App Buatan Microsoft Ini Narasikan Apa yang Terjadi di Sekitar Pengguna Tuna Netra

Tim Microsoft Research tidak henti-hentinya bereksperimen dengan artificial intelligence (AI). Karya terbaru mereka adalah sebuah aplikasi iOS yang sangat keren sekaligus fungsional, terutama apabila Anda memiliki gangguan indera penglihatan atau bahkan merupakan seorang tuna netra.

Dinamai Seeing AI, aplikasi ini memang mengemas sistem kecerdasan buatan yang mampu melihat dan mengenali beragam objek di sekitarnya, kemudian menarasikannya kepada pengguna dengan suaranya. Seandainya satu meter di depan Anda ada seseorang yang sedang menangis, Seeing AI bakal mendeskripsikannya secara akurat.

Microsoft Seeing AI

Selain mengenali wajah orang sekaligus ekspresinya, Seeing AI juga bisa membacakan teks pendek yang misalnya terpampang di amplop secara instan, atau bahkan satu dokumen penuh dengan cara memotretnya terlebih dulu. Tak hanya itu, nantinya Seeing AI bahkan bisa mengenali uang tunai yang ada di hadapan pengguna dan membacakan jumlahnya.

Tidak kalah menarik adalah kemampuan Seeing AI mengenali berbagai produk di supermarket dengan memindai barcode-nya. Kalau Anda kesulitan melihat, bagaimana Anda bisa menemukan barcode-nya? Well, selagi Anda mengarahkan kamera ponsel, Seeing AI akan membunyikan indikator suara untuk membantu Anda menemukan barcode di suatu kaleng daging kornet misalnya.

Microsoft Seeing AI

Menggunakan Seeing AI bisa diibaratkan memiliki narator yang selalu berada bersama Anda, menceritakan apa saja yang terjadi di sekitar Anda. Microsoft bahkan sedang menguji fitur eksperimental yang memungkinkan Seeing AI untuk mengenali suatu peristiwa atau kejadian di sekitar, jadi bukan cuma benda-benda mati saja.

Seeing AI saat ini sudah tersedia secara cuma-cuma di App Store, tapi sayang baru di Amerika Serikat, Kanada, India, Hong Kong, Selandia Baru dan Singapura. Microsoft berencana untuk merilisnya di negara-negara lain, tapi saya belum menemukan indikasi kalau versi Android-nya sedang digodok. Bahasa yang didukung sejauh ini juga baru bahasa Inggris.

Sumber: The Next Web.

Beberapa Inovasi Startup Menarik yang Menggunakan Pemrosesan Pintar

Kecerdasan buatan menjadi salah satu tren teknologi yang saat ini sedang sangat bertumbuh, termasuk di lanskap startup di Asia Tenggara. Pada praktiknya memang banyak peluang yang dapat dijadikan peluang produk berbasis kecerdasan buatan. Dalam sebuah sesi Create Stage Echelon Asia Summit 2017 di Singapura beberapa waktu lalu, secara khusus dikompetisikan startup di bidang deeptech, startup dengan produk berbasis kecerdasan buatan.

Sebagai inspirasi sekaligus menelisik tren ke depan seputar teknologi, DailySocial mencoba menyajikan apa saja startup yang berhasil masuk lolos kualifikasi dalam bidang deeptech dan apa inovasi yang dibuat.

AiChat – Chatbot untuk Bisnis

Dalam vertikal produk berbasis kecerdasan buatan, chatbot menjadi salah satu yang paling populer saat ini. AiChat sendiri secara spesifik mencoba membantu bisnis untuk mengotomatiskan beberapa proses, seperti Customer Services, Marketing, E-Commerce Transaction, hingga Data Analytics.

01 Potensi chatbot dari presentasi tim AiChat DailySocial - Randi Eka

Melalui chatbot modern (saat ini disematkan melalui Facebook Messenger), AiChat berusaha menyelesaikan tiga permasalahan utama yang ada di korporasi. Pertama terkait dengan integrasi kanal komunikasi, selama ini cenderung terfragmentasi sehingga sulit untuk dikelola, terutama dari sisi masukan data.

Kemudian hal tersebut dilanjutkan kepada permasalahan kedua yang ingin dipecahkan, yakni untuk membawa korporasi pada tren insight-driven. Salah satu pembeda yang ingin dihadirkan AiChat ialah dukungan bahasa di negara Asia Tenggara dalam mendesain bot komunikasi.

Saat ini AiChat dipasarkan melalui dua cara, yakni Strategic Partnership dan Licensing dengan jangka waktu per 6 dan 12 bulan.

AiCar – Solusi Efisiensi Sumber Daya Mobil

Dikembangkan oleh Aidentify Inc., AiCar merupakan sebuah terobosan solusi pintar untuk diterapkan pada mobil. Sedikit berbeda, tatkala para pemain di kecerdasan buatan mengembangkan Self-Driving Car atau Connected Car, karena AiCar mencoba mengembangkan solusi Self Diagnostic Technology modern yang membantu pengguna untuk mendapatkan informasi kesehatan mobil secara keseluruhan.

02 AiCar solusi pintar untuk pengelolaan sumber daya mobil DialySocial - Randi Eka

Apa yang dikerjakan AiCar ialah menempelkan sebuah perangkat pintar untuk menjadi mekanik di mobil. Proses kerjanya ialah mendeteksi sinyal yang tidak normal dan memberikan analisis informasi kepada pengguna secara cepat melalui perangkat ponsel dan lainnya.

Flax Scanner – Meringkas Proses Digitalisasi

Startup ini mencoba memadukan dua algoritma pintar untuk layanannya, yakni Image-based Deep Learning dan Language-based Deep Learning. Sehingga memungkinkan proses Scan & OCR (Optical Character Recognition) untuk dokumen kertas. Tidak hanya itu, solusi yang dihadirkan juga mampu melakukan analisis layout, klasifikasi semantik dan koreksi.

03 Flax Scanner hadirkan solusi andal untuk digitalisasi paperworks DailySocial - Randi Eka

CryoWerx – Kotak Makan Pintar

Latar belakang pengembangan solusi ini adalah untuk memaksimalkan penjualan produk makanan, terutama di jam-jam ketika para konsumen sulit untuk melakukan mobilitas ke luar untuk membeli makanan. Kontak makan pintar yang dihadirkan hampir mirip dengan almari es atau pendingin makanan/minuman yang biasa ditemui saat ini. Perbedaannya akses untuk mendapatkan makanan di dalamnya ialah menggunakan proses transaksi melalui aplikasi mobile.

04 CryoWerx mencoba maksimalkan penjualan makanan dengan kotak makan pintar DailySocial - Randi Eka

Semua proses pemesanan dan sebagainya diproses saat pengguna melakukan transaksi melalui aplikasi. Setelah selesai hingga proses pembayaran dan lain sebagainya, pengguna tersebut dapat mengunjungi ke kotak makan pintar dan melakukan scanning kode khusus yang dibuat melalui aplikasi ke dalam kotak pintar tersebut. Sistem analisis juga disematkan ke dalam sistem penjualan yang dimiliki oleh restoran atau tempat penjualan makanan.

Igloohome – Kunci Pintu Pintar untuk Bisnis Properti

Pada layanan penyewaan properti seperti Airbnb, ada sebuah permasalahan mendasar, namun sering diabaikan, padahal permasalahan tersebut mengikis efisiensi proses transaksi yang ada, yakni proses pengambilan dan pengembalian kunci. Hal ini membuat sebuah inovasi bernama Igloohome muncul, menghadirkan sebuah perangkat engsel pintu pintar yang terintegrasi.

05 Igloohome untuk solusi pintu pintar DailySocial Randi Eka

Cara kerjanya, ketika seseorang telah menyelesaikan transaksi untuk penginapan, maka akan di-generate sebuah kode satu kali pakai untuk masuk ke dalam rumah/kamar tersebut melalui kanal admin. Kemudian pengguna dapat menggunakan kode tersebut untuk membuka pintu. Menyadari kondisi lapangan, kunci pintu yang dibuat tidak menggunakan konektivitas internet, namun menggunakan sistem yang mirip dengan konsep token internet banking.

Untuk mengakselerasi bisnis, Igloohome menjalin kerja sama khusus dengan bisnis seperti Airbnb, HomeAway dan lainnya di Asia Tenggara.

SmartPeep – Video Analisis untuk Keamanan Rumah

Pada umumnya rumah saat ini sudah dilengkapi dengan CCTV untuk memantau kondisi sehari-hari. Namun adanya CCTV umumnya sebatas merekam aktivitas yang terjadi, belum sampai pada proses antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya kejahatan. Untuk menyempurnakan sistem tersebut, SmartPeep dihadirkan.

06 SmartPeep mampu analisis gerak-gerik mencurigakan dari tangkapan CCTV DailySocial - Randi Eka

Cara kerjanya dengan melakukan analisis dari hasil tangkapan video kamera CCTV. Deteksi termasuk pada aktivitas orang di gerbang (melompat), aktivitas orang di sekitar rumah dan juga aktivitas pintu gerbang. Dengan analisis ini, SmartPeep mencoba memberikan notifikasi untuk antisipasi kepada pemilik rumah.

Baidu Gandeng Nvidia Maksimalkan Peran AI untuk Mobil Tanpa Sopir dan Cloud Computing

Nvidia yang kita kenal sekarang bukan lagi sekadar produsen kartu grafis. Perusahaan yang bermarkas di Santa Clara tersebut juga serius mengembangkan artificial intelligence (AI), yang salah satu implementasinya berupa sistem kemudi otomatis Drive PX. Dua tahun sejak Drive PX pertama diumumkan, rupanya sudah ada pihak yang tertarik dengan potensinya.

Tidak main-main, yang tertarik dengan teknologi Nvidia ini adalah raksasa internet asal Tiongkok, Baidu. Kedua perusahaan baru-baru ini mengumumkan rencana mereka untuk bekerja sama dalam memaksimalkan peran AI pada ranah mobil tanpa sopir, cloud computing serta home assistant.

Salah satu bentuk kerja samanya adalah penggunaan Drive PX 2 pada platform mobil tanpa sopir Baidu, Apollo, plus rencana untuk mengembangkan mobil kemudi otomatis bersama sejumlah pabrikan otomotif besar di Tiongkok. Baidu sendiri sangat serius dalam hal pengembangan sistem kemudi otomatis sampai-sampai co-founder-nya, Robin Li, memberanikan diri untuk datang ke sebuah event dengan menunggangi mobil tanpa sopir meskipun hal ini melanggar hukum setempat.

Di ranah cloud computing, platform Baidu Cloud nantinya akan ditenagai oleh GPU Nvidia Volta, yang memang dirancang secara spesifik untuk implementasi AI. Selain itu, Volta juga akan membantu optimalisasi PaddlePaddle, framework deep learning besutan Baidu yang open-source, sehingga akses untuk para akademisi dan peneliti pun bisa diperluas lagi.

Terakhir, kolaborasi ini juga akan membuahkan integrasi asisten virtual DuerOS kepunyaan Baidu pada perangkat Nvidia Shield TV untuk pasar Tiongkok, mengubahnya menjadi semacam home assistant ala Amazon Echo, atau yang baru saja diluncurkan untuk pasar Tiongkok oleh Alibaba, Tmall Genie.

Sumber: Engadget dan Nvidia.

Arah Industri Startup Asia Tenggara di Bidang Finansial, Pendidikan, Kesehatan dan AI (Bagian 1)

Sebagai wilayah regional yang sangat berkembang dalam startup digital, Asia Tenggara kini dikatakan tengah dalam proses penguatan ekosistem di masing-masing lini kategori. Yang paling menjadi sorotan dewasa ini ada di sektor finansial (fintech), di sektor edukasi (edtech), di sektor kesehatan (healthtech) dan inovasi terkait dengan kecerdasan buatan (AI – Artificial Intelligence).

Pada pagelaran Echelon Asia Summit 2017 di Singapura di tanggal 28-29 Juni 2017, beberapa pakar dan pelaku bisnis mendiskusikan tentang tren dan tantangan startup yang bergerak pada empat bidang tersebut.

Fintech: Tren platform pembayaran belum usai, dan berpacu pada kepercayaan pengguna

Salah satu indikasi pertumbuhan di sektor ini adalah tren investasi yang tidak terbendung. Startup fintech sendiri juga berkembang signifikan di Indonesia, dari pemain early-stage hingga yang mendapat dukungan besar dari korporasi. Dalam diskusi panel yang digelar dalam Echelon, dihadirkan tiga pemateri yang terdiri dari Veiverne Yuen (Co-Founder & Managing Director Tryb Capital), Valenzia Jihsuan Yap (Founder & CEO PolicyPal) dan Anson Zeall (Co-founder & CEO Coinpip).

Tema yang disajikan ialah langkah fintech ke depan setelah berkutat pada platform berbasis pembayaran. Namun Anson Zeall, dalam perkembangan platform pembayaran pun di pasar Asia Tenggara belum usai. Inovasi masih akan terus berlanjut, seiring dengan pasar yang mulai teredukasi dan berpindah menjadi cashless society. Di beberapa negara disebutkan bahwa dominasi pembayaran masih menggunakan uang tunai, lebih parah lagi non-bankable society juga masih banyak ditemui.

Sesi Fintech dalam Future Stage / DailySocial - Wiku Baskoro
Sesi Fintech dalam Future Stage / DailySocial – Wiku Baskoro

Dari perjalanan startup fintech yang ada saat ini –termasuk di Indonesia—terdapat dua tendensi besar pada visi mereka, yakni menjadi institusi keuangan dan mengembangkan teknologi yang bisa disalurkan di masyarakat dan industri. Menurut pemateri justru kedua hal ini yang akan menentukan fintech ke depan dan akan menjadi seperti apa.

“Sebagian besar layanan keuangan, setidaknya 85% tidak dibuat di sektor konsumer (B2C), melainkan di sektor bisnis (B2B),” Veiverne Yuen.

Di lain sisi kepercayaan masih menjadi perjuangan industri untuk berkomunikasi dengan calon penggunanya. Dari pengalamannya bersama PolicyPal, Valenzia Jihsuan mengatakan, “Ini tentang membangun kepercayaan dan berada di sana setiap kali mereka membutuhkan bantuan.”

Untuk mendukungnya, keterlibatan regulator sangat dibutuhkan. Salah satu yang telah dipraktikkan adalah mendapatkan akreditasi dari Monetary Authority of Singapore (MAS) –OJK setempat, sebagai bagian dari validasi keabsahan yang dapat ditunjukkan kepada konsumen.

Bagi sebagian besar penggunanya, fintech menjadi cara baru dalam banyak aktivitas transaksi. Uang adalah hal yang sensitif, dalam artian orang baru akan mau meletakkan uang yang ia miliki manakala meyakininya bahwa ia akan mendapati keberhasilan dalam transaksi. Terkait dengan kepercayaan tadi, para panelis menilai bahwa menjadi sebuah hal penting yang harus menjadi fundamental dalam fintech, baik untuk jangka pendek dan jangka panjang.

Blockchain turut disinggung dalam panel, dengan keuntungan yang diberikan antara lain berupa portabilitas, akuntabilitas dan potensinya di luar fintech. Salah satu penerapan terbaik saat ini –sebagai bagian dari membiasakan proses di dalamnya—validitas data dapat disuguhkan sebagai bagian terpenting dalam blockchain. Sementara ini blockchain sangat bagus untuk memantau dan memvalidasi transaksi yang berjalan di atasnya.

Namun jika berbicara secara teknis, contohnya pada fintech untuk layanan asuransi seperti yang disuguhkan PolicyPal, tidak mudah menerapkan blockchain ke dalamnya. Tantangannya adalah pada perlindungan data yang menjadi bagian krusial dalam proses bisnis. Namun tidak menutup kemungkinan jika ke depan justru inovasi yang ada akan turut mendorong blockhain sebagai bagian penting dalam fintech di Asia Tenggara.

Artificial Intelligence: Hype sangat besar dan gagasan mayoritas yang masih sangat konseptual

Dalam sesi “Hype or Hope and Is there an AI bubble?” terdapat Annabelle Kwok (CEO SmartCow), William Klipgen (Managing Partner Cocoon Capital) dan Jarrold Ong (Co-founder & ‎CTO SWAT).

Berkaitan dengan pertanyaan apakah AI hanya sekedar hype semata, masing-masing panelis memiliki argumen yang berbeda. Annabelle misalnya, saat ini ia melihat hype yang begitu luar biasa terhadap AI, namun demikian bukan berarti banyak harapan yang pasti akan tercapai dengannya.

Berseberangan, Jarrold Ong dan William Klipgen, memiliki pendapat berbeda. Bahwa AI bukan hanya sekedar hype semata. Kendati demikian memang masih banyak tantangan yang masih harus dibuat lebih gamblang. Seperti kata William, masih banyak ditemui investor yang sulit memahami seberapa dalam AI tertanam pada sebuah teknologi. AI di sini jelas memberikan nilai, tapi tantangan dari sisi investor ialah menentukan seberapa besar hype yang ada dan berapa nilainya.

“Singapura (dan Asia Tenggara pada umumnya) memiliki sedikit inovasi dan lebih banyak aplikasi teknologi, inovasi AI lebih banyak terjadi di Silicon Valley,” Klipgen.

Sesi Artificial Intelligence dalam Future Stage / DailySocial - Wiku Baksoro
Sesi Artificial Intelligence dalam Future Stage / DailySocial – Wiku Baksoro

Dalam praktik implementasinya, Jarrold Ong menerangkan bahwa untuk beberapa produk tidak perlu dipaksakan menggunakan AI. Dalam artian, dalam sistem secara keseluruhan AI hanya perlu diterapkan pada apa yang benar-benar dibutuhkan. Karena pada dasarnya saat AI berelaborasi pada suatu layanan, maka kapabilitas data akan diuji di sana.

Pertanyaan terbesarnya, ketika berbicara tentang AI maka startup akan berkompetisi langsung dengan pemain besar seperti Google atau Microsoft, dengan investasi yang sangat besar di divisi tersebut. Menurut Klipgen, metrik untuk mengukur kecerdasan produk perusahaan bisa menjadi proposisi bisnis potensial. Aplikasi yang dibawa ke industri memiliki sifat yang sangat kustom, dengan menunjukkan bahwa memiliki strategi pemecahan pada masalah yang signifikan.

Kofera Umumkan Perolehan Pendanaan Pra-Seri A

Platform otomasi pemasaran berbasis AI Kofera mengumumkan perolehan pendanaan Pra-Seri A dengan nilai yang tak disebutkan dari sejumlah investor yang dipimpin MDI Ventures. Juga terlibat dalam pendanaan ini IndoSterling Capital, Discovery Nusantara Capital, dan Gunung Sewu. Disebutkan dana yang diperoleh akan digunakan untuk pengembangan produk, riset, dan ekspansi pasar.

Kofera diklaim sebagai satu-satunya startup Indonesia yang menyediakan layanan SaaS otomasi marketing berbasis Artificial Intelligence (AI) dan machine learning. Tujuan otomasi pemasaran digital yang disediakan Kofera untuk membantu perusahaan mengeluarkan biaya pemasaran yang efisien dan menjalankan kampanye pemasaran yang efektif.

“Saat ini lebih dari 5,000 akun dengan berbagai jenis bisnis model telah terdaftar di platform Kofera. Pendanaan Pra-Seri A ini akan membantu kami untuk product development, riset dan ekspansi pasar untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan,” kata CEO Kofera Technology Bachtiar Rifai.

MDI Ventures memberikan dukungannya untuk Kofera sebagai salah satu startup yang memiliki solusi dan eksekusi terbaik. CEO MDI Ventures Nicko Widjaja kepada DailySocial menyebutkan:

“Kofera adalah salah satu alumni Indigo terbaik yang kami miliki tahun lalu. Kami telah mendapatkan banyak pujian dari anak perusahaan [Telkom Group] untuk kolaborasi bersama tim Kofera. Partisipasi kami adalah bentuk dukungan berkelanjutan untuk membangun ekosistem startup yang lebih sehat di Indonesia: membangun fundamental yang kuat (traksi penerimaan, keuntungan, dan lain-lain), membangun metode valuasi yang tepat, dan membangun konsep scaling melalui kolaborasi yang sinergis dengan Telkom Group.”

Masalah kampanye pemasaran digital

Keterbatasan talenta untuk mengelola pemasaran digital saat kebutuhannya sedang meningkat membuat lonjakan biaya untuk merekrut atau membentuk tim in-house. Kofera mengklaim solusinya menutup celah ini menggunakan platform otomasi yang membantu perusahaan mengoptimalkan penggunaan budget dengan algoritma yang cerdas.

“Dengan adanya Kofera, maka pelaku bisnis yang awam sekalipun dapat beriklan secara online dengan mudah karena sudah dibantu oleh otomasi Kofera. Pembuatan campaign, monitoring dan optimisasi sudah terintegrasi dengan teknologi machine learning sehingga pelau usaha kecil dan menengah cukup memberikan data produk dan goal bisnis untuk beriklan secara online,” papar Bachtiar dalam wawancara terdahulu.

Nicko sendiri mengundang investor strategis lain untuk berpartisipasi dalam pendanaan lanjutan perusahaan-perusahaan di bawah naungan Indigo, seperti saat pendanaan ke Kofera kali ini.

“Kami terus mengundang investor strategis untuk berpartisipasi [berinvestasi] di perusahaan [asuhan] Indigo. Mereka sejauh ini adalah sumber terbaik untuk mendapatkan perusahaan tahap awal di Indonesia. Jika Anda adalah [pendiri] startup yang baru memulai, saya menyarankan Anda untuk bergabung dengan program [Indigo] jika ingin membangun traksi yang riil. Tidak lagi sekedar vanity metrics [misalnya jumlah pengguna terdaftar, jumlah penggunduh], tetapi benar-benar menjalankan bisnis,” tutup Nicko.

Berbekal AI Canggih, Arsenal Akan Bantu Anda Memaksimalkan Potensi Kamera Mirrorless Maupun DSLR

Hampir semua kamera modern, baik itu DSLR maupun mirrorless, menawarkan mode pemotretan otomatis. Hasilnya boleh dibilang oke, akan tetapi seorang fotografer pasti akan bilang kalau Anda tidak memaksimalkan potensi asli yang dimiliki kamera Anda.

Memang benar, dengan latihan dan jam terbang yang cukup, Anda bisa menghasilkan foto yang jauh lebih menarik menggunakan mode manual. Namun tentu saja tidak semua orang punya cukup waktu atau ketertarikan untuk belajar fotografi. Mereka mungkin cuma punya budget yang cukup untuk membeli kamera mirrorless demi mendapatkan foto yang lebih baik ketimbang memakai smartphone.

Buat orang-orang seperti ini, mungkin perangkat bernama Arsenal berikut bisa menjadi alternatif yang menarik. Secara prinsip ia merupakan artificial intelligence (AI) yang dirancang secara spesifik untuk membantu Anda menciptakan foto yang lebih baik, tanpa harus merepotkan Anda dengan mode manual atau malah mengandalkan mode otomatis.

Arsenal AI

Arsenal mempunyai wujud seperti modem Wi-Fi portable yang dapat diselipkan ke hot shoe, lalu menyambung ke port USB milik kamera via kabel. Ia dapat dikendalikan secara wireless melalui aplikasi pendamping untuk perangkatiOS maupun Android.

Anda bisa menganggap Arsenal sebagai mode pemotretan otomatis milik kamera pada umumnya yang telah disuntik steroid. AI di dalamnya telah dilatih menggunakan ribuan gambar untuk bisa memahami beragam kondisi pencahayaan dan lingkungan di sekitarnya, sebelum akhirnya menetapkan parameter yang tepat pada kamera.

Yang perlu Anda lakukan hanyalah mengatur framing-nya saja, kemudian Arsenal yang akan mengatur setting seperti ISO, shutter speed, aperture, dan masih banyak lagi dengan memperhatikan total hingga 18 faktor.

Arsenal AI

Lebih lanjut, Arsenal juga menawarkan fitur pemotretan HDR, long exposure maupun focus stacking, semuanya dengan menggabungkan beberapa foto dalam setting exposure yang berbeda menjadi satu foto yang menawan tanpa perlu melewati tahap editing.

Fitur lain yang tak kalah menarik adalah time lapse, dimana Arsenal akan mengatur exposure secara otomatis seiring berjalannya waktu dan bergantinya kondisi pencahayaan. Semua foto yang diambil akan otomatis disimpan ke smartphone dalam resolusi penuh, dan siap untuk dibagikan ke media sosial pilihan Anda.

Arsenal kompatibel dengan berbagai model DSLR maupun mirrorless keluaran Canon, Nikon, Sony dan Fujifilm. Ia saat ini sedang dipasarkan melalui Kickstarter seharga $150, sedangkan harga retail-nya diperkirakan berkisar $210.

Google Ciptakan AI yang Dapat Menciptakan AI Lain dengan Sendirinya

Artificial intelligence alias AI mendapat porsi pembicaraan yang cukup besar dalam event Google I/O tahun ini, dan Google pada dasarnya ingin mengimplementasikan AI di mana saja – bahkan di luar platform-nya sendiri. Namun mengembangkan AI dengan kemampuan deep learning tentunya tidak mudah dan memakan waktu. Untuk itu, perlu dilakukan otomasi.

Atas alasan itulah Google menggarap proyek bernama AutoML. Dari kacamata sederhana, AutoML adalah AI yang dapat menciptakan AI lain dengan sendirinya. “AI inception“, demikian gurauan tim internal Google, merujuk pada film Inception karya Christopher Nolan.

Google sejatinya merancang AutoML untuk mengotomasi proses pembuatan neural network. Komponen ini merupakan bagian penting dalam penerapan teknologi deep learning, dimana prosesnya melibatkan data yang diteruskan melalui lapisan demi lapisan neural network.

Semakin banyak neural network, semakin bagus pula kinerja AI, kira-kira demikian pemahaman kasarnya. Kehadiran AutoML pun akan sangat meringankan beban para engineer Google dalam mengembangkan neural network yang bisa dianggap sebagai tulang punggung AI.

Sejauh ini Google sudah memanfaatkan AutoML untuk meracik neural network yang dibutuhkan dalam penerapan teknologi pengenal gambar maupun suara. Menurut pengakuan Google sendiri, AutoML bisa mengimbangi kinerja tim internal Google untuk bidang pengenalan gambar, sedangkan untuk bidang pengenalan suara kinerja AutoML bahkan melampaui para engineer tersebut.

Lalu apa manfaat yang bisa kita ambil dari AutoML sebagai konsumen? Banyak. Yang paling utama tentu saja adalah penyempurnaan teknologi pengenal gambar dan suara. Software macam Google Photos misalnya, dapat mengenali wajah maupun objek dalam foto secara lebih akurat, sedangkan perangkat seperti Google Home juga bisa mendeteksi perintah suara pengguna dengan lebih baik lagi.

Sumber: Futurism.

Samsung Perluas Integrasi Asisten Virtual Bixby ke Lini Kulkas Pintarnya

Meski secara default ponsel Android 7.0 telah mengusung integrasi Google Assistant, Samsung bersikeras menyematkan asisten virtual-nya sendiri pada Galaxy S8. Samsung sejatinya punya visi besar untuk asisten virtual bernama Bixby tersebut, dimana mereka berniat untuk mengintegrasikannya ke semua produk, bukan cuma smartphone saja.

Dalam melaksanakan upaya tersebut, Samsung mengawalinya dari ranah home appliances, spesifiknya lini kulkas pintar Family Hub 2.0 yang diperkenalkan pada ajang CES bulan Januari lalu. Singkat cerita, Bixby kini tak cuma bisa diakses lewat Galaxy S8 saja, tapi juga melalui lemari es.

Kehadiran Bixby pada lini kulkas Family Hub 2.0 ini akan menjadi pelengkap yang sangat berarti. Ketimbang harus mengandalkan layar sentuh 21,5 incinya untuk mengakses beragam informasi, konsumen sekarang tinggal berinteraksi dengan Bixby menggunakan perintah suara.

Teknologi deep learning yang diadopsi Bixby juga memungkinkan lemari es untuk mengontrol suhu di dalam bilik penyimpanannya secara otomatis. Tak hanya itu, Bixby juga bisa menampilkan rekomendasi resep berdasarkan pola dan kebiasaan makan pengguna, plus koleksi musik untuk menemani kegiatan memasak ataupun makan malam.

Seperti yang saya katakan sebelumnya, integrasi Bixby pada kulkas Family Hub 2.0 ini baru awal dari visi besar Samsung. Pun demikian, yang paling penting adalah konsumen tidak perlu membeli kulkas baru, Bixby akan datang bersama software update yang sudah Samsung siapkan untuk lini kulkas Family Hub 2.0 besutannya.

Sumber: The Verge dan Pulse.

Lighthouse Adalah Kamera Pengawas dengan Teknologi Sekelas Mobil Tanpa Sopir

Kamera pengawas yang dapat membedakan hewan peliharaan dari anak kecil maupun pencuri terdengar seperti properti dalam sebuah film sci-fi. Namun perkembangan teknologi computer vision yang begitu pesat sangat berpengaruh terhadap realisasi produk yang kita anggap fiktif itu tadi.

Buktinya adalah Lighthouse, sebuah kamera pengawas canggih dengan integrasi teknologi 3D sensing, deep learning sekaligus artificial intelligence (AI). Pengembangnya merupakan binaan Playground, sebuah inkubator teknologi yang didirikan oleh Andy Rubin setelah beliau meninggalkan Google. Siapa itu Andy Rubin? Anda pasti belum pernah membaca sejarah Android.

Lighthouse mengerti apa yang sedang dilihatnya dan mampu mengidentifikasi objek yang berbeda / Lighthouse AI
Lighthouse mengerti apa yang sedang dilihatnya dan mampu mengidentifikasi objek yang berbeda / Lighthouse AI

Kembali ke Lighthouse itu sendiri, perangkat ini bukan sembarang kamera pengawas berbekal konektivitas Wi-Fi. Ia sanggup mendeteksi objek yang sedang diawasinya secara akurat. Contoh yang paling gampang, ia tahu kalau yang sedang tidur-tiduran di depan pintu masuk rumah adalah anjing kesayangan Anda dan bukan putra bungsu Anda.

Kepintaran Lighthouse akan semakin terasa ketika Anda mencoba untuk memonitor hasil rekamannya. Di sini Anda bisa melontarkan pertanyaan sederhana seperti, “Siapa yang tadi pagi berdiri di pintu bersama anjing?”, atau yang lebih kompleks seperti, “Jam berapa anak-anak saya pulang hari Selasa lalu?”

Orang maupun hewan peliharaan yang Anda tanyakan akan di-highlight dalam warna biru dan kuning / Lighthouse AI
Orang maupun hewan peliharaan yang Anda tanyakan akan di-highlight dalam warna biru dan kuning / Lighthouse AI

Selanjutnya, Lighthouse akan memberikan jawaban dalam bentuk video dimana orang maupun hewan yang Anda tanyakan itu tadi telah di-highlight dalam warna yang berbeda. Semua ini disimpan dalam jaringan cloud dan dienkripsi, sehingga apapun yang terjadi Anda tetap punya arsip yang lengkap.

Anda bahkan bisa menginstruksikan Lighthouse untuk mengaktifkan fitur-fitur tertentu pada berbagai skenario. Contohnya, Anda bisa meminta Lighthouse untuk mengirim notifikasi ketika anak-anak Anda belum pulang lewat jam 4 sore.

Lighthouse menggunakan teknologi 'penglihatan' mirip seperti yang ada pada mobil tanpa sopir / Lighthouse AI
Lighthouse menggunakan teknologi ‘penglihatan’ mirip seperti yang ada pada mobil tanpa sopir / Lighthouse AI

Teknologi yang digunakan Lighthouse sejatinya mirip seperti teknologi yang digunakan pada mobil kemudi otomatis, dimana mobil dapat mengenali sekaligus membedakan objek di depan mereka dan bertindak menyesuaikan skenarionya. Pada kenyataannya, dua pendiri Lighthouse sebelumnya bisa dikatakan sebagai pionir pengembangan teknologi kemudi otomatis.

Saat ini Lighthouse masih dalam tahap akhir pengembangan sebelum siap dipasarkan mulai bulan September mendatang. Pengembangnya sudah menerima pre-order seharga $399 dengan bonus biaya berlangganan selama dua tahun, $499 selama empat tahun, dan $599 selama enam tahun. Setelahnya, Anda harus membayar biaya berlangganan sebesar $10 per bulan.

Sumber: Fast Company.

Berbekal Integrasi AI, Windows Story Remix Bantu Anda Ciptakan Video yang Mengesankan

Selain Cloud Clipboard, fitur baru lain yang tak kalah menarik dari Windows 10 Fall Creators Update adalah Windows Story Remix. Story Remix boleh Anda anggap sebagai penerus Windows Movie Maker, tapi kali ini dengan bekal campur tangan artificial intelligence (AI).

Cara menggunakannya pun sederhana: cukup pilih foto beserta klip video yang diinginkan – tambahkan musik sekalian kalau perlu – maka Story Remix yang akan mengerjakan sisanya dan membuatkan video finalnya, dengan memperhatikan aksi-aksi seru pada video atau bagian ketika banyak orang di dalamnya sedang tersenyum atau malah tertawa.

Seandainya Anda memilih sejumlah klip adegan yang sama yang diambil dari berbagai angle yang berbeda, Story Remix akan mencoba untuk mengemas semuanya menjadi sebuah video yang kohesif. Anda pun bebas memilih siapa yang pantas menjadi bintang dalam video finalnya, dan karena semua foto beserta video sudah di-tag, Anda bisa melakukan pencarian orang atau objek dengan mudah.

Adegan CGI seperti ini bisa Anda buat dengan Windows Story Remix tanpa perlu melibatkan green screen / Microsoft
Adegan CGI seperti ini bisa Anda buat dengan Windows Story Remix tanpa perlu melibatkan green screen / Microsoft

Di saat Anda ingin melakukan kustomisasi atau editing lebih lanjut, Story Remix juga memastikan semua prosesnya bisa berjalan dengan mudah. Yang paling keren, Anda bisa menambatkan animasi maupun objek 3D lainnya yang berasal dari komunitas Remix 3D secara apik, seperti misalnya efek bola api pada adegan tendangan bebas di pertandingan sepak bola, tanpa perlu melibatkan green screen.

Melihat kapabilitas dan fleksibiltas yang ditawarkan Story Remix, tidak heran apabila Microsoft masih bersikukuh dengan embel-embel “Creators Update” pada versi Windows 10 berikutnya.

Sumber: TechCrunch.