Deretan Tren Teknologi yang Bakal Mendisrupsi Dunia Bisnis Versi McKinsey

Teknologi memegang peranan penting dalam segala aspek kehidupan. Dalam konteks bisnis, teknologi juga bisa menentukan seberapa jauh korporasi dapat berkembang. Agar tidak kehilangan momentum, para eksekutif bisnis perlu menaruh perhatian khusus pada sejumlah tren teknologi yang paling berpengaruh ke depannya. Kira-kira begitulah kesimpulan yang bisa ditarik dari riset terbaru yang dilakukan oleh McKinsey & Company.

Dari 10 tren teratas yang dibahas, 7 di antaranya masuk ke ranah digital. Tren yang dibahas juga bukan sekadar yang berpotensi mendisrupsi banyak sektor industri sekaligus, melainkan juga yang tergolong niche seperti revolusi bioteknologi maupun kemajuan tren nanopartikel dan nanomaterial.

McKinsey memprediksi bahwa ke depannya teknologi robotik, Industrial Internet of Things (IIoT), digital twins, dan additive manufacturing (3D atau 4D printing) bakal digabungkan untuk mempersingkat pekerjaan-pekerjaan rutin, meningkatkan efisiensi operasional, dan mempercepat waktu penetrasi pasar. McKinsey mendeskripsikan tren ini dengan istilah “next-level process automation and virtualization“.

McKinsey mengestimasikan bahwa di tahun 2025, lebih dari 50 miliar perangkat bakal terhubung dengan jaringan IIoT dan menghasilkan data sebesar 79,4 zettabyte setiap tahunnya. Sebagai konteks, 1 zettabyte itu setara dengan 1 miliar terabyte. Lalu di tahun 2030, 10% dari seluruh proses manufaktur bakal digantikan oleh teknologi 3D atau 4D printing.

Tren yang berikutnya menggabungkan kemajuan infrastruktur 5G dengan IoT guna mewujudkan sederet layanan maupun model bisnis baru. McKinsey menemukan ada sekitar 1.000 kasus penggunaan di berbagai sektor industri yang berkaitan erat dengan tren konektivitas ini, yang diperkirakan bisa berkontribusi terhadap angka GDP di tahun 2030 hingga sebesar 5-8 triliun dolar Amerika Serikat.

Tanpa harus terkejut, AI tentu juga termasuk sebagai salah satu tren dengan implikasi terbesar di dunia bisnis. McKinsey bahkan memprediksi bahwa kemajuan di bidang AI dan machine learning bakal mewujudkan konsep “Software 2.0”, konsep di mana profesi pengembang software telah digantikan oleh AI. Meski demikian, untuk bisa memaksimalkan tren automated programming ini, perusahaan harus meningkatkan kapabilitas DataOps maupun MLOps-nya terlebih dulu.

Di masa yang akan datang, demokratisasi infrastruktur IT juga bakal semakin dipercepat dengan semakin meningkatnya pengadopsian teknologi cloud computing. Menurut McKinsey, angka pengadopsiannya bisa meningkat hingga mendekati 50% di tahun 2025, dan bukan tidak mungkin menembus angka 80% jika tren yang ada sekarang masih terus berlanjut sampai ke depannya.

Quantum computing dan neuromorphic computing diperkirakan juga bakal terus bertambah mainstream. Tren komputasi generasi baru ini diprediksi bakal menjawab pertanyaan-pertanyaan yang selama ini belum bisa terjawab di dunia sains. Masa pengembangan industri farmasi dan bahan kimia bakal dipangkas secara drastis, demikian pula industri mobil kemudi otomatis yang bakal diakselerasi. Bukan cuma itu, next-gen computing juga diprediksi bakal mendisrupsi bidang cybersecurity secara signifikan.

Lebih lengkapnya mengenai tren-tren teknologi terpenting di dunia bisnis dapat langsung dibaca di situs McKinsey.

Gambar header: Depositphotos.com.

Nimbly Raih Pendanaan Pra-Seri A 67 Miliar Rupiah, Pasar Indonesia Tengah Jadi Prioritas

Perusahaan pengembang layanan automasi operasional bisnis berbasis di Singapura “Nimbly” raih pendanaan pra-seri A senilai $4,6 juta atau setara 67 milyar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Insignia Ventures Partners, dengan partisipasi Sovereign’s Capital dan Saison Capital. Dana segar akan difokuskan untuk mengakselerasi pertumbuhan bisnis di kawasan Asia Tenggara.

Daniel Hazman selaku Founder & CEO Nimbly Technologies dalam wawancara bersama DailySocial menyebutkan bahwa perusahaan sedang berada dalam fase pertumbuhan eksplosif dan ingin memperluas bisnis lebih jauh di luar Indonesia.

Selama kurang lebih tiga tahun beroperasi, Nimbly telah tersedia di tujuh negara termasuk Indonesia, Singapura, Malaysia, hingga Amerika Serika. Sebagian besar klien mereka datang dari industri ritel dan F&B, seperti KFC, Kopi Kenangan, 7-Eleven dan Under Armour.

Perusahaan yang juga dikenal dengan nama HelloNimbly ini menawarkan layanan yang bisa membantu perusahaan dalam automasi operasional bisnisnya seperti mengintegrasikan platform spreadsheet, email, dan pesan singkat dengan menggabungkan fungsinya ke dalam satu aplikasi. Termasuk daftar periksa, audit, dan live video untuk memastikan bahwa prosedur operasi standar diikuti di semua lokasi.

Terkait targetnya melalui pendanaan ini, Daniel turut mengungkapkan, “Kami masih menargetkan perusahaan di industri F&B, pertanian, ritel, manufaktur, manajemen fasilitas, dan FMCG yang berbasis di Asia Tenggara. Kami fokus pada Indonesia terlebih dulu karena ini adalah pasar terbesar di kawasan ini; saat kami ingin memperluas ke seluruh Asia Tenggara, Singapura adalah tempat yang tepat untuk itu.”

Daniel sempat menyebutkan rencananya untuk mulai masuk ke industri perbankan. Namun, ketika disinggung kembali terkait rencana tersebut, pihaknya mengatakan masih akan fokus pada industri yang selama ini sudah digarap.

Mengutip Insignia Ventures Partners, mitra pengelola pendiri Yinglan Tan, “Perusahaan SaaS saat ini menjadi vertikal yang sedang berkembang di Asia Tenggara dengan lebih banyak bisnis yang datang dari berbagai ukuran dan seluruh industri yang ingin melakukan transformasi serta mengembangkan kemampuan masuk ke area perangkat lunak.”

“Kami berharap dapat menjadi salah satu mitra pilihan utama organisasi kelas dunia dalam perjalanan transformasi digital mereka,” tutup Daniel.

Nasib Buruh di Era Digital

Memasuki tahun 2019, total populasi penduduk dunia sudah mencapai lebih dari 7,6 miliar orang.  5,1 miliar di antaranya adalah pengguna perangkat mobile, sementara 4,4 miliar di antaranya sudah terhubung ke internet. Statistik ini menjadi penting, pasalnya pengguna mobile dan internet tengah membentuk era baru yang disebut dengan ekonomi digital.

Suksesi tersebut bukan tanpa dampak. Banyak penelitian mulai memproyeksikan plus minusnya. Salah satunya laporan yang dirilis World Economic Forum bertajuk masa depan pekerjaan di era digital — bagaimana kecerdasan buatan (artificial intelligence) membentuk porsi kebutuhan tenaga kerja. Ada beberapa jenis pekerjaan yang makin dibutuhkan, sementara beberapa pekerjaan lain mulai tak lagi dibutuhkan.

Slide1

Negara-negara seperti Amerika Serikat, Tiongkok, atau India mulai menyiasati dengan meningkatkan kompetensi kecerdasan buatan. Tujuan tentu agar tetap mampu berada di barisan terdepan persaingan global.

Disrupsi teknologi

Walt Disney didirikan pada tahun 1923. Per tahun 2018 lalu, mereka sudah mempekerjakan sekitar 199 ribu pegawai dan menghasilkan kapitalisasi pasar senilai $245 miliar. Di sisi lain, Facebook mulai hadir pada tahun 2004. Tahun 2018 total karyawan yang dimiliki mencapai 35 ribu orang dan menghasilkan kapitalisasi pasar setara $551 miliar. Kedua perusahaan sama-sama bergerak sektor di media, dengan pendekatan pasar yang berbeda.

Masih banyak perbandingan lain yang bisa disandingkan untuk menunjukkan bagaimana pendekatan berbasis teknologi mampu menghadirkan potensi pasar yang lebih besar dengan cara yang cenderung lebih cepat. Dari situ istilah disrupsi mulai banyak digembor-gemborkan.

Disrupsi adalah sebuah indikasi saat teknologi mulai mengubah proses bisnis secara menyeluruh dan menghadirkan cara-cara baru yang lebih efisien, personal, dan terukur.

Sejak tahun 2015, istilah disrupsi juga sudah menjadi perbincangan para eksekutif di dunia. Dalam sebuah penelitian ditunjukkan mengenai sektor apa saja yang mulai rentan terhadap disrupsi. Di sisi lain, ditunjukkan pula sektor-sektor yang sudah mengantisipasi dan siap menghadapinya. Pada praktiknya, transformasi bukan hanya sekadar menerapkan aplikasi digital, namun juga mengubah kultur bisnis.

Slide2

Hipotesisnya, semua sektor akan terdisrupsi teknologi. Startup digital diyakini menjadi salah satu katalisator utamanya. Pertanyaannya, seberapa siap komponen industri, termasuk di dalamnya pengusaha, proses bisnis, dan pekerja, menghadapi tantangan tersebut?

Indonesia dalam revolusi industri

Kementerian ESDM telah mencanangkan poin-poin yang menjadi fokus pemerintah dalam menyambut revolusi industri 4.0. Di antaranya energi terbarukan untuk kelistrikan, bangunan dan transportasi; kendaraan listrik; dan transaksi online. Beberapa realisasinya sudah terlihat, salah satunya dalam sinergi BUMN untuk menghadirkan platform e-money terintegrasi LinkAja. Termasuk kendaraan listrik yang sudah mulai digenjot inovasinya oleh kalangan industri dan akademisi.

Untuk merealisasikan misi tersebut, dibutuhkan kesiapan di banyak hal. Salah satu yang sekarang menjadi isu adalah mengenai sumber daya manusia dengan kompetensi teknologi yang memadai. Keluhan ini hampir dirasakan oleh seluruh industri yang tengah bergerak ke arah digital. Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung menyebutkan, di lanskap e-commerce saja saat ini kebutuhan engineer mencapai ratusan ribu orang dan baru terpenuhi sekitar 60%. Rata-rata perusahaan seperti e-commerce memiliki porsi pegawai 50-60% dari kalangan engineer.

Dari perspektif industri jawabannya sudah sangat lugas. Mereka sangat haus dengan talenta di bidang teknologi. Lantas bagaimana sektor akademik berpendapat tentang fenomena itu? Beberapa waktu yang lalu DailySocial pernah melakukan wawancara dengan beberapa dosen dari universitas yang menghasilkan lulusan di bidang teknologi. Salah satunya Romi Satrio Wahono, dosen di beberapa universitas TI di Indonesia dan Founder Brainmatics. Ia berpendapat mahasiswa harus diajak untuk menjadi proaktif.

Kurikulum yang dikembangkan universitas dapat menjadi pendorong untuk mengajak para mahasiswa dapat terhubung dengan praktisi, komunitas, atau bahan ajar yang terbuka di internet.

Automasi dan masa depan industri

Saya masih ingat cerita startup e-commerce Sale Stock (kini Sorabel) di tahun 2016. Mereka dikabarkan melakukan layoff terhadap lebih dari 200 karyawan. Salah satu penyebabnya: perusahaan mulai mengganti layanan pelanggan (customer services) dengan sistem berbasis chatbot. Dengan teknologi seperti machine learning dan natural language processing, sebuah mesin robot dapat didesain untuk mampu memahami dan menjawab pesan yang dikirimkan oleh pelanggan.

Jika berbicara tentang penerapan teknologi robotika atau IoT, bukan tidak mungkin jika pekerjaan-pekerjaan yang biasa dilakukan dengan tangan manusia akan digantikan perannya. Jika ditanya siapa korban-korban automasi, manusia (pekerja/buruh) bisa saja menjadi salah satunya.

Sebagai praktisi pengembang teknologi, CEO dan CTO GDP Labs On Lee berpendapat, secara umum digitalisasi memiliki lebih banyak dampak positif untuk menunjang kehidupan dan pekerjaan. Semuanya bertumbuh secara alami layaknya perkembangan yang pernah dirasakan sebelumnya.

“Terobosan dalam kecerdasan buatan mengikuti pola yang mirip dengan penetrasi PC, internet, evolusi ponsel pintar, dan lain-lain; semua dimulai dari tujuan khusus, akhirnya menjadi komoditas yang lebih umum. Khusus untuk kecerdasan buatan, penerapannya telah membuat dampak signifikan di beberapa area, seperti kesehatan, permainan, fintech, pemasaran, media, perdagangan dan lainnya selama 10 tahun terakhir.”

Ia juga memaparkan, “digitalisasi yang ideal dapat meningkatkan taraf kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan mesin seperti layaknya sistem transportasi.”

Untuk mencapai titik ideal tersebut, tidak ada cara lain selain harus mempelajari teknologi baru secara kontinu, sehingga bisa memahami, menghargai, dan memanfaatkan untuk melahirkan solusi. Perusahaan perlu berinvestasi pada karyawan dengan memberikan pelatihan. Termasuk pemerintah juga perlu membuat kebijakan yang memungkinkan teknologi baru untuk dielaborasikan di banyak sektor.

Penyelarasan revolusi industri 4.0

Di sektor lain, perbankan misalnya, digitalisasi juga mulai memberikan dampak nyata. Menurut pemaparan Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Institute Sukarela Batunanggar, pergeseran minat konsumen ke digital banking membuat kurang lebih 1000 cabang bank tutup dalam tiga tahun terakhir. Jumlah kantor cabang bank mengalami penurunan 3%. Tutupnya cabang bank artinya mengurangi jumlah karyawan yang perlu dialokasikan, sementara menurunnya pertumbuhan cabang bank mengurangi potensi penyerapan tenaga kerja.

Tren seperti ini dipastikan akan terus berlanjut di lintas sektor. Sebelum menghasilkan kesenjangan lebih masif, mdiperlukan strategi penyelarasan antara perkembangan digital dengan kapabilitas sumber daya manusia. Secara prinsip, ketika ada jenis pekerjaan yang mulai menghilang, akan ada pekerjaan baru yang muncul. Sebagai contoh, berbicara 10-15 tahun lalu, belum marak pekerjaan seperti data scientist, AI bot trainer, UX researcher, bahkan social media manager.

Perkembangan teknologi tidak bisa direm, sehingga dari sisi penyiapan sumber daya manusianya yang harus lebih adaptif. Institusi akademik harus mampu secara cepat menyesuaikan kurikulum pengajaran sesuai dengan kebutuhan industri. Sekolah kejuruan perlu mulai mengganti konsentrasi baru dari jurusan-jurusan yang ada untuk mengimbangi transformasi digital yang terus digencarkan perusahaan.

Peran pemerintah juga menjadi sangat sentral menjadi “komposer”, yakni memastikan semua komponen turut serta dalam penyelarasan tersebut. Ketika akademisi sudah mulai berbenah, pemerintah perlu mendorong sektor industri untuk membuka peluang selebar-lebarnya untuk terjalinnya kolaborasi, guna memastikan relevansi mengenai materi-materi yang diajarkan dengan berbagai cara, mulai dari peluang magang hingga alokasi dana CSR.

Selain itu investasi dalam riset dan pengembangan perlu menjadi agenda serius. Tidak melulu soal anggaran, lebih kepada bagaimana regulasi mengatur agar semua dapat berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Pusat riset dan teknologi penting untuk dimiliki. Dampaknya memang bukan di jangka pendek, melainkan pada kesiapan dan antisipasi untuk perubahan-perubahan yang akan terjadi di masa mendatang.

Payung regulasi

Seperti layaknya kegiatan ekonomi yang sudah terjadi, ekonomi digital juga terdiri dari aspek mikro, makro, perdagangan dan finansial. Untuk memastikan adanya keseimbangan dan sinergi, maka dibutuhkan perangkat hukum yang tepat. Dari sisi ekonomi, sejauh ini pelaku ekonomi digital berkiblat pada beberapa aturan, mulai dari UU No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dan UU No 20 Tahun 2008 tentang UMKM dan Lembaga Pembiayaan.

Slide3

Di sisi teknologi, bisnis mengacu pada UU No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan PP 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Masih ada pekerjaan rumah di sisi regulasi, misalnya terkait aspek privasi data, kekayaan intelektual, dan perpajakan yang masih perlu banyak disesuaikan.

Di sisi ketenagakerjaan, pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja tengah mempersiapkan penyempurnaan UU No 13 Tahun 2003. Dari kajian yang sudah dijalankan, salah satu fokus yang akan dirangkum adalah mengenai kompetensi dan produktivitas tenaga kerja. Salah satu realisasinya ada pada program pelatihan menyesuaikan bidang industri yang digeluti.

Tanpa peningkatan skill, mustahil seorang buruh bisa terus menerus bertahan mengerjakan pekerjaan repetitif yang memiliki potensi besar digantikan digitalisasi dan automasi di masa mendatang.

MailTarget Selenggarakan Digitalk, Bahas Pemasaran Digital Industri Keuangan

Pemasaran digital menjadi salah satu strategi terdepan yang perlu dirumuskan oleh pebisnis. Tak terkecuali di sektor keuangan, disrupsi fintech membuat inovasi harus diimbangi dengan penyampaian ke pasar secara tepat sasaran. Tentu kita memahami, bahwa setiap unit bisnis memiliki cara yang berbeda-beda dalam melakukan pemasaran digital (digital marketing).

Ada yang mulai dengan mencari leads, membangun engagement, sampai mengelola retention; cara tersebut didesain agar sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Khusus untuk industri keuangan tantangannya memang unik, pendekatan pemasaran digital yang baik dapat mengakselerasi bisnis secara berkesinambungan.

Ada beberapa kanal yang sangat potensial dalam pemasaran digital industri keuangan. Salah satu yang cukup relevan adalah email marketing. Tujuan tipe pemasaran email adalah untuk melakukan engagement ke pengguna secara lebih personal. Namun email marketing saja tetap tidak cukup, masih banyak kanal yang bisa digunakan untuk optimasi jangkauan pengguna.

Tapi di balik kanal pemasaran itu, ada konsep automation yang menjadi kunci agar proses menjadi lebih efektif dan efisien. Banyak penghematan sumber daya pemasaran yang bisa didapat perusahaan dengan automation. Salah satunya dari sisi biaya dan SDM, karena perusahaan keuangan identik dengan telemarketing. Ini bisa jadi cara baru untuk mendapatkan konsumen melalui konten yang di kirimkan dengan email marketing.

Untuk membahas lebih lanjut tentang email marketing dan automation, sesi MailTarget DigiTalk Vol. 9 secara khusus akan membawakan pembahasan “Digital Marketing for Financial Industry”. Acara ini berkolaborasi Lembaga Manajemen Indonesia Banking School. Tiga pemateri yang akan dihadirkan adalah Yopie Suryadi (Founder MailTarget.co), kemudian Dr. Whony Rofianto, S.T., M.Si (dosen Indonesia Banking School), dan Egi Andriadi (Owner Markit Indonesia).

Acara tersebut akan diadakan pada Sabtu, 03 November 2018 mulai pukul 14.00 – 16.00 WIB di Auditorium Indonesia Banking School. Jl. Kemang Raya No. 35, Jakarta Selatan. Acara ini gratis tapi tempat terbatas, bagi yang berminat silakan mendaftar melalui tautan http://bit.ly/mtdigitalk9.

Digital Marketing for Financial Industry

Disclosure: DailySocial adalah media partner MailTarget DigiTalk

Menyimak Prediksi dan Analisis Masa Depan Teknologi dari Futurist Gerd Leonhard

Dalam kunjungannya ke Jakarta, futurist dan humanist asal Jerman Gerd Leonhard menyampaikan beberapa hal menarik terkait dengan teknologi, tren masa depan dan bagaimana peranan manusia melengkapi semua hal tersebut. Dikenal cukup cerdas melakukan pengamatan dan analisis, Gerd Leonhard memaparkan secara jelas hal-hal yang perlu dicermati saat ini, bagaimana teknologi di masa depan, dan bagaimana cara terbaik menyikapi semua perubahan tersebut.

Artikel berikut akan merangkum beberapa poin menarik yang dibagikan oleh Gerd Leonhard.

Kebangkitan personal assistant

Saat ini Apple, Google hingga Microsoft telah menghadirkan personal assistant yang memanfaatkan teknologi. Meskipun saat ini masih banyak kekurangan dari teknologi tersebut (kurangnya akurasi) namun tidak dapat dipungkiri fungsi dan ide dari asisten pribadi secara perlahan mulai digemari oleh orang. Kemudahan serta kecepatan yang diberikan oleh teknologi ini, mampu memangkas waktu dan effort dari orang, sekedar untuk mencari dan menemukan sesuatu atau rekomendasi. Personal asisstant ke depannya bakal menjadi primadona.

“Saya melihat bukan hanya di Amerika Serikat, namun negara lainnya mulai bermunculan startup yang menghadirkan layanan personal assistant, termasuk tentunya di Indonesia,” kata Leonhard.

Investasi pada teknologi

Perubahan teknologi yang selalu cepat bukan hanya memberikan pilihan baru dan kemudahan untuk orang banyak namun juga sebagai faktor pengukur seperti apa tren dan perubahan yang bakal terjadi selanjutnya. Selain memiliki fungsi dengan baik, teknologi juga telah memungkinkan orang banyak untuk menciptakan suatu inovasi yang efisien dan berfungsi. Salah satu bukti kesuksesan teknologi yang cukup advance hadir saat ini adalah, teknologi mobil elektrik yang tengah dikembangkan oleh Elon Musk di Tesla.

“Kesuksesan yang telah diraih oleh Elon Musk saat ini sebagian besar berasal dari pemikiran seorang Elon Musk untuk berinvestasi sepenuhnya kepada teknologi,” kata Leonhard.

Sejak lima tahun terakhir, perusahaan besar yang sebelumnya memiliki nama besar dan berada di peringkat atas, saat ini mulai tergantikan dengan teknologi baru yang cerdas dan sangat efisien. Dari data yang ada, perusahaan papan atas yang menduduki peringkat terbaik saat ini didominasi oleh perusahaan seperti Apple, Google Alphabet, Amazon, Facebook, Tencent hingga Alibaba. Membuktikan bahwa saat ini peranan teknologi untuk merubah tren pasar pun, sudah mampu menggeser perusahaan konvensional secara global.

“Secara perlahan tapi pasti business as usual sudah mulai usang, kita sudah melihat apa yang terjadi dengan radio, surat kabar dan majalah hingga televisi. Mereka yang dulunya dikonsumsi setiap hari oleh banyak orang sudah mulai ditinggalkan.”

Perusahaan yang saat ini masih belum memanfaatkan teknologi sudah harus bergerak memanfaatkan semua kemudahan dan efisiensi yang ditawarkan oleh teknologi agar tetap relevan.

Ketergantungan terhadap data

Poin menarik lainnya yang dibagikan oleh Leonhard adalah kebiasaan dari perusahaan untuk melihat, menganalisis, dan mencermati kebiasaan dari orang berdasarkan data. Sudah banyak layanan e-commerce, agensi dan pihak terkait lainnya yang memanfaatkan teknologi tertentu untuk bisa memberikan pilihan yang relevan sekaligus beriklan kepada orang. Sistem tersebut memungkinkan mesin untuk menganalisis dan bertindak sebagai perwakilan atas apa yang disukai dan dicari oleh orang.

Dari sisi bisnis, teknologi tersebut merupakan cara paling canggih yang bisa membantu brand untuk melakukan pekerjaan dengan baik, namun di sisi lain Leonhard melihat ketika semua data telah mendominasi pasar dan disebarkan kepada orang banyak akan mengurangi personalisasi dan humanis.

“Intinya adalah manusia bukan hanya sekedar algoritma dan data, namun tidak bisa dipungkiri saat ini kita hidup saat data memiliki fungsi dan peranan yang penting.”

Ciptakan keseimbangan antara data dengan hubungan langsung kepada orang, saat brand mulai melancarkan kegiatan pemasaran atau penjualan. Jangan selalu bergantung dengan data dan menghiraukan kontak langsung dengan orang.

Peranan etika dan kemanusiaan dalam teknologi

Dalam riset yang telah dilakukan World Economic Forum, disebutkan tahun 2020 nanti terdapat terdapat 4 kemampuan yang wajib dimiliki oleh orang menghadapi berbagai tantangan dan perubahan dari teknologi. Mereka adalah pemikiran yang kritis, kreativitas, inteligensi emosi, dan keterampilan yang bisa dilatih atau Cognitive flexibility.

“Meskipun teknologi dan hal-hal terkait lainnya dapat menggantikan pekerjaan yang monoton dan sederhana, namun terkait dengan etika dan kemanusiaan tetap tidak bisa tergantikan oleh teknologi,” kata Leonhard.

Teknologi tidak bisa menggantikan storytelling atau etika yang dimiliki oleh manusia. Teknologi hanya mampu untuk mempermudah pekerjaan dan sebagai alat, namun tidak bisa menggantikan hubungan, relasi dan interaksi antar manusia. Teknologi telah mampu menjadi penghubung antar manusia, dalam waktu yang cepat di berbagai media. Meskipun demikian dalam hal mengambil suatu keputusan, ide, dan inovasi, teknologi tidak bisa menggantikan peranan dari manusia.

Memulai Pemanfaatan Data dalam Bisnis untuk Menyambut Tren Otomatisasi

Tidak ada yang menyangkal bahwa teknologi membawa perubahan besar bagi perusahaan dalam menjalankan bisnisnya, atau bagi orang memulai bisnis. Teknologi dalam hal ini tidak hanya bisa membantu bisnis berinovasi ke luar (produk, pemasaran, dan lain-lain) tetapi juga membantu bisnis memperkuat kemampuan mereka mengelola. Salah satu yang mulai naik daun di kalangan bisnis adalah pengelolaan data. Teknologi berpengaruh untuk bagaimana bisnis bisa mengambil sesuatu yang lebih dari data yang semakin beragam dan mudah didapatkan berkat teknologi yang ada.

Data sekarang lebih dinamis. Baik dari segi cara pengumpulan dan jenis datanya. Data konsumen misalnya, data ini lebih akurat sejak para konsumen mulai menenteng perangkat mobile mereka. Ini merupakan keuntungan tersendiri bagi bisnis. Mereka bisa langsung terhubung dengan para konsumen, baik itu melalui email atau sarana live chat yang ada. Masalah selanjutnya yang muncul, bagaimana perusahaan bisa mengoptimalkan data, bukan hanya mengonsumsinya tetapi juga bisa membuatnya berevolusi.

Mengumpulkan data sebanyak-banyaknya untuk menjadi bahan pertimbangan inovasi selanjutnya dari bisnis adalah sebuah kewajiban. Mengelolanya dan membuat sesuatu yang lebih canggih dari sana adalah tugas selanjutnya.

Otomatisasi proses dasar

Untuk bisa mencapai tahap selanjutnya dari pemanfaatan data bisnis yang mengelola data bisa dimulai dari melakukan optimalisasi pengumpulan data. Misalnya, kita sebagai bisnis sering memantau harga dari para pesaing untuk menentukan harga terbaik yang bisa ditawarkan. Jika dilihat lebih dekat, proses ini merupakan proses berulang. Sangat potensial untuk dibuat otomatisasi. Jadi kita bisa lebih intens memantau perubahan harga tersebut. Hal ini juga bisa diterapkan pada saat kita memantau tren yang ada. Baik itu tren produk yang sedang diminati di masyarakat atau tren penurunan pembelian.

Analisis yang terstruktur

Melimpahnya data dan perkembangan teknologi pengolahan data membawa dampak positif pada perkembangan analisis yang di dapat. Data yang melimpah dan data yang tervalidasi adalah dua komponen penting menghasilkan sebuah hasil analisis yang baik.

Tugas dari manajer selanjutnya adalah menyusun data sedemikian rupa untuk menjadi sebuah sumber data tepercaya kemudian membuat analisis yang lengkap dan terstruktur. Sebagai contoh, bisnis bisa dengan mudah memunculkan produk apa yang sedang ramai di pasaran, termasuk produk alternatif yang digemari konsumen. Dengan informasi semacam itu manajer bisa dengan mudah mendapatkan gambaran seperti apa sebenarnya produk yang diinginkan.

Otomatisasi dan data menjadi jembatan untuk teknologi AI

Setelah melihat berhasil menerapkan otomatisasi dalam mendapatkan data dan membuat sebuah skema analisis terstruktur salah satu inovasi yang bisa diterapkan untuk mengoptimalkan kembali proses data dan analisis adalah penerapan teknologi AI (Artificial Intelegence).

Dengan menggunakan teknik machine learning data bisa lebih optimal diolah. Data-data tersbeut akan menghasilkan beberapa keputusan-keputusan yang berkaitan. Misalnya soal barang yang paling sering dilihat. Dengan menggunakan teknik ini bisnis bisa menghadirkan sebuah barang yang bisa dijadikan alternatif bagi konsumen. Tentu ini akan menjadi pengalaman tersendiri bagai konsumen.

Peluang Chatbot sebagai Inovasi Layanan Teknologi Finansial

Tahun kemarin adalah tahun yang banyak memberitakan mengenai layanan asisten pribadi. Beberapa layanan seperti BangJoni, Kata.ai (sebelumnya YesBoss), dan Botika mengusung konsep chatbot. Sebuah asisten virtual yang menggabungkan teknologi chat dan NLP, didesain untuk mampu memahami bahasa natural manusia. Banyak yang memprediksikan layanan ini mampu berkembang dan digabungkan dengan beberapa sektor, salah satunya sektor teknologi finansial. Berikut beberapa hal yang bisa membuat chat bot potensial untuk layanan teknologi finansial.

Biaya operasional yang murah

Salah satu yang diunggulkan dari teknologi chatbot adalah biaya operasional yang relatif lebih murah. Dengan sekali implementasi layanan bisa dijalankan dan melayani pengguna 24 jam dalam sehari dalam seminggu. Biaya operasional memang bisa ditekan, namun biaya riset dan implementasi tak bisa dibilang murah. Untuk menghasilkan kualitas yang baik chatbot harus mengalami uji coba dan riset mendalam. Untuk menekan biaya, mungkin bisa menggunakan jasa layanan chatbot B2B yang sudah mulai banyak bermunculan.

Kepuasan pelanggan

Tak hanya dalam bisnis teknologi finansial, di bisnis apa pun chatbot berpotensi mengakselerasi kepuasan pelanggan. Hal ini terkait dengan peningkatan pengalaman pengguna dengan menyederhanakan menu yang terkesan kaku menjadi sebuah percakapan sehari-hari. Jika chatbot-nya memiliki kemampuan memahami bahasa yang baik kemungkinan untuk melayani pengguna dengan bahasa sehari-hari pun sangat dimungkinkan.

Personalisasi

Salah satu yang berakitan erat dengan kepuasan pelanggan adalah personalisasi. Bayangkan ada memiliki asisten virtual yang mampu menerjemahkan apa pun permintaan untuk mengakses sebuah sistem dengan menggunakan bahasa sehari-hari. Belum lagi jika mampu menyapa dan merespon dengan bahasa yang luwes layaknya manusia. Ini akan menjadi nilai lebih. Tak perlu lagi mengakses menu secara hierarki, tinggal menyebutkan perintah dalam satu baris perintah dengan bahasa yang fleksibel.

Tingkatkan kepercayaan

Masalah utama dalam bisnis teknologi finansial adalah kepercayaan. Masalahnya bisnis yang terbilang baru ini belum banyak digunakan masyarakat luas sehingga tingkat kepercayaannya terbilang rendah. Untuk itu jika ada inovasi penggunaan teknologi chatbot langkah yang harus diupayakan adalah meningkatkan kepercayaan. Mulai dari membuktikan bahwa sistemnya dilengkapi sistem yang aman hingga meyakinkan pengguna mengenai penggunaan data pribadi.

DailySocial, Perusahaan Otomasi Pertama di Dunia

Tahun 2017 merupakan tahunnya otomasi, terutama dengan makin maraknya pengembangan teknologi di ranah artificial intelligence dan machine learning. Kami di DailySocial tidak hanya sekedar menulis mengenai tren otomasi tersebut. Kami menerapkan prinsip tersebut dengan sepenuh hati. Kami tidak hanya percaya bahwa kecerdasan buatan akan menjadi umum di masa depan, kami percaya kecerdasan buatan bisa menjadi umum mulai saat ini juga.

Sudah beberapa bulan belakangan DailySocial telah menguji coba beberapa produk kecerdasan buatan yang kami kembangkan sendiri. Produk kecerdasan buatan ini kami implementasikan di beberapa lapisan pengambil keputusan bisnis.

Proses Editorial

Fitur pertama yang kami coba otomasikan adalah untuk tim editorial. Tim editorial kami menerima puluhan rilis pers dari startup, sampai brand teknologi terkemuka. Tentu saja kami tidak bisa publikasi semua karena keterbatasan jumlah penulis. Dengan kecerdasan buatan, hal itu tidak lagi menjadi masalah.

Semua rilis pers yang masuk ke email kami akan diproses oleh Mas Edi, sebuah bot yang akan “membaca” rilis pers tersebut dan menggunakan NLP (Natural Language Processing) akan menentukan kalimat-kalimat mana yang penting dan memberikan output berupa 3 kalimat kesimpulan. Kalimat kesimpulan inilah yang kami publikasi di media kami. Mas Edi membuat proses editorial kami menjadi lebih efisien, dengan kemampuan mempublikasi banyak artikel yang diambil dari rilis pers yang kami terima.

Finance

Selanjutnya, kami mengotomasi departemen finance kami. Bot yang kami kembangkan, Mbak Fina, bertugas melakukan pencatatan uang keluar dan uang masuk ke dalam pembukuan kami. Semua proses sales termasuk perpajakan juga akan diproses Mbak Fina. Namun proses yang paling kritis yang bisa dilakukan Mbak Fina adalah memberikan rating terhadap proposal uang keluar.

Setiap kali karyawan atau direksi mengajukan budget untuk pembelian atau pembayaran, Mbak Fina akan memproses proposal tersebut, membandingkan dengan hasil yang didapat (ROI) dan menentukan apakah pengajuan budget tersebut di-approve atau tidak. Layaknya Finance Manager biasa, namun tentu saja muka Mbak Fina tetap lurus tanpa emosi ketika meng-approve atau menolak pengajuan budget.

Operations

Departemen operations di DailySocial mencakup semua departemen yang ada, ditambah legal dan human resource. Bot kami bernama Bang Pera dan tugasnya antara lain melakukan scraping di Linkedin dan situs portal kerja lain untuk mencari kandidat dengan spesifikasi tertentu dan melakukan kontak untuk proses penawaran kerja. Proses wawancara pun akan dilakukan via chatbot yang kami kembangkan khusus untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai calon karyawan.

Di chatbot ini, fitur NLP dan Machine Learning kami kembangkan secara maksimal untuk memberikan feel komunikasi yang natural dan seamless. Hal ini juga termasuk untuk mem-follow up daftar kerja dari setiap karyawan, memberikan peringatan deadline, termasuk memberikan makian dan umpatan ketika kualitas kerja yang dihasillkan rendah atau melewati deadline yang diberikan.

Automated CEO

Algoritma paling mutakhir tentu saja untuk posisi pengambilan keputusan paling tinggi dalam sebuah perusahaan. Bot ini namanya Bro Rama dan tugasnya adalah mengkombinasikan data statistik yang kami sudah dapatkan melalui produk DS Research, dengan data eksternal (Data.id, World Bank, BPS, dan sumber lainnya) untuk memberikan opsi dalam proses pengambilan keputusan.

Produk otomasi yang menyeluruh untuk hampir semua proses operasional perusahaan tentu saja menjadikan DailySocial perusahaan yang unik dan menunjukkan kecintaan kami terhadap teknologi. Kami percaya bahwa teknologi akan membuat segala aspek kehidupan menjadi lebih baik.

Dengan tingkat komitmen seperti itu, kami berharap bisa menjadi perusahaan yang lebih baik dalam memproduksi berita, membuat klien dan partner kami bahagia, dan tidak seperti startup kebanyakan, kami berniat untuk tetap menjadi perusahaan yang profitable. Dengan adanya proses otomasi, kami juga bisa terus mengurangi jumlah karyawan dan memastikan bot-bot kami berfungsi secara penuh, 24 jam sehari, 7 hari seminggu, dan 365 hari setahun. Kecuali tahun kabisat, tentunya.

Long live bots!

Layanan Otomatisasi Microsoft Flow Kini Tersedia di Android

Bulan April kemarin, Microsoft meluncurkan sebuah layanan yang cukup menarik bernama Flow. Microsoft Flow pada dasarnya ingin menawarkan otomatisasi antara layanan atau aplikasi berbasis cloud, seperti misalnya Dropbox dengan Instagram, atau email dengan Google Drive.

Ya, Flow sebenarnya tidak terdengar asing di telinga kita. Pasalnya konsep yang ditawarkan sama persis seperti layanan bernama IFTTT (If This Then That), dimana pengguna bisa memilih atau membuat ‘resep’ aksi berdasarkan pemicu tertentu. Contohnya itu tadi, setiap kali Anda mengunggah foto ke Instagram, foto yang sama akan diunggah ke Dropbox secara otomatis.

Yang sedikit berbeda dari Microsoft Flow adalah integrasi sejumlah layanan seperti Office 365, MailChimp, GitHub dan sebagainya. Hal ini menjadikannya lebih ideal untuk kalangan enterprise, tapi pengguna rumahan pun juga bisa mengambil manfaat darinya, apalagi mengingat Microsoft baru-baru ini meluncurkan versi beta dari aplikasi Android-nya setelah sebelumnya merilis Flow untuk iOS.

Microsoft Flow di Android berfungsi untuk memonitor resep-resep (flow) yang Anda pakai, mengaktifkan atau mematikan masing-masing flow beserta melihat detail dari setiap flow yang dijalankan. Untuk membuat resepnya, Anda masih perlu mengakses Flow lewat web dan menyambungkan sejumlah layanan seperti akun email, Slack, Twitter, Google Drive dan lain sebagainya.

Microsoft Flow saat ini sudah bisa digunakan secara cuma-cuma dengan mendaftar di situsnya terlebih dulu sebagai beta tester. Aplikasinya sudah tersedia di Google Play, namun sejauh ini masih dalam status beta sehingga kemungkinan ada sejumlah bug.

Sumber: Android Authority.