pihaknya mempertimbangkan investasi pada startup dengan dampak yang tertanam (impact embedded) dalam model bisnis inti mereka dengan SDG sebagai kerangka kerjanya.

Disebutkan, perusahaan portofolio telah menciptakan lebih dari 1.000 pekerjaan dan investasi lensa gender mencapai 50% dari semua startup dalam portofolio. Secara akumulasi dari seluruh cohort, Accelerating Asia telah membina 70 startup di lebih dari 20 vertikal, yang dipimpin oleh lebih dari 100 pendiri. Startup ini memiliki pendapatan bulanan rata-rata lebih dari $285 ribu dan pertumbuhan pendapatan tahunan sebesar 520%.

Di luar investasi yang dikucurkan Accelerating Asia, portofolionya telah menarik investor top tidak hanya dari Asia Pasifik, tetapi di seluruh dunia. Secara total, mereka telah mengumpulkan modal ventura lebih dari $63,8 juta sehingga total valuasi portofolio menjadi $600 juta. Angka ini juga tidak dipengaruhi oleh segelintir outlier: 100% portofolio telah meningkatkan modal luar.

Jajaran nama-nama investornya mulai dari Sequoia Capital, Cocoon Capital, MDI Ventures, Wavemaker Partners, dan Indonesia Women Empowerment Fund sebagai pendukung mereka, selain angel investor dan jaringan top. Beberapa investor ini juga memilih bekerja sama dengan Accelerating Asia secara langsung sebagai limited partner.

Menurut Co-Founder dan General Partner Accelerating Asia Amra Naidoo, para investor ini memilih untuk bermitra dengan organisasi karena tiga alasan utama.

“Dengan ukuran dan skala portofolio Accelerating Asia, investor dapat memperoleh diversifikasi langsung di seluruh industri dan pasar. Mereka juga mendapatkan akses ke startup dengan kualitas terbaik, karena tingkat selektivitas untuk setiap kelompok kurang dari 2%. Terakhir, mereka dapat memanfaatkan portofolio sebagai sumber aliran transaksi untuk startup yang relevan dengan tesis untuk dana mereka sendiri,” kata Naidoo.

Adapun penyelenggaraan Demo Day untuk Cohort 8 ini akan diadakan pada 3 Agustus mendatang.

Inovasi Layanan Tenaga Kesehatan “On-Demand” dari HealthPro

Berawal dari profesi dan latar belakang Vika Rachma Sari serta Rendy Alfuadi (co-founder) di dunia kesehatan, lahirlah inovasi digital yang bertujuan untuk memberdayakan tenaga kerja kesehatan atau perawat. Layanan tersebut bernama HealthPro.

Setelah terpilih sebagai startup program Accelerating Asia Cohort 7, HealthPro memiliki sejumlah rencana untuk mengembangkan bisnis mereka. Kepada DailySocial.id, Rendy menyampaikan strategi yang akan digencarkan ke depan.

Digitalisasi pemesanan tenaga kesehatan

Besarnya permintaan dari kalangan individu dan klinik/rumah sakit akan perawat atau tenaga kesehatan, ternyata tidak dibarengi dengan kesempatan atau peluang bagi para tenaga medis itu sendiri untuk mendapatkan pekerjaan.

Menurut Rendy, berdasarkan pengalaman yang ada, banyak para tenaga kesehatan yang mencari pekerjaan ataupun mencari tambahan penghasilan. Di pihak lain, fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, klinik, lab, dan lainnya masih kesulitan untuk mendapatkan dan mencari tenaga kesehatan yang sesuai kriteria mereka dengan cepat. Proses pencariannya pun masih dilakukan secara manual.

“Selain itu, kebutuhan pasien untuk perawatan di rumah juga semakin meningkat. Adanya fenomena serta masalah tersebut maka saya dan rekan saya meluncurkan HealthPro, online platform untuk mendapatkan tenaga kesehatan on demand yang berkualitas.”

Secara khusus HealthPro berfokus untuk membantu semua fasilitas layanan kesehatan. Sejauh ini perusahaan mencatat permintaan dari kalangan individu hingga layanan kesehatan masih cukup berimbang jumlahnya.

“Namun untuk kalangan individu, HealthPro juga membantu layanan kesehatan untuk melakukan pemesanan tersebut. Misalnya untuk homecare, individu dapat memesan langsung ke RS atau klinik, kemudian HealthPro akan membantu layanan kesehatan tersebut dengan menyediakan tenaga kesehatan yang dibutuhkan,”

Dengan menyasar segmen B2B dan B2B2C, strategi monetisasi yang dilancarkan oleh HealthPro adalah dengan mengambil margin dari setiap transaksi pemanfaatan tenaga kesehatan on-demand.

Selain kawasan Jabodetabek, sejak meluncur Juni tahun ini, HealthPro juga telah melayani daerah lain seperti Bandung, Semarang, Surabaya, hingga Medan. Saat ini layanan dapat dipesan melalui website. Namun perusahaan sedang mengembangkan aplikasi yang rencananya akan diluncurkan dalam waktu dekat.

Tenaga kesehatan on-demand

HealthPro mengusung tenaga kesehatan on-demand, sehingga memungkinkan para pekerja dapat memilih jenis pekerjaan atau mendapatkan penghasilan tambahan kapan pun dan di mana pun. Durasi yang fleksibel dalam pemilihan pekerjaan tergantung dari keinginan para tenaga kesehatannya itu sendiri. Adanya hal ini membuat para tenaga kesehatan bisa bekerja dengan menerapkan work life balance sehingga meminimalisir adanya burnout.

Terkait cara kerjanya, ketika fasilitas layanan kesehatan butuh tenaga kesehatan, maka bisa submit ke sistem HealthPro. Setelah itu platform akan memberikan rekomendasi tenaga kesehatan yang eligible. Di sistem tersebut, pengguna juga bisa memonitor performa dari tenaga kesehatan saat bekerja.

“Mitra yang tergabung di HealthPro saat ini sudah ada lebih dari 6 ribu tenaga kesehatan, sehingga fasilitas kesehatan bisa leluasa untuk memilih tenaga kesehatan yang sesuai.”

Disinggung apa yang membedakan HealthPro dengan layanan serupa yang saat ini juga sudah banyak tersedia, Rendy menegaskan HealthPro menjadi yang pertama dan major player di Indonesia. Selain HealthPro platform yang menawarkan layanan serupa di antaranya Lovecare, Perawatku, dan MHomecare.

HealthPro bukan hanya berfokus pada homecare saja, melainkan juga bisa menyediakan tenaga yang dengan bekerja short time period. Misalnya ada gap shift di fasilitas kesehatan saat jumlah pasien tiba-tiba meningkat ataupun jika ada tenaga kesehatan yang sakit/cuti, tanpa harus melakukan double shift ke tenaga kesehatan lainnya yang menyebabkan banyaknya burnout pada tenaga kesehatan di Indonesia.

“Selain itu, dengan sistem yang dimiliki HealthPro, fasilitas layanan kesehatan mana pun dapat menyediakan jasa perawatan homecare tanpa perlu mengalami heavy operational, karena HealthPro membantu layanan homecare secara end-to-end.”

Penggalangan dana tahap lanjutan

Setelah terpilih sebagai peserta Accelerating Asia dan mendapatkan pendanaan tahapan pra-awal, masih ada beberapa rencana yang ingin dilancarkan oleh perusahaan. Di antaranya adalah mengembangkan lagi bisnis yang saat ini sudah berjalan.

Sebelumnya HealthPro juga tergabung dalam program Antler Indonesia dan sempat mengikuti kegiatan Demo Day pada bulan September lalu.

“Berkat dukungan Accelerating Asia, HealthPro memiliki banyak opportunity mendapatkan network, mentor hingga investor. Tentunya HealthPro akan membuka penggalangan dana tahap selanjutnya. Jika tertarik dan ingin tahu lebih lanjut, boleh menghubungi kami segera.”

Accelerating Asia Kembali Umumkan Startup Binaan, HealthPro Peserta Terpilih dari Indonesia

Accelerating Asia, pemodal ventura sekaligus program akselerator startup tahap awal kembali mengumumkan 10 startup terpilih untuk Cohort 7. Para peserta berasal dari berbagai negara, mulai dari Asia Selatan (Bangladesh, Pakistan), Asia Tenggara (Filipina, Myanmar, Singapura, Malaysia, Indonesia dan Thailand), hingga Asia Timur (Korea).

Program ini bersifat sektor agnostik, dapat diikuti oleh startup dari berbagai lanskap industri. Para startup terpilih di Cohort 7 ini adalah Cocotel, Hishabee, K-Link, Kooky.io, Safe Truck, Shoplinks, Easy Rice Digital Technology, BizB, Ulisse, dan terakhir HealthPro dari Indonesia.

Dalam rilis resminya General Partner Accelerating Asia Amra Naidoo mengungkapkan, investasi baru tersebut membawa portofolio Accelerating Asia menjadi 60 startup dan telah mengumpulkan total investasi lebih dari $50 juta. Untuk peserta di Cohort 7 sendiri telah mengumpulkan $5,2 juta, sebelum bergabung dengan program akselerator.

Investasi baru di Cohort 7 juga diklaim memiliki daya tarik pasar dan pertumbuhan pendapatan dengan nilai rata-rata GMV lebih dari $46.000 per bulan dan rata-rata pendapatan bulanan lebih dari $13.000.

“Apa yang kami lihat di Cohort 7 adalah semacam inflasi kesuksesan. Sepuluh startup yang kami investasikan memiliki pencapaian yang lebih signifikan dalam pendapatan, akuisisi pengguna, dan metrik lainnya yang biasanya diasosiasikan dengan startup tahap awal.”

Para startup yang lolos dalam Cohort teranyar ini sebelumnya telah melalui proses kurasi ketat. Tercatat ada sekitar 600 startup yang mendaftarkan dalam program.  Jumlah tersebut meningkat hingga 232% sejak batch pertama hingga saat ini.

Sejak tahun 2019, Accelerating Asia telah berinvestasi pada 100 lebih pendiri dari 60 startup, menjadikan mereka sebagai salah satu investor paling aktif di startup tahapan pra-seri A di Asia Tenggara dan Selatan.

Fokus kepada profitabilitas

Menurut Co-founder dan General Partner Craig Bristol Dixon, Accelerating Asia selalu berinvestasi kepada bisnis yang dapat menghasilkan uang secara langsung dan difokuskan kepada rencana keuangan yang cerdas dan pendiri yang dapat memonetisasi celah di pasar dalam jangka pendek.

“Dalam hal investasi kami mengikuti strategi sederhana, yang pertama kami kembali kepada organisasi yang dapat menghasilkan uang dalam iklim ekonomi apa pun, kedua pendiri yang dapat bernavigasi dalam kondisi pasar apapun,” kata Dixon.

Accelerating Asia meluncurkan Fund II pada tahun 2021, Cohort 7 adalah investasi gelombang ketiga untuk Fund II yang akan memberikan modal di seluruh startup pra-seri A di kawasan Asia Tenggara dan Selatan.

“Ketika kami mulai beroperasi beberapa tahun lalu, ide Accelerating Asia masih kepada visi ke depan untuk Asia Pasifik. Sekarang saya senang melihat bahwa itu berjalan dengan baik, lebih banyak startup melakukan scale-up secara cepat. Sebagian besar berkat sistem dukungan yang dapat mereka gunakan,
yang mencakup semuanya, mulai dari acara dan konferensi hingga sindikasi angel investor,” kata Naidoo.

Sejak meluncurkan program mereka sudah banyak startup asal Indonesia yang mengalami pertumbuhan positif. Mulai dari TransTRACK.ID dan Tokban yang merupakan peserta dalam Cohort 6; hingga Karyakarsa yang telah mengumpulkan pendanaan putaran awal senilai $498.000 dari Accelerating Asia, Sketchnote Partners, serta angel investor ternama.

Tokban Hadir sebagai Marketplace B2B Pemenuhan Bahan Bangunan

Salah satu sektor yang hingga saat ini masih memiliki potensi besar adalah konstruksi dan bangunan. Mulai dari penyediaan bahan bangunan untuk memenuhi kebutuhan toko bangunan, kontraktor, hingga pengembang.

Melihat peluang tersebut, Tokban (Toko Bangunan) hadir memberikan layanan dan solusi terpadu kepada mereka yang membutuhkan. Dengan opsi produk lokal hingga pemilihan pembayaran yang beragam, platform tersebut diharapkan bisa menjadi pilihan dalam pemenuhan bahan konstruksi, MRO (maintenance, repair, and operation), dan kebutuhan renovasi rumah lainnya.

“Berangkat dari pengalaman, saya melihat dari dulu hingga saat ini konstruksi masih menjadi bisnis yang menguntungkan. Namun sampai saat ini masih sangat terfragmentasi dari sisi penyediaan karena kebanyakan mereka hanya bisa memberikan pilihan brand secara terbatas, sehingga menyulitkan mereka untuk menjalin kerja sama dengan brand lainnya,” kata Co-founder & CEO Tokban Jordy Salim.

Ditambahkan olehnya, bagi para kontraktor dan pengembang ketika ingin mendapatkan quotation pilihan bahan bangunan masih menemukan berbagai kesulitan. Kesulitan tersebut termasuk terkait cara menghubungi supplier dan principal untuk bisa memenuhi kebutuhan mereka.

“Saat bertemu dengan Co-founder Tiffany Alice Munroe, akhirnya kita mulai mencari cara ideal untuk dapat memenuhi kebutuhan toko bangunan dan kontraktor. Alasan kami memilih kedua pembeli ini adalah dilihat dari model kerja mereka yang sudah sangat teratur dan bisa diandalkan,” kata Jordy.

Bahan bangunan yang tersedia di Tokban beragam, mulai dari cat, peralatan rumah, aksesori pintu, dan lainnya. Meskipun saat ini mereka fokus kepada segmen B2B, namun tidak menutup kemungkinan ke depannya Tokban bisa menjadi platform terpadu yang bisa menghadirkan layanan seperti tukang dan lainnya untuk segmen B2C.

Kendati belum banyak, akhir-akhir ini sejumlah startup hadir mencoba menyelesaikan isu di sektor properti — khususnya dalam pemenuhan dan manajemen konstruksi. Di antaranya BRIK dan GoCement yang menghadirkan platform B2B Commerce untuk pemenuhan bahan bangunan. Ada juga AMODA untuk manajemen proyek. Ketiga startup tersebut sudah membukukan pendanaan awal.

Pilihan pembayaran paylater

Selain mengambil keuntungan dari penjualan sekitar 15% margin dari supplier dan principal, Tokban juga memberikan opsi pembayaran kepada pembeli melalui opsi paylater hingga Rp2 miliar sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku. Dengan demikian bagi para pembeli seperti toko bangunan dan kontraktor, bisa memenuhi kebutuhan tanpa adanya hambatan biaya.

Pilihan tersebut diberikan karena melihat kebiasaan dari toko bangunan yang kerap memberikan pilihan pembayaran usai pekerjaan selesai, kepada pelanggan yang mereka percaya.

“Berangkat dari konsep itulah kami memastikan kepada supplier dan principal bahwa pembeli Tokban kemudian bisa melakukan pembayaran dengan opsi paylater. Tentunya setelah proses penyaringan kami lakukan. Untuk bisa menyediakan layanan ini kami bekerja sama dengan perusahaan multifinance,” kata Co-founder Tokban Tiffany Alice Munroe.

Tokban merupakan salah satu startup yang mengikuti program Cohort 6 Accelerating Asia. Accelerating Asia meluncurkan Fund II pada tahun 2021. Cohort 6 merupakan investasi gelombang kedua untuk Fund II yang akan menyebarkan modal ke startup pra-seri A di seluruh wilayah Asia Tenggara dan Selatan.

Saat ini Tokban telah mendapatkan modal dari program akselerasi Accelerating Asia. Untuk bisa mempercepat pertumbuhan bisnis, perusahaan berencana untuk menggalang dana tahapan awal tahun ini.

Tokban juga memiliki rencana untuk bisa mengakuisisi 1000-2000 pembeli baru dalam platform. Saat ini mereka telah bermitra dengan lebih dari 100 supplier dan principal. Untuk area layanan saat ini Tokban masih fokus kepada wilayah Jabodetabek. Namun ke depannya dilihat dari peluang yang ada, tidak menutup kemungkinan mereka akan melakukan ekspansi di luar Jabodetabek.

“Tokban menjadi relevan hadir di Indonesia, sebagai negara berkembang masih banyak pembangunan yang dilakukan di berbagai lokasi. Dengan demikian Tokban bisa menjadi platform yang tepat mendukung pihak terkait untuk melancarkan konstruksi bangunan,” kata Tiffany.

Accelerating Asia Umumkan Investasi ke 13 Startup, Termasuk Tokban dan TransTRACK.ID

Pemodal ventura sekaligus akselerator startup tahap awal Accelerating Asia mengumumkan putaran investasi terbarunya. Kali ini melihatkan 13 startup, termasuk 9 startup baru  yang bergabung dalam program unggulan Cohort 6. Selain itu mereka juga mengumumkan dana tambahan untuk 4 startup yang telah tergabung di Cohort sebelumnya.

Dari 9 startup baru tersebut, salah satunya dari Indonesia. Bernama Tokban, startup tersebut melahirkan platform B2B untuk bahan konstruksi, MRO, dan kebutuhan renovasi rumah lainnya. Tokban membantu toko bahan bangunan, toko perangkat keras, dan kontraktor mengakses bahan bangunan yang lebih bervariasi dengan harga lebih rendah. Serta mendigitalkan proses konektivitas bisnis.

Sementara dari portofolio Cohort sebelumnya, dari Indonesia yang mendapatkan dukungan follow-on funding adalah TransTRACK.ID.

Investasi terbaru yang dilakukan menambah total perusahaan portofolio Accelerating Asia menjadi 52 startup dengan total pendanaan lebih dari $42 juta. Investasi baru di Cohort 6 juga memiliki daya tarik pasar dan pendapatan yang terus meningkat dengan GMV rata-rata $100 ribu per bulan dan pendapatan rutin bulanan rata-rata lebih dari $25 ribu.

Masih dalam proses finalisasi, startu[ Cohort 6 Accelerating Asia akan melakukan Demo Day pada bulan Juni 2022 mendatang. Startup Cohort 6 hadir di lebih dari 10 negara serta mencakup 7 vertikal bisnis termasuk proptech, marketplace, fintech, logistik, services, e-commerce, dan healthtech.

“Sejak tahun 2019, kami telah membangun kumpulan aset investasi startup kami dengan investor yang mendatangi Accelerating Asia untuk mendapatkan akses awal ke jaringan startup yang menggabungkan keuntungan dengan tujuan,” kata General Partner Accelerating Asia Amra Naidoo.

Accelerating Asia meluncurkan Fund II pada tahun 2021. Cohort 6 merupakan investasi gelombang kedua untuk Fund II yang akan menyebarkan modal ke startup pra-seri A di seluruh wilayah Asia Tenggara dan Selatan.

Fokus kepada startup Indonesia dan Bangladesh

TransTRACK.ID menjadi salah satu startup unggulan mereka dari Indonesia. Startup ini didirikan oleh dua founder, yakni Anggia Meisesari dan Aris Pujud. Hingga saat ini pengguna sistem TransTRACK.ID sudah hampir 3000 unit. Perusahaan dapat melayani pelanggan di seluruh Indonesia, dengan service point sementara ini berada di seluruh pulau Jawa, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. TransTRACK.ID fokus pada model bisnis B2B dan B2B2C.

“Dengan solusi telematika armada mereka dan pengalaman industri yang luas dari tim pendiri, TransTRACK.ID berada di jalur yang tepat dengan berhasil meraup pangsa pasar kargo dan logistik yang diharapkan bernilai US$383 miliar pada tahun 2023,” kata General Partner Accelerating Asia Craig Bristol Dixon.

Selain investasi dari Accelerating Asia, startup-startup ini telah menggalang dana dari Cocoon Capital, Dana Pemberdayaan Wanita Indonesia (sebuah inisiatif dari Moonshot Global & YCAB Ventures), Draper Startup House Ventures Fund, HH VC Investments, Startup Bangladesh, Impact Collective, dan angels investor di pendanaan Accelerating Asia.

Selain fokus kepada startup di Indonesia, Accelerating Asia juga mulai melirik startup dari negara Bangladesh.

“Minat investor terhadap kumpulan aset investasi kami meningkat sejak pertama kali mulai berinvestasi di Bangladesh pada tahun 2019 sebagai salah satu pemodal ventura bertaraf internasional. Contohnya, Shuttle telah berhasil berkembang dari awalnya sebagai solusi transportasi yang aman bagi wanita hingga memperluas layanannya untuk memasukkan penawaran B2B untuk perusahaan dan jalan lainnya.” tambah Craig.

Karyakarsa Raih Pendanaan Awal 7 Miliar Rupiah dari Accelerating Asia, Sketchnote Partners, dan Sejumlah Angel Investors

Pasar apresiasi kreator Karyakarsa telah mengumpulkan pendanaan putaran awal senilai $498.000 atau Rp7 miliar dari Accelerating Asia, Sketchnote Partners, serta angel investor ternama. Perusahaan akan menggunakan dana tersebut untuk mengembangkan fitur baru dan menjajaki pasar regional.

Menurut penuturan Co-Founder dan CEO Karyakarsa, Ario Tamat, platform tersebut telah melayani lebih dari 35.000 kreator, mulai dari jurnalis, model, ilustrator, artis 3D, dan masih banyak lagi. Karyakarsa juga memiliki lebih dari 275.000 pengguna terdaftar sebagai penggemar/pendukung.

Seperti Patreon dan Tribe, Karyakarsa memungkinkan kreator untuk memonetisasi karya mereka dengan membangun basis penggemar. Mereka dapat menjual kreasi mereka dan mendapatkan dukungan langsung melalui platform. Kreator akan mendapatkan 90% dari pendapatan, sedangkan 10% akan dipotong untuk biaya platform.

Karyakarsa didirikan oleh Ario Tamat dan Aria Rajasa Masna pada tahun 2019.

“Pada bulan Oktober saja jumlah transaksi melalui platform KaryaKarsa telah meningkat 60% dari bulan ke bulan dan kami telah meningkatkan jumlah kreator baru di platform sebesar 135%. Dana baru akan memungkinkan kami untuk memperluas penawaran kami dan memberdayakan lebih banyak pembuat konten untuk mengembangkan mata pencaharian yang berkelanjutan. Kami berterima kasih atas kepercayaan yang diberikan mitra kami terhadap visi kami,” kata Ario.

Inisiatif NFT

Model monetisasi kreator baru terus dieksplorasi, termasuk dengan Non-Fungible Tokens (NFT). Karyakarsa telah bermitra dengan crypto-marketplace Tokocrypto untuk memungkinkan kretor menjual karya mereka melalui NFT Marketplace, TokoMall. Inisiatif serupa kian populer di pasar global.

Beberapa penyesuaian dilakukan, misalnya mengunci harga NFT dengan Rupiah untuk menghindari fluktuasi yang tinggi. Beberapa NFT juga dapat diklaim dengan produk fisik.

Ini menjadi pertanda baik bagi ekosistem kreator Indonesia untuk memonetisasi karya (digital) mereka. Beberapa kreator di Karyakarsa bisa mendapatkan penghasilan Rp30-50 juta per bulan.


Artikel asli dalam bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Karyakarsa Bags $500,000 Seed Funding from Accelerating Asia, Sketchnote Partners, and Angel Investors

Creator appreciation marketplace Karyakarsa has raised $500,000 or Rp7 billion seed round from Accelerating Asia, Sketchnote Partners, and high-profile angel investors. The company will use the fund to develop new features and explore the regional market.

According to Karyakarsa’s Co-Founder and CEO, Ario Tamat, the platform has served more than 35,000 creators, from journalists, models, illustrators, 3D artists, and many more. Karyakarsa also has more than 275,000 registered users as fans/supporters.

“In October alone the number of transactions via the KaryaKarsa platform has increased 60 percent month on month and we’ve increased the number of new creators on the platform by 135 percent. The new funds will enable us to expand our offering and empower more creators to develop sustainable livelihoods. We are grateful for the trust our partners have placed in our vision,” said Ario.

Like Patreon and Tribe, Karyakarsa allows creators to monetize their works by building a fan base. They can sell their creations and get support directly through the platform. Creators will get 90% of the revenue, while the 10% goes for platform fees.

Karyakarsa is founded by Ario Tamat and Aria Rajasa Masna in 2019.

“As second time founders, the KaryaKarsa team has deep experience in scaling a business with the founders also being creatives themselves. They are positioned to take advantage of existing global disaggregation trends and efficiently help creatives monetise their projects. Having grown the value of transactions through the platform 40 percent in October, KaryaKarsa’s traction is set to continue and Accelerating Asia is proud to be an early investor into the company as they build the creative economy in Indonesia,” Craig Bristol Dixon, General Partner of Accelerating Asia said.

To help KaryaKarsa scale, the company and Board have appointed J. P. Ellis as an official advisor. A seasoned Jakarta-based founder, technology executive and policy leader in the financial technology industry, Ellis said, “KaryaKarsa has achieved product-market-fit in a valuable and fast-growing space in the creative economy. Their growth and success are a proxy for Indonesian creative entrepreneurs. I am honoured to join the team as an advisor and excited about what we can accomplish together to benefit the creative economy and the livelihoods of millions of creators and their families.”

NFT initiative

New creator monetization models are constantly being explored, including with Non-Fungible Tokens (NFT). Karyakarsa has partnered with crypto-marketplace Tokocrypto to enable creators to sell their works through the NFT Marketplace, TokoMall. Similar initiatives are gaining popularity in the global market.

Several adjustments were implemented, for example locking the NFT price with Rupiah to avoid high fluctuations. Some NFTs can be claimed with physical products.

It’s a good sign for Indonesia’s creator ecosystem to monetize their (digital) works. A few creators at Karyakarsa can earn Rp30-50 million per month.

Application Information Will Show Up Here

TransTRACK.ID Bags Seed Funding, to Enhance Logistics Fleet Management Product

Officially launched in April 2019, the fleet management service provider TransTRACK.ID managed to close the seed funding round. Investors participated are including Cocoon Capital, Accelerating Asia, and PT Modal Ventura YCAB.

Overall, they managed to raise an investment of SGD755 thousand (equivalent to $570 thousand or 8 billion Rupiah). Previously, TransTRACK.ID was one of DSLaunchPad 2.0. selected participants. This startup was founded by Anggia Meisesari and Aris Pujud.

“The fresh funds will be used to support product development and sales growth. Currently, TransTRACK.ID is also looking for strategic partnerships and networks for the next funding round,” The CEO, Anggia said.

During the pandemic, the company made a revenue growth of more than 150% compared to the previous season. The need for transportation and logistics during the pandemic creates full potential to supply products and services. These conditions are crucial for monitoring the proper use and functioning of the fleet, drivers, and safety.

“TransTRACK.ID is here to help our customers who operate in the logistics sector and its support, therefore, they don’t have to face various problems such as late deliveries, theft, bad drivers, inefficient costs, and the difficulty of integrating into other systems,” Anggia added.

To date, there are almost 3000 users of the TransTRACK.ID system. The company can serve customers throughout Indonesia, with temporary service points located throughout Java, North Sumatra and South Sumatra. TransTRACK.ID focuses on B2B and B2B2C business models.

In terms of logistics fleet tracking services, there are several startups trying to provide similar solutions in Indonesia. These include Lacak.io, Waresix, Logisly, Webtrace, and others.

Product excellence

The majority of their revenue stream comes from subscription fees for the Fleet Management System usage and other complementary and supporting applications such as Transportation Management System, Employee Tracking, Vehicle Maintenance and Driver Management. In addition, the company also earns revenue from software sales (GPS equipment and sensors) as well as development projects.

TransTRACK.ID also provides accident compensation (without additional costs) for customers whose vehicles are equipped, amounting to a maximum of IDR 50 million per person in the event of death, permanent disability, and medical expenses of a maximum of IDR 5 million per person. This compensation applies to 1 driver and 1 passenger, regardless of identity, who was in the vehicle at the time of the accident.

“Our platform is very flexible and capable for integration with more than 1000 types of GPS devices on the market, easy to adapt to customer needs, easy to integrate with other systems, multiple alerts and notifications either via SMS, push notifications on mobile apps, browsers, and windows, also via email in real time, multiple reports, and multiple users with access rights,” Anggia said.

Fleet telematics platform potential

Currently, the number of land vehicles in Indonesia has reached more than 150 million units, and the logistics market in Indonesia is very large. It is predicted to reach $300.3 billion by 2024. The need for fleet telematics is increasing.

It is based on the need to track and monitor vehicle usage, drivers, and safety. Government regulations, in this case the Ministry of Transportation, have issued regulations through PP no. KP.2081/AJ.801/DRJD/2019 which requires the use of GPS for all public transportation operators to monitor operations and improve efficiency.

However, according to a survey conducted by the Indonesian Telematics Equipment Industry Association, the use of GPS tracking on public transport in Indonesia is still less than 10%, or less than 2% of the total number of vehicles in Indonesia. This shows that there is still huge potential for the growth of fleet telematics technology services in Indonesia, such as the services offered by the TransTRACK.ID platform.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Kantongi Dana Tahap Awal, TransTRACK.ID Genjot Pengembangan Produk Manajemen Armada Logistik

Setelah resmi meluncur bulan April tahun 2019 lalu, penyedia layanan manajemen pengelolaan armada TransTRACK.ID berhasil menutup putaran pendanaan tahapan awal. Investor yang terlibat adalah Cocoon Capital, Accelerating Asia, dan PT Modal Ventura YCAB.

Secara keseluruhan mereka berhasil mengumpulkan investasi senilai SGD755 ribu (setara dengan $570 ribu atau 8 miliar Rupiah). Sebelumnya TransTRACK.ID juga merupakan salah satu peserta terpilihDSLaunchPad 2.0. Startup ini didirikan oleh dua founder, yakni Anggia Meisesari dan Aris Pujud.

“Dana segar tersebut akan digunakan untuk mendukung pengembangan produk dan pertumbuhan sales. Saat ini TransTRACK.ID juga sedang mencari kemitraan strategis dan relasi untuk putaran pendanaan berikutnya,” kata Anggia selaku CEO.

Selama pandemi perusahaan mencatat mengalami pertumbuhan revenue lebih dari 150% dibanding sebelumnya. Besarnya kebutuhan transportasi dan logistik saat pandemi, menjadikan beroperasi dengan potensi penuh untuk memasok produk dan layanan. Kondisi tersebut menjadi krusial untuk memantau penggunaan dan fungsi yang tepat dari armada, pengemudi, dan keselamatan.

“TransTRACK.ID hadir untuk membantu para pelanggan kami yang beroperasi di sektor logistik dan pendukungnya, sehingga mereka tidak perlu menghadapi berbagai masalah seperti pengiriman yang terlambat, pencurian, pengemudi yang buruk, biaya yang tidak efisien, dan sulitnya terintegrasi ke sistem lain,” lanjut Anggia.

Hingga saat ini pengguna sistem TransTRACK.ID sudah hampir 3000 unit. Perusahaan dapat melayani pelanggan di seluruh Indonesia, dengan service point sementara ini berada di seluruh pulau Jawa, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. TransTRACK.ID fokus pada model bisnis B2B dan B2B2C.

Untuk layanan pelacakan armada logistik, di Indonesia sudah ada beberapa startup yang mencoba memberikan solusi. Di antaranya Lacak.io, Waresix, Logisly, Webtrace, dan lain-lain.

Keunggulan platform

Revenue stream mereka mayoritas berasal dari subscription fee (biaya berlangganan) untuk penggunaan Fleet Management System dan aplikasi pelengkap dan pendukung lainnya seperti Transportation Management System, Employee Tracking, Vehicle Maintenance dan Driver Management. Selain itu perusahaan juga mendapatkan revenue dari penjualan perangkat lunak (alat GPS dan sensor) serta proyek pengembangan.

TransTRACK.ID juga menyediakan kompensasi kecelakaan (tanpa biaya tambahan) bagi pelanggan yang kendaraannya terpasang alat, sebesar maksimal Rp50 juta per orang apabila terjadi kematian, cacat tetap, dan biaya pengobatan maksimal Rp5 juta per orang. Kompensasi ini berlaku untuk 1 pengemudi dan 1 penumpang, siapa pun identitasnya, yang saat itu berada dalam kendaraan yang mengalami kecelakaan.

“Platform kami sangat fleksibel dan dapat terintegrasi dengan lebih dari 1000 jenis alat GPS di pasaran, mudah untuk disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan, mudah untuk diintegrasikan dengan sistem lain, multiple alert dan notifikasi baik itu melalui SMS, push notif di mobile apps, browser, dan windows, juga melalui email secara real time, multiple report, dan multiple user yang dapat diatur hak aksesnya,” kata Anggia.

Potensi platform telematika armada

Tercatat saat ini jumlah kendaraan darat di Indonesia mencapai lebih dari 150 juta unit, dan pasar logistik di Indonesia sangat besar. Diprediksi akan mencapai $300,3 miliar pada tahun 2024. Kebutuhan akan penggunaan telematika armada semakin meningkat.

Hal ini didasari adanya kebutuhan untuk melacak dan memonitor penggunaan kendaraan, pengemudi, dan keamanan keselamatan. Regulasi pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan, telah mengeluarkan aturan melalui PP No. KP.2081/AJ.801/DRJD/2019 yang mensyaratkan penggunaan GPS kepada seluruh operator transportasi umum untuk memantau operasional dan peningkatan efisiensi.

Akan tetapi menurut survei yang dilakukan oleh Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia, tingkat penggunaan GPS tracking pada angkutan umum di Indonesia masih kurang dari 10%, atau kurang dari 2% dari total jumlah kendaraan di Indonesia. Hal ini memperlihatkan potensi yang masih sangat besar untuk pertumbuhan layanan teknologi telematika armada di Indonesia, seperti layanan yang ditawarkan oleh platform TransTRACK.ID.

Application Information Will Show Up Here

[Video] Melihat Perbedaan Ekosistem Startup Indonesia dan Global dari Kacamata “Venture Capital”

Banyaknya pendanaan yang masuk ke startup yang ada di Indonesia menjadi salah satu pembeda antara ekosistem startup Indonesia dan startup global yang dilihat para investor.

DailySocial bersama Amra Naidoo dari Accelerating Asia membahas bagaimana ekosistem startup di Indonesia memiliki karakter tersendiri yang tak dimiliki startup global, yang justru bisa menjadi poin plus dalam mempercepat pertumbuhan bisnis.

Untuk video menarik lainnya seputar startup dan teknologi, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV.