Pintaria Berganti Nama Jadi “Pintar”, Fokus Berdayakan Angkatan Kerja Lewat Teknologi

Berubahnya dunia kerja seiring perkembangan teknologi menyebabkan adanya kesenjangan demand dan supply dalam pasar tenaga kerja. Pintar (sebelumnya Pintaria, bagian dari  HarukaEDU) hadir untuk menutup celah tersebut dengan mengembangkan sebuah platform pengembangan diri. Ini juga jadi pengajawantahan visi perusahaan untuk memberdayakan angkatan kerja Indonesia lewat akses belajar tanpa kenal usia.

Pintar memiliki 3 produk pembelajaran utama, yaitu Kuliah, Kursus, dan Korporasi. Pada produk Kuliah ini, mereka bekerja sama dengan mitra universitas lokal untuk menyediakan Sistem Manajemen Pembelajaran (LMS) dan membantu menjalankan digitalisasi dalam proses pembelajaran.

Selain itu, ada juga Kursus yang menawarkan kelas-kelas untuk pengembangan diri dan karier. Lalu pada produk Korporasi, Pintar bermitra dengan para korporasi yang ingin berinvestasi pada para pekerja untuk membantu menyediakan pembelajaran yang fleksibel sesuai kebutuhan untuk upskilling dan reskilling para pekerja.

Ragam layanan yang disediakan Pintar lewat platformnya

 

CEO Pintar Ray Pulungan menyatakan bahwa keputusan rebranding dari nama “Pintaria” ke “Pintar” ini mempertegas misi perusahaan untuk membuka akses kepada pendidikan berkualitas di era digital sebagai bagian dari proses pembangunan ekonomi yang inklusif, berdaya saing tinggi, dan berkelanjutan.

Pendidikan yang ditawarkan oleh Pintar tidak cuma berupa pendidikan formal tetapi pendidikan yang dinamis dan peka terhadap perubahan zaman.

“Pendidikan ini sesuatu yang tidak mengenal ruang dan waktu. Ini yang kami perjuangkan. Pintar hadir untuk memberikan kesempatan yang setara bagi setiap pembelajar di usia produktif. Kami ingin memberdayakan angkatan kerja lewat akses pendidikan tanpa kenal usia,” jelas Head of Learning Pintar Grace Gunawan.

Dalam acara soft-launching Pintar yang diikuti oleh diskusi bertajuk “Empowering Indonesia’s Workforce through Upskilling”, salah satu isu yang turut diangkat adalah fenomena horizontal mismatch atau ketidakselarasan output pada dunia kerja. Ditengarai banyaknya tenaga kerja yang bekerja pada bidang yang tidak sesuai dengan latar belakangnya.

“Menurut penelitian LIPI, 4,6% tenaga kerja Indonesia undereducated, 27,9% tenaga kerja overeducated, dan 68,4% mengalami field of study mismatch. Berbagai mismatch ini menimbulkan konsekuensi berupa kesenjangan keterampilan, rendahnya kepuasan kerja, tingginya angka pengangguran, sampai kesenjangan gaji/upah,” tutur Shinta Kamdani selaku Chair of B20 Indonesia 2022 sekaligus Wakil Ketua Kadin Indonesia dan CEO Sintesa Group.

Pintar mencoba menjawab dan menangani kesenjangan antara supply dan demand tenaga kerja di Indonesia tersebut. Selain itu, juga menjembatani skill gap di dunia kerja lewat kolaborasi dengan berbagai institusi. “Kami percaya pendidikan itu bukan cuma persoalan individu. Hal ini membutuhkan sinergi dari banyak pihak untuk bisa meningkatkan sumber daya manusia,” ucap Grace.

Incoming Dean for School of Professional Studies Shankar Prasad yang juga hadir dalam sesi ini, mengungkapkan pentingnya kolaborasi dengan edutech bagi institusi pendidikan tradisional seperti universitas demi menciptakan konten-konten yang lebih relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Selain itu, platform teknologi juga dinilai mampu menjangkau lebih banyak pembelajar dibanding institusi pendidikan tradisional.

“Saat ini adalah waktu yang sangat tepat untuk berinvestasi dalam keterampilan karyawan. Secara global teknologi sudah cukup maju, apa pun bisa dipelajari karena platform pembelajaran bisa diakses dengan mudah. Keberadaan platform-platform ini membuat para pekerja bisa terus mengembangkan
diri dengan tidak terhambat oleh pendidikan formal,” tambah Vice President Samator Group Imelda Harsono yang turut hadir mengisi sesi diskusi.

Perjalanan Bisnis Pintar

Didirikan pada tahun 2014, HarukaEDU — yang kemudian rebranding menjadi Pintaria— lalu sekarang resmi menggunakan identitas Pintar, memulai bisnis sebagai mitra universitas yang ingin meluncurkan pembelajaran online. Beberapa di antaranya adalah Universitas Kristen Indonesia dan Universitas Al Azhar Indonesia, untuk mendigitalkan konten mereka dan mengelola sisi teknologi dari proses pembelajaran.

HarukaEDU membantu universitas meningkatkan pendaftaran siswa baru dan meningkatkan pengalaman belajar siswa. Perusahaan meluncurkan platform Pintaria pada tahun 2018, menawarkan pelatihan teknis dan soft skill bagi mereka yang bersiap memasuki dunia kerja. Di tahun berikutnya, kembali meluncurkan CorporateEDU untuk mendukung perusahaan, organisasi, dan lembaga pemerintah dalam memberikan pelatihan perusahaan yang fleksibel, efektif, dan terukur bagi karyawan.

Selama masa pandemi COVID-19, Platform ini juga membantu pemerintah Indonesia dengan inisiatif pelatihan ulang Program Kartu Prakerja. Perusahaan fokus pada pengembangan program dan pilihan untuk memastikan bahwa siswa memiliki sarana dan sistem pendukung yang mereka butuhkan untuk menyiapkan mereka agar sukses dalam karier dan kehidupan mereka.

Sejak berdiri di tahun 2014, platform ini telah memfasilitasi transformasi karier melalui pendidikan dan pengalaman dalam keterampilan yang paling dibutuhkan saat ini. Ketika pengguna memulai pembelajaran dalam platform, mereka dapat memilih berbagai format dan modul untuk membantu mereka mencapai tujuan, termasuk full-online, blended learning, dan opsi short-form — di kampus dan online.

Resmi menggunakan identitas baru, Pintar menggunakan pendekatan bisnis yaitu kemitraan. Perusahaan bekerja sama dengan banyak universitas khususnya lokal. “Namun, misi penting kami tidak hanya dengan universitas saja, melainkan juga melibatkan institusi pendidikan lainnya dan tentunya pelaku teknologi. Ke depannya kami akan membangun kerja sama yang lebih luas lagi dengan berbagai stakeholder baik lokal maupun global,” ujar Ray.

Hingga kini, perusahaan sudah memiliki jaringan yang luas dengan 700+ kursus online, kemitraan dengan 13 universitas dan lebih dari 50 mitra pelatihan. Platform ini juga telah menjadi mitra Prakerja sejak 2020. Pintar juga telah berhasil menggaet lebih dari satu juta pengguna untuk mengakses kursus singkat, pendidikan tinggi, dan program Prakerja.

Tjetak Ganti Nama Jadi “Manuva”, Perluas Cakupan Bisnis

Hampir dua tahun pasca-perolehan pendanaan seri A, startup Tjetak mengumumkan telah berganti nama menjadi Manuva. Langkah ini diambil untuk menandai ekspansi solusi yang tak hanya berfokus pada industri kemasan, tetapi juga elektrikal dan garmen di Indonesia.

Co-founder Manuva Anggara Pranaspati mengatakan, nama ‘Manuva’ menggambarkan manuver perusahaan untuk mengembangkan ekosistem manufaktur digital dari hulu ke hilir. Sejalan dengan perjalanan bisnisnya, Manuva meyakini pelaku manufaktur kecil dan menengah punya potensi untuk tumbuh. Apalagi, Indonesia masuk sepuluh besar negara manufaktur terbesar di dunia.

“Manuva fokus untuk berkolaborasi dengan perusahaan manufaktur skala kecil dan menengah yang belum mencapai utilisasi kapasitas maksimal atau rerata baru 60%. Kami bantu mengoptimalkan kapasitas mereka dengan memproduksi barang jadi untuk pasar retail atau menerima pesanan produksi dari brand lain,” tuturnya dalam keterangan resmi.

Tawarkan tiga layanan utama

Sebagai informasi, Tjetak atau Manuva didirikan oleh Anggara Pranaspati, Raffisal Damanhuri, dan Hasandi Patriawan pada 2018. Manuva menawarkan solusi untuk membantu proses jual-beli barang jadi, kustom, dan bahan baku melalui tiga layanan utama, yakni Manuva Retail, Manuva Procure, dan Manuva Supply.

Manuva Retail membuka jaringan distribusi agar pelanggan toko ritel Manuva bisa menjual produk jadi dari para mitra manufaktur di toko masing-masing. Jaringan distribusi Manuva telah mencapai ribuan gerai ritel di lima provinsi dan 48 kota/kabupaten.

Kemudian, Manuva Procure adalah sistem e-procurement yang mempertemukan pelaku bisnis dengan manufaktur untuk pengadaan barang kustom. Manuva berupaya menjangkau pelanggan B2B di seluruh Indonesia dengan menawarkan kredibilitas lebih pada proses penawaran harga, produksi, dan kontrol kualitas akhir.

Sementara, Manuva Supply melayani pelaku manufaktur untuk menerima pesanan, mengatur produksi, dan melakukan pembelian bahan baku. Saat ini, Manuva telah bermitra dengan lebih dari 250 pabrik manufaktur skala kecil dan menengah yang tersebar di lima hub di Pulau Jawa.

Ekspansi bisnis

Pada tahun ini, Manuva membidik strategi ekspansi distribusi ke pulau Jawa, Bali, Sumatera, dan sejumlah kota besar lainnya. Ekspansi ini juga sejalan dengan upaya masuk ke segmen industri baru, yakni manufaktur produk elektrikal dan garmen.

Untuk mendigitalkan ekosistem manufaktur serta rantai pasok di Indonesia, Manuva juga fokus untuk meningkatkan utilisasi kapasitas produksi melalui dua kanal penjualan mitra manufaktur, yakni toko ritel dan B2B. Menurutnya, mereka memberikan dukungan tak hanya pada peningkatan penjualan, tetapi juga efisiensi proses pembelian bahan baku mentah hingga akses kepada modal kerja dari mitra LJK (Lembaga Jasa Keuangan).

Menurut catatannya, mitra manufaktur Manuva dapat meningkatkan utilisasi mesin produksi hingga 25% lebih tinggi. Angka ini dinilai secara tidak langsung membuat harga jual produk mitra menjadi lebih kompetitif. Adapun, Manuva menyebut telah membukukan pertumbuhan bisnis dengan margin kontribusi positif di paruh 2022.

“Melihat potensi pertumbuhan bisnis manufaktur skala kecil dan menengah di Indonesia, kami optimistis dapat menghadirkan inovasi untuk meningkatkan produktivitas ekosistem manufaktur secara digital.” Tutup Anggara.

Manuva terakhir kali menerima pendanaan seri A dari Vertex Ventures dengan nominal yang dirahasiakan. Adapun, Vertex Ventures berinvestasi utamanya di Asia Tenggara dan India. Sejumlah portofolionya di Indonesia, termasuk Dailybox, HappyFresh, dan Payfazz.

Application Information Will Show Up Here

ToMu Kembangkan Platform Marketplace Pelatihan dan Pengembangan Talenta untuk Perusahaan

Dalam sebuah perusahaan, kualitas sumber daya manusia menjadi salah satu aspek yang sangat menentukan kemajuan bisnis. Maka dari itu, banyak perusahaan yang tidak enggan merogoh kocek untuk misi mengembangkan talenta para pekerjanya. Namun, tidak semua perusahaan bisa mengelola dengan baik kebutuhan akan para talenta ini.

Ada banyak sekali platform yang menawarkan pelatihan mandiri, coaching, atau program pengembangan dengan subyek tertentu, sementara sebuah perusahaan memiliki karyawan yang membutuhkan pelatihan di bidang yang lebih bervariasi. ToMu (Toko Ilmu) menawarkan solusi satu untuk semua kebutuhan Learning & Development dalam organisasi untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas karyawan guna mempercepat pengembangan organisasi.

Platform one-stop learning & development

ToMu didirikan oleh Alfa Bumhira, yang juga dikenal sebagai Co-Founder & CEO ProSpark, sebuah Learning Management System (LMS) untuk B2B yang memungkinkan perusahaan untuk melatih, melakukan sertifikasi, transfer pengetahuan, dan berkolaborasi. Ia mendirikan ToMu pada awal tahun ini sebagai sebuah marketplace yang menawarkan layanan pembelajaran dan pengembangan baik training, coaching, nurturing dan well-being bersama mentor berpengalaman.

Meskipun solusi marketplace yang ditawarkan lebih menyasar ranah B2C, ToMu memilih fokus ke B2B, mereka juga menawarkan solusi untuk perusahaan bisa memiliki satu platform yang bisa mengelola semua kegiatan terkait L&D. Menargetkan startup, perusahaan ingin menjadi sebuah platform one-stop learning & development (L&D) yang menyediakan layanan seperti learning marketplace, course delivery, sentralisasi manajemen, hingga proses administrasi, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas data & menjadikannya tolok ukur yang bermanfaat.

Alfa juga menilai bahwa salah satu isu besar yang ada di industri ini adalah banyaknya pelatih atau mentor menghabiskan waktu mereka untuk mengurus hal-hal minor daripada benar-benar melaksanakan pelatihan. ToMu berharap bisa menjadi solusi untuk menghubungkan mentor dengan lebih banyak kesempatan. Hingga saat ini, sudah ada lebih dari 300 mentor yang terdaftar di ToMu yang juga terafiliasi dengan pengembang platform learning management system (LMS), ProSpark.

Platform ini telah berhasil menghubungkan sekitar 20 perusahaan yang membutuhkan layanan training, mentoring, coaching, hingga wellbeing dengan mentor-mentor yang memiliki kapasitas dalam bidangnya.

Solusi yang ditawarkan ToMu saat ini tidak dikenakan biaya apa pun. Perusahaan hanya perlu mendaftar dan memasukkan data karyawannya. Setelah itu mereka bisa menikmati program L&D yang dipersonalisasi untuk tujuan tertentu. Dari situ, perusahaan akan mendapat data real-time yang bisa dikonversi menjadi wawasan baru untuk ditindaklanjuti menggunakan fitur OKR. ToMu juga menawarkan fitur ROI untuk dapat melacak setiap investasi yang telah dilakukan perusahaan.

Rencana ke depan

Untuk saat ini, ToMu fokus untuk mengembangkan solusi marketplace dengan melengkapi dari sisi supply dan demand. Lalu, ke depannya ToMu memiliki misi untuk masuk ke ranah pengelolaan talenta yang lebih serius. “Seiring kami membangun marketplace ini, kami juga berharap bisa membantu perusahaan dalam hal seleksi serta pengelolaan talentanya,” ujar Alfa.

ToMu juga akan segera terintegrasi dengan sistem manajemen pembelajaran ProSpark dan sistem pengelolaan HR perusahaan. Selain itu juga akan mengembangkan layanan ke talent placement dan assessment tools.

Alfa menilai bahwa konsep L&D masih terbilang baru di Indonesia dan peluangnya masih sangat besar. Dalam perhitungannya, pasar L&D di Indonesia bisa mencapai $1,5 miliar per tahunnya. Di Indonesia sendiri, terdapat lebih dari 2500 startup, kebanyakan tidak memiliki divisi L&D.

“Di sinilah peran ToMu akan menjadi penting, untuk bisa mendampingi perusahaan dalam mengembangkan kemampuan terbaik talentanya demi pertumbuhan bisnis yang lebih baik,” tambah Alfa.

Sebagai sebuah marketplace, ToMu bersaing head-to-head dengan Kuncie, diversifikasi lini bisnis operator telekomunikasi, Telkomsel, di ranah edtech. Kuncie memungkinkan penggunanya untuk upskill dan re-skill lewat konten pembelajaran dan melakukan sesi mentoring berbasis on demand melalui aplikasi.

Platform Insurtech B2B “Aman” Mendapat Pendanaan 18 Miliar Rupiah Dipimpin GFC dan Trihill Capital

Aman (PT Insurtech Technologies Indonesia) telah mendapatkan pendanaan pre-seed (pra-awal) senilai $1,2 juta atau setara 18 miliar Rupiah yang dipimpin Global Founders Capital (GFC) dan Trihill Capital. Turut terlibat di dalam putaran tersebut 1982 Ventures, Alto Partners, dan Atlas Global Kapital.

Sejak didirikan pada 2020 oleh Steven Tannason dan Kan Le, misi Aman meringkas proses administrasi dan klaim benefit asuransi yang ditujukan perusahaan untuk para karyawannya. Guna menunjang kebutuhan tersebut, Aman memosisikan diri sebagai platform yang memadukan antara layanan asuransi, teknologi SDM, dan healthtech.

Di dalam sistemnya, terdapat sejumlah fungsionalitas yang memudahkan tim HR untuk merencanakan atau membeli paket asuransi yang sesuai dengan kebutuhannya — dengan cara dihubungkan dengan mitra broker di jaringan Aman. Kemudian Aman juga membantu tim HR dalam mendistribusikan dan pengelolaan produk tersebut sesuai porsi yang telah ditentukan.

Untuk perusahaan akan ada dasbor khusus yang diberikan berbasis web; sementara untuk karyawan ada aplikasi mobile yang disediakan untuk proses klaim.

Selain itu, di dalam aplikasinya juga terdapat sejumlah manfaat yang coba diberikan Aman kepada para penggunanya. Seperti konten terkait kesehatan/wellness, diskon spesial untuk layanan kesehatan mental dan farmasi, sampai dengan layanan pendukung lainnya seperti tes Covid-19.

Aman menargetkan perusahaan dengan ukuran menengah, termasuk ke kalangan startup digital dan UMKM di Indonesia.

Potensi asuransi di Indonesia

Menurut data terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penetrasi asuransi di Indonesia ada di angka 3,18%. Persentase tersebut mencakup asuransi jiwa (1,19%), asuransi umum (0,47%), asuransi sosial (1,45%), dan asuransi wajib (0,08%). Sementara itu angka densitas (pengeluaran rata-rata premi) sebesar Rp1,82 juta.

Angka tersebut menunjukkan masih besarnya peluang adopsi produk asuransi oleh segmen baru di Indonesia. Namun demikian, para pemain juga ditantang untuk melakukan edukasi dan penetrasi produk secara menyeluruh agar bisa merangkul kalangan yang lebih luas. Platform digital dinilai menjadi medium yang efektif untuk meningkatkan keterjangkauan produk asuransi.

Menurut laporan DSInnovate tentang perkembangan insurtech di Indonesia, sebagian pemain saat ini masih menyasar segmen ritel melalui produk mikro-asuransi. Potensi di B2B pun masih sangat besar, mengingat lanskap ini masih didominasi pemain tradisional. Beberapa startup mencoba masuk ke sini, baik yang sebelumnya B2C lalu merambah B2B, ataupun mereka yang dari awal memang fokus menyediakan platform asuransi untuk bisnis.

Selain Aman, startup insurtech lain yang menyasar B2B adalah Aigis. Baru-baru ini mereka juga mengumumkan perolehan pendanaan pra-awal senilai $1 juta dari Y Combinator, Init-6, Goodwater Capital, dan sejumlah angel investor. Layanan yang diberikan adalah sebagai platform penyedia tunjangan kesehatan bagi pegawai kantor.

Application Information Will Show Up Here

Flip to Expand Market Reach, Introducing Remittance for B2B

International money transfer has become common activity for some customers. With the rapid increase of this kind of financial activities, many financial institutions offer various features to simplify the transactions, including remittance.

Startup that offers the cross-bank transfer, Flip, is now adding the remittance feature for its B2B solution, Flip for Business. Through this feature, a company can transfer cash up to 1.000 bank accounts abroad with a competitive fee, both to personal and business account in real-time.

Since January 2022, this feature is available to use by entrepreneurs for transactions with partners or suppliers abroad altogether. Also, Flip has obtained a license from Bank Indonesia to operate International Transfer feature. There are no hidden fees charged on every transaction and the exchange rate is relatively competitive with other players.

To date, Flip for Business’ International Transfer feature is available for several countries, including Singapore, Malaysia, Thailand, Japan, UK, Australia and Germany. Those are the most in demand countries by Indonesian entrepreneurs. Furthermore, Flip is seeking to expand the scope of its services to more countries.

This service is also a form of Flip’s effort to facilitate and support money transfer between countries, particularly from Indonesia to other countries. Previously, Flip has been providing International Transfer feature called Flip Globe. Every individual or entrepreneur is able to use this feature to send money up to 48 countries.

“Flip is expecting to be able to continuously support more companies and business owners in Indonesia through B2B finance solution, not only for both domestic and international money transfer, but also for payment. Through this initiative, we are expecting to support every segment of finance transaction, in line with our tagline, #FlipBuatSemua or Flip for all,” Henri explained.

Flip announced the rebranding of its B2B solution from “Big Flip” to “Flip for Business” in early this year. The transformation was backed with financial transaction automation solutions powered by the latest technology such as dashboard for no-code solution, API for seamless integration, extension features like verification and idempotency key.

There are three primary features, including Money Transfer which allows partner to transfer funds up to 20.000 bank accounts with just few clicks; Accept Payment which provides simple and real-time payment for client’s customers; International Transfer which enables users to save transfer fee up to 50% to seven countries.

Within 7 years of operation, Flip’s B2B solution has grown significantly amid the increased technology adoption. This service has been utilized by hundred companies and SMEs (small and medium-sized enterprises) in Indonesia and served more than seven million users to process various financial transactions both from and to various regions in Indonesia as well as overseas remittance.

In late 2021, the platform founded by Rafi Putra Arriyan, Luqman Sungkar and Ginanjar Ibnu Solikhin managed to secure a Series B funding of 48 million dollars led by Sequoia Capital India, Insight Partners and Insignia Ventures Partners.

Remittance for B2B

Indonesia’s remittance market, both in terms of business and users, is still very fragmented. In fact, this service has been provided by almost every bank in the country. Most of the users are migrant workers or overseas students.

Bank Indonesia (BI) recorded remittances from Indonesian migrant workers amounted to $2.28 billion or equivalent to Rp33 trillion (exchange rate of Rp14.496/$) in the second quarter of 2021. Those amounts increased by 0,75% compared to the first quarter of 2021 at US$ 2.26 billion (month to month/m-to-m).

In addition, the Micro-Small and Medium Enterprise (MSME) sector in Indonesia is currently growing. Driven by  technology and digital transformation, entrepreneurs are now able to sell their products overseas. In this case, the opportunity for remittance apps for business is definitely getting bigger.

There are already several non-bank players in Indonesia that provide similar service and are focusing to serve B2B including Wallex Technologies which was recently acquired by M-DAQ, RemitPro as a part of Digiasia Bios. In addition, there is Transfez that is said to be expanding its service to the B2B payment sector after securing a funding led by East Ventures and BEENEXT.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Flip Perluas Jangkauan Pasar, Hadirkan Fitur Remitansi untuk B2B

Mengirim uang dari dalam negeri ke luar negeri maupun sebaliknya telah menjadi aktivitas yang biasa dilakukan bagi beberapa nasabah. Dengan semakin pesatnya aktivitas transfer keuangan ini membuat banyak perusahaan keuangan menciptakan berbagai layanan yang memudahkan transaksi keuangan, yakni layanan remitansi.

Startup yang menawarkan layanan transfer antarbank Flip kini menambahkan fitur remitansi pada solusi B2B mereka Flip for Business. Melalui fitur ini, perusahaan dapat mengirim uang hingga ke 1.000 rekening di luar negeri sekaligus dengan biaya yang lebih kompetitif, baik ke rekening pribadi maupun bisnis secara real-time.

Layanan yang telah tersedia sejak Januari 2022 ini bisa digunakan oleh para pengusaha untuk melakukan transfer ke para mitra atau suplier yang berada di luar negeri secara sekaligus. Flip sendiri telah mendapat lisensi dari Bank Indonesia untuk menjalankan fitur International Transfer. Tidak ada biaya tersembunyi yang dikenakan pada setiap transaksi, serta kurs pengiriman uang juga dibuat lebih kompetitif dengan para pemain lain.

Saat ini, layanan International Transfer Flip for Business dapat melayani ke beberapa negara, yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, Jepang, Inggris, Australia, dan Jerman. Negara-negara tersebut menjadi negara yang paling diminati oleh para pelaku bisnis di Indonesia. Namun, ke depannya, Flip akan berupaya memperluas cakupan layanan ini tidak terbatas di 7 negara tersebut.

Layanan ini juga sebagai wujud upaya Flip untuk mempermudah dan mendukung kelancaran arus transfer uang antarnegara, khususnya dari Indonesia ke luar negeri. Sebelumnya, Flip memang telah memiliki layanan International Transfer yang disebut Flip Globe. Para individu atau pengusaha bisa menggunakan layanan ini untuk mengirim uang ke 48 negara.

“Flip berharap dapat terus membantu semakin banyak perusahaan dan pemilik bisnis di Indonesia melalui solusi keuangan B2B, baik untuk keperluan transfer uang ke domestik maupun luar negeri serta penerimaan pembayaran. Melalui inisiatif ini juga, kami berharap dapat membantu transaksi keuangan semua segmen sesuai dengan tagline kami, #FlipBuatSemua.” jelas Henri.

Flip mengumumkan rebrand solusi B2B mereka dari “Big Flip” menjadi “Flip for Business pada awal tahun ini. Perubahan turut didukung dengan penguatan solusi automasi transaksi keuangan yang ditenagai dengan teknologi mutakhir, seperti dashboard for no-code solution, API for seamless integration, fitur lanjutan seperti verifikasi dan idempotency key.

Ada tiga fitur unggulan yang ditawarkan, yakni Money Transfer memungkinkan mitra dapat mengirim dana hingga 20 ribu akun bank dalam beberapa klik. Kemudian, Accept Payment yang menyediakan pembayaran bagi konsumen perusahaan klien yang mulus dan dapat diterima secara real-time. Terakhir, International Transfer yang mampu menghemat biaya transfer hingga 50% ke tujuh negara.

Selama kurang lebih 7 tahun beroperasi, solusi B2B Flip tumbuh secara signifikan di tengah meningkatnya adopsi teknologi. Layanan ini telah dimanfaatkan oleh ratusan perusahaan dan UKM (Usaha Kecil Menengah) di Indonesia, juga melayani lebih dari tujuh juta pengguna untuk memroses berbagai jenis transaksi keuangan dari dan ke berbagai daerah di Indonesia serta untuk pengiriman uang ke luar negeri.

Pada akhir tahun 2021 lalu, platform yang dikembangkan oleh Rafi Putra Arriyan, Luqman Sungkar, dan Ginanjar Ibnu Solikhin ini berhasil memperoleh pendanaan Seri B senilai 48 juta dolar yang dipimpin oleh Sequoia Capital India, Insight Partners, dan Insignia Ventures Partners.

Layanan Remitansi untuk B2B

Pasar remitansi, baik dari segi bisnis dan pengguna, masih sangat terfragmentasi di Indonesia. Sejatinya, layanan ini disediakan oleh hampir seluruh perbankan yang ada di Tanah Air. Kebanyakan pengguna layanan ini merupakan para pekerja migran atau pelajar yang berada di luar negeri.

Bank Indonesia (BI) mencatat pengiriman uang (remitansi) dari tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri sebesar US$ 2,28 miliar atau setara Rp 33 triliun (kurs Rp 14.496/US$) pada kuartal II-2021. Nilai tersebut naik 0,75% dibandingkan pada kuartal I-2021 yang sebesar US$ 2,26 miliar (month to month/m-to-m).

Di samping itu, sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia saat ini kian bertumbuh. Menggunakan kendaraan teknologi dan transformasi digital, pelaku bisnis kini mampu memasarkan produknya hingga ke luar negeri. Melihat hal ini, tentunya peluang aplikasi yang menawarkan layanan remitansi untuk bisnis ini semakin besar.

Di Indonesia, sudah ada beberapa pemain non-bank yang menyediakan layanan serupa dan fokus melayani b2b termasuk Wallex Technologies yang belum lama ini diakuisisi M-DAQ, juga RemitPro sebagai bagian dari solusi Digiasia Bios. Selain itu juga ada Transfez yang disebut akan memperluas layanannya ke sektor pembayaran B2B setelah berhasil mengamankan pendanaan yang dipimpin oleh East Ventures dan BEENEXT.

Application Information Will Show Up Here

Ambisi Platform Deall Sejuta Cita Bantu Perusahaan Kurasi Talenta Terbaik

“Hiring today sucks” sebuah kalimat yang dilontarkan oleh Andhika Sudarman, seorang lulusan pascasarjana di Harvard Law School, juga perwakilan Indonesia pertama dalam sejarah yang terpilih untuk memberikan pidato pada upacara wisuda di kampus ternama itu.

Data dari BPS menunjukkan dari total 206,71 juta penduduk usia kerja, terdapat lebih dari 21 juta orang atau sekitar 10% yang terdampak pandemi Covid-19. Dampaknya pun beragam, ada yang masih berstatus pekerja dengan pengurangan jam kerja, ada yang sementara dirumahkan, bahkan lebih parah, ada yang kehilangan pekerjaan secara permanen.

Sementara banyak orang yang kesulitan mencari pekerjaan di tengah pandemi. Kemendikbudristek mengungkap sebanyak 1,7 juta mahasiswa jenjang sarjana lulus setiap tahunnya. Hal ini semakin menjadi beban bagi lulusan baru yang harus menghadapi tantangan mencari pekerjaan di tengah pandemi.

“Sebagai salah satu lulusan di era pandemi, saya bisa sepenuhnya merasakan pain poins terutama dari sisi talenta baru yang bingung mau mulai dari mana, perusahaan yang cocok seperti apa, serta kegundahan lainnya,” ungkap Andhika dalam wawancara singkat bersama tim DailySocial.id.

Selain itu, ia juga melihat dari sisi perusahaan juga mengalami kesulitan untuk menemukan talenta yang tepat. “Perusahaan membuka satu lowongan pekerjaan, lalu ada ratusan orang yang melamar. Dari angka tersebut mungkin hanya 1% memiliki kualifikasi yang sesuai,” ujarnya.

Berawal dari pengalaman dan pembelajaran pasar, Andhika kemudian mengembangkan sebuah platform yang diharapkan bisa menjadi solusi untuk para talenta muda berbakat di Indonesia dan juga perusahaan yang sedang merekrut. Deall SejutaCita menawarkan layanan yang bisa membantu perusahaan merekrut 1% talenta pilihan terbaik.

Deall SejutaCita menawarkan dua fitur utama, yaitu post jobs, dalam hal ini, perusahaan hanya akan melihat talenta terbaik yang sudah dikurasi dalam platform. Kedua, talent search seperti media sosial untuk para pencari kerja yang sudah dikurasi.

Hingga saat ini, terdapat lebih dari 2,5 juta talenta yang terdaftar di platform ini. Dari jumlah ini, akan dikurasi  dan diklasifikasi menjadi empat kategori yaitu 1%, 5%, 10%, dan 25%. Untuk talenta di luar 25% masih bisa mengikuti berbagai program pengembangan yang tersedia dan dapat diikuti melalui platform.

Selain menawarkan layanan rekrutmen terkurasi, timnya juga membantu dari sisi branding perusahaan, seperti mengadakan acara dan kampanye, termasuk webinar, lokakarya, kompetisi, dan acara CSR. Saat ini platform Deall SejutaCita tengah dalam pengembangan dan akan segera meluncurkan desain aplikasi terbaru mereka.

Sempat pivot

Mulai beroperasi pada Desember 2020, Deall SejutaCita (sebelumnya SejutaCita) mengawali bisnis sebagai platform pengembangan talenta. Layanan ini bertujuan untuk mendemokratisasi informasi event anak muda mulai dari webinar, kompetisi, kelas, konferensi, beasiswa, magang, dan banyak lagi. Harapannya, anak muda bisa menemukan lebih banyak kesempatan untuk membangun CV dan mengembangkan diri melalui aplikasi ini.

“Ketika masih mahasiswa, saya punya tekad untuk sukses, tetapi bingung bagaimana cara memulai. Juga bingung dan merasa hilang akan tujuan hidup, mau jadi apa. Itulah mengapa komunitas SejutaCita dibuat, agar teman-teman bisa mendapatkan informasi dan kesempatan membangun diri, membangun CV, dan mendapatkan pekerjaan yang baik pula nanti,” sebut Andhika yang saat ini menjadi CEO Deall SejutaCita.

Seiring pertumbuhan bisnis, perusahaan mengembangkan layanan menjadi platform pencari kerja. Andhika juga mengungkapkan bahwa solusi yang mereka tawarkan adalah B2B. Deall SejutaCita saat ini fokus menargetkan perusahaan yang ingin menemukan talenta terbaik untuk bisa bekerja di perusahaan mereka.

Meskipun begitu, perusahaan tidak semata-mata mengesampingkan fitur pengembangan talenta mereka. Terdapat berbagai program pelatihan (rekaman) yang dibuat oleh mentor-mentor yang telah bekerja sama dengan Deall SejutaCita. Sudah ada 4 mentor tetap dari perusahaan ternama seperti McKinsey, Google dan L’oreal untuk berbagi pengalaman dan pengarahan dalam proses pencarian kerja.

Belum lama ini, Deall SejutaCita berhasil masuk dalam program akselerator Y Combinator cohort W22. Dalam batch ini, ada 16 startup dari Indonesia yang turut bergabung, termasuk Bananas, Sribuu, PINA, Upbanx, dan lainnya. Selain mendapat pendanaan sebesar $125,000, startup juga akan memperoleh akses untuk mengikuti lokakarya pengembangan perusahaan, kurikulum global, serta mendapatkan dukungan dari jaringan mentor Y Combinator.

“Y Combinator itu seperti Harvard untuk startup. Bukan cuma ilmu yang ditawarkan, tetapi berikut lingkungan serta jaringan luas untuk bisa mengembangkan bisnis jauh lebih besar,” ungkap Andhika.

Selama lebih dari satu tahun beroperasi, perusahaan telah bertumbuh cukup pesat. Selain total talenta terdaftar yang mencapai 2,5 juta, layanan ini juga telah digunakan oleh lebih dari 30 perusahaan termasuk Tokopedia, Kitabisa.com, Ajaib dan Bobobox. “Kita bertumbuh mulai dari 4 orang sekarang menjadi 22 orang. Saat ini kita sedang fokus untuk menggaet lebih banyak mitra perusahaan dan talenta terbaik di Indonesia,” tambah Andhika.

Di Indonesia sendiri sebenarnya sudah banyak platform job marketplace yang menawarkan layanan perekrutan dengan value added yang berbeda. Untuk pemain lokal juga ada beberapa platform yang menangani kebutuhan serupa seperti Urbanhire, Ekrut, Nusatalent, dan beberapa lainnya.

Selama pandemi mereka juga cukup aktif membantu perusahaan untuk melakukan digitalisasi sistem HR. Misalnya yang dilakukan Urbanhire, kini mereka tidak hanya memosisikan diri sebagai portal lowongan pekerjaan saja, tetapi HR technology dan talent solutions, berkat kemitraan strategisnya dengan Mercer.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Istilah B2B, Begini Cara Kerja hingga Contoh Bisnisnya

Istilah B2B adalah akronim dari Business to Business. B2B merupakan salah satu dari berbagai macam model bisnis e-commerce. Selain model bisnis tersebut, terdapat beberapa model bisnis e-commerce lainnya, seperti B2C, C2B, C2C.

Sebelum membangun bisnis, penting untuk memahami model bisnis yang akan dijalani. Sehingga, strategi bisnis dapat disusun dan dijalankan dengan baik. Ada pun berikut ini penjelasan terkait pengertian, karakteristik hingga contoh usaha dari konsep B2B.

Apa Itu B2B (Business to Business)?

Business to Business adalah model bisnis di mana kegiatan atau transaksi bisnisnya terjadi antara sesama pelaku bisnis, dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Model bisnis macam ini umumnya dijalankan oleh produsen, distributor, retailer, dropshipper dan pelaku bisnis sejenis.

Perusahaan B2B menyediakan atau menyuplai kebutuhan operasional perusahaan lain agar bisnisnya tetap berjalan. Perusahaan dengan model bisnis ini juga mendukung semua jenis usaha, yang menghasilkan barang atau jasa, untuk ditawarkan ke perusahaan lainnya.

Konsep dan Cara Kerja B2B

Konsep business to business ini yakni dengan berawal dari hubungan antar pelaku bisnis yang saling membutuhkan. Biasanya, masing-masing pelaku bisnis terkait, telah mengenal latar belakang perusahaan satu sama lain.

Dari jalinan hubungan antar perusahaan, terjadilah pertukaran data dan informasi, dalam sebuah transaksi B2B. Transaksi tersebut dijalani secara jangka panjang, dengan kontrak yang disepakati bersama. Sehingga akan tercipta layanan dan standar yang sama.

Ada pun cara kerjanya, antara lain sebagai berikut:

  • Terjadi permintaan sebuah perusahaan akan kebutuhan barang atau jasa dari perusahaan lain.
  • Perusahaan lain mengajukan penawaran bahan baku untuk digunakan dalam sebuah proses produksi atau operasional perusahaan peminta.
  • Adanya proses negosiasi hingga persetujuan kontrak antar kedua belah pihak.
  • Terjalin kerja sama antar perusahaan tersebut guna memenuhi kebutuhan konsumen akhir mereka.

Sebagai informasi, tak semua perusahaan B2B menargetkan produknya kepada konsumen akhir, beberapa perusahaan B2B hanya menargetkan produknya kepada perusahaan saja, tanpa menjangkau konsumen akhir secara langsung.

Karakteristik Konsep Business to Business

Lain dengan model bisnis umumnya, berikut ini beberapa karakteristik konsep business to business:

  • Transaksi B2B berlaku hingga jangka panjang untuk menjaga rantai pasokan dan kontinuitas produksi.
  • Relasi dan hubungan jangka panjang antara perusahaan B2B dengan perusahaan pembeli umumnya yang telah lama terjalin.
  • Transaksi B2B dilakukan dengan melewati prosedur yang kompleks, hingga mencapai tahap kecocokan dan kesepakatan antar perusahaan yang terlibat.

Beberapa Contoh Usaha B2B

Ada pun contoh-contoh usaha yang biasanya terlibat dalam model Business to Business ini, antara lain seperti:

  • Pemasok Bahan Baku

Suatu perusahaan B2B sebagai penyedia bahan baku akan memasok kebutuhan perusahaan lainnya. Di mana perusahaan lainnya sebagai perusahaan penyedia produk siap pakai bagi konsumen akhir. Dampak dari kegiatan ini adalah menunjang rantai pasokan pada kegiatan ekonomi.

  • Jasa Marketing

Dalam memperkenalkan produknya di mata masyarakat hingga menjangkau konsumen, perusahaan memerlukan kegiatan marketing. Bagi perusahaan yang tak memiliki sumber daya di bidang itu, bisa memanfaatkan jasa perusahaan marketing yang menyediakan beberapa layanan seperti content marketing hingga social media marketing.

  • Jasa Keuangan

Dalam menjalankan bisnis, tentu tak terlepas dari kegiatan hitung-menghitung keuangan. Perusahaan tersebut dapat memanfaatkan jasa perusahaan lain sebagai penyedia jasa keuangan, dalam mengoptimasi keuangan bisnis yang kompleks, sesuai dengan standar dan aturan yang berlaku. Misalnya, dengan jasa akuntansi, pembukuan, perpajakan, manajemen dan lainnya.

Monit.id Hadirkan Layanan Kartu Kredit Virtual untuk Bisnis

Masih sulitnya perusahaan baru dengan skala mikro-medium untuk mendapatkan persetujuan kartu kredit perusahaan dari bank, menjadi salah satu alasan platform fintech Monit.id hadir. Secara khusus mereka adalah perangkat lunak pembayaran untuk bisnis. Monit.id resmi aktif beroperasi awal tahun 2022 ini.

Melalui Monit.id, bisnis bisa mengelola keuangan mereka seperti bill payment, reimbursement, atau disbursement melalui bank transfer. Mereka juga menangani kebutuhan kartu kredit virtual untuk menangani berbagai jenis pembayaran.

“Kami ingin menawarkan cara baru untuk perusahaan ketika mengelola pembayaran untuk layanan digital menggunakan virtual kartu kredit. Apakah itu untuk keperluan tools seperti SaaS, server, hingga kampanye iklan di media sosial, semua bisa diatur dengan mudah melalui Monit.id,” kata Co-founder Monit.id Rizki Aditya.

Model bisnis dan strategi monetisasi

Persoalan penggunaan kartu kredit perusahaan yang kebanyakan masih mengandalkan kepemilikan si pendiri atau pimpinan perusahaan, menjadi satu-satunya solusi yang diterapkan oleh perusahaan saat ini ketika akan melakukan pembayaran layanan digital. Melalui Monit.id kini mereka bisa melakukan kontrol terhadap kartu, bisa menentukan limit kartu kredit, bisa mengunci merchant yang ingin digunakan dan akan menolak pembayaran yang tidak didaftarkan.

Monit.id juga memiliki visibilitas yang diklaim belum disediakan oleh bank konvensional pada umumnya. Karena billing statement biasanya akan diberikan pada akhir bulan oleh bank, sementara di Monit.id jika ada transaksi mereka bisa melihat transaksi tersebut secara langsung memanfaatkan dasbor dan notifikasi.

Saat ini Monit.id bertindak sebagai sistem integrator. Di Bank Indonesia terdapat lisensi sebagai platform yang menghubungkan kepada institusi finansial.

“Untuk strategi monetisasi saat ini masih transactional base, jadi jika kartu tersebut digunakan klien, kami akan mendapatkan interchange fee dari bank partner. Tapi mungkin ke depannya semakin banyak instrumen finansial yang disediakan tentu monetisasinya akan bertambah. Misalnya bisa melalui commision fee, interest fee dan lainnya,” kata Rizki.

Saat ini Monit.id telah menjalin kemitraan strategis denga bank CIMB Niaga dan bank UOB. Meskipun saat ini fokus menyasar kepada B2B namun melihat peluang yang ada, Monit.id tidak menutup kemungkinan untuk memberikan layanan kepada segmen B2C.

“Saat ini Monit.id menyasar layanan e-commerce dan perusahaan teknologi. Kebanyakan dari mereka memerlukan kartu kredit untuk melakukan pembayaran berlangganan server, cloud, hingga tools SaaS untuk tim engineer mereka hingga kampanye pemasaran melalui media sosial,” kata Rizki.

Pendanaan awal

Awal tahun 2022 Monit.id telah berhasil mengantongi pendanaan awal dari Init 6, 1982 Ventures, dan satu venture capital yang enggan disebutkan identitasnya. Tidak disebutkan berapa nilai investasi yang diterima, namun perusahaan ingin memanfaatkan dana segar tersebut untuk mengakuisisi lebih banyak klien dan menambah tim. Monit.id juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahapan lanjutan tahun ini.

“Kita melihat masih punya ruang bagi platform seperti Monit.id untuk tumbuh jika dilihat dari transaksi kartu kredit dan kartu debit saat ini sekitar $500 miliar. Dari situ kita bisa menyentuh 10% saja bisa menguntungkan. Bisa jadi potensi tersebut yang menjadikan investor tertarik untuk berinvestasi kepada Monit.id,” kata Rizki.

Menurut Managing Partner Init 6 Achmad Zaky, melihat kembali pengalaman dirinya membangun Bukalapak dulu, cukup frustrasi dalam mengelola pengeluaran, terutama pengeluaran digital. Sebagian besar pembayaran untuk pengeluaran digital memerlukan kartu kredit dan sangat sulit bagi perusahaan untuk mengajukan kartu kredit perusahaan ke bank.

“Dari pengalaman tersebut, kami yakin banyak perusahaan, khususnya UKM menghadapi masalah yang sama dan oleh karena itu Monit.id dapat membantu mereka untuk menjadi lebih produktif dan efisien dengan menyediakan sistem manajemen pengeluaran semua dalam satu termasuk kartu kredit perusahaan untuk pembayaran,” kata Zaky.

Ditambahkan olehnya seperti semua investasi yang telah diberikan, pendiri startup memainkan peran besar dalam keputusan yang diambil. Dalam hal ini Init 6 menyukai cara para pendiri Monit.id mengeksekusi dan membangun produk. Init 6 juga kagum pada bagaimana mereka mengganggu status quo dengan menyederhanakan proses aplikasi kartu kredit perusahaan yang terkenal ketidaknyamanan bagi perusahaan.

“Mereka telah mendapatkan kemitraan strategis dengan dua penyedia kartu kredit global dan dua bank regional. Kemitraan ini sangat penting bagi Monit.id untuk memperkuat posisi mereka di pasar dan memberikan solusi terbaik bagi klien. Kami percaya bahwa Monit dapat menjadi pengubah permainan di sektor teknologi finansial B2B,” kata Zaky.

Potensi Digitalisasi Besar, LinkAja Mulai Serius Garap Segmen B2B

Di tengah persaingan bisnis uang elektronik yang sengit, LinkAja mulai garap serius segmen B2B untuk melengkapi layanan B2C. Kesempatan ini awalnya diambil karena LinkAja punya mandat untuk membantu proses transformasi digital dalam ekosistem para pemegang sahamnya yang mayoritas merupakan perusahaan pelat merah, yang menyimpan potensi yang besar.

Layanan Business Solution LinkAja dapat mendigitalkan ekosistem keuangan
yang menyeluruh dalam tatanan bisnis korporasi hingga kepada pengguna jasa layanan (end-consumer). Terdapat tujuh solusi yang saat ini ditawarkan, mulai dari Penyaluran Dana (Cash Disbursement), Pengumpulan Kas (Cash Collection),
Digitalisasi Pembayaran (melalui QRIS, aplikasi merchant dan lainnya), Digitalisasi Ekosistem, dan Layanan Iklan.

“Berangkat dari situ, kita mencari aspirasi dan pain points dari mereka [para pemegang saham]. Kemudian, mencari solusi yang relevan, hasilnya tersedia tujuh solusi yang kami tawarkan,” terang Direktur Operasi LinkAja Widjayanto dalam konferensi pers, kemarin (16/12).

Terhitung pada tahun ini pertumbuhan pengguna B2B meningkat lebih dari 70% secara YOY. Sekitar 200 mitra dari korporasi besar di Indonesia telah mengadopsi solusi Business Solution, seperti Pertamina, Bank Mandiri, Bank BRI, Telkomsel, Sampoerna Retail Community (SRC), Blue Bird, dan lainnya.

Dengan hadirnya LinkAja di dalam ekosistem Blue Bird, kini para pengemudinya telah terdigitalisasi dan menjadi pengguna rutin uang elektronik. Mereka menggunakan LinkAja untuk transaksi sehari-hari, mulai dari pembelian pulsa, bahan bakar, e-toll, dan lainnya. Hasilnya, terlihat dari volume disbursement meningkat lebih dari 800%, transaksi disbursement naik lebih dari 700%, dan pengguna aktif pengemudi tumbuh lebih dari tiga kali lipat di ekosistem Blue Bird.

Contoh lainnya adopsi digital oleh mitra jaringan ritel toko kelontong di SRC. Sejak Februari 2021 memanfaatkan solusi B2B LinkAja, mereka telah meningkatkan secara signifikan dalam hal digitalisasi ekosistem keuangan SRC, dengan volume cashless tumbuh lebih dari 60% per bulan dan cashless transaction tumbuh di atas 70% per bulan.

SRC memanfaatkan solusi Pengumpulan Kas untuk mengurangi kompleksitas pengumpulan pembayaran tunai dan meminimalkan risiko penanganan uang tunai pada tim lapangan, sehingga cocok untuk diimplementasikan buat perusahaan yang memiliki sistem rantai pasok. Bersama iGrow, LinkAja juga memberikan akses permodalan produktif untuk mitra B2B yang membutuhkan.

Pada tahun depan, Widjayanto mengatakan bahwa pihaknya akan semakin agresif untuk memperluas pengguna B2B, seiring dengan misi perusahaan yang ikut mendorong akselerasi keuangan digital di Indonesia. Diklaim, perusahaan telah berhasil mendigitalisasi kepada lebih dari 400 ribu UMKM di ekosistem pemegang saham dan mitra strategis.

“Dari toko kelontong kita targetkan naik 10 kali lipat dan juga dari merchant bisa penambahan satu juta dari ekosistem B2B,” pungkas Widjayanto.

Kinerja keseluruhan LinkAja

Tak hanya memaparkan soal B2B-nya, LinkAja turut sesumbar mengenai pencapaiannya sepanjang tahun ini. Widjayanto mengatakan hingga November 2021, penggunaan QRIS LinkAja telah mencapai lebih dari 1,3 juta merchant, dengan total merchant terdaftarnya mencapai 2,3 juta. Selanjutnya, ada lebih dari 80 juta pengguna terdaftar, sekitar 5,9 juta pengguna di antaranya adalah LinkAja Syariah. Kemudian, pertumbuhan platform naik 13 kali lipat, dan memiliki 1,3 juta cash-in dan cash-out points.

Kenaikan jumlah pengguna LinkAja Syariah ini terjadi karena perusahaan menyasar ke komunitas syariah, bekerja sama dengan mitra-mitra yang terhubung, seperti Muslimat NU, Bank Syariah Indonesia, dan lainnya. Hasilnya, sebanyak 5,9 juta pengguna syariah terdaftar.

“Kita hadir secara fisik di 476 kota karena kami percaya UMKM harus didampingi, maka ada langkah kerja sama dengan hyperlocal entity. Dengan ini, kami berkomitmen untuk memajukan local economy,” tambah Direktur Marketing LinkAja Wibawa Prasetyawan.

Meski tidak disebutkan lebih lanjut mengenai penggunaan transaksi di LinkAja, namun diungkapkan dari data internal LinkAja, terjadi tren transaksi yang berbeda di tiap lapis kota. Di kota lapis pertama misalnya, mayoritas pengguna mengenal LinkAja dari media sosial dan media online; berasal dari kalangan usia 20-24 tahun; dan paling banyak menggunakan LinkAja untuk transaksi di SPBU dan transfer bank.

Sementara di kota lapis dua, mayoritas pengguna mengenal LinkAja dari merchant offline dan supermarket; segmen pengguna di kalangan usia 35-40 tahun; dan paling sering menggunakan LinkAja untuk kebutuhan esensial, seperti pasar tradisional, pembayaran PAM, dan pulsa.

“Di kota lapis tiga terjadi perkembangan yang kuat di sini, mayoritas pengguna datang dari kalangan usia 25-30 tahun, mereka mengenal LinkAja dari media sosial dan mechant offline. Transaksi paling banyak untuk kebutuhan esensial.”

Hal menarik lainnya yang turut disampaikan adalah, pada Juni kemarin LinkAja memperoleh lisensi e-wallet dari Bank Indonesia dari sebelumnya uang elektronik. Kehadiran lisensi ini akan membuat LinkAja semakin luwes dalam melakukan pembayaran transaksi bisa bersumber dari sumber dana manapun, tidak terbatas dari saldo LinkAja saja.

Berikutnya, mengantongi lisensi e-retailer pada Oktober. Wibawa bilang, lisensi ini membuka kesempatan bagi LinkAja untuk menjual lebih banyak variasi produk digital. Sebelumnya, perusahaan memanfaatkan kehadiran pihak ketiga dalam menyediakan solusi tersebut. Voucher game menjadi salah satu target perusahaan, mengingat potensi bisnisnya yang begitu besar di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here