Mendiskusi Strategi Keberlangsungan Bisnis Bersama Pelaku Startup dan Pemodal Ventura

Banyak tantangan yang dihadapi startup saat pandemi, mulai dari menurunnya jumlah klien hingga pemasukan bisnis yang tersendat. Meskipun tantangan terberat dirasakan benar oleh startup di masa awal pandemi, namun dalam beberapa bulan terakhir, situasi diklaim sudah jauh lebih baik dan berangsur-angsur pulih kembali.

Dalam webinar yang diinisiasi oleh Asosiasi Modal Ventura Untuk Startup Indonesia (AMVESINDO), tiga penggiat startup yang diwakilkan oleh Co-Founder & CEO Cashlez Tee Teddy Setiawan, Founder ProSehat & Chairman Healthtech.id Gregorius Bimantoro, dan CMO SiCepat Wiwin Dewi Herawati, berbagi pengalaman mereka tentang bagaimana cara tepat menyiasati tantangan bisnis saat pandemi.

Menyiasati langkah yang tepat

Ada beberapa catatan menarik yang kemudian disampaikan oleh perwakilan komunitas startup saat sesi webinar. Meskipun tidak dapat dimungkiri penurunan pendapatan sempat terjadi, namun melihat perubahan pola konsumen saat pandemi yang memanfaatkan sepenuhnya layanan digital, kemudian menjadi fokus utama dari startup seperti SiCepat dan Cashlez.

Sebagai layanan finansial berbasis teknologi, Cashlez memiliki jumlah merchant yang cukup beragam, dari layanan entertainment hingga p2p lending. Meskipun mengakui untuk beberapa layanan sempat mengalami penurunan secara drastis, namun di sisi lain layanan yang kemudian dimanfaatkan oleh platform e-commerce justru mengalami peningkatan.

“Di kuartal ketiga dan memasuki keempat kami melihat adanya peningkatan dari bisnis Cashlez. Momentum ini kemudian menjadi baik bagi kami untuk bisa fokus meng-capture target pasar yang ada,” kata Teddy.

Sementara itu, bagi layanan logistik yang dihadrikan oleh SiCepat, pandemi justru memberikan kesempatan yang lebih baik bagi perusahaan untuk merangkul lebih banyak pelanggan. Tidak hanya fokus kepada pemgiriman barang dalam volume dan kapasitas yang besar, namun SiCepat juga menawarkan pilihan pengiriman barang berharga dengan volume dan ukuran yang lebih kecil.

“Saat ini kami tengah berada pada masa-masa survive” saat awal pandemi kami sempat mengalami penurunan hingga 30% lebih untuk logistik darat dan udara hampir 80%,” kata Wiwin.

Dengan menerapkan diversifikasi, SiCepat mengklaim mampu untuk menjalankan bisnis dan tentunya bisa tetap bertahan saat pandemi hingga memasuki kondisi new normal.

Salah satu layanan yang kemudian menjadi primadona saat pandemi adalah layanan healthtech. Bukan hanya mampu mengakselerasi layanan konsultasi dokter secara online, dengan berbagai produk yang makin bervarias seperti menyematkan teknologi artificial intelligence hingga genetics, kini platform healthtech semakin banyak jumlah pemainnya.

“Selama pandemi layanan yang menyasar kepada segmen B2B memang mengalami penurunan. Namun di sisi lain untuk layanan yang menyasar B2C justru mengalami peningkatan. Meskipun belum maksimal namun dari pemain healthtech sendiri memang masih memiliki keterbatasan untuk menghadirkan layanan yang lebih menyeluruh karena adanya peraturan dan regulasi yang ditetapkan,” kata Gregorius.

Kinerja PMV selama pandemi

Meskipun ada beberapa perusahaan modal ventura (PMV) yang melakukan penundaan investasi ke startup selama pandemi, namun tidak menjadikan beberapa kegiatan penggalangan dana menurun jumlahnya. Amvesiondo mencatat ada 52 transaksi pendanaan yang dilakukan oleh PMV untuk startup, dengan jumlah pendanaan mencapai $1,9 miliar.

Hal tersebut bukan hanya memperlihatkan kepercayaan dari pihak investor kepada startup, namun juga kolaborasi yang senantiasa berjalan antara PMV dan startup di masa-masa krisis ini menandakan optimisme dan kepercayaan PMV terhadap potensi pertumbuhan pelaku startup nasional.

AMVESINDO memandang, para perusahaan tersebut mampu menunjukkan kemampuannya dalam mengubah lanskap industri (new normal), memberikan nilai tambah, dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pelanggan dan konsumen.

“Pandemi bukan berarti startup harus berdiam diri, kondisi seperti ini justru menjadi momentum bagi startup untuk memaksimalkan upaya mereka untuk menjalankan bisnis agar bisa bertahan,” kata Anggota Dewan Kehormatan AMVESINDO Nicko Widjaja.

Nicko juga menambahkan, mewakili BRI Ventures hingga saat ini telah berinvestasi kepada 8 startup. BRI Ventures juga telah meluncurkan kelolaan baru bernama “Dana Ventura Sembrani Nusantara”. Fund tersebut menjadi kendaraan baru bagi BRI Ventures untuk mendanai startup early stage yang bermain di segmen non-fintech, seperti pendidikan, agro-maritim, ritel, transportasi, dan kesehatan.

Sementara itu menurut Sekjen AMVESINDO Eddi Danusaputro, tidak hanya fokus berinvestasi kepada startup baru, PMV juga harus tetap memperhatikan existing portofolio mereka. Meskipun tidak semuanya berniat untuk melakukan penggalangan dana saat ini, namun perlu juga diberikan dukungan yang relevan, memanfaatkan ekosistem yang ada.

“Saya juga melihat saat pandemi ada beberapa sektor yang menarik untuk dijajaki dan tentunya bermanfaat bukan hanya untuk PMV tapi juga masyarakat umum. Yaitu sektor agritech, mereka yang menyasar pertanian dan hal terkait lainnya menjadi perhatian bagi kami di MCI.” kata Eddi.

Startup turut berperan dalam pemulihan ekonomi nasional lewat kolaborasi dengan program pemerintah, seperti layanan startup agritech yang membantu menyalurkan pembiayaan dari pemerintah untuk petani, dan kolaborasi antar startup penyedia digital signature dan digital identity dengan lembaga perbankan untuk kemudahan proses restrukturisasi kredit.

“Untuk itu ke depannya perlu adanya peraturan dan regulasi yang mendukung bisnis startup terutama dari regulator,” kata Bendahara AMVESINDO Edward Ismawan Chamdani.

Catatan AMVESINDO Terkait Ekosistem Startup Digital Selama Pandemi

Lanskap startup Indonesia diwarnai sejumlah investasi dari perusahaan modal ventura lokal hingga asing. Asosiasi Modal Ventura Untuk Startup Indonesia (AMVESINDO) mencatat, pandemi memberikan dampak yang beragam kepada perusahaan rintisan dan UKM. Sejumlah pelaku usaha mengalami dampak negatif, seperti menurunnya transaksi hingga tutupnya layanan; tapi sebagian lainnya mengalami dampak positif, seperti melonjaknya permintaan/transaksi dan jangkauan konsumen yang semakin meluas.

Dalam sesi webinar yang diinisiasi oleh AMVESINDO terungkap, beberapa tren hingga potensi yang cukup menarik di beberapa sektor yang bisa dijadikan acuan kegiatan investasi para perusahaan modal ventura lokal hingga asing.

Pemetaan perubahan kebiasaan konsumen

Pemetaan perubahan kebiasaan pengguna
Pemetaan perubahan kebiasaan pengguna

Pandemi yang datang sejak awal tahun, secara khusus telah mengubah kebiasaan kebanyakan konsumen. Mereka sebelumnya masih melakukan kegiatan online dan juga offline, ketika aturan PSBB diberlakukan, kegiatan mulai shifting kepada online. Menurut Ketua I AMVESINDO William Gozali, hal ini mendorong perusahaan rintisan untuk mampu beradaptasi dengan situasi seiring perubahan perilaku masyarakat.

“Jika kita lihat perusahaan rintisan atau perusahaan teknologi yang mampu bertahan saat pandemi adalah ride-hailing. Ketika demand untuk ride-hailing menurun, mereka kemudian mulai shifting kepada produk atau layanan lainnya sepeti makanan dan logistik,” kata William.

Sektor lain yang juga mengalami peningkatan cukup drastis adalah sektor edutech, e-commerce, dan healthtech. Meskipun produk yang mereka hadirkan belum maksimal, namun adopsi digital menjadi lebih terakselerasi saat pandemi. Amvesindo juga mencatat, peranan layanan fintech dan logistik sangat penting untuk memperkenalkan dan membiasakan masyarakat Indonesia untuk melakukan transaksi secara nontunai. Kebiasaan tersebut menurut William semakin meningkat jumlah adopsinya saat pandemi.

“Yang perlu diperhatikan adalah, apa yang dibutuhkan dan tentunya bisa berjalan dengan baik saat ini dan mulai lakukan perubahan. Karena ke depannya atau yang dikenal dengan istilah new normal, memiliki potensi untuk berjalan seterusnya,” kata William

Potensi social commerce, supply chain, dan UKM

Selama pandemi juga semakin banyak perusahaan rintisan yang secara khusus menargetkan UKM sebagai target pasar. Meskipun dalam 3 tahun terakhir sudah banyak startup yang menyasar sektor tersebut, namun tahun ini tercatat semakin banyak jumlah startup yang menghadirkan layanan, khususnya layanan warung digital yang ingin memudahkan pelaku UKM menjalankan bisnis.

Sektor kecantikan juga menjadi potensi bagi startup hingga investor yang ingin memberikan pendanaan. Makin banyaknya pemain lokal hingga asing yang menghadirkan produk kecantikan untuk masyarakat Indonesia, terlihat makin banyak pemainnya dan tentunya menjadi peluang tersendiri.

“Sebagai negara yang sarat dengan pengguna media sosial, konsep social commerce menjadi relevan, untuk memetakan seperti apa kebutuhan dan biaya logistik yang perlu dikeluarkan oleh pemain saat menawarkan produk kepada pelanggan,” kata William.

Di sisi lain perlahan tapi pasti, food tech atau platform kuliner yang berbasis teknologi juga mulai banyak menunjukkan pertumbuhan yang positif saat ini. Diinisiasi oleh platform ride hailing, kini makin banyak platform food tech yang mengalami pertumbuhan yang positif. Salah satu kekuatan mereka adalah, dengan dukungan big data yang sebelumnya telah diimplementasikan oleh platform ride hailing di Indonesia.

“Sejak awal terdapat 3 sektor yang memiliki peranan penting dalam ekosistem startup, yaitu finansial, e-commerce, dan logistik. Ketiga sektor tersebut saling membutuhkan dan masing-masing memiliki peranan terkait. Kini sektor turunan e-commerce mulai muncul dan memiliki potensi yang menarik untuk dijajaki,” kata William.

Masih besarnya jumlah pendanaan

Dinamika investasi perusahaan rintisan Indonesia
Dinamika investasi perusahaan modal ventura

Industri modal ventura secara umum juga mengalami peningkatan kinerja pada tahun 2019. Mulai dari kenaikan aset, sumber pendanaan, dan modal yang merupakan tanda bahwa industri modal ventura masih bisa tumbuh. Adapun tantangan yang masih menjadi pekerjaan rumah adalah masih besarnya porsi instrumen Pembiayaan Bagi Hasil dari portofolio perusahaan modal ventura yang ada.

AMVESINDO mencatat hingga 31 Desember 2019, pertumbuhan aset PMV termasuk PMVD (Perusahaan Modal Ventura Daerah) mencapai Rp 19.65 Triliun, mengalami peningkatan sebesar 58.72% dibandingkan periode 2018.

Meskipun kondisi sedang mengalami krisis secara global, namun jumlah pendanaan sejak awal tahun hingga bulan November ini masih cukup besar jumlahnya. Tercatat Q3 tahun 2020, ada 52 transaksi pendanaan yang dilakukan oleh perusahaan modal ventura untuk startup, dengan jumlah pendanaan mencapai $1.920.900.000.

Pendanaan ini disalurkan kepada startup dari berbagai sektor, dengan tiga sektor terbanyak yaitu fintech (6 transaksi pendanaan), edutech (6 transaksi pendanaan), dan SaaS (6 Transaksi Pendanaan).

 

Dalam memberikan pendanaan kepada startup, setidaknya ada empat poin yang menjadi pertimbangan PMV, yaitu: potensi pertumbuhan pasar, kemampuan beradaptasi, kualitas founders, serta model bisnis yang jelas, dan penggunaan dana yang efisien.

“Ke depannya diprediksi sektor yang terakselerasi dengan baik adalah e-health, e-groceries, edutech dan e-logistic yang memiliki potensi besar untuk berkembang dan saat ini masih belum terjawab di Indonesia. Diversifikasi juga menjadi sangat baik untuk diterapkan oleh perusahaan rintisan, agar bisa bertahan saat pandemi dan ketika kondisi memasuki new normal,” kata William.

Tingginya Permintaan Logistik di Pasar Domestik Membantu Logisly Tetap Tumbuh di Masa Pandemi

Sedikit sektor yang tidak terpukul oleh serangan wabah Covid-19. Logistik jelas adalah salah satu sektor yang terkena dampak paling berat, terutama pada awal masa pandemi. Namun logistik juga yang mungkin mengalami penyesuaian relatif cepat dengan keadaan ini. Logisly adalah salah satunya.

Dalam kasus Logisly, salah satu pasar yang menurun di segmen ekspor-impor. Penurunan volume transaksi ekspor-impor selama masa pandemi berpengaruh langsung terhadap permintaan truk. Namun menurut Co-Founder & CEO Logisly Roolin Njotosetiadi, keadaan itu dapat ditambal dengan pertumbuhan di pasar domestik.

Beberapa pasar yang kebutuhan logistiknya tetap meningkat di masa pandemi dan dilayani oleh Logisly adalah farmasi, FMCG, telekomunikasi, dan bantuan sembako dari pemerintah. Keempatnya itu menurut Roolin adalah sektor-sektor yang memungkinkan Logisly tetap tumbuh di masa pandemi.

“Logisly untungnya saat ini tidak mengalami penurunan, tapi justru terus berkembang karena kami berhasil merambah shipper-shipper yang terus bergerak,” ujar Roolin.

Seperti diketahui bersama, sejumlah sektor memang tumbuh lebih cepat justru sejak wabah Corona menimpa seluruh dunia. Laporan keuangan negara kuartal kedua tahun ini mencatat industri telekomunikasi, farmasi, layanan kesehatan, dan agrikutltur meraih torehan positif. Pencapaian tersebut otomatis menjadi roda-roda yang tersisa dalam menggerakkan ekonomi negara yang sangat lesu akibat pandemi yang tak kunjung usai.

Minat investor masih tinggi

Wakil Sekjen Amvesindo Andreas Surya pun melihat ada kecenderungan positif di industri logistik meski dikepung efek pandemi. Meski pertumbuhannya tak sekuat industri lain, Andreas mengatakan ketertarikan yang stabil para pemodal di sektor digital khususnya di food tech, fintech, dan software as a service (SaaS) merupakan ruang untuk pertumbuhan bagi pemain logistics tech seperti Logisly.

“Minat investor terbilang masih, karena di Indonesia kebutuhan logistiknya masih cukup tinggi. Sembilan bulan terakhir semua model bisnis mendapat pendanaan di logistik. Kenapa masih cukup tinggi karena kebutuhannya mendasar di Indonesia,” jelas Andreas.

Ucapan Andreas memang benar. Pengumuman keberhasilan startup di bidang logistik memperoleh pendanaan baru terus bermunculan beberapa bulan terakhir di tengah terjangan pandemi. Roolin pun mengakui, Logisly merupakan salah satu startup yang beruntung mengantongi kucuran modal baru. Terakhir Logisly mengumumkan memperoleh pendanaan awal pada Agustus tahun lalu.

“Kita belum fully announce, nanti tunggu kabar selanjutnya,” imbuh Roolin.

Saat ini Logistik telah memiliki 40 ribu unit truk yang teregistrasi di platform mereka. Dengan pendanaan baru dan bisnis yang terus berkembang, Roolin tidak menutup kemungkinan pihaknya akan melebarkan layanan usahanya seperti ke pergudangan jika permintaan ke arah sana tersedia. Namun untuk saat ini ia menegaskan Logisly masih terus fokus dengan layanan truck forwarding mereka.

Startup Funding Starts Taking Significant Part in Local Venture Capital Industry

The performance of Indonesian venture capital has reached Rp8.13 trillion per October or increased by 18.12% year-on-year. Investment in the conventional sector is still the primadonna, despite the increasing trend which comes from the business support and other sectors in which there’s funding for startups and the creative industry.

Based on economic sector review, investment for restaurant and hotel trading is dominating with Rp3.61 trillion. Followed by other sectors of Rp1.07 trillion, and business support for Rp827 million (around 20 percent of total funding).

Business support has increased rapidly compared to the other services by 50% year-on-year. In fact, in October 2017, this sector contributes only Rp551 billion.

Quoted from Kontan, Eddi Danusaputro, Mandiri Capital’s CEO explained that business support services and other sectors include technology companies, such as fintech, health, education, agriculture, and e-commerce. In addition, there are creative consulting, design, and digital companies. He also predicts the investment in this sector will keep increasing by next year.

“We’re still bullish for next year. We [Mandiri Capital] are still focused on fintech and agritech. In terms of fintech, the one that currently in demand is insurtech, wealth management, and big data,” he said.

Jefri R. Sirait, the Chairman of Indonesian Venture and Startup Capital Association (Amvesiondo) mentioned the investment increase was indeed followed by the tourism sector, such as restaurant and hotel. In addition, infrastructure and lifestyle also affect the growth of other tourism business, such as the creative industry engaged in food, fashion, and handicrafts.

“This condition makes the investment and capital demand of entrepreneurs increasing”, he explained.

Based on OJK’s data, as seen from venture capital performance of business activity types, revenue sharing is dominating with a value of R6.25 trillion and year-on-year growth reaching 26.06%. Followed by share investment of Rp1.38 trillion and convertible bond of Rp484 billion.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pendanaan untuk Startup Mulai Ambil Porsi Signifikan Industri Modal Ventura Lokal

Kinerja industri modal ventura Indonesia kini tembus Rp8,13 triliun hingga Oktober 2018 atau tumbuh 18,12% secara year on year. Penyertaan modal sektor konvensional masih menjadi primadona, meski terjadi tren peningkatan dari sektor jasa pendukung bisnis dan sektor lain-lain yang di dalamnya terdapat pendanaan untuk startup dan industri kreatif.

Bila dilihat berdasarkan sektor ekonomi, penyertaan modal untuk sektor perdagangan restoran, dan hotel mendominasi secara keseluruhan sebesar Rp3,61 triliun. Kemudian diikuti sektor lain-lain Rp1,07 triliun dan jasa pendukung bisnis Rp827 miliar (sekitar 20-an persen dari total kucuran dana).

Jasa pendukung bisnis mengalami kenaikan paling drastis dibandingkan lainnya yakni 50% secara year on year. Padahal pada Oktober 2017, sektor ini baru menyumbang Rp551 miliar.

Dikutip dari Kontan, CEO Mandiri Capital Eddi Danusaputro menjelaskan, sektor jasa pendukung bisnis dan sektor lain-lain meliputi perusahaan teknologi seperti fintech, kesehatan, pendidikan, agrikultur, dan e-commerce. Selain itu, ada perusahaan konsultan, desain, dan digital kreatif. Dia pun memprediksi, penyertaan modal di sektor ini akan terus tumbuh pada tahun depan.

“Kami tetap bullish untuk tahun depan. Kami [Mandiri Capital] masih fokus di fintech dan juga agritech. Untuk fintech, sektor yang diminati sekarang itu adalah insurtech, wealth management, dan big data,” ujarnya.

Ketua Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) Jefri R. Sirait menambahkan, kenaikan penyertaan modal memang diikuti pertumbuhan di sektor pendukung wisata, seperti restoran dan hotel. Di samping itu, kondisi infrastruktur dan perubahan gaya hidup juga memengaruhi tumbuhnya usaha pendukung wisata lainnya, misalnya industri kreatif yang bergerak di bidang makanan, fesyen, dan kerajinan tangna.

“Kondisi ini membuat kebutuhan investasi dan modal kerja para pengusaha jadi lebih besar,” terang Jefri.

Berdasarkan data OJK, bila melihat kinerja modal ventura berdasarkan jenis kegiatan usaha, pembiayaan bagi hasil mendominasi dengan nilai sebesar Rp6,25 triliun dan pertumbuhan secara year on year mencapai 26,06%. Lalu diikuti penyertaan saham sebesar Rp1,38 triliun dan obligasi konversi Rp484 miliar.

As of May 2018, VC Investment Exceeds Rp8.22 Trillion

Approaching the mid-year, OJK (Indonesia’s FSA) records the venture capital industry has invested Rp8.22 trillion by May 2018. The number has increased by 14.95% compared to the same period last year with Rp7.15 trillion.

The business portfolio is still dominated by profit sharing scheme with 78%, followed by equity participation with 16.3%, and the rest is the conversion obligation with 5.7%.

Rimawan Yasin, Vice Secretary-General of Indonesia’s Startup and Venture Capital Association (Amyesindo) said the positive performance is a result of the players’ business improvement. A business development also contributes to the good performance, including an intense expansion.

Currently, the profit-sharing scheme is still dominant. Furthermore, the association will keep pushing its members to start redirecting business into equity participation according to its core business.

“It’s not easy to change the mindset, it takes time. As the player’s understanding is important right now,” Yasin said, quoted from Kontan.

By the end of this year, he projected the venture capital business can still increase by two digits. The tax incentive from the government, he added, will take part in improving the business performance.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pembiayaan Modal Ventura Tembus Rp8,22 Triliun

Menjelang pertengahan tahun, OJK mencatat industri modal ventura telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp8,22 triliun hingga Mei 2018. Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 14,95% bila dibandingkan dalam periode yang sama di tahun sebelumnya dengan angka Rp7,15 triliun.

Portofolio kegiatan usaha masih didominasi pembiayaan bagi hasil dengan persentase 78%, kemudian disusul penyertaan saham 16,3%, dan sisanya obligasi konversi 5,7%.

Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) Rimawan Yasin mengatakan kinerja positif ini merupakan hasil dari perbaikan bisnis para pelaku usaha. Pengembangan bisnis juga turut andil dalam memberikan kinerja yang moncer, salah satunya gencar berekspansi.

Saat ini pembiayaan bagi hasil masih dominan. Untuk itu ke depannya, asosiasi bakal terus mendorong anggotanya untuk mulai secara bertahap mengalihkan kegiatan usaha menjadi penyertaan saham, sesuai khitah bisnisnya.

“Untuk mengubah mindset-nya kan tidak mudah, butuh waktu. Sehingga pemahaman kepada pelaku memang menjadi penting saat ini,” terang Rimawan dikutip dari Kontan.

Sampai akhir tahun ini, dia memproyeksikan bisnis modal ventura masih bisa tumbuh dobel digit. Adanya insentif pajak dari pemerintah, sambungnya, bakal sedikit banyak turut mendongkrak kinerja bisnis ini.

Merujuk kembali ke data OJK, kinerja bisnis modal ventura sepanjang tahun lalu mencapai Rp6,78 miliar. Dari jumlah ini, pembagian hasil jadi kontributor utama sebesar 73,16% atau Rp4,96 triliun. Disusul penyertaan saham 17,7% atau Rp1,2 triliun, dan sisanya pembiayaan obligasi konversi Rp607 miliar.

Industri “Gaming”: Digemari Tapi Sulit Dimodali

Industri game masih dianggap menjadi barang asing di mata pemain jasa keuangan, mulai dari perbankan hingga modal ventura. Jangan heran jika jumlah pembiayaan modal kerja bagi industri ini masih minim. Kalaupun ada, jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari. Gaming Industry harus mengandalkan modal dari pihak asing untuk terus mengembangkan usahanya.

Bisnis game yang memiliki faktor X (faktor ketidakpastian) dianggap menjadi titik lemah bagi pemain jasa keuangan lokal. Ketidakpastian yang dimaksud adalah meski produk sudah dibuat sesuai riset pasar dan memakai talenta berbakat, masih ada kemungkinan besar untuk gagal.

Keunikan dan ketidakpastian pasar dan keuntungan membuat hanya sedikit pemodal yang berani terjun. Beberapa nama perusahaan modal ventura lokal yang sudah berinvestasi di perusahaan game adalah Ideosource dan Maloekoe Ventures. Untuk modal ventura asing ada Discovery Nusantara Capital (DNC).

Berbeda dengan perbankan, pembiayaan melalui Modal Ventura dilakukan melalui penyertaan saham. Jadi, modal tunai disuntikkan dan ditukar dengan sejumlah saham kepemilikan.

Kisah investasi di startup gaming

Ideosource pernah berinvestasi putaran seri A untuk perusahaan game lokal Touchten dengan nilai yang dirahasiakan di 2011. Investasi tersebut adalah kick off Ideosource sejak pertama kali berdiri. Meski nilai investasi tidak disebutkan, namun kisaran nilai investasi seri A US$1 juta-US$4 juta (Rp13 miliar-Rp52 miliar). Seluruh sumber dana investasi yang digunakan Ideosource berasal dari dana keluarga lokal dengan nama dirahasiakan.

Touchten Games dapatkan pendanaan untuk kembangkan industri

Managing Director Ideosource Andi S Budiman menuturkan pihaknya memilih Touchten sebagai investasi perdana karena pada saat itu baru Touchten satu-satunya yang memiliki mobile game dengan jumlah unduhan lebih dari 1 juta kali. Hal ini melatarbelakangi Ideosource untuk berkeyakinan bahwa Touchten memiliki kemampuan untuk mengembangkan bisnisnya lebih besar.

Founder Touchten punya trik tersendiri untuk membuat perusahaan mampu bertahan. Salah satunya berkolaborasi dengan brand terkenal, dengan menggabungkan variasi game dari digital sampai kartu berbentuk fisik. Lalu dipasarkan dengan penggabungan online dan offline (O2O).

“Dari situ kami berkeputusan bahwa perusahaan ini punya up side bisnis yang tinggi. Benar kejadian tiga tahun kemudian, saat mereka berhasil mendapat investor dengan nilai valuasi 7 kali lipat dari saat kami masuk,” kata Andi.

Touchten terhitung menjadi perusahaan game lokal teraktif yang mendapatkan pendanaan dari investor. Namun seluruhnya berasal dari asing, yakni perusahaan teknologi konglomerat Jepang Cyber Agent Ventures, perusahaan animasi Jepang TMS Entertainment, private equity UOB Venture Management, perusahaan mobile game Jepang Gree, modal ventura Amerika Serikat 500 Startups, dan DNC.

Modal ventura asing yang terhitung menjadi investor teraktif berinvestasi di perusahaan game lokal adalah DNC. Ada tiga perusahaan game lokal yang masuk ke dalam portofolio DNC, yaitu Touchten, Toge Productions, dan Arsanesia.

DNC fokus ke investasi tahap awal (seed stage). Biasanya besaran nilai investasi dalam tahap ini US$50 ribu-US$1 juta (Rp650 juta-Rp13 miliar). DNC adalah perusahaan patungan antara Hangzhou Zhexin IT Co., Ltd. (Zhe Xin IT) dengan Project Discovery Ltd. dan Qomolangma Ltd. yang didirikan September 2016.

DNC didirikan khusus berinvestasi di sektor game di Asia Tenggara, dengan fokus utama di Indonesia.

Tim DNC / DNC
Tim DNC / DNC

Zhe Xin IT adalah anak usaha dari Zhejiang Jinke Entertainment Culture Co., Ltd. Pada awalnya Zhe Xin IT adalah perusahaan game yang berdiri pada tahun 2010. Seluruh dana investasi DNC berasal dari kombinasi antara Limited Partner dan Angel investor.

Sebagai modal ventura yang paham dengan siklus perusahaan game, Managing Partner DNC Irene Umar menjelaskan alasan DNC terjun ke sektor ini. Ia menjelaskan, selain karena ada hubungan dengan afiliasi perusahaan game, juga karena tidak ada modal ventura yang mau fokus investasi ke industri game. Yang terakhir ini, menurut DNC justru sebuah peluang.

Dia menilai DNC memiliki kemampuan transfer pengetahuan dari jaringan investor yang mereka miliki ke para talenta lokal. Hal ini ditambah bonus demografi dan potensi bisnis yang besar. Oiya, yang juga penting adalah para personil DNC gemar bermain game.

“Ketika kami memutuskan bahwa DNC khusus investasi ke game, banyak yang bilang kami itu gila. Sebab pada saat itu, banyak perusahaan game yang tidak tahu bagaimana cara kerja VC [Venture Capital – Red] dan sebagainya. Kami harus melakukan edukasi bahwa VC adalah elemen penting yang sempat hilang pada tahun lalu dalam ekosistem game. Kami pun bangga dapat masuk mengisi kekosongan gap tersebut,” terang Irene.

Dalam mengukur portofolio perusahaan yang akan diinvestasi, ada beberapa parameter keuangan yang dipakai DNC. Di antaranya pendapatan, operating expenditure (opex), arus kas, dan laba bersih. Semua parameter ini dilihat secara historis maupun proyeksi yang harus sesuai dengan rencana bisnisnya.

Intinya, sambung Irene, arah perusahaan harus didorong oleh visi founder yang kemudian diterjemahkan ke dalam rencana bisnis. Tujuannya untuk menentukan langkah apa yang diambil selanjutnya dan sesuai tujuan mereka. “Semuanya akan berakhir ke keuangan mereka. Kuncinya, ada di founder itu sendiri.”

Menurutnya, perusahaan hanyalah kendaraan dan motor penggeraknya berasal dari orang-orang di dalamnya. Oleh karena itu, DNC cenderung melihat secara dekat karakter founder dan mencoba untuk memahami visi mereka, menilai kemampuannya untuk mengeksekusi, dan tingkat kemampuan yang dapat mereka hadapi dalam kesuksesan.

Jadi ide itu sesuatu yang murah karena yang terpenting adalah eksekusi. Menaiki tangga menuju kesuksesan lebih mudah daripada mempertahankannya.

“DNC bercita-cita ingin mendukung perusahaan portofolio kami ke puncak. Tapi akan terserah mereka apakah bersedia untuk tetap melangkah atau tetap di posisi puncak.”

Industri gaming di kacamata perbankan

Pelaku jasa keuangan di Indonesia, baik perbankan maupun modal ventura lokal, masih enggan mempercayakan uangnya di perusahaan game. Alasannya klasik, karena bank menyalurkan dana masyarakat, sehingga perlu rekam jejak perusahaan dan sudah memiliki cash flow yang lancar sebagai jaminan keberlangsungan usaha. Tak ketinggalan, perlu aset fisik sebagai jaminan utamanya.

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengaku belum memberikan kredit untuk perusahaan game. Menurutnya, kredit itu prinsipnya adalah menggunakan dana masyarakat untuk membantu masyarakat yang mau berbisnis. Untuk itu perlu ada prinsip bahwa perusahaan tersebut sudah memiliki pengalaman di bisnis tersebut, ada jaminan cukup, referensi bisnis dari temannya.

“Jadi memang ketat [persyaratannya]. Kalau industri kreatif tersebut memenuhi persyaratan akan kita berikan. Sayangnya belum banyak,” tutur Jahja.

SUMBER: BEKRAF
SUMBER: BEKRAF

Meski bukan bergerak di ekonomi kreatif, salah satu perusahaan digital yang pernah ‘lulus’ dan mendapatkan kredit dari BCA adalah Tiket.com. Jahja menuturkan Tiket mendapat kredit sebesar Rp100 miliar dengan mengagunkan laporan keuangan yang diakumulasi selama tiga tahun.

“Tiket.com pakai agunan kok laporan keuangan dan account. Mereka dapat kredit bukan untuk jangka panjang. Mereka itu agak unik karena 80% penjualan mereka melalui channel BCA, untuk kartu kredit, transfer dan lainnya. Fasilitasnya juga lebih banyak sebagai overdraft untuk weekend dan hari libur.”

Bank Mandiri juga berpendapat sama. Perusahaan game dianggap memiliki risiko dan ketidakpastian yang tinggi. Kendati demikian, perseroan terus membuka kemungkinan untuk menjadikan perusahaan game sebagai debitur. Asalkan perusahaan tersebut memiliki kejelasan bisnis, pasar, dan domisili usaha. Malah, perseroan membuka kesempatan kolaborasi B2B untuk para perusahaan game dalam hal sistem pembayaran. Misalnya, co-branding kartu, pembayaran dengan mesin EDC, atau lainnya.

“Bank Mandiri apabila diposisikan sebagai technical aqcuiring, kami bisa bantu. Tidak harus selalu bentuk loan, jadinya ini saling win win,” kata Senior Vice Presiden Bank Mandiri Rahmat Broto Triaji.

Senada dengan Bank Mandiri, Bank Permata berkeyakinan bahwa industri kreatif, terutama digital adalah industri yang mempunyai prospek baik di masa yang akan datang.

“Kami terus mempelajari industri semacam ini dari waktu ke waktu. Bila dipandang layak, maka kemungkinan akan dibiayai,” ucap Direktur Ritel Bank Permata Bianto Surodjo.

Usaha Kuliner, Salah Satu Subsektor Ekonomi Kreatif yang Sudah Mendapat Fasilitas Kredit dari Bank / Shutterstock
Usaha Kuliner, Salah Satu Subsektor Ekonomi Kreatif yang Sudah Mendapat Fasilitas Kredit dari Bank / Shutterstock

Sedikit berbeda dengan BNI. Kendati belum terjun ke perusahaan game untuk memberikan kredit, namun perseroan mengaku akan perlahan-lahan masuk ke sektor industri kreatif. Sejauh ini sektor yang sudah masuk dalam portofolio BNI didominasi oleh kuliner, kerajinan, dan fesyen. Total kredit yang telah disalurkan BNI untuk sektor tersebut sebesar Rp3,5 triliun per Juni 2017 dengan total debitur 5 ribu orang.

“BNI sudah bekerja sama dengan beberapa startup berbasis digital untuk membiayai kegiatan usahanya, antara lain TaniHub dan membiayai penjual yang tergabung dalam [layanan] e-commerce Tokopedia dan Lazada. Skema unik yang akan kami kembangkan ke subsektor lainnya adalah perfilman, desain, dan lainnya,” terang Direktur Perencanaan & Operasional BNI Bob Tyasika Ananta.

Dari data terakhir yang dihimpun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), realisasi penyaluran kredit dari perbankan untuk ekonomi kreatif sebesar Rp121 triliun atau 2,87% terhadap total kredit perbankan Rp4.213 triliun sepanjang September 2016.

SUMBER: BEKRAF
SUMBER: BEKRAF

Bagi modal ventura lokal, industri game belum begitu menarik karena bisnisnya yang unik, cenderung riskan untuk dimasuki karena perlu orang yang benar-benar paham dengan industri tersebut.

Wakil Ketua Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) Donald Wihardja mengatakan tidak banyak investor lokal yang paham dengan siklus bisnis dari perusahaan game. Hal ini yang mengakibatkan banyak perusahaan game lokal akhirnya melarikan diri ke modal ventura asing untuk mendapatkan bantuan pendanaan.

“Karena untuk investasi ke sektor manapun butuh ahli yang paham, sehingga tidak banyak perusahaan game yang menerima funding dari ventura lokal. Buat game itu sama seperti artis yang produksi film, jadi lebih unsur gambling-nya kalau enggak ngerti,” ujar Donald.

Dia menambahkan, di Indonesia itu lebih banyak perusahaan game yang bertindak sebagai publisher, membawa game dari luar untuk dipasarkan di Indonesia. Bagi investor itu bukan sesuatu yang bernilai tinggi karena posisinya mereka hanya menjadi penyokong dana untuk kegiatan pemasaran.

Amvesindo melihat tren modal ventura saat ini lebih banyak yang fokus pendanaan untuk sektor financial technology (fintech) dan layanan e-commerce.

Langkah Bekraf

Untuk menstimulasi industri kreatif, sejak pertengahan tahun ini Bekraf mendapat persetujuan dari pemerintah untuk memberikan dana hibah bersumber dari kantong Bekraf sendiri lewat program Bantuan Insentif Pemerintah (BIP). Bekraf mengalokasikan dana hibah senilai Rp10,8 miliar untuk pelaku usaha yang bergerak di bidang kuliner, aplikasi dan developer game (AGD).

Dreadout Cover
Dreadout Cover

BIP adalah skema bantuan modal nonperbankan berupa penambahan modal kerja dan/atau investasi aktiva tetap yang difasilitasi Bekraf. Besaran dana hibah yang diberikan berkisar antara Rp90 juta sampai Rp200 juta tergantung hasil penilaian.

Dari total applicant yang masuk, Bekraf menyaringnya dan memutuskan ada 34 perusahaan yang menerima dana hibah. Rinciannya terdiri dari 19 perusahaan dari kuliner dan 15 perusahaan dari aplikasi dan developer game. Rata-rata berlokasi di Pulau Jawa, Makassar, dan Balikpapan. Beberapa nama perusahaan game yang mendapat BIP adalah Ekuator Games (kreator game PC Celestian Tales), Digital Semantika Indonesia (kreator game PC DreadOut).

“Kita bayarkan 40% dari nilai assesment, lalu dievaluasi untuk kemudian ditentukan pencairan berikutnya. Evaluasi itu dilakukan pada November 2017,” ujar Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Sungkari.

Tak berhenti di sini, Bekraf akan melanjutkan program ini pada tahun depan. Hanya saja Hari enggan menyebutkan nominal dana hibah yang diajukan ke pemerintah. Lewat inisiasi nyata lewat BIP ini diharapkan bisa menimbulkan efek domino di industri jasa keuangan dan membuka mata tentang nyatanya potensi industri game di Indonesia. Kita tunggu kabar-kabar baik ke depannya.

Investasi Startup di Indonesia Tahun Ini Sudah Capai 40 Triliun Rupiah

Untuk membantu pemerintah Indonesia dan pihak terkait memahami gambaran secara luas perkembangan dunia startup di Indonesia, Google Indonesia dan AT​ ​Kearney melakukan survei dan riset ke lebih dari 25 venture capital.

Dari riset tersebut tercatat beberapa poin-poin menarik, di antaranya adalah optimisme dari investor asing untuk menambah jumlah investasi di Indonesia dalam waktu 1-2 tahun ke depan, hingga mulai munculnya kategori baru di dunia startup, setelah wave  pertama diramaikan oleh layanan e-commerce dan transportasi.

Jumlah nilai investasi secara global dan Asia Tenggara

3

Hingga kini sebanyak 50% deals dan nilai investasi masih didominasi oleh Amerika Serikat, namun demikian dalam survei tersebut terungkap dalam 4 tahun terakhir Asia mulai mengejar ketinggalan tersebut dengan cepat. Tercatat pada tahun 2016 nilai valuasi secara global telah mencapai $274 miliar. Dari nilai tersebut tercatat Asia telah memberikan kontribusi sebanyak 33% sementara Amerika Utara menyumbang sekitar 49%, Eropa 15% dan lainnya 3%.

Meskipun masih di belakang Tiongkok, namun perkembangan di Asia Tenggara telah mengalami kemajuan yang pesat. Hal tersebut terlihat dari data yang menyebutkan pada tahun 2012 nilai investasi di Asia sebanyak $10 miliar, dan Tiongkok memberikan kontribusi sebanyak 55% sementara Asia Tenggara hanya 3%. Di tahun 2016 Asia Tenggara sudah mengalami peningkatan hingga 8%, Tiongkok 64%, India 9% dan lainnya sekitar 19%

Jika sebelumnya pusat atau hub teknologi masih didominasi oleh Singapura , namun pada tahun 2016 dengan total nilai investasi sebesar $6,8 miliar, Singapura yang awalnya memberikan kontribusi hingga 83% menurun jumlahnya menjadi 41% pada tahun 2016, sementara Indonesia meningkat dari 14% di tahun 2012 menjadi 19% di tahun 2016.

Jumlah tersebut, menurut Sales Operation & Strategy Lead, Google Indonesia Mifza Muzayan masih banyak yang disimpan di Singapura, namun pada akhirnya hampir sebagian besar digelontorkan di Indonesia.

Tumbuhnya nilai investasi startup di Indonesia

Dengan jumlah sekitar 100 juta orang yang sudah online, Indonesia mengalami peningkatan yang cukup besar dari sisi investasi sejak 5 tahun terakhir. Jika di tahun 2012 hanya mencapai sekitar $44 juta maka di tahun 2017 (Januari-Agustus) jumlah tersebut meningkat hingga $3 miliar (hampir 40 triliun Rupiah).

“Saya mencatat untuk industri minyak dan gas mencapai $5 miliar, sementara untuk digital economy hampir mengejar jumlah tersebut dengan nilai $3 miliar,” kata Partner AT Kearney Alessandro Gazzini.

Total investasi tersebut masih didominasi investasi untuk tahap seed atau early stage. Namun demikian untuk tahapan lanjutan memberikan nilai yang lebih. Dari data yang ada disebutkan 53 deals terjadi sepanjang tahun 2017 mulai Januari hingga Agustus. Untuk Seed sebanyak 43%, Seri A sebanyak 30%, Seri B sebanyak 8% dan Seri C dan di atasnya sebanyak 15%.

Sementara untuk nilai investasi sepanjang tahun 2017 dari total nilai investasi $3 miliar yang paling banyak memberikan kontribusi adalah Seri C dan di atasnya dengan 43%, Seri A 15% dan Seri B hanya 1% saja.

Dominasi kategori layanan e-commerce dan transportasi di Indonesia

Kesuksesan yang diraih tiga startup unicorn di Indonesia mendapatkan sorotan dari para investor lokal hingga asing. Dari data yang disampaikan, porsi layanan e-commerce mencapai hingga 58%, sementara transportasi mencapai 38%. Kategori seperti finansial, classified/directory  dan payment hanya memberikan kontribusi 1%, sementara kategori lainnya memberikan kontribusi sebanyak 2%.

Kehadiran perusahaan asal Tiongkok yang memberikan jumlah fantastis kepada tiga startup unicorn asal Indonesia, menambah jumlah valuasi dari ketiga startup tersebut. GO-JEK kini didukung Tencent dan JD, Tokopedia didukung Alibaba Group, dan yang terakhir Traveloka didukung JD.

“Jika di wave pertama layanan e-commerce dan transportasi mendominasi, saya melihat 1-2 tahun ke depan kategori lainnya akan mulai bermunculan,” kata Gazzini.

Besarnya minat investor asing di Indonesia

4

Untuk melihat berapa besar minat dari investor untuk memberikan pendanaan di Indonesia, Google melakukan survei kepada 25 investor lokal dan asing terkait rencana mereka untuk melakukan investasi di Indonesia. Dari data tersebut terungkap sebanyak 21% investor lokal mulai menurunkan jumlah investasinya kepada startup di Indonesia, tetapi tidak demikian halnya dengan investor asing.

Sekitar 21% investor lokal melihat tidak ada perubahan yang berarti terkait dengan dinamika startup di Indonesia, sementara 20% investor asing melihat hal yang serupa. Sebanyak 50% investor lokal berniat untuk menambah jumlah investasi kepada startup, sementara 80% investor asing mengklaim bakal menambah jumlah investasi.

“Besarnya pertumbuhan pengguna dan perkembangan teknologi di Indonesia merupakan salah satu alasan investor asing tertarik untuk berinvestasi di Indonesia,” kata Muzayan.

Hal tersebut juga terlihat dari cara pandang investor lokal dan asing terkait dengan negara lainnya di Indonesia. Sebanyak 50% investor asing mengatakan Indonesia lebih baik dari negara Asia lainnya, sementara hanya 29% investor lokal yang mengatakan hal yang sama.

Prediksi dan harapan investor lokal dan asing

Dengan makin meningkatnya penetrasi smartphone, kalangan menengah ke atas hingga lulusan universitas dalam beberapa tahun ke depan, diprediksi bakal lebih besar kesempatan dan potensi untuk berinvestasi di Indonesia. Indonesia saat ini sudah menjadi sorotan dunia.

Dari sisi kategori startup yang bakal melejit 1-2 tahun ke depan, Google Indonesia dan AT Kearney mencatat layanan financial technology (fintech) dan healthcare bakal banyak diminati.

Sementara untuk tantangan ke depan yang baiknya dicermati pemerintah dan pihak terkait adalah persoalan krisis talenta, fiscal incentives, funding dan exit option, dan juga startup facilitation. Jika diurai lebih lanjut, masing-masing kategori memiliki impact yang cukup besar untuk mendukung terciptanya ekosistem dan kelancaran dunia startup dan peluang investor di Indonesia.

Rangkaian Acara dan Pemenang Amvesindo Demo Day 2017

Asosiasi Modal Ventura Indonesia (Amvesindo) belum lama ini menyelenggarakan rangkaian acara bertajuk Demo Day 2017. Kegiatan ini diawali dengan Amvesindo Pitch Day 2017 sejak 27 Juli lalu di Mandiri Inkubator Bisnis, dengan jumlah peserta yang mengikuti presentasi sebanyak 100 kelompok hasil seleksi dari 5000 peserta yang mendaftar. Acara ini mewajibkan peserta terdaftar untuk memiliki MVP (Minimum Viable Product).

Dari rangkaian tersebut, selanjutnya terpilih delapan startup yang berhak mengikuti pitching pada 3 Agustus 2017 di Gedung Auditorium Indosat Jakarta Pusat. Delapan startup itu adalah EVA, ShipperIndonesia, MedisOnlineIndonesia, GoCampus, Rumah Sinau, ExcellenceAsia, Billie, dan HomeGood.

Setelah proses penjurian, akhirnya diputuskan tiga pemenang utama yakni EVA, Shipper dan Medis Online Indonesia. Juara ketiga diraih oleh Medis Online Indonesia, merupakan platform layanan pemesanan tenaga kesehatan (perawat/bidan) untuk kebutuhan di rumah dan rumah sakit. Juara kedua diraih oleh Shipper Indonesia, merupakan platform logistik dan rantai pasokan, yang akan segera diperkenalkan kepada publik dalam waktu tak lama lagi.

Juara pertama diraih oleh EVA (Electronic Virtual Assistant) merupakan perangkat lunak untuk membuat ChatBot yang dilengkapi dengan kecerdasan buatan dan dapat berjalan dalam beberapa aplikasi chatting seperti Facebook Messenger, Telegram dan chat widget berbasis web.

Selain sesi pitching, diselenggarakan juga diskusi interaktif bersama Paul Santos (Founder & Managing Partner WaveMakerPartners Singapore), Peter Shearer (Co-Founder AR&Co) dan Natali Andrianto (Co-Founder & CTO Tiket). Mereka berbagi cerita bagaimana awalnya membangun startup hingga dapat membesarkannya bersama para partner pendiri lainnya. Ada pula sesi pelatihan bagi startup pemula, membahas berbagai permasalahan yang bakal dihadapi berdasarkan kisah kasus nyata yang telah ada.

“Amvesindo Demo Day 2017 merupakan wadah komunikasi bagi startup dengan semua stakelhoders seperti investor, inkubator, akademisi, asosiasi industri, media serta regulator. Penyelenggaraan Demo Day akan diupayakan dapat berkesinambungan dari tahun ke tahun. Amvesindo juga akan terus berkomitmen menjadi wadah teman-teman startup untuk terus dapat berinovasi dan berkontribusi positif bagi startup Indonesia,” sambut Ketua Umum Amvesindo Jeffri Sirait.

Startup digital tumbuh sangat signifikan, diproyeksikan oleh lembaga riset Center for Human Genetic Research (CHGR) akan mencapai jumlah 13 ribu startup pada tahun 2020 mendatang. Hingga tahun 2016 tercatat ada kurang lebih 2000 startup di Indonesia dan merupakan jumlah terbesar di Asia Tenggara. Amvesindo menyadari betapa perkembangan startup yang pesat merupakan hal potensial dalam meningkatkan perekonomian nasional.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Amvesindo Demo Day 2017