Cloud Computing for Process Accelerating and Cost Cutting

At the Alibaba Cloud APAC Summit in Singapore last time, there are some Indonesian partners among the participants, such as Tokopedia, MNC, and Adira Finance. Those three have been using Alibaba Cloud services and cloud computing technology. In the Q&A session led by Alibaba representation, they shared insights and notion related to cloud computing.

Accelerating the process and cutting costs

Tokopedia’s Vice President of Engineering, Herman Widjaja said, the cloud computing has been accelerating the services. They currently intensify the Same Day Delivery service, that is said to be 30%-40% faster than usual. The success rate target is to be increased by 80%.

“In collaboration with Alibaba Cloud, we intend to accelerate the process and scale up. In the near future, we should’ve capable of 200 transactions per second,” he added.

To date, Tokopedia has around 90 million active users and more than 5,5 million merchants. As a marketplace with such categories and unique sales, Tokopedia plans to build a smart fulfillment center, supported by the latest technology.

The use of cloud computing is claimed to cut costs for server maintenance and internal technology. It was said by Adira Finance’s IT Deputy Director, Dodi Soewandi. He said, after using the technology, their company can minimize 10-15% spending.

Yet to build a new data center

Dodi Soewandi (Adira Finance) with Leon Chen (Alibaba Cloud) / DailySocial
Dodi Soewandi (Adira Finance) with Leon Chen (Alibaba Cloud) / DailySocial

Alibaba Cloud Indonesia’s General Manager, Leon Chen also participates in the event. Regarding the data center, he said they have no plans to build the third one in Indonesia. They’re still focused on getting more clients for the latest innovation, Alibaba Cloud is to tighten its position in Indonesia.

“We’re very enthusiastic with Indonesian companies spirit and appreciation in adopting our technology. With more requests to come for us to build the new data center, the plan will be discussed further,” he said.

Indonesia is currently the key market for Alibaba Cloud. With the warm welcome from startups to corporates in using the technology, he also mentioned with the various technology, many clients are used to adoption, even wait for the next innovation by Alicloud.

“The latest one for our clients and partners in Indonesia is, 10 Alibaba Cloud’s new features to ensure business acceleration by using our technology,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Enam Cara Menentukan Program Akselerasi Startup yang Tepat

Ada banyak opsi yang dapat dilakukan untuk membuat bisnis startup berkembang. Mendapatkan pendanaan tentu adalah salah satunya. Namun, tidak semua startup mampu untuk mendapat akses terhadap para pemodal.

Di samping pendanaan, tidak semua startup juga dibekali dengan knowledge dan model bisnis yang baik dalam membangun bisnis. Untuk menjawab hal ini, program akselerator menjadi sebuah opsi yang patut dicoba.

Di Indonesia, ada banyak sekali program akselerasi startup, misalnya 1000 Startup, Bekraf for Pre-Startup (Bekup), GnB Accelerator, Plug and Play Indonesia, hingga Grab Ventures Velocity (GVV) milik Grab.

Pada dasarnya, program akselerator bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan startup. Bagi Presiden Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata, program akselerator tak hanya untuk mendorong pertumbuhan startup, tetapi juga memaksimalkan potensi dan memberikan dampak luas.

Umumnya, penyedia program akselerasi startup akan menyediakan dukungan tambahan berupa mentorship, data perusahaan, dan jaringan yang lebih luas. Kategori dan status pendanaan startup yang diincar tergantung visi dan misi program.

Bagi Anda yang mulai tertarik untuk mengikutinya, DailySocial merangkum enam cara untuk menentukan program akselerasi yang tepat sesuai kebutuhan startup Anda. Simak ulasannya sebagaimana kami kutip dari Foresight:

Riset dulu sebelum memilih

Mengingat ada banyak pilihan, baiknya Anda menggali informasi pada program-program yang diincar. Setiap program pasti memiliki fokus dan kriteria yang berbeda-beda. Ini akan membantu untuk dapat menentukan program yang mendekati kebutuhan Anda.

Sebagai contoh, GVV angkatan kedua yang baru diluncurkan beberapa bulan lalu mencari startup berstatus pendanaan post seed dan akan fokus pada inovasi dan penyelesaian masalah di bidang agrikultur dan pemberdayaan usaha mikro.

Pada GVV angkatan pendahulunya, tidak ada kriteria tertentu, baik dari status pendanaan, kategori bisnis, maupun fokus masalah yang ingin diselesaikan.

Contoh lainnya, Digitaraya Powered by Google Developers Launchpad mengadakan program pelatihan selama satu bulan agar dapat menelurkan startup berkualitas setiap bulannya. Startup yang dicari adalah startup yang siap untuk mendapatkan investasi Seri A.

Yang terpenting adalah jangan memilih program akselerasi berdasarkan pemikiran teman atau kerabat Anda. Pilihlah sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapi saat itu. Juga, anggap akselerator sebagai partner jangka panjang Anda dalam membangun bisnis di masa depan.

Pikirkan saat memilih akselerator lokal

Sejumlah akselerator memusatkan kegiatannya pada kota tertentu. Maka tak heran domisili menjadi salah satu kriteria di beberapa program. Program Startup Surabaya, misalnya, memprioritaskan penduduk dengan KTP Surabaya.

Apa kaitannya dengan hal ini? Ketika memilih program akselerator di kota yang berbeda dengan lokasi bisnis Anda, itu artinya Anda perlu pindah sementara. Bisa jadi programnya sesuai dengan yang Anda inginkan. Akan tetapi, keputusan ini akan memengaruhi hidup dan keberlangsungan startup Anda.

“Jika Anda ingin mengoptimalkan kesuksesan perusahaan dalam jangka panjang, Anda perlu tahu apakah lokal akselerator yang dipilih menjadi opsi terbaik untuk mencapai itu.”

Kecocokan itu penting

Kecocokan yang dimaksud bisa mencakup fokus atau model bisnis dan status pendanaan startup. Anda tahu bahwa tidak semua akselerator menawarkan kriteria yang sama.

Ada akselerator yang tidak membatasi kategori startup, ada juga yang memiliki fokus pada industri atau vertikal bisnis tertentu. Selain itu, beberapa akselerator memilih startup di tahap awal (seed), tetapi akselerator lain lebih mengutamakan startup yang sudah punya model bisnis dan traction.

Mengapa ini menjadi penting? Setiap perusahaan dan investor punya ekspetasi dan pencapaian tersendiri. Akselerator yang mengincar startup berstatus pendanaan post seed bisa jadi menginginkan mereka untuk me-leverage aset perusahaan maupun meningkatkan pertumbuhan.

Anda juga perlu memerhatikan bagaimana akselerator mendeskripsikan programnya, bagaimana program ini berdiri, siapa saja mentornya. Ini akan menjawab apakah program ini cocok bagi startup Anda.

Akselerator menentukan pengalaman

Bergabung dengan program akselerasi memberikan Anda kesempatan untuk bertemu, belajar, hingga meminta masukan dan saran dari para akselerator yang menjadi pemain penting dalam ekosistem startup.

Secara langsung, Anda akan berinteraksi dengan mereka setiap hari dan tentunya akan menjadi bagian penting dalam pengalaman akselerasi Anda. Mereka juga yang akan membantu Anda dalam membuat keputusan.

Maka itu, Anda perlu benar-benar memperhatikan apapun yang mereka sampaikan mengenai program ini. Apa yang mereka cari pada wirausaha? Apa ekspetasi mereka? Bagaimana mereka mendefinisikan kesuksesan?

VP Strategi & Pengembangan Bisnis Digitaraya Nicole Yap pernah menyebutkan program akselerasinya didapat dari hasil studi mereka yang menunjukkan bahwa startup itu sering meminta apa yang mereka butuhkan, jadi akselerator tidak melulu memberikan tools yang dibutuhkan startup.

“Kita sangat percaya bahwa kesuksesan itu mutlak di tangan startup itu sendiri. Kita ingin ada dalam journey tersebut dengan memberi bentuk dukungan yang terbaik, sehingga startup akhirnya bisa merasa terkoneksi antara satu sama lain dan bisa berkolaborasi lebih lanjut,” papar Nicole.

Cari tahu pengalaman dari alumni program

Ini merupakan cara paling mudah untuk mengetahui pengalaman saat mengikuti program akselerasi. Anda dapat berbicara dengan para alumni program untuk mencari tahu perjalanan mereka saat mengikuti program.

Kendati begitu, Anda tidak harus ‘menelannya’ bulat-bulat karena pendapat alumni bisa menjadi bias. Pengalamannya belum tentu relevan dengan startup yang Anda bangun karena vertikal dan model bisnisnya bisa jadi berbeda.

Jangan mengejar valuasi

Ketika Anda melakukan penggalangan putaran dana, sebaiknya bukan valuasi yang Anda optimalkan, melainkan faktor-faktor yang dapat membantu untuk mendorong kesuksesan startup Anda. Hal ini juga berlaku pada akselerator.

Akselerator yang bagus mungkin menawarkan kesepakatan untuk sedikit berinvestasi dan mengambil lebih banyak porsi pada kepemilikan perusahaan. Hal ini karena mereka membantu untuk mempercepat perusahaan Anda dibanding startup lain.

Akselerator tidak diperuntukkan untuk semua perusahaan. Maka itu, lakukan leverage secara efektif, dan mereka akan menjadi partner terbaik untuk bisnis Anda. Pastikan Anda untuk tetap berhati-hati dalam mengevaluasi, dan pilih dengan bijak.

Simona Ventures’ Debut, to Raise Funding Worth 140 Billion

Simona Ventures starts its debut as a VC focused on startups encouraging business and initiative to bring out social mission related to gender gap. Currently, the company is having fundraising up to $5-10 million (around Rp71 billion-Rp142 billion).

Simona Ventures Managing Partner, Putri Izzati said, the early stage startups will be in Indonesia, to penetrate Southeast Asia to Asia Pacific. The number is around $50 thousand (711 million Rupiah) up to $200 thousand (2.48 billion Rupiah) per startup, including co-investing with the other investors. The fundraising is expected to be finalized by early semester II/2019.

“We’re still in the process to find potential LP, either local or overseas. In fact, to invest in this segment, there will be trust issue, to invest in women empowering will have broad impact. Not only profit, but also social,” she explained (3/19).

Simona’s commitment in this segment is quite challenging, moreover, there’s not enough investors specifically care for gender gap and female empowerment, either Indonesia or global. Also, it’s lack of female founders.

As we take the shortest example from unicorn startups in Southeast Asia, female founders or those having role at decision maker level aren’t so many. In fact, he continued, decision maker that comes from various background should provide better solution for a startup. Thus, the company will gain benefit in terms of business.

“In fact, any industry would have this kind of issue, we want to support the mindset, on why should we have diversity, why should we have female as decision maker. Should the level consists of diversity, not only in gender, there will be better solutions delivered, it’ll make the company more profitable.”

In addition, since Putri started her first career in the IT industry in 2011, this issue isn’t really significant. Although, Indonesia is now have different condition.

Simona will discover startups with enough diversity in team, product with solution to challenge related to gender gap, and not only technology. Moreover, they’re expected to have business and receive funding.

Simona Accelerator’s first batch

In its debut, Simona Ventures collaborates with Digitaraya to hold the APAC Women Founders Accelerator Program. The company has selected 11 startups led by female from countries in Asia Pacific region.

They are from various background and vertical industry, such as AI, resources, retail, insurance, fintech, and e-commerce. These are the participant list:

1. Avana (Malaysia): handling micro business using transaction in social media, through automatic tools and business intelligence. The business player can sell products online on various channel, and transform the social media which was only for promotion to transaction platform.

2. Fuse (China): a platform that integrates O2O and optimizes offline retail solution with e-commerce. Through Fuse, business can identify consumer’s habit offline to increase store sales conversion.

3. Gadjian (Indonesia): a cloud-based app for management and employees payroll. Gadjian provides an accurate data to optimize HR division, particularly for tax and payroll.

4. Glazziq (Thailand): an e-commerce platform selling glasses products online at two to three times under the usual price.

5. Kono (South Korea): AI based assistant to help company create meeting schedule to save time and help employees to meet more customers, merchants, and partners.

6. PolicyPal (Singapore): an insurance app that offers one-stop solution for distribution, management, and insurance claim through AI and blockchain technology. This startup graduated from MAS Fintech Sandbox in Singapore and acquire insurance broker license.

7. Roshni Rides (Pakistan): a woman-friendly carpooling platform for those routinely in need of comfortable vehicle.

8. Seekmi (Indonesia): app and web solution that connects local provider with customers from blue collar.

9. Snooper (Australia): a crowsourcing app that provide incentives for buyers by collecting data from various stores to be analyzed. The data is accessible through dashboard and real time.

10. Stylegenie (Philippines): a private stylist to help customers mix and match using the data providee by retail brand.

11. ViralWorks (Vietnam): a space connecting brand and marketers to the influencers bn for potential monetizing, for social media users with dozens of followers. Supported by the algorithm to create an effective target market.

All participants will join the accelerator program for five days, starts from bootcamp and immersion from 25-27 March 2019. Demo day starts on the next day. In March 29th, 2019 will be a time for 1-1 meeting with mentors or potential investors.

Speakers and Mentors come from experts and industry players, among those are McKinsey & Company Indoonesia, Danone Indonesia, Google, Blue Bird Group, Sintesa Group, Go-Jek, Patamar Capital, UBS, and Kominfo (Communication and Informaticsh Ministry) representative.

“As a startup accelerator in Indonesia, we’re aware of the challenge of female in startups. To date, only 10% startups in our program with female co-founder or C-level executives,” Digitaraya’s VP strategy, Nicole Yap said.

He continued, “We’re sure to create an environment that supports females and help them to be the leader in the next generation is very important. That is why we collaborate with Simona to celebrate the female founders from Asia Pacific and support gender equity in technology industry.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Simona Ventures Mulai Debut, Galang Dana Hingga 140 Miliar

Simona Ventures memulai debutnya sebagai VC yang fokus untuk startup yang memberdayakan bisnis dan inisiatif membawa misi sosial terkait tantangan kesenjangan gender. Saat ini perusahaan tengah mengumpulkan penggalangan dana investasi dengan target $5-10 juta (sekitar Rp71 miliar-Rp142 miliar).

Managing Partner Simona Ventures Putri Izzati menjelaskan, startup yang dibidik pada tahap awal akan berada di Indonesia, perlahan merambah ke Asia Tenggara sampai akhirnya mencakup Asia Pasifik. Adapun nominalnya berkisar $50 ribu (711 juta Rupiah) sampai $200 ribu (2,84 miliar Rupiah) per startup, termasuk co-investing bersama investor lain. Diharapkan, proses penggalangan dana investasi kelar pada awal semester II/2019 mendatang.

“Sekarang kami masih dalam proses mencari potensial LP dari luar negeri dan lokal. Sebab untuk berinvestasi ke segmen ini ada tantangan bahwa mereka harus percaya, berinvestasi di segmen women empowering ini akan berdampak luas. Tidak hanya secara profit, tapi ada dampak sosial pula,” terangnya, kemarin (19/3).

Komitmen Simona terhadap segmen ini sendiri sebenarnya cukup menantang, terlebih belum banyak investor yang spesifik peduli terhadap isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, baik di Indonesia maupun global. Pun demikian, jumlah founder yang datang dari kalangan perempuan juga sedikit.

Ambil contoh tersingkat dari jumlah startup unicorn di level Asia Tenggara, di sana founder yang bertindak sebagai level decision maker dari kalangan perempuan juga sangat minim. Padahal, lanjutnya, ketika di level decision maker itu datang dari berbagai latar belakang, maka akan memberikan solusi yang jauh lebih baik buat suatu startup. Sehingga pada akhirnya perusahaan akan untung dari segi bisnis.

“Sebenarnya isu ini di industri manapun sama, yang ingin kami dukung adalah mindset-nya, kenapa harus diverse, kenapa harus ada perempuannya di level decision maker. Karena kalau di level itu ada ada diversity, enggak hanya dari segi gender saja maka akan beri suatu solusi yang jauh lebih baik, ujung-ujungnya perusahaan akan lebih profitable.”

Ditambah lagi, sejak pertama kali Putri memulai kariernya di dunia IT di 2011, isu ini belum memiliki perkembangan yang signifikan. Kendati, secara industri, kondisi Indonesia sudah jauh berbeda.

Simona akan mencari startup dengan memiliki tim yang cukup diversity, produk yang memberikan solusi tantangan mengenai gender gap, dan tidak harus bergerak di startup teknologi saja. Di samping itu, secara bisnis mereka diharapkan sudah memiliki bisnis dan pernah mendapatkan investasi.

Batch pertama program akselerator Simona

Dalam memulai debut perdananya, Simona Ventures menggandeng Digitaraya untuk menggelar program APAC Women Founders Accelerator. Perusahaan sudah memilih 11 startup yang dipimpin oleh perempuan dari negara-negara di wilayah Asia Pasifik.

Mereka datang dari berbagai latar belakang dan vertikal industri, seperti AI, sumber daya manusia, ritel, asuransi, fintech, hingga e-commerce. Berikut nama-nama peserta:

1. Avana (Malaysia): melayani usaha mikro melalui transaksi di media sosial, melalui alat otomatisasi dan business intelligence. Pemilik usaha dapat menjual produk secara online di berbagai channel, dan mengubah akun media sosial yang awalnya hanya media promosi jadi platform transaksional.

2. Fuse (Tiongkok): platform yang mengintegrasikan O2O dan mengoptimalkan solusi ritel offline dengan e-commerce. Melalui Fuse, bisnis dapat mengidentifikasi perilaku pelanggan secara offline untuk meningkatkan konversi penjualan toko.

3. Gadjian (Indonesia): adalah aplikasi untuk manajemen dan penggajian SDM berbasis cloud. Gadjian menyediakan data secara akurat untuk mengoptimatisasi peranan divisi HR terutama saat perhitungan gaji dan pajak.

4. Glazziq (Thailand): platform e-commerce yang menjual produk kacamata secara online dengan harga dua sampai tiga kali lebih murah dibandingkan toko biasa.

5. Kono (Korea Selatan): asisten berbasis AI untuk bantu perusahaan membuat jadwal rapat hingga dapat menghemat waktu dan membantu karyawan bertemu lebih banyak pelanggan, rekan, dan mitra kerja.

6. PolicyPal (Singapura): aplikasi asuansi yang menawarkan solusi menyeluruh dalam hal distribusi, manajemen, dan klaim asurasi lewat teknologi AI dan blockchain. Startup ini lulus dari MAS Fintech Sandbox di Singapura dan mendapat lisensi broker asuransi.

7. Roshni Rides (Pakistan): platform carpooling yang ramah bagi wanita yang secara rutin butuh transportasi yang nyaman.

8. Seekmi (Indonesia): solusi web dan aplikasi yang menghubungkan penyedia layanan lokal dengan pelanggan dari kalangan pekerja kerah biru.

9. Snooper (Australia): aplikasi crowdsourcing yang memberikan insentif bagi pembeli untuk mengumpulkan data dari berbagai toko yang mereka miliki untuk dianalisis oleh brand. Data ini dapat diakses melalui dashboard dan real time.

10. Stylegenie (Filipina): layanan penata busana pribadi yang membantu pelanggan mencocokkan gaya berpakaian mereka dengan data yang disediakan oleh brand ritel.

11. ViralWorks (Vietnam): wadah yang menghubungkan brand dan pemasar ke jaringan influencer sehingga memberikan peluang monetisasi bagi pengguna media sosial yang memiliki banyak followers. Dibantu juga dengan algoritma yang dapat menargetkan khalayak secara lebih efektif.

Seluruh peserta di atas akan mengikuti program akselerator selama lima hari yang dimulai dari bootcamp dan immersion berlangsung dari tanggal 25-27 Maret 2019. Esok harinya mulai demo day. Lalu, di tanggal 29 Maret 2019 akan berlangsung 1-1 meeting dengan para mentor atau calon investor.

Pembicara dan mentor datang dari para pakar dan pelaku industri, di antaranya dari McKinsey & Company Indonesia, Danone Indonesia, Google, Blue Bird Group, Sintesa Group, Go-Jek, Patamar Capital, UBS, hingga perwakilan dari Kementerian Kominfo.

“Sebagai akselerator startup di Indonesia, kami sangat sadar akan tantangan yang dihadapi para perempuan pendiri startup. Hingga saat ini, hanya 10% startup di program kami yang memiliki co-founder atau eksekutif di C-level adalah perempuan,” kata VP Strategy Digitaraya Nicole Yap.

Dia melanjutkan, “Kami yakin menciptakan lingkungan yang mendukung para perempuan dan membantu mereka jadi panutan bagi generasi berikutnya sangatlah penting. Itulah sebabnya kami bekerja sama dengan Simona untuk merayakan para founder perempuan dari Asia Pasifik dan mendukung keseimbangan gender dalam industri teknologi.”

Rencana Eragano, Gandeng Tangan, Kostoom, WeCare Pasca Ikuti Akselerator “Remake City Jakarta”

Eragano, Gandeng Tangan, Kostoom, WeCare telah menyelesaikan program akselerator Remake City Jakarta Batch 2 selama lima bulan. Dalam perjalanannya, keempat startup mengaku siap lebih ekspansif berkat pembekalan berupa rangkaian coaching dari para mentor dan dana hibah yang telah mereka terima.

Remake City adalah program akselerator yang diinisiasi oleh Crevisse Partners dari Korea Selatan, memfokuskan pada pemecahan masalah sosial melalui bisnis yang inovatif. Remake City Jakarta ini kedua kalinya digelar sejak 2017. Tak hanya di Jakarta, Remake City juga diadakan di Seoul dan Hanoi.

Di Indonesia, Crevisse Partners bekerja sama dengan UnLtd Indonesia dan Instellar dalam penyelenggaraannya. Juga berkolaborasi dengan Korea International Cooperation Agency (KOICA) dan Merry Year Social Company (MYSC).

“Sekarang ini sudah banyak startup yang muncul dan banyak pula yang mendesain startup-nya untuk menyelesaikan masalah sosial. Program ini hadir untuk dorong bisnis mereka lebih sustain dengan berbagai pembekalan dari kami,” ujar CEO Instellar Romy Cahyadi, Rabu (30/1).

Pada batch kedua ini, sebanyak 30 startup mendaftarkan diri. Lalu disaring menjadi empat startup saja yang siap dibina untuk pendampingan selama lima bulan. Keempat startup menerima dana hibah masing-masing sebesar US$25 ribu dari KOICA yang dapat dipakai untuk pengembangan bisnis mereka.

Setelahnya akan ada pendanaan lanjutan tahap pra seri A dari Crevisse Partners untuk salah satu dari keempat startup tersebut. Hanya saja, menurut Romy, belum ditentukan siapa yang berhak lantaran pihak investor menunggu traksi pasca Remake City Jakarta resmi berakhir.

“Biasanya butuh dua sampai tiga bulan sampai Crevisse Partners menentukan siapa yang berhak dapat follow up investment sebab mereka mau lihat bagaimana traksi bisnisnya.”

Pada batch pertama, startup yang mendapat pendanaan dari Crevisse Partners adalah Crowde, startup yang bergerak di bidang fintech lending untuk industri pertanian.

Rencana berikutnya empat startup

Dalam pertemuan bersama sejumlah media, keempat startup saling berbagi pandangan dan rencana berikutnya pasca mengikuti program akselerator Remake City Jakarta. CEO Eragano Stephanie Jesselyn mengatakan selama program berlangsung pihaknya mengembangkan model Teory of Change yang dapat diaplikasikan ke bisnis mereka dan mencari tahu lebih dalam dampak sosial dari pilot project yang sedang dikerjakan.

Bahkan Stephanie menuturkan pihaknya sedang mempersiapkan rencana untuk ekspor hasil panen petani ke Sri Lanka, Filipina, dan Amerika Serikat. Juga melebarkan sayap bisnis ke Myanmar, Vietnam, dan Filipina.

“Target kami tiga tahun lagi, kami dapat menggaet 10%-20% petani di Indonesia dan bisa membuka bisnis kami, mungkin yang paling terdekat Myanmar ya,” katanya.

Eragano adalah platform keuangan dan marketplace yang terintegrasi untuk petani kecil. Terdapat 5 ribu petani yang terbantu dari layanan Eragano dari total 300 ribu petani terdaftar dalam platform Eragano.

CEO Gandeng Tangan Betania Jezamine Setiawan mengaku perusahaan sangat terbantu dengan mentoring dan dana hibah yang diterima. Aplikasi Gandeng Tangan sedang diproses agar permudah gaet pengguna, sudah hadir pada November 2018.

Pengembangan berikutnya, merombak tampilan situs agar lebih menarik, pengembangan program referral, dan panduan untuk bantuan peminjam.

“Aplikasi itu sangat dibutuhkan untuk permudah agen kami dan pengguna mengakses Gandeng Tangan tanpa harus buka dari situs lagi,” kata Jezammine.

Gandeng Tangan berdiri secara resmi sejak awal 2017. Bisnis intinya adalah layanan p2p lending untuk usaha mikro. Terdapat 1.300 peminjam, dan 11.800 pendana yang terdaftar di Gandeng Tangan, menyalurkan pinjaman sekitar Rp5 miliar.

Startup berikutnya adalah Kostoom, menghubungkan pelanggan dan pelaku usaha mode dengan penjahit rumahan melalui platform. CEO Kostoom Putry Yuliastutik mengatakan pihaknya terbantu karena dapat mengembangkan sistem inti baru yang dapat menaungi layanan yang ada dan masa depan. Juga peluncuran layanan baru yakni suplai bahan konveksi dan studio foto untuk bantu pemasaran pengguna.

“Sebelum menerima dana hibah, kami selalu menggunakan pemasaran secara organik dengan dana yang ada. Sekarang kami akan mulai agresif beriklan dan merombak tampilan situs,” kata Putry.

Terakhir adalah WeCare, startup yang bergerak di bidang crowdfunding untuk pasien yang kurang mampu dan membutuhkan bantuan medis. Co-Founder, CEO & CTO WeCare Gigih Septianto menuturkan berkat Remake CIty, pihaknya dapat melakukan product fit untuk program keanggotaan Sehati dan strategi pemasaran O2O.

Sama seperti Gandeng Tangan, WeCare akhirnya memiliki aplikasi dan pembaruan situs dengan tambahan fitur seperti wellness marketplace.

“Aplikasi ini fungsinya krusial sekali untuk pengembangan bisnis kita karena permudah pengguna dalam mengakses WeCare,” terang Gigih.

Kini WeCare telah menyalurkan pembiayaan lebih dari Rp5,1 miliar untuk 400 pasien. Mereka tersebar di 15 provinsi di seluruh Indonesia. Jumlah pengguna yang tergabung di WeCare ada 12.610 orang.

Alibaba Cloud Dirikan “Data Center” Kedua dan Luncurkan Program Akselerasi di Indonesia

Setelah meresmikan kehadirannya bulan Maret 2018, awal tahun 2019 ini Alibaba Cloud kembali menunjukkan keseriusannya mendukung startup, UKM dan korporasi dengan membangun data center kedua di Indonesia. Alasan utama mengapa pada akhirnya Alibaba Cloud mendirikan data center kedua, karena banyaknya permintaan dari pelanggan. Selain itu, inisiatif ini menjadi upaya Alibaba Cloud untuk menambah kapasitas layanan menjadi dua kali lipat.

Hal tersebut ditegaskan oleh General Manager Alibaba Cloud Indonesia dan Singapura Leon Chen saat memberikan presentasi dalam acara tersebut peresmian hari ini (09/1). Sebagai pasar yang menjanjikan, Indonesia merupakan negara yang menjadi fokus Alibaba Cloud.

“Kami sudah terlibat langsung dengan pasar di Indonesia sejak tiga tahun lalu. Bukan hanya mendirikan data center pertama di Indonesia, komitmen Alibaba Cloud juga ditunjukkan dengan kolaborasi dan dukungan kepada pemerintah Indonesia,” kata Leon.

Disinggung di mana lokasi data center kedua Alibaba Cloud, Leon enggan menyebutkan. Demikian juga dengan berapa investasi yang digelontorkan oleh Alibaba untuk mendirikan data center tersebut. Dalam kesempatan yang sama Alibaba Cloud juga mengumumkan kemitraan strategis dengan PT IndoInternet sebagai distributor produk komputasi awan dan teknologi Alibaba Cloud.

Disaster recovery center

Untuk menjamin data dari pelanggan, didirikannya data center kedua di Indonesia diklaim bisa membantu kebutuhan disaster recovery pelanggan. Dengan demikian jika terjadi kendala atau krisis, pelanggan masih bisa mengakses data tersebut dengan dukungan dari data center kedua tersebut.

“Dalam hal ini perusahaan seperti layanan e-commerce hingga enterprise bisa dengan mudah set up disaster recovery center mereka memanfaatkan teknologi Alibaba Cloud agar bisa membantu mereka melewati krisis jika memang terjadi,” kata Leon.

Nantinya kedua data center tersebut memungkinkan pelanggan untuk melakukan mission-critical workload di berbagai zona dan mengganti zona dalam hitungan detik. Secara keseluruhan Alibaba Cloud telah memiliki sekitar 55 availability zone yang tersebar di 19 wilayah di seluruh dunia.

Terkait dengan makin besarnya minat pelanggan untuk big data dan solusi analisis data, Alibaba Cloud juga telah meluncurkan Machine Learning for AI dan akan menghadirkan Elastic Search bulan Januari ini.

“Didukung dengan tim lokal, Alibaba Cloud siap membantu pelanggan dari berbagai kalangan untuk mulai mengadopsi teknologi cloud ke dalam bisnis mereka,” kata Leon.

Program akselerasi Alibaba Cloud

Leon Chen, General Manager of Singapore and Indonesia, Alibaba Cloud
Leon Chen, General Manager of Singapore and Indonesia, Alibaba Cloud

Setelah sebelumnya melancarkan program inkubasi bernama Alibaba Cloud Certified Professional (ACP), Alibaba Cloud mengumumkan telah memberikan sertifikasi kepada 250 tenaga profesional dan telah melatih lebih dari 300 orang di Indonesia.

Selain terus menjalankan program tersebut, Alibaba Cloud juga mengumumkan program akselerasi bernama “Internet Champion Global Accelerator Program”.

Program akselerasi tersebut pertama kali diluncurkan di Indonesia. Untuk memberikan pelatihan dan mentoring kepada startup, Alibaba Cloud menggandeng partner seperti Plug and Play, Unionspace, Gtech, Indonet, Bluepower dan SIS.

Secara khusus Alibaba Cloud membuka program tersebut di Jakarta dengan memberikan gambaran tentang teknologi e-commerce kepada 300 penggiat startup dan perusahaan menggunakan studi kasus “Double 11 Global Shopping Festival Alibaba Group”. Program ini akan berlanjut di Bali pada tanggal 12 Januari mendatang untuk menghubungkan lebih dari 200 profesional hingga mahasiswa.

Disinggung apa yang membedakan program akselerasi Alibaba Cloud dengan program akselerasi yang sudah hadir sebelumnya di Indonesia, Leon menyebutkan program akselerasi yang diinisiasi oleh Alibaba Cloud mendapatkan dukungan penuh dari ekosistem Alibaba Group.

“Karena bisnis beragam di Alibaba Group, nantinya startup yang menjadi peserta program akselerasi akan mendapatkan akses bertemu dengan investor terkait, brand awareness dan terhubung dengan bisnis yang masuk dalam ekosistem di Alibaba. Kesempatan tersebut tentunya sangat baik untuk dimanfaatkan oleh entrepreneur di Indonesia,” kata Leon.

Akselerator Digitaraya Ubah Format Pelatihan, Siap Telurkan Startup Berkualitas

Akselerator Digitaraya mengumumkan format baru untuk rangkaian “Digitaraya Powered by Google Developers Launchpad” menjadi program pelatihan selama satu bulan, dari sebelumnya tiga bulan. Format ini akan dimulai pada awal tahun depan untuk batch kedua.

Langkah tersebut diinisiasi langsung oleh Digitaraya dengan komitmen ingin menelurkan startup berkualitas setiap bulannya. Startup dan investor akan terhubung satu sama lain dengan cara lebih efisien dan efektif, sehingga peluang kolaborasi bisnis jadi lebih besar. Ditambah ambisi untuk memperkuat ekosistem startup Indonesia.

“Inisiasi awal datang dari kami sendiri. Jika melakukan dua batch setahun, hanya ada 8 startup per batch. Namun jika kita lakukan setiap bulan, ada lima startup yang berpartisipasi selama delapan bulan. Tentu kesempatan akan lebih besar untuk startup itu sendiri. Impact-nya bisa tiga kali lipat,” ucap VP Strategi & Pengembangan Bisnis Digitaraya Nicole Yap kepada DailySocial, Selasa, (4/12).

Dalam format baru ini, sambungnya, akan diisi dengan program yang cukup padat selama satu bulan penuh. Pada minggu pertama adalah bootcamp yang akan memperkenalkan metodologi Google untuk startup, seperti Leader’s Lab, OKR Workshop, Startup Diagnostic, General Mentoring, dan Assignment of ‘Anchor Mentors’.

Kemudian dilanjutkan dengan mentoring one-on-one yang disesuaikan dengan kebutuhan startup pada minggu kedua. Di minggu ketiga, akan ditutup dengan demo day bulanan. Startup akan memiliki kesempatan untuk pitching ke audiens yang dipilih dari mitra perusahaan, investor, dan media.

Pada minggu keempat, dilanjutkan pengumuman batch berikutnya dengan tema segmen startup yang sudah ditentukan sebelumnya. Dalam rundown, tema startup yang sudah dipilih seperti healthtech, women founders, energi, agritech, fintech, dan edutech.

Nicole menjelaskan, program ini terus berjalan selama delapan bulan sepanjang 2019, kecuali Mei, Juni, November dan Desember. Setiap bulannya akan dipilih lima startup yang berhak mengikuti program pelatihan selama satu bulan penuh.

“Kita sangat percaya bahwa kesuksesan itu mutlak di tangan startup itu sendiri. Kita ingin ada dalam journey tersebut dengan memberi bentuk dukungan yang terbaik, sehingga startup akhirnya bisa merasa terkoneksi antara satu sama lain dan bisa berkolaborasi lebih lanjut.”

Tidak melulu kejar soal investasi

Meski program pelatihan dibuat lebih singkat, Nicole memastikan bahwa dalam format ini sudah berdasarkan hasil studi yang didapat oleh Digitaraya. Salah satunya menunjukkan bahwa startup itu sering meminta apa yang mereka butuhkan, jadi tidak melulu pihak akselerator yang memberikan tools apa saja yang dibutuhkan startup.

Pasalnya, saat ini ada banyak investor yang berani menaruh uangnya di startup tahap awal, tapi banyak startup yang belum paham bagaimana menavigasi bisnisnya dan menjaga relasi dengan investor. Dengan kesempatan demo day, startup akan mendapat eksposur lebih, kesempatan untuk terus belajar, menambah jaringan, dan sebagainya.

“Kita bukan bilang kalau ikut demo day pasti dapat investasi, tapi startup itu pasti dapat eksposur yang lebih, bisa berlatih terus, dapat jaringan, dan jika dilakukan secara konsisten kita percaya bahwa ini bisa impact yang lebih dalam buat startup dan investor.”

Demi menaungi seluruh kebutuhan tersebut, otomatis memacu pihak Digitaraya untuk memperluas jaringan dengan para praktisi, investor dan sebagainya agar bisa dihubungkan dengan startup yang tepat, sesuai dengan kebutuhan startup itu sendiri.

“Digitaraya sekarang fokus pada membimbing startup Indonesia yang akan siap untuk mengunjungi investasi seri A.”

Dalam kaitannya dengan Google Developers Launchpad, setiap startup akan berkesempatan mendapat tools dari Google untuk mengakselerasi bisnisnya. Misalnya Google Leader’s Lab untuk mengajarkan founder startup bagaimana membangun budaya yang tepat untuk perusahaan tahap awal mereka.

Berikutnya ada Google Cloud Platform, OKR Workshop, dan akses eksklusif ke beberapa layanan Google seperti Android, Play dan Firebase.

Dalam batch I yang sudah digelar sejak Agustus hingga Oktober 2018, ada 113 pendaftar dari 25 kota. Seluruh startup ini bergerak di 13 jenis sektor yang berbeda. Digitaraya melakukan seleksi penuh hingga akhirnya terpilih 7 startup, di antaranya Reblood, Riliv, Arkademy, ModalRakyat, KiniBisa, Gelora, dan Expedito.

Batch kedua ini masih dibuka pendaftarannya hingga 31 Desember 2018 mendatang.

Grab Ventures Velocity Umumkan Peserta Batch Pertama Program Akselerasi Startup Asia Tenggara

Setelah sebelumnya telah membuka pendaftaran untuk batch pertama program Velocity, akselerator startup Asia Tenggara yang diinisiasi Grab Ventures, Grab mengumumkan 5 startup terpilih yang berhak mengikuti program selama 16 minggu.

Tiga di antaranya adalah startup Indonesia atau startup yang memiliki bisnis di Indonesia. Mereka adalah Sejasa, Minutes, dan BookMyShow. BookMyShow sejatinya adalah startup asal India yang melebarkan sayapnya di Indonesia.

Dua startup lainnya adalah Tueetor dan Helpling dari Singapura. Lima startup terpilih akan mendapatkan mitra dan akses secara regional. Grab juga mendukung pertumbuhan startup terpilih dalam bentuk kegiatan pemasaran.

Kepada DailySocial, Head of Grab Ventures Chris Yeo menyebutkan, bersama dengan tim profesional di Grab serta dukungan dari perusahaan swasta dan pemerintah, Grab akan bekerja sama melancarkan program.

“Selain memperluas jaringan, kami juga ingin menghubungkan startup terpilih dengan pemain yang relevan dari jaringan partner kami yang luas agar bisa memberikan kesempatan lebih untuk sukses,” kata Chris.

Grab Ventures Velocity merupakan program pengembangan startup yang didukung ekosistem teknologi di Asia Tenggara. Amazon Web Service (AWS) akan menyediakan beragam manfaat bagi startup yang terpilih melalui paket AWS Activate Portfolio Plus dan technical mentoring terkait keamanan platform, pengembangan startup, dan best practice. MDI Ventures, yang memiliki jaringan di Singapura dan Silicon Valley, akan memberikan keahlian lokal dan akses kepada jaringan mentor mereka.

Program pengembangan Grab Ventures Velocity di Indonesia melengkapi program BEKRAF dan Kominfo melalui berbagai inisiatif, seperti Go Digital Vision 2020 dan Go Startup Indonesia.

Tidak ada kategori pilihan

Bisa dibilang tidak ada kategori tertentu untuk mengikuti program Grab Ventures Velocity. Hal tersebut diklaim Grab menyesuaikan target  program yang ingin dicapai.

“Kami mengevaluasi startup berdasarkan beberapa faktor kunci. Termasuk di dalamnya kekuatan tim dan manajemen, teknologi yang diterapkan, dan nilai layanan kepada end user. Kami juga melihat lebih banyak tren makro seperti keberadaan pasar saat ini dan posisi pasar serta ukuran pasar hingga skalabilitas model bisnis perusahaan,” kata Chris.

Sebelumnya Grab sudah berinvestasi dan melakukan M&A terhadap startup di kawasan regional, salah satunya Kudo di Indonesia. Usai pengumuman batch pertama program Velocity, Grab Ventures segera mengumumkan pembukaan batch kedua.

GnB Accelerator Hadirkan Tujuh Startup Terpilih di Batch Keempat

Untuk keempat kalinya program GnB Accelerator memilih tujuh startup yang berhak mendapatkan pelatihan dan mentoring hingga pendanaan sebesar $50 ribu (sekitar Rp 710 juta) untuk investasi awal. Program Manager GnB Accelerator Kentaro Hasimoto mengungkapkan, ketujuh startup tersebut terpilih dari sekitar 150 startup yang mendaftarkan diri untuk batch keempat. Nantinya, selama tiga bulan, tujuh startup yang terpilih akan dibina mitra dan mentor dari GnB Accelerator.

“Program ini kami rancang secara konsisten juga untuk memberikan world-class accelerator program. Tidak saja melalui pendanaan, tapi juga menawarkan mentorship, support, dan training dari para expert dari dalam dan luar negeri yang telah berpengalaman di bidangnya.”

Sebelum menyaring tujuh startup terpilih, program akselerator GnB telah melakukan road show selama dua hari di kota-kota seperti Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Medan, dan Jakarta. Road show ini bertujuan untuk memberikan kesempatan yang sama bagi para pelaku startup di luar kota, baik untuk akses ke pendanaan, mentor, maupun jaringan internasional.

Program yang diinisiasi Fenox Venture Capital yang berbasis di Silicon Valley dan perusahaan IT Jepang, Infocom Corporatio tersebut hingga kini telah melahirkan sekitar 25 startup lulusan.

“Untuk Fenox sendiri kami saat ini sudah memberikan investasi kepada lebih dari 30 startup yang memiliki potensi dan model bisnis yang menarik,” kata SEA Regional Manager Fenox VC Retno Dewati.

Program yang sudah mulai berlangsung sejak tahun 2016 ini diklaim memperkuat posisi GnB sebagai wadah akselerator terbaik di Indonesia yang secara konsisten mendukung perkembangan startup lokal potensial.

Berbagai layanan

Dari tujuh startup yang dilirik program GnB Accelerator, terdapat layanan yang sudah familiar, di antaranya adalah katering rumahan online, teknologi untuk melakukan riset secara terpadu, hingga platform untuk calon mahasiswa menentukan jurusan terbaik di universitas.

Berikut adalah tujuh startup yang mendapatkan kesempatan mengikuti program dengan dukungan dan training di gelombang keempat:

Infra Digital. InfraDigital merupakan layanan keuangan digital untuk bisnis tradisional untuk mengotomasi proses penagihan dengan memanfaatkan channel fintech dalam mengumpulkan dan menyalurkan pembayaran.

Matakota. Matakota adalah media sosial dengan konsep smart citizen yang menghubungkan masyarakat dan stakeholder untuk berinteraksi secara kolaboratif pada enam sektor utama, yaitu sosial, lalu lintas, kriminal, kebakaran, bencana dan perlindungan anak.

Populix. Populix merupakan startup yang membangun database responden di seluruh Indonesia. Database ini digunakan oleh perusahaan, lembaga masyarakat, pemerintah, akademisi, ataupun institusi lainnya untuk keperluan riset, marketing, dan pengujian produk, sehingga bisa dimanfaatkan untuk penentuan keputusan dan strategi yang lebih tepat bagi setiap penggunanya.

Bookslife. Bookslife adalah platform penerbitan digital. Dengan pendekatan yang mudah, murah dan personal. Bookslife memberikan solusi bagi para penulis, pembaca dan penerbit menggunakan sistem part untuk menggerakkan dan menciptakan atmosfir yang lebih positif dalam industri konten penerbitan.

Playable Kids. Playable Kids merupakan aplikasi yang menyediakan konten digital yang aman, edukatif dan menghibur bagi anak serta orang tua. Konten digital yang disediakan berupa educations games, interactive learning video. Playable Kids juga menyediakan fitur school management system dan parental control untuk membantu orang tua memonitor perkembangan anak di sekolah.

Homade. Homade adalah sebuah startup yang bergerak didalam industri makanan jadi (catering) yang memiliki standar kesehatan, rasa dan berkualitas dengan harga ekonomis. Keunggulan Homade adalah memberdayakan ibu rumah tangga untuk memasak, menggunakan makanan serta bumbu yang terjaga kualitasnya serta harga yang ekonomis dengan kemudahan memesan melalui aplikasi.

Ikigai. Ikigai adalah portal rekrutmen mahasiswa. Menghubungkan mahasiswa ASEAN dengan universitas di seluruh dunia dengan misi untuk memberdayakan siswa dalam memilih pendidikan, melalui pilihan studi yang transparan, interaktif dan cocok dengan psikologi siswa.

Fokus Visio Incubator Membina 100 Startup Baru di Tahun 2018

Setelah mengumumkan program inkubasi sesi kedua, program inkubator yang berbasis di Padang, Sumatra Barat Visio Incubator, kembali mengumumkan update terkini. Kali ini adalah undangan khusus dari Uprise Festival 2018 di Dublin, Irlandia sebagai perwakilan Indonesia dalam salah satu perhelatan startup festival terbesar di Eropa.

Kepada DailySocial Co-Founder dan CEO Visio Incubator Hendriko Firman mengungkapkan, berawal dari permintaan untuk kerja sama melalui email dengan Uprise Festival, kemudian menjadi sebuah undangan untuk menghadiri kegiatan tersebut di Dublin, Irlandia.

“Kita sangat bangga bisa menjadi wakil Indonesia di kegiatan ini. Semoga bisa banyak membawa pulang pengetahuan, ilmu dan skill practice yang kita terapkan saat kembali ke Indonesia,” Ujar Hendriko.

Untuk menambah jumlah mitra Visio Incubator mengklaim kerap mengikuti berbagai kegiatan inkubasi hingga akselerasi di dalam dan luar negeri.

“Uprise Festival 2018 di Dublin ini adalah salah satunya, di mana setiap tahunnya akan berkumpul para pelaku startup di ajang startup terbesar di dunia ini. Tidak hanya membantu para startup, event ini juga membantu para bisnis inkubator/akselerator,” kata Hendriko.

Agresif melancarkan kemitraan

Sebagai salah satu inkubator daerah, Visio Incubator selama ini cukup aktif melancarkan kemitraan dengan perusahaan hingga startup lokal dan asing. Saat ini Visio telah membantu menginkubasi 42 startup, meluncurkan 12 startup baru, membina 166 pendiri startup baru, menjaring dan menarik sekitar 41 relawan.

“Rencana Visio di tahun 2018 ini adalah melakukan dua kali pendaftaran inkubasi. Dan dua kali demo day agar bisa menginkubasi 100 startup baru,” kata Hendrico.

Disinggung tentang rencana fundraising, Hendrico menegaskan hingga saat ini masih belum memiliki rencana untuk melakukan kegiatan tersebut. Masih fokus mengumpulkan startup baru asal Sumatra Barat dan sekitarnya, Visio Incubator memiliki misi untuk menciptakan ekosistem kewirausahaan digital di Indonesia, dan dimulai di kawasan Sumatra.

“Sebagai negara yang menjadi sasaran utama dari Venture Capital dan Venture Philanthropy dalam menginvestasikan pendanaannya, masih belum banyak startup yang memilik produk hingga kemampuan dari pendirinya yang cukup matang.” tutup Hendriko.

Melalui program Visio Incubator Hendriko menegaskan, diharapkan bisa mencetak pendiri startup berkualitas, terutama di kawasan Sumatra dan sekitarnya.