Amartha Luncurkan “Ascore.ai”, Layanan Skoring Kredit Alternatif untuk Individu dan Institusi

Layanan marketplace microfinance Amartha meluncurkan inisiatif terbarunya Ascore.ai. Memanfaatkan teknologi machine learning, platform tersebut didesain untuk menyediakan solusi pengukuran profil risiko (credit scoring) secara akurat dan holistik. Melalui layanan ini, perusahaan berharap bisa membuka peluang bagi berbagai sektor usaha untuk menjangkau pangsa pasar yang lebih masif.

Ascore.ai dikembangkan sebagai alternatif skoring kredit yang dibangun di atas lebih dari 1 juta database mitra pengusaha ultra mikro Amartha selama tujuh tahun terakhir. Perusahaan telah menggunakan teknologi ini untuk pengukuran risiko dalam menyalurkan pinjaman bagi segmen yang belum terlayani atau underserved.

Model alternatif skoring kredit telah diregulasi OJK melalui beleid Inovasi Keuangan Digital (regulatory sandbox).

Founder & CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra menyampaikan bahwa pihaknya melihat peluang yang sangat besar untuk mengkatalisis sektor ekonomi informal melalui teknologi. Terdapat sekitar 20 juta UMKM di Indonesia yang masih belum terlayani oleh layanan keuangan formal, karena profiling risikonya sulit diukur.

“Melalui teknologi Ascore.ai, berbagai sektor usaha maupun institusi diharapkan dapat menggunakan layanan ini, dan berpeluang untuk memperluas jangkauan pasarnya ke pangsa pasar yang lebih masif, salah satunya sektor ekonomi informal,” ungkapnya.

Solusi ini diharapkan dapat menghasilkan output berupa nilai risiko, perhitungan bunga pinjaman, pengolahan data, serta keputusan-keputusan yang berpengaruh pada bisnis. Dengan begitu, bisa mendorong lebih banyak bisnis untuk memahami pangsa pasarnya, serta memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih bijak.

Targetkan pangsa pasar institusi dan individu

Solusi Ascore.ai dapat digunakan baik oleh institusi maupun individu. Bagi segmen institusi, tersedia layanan berupa verifikasi risiko, credit underwriting, advance credit analysis, dan pengecekan kredit nasabah. Layanan dapat menjangkau sektor fintech, microfinance/lembaga pembiayaan, perbankan seperti BPR dan BPD, koperasi, agrikultur, hingga marketplace dengan opsi produk paylater dan pinjaman.

Taufan turut mengungkapkan bahwa Amartha telah bekerja sama dengan berbagai stakeholder mulai dari perbankan maupun sektor fintech untuk mendigitalisasi UMKM di Indonesia. Amartha membantu institusi keuangan agar dapat merambah segmen akar rumput, tanpa perlu mengembangkan teknologi credit decisioning solution sendiri.

“Diharapkan, dengan solusi ini, akan semakin banyak institusi yang dapat memperluas jangkauannya ke pangsa pasar masif seperti UMKM. Ini sekaligus dapat membantu peningkatan inklusi keuangan”, lanjut Taufan.

Pada segmen individu, Ascore.ai menyediakan layanan berupa penghitungan profil risiko serta simulator skor kredit. Nantinya, pengguna dapat mengakses situs Ascore.ai untuk mempertimbangkan hasil perhitungan profil risiko untuk mengenali profilnya sebelum memutuskan untuk mengajukan pinjaman ke lembaga keuangan formal.

“Dengan layanan yang holistik, Ascore.ai diharapkan dapat menjangkau segmen pasar yang lebih masif, tidak terbatas pada institusi saja tetapi juga setiap individu yang membutuhkan layanan keuangan. Amartha optimis, Ascore.ai dapat mendorong inklusi keuangan serta menjadi katalisator bagi UMKM untuk bertransformasi menjadi usaha digital dan bersaing di pasar global”, tutup Taufan.

Masih besarnya ketimpangan kredit masyarakat unbanked dan underbanked, membutuhkan metode penilaian kredit atau credit scoring yang menyesuaikan profil calon nasabah. Selain Ascore.ai, mulai banyak bermunculan aplikasi khusus yang dikembangkan untuk penilaian kredit di Indonesia seperti SkorLife, MyIdScore, dan Fineoz.

Sejak awal berdiri di 2010, Amartha memantapkan komitmennya untuk memberikan akses permodalan, khusus untuk pengusaha perempuan yang selama ini masuk ke dalam golongan unbanked dan underbanked.

Pada bulan Maret lalu, Amartha merayakan kesuksesannya menjangkau satu juta pengusaha mikro perempuan. Selama 12 tahun berdiri, perusahaan telah menyalurkan modal kerja sebesar lebih dari 7,5 triliun rupiah kepada lebih dari satu juta perempuan pengusaha mikro di 35.000 desa di Indonesia. Di samping itu, perusahaan berhasil menjaga kualitas NPL yang stabil di bawah 0,5 persen.

Application Information Will Show Up Here

Kabar Rencana Amartha Akuisisi Bank Victoria Syariah dan Potensi Hal Strategis di Baliknya

Hampir sepekan pasca-dikabarkan akan mengakuisisi Bank Victoria Syariah, Amartha belum juga mengonfirmasi hal ini. Sebelumnya, DealStreetAsia melaporkan startup P2P untuk pengusaha perempuan mikro ini akan mengambil alih sebesar 70% saham milik Bank Victoria Syariah.

DailySocial.id telah mencoba menghubungi CEO dan Founder Amartha Andi Taufan untuk mengonfirmasi akuisisi tersebut. Namun, belum ada konfirmasi hingga berita ini diturunkan.

Mengutip Katadata, Andi tidak menampik maupun mengonfirmasi kabar akuisisi tersebut. Dia menyebut tengah berfokus mengakselerasi penyaluran pinjaman kepada pengusaha perempuan dengan digitalisasi layanan keuangan bagi mitra maupun pendana individu lewat fitur crowdfunding.

Adapun, sejak awal berdiri di 2010, Amartha memantapkan komitmennya untuk memberikan akses permodalan, khusus untuk pengusaha perempuan yang selama ini masuk ke dalam golongan unbanked dan underbanked.

Per saat ini. Amartha telah menyalurkan modal usaha sebesar Rp61,7 triliun ke 1.032.959 pengusaha perempuan mikro dengan total TKB90 97,16%.

Akuisisi, bank digital, dan akselerasi pinjaman

Dihubungi secara terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkap bahwa banyak bank kecil diakuisisi startup dengan harga murah karena tidak dapat memenuhi syarat modal minimum yang ditetapkan OJK.

Dalam konteks di atas, Bank Victoria Syariah diketahui tengah menambah modal untuk memenuhi aturan OJK terkait modal inti sebesar Rp3 triliun. Per September 2021, Bank Victoria Syariah hanya punya modal inti sekitar Rp256,6 miliar.

Fintech masuk [lewat akuisisi] untuk membantu permodalan sehingga bank bisa bertahan. Bahkan tidak menutup kemungkinan bank ini diganti menjadi bank digital,” tutur Bhima.

Jika menilik akuisisi sebelumnya, sebagian besar bank kecil ini diakuisisi dan diubah identitasnya dengan branding baru. Alasan lainnya, bank kecil tidak memiliki infrastruktur, kantor cabang, dan nasabah yang besar sehingga lebih mudah untuk ditransformasi. Contoh, Bank Artos menjadi Bank Jago dan Bank Yudha Bhakti menjadi Bank Neo Commerce.

Yang perlu disoroti, ujar Bhima, tren akuisisi bank kecil oleh startup P2P memungkinkan mereka untuk menawarkan plafon pinjaman yang lebih tinggi kepada nasabah. Pasalnya, OJK mengatur batasan pinjaman fintech lending maksimum sebesar Rp2 miliar. 

Fintech tidak bisa terus-menerus berharap pada lender ritel karena biaya bunga yang diberikan cukup mahal. Sementara, pendanaan fintech yang bersumber dari institutional lender dibatasi OJK. Maka itu, fintech mengakuisisi bank sehingga sumber pendanaan dari simpanan nasabah bank dapat mendorong penyaluran pinjaman fintech,” paparnya.

Dalam gambaran menyeluruh, aksi korporasi di atas bermuara pada satu misi yang sama, yakni mendorong inklusi keuangan ke segmen underbanked dan unbanked. Perbankan mengalami kesulitan mendorong pinjaman ke segmen mikro karena biaya operasional terlalu mahal. Sementara, fintech banyak menggarap segmen mikro. 

Fintech dan bank saling membutuhkan. Contohnya, Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK arahnya akan lebih ke perbankan. Sementara, fintech butuh akurasi data calon debitur di SLIK OJK, untuk mengendalikan risiko kredit macet,” tambahnya.

Berdasarkan laporan Kementerian Koperasi dan UKM, saat ini terdapat 64,19 juta UMKM di Indonesia, di mana 99,92% merupakan usaha di segmen mikro dan kecil. Dari total tersebut, sekitar 34% usaha menengah dijalankan perempuan, sedangkan 56% usaha kecil dan 52% usaha mikro dimiliki perempuan.

***
Ikuti kuis dan challenge #NgabubureaDS di Instagram @dailysocial.id selama bulan Ramadan, yang akan bagi-bagi hadiah setiap minggunya berupa takjil, hampers hingga langganan konten premium DailySocial.id secara GRATIS. Simak info selengkapnya di sini dan pantau kuis mingguan kami di sini.

Application Information Will Show Up Here

Sukses Menjangkau 1 Juta ‘CEO’ UMKM Perempuan, Amartha Siap Jangkau Lebih Banyak dengan Kolaborasi

Bersamaan dengan momen International Women’s Day yang diperingati kemarin (8/3), hari ini (9/3), Amartha merayakan kesuksesannya dalam menjangkau satu juta pengusaha mikro perempuan. Selama 12 tahun berdiri, Amartha selalu fokus untuk menciptakan inklusi keuangan dan memastikan taraf hidup para pelaku usaha mikro, terutama perempuan, meningkat dengan memberikan akses permodalan.

Selain fokus untuk menjangkau lebih banyak UMKM, Amartha juga terus fokus mempertahankan kualitas pinjaman. Hal ini juga didukung dengan fakta bahwa Amartha telah mempertahankan perolehan NPL di bawah 0,5% sejak 2020.

Untuk itu, Andi Taufan Garuda Putra, selaku Founder & CEO Amartha, mengucapkan terima kasih dan merasa puas dengan semua tim yang telah berkolaborasi dalam menyediakan permodalan untuk para mitra Amartha. Kemudian, Andi juga menegaskan bahwa milestone ini bukanlah akhir, melainkan permulaan, dan yakin milestone selanjutnya akan dicapai lebih cepat daripada ini dengan bantuan kolaborasi dan fitur crowdfunding Amartha yang telah tersedia di aplikasi sejak akhir 2021 lalu.

“Pencapaian ini bukanlah akhir perjalanan melainkan permulaan bagi kami untuk terus menjangkau jutaan pengusaha UMKM lainnya, sehingga dibutuhkan kolaborasi yang lebih masif lagi dari masyarakat untuk mengakselerasi pertumbuhan UMKM perempuan di Indonesia,” kata Andi.

Kolaborasi memang sangat dibutuhkan di era saat ini untuk membantu mewujudkan misi sosial dari Amartha. Dalam kesuksesan mendanai satu juta ‘CEO’ UMKM perempuan, Amartha masih terus bertekad untuk bisa menjangkau lebih banyak lagi ‘CEO’ UMKM perempuan di seluruh Indonesia.

Selain berterima kasih kepada semua pihak yang membantu tercapainya satu juta mitra ini, Andi juga mengajak masyarakat luas untuk turut andil dalam mendanai UMKM perempuan bersama Amartha mulai dari Rp.100.000 dalam kampanye #100ribuSejutaPeluang.

 

Untitled

 

Menurut Aria Widyanto, Chief Risk and Sustainability Officer Amartha, dengan membantu mendanai mitra pengusaha perempuan melalui Amartha, para pendana bisa memastikan taraf hidup mitra meningkat dan dapat membantu mitra memperoleh biaya untuk pendidikan anak-anaknya.

Tidak hanya melalui pendanaan, Amartha juga masih terus konsisten dalam memberikan training mingguan kepada mitra secara berkelompok mengenai literasi keuangan, literasi digital, dan kemampuan kewirausahaan yang bisa membantu mitra mengakses pasar yang lebih luas lagi dan memiliki relasi baru.

Dengan strategi tersebut, Amartha mencatat ada 95% mitra yang telah berhasil memenuhi kebutuhan dasar. Kemudian, terdapat 96% mitra yang telah berhasil meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Dampak positif ini tidak hanya dirasakan oleh mitra dan keluarga, tapi juga komunitas di sekitar karena terciptanya lapangan kerja baru di desa dimana 75% dari total tenaga kerja juga datang dari kalangan perempuan.

Meskipun angka satu juta merupakan angka yang besar, tapi nyatanya hingga saat ini masih ada 30 juta UMKM yang belum mendapatkan akses ke permodalan. Fakta ini juga dipaparkan oleh Komisaris Utama Amartha, Rudiantara, dalam acara Virtual Media Briefing: Launching Satu Juta Mitra Amartha. Ia yakin bahwa microfinance seperti Amartha bisa menjangkau lebih banyak UMKM lagi terutama dengan adanya transformasi digital dan juga kolaborasi.

Tips Berutang yang Sehat untuk Pelaku UMKM

Setiap pelaku usaha, termasuk UMKM atau usaha mikro, kecil dan menengah, pasti membutuhkan modal yang cukup dalam menjalankan usahanya. Modal usaha, nantinya, dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan usaha.

Di tengah keinginan pelaku usaha untuk mendapatkan modal cukup, sering kali dihadapkan dengan berbagai macam keterbatasan. Seperti, tidak memiliki sumber pendanaan yang cukup untuk modal.

Tetapi, di era digital ini, pelaku usaha telah memiliki kemudahan akses. Yakni, terbuka luasnya kesempatan pinjaman modal online dari lembaga keuangan, seperti perbankan maupun platform financial technology atau fintech peer-to-peer lending.

Utang Sebagai Solusi Kurang Dana?

Chief Finance Officer (CFO) fintech Amartha, Ramdhan Anggakaradibrata menilai, luasnya kesempatan mendapat pinjaman modal atau berutang saat ini, dapat mendukung pelaku UMKM memperbesar skala usahanya.

“Utang dapat membantu UMKM melakukan ekspansi, misalnya menambah tenaga kerja, membuka cabang usaha baru, memperluas pasar, melakukan pengembangan produk, atau membeli teknologi baru yang mendukung produktivitas usaha,” jelas Ramdhan.

Menurutnya, meski utang kerap dianggap sebagai hal yang pantang dilakukan, sifatnya justru baik. Asal, penggunaannya tepat, yakni sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pelaku UMKM sebagai peminjam.

“Apabila utangnya sehat, utang bisa menjadi salah satu instrumen yang dapat memperbesar skala usaha pada pelaku UMKM. Jadi sifatnya justru baik,” kata Ramdhan.

Seperti Apa Utang yang Sehat?

Utang yang sehat merupakan utang yang timbul untuk kebutuhan produktif, yang dapat menghasilkan manfaat keuangan atau memberi dampak positif bagi usaha.

Selain itu, utang konsumtif dalam bentuk aset, dengan nilai manfaat yang lebih panjang dari masa pelunasan hutang, dapat juga dikategorikan sebagai utang sehat.

Ada pun besaran utang yang dikategorikan sehat dan ideal, yakni sesuai dengan kondisi finansial dan kebutuhan, sehingga peminjam memiliki proyeksi untuk dapat melunasi hutang tersebut.

“Bagi UMKM, besaran idealnya maksimal adalah 50% dari total aset, atau cicilan sebesar 30% dari total pendapatannya. Contoh, kalau asetnya 100 juta (berupa stan toko offline atau booth), maka utang maksimal yang boleh dipinjamkan adalah 50 juta rupiah,” papar Ramdhan.

Selain aset, bisa juga menggunakan pendapatan usaha. Misalnya, sebuah toko online memiliki pendapatan 10 juta per bulan, maka utang yang boleh dipinjam memiliki cicilan maksimal 3 juta rupiah per bulan.

Kriteria Utang Sehat Bagi UMKM

Menurut Ramdhan, ketika memutuskan untuk mengambil pinjaman modal dengan berutang, ada baiknya untuk membuat perencanaan dengan sebaik-baiknya. Ia juga memaparkan kriteria utang yang sehat bagi pelaku UMKM, antara lain:

  • Digunakan untuk kegiatan produktif bukan konsumtif.
  • Nilai utang yang diambil sesuai kebutuhan usaha dan kemampuan bayar peminjam.
  • Penggunaannya sudah terencana dengan spesifik dan sistematis.
  • Sudah dibuat estimasi pengembaliannya, terutama dari sisi arus kas

Tips Kelola Modal dari Utang yang Tepat

Ramdhan mengatakan, utang harus dikelola secara disiplin untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Ada pun ia membagikan seuraian tips mengelola utang sehat bagi pelaku UMKM, di antaranya:

  • Lakukan pencatatan keuangan yang rapi dan disiplin. Catat semua pengeluaran dan pemasukan usaha setiap harinya, lalu kelompokkan berdasarkan periode tertentu.
  • Pisahkan arus kas usaha dan arus kas pribadi milik pelaku usaha. Perlu diingat, kebutuhan pribadi tidak baik jika mencampuri kebutuhan usaha.
  • Pastikan penggunaan utang mengikuti rencana usaha. Serta, tidak boleh digunakan untuk kepentingan konsumtif.
  • Pantau target. Pastikan utang yang dipinjam dapat membantu usaha dalam mencapai target atau
  • Pastikan pelaku usaha benar-benar membutuhkan utang tersebut dan mampu membayar. Tidak bisa hanya salah satunya saja.

Pengelolaan modal yang bersumber dari utang, apabila dilakukan dengan cara-cara seperti di atas, akan menghindarkan usaha jauh dan terjebak pada permasalahan-permasalahan utang.

Cara Terhindar dari Permasalahan Utang

Di tengah masa cicilan utang, sering kali terjadi permasalahan yang dialami pelaku usaha sebagai peminjam. Misalnya, kredit macet. Di mana kondisi usaha sedang mengalami kesulitan, hingga tidak mampu membayar hutang.

Akhirnya, terjadi pemangkiran, penundaan serta permintaan perpanjangan masa cicilan. Permasalahan seperti ini, menurut Reynald dapat dihindari, apabila:

  • Pelaku usaha memisahkan arus kas usaha dan pribadi. Sehingga, keuangannya tidak bercampur dan berpotensi digunakan untuk kebutuhan konsumtif.
  • Susun rencana yang matang sebelum meminjam uang. Lalu, ketika dana pinjaman cair, gunakan dengan tepat sesuai sasaran.
  • Perhitungkan kemampuan bayar pinjaman sehingga tidak berpotensi mengalami gagal bayar.
  • Baca kontrak pinjaman modal dengan cermat. Sehingga, ketika ada klausul-klausul pinjaman yang memberatkan dan tidak dipahami, dapat digali lebih dalam atau tanyakan kembali kepada pihak pemberi dana pinjaman.
  • Cari tahu terlebih dahulu background perusahaan yang memberi Misalnya, dengan memastikan perusahaan tersebut terdaftar di OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Sehingga, terhindar dari potensi mengalami penipuan dan pemerasan.

Cara Mengatasi Permasalahan Utang yang Dialami

Ketika pelaku usaha sebagai peminjam terlanjur mengalami permasalahan utang, alih-alih mengajukan pinjaman ke tempat lain, untuk menutupi utang sebelumnya. Solusi yang tepat adalah mengkomunikasikan keadaan usaha saat ini, dengan pihak pemberi dana pinjaman.

Lalu, pemberi pinjaman dapat mengajukan restrukturisasi utang. Restrukturisasi utang adalah keringanan yang diberikan bagi pelaku usaha sebagai peminjam, dalam rangka memperbaiki kondisi keuangannya, ketika memasuki fase gagal bayar.

“Pelaku UMKM bisa memilih pendekatan mana saja yang paling sesuai dengan kemampuan bayar pada saat itu, dengan tujuan untuk tetap dapat melunasi kewajiban tersebut. Dengan cara mengajukan syarat dan kondisi baru yang disetujui kedua belah pihak,” jelas Ramdhan.

Restrukturisasi yang bisa dilakukan, antara lain: dengan memperpanjang tenor pinjaman, mengajukan keringanan bunga, menjaminkan sebagian aset kepada lembaga yang kredibel, mengubah strategi usaha, dan penyesuaian lain yang dapat membantu meringankan utang.

Punya Riwayat Keuangan Buruk, Gimana Solusinya?

Ketika pelaku usaha sebagai peminjam pernah memasuki fase gagal bayar di lembaga keuangan pemberi dana pinjaman, baik itu di bank atau fintech. Lalu, ingin mengajukan utang kembali, seringkali pertimbangannya lebih besar, sebab memiliki rekam jejak yang buruk.

Solusi dari permasalahan tersebut agar pengajuan pinjaman dapat diterima adalah, pertama-tama, pastikan kondisi usaha sudah membaik. Lalu, pastikan bahwa utang yang dimiliki tidak masuk dalam kategori berisiko.

“Akan lebih baik, apabila pelaku usaha sebagai peminjam, sudah melunasi utang masa lalu tersebut secara keseluruhan,” saran Ramdhan.

Jika hal tersebut sudah dilakukan, pelaku UMKM dapat memberikan surat klarifikasi ke OJK atau Bank. Jelaskan bahwa pembayaran utang sebelumnya sudah diselesaikan secara menyeluruh.

“Pelaku usaha terkait juga dapat menjelaskan apa yang menjadi penyebab utama utang tersebut sempat mengalami kendala, misal karena efek pandemi atau hal lainnya,” kata Ramdhan.

Syarat Agar UMKM Dipercaya Oleh Lembaga Keuangan

Setiap lembaga keuangan, baik itu bank atau fintech, memiliki kriteria pertimbangannya masing-masing dalam memberi kepercayaan kepada pelaku usaha sebagai peminjam. Ramdhan mengungkapkan, pihaknya pun mempunyai pertimbangan khusus.

“Produk pembiayaan Amartha adalah model pinjaman kelompok, sehingga selain penilaian atas pribadi calon peminjam, penilaian atas kelompok juga perlu dilakukan untuk menjaga kualitas dari pinjaman,” kata Ramdhan.

Ramdhan juga memaparkan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan, agar UMKM sebagai peminjam dipercaya dapat berutang kepada pihaknya, antara lain:

  • Punya usaha yang sudah berjalan dan usaha bergerak di sektor yang berisiko rendah, misalnya perdagangan, jasa dan lainnya.
  • Membentuk majelis perkumpulan dengan sesama peminjam lain, serta bersedia menjalani sistem tanggung renteng.
  • Memiliki itikad baik dan telah disetujui oleh wali/pasangan sahnya (bapak/suami).
  • Tidak memiliki rekam jejak yang buruk di komunitasnya.
  • Dapat menyanggupi sistem pembayaran mingguan, yang akan dilunasi dalam waktu 50 minggu.
  • Bersedia hadir di pertemuan mingguan dan disiplin mengikuti peraturan dari pihak pemberi dana pinjaman.

Permudah Akses Pinjaman untuk UMKM di Pedesaan, Amartha Gandeng Element Inc.

Amartha, perusahaan teknologi keuangan inklusif bagi kaum hawa mengumumkan Element Inc. sebagai mitra dalam upaya mempermudah akses produk keuangan ke pelaku usaha mikro, kecil dan menengah di pelosok.

Berdiri sejak tahun 2010, Amartha fokus memberikan akses pendanaan produktif khusus untuk perempuan yang tidak terlayani dan tidak memiliki rekening bank. Menjangkau lebih dari 19.000 desa di seluruh Indonesia, Amartha telah memberdayakan sedikitnya 900.000 wanita pengusaha kecil dengan kucuran modal hingga Rp 5 triliun.

Penunjukan Element Inc. yang memiliki teknologi selfie enrollment dan liveless check serta pemrosesan dokumen identitas e-KTP berperforma tinggi, memungkinkan Amartha untuk menawarkan akses yang lebih mudah. Tidak selesai di situ, ini juga memberikan mereka kemampuan untuk meningkatkan kecepatan layanan, validasi dokumen yang lebih aman dan percepatan pencairan pinjaman.

Dijelaskan oleh Andi Taufan Garuda Putra, Founder & CEO Amartha dalam keterangan resminya, “Kombinasi solusi ini dapat meningkatkan akses pendanaan bagi calon pengusaha mikro dan kecil yang berkontribusi 60% terhadap GDP Indonesia,”

Mengedepankan Konsep Hybrid untuk Jangkau Pelosok Desa

Pemerataan teknologi bukan isu baru di tanah air. Guna menjawab problema klasik ini, Amartha masih mengedepankan sistem hybrid yang merupakan penggabungan antara strategi online dan offline. Di sisi online, perusahaan mengadopsi teknologi mesin pembelajar dan pengolahan data yang relevan untuk menemukan model penilaian kredit yang bisa diandalkan dan akurat.

Sedangkan di sisi offline, Amartha secara langsung masuk ke lini-lini usaha micro dengan memberdayakan agen yang bertugas terjun langsung ke lapangan ke pelosok desa, memantau dan menyediakan layanan keuangan.

Strategi ini disebut lebih efektif guna memberikan akses yang merata untuk mereka yang selama ini kurang terlayani.

“Dalam strategi offline, kami mengelola hampir 3.000 agen lapangan untuk memantau dan menyediakan layanan keuangan di desa-desa. Operasi offline menghadirkan peluang yang signifikan untuk digitalisasi di daerah pedesaan. Oleh karena itu, kolaborasi dengan Element ini diharapkan dapat memberikan manfaat besar bagi efisiensi dan skalabilitas produk dan operasi layanan keuangan kami bagi pelanggan kami,” imbuh Andi.

Skema Kolektif dengan Pendekatan Konvensional

Skema yang diusung Amartha dalam menyalurkan pinjaman tergolong unik. Meskipun telah bertransformasi menjadi fintech P2P lending, namun akarnya sebagai lembaga keuangan konvensional tidak dilupakan.

Amartha mendorong peminjam untuk membentuk kelompok-kelompok usaha yang terdiri dari 15-20 orang. Skema ini memungkinkan terbentuknya komitmen di antara anggota, ketika salah satu dari mereka kesulitan maka anggota yang lain berkewajiban untuk saling menutupi. Amartha masih secara konvensional terjun ke lapangan untuk memberikan pendampingan.

Informasi mengenai produk pinjaman Amartha, dapat Anda temukan di situs resminya.

Editors’ Picks: Indonesia’s Most Impactful Startups

Impact investing can be a powerful instrument of change.

— Judith Rodin (Philanthropist and former President of Rockefeller Foundation).

Creating a startup is not only about making wealth and being famous, nationwide and globally. It’s also to make impacts on society. Indonesia, an archipelago with 270+ million of population and most are working in maritime and agriculture industry, can use some help from tech startups to ignite these changes. A change for farmers, fishermen, grassroots communities, MSMEs, and people in need for a better quality of healthcare and education.

In alphabetical order, here are our picks (handpicked by our own editors) for Indonesia’s most impactful startups to date.

Amartha (Kristin, Randi)

Metrics Number/Description
Impacted MSMEs 908,000
Disbursement Rp5.13 trillion
Coverage The women-focused fund, providing access to clean water, accommodating financial access to tier-3 cities, financial literacy programs

Amartha has been uniquely positioned to use Grameen Bank’s playbook to empower women by disbursing productive loans with technological touch. In the patriarchal society we live in, where most households are supported by only men of the family, this innovation would spread an awareness that women, too, have an opportunity to contribute more to the economy. Not only about the loan, its small group setup taught about business, financial literacy, and digital literacy. Several global social impact institutions have validated the effectiveness of their business model and become strategic partners.

Aruna (Amir, Yenny)

Metrics Number/Description
About Integrated Fisheries Commerce
Total Fishermen 20,000+ fishermen and provided 10 commodities
Coverage 40 fishing community centers spread across 13 provinces, the majority are in coastal villages that have not been reached by similar fishing companies.

Indonesia claims to be a maritime industry, yet the industry hasn’t changed to support local fishermen. With one of the co-founders being a fisherman’s daughter, Aruna builds a platform that consolidates all aspects of the industrial fisheries, from aggregators of supply and purchase, financing, and reducing the price gap, while increasing the living standards for underserved fishermen. It has acquired 20,000+ fishermen to date and has begun to partner with MSMEs in the fishery business.

eFishery (Corry, Yenny)

Metrics Number/Description
Statistics 13,000+ fish farmers and 60,000+ fishponds
Impacted MSMEs 6,000 fish farmers in more than 250 cities/districts throughout Indonesia
Coverage Helps fish farmers in terms of care, the provision of feed and seeds, undercut the possibility of working with middlemen

eFishery has revolutionized the aquaculture sector through IoT-based feeder solutions, disrupting the traditional way of feeding fish and shrimp in Indonesia. It is listed as the largest feed distributor and fish supplier in Indonesia without operating any single fishpond. eFishery continues to scale up its innovation by providing an end-to-end ecosystem through the marketplace and BNPL/paylater services. It aims to build an aquaculture ecosystem in Indonesia that is not only profitable, but also sustainable to the farmers, buyers, and all stakeholders.

Halodoc (Marsya, Randi)

Metrics Number/Description
Total Users 20 million+ monthly active users
Partners 4000+ pharmacy, 20,0000+ doctor; 3800+ medical facilities
Coverage All cities in Indonesia

Halodoc succeeds in democratizing access to comprehensive health facilities. The platform enables many people, especially from tier-2 and tier-3 cities, to access a broad network of doctors and pharmacies in Indonesia with a touch of mobile services. No more wasting hours to queue at the hospital. With healthcare digitization still in the nascent stage, accelerated with the pandemic, Halodoc is on course to be the go-to platform for all healthcare needs.

Kitabisa (Randi, Marsya)

Metrics Number/Description
Statistics 6 milllion+ users/fundraisers,  1.5 million+ monthly transaction in 4000 campaigns
Donation Rp835 billion in 2020
Partners 3000+ NGOs and social institutions, 250+ CSRs

It’s no doubt that Kitabisa has set a gold standard of social crowdfunding, by turning donations into a digital lifestyle, making people more responsive to social problems. Its friendly UI/UX has been copied by many similar services. The power of technology, storytelling, and a strong community has made Kitabisa the top-of-mind donation platform in Indonesia, trusted by millions of users every month. The platform perfectly identified the pain points the community had faced with the donation program: trust, convenience, and flexibility.

Klinik Pintar (Corry, Kristin)

Metrics Number/Description
Statistics 120+ clinics
Partner(s) Bundamedik Healthcare System (BMHS)
Coverage 60+ cities

Accessible infrastructure continues to be the highlight of healthcare democratization towards grassroots communities. While Halodoc provides access to doctors and pharmacies, Klinik Pintar provides physical clinic chains as the first mile for healthcare access. According to data, there are almost 9000 clinics and almost 10,000 Puskesmas nationwide, compared to less than 3000 hospitals. The platform aims to help clinics owners to make healthcare services widely accessible for people with the help of technology.

Mitra Bukalapak (Randi, Marsya)

Metrics Number/Description
Statistics 10.4 million registered micro-business users
Coverage All tier-1, tier-2, and tier-3 cities around Indonesia
Focus Financial and digital literacy programs

We believe Mitra Bukalapak will become the core and essential part of Bukalapak’s business, not just a type of diversification like others’ approach. Hence why it’s now the country leader of the O2O industry. It bridges between non-tech-savvy societies and the technology industry. The platform is about how a digital application enables micro-entrepreneurs to create added value for their customers. It’s also hopeful to provide a fair supply chain system for micro-entrepreneurs.

Tanihub (Yenny, Amir)

Metrics Number/Description
Statistics 500,000+ downloads in Google Play
Total farmers 60,000 farmers
Total users 350,000+ buyers in 12 cities

TaniHub is a one-stop digital service for agricultural products that aims to connect farmers with various types of businesses and end-users. While it’s not the only platform in the area, it’s successfully able to connect the long supply chain between farmers and customers by providing access to capital to the farmers, undercutting the distribution, and establishing a more sustainable environment in the industry. Recently it launches a foundation as a vehicle that provides long-term solutions for the welfare of farmers.

Wahyoo (Corry, Kristin)

Metrics Number/Description
Statistics 17,000 “warung”
Coverage “Warung” in Jabodetabek
Focus Digitizing “warung”, supply chain, paylater product

Small and medium enterprises represent one of the major engines of economic growth in Indonesia. Jakarta alone is home to thousands of small food stalls or locally known as “warung”. Founded by Peter Shearer, Wahyoo, through its innovation, intends to help transform the conventional working system of “warung”. It directs its vision on cost efficiency and increasing the profits of “warung” owners through simplification of the supply chain process.

Zenius (Marsya, Kristin)

Metrics Number
Statistics 20 million+ students and partners with over 7000 teachers throughout Indonesia. Total visit reached up to 38 million (session)
Content 100,000+ learning videos, hundreds of thousands of practice questions for elementary-high school level.
Coverage All cities/districts nationwide

Co-Founded by Sabda PS as one of the edtech pioneers in Indonesia, Zenius shows what an edtech company should be. The platform tries to revolutionize our basic education concept. Rather than just “memorizing”, the old method that has been practiced nationwide for years, it pushes the new idea with an understand-the-concept approach.  Moreover, it’s not only focused on students but also helping teachers catch up with digitalization.

Amartha Accelerates Product Innovation, Acqui-hiring Surabaya Based Software House

P2p lending startup Amartha announced an acquisition of a Surabaya based software company, Twiscode (PT Dapur Rumah Sejahtera) with an undisclosed value. Twiscode talents will join Amartha’s engineer team to accelerate product and technology development plans.

Amartha‘s Chief Commercial Officer, Hadi Wenas explained to DailySocial, the company is currently in need for engineer talent to proceed with innovation and expansion plans after securing the latest fund. Twiscode is considered a perfect fit for the business’ demand.

Moreover, both companies maintain adequate relationship through several collaborations, therefore, Twiscode’s talents have proven reputation and quality. “As we’ve already work together, the chemistry is there, they also want to be part of Amartha to realize the mission,” Wenas said.

Amartha’s Senior Vice President of Engineering, William Notowidagdo added, the pandemic and the work from home (WFH) policy have proven the fact that digital talent demand can be fulfilled without having to rely only to Jakarta’s supply.

“Today’s local talents throughout Indonesia have the same opportunity to contribute to startups like Amartha,” he said. After the acquisition, the entire Twiscode team of 47 people became part of Amartha’s R&D office, named “Amartha Development Center Surabaya”.

Technology development plans

Wenas also mentioned a lot of technological scope at Amartha that could be improved. They are currently focusing on three segments from lender, internal and borrower.

For example, in terms of lender, every one lender will be possible to fund each project in Amartha starting from Rp100 thousand from the previous minimum rate of Rp5 million. “Furthermore, there are some things can be accelerated from the lender registration and verification in the future.”

Moreover, in the internal side, as 1/3 of the borrowers do not have a smartphone, Amartha requires a field officer for the verification process and fund disbursement through a separate application. The company is to launch the latest technology for cashless loan disbursement.

“We want to increase our coverage field officers, therefore, increase their productivity.”

William mentioned another technology to assist borrower verification and attendance is to provide a face recognition feature, enough with the manual process using signature. This solution is to overcome the field conditions, where most of these borrowers are illiterate and whose fingerprints unrecognized using a biometric machine.

To comply with TKB, aside from field officers and absenteeism, Amartha applies four groups with 92 parameters for credit scoring, including business parameters, demographics, ability to pay, and willingness to pay. All of these parameters are made specifically for the underserved segment, it will be different from most p2p players.

“Our survey is not whether he can pay or not, but a survey based by looking at the house condition, for example whether they’re using LPG or kerosene, the presence of refrigerator, dirt or tile based floor, and so on. In the future, we will definitely evolve.”

One of the popular scoring parameters is borrowers’ awareness towards smartphone. The one supporting factor is for the children to study. This should gradually made the increase of social media awarness to borrowers.

“When social media usage increases, we will attit with 92 parameters considering that digital adoption in the village will increase in the future,” Wenas said.

The company released Amartha Plus with three features, Warung Loan Non Mitra, Warung Loan Mitra, and Amartha Pulsa/PPOB. In the first feature, the company becomes a financial partner for paylater products for stall partners registered in the Sampoerna Retail Community (SRC) network. This collaboration allows SRC’s stall partners to pay the due date for each stock purchase.

Next, for the Warung Loan Mitra, it allows stall partners in the Amartha network to purchase FMCG product stocks wholesale through Tanihub, company’s agritech partner. Currently, it has available at 11 points in East Java, there are more than 100 partners shop regularly, and offering more than 4 thousand SKUs .

Last, Amartha Pulsa, whose service is more straight forward for balance top-up and PPOB. This service has been used in 93 points out of 497 Amartha network points.

The growth of fintech lending

Indonesia’s fintech lending statistic per May 2021 / OJK

Throughout 2021, the fintech lending industry continues to growth rapidly. Based on OJK’s statistics as of May 2021, there are 118 conventional and 9 sharia fintech lending providers. The total assets owned reach 4.1 trillion Rupiah. The platforms also managed to accommodate around 8.7 million lender accounts (p2p) channeling 13.8 trillion Rupiah of funds.

In order to maximize this momentum, the company has taken a number of strategic actions. Most recently, they appointed former Minister of Communication and Information Rudiantara as Commissioner. In June 2021, they received 107 billion Rupiah investment from Norfund which is an institution owned by the Norwegian government. It follows the previous round of IDR 405 billion led by WWB Capital Partners II and MDI Ventures.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Percepat Inovasi Produk, Amartha “Acquihire” Perusahaan Piranti Lunak Asal Surabaya

Startup p2p lending Amartha mengumumkan acquihire terhadap perusahaan piranti lunak asal Surabaya Twiscode (PT Dapur Rumah Sejahtera) dengan nilai dirahasiakan. Talenta Twiscode sepenuhnya akan bergabung sebagai tim engineer Amartha untuk mempercepat rencana pengembangan produk dan teknologi.

Kepada DailySocial, Chief Commercial Officer Amartha Hadi Wenas menjelaskan, perusahaan membutuhkan talenta engineer dalam waktu cepat untuk merealisasikan seluruh rencana inovasi dan ekspansi Amartha pasca-mengantongi pendanaan. Pihaknya melihat Twiscode memenuhi seluruh kriteria yang dibutuhkan perusahaan.

Terlebih itu, keduanya memiliki relasi bisnis yang cukup baik lewat sejumlah kerja sama yang pernah dijalin sebelumnya, sehingga reputasi dan kualitas talenta Twiscode telah terbukti. “Karena kami sudah saling kenal jadi ada chemistry, mereka pun ingin jadi bagian dari Amartha untuk mewujudkan misi itu,” ucap Wenas.

Senior Vice President of Engineering Amartha William Notowidagdo menambahkan, pandemi dan tren work from home (WFH) menjadi pembuktian bahwa pemenuhan talenta digital dapat dilakukan tidak harus bergantung lagi pada suplai di Jakarta saja.

“Sekarang talenta di daerah juga punya kesempatan yang sama untuk berkontribusi di startup seperti Amartha,” ucapnya. Setelah acquihire, seluruh tim Twiscode yang berjumlah 47 orang menjadi bagian dari kantor R&D Amartha, dinamai “Amartha Development Center Surabaya”.

Rencana pengembangan teknologi

Wenas melanjutkan masih banyak ruang lingkup teknologi di Amartha yang bisa ditingkatkan jadi lebih baik. Di Amartha sendiri ada tiga segmen teknologi yang difokuskan, yakni dari sisi lender, internal, dan borrower.

Misalnya, untuk segmen lender, nantinya memungkinkan per lender dapat mendanai setiap proyek di Amartha mulai dari Rp100 ribu dari sebelumnya minimal Rp5 juta. “Lalu dari registrasi lender dan verifikasinya ada yang bisa lebih dipercepat lagi ke depannya.”

Kemudian, dari sisi internal, karena 1/3 borrower belum memiliki smartphone, maka Amartha membutuhkan kehadiran field officer untuk proses verifikasi dan pencairan dana yang dibantu lewat aplikasi tersendiri. Teknologi teranyar yang tengah disiapkan adalah proses pencairan dana pinjaman secara cashless.

“Kami ingin meningkatkan coverage field officer kami sehingga produktivitas mereka jadi lebih tinggi.”

William menyebutkan teknologi lainnya untuk membantu verifikasi dan absensi borrower adalah menghadirkan fitur face recognition, tidak lagi harus proses manual dengan tanda tangan. Solusi ini untuk mengatasi kondisi di lapangan, yang mana para borrower ini mayoritas buta aksara dan sidik jari yang tidak bisa terbaca bila memakai mesin biometrik.

Dalam menjaga TKB, selain memanfaatkan kehadiran field officer dan absensi, Amartha menerapkan empat grup dengan 92 parameter untuk skoring kredit, di antaranya parameter bisnis, demografis, kemampuan untuk bayar, dan kemauan untuk bayar. Seluruh parameter ini dibuat khusus untuk segmen underserved, sehingga berbeda dengan pemain p2p kebanyakan.

“Jadi survei kita itu bukan dia bisa bayar atau enggak, tapi dari survei dengan melihat kondisi rumahnya, misalnya pakai LPG atau minyak tanah, ada kulkas atau tidak, lantai rumahnya masih tanah atau ubin, dan sebagainya. Ke depannya pasti akan kita evolve.”

Salah satu parameter skoring yang tengah melonjak adalah awareness borrower terhadap kebutuhan smartphone. Faktor penunjangnya tak lain untuk anak-anak para peminjam untuk sekolah. Kebutuhan tersebut lambat laun membuat kesadaran borrower terhadap media sosial meningkat.

“Ketika usage media sosial naik, akan kita kawinkan dengan 92 parameter mengingat adopsi digital di desa bakal meningkat ke depannya,” pungkas Wenas.

Perusahaan merilis Amartha Plus dengan tiga fitur, yakni Warung Loan Non Mitra, Warung Loan Mitra, dan Amartha Pulsa/PPOB. Pada fitur pertama, perusahaan menjadi mitra finansial produk paylater untuk mitra warung yang masuk dalam jaringan Sampoerna Retail Community (SRC). Kerja sama ini memungkinkan mitra warung SRC dapat membayar tempo untuk setiap belanja stok.

Berikutnya untuk fitur Warung Loan Mitra, memungkinkan mitra warung di jaringan Amartha dapat melakukan pembelian stok produk FMCG secara grosir melalui Tanihub, mitra agritech yang digandeng perusahaan. Terhitung saat ini telah beroperasi di 11 poin di Jawa Timur, ada lebih dari 100 mitra yang belanja secara rutin, dan tersedia lebih dari 4 ribu SKU.

Terakhir adalah Amartha Pulsa yang layanannya lebih straight forward untuk pembelian pulsa dan PPOB. Layanan ini sudah dipakai di 93 poin dari 497 poin jaringan Amartha.

Perkembangan fintech lending

Statistik Fintech Lending Indonesia Mei 2021 / OJK

Sepanjang tahun 2021 ini, industri fintech lending masih terus memperlihatkan geliat pertumbuhan. Menurut data statistik OJK per Mei 2021, ada 118 penyelenggara fintech lending konvensional dan 9 syariah. Secara total, total aset yang dimiliki mencapai 4,1 triliun Rupiah. Para platform juga berhasil mengakomodasi sekitar 8,7 juta rekening pemberi pinjam (p2p) menyalurkan dana 13,8 triliun Rupiah.

Untuk memaksimalkan momentum tersebut, sejumlah aksi strategis telah dilakukan. Teranyar mereka menunjuk mantan Menkominfo Rudiantara sebagai Komisaris. Pada Juni 2021 lalu mereka juga baru mendapatkan investasi 107 miliar Rupiah dari Norfund yang merupakan lembaga milik pemerintah Norwegia. Ini melanjutkan perolehan sebelumnya senilai 405 miliar Rupiah dari putaran yang dipimpin WWB Capital Partners II dan MDI Ventures.

Application Information Will Show Up Here

Amartha Appoints Rudiantara as a Commissioner, Introducing Amartha Plus App

Amartha announced Rudiantara, the former Minister of Communication and Information for the period 2014-2019, as a President Commissioner effective per July 1, 2021. Rudiantara’s mature experience in technology is expected to contribute to the company’s ambition to accelerate MSME digitization.

In a virtual press conference the company held (19/7), Amartha’s Founder and CEO, Andi Taufan Garuda Putra said that one of Rudiantara’s important achievements was to develop policies regarding digital infrastructure in remote areas to support MSMEs.

“Amartha is honored to welcome Mr. Rudiantara to be part of Amartha’s big exit. Amartha is optimistic that his presence will provide insight and wisdom in building leadership and partnerships with company stakeholders,” he said.

Rudiantara added, he is also honored to be able to work together with Amartha in accelerating financial services for the unserved and underserved groups with no access to the banking sector. He said, not only focusing on microfinance, Amartha also focuses on the women’s segment.

“This is the reason I joined Amartha. It is based on technology, but what makes it different is that they target MSMEs with a broad social impact, MSMEs, productive women, and sustainable business. This is what makes me honored to join Amartha,” Rudiantara said.

Amarta Plus app

On the same occasion, Amartha’s Chief Commercial Officer, Hadi Wenas said the company launched the Amartha Plus application specifically for Amartha  borrowers to be more familiar with technology. This application complements the previous two platforms that are specifically designed for field agents and lenders.

The launching also in line with the realization of an investment of $28 million led by Women’s World Banking (WWB) through WWB Capital Partners II and MDI Ventures in early May 2021.7.19

“Prior to this application, the field agent was tasked with inputting the online registration process. However, partners can now apply directly through the application, our field agent will be a sampling surveyer, therefore, the funds will be disbursed faster in about 15 minutes,” Hadi said.

Amartha Plus currently has three features, Warung Loan Non Mitra, Warung Loan Mitra, and Amartha Pulsa/PPOB. In the first feature, the company becomes a financial partner for paylater products for stall partners who are included in the Sampoerna Retail Community (SRC) network. This collaboration allows SRC’s warung partners to pay the due date for each stock purchase.

“This has only been running in June, the number of partners who have joined is about hundreds for the first batch. Soon, we are targeting tens of thousands as the SRC network already has millions of stalls, but there are hundreds of thousands already online.”

Next for the Warung Loan Mitra feature, it allows stall partners in the Amartha network to purchase FMCG product stocks wholesale through Tanihub, an agritech partner that is partnered with the company. As of now, it has operated at 11 points in East Java, there are more than 100 partners who shop regularly, and there are more than 4 thousand SKUs available.

“Last, is Amartha Pulsa, which service is more straight forward for topping up balance and PPOB payment. This service has been used in 93 points out of our 497 network points.”

Wenas said this new application could deepen the smartphone penetration in Indonesia, especially in rural areas. “Next we will develop other innovations related to intensifying smartphone penetratio, therefore, it can be used for business, and helping partners to have less cash for installment payments.”

Currently, of the 719 thousand Amartha partners who have joined as borrowers, around 60% of them are engaged in trading businesses, such as food stalls, grocery, fashion, children’s toy shops, and others. The composition of food stall and grocery business owners dominates around 20%-30% in this business group.

During the first half of this year, Amartha has disbursed loans of Rp914 billion, up 35% YOY to 203 thousand partners. Interestingly, about 60% of this distribution portfolio is channeled outside Java (Sumatra and Sulawesi). This number increased by 196.62% YOY.

Taufan said that this performance would continue to be improved considering the need for micro-financing outside Java is still very broad and has not been fully explored by fintech players at this time. “We are targeting to empower up to 1 million partners by the end of this year,” he said.

Fintech lending business performance

Based on OJK’s statistical data as of May 2021, there are 118 conventional and 9 sharia fintech lending providers. In total, the total assets owned reach 4.1 trillion Rupiah. The platforms also managed to accommodate around 8.7 million lender accounts (p2p) channeling 13.8 trillion Rupiah of funds.

Indonesia’s Fintech lending statistic per May 2021 / OJK

The number of loan disbursements also continues to increase from time to time. The productive sector also tends to get a slightly larger portion than the consumptive sector.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Amartha Angkat Rudiantara sebagai Komisaris, Sekaligus Rilis Aplikasi “Amartha Plus”

Amartha mengumumkan Rudiantara, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika periode 2014-2019, kini bergabung sebagai Komisaris Utama efektif 1 Juli 2021. Pengalaman matang Rudiantara di bidang teknologi diharapkan dapat berkontribusi terhadap ambisi perusahaan yang ingin mempercepat digitalisasi UMKM.

Dalam konferensi pers virtual yang digelar perusahaan pada hari ini (19/7), Founder dan CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra menuturkan salah satu pencapaian penting dari Rudiantara adalah membangun kebijakan-kebijakan mengenai infrastruktur digital di wilayah remote untuk mendukung UMKM.

“Amartha merasa terhormat menyambut Bapak Rudiantara menjadi bagian dari keluar besar Amartha. Amartha optimis kehadiran beliau akan memberikan wawasan dan kebijaksanaan dalam membangun kepemimpinan dan kemitraan dengan para pemangku kepentingan perusahaan,” ujarnya.

Rudiantara turut menambahkan. Ia mengaku merasa terhormat karena dapat bersama-sama dengan Amartha mengakselerasi layanan keuangan untuk kelompok unserved dan underserved yang belum bisa terlayani oleh sektor perbankan. Menurutnya, tidak hanya fokus pada pembiayaan mikro, Amartha juga fokus pada segmen perempuan.

“Ini yang jadi alasan saya bergabung dengan Amartha. Ini basisnya teknologi, tapi yang buat berbeda adalah mereka sasarannya UMKM yang punya dampak sosial luas, UMKM, perempuan, produktif, dan berkelanjutan. Ini yang buat saya terhormat bergabung dengan Amartha,” kata Rudiantara.

Rilis aplikasi Amartha Plus

Dalam kesempatan yang sama, Chief Commercial Officer Amartha Hadi Wenas menuturkan perusahaan meluncurkan aplikasi Amartha Plus yang dikhususkan untuk para mitra peminjam di Amartha agar lebih tersentuh dengan teknologi. Aplikasi ini melengkapi dua platform sebelumnya yang dikhususkan untuk petugas lapangan (field agent) dan pemberi pinjaman.

Peluncuran aplikasi ini sekaligus dalam rangka realisasi dari perolehan investasi sebesar $28 juta yang dipimpin oleh Women’s World Banking (WWB) melalui WWB Capital Partners II dan MDI Ventures pada awal Mei 2021.7.19

“Sebelum ada aplikasi ini, field agent bertugas untuk input proses pendaftaran secara online. Tapi sekarang mitra bisa mengajukan langsung lewat aplikasi, field agent kami akan sebagai sampling surveyer, jadi dana akan cair lebih cepat sekitar 15 menit selesai,” terang Hadi.

Dalam Amartha Plus saat ini memiliki tiga fitur, yakni Warung Loan Non Mitra, Warung Loan Mitra, dan Amartha Pulsa/PPOB. Pada fitur pertama, perusahaan menjadi mitra finansial produk paylater untuk mitra warung yang masuk dalam jaringan Sampoerna Retail Community (SRC). Kerja sama ini memungkinkan mitra warung SRC dapat membayar tempo untuk setiap belanja stok.

“Ini baru berjalan Juni, jumlah mitra yang bergabung sudah ratusan untuk batch pertama. Soon kami targetkan bisa jadi puluhan ribu karena di SRC ini network-nya sudah jutaan warung, tapi yang sudah online itu ada sekitar ratusan ribu.”

Berikutnya untuk fitur Warung Loan Mitra, memungkinkan mitra warung di jaringan Amartha dapat melakukan pembelian stok produk FMCG secara grosir melalui Tanihub, mitra agritech yang digandeng perusahaan. Terhitung saat ini telah beroperasi di 11 poin di Jawa Timur, ada lebih dari 100 mitra yang belanja secara rutin, dan tersedia lebih dari 4 ribu SKU.

“Terakhir adalah Amartha Pulsa yang layanannya lebih straight forward untuk pembelian pulsa dan PPOB. Layanan ini sudah dipakai di 93 poin dari 497 poin jaringan kami.”

Hadi menuturkan kehadiran aplikasi baru ini dapat memperdalam penetrasi smartphone di Indonesia, terutama di pedesaan. “Berikutnya kami akan mengembangkan inovasi lain yang berkaitan dengan perdalam penetrasi smartphone lebih tinggi agar dapat dipakai untuk usaha, dan bantu mitra jadi lebih less cash untuk pembayaran angsurannya.”

Saat ini dari 719 ribu mitra Amartha yang sudah bergabung sebagai peminjam, sekitar 60% di antaranya bergerak di usaha perdagangan, seperti warung makan, kelontong, fesyen, toko mainan anak, dan lain-lain. Komposisi pemilik usaha warung makan dan kelontong mendominasi sekitar 20%-30% di kelompok usaha ini.

Sepanjang paruh pertama tahun ini, Amartha telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp914 miliar naik 35% secara YOY untuk 203 ribu mitra. Menariknya, dari portofolio penyaluran ini sekitar 60% disalurkan ke luar Pulau Jawa (Sumatera dan Sulawesi). Angka ini meningkat 196,62% secara YOY.

Taufan menyebut kinerja tersebut akan terus ditingkatkan mengingat kebutuhan pendanaan mikro di luar Jawa masih sangat luas dan belum tergarap secara maksimal oleh pemain fintech saat ini. “Kami menargetkan dapat memberdayakan hingga 1 juta mitra pada akhir tahun ini,” pungkasnya.

Performa bisnis fintech lending

Menurut data statistik OJK per Mei 2021, ada 118 penyelenggara fintech lending konvensional dan 9 syariah. Secara total, total aset yang dimiliki mencapai 4,1 triliun Rupiah. Para platform juga berhasil mengakomodasi sekitar 8,7 juta rekening pemberi pinjam (p2p) menyalurkan dana 13,8 triliun Rupiah.

Statistik Fintech Lending Indonesia Mei 2021 / OJK

Dari waktu ke waktu jumlah penyaluran pinjaman juga terus meningkat. Sektor produktif pun cenderung mendapatkan porsi sedikit lebih banyak ketimbang konsumtif.

Application Information Will Show Up Here