East Ventures Led Another Funding for Bonza Worth Over 28 Billion Rupiah

Bonza, a big data analytics startup, announces a $2 million (more than IDR 28 billion) fundraising led by its previous investor, East Ventures, with the participation of Elev8.vc. Previously, East Ventures has poured seed funding for Bonza in May 2020 with an undisclosed amount.

From the official statement today (5/6), the fresh money will be used to accelerate its vision of becoming the leading data company in Southeast Asia. Currently, they are developing a platform to support companies to better process data and deploy AI solutions through a no-code platform.

The no-code approach developed by Bonza will enable technical and non-technical teams to build and deploy data-driven solutions at scale.

Bonza’s Co-Founder & CEO, Elsa Chandra said, “[..] This investment will be a stepping stone for us to build a world-class engineering and data science team, accelerate the development of our platform, and market expansion throughout Southeast Asia.”

East Ventures’ Co-Founder & Managing Partner, Willson Cuaca added, “Data infrastructure development is inevitable for all organizations. Bonza’s no-code platform accelerates the implementation of data modeling that companies need to stay competitive. Elsa and Philip have done it well last year.”

Elsa continued, what differentiate Bonza is that the platform removes the friction and barriers that an organization faces when creating and implementing data-based solutions for the first time to create added value from their data. Organizations can integrate multiple data sources within the organization, then build and deploy machine learning models in a responsive user interface.

Users can automate the long integration process of data for report, reducing the duration to implement AI solutions from months to days. Elsa gave an example, one e-commerce merchant has used the Bonza solution now gets a 360-degree view of the customer to improve the customer experience and personalization.

Ilustrasi Produk Bonza / Bonza
Bonza products illustratiom / Bonza

Meanwhile, fintech players build real-time fraud detection engines and monitoring tools that will be useful for the fraud operations teams to gain insights from different venues and unstructured data sources so that fraud rates are reduced.

“One of our clients has experienced an increase in GMV three times every quarter since they started using Bonza as they succeeded in increasing marketing effectiveness and reducing customer churn by utilizing real-time analytics,” he explained.

Bonza is a one year old company which is claimed to have reached a profitability point in its first year. This startup was founded by Elsa Chandra and Philip Thomas while they were working at Traveloka. Elsa manages Traveloka investments, while Philip leads one of the data science teams tasked with implementing the machine learning model for Traveloka.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

East Ventures Kembali Pimpin Pendanaan Lebih dari 28 Miliar Rupiah untuk Bonza

Bonza, startup analisis big data, mengumumkan perolehan pendanaan sebesar $2 juta (lebih dari 28 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh investor terdahulunya, East Ventures, dengan dukungan Elev8.vc. East Ventures sebelumnya memberikan pendanaan tahap awal untuk Bonza pada Mei 2020 dengan nominal dirahasiakan.

Menurut keterangan resmi yang disebarkan hari ini (6/5), dana segar akan digunakan Bonza untuk mempercepat visinya menjadi perusahaan data terdepan di Asia Tenggara. Saat ini, mereka sedang mengembangkan platform untuk mendukung perusahaan agar lebih baik dalam memproses data dan menggunakan solusi AI melalui no-code platform.

Pendekatan no-code yang sedang dikembangkan Bonza nantinya memungkinkan tim teknis dan non-teknis untuk membangun dan menerapkan solusi berbasis data dalam skala besar.

Co-Founder & CEO Bonza Elsa Chandra menyampaikan, “[..] Investasi ini akan menjadi batu loncatan bagi kami untuk membangun tim engineering dan data science kelas dunia, mempercepat pengembangan platform kami, dan ekspansi pasar di seluruh Asia Tenggara.”

Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menambahkan, “Kebutuhan untuk membangun infrastruktur data menjadi sesuatu yang tak terhindarkan oleh semua organisasi. No-code platform Bonza mempercepat implementasi pemodelan data yang dibutuhkan perusahaan agar tetap kompetitif. Elsa dan Philip telah mengerjakannya dengan baik tahun lalu.”

Elsa melanjutkan, pembeda dari Bonza adalah platform-nya menghilangkan friksi dan hambatan yang dihadapi suatu organisasi saat membuat dan menerapkan solusi berbasis data berbasis untuk pertama kalinya guna menciptakan nilai tambah dari data mereka. Organisasi dapat mengintegrasikan berbagai sumber data dalam organisasi, kemudian membangun dan menggunakan model machine learning dalam user interface yang responsif.

Pengguna dapat mengotomatisasi integrasi data yang bertele-tele untuk pembuatan laporan, hingga pengurangan waktu implementasi solusi AI dari berbulan-bulan jadi beberapa hari. Elsa mencontohkan, satu pedagang di e-commerce yang telah menggunakan solusi Bonza kini mendapatkan sudut pandang 360 derajat pelanggan guna meningkatkan pengalaman dan personalisasi pelanggan.

Ilustrasi Produk Bonza / Bonza
Ilustrasi Produk Bonza / Bonza

Sementara pelaku fintech membangun mesin fraud detection secara real-time dan alat pemantauan yang dapat digunakan oleh tim fraud operations untuk mendapatkan wawasan dari tempat yang berbeda dan sumber data yang tidak terstruktur sehingga tingkat penipuan berkurang.

“Salah satu klien kami mengalami peningkatan GMV sebanyak tiga kali setiap triwulan sejak mereka mulai menggunakan Bonza karena mereka berhasil meningkatkan keefektifan pemasaran dan mengurangi customer churn dengan memanfaatkan real-time analytics,” terangnya.

Bonza sendiri merupakan perusahaan yang baru dirintis pada tahun lalu, diklaim telah mencapai titik profitabilitas di tahun pertamanya. Startup ini didirikan oleh Elsa Chandra dan Philip Thomas saat keduanya bekerja di Traveloka. Elsa mengelola investasi Traveloka, sedangkan Philip memimpin salah satu tim data science yang bertugas mengimplementasikan model machine learning untuk Traveloka.

Rambah Bisnis Big Data, Ovo Resmikan Smart Vending Machine

Ovo meresmikan layanan smart vending machine SmartCube setelah peluncuran tahap pertama di Juli 2019 di sejumlah lokasi terbatas di Jakarta. Rencananya sampai akhir tahun depan ditargetkan ada 500 mesin tersebar di kota-kota besar.

Chief Data Officer Ovo Vira Shanty mengklaim ini adalah smart vending machine pertama di Indonesia yang memiliki kemampuan analsisis data secara real-time. Mesin ini mampu merekam tingkah laku dan demografi pelanggan yang bertransaksi di mesin, seperti halnya usia, jenis kelamin, lokasi, daya belanja, dan perangkat yang digunakan.

“Brand dapat mengakses dashboard untuk melihat insight yang dirangkum dengan sederhana, seperti apa profil pelanggan, tren produk yang diminati, dan hasil pengumpulan survei. Insight ini dapat dimanfaatkan brand mitra untuk memberikan penawaran yang sesuai target,” terangnya, Selasa (15/10).

Pada peresmian ini, Ovo telah mendistribusikan 30 mesin tersebar di mal, sekolah, dan perkantoran di Jakarta. Ditargetkan sampai akhir tahun dapat tembus di 100 mesin, jumlah berangsur bertambah 500 mesin di 2020, dan 1.000 mesin di 2021. Kota yang dipilih seperti Bandung, Surabaya, Medan, dan Makassar

“Kami sangat hati-hati dalam menaruh mesin, lokasinya harus indoor sebab butuh maintenance khusus, punya presence Ovo yang kuat, dan menempatkan produk brand paling appealing dengan target konsumennya.”

Untuk belanja di mesin vending, tidak jauh berbeda dengan mesin vending pada umumnya. Konsumen diharuskan memiliki akun Ovo, lalu memindai kode QR. Sayangnya, kode QR ini belum bisa terhubung dengan QRIS, alias masih eksklusif untuk Ovo.

Rambah bisnis big data

Ovo SmartCube ini sekaligus menandakan dimulainya bisnis monetisasi Ovo dari eksternal, dengan berjualan bisnis big data. Selama ini Ovo merekam jutaan data transaksi yang sebenarnya dibutuhkan oleh marketer.

Yang mana, marketer saat ini berlomba-lomba untuk melakukan pendekatan pemasaran yang berpusat pada konsumen, menuntut interaksi yang bermakna antara brand dengan konsumennya.

Vira menjelaskan SmartCube adalah produk data analitik yang memiliki banyak engine big data di dalamnya. Penggunaan big data itu bisa buat kebutuhan internal dan eksternal saat menentukan strategi monetisasi.

Selama ini Ovo memanfaatkan big data untuk mendapat insight yang membantu manajemen bisa lebih cepat mengambil keputusan. Hal yang sama juga berlaku buat kebutuhan eksternal.

Ovo memanfaatkan teknologi yang disediakan oleh mitra data analitik untuk melancarkan seluruh strateginya tersebut. Ada tiga mitra yang digaet, yakni Kinetica, Informatica, dan Cloudera. Ketiganya berasal dari Amerika Serikat.

Teknologi Informatica dimanfaatkan saat pengumpulan data tahap awal, sementara untuk penyimpanan segala datanya di cloud memanfaatkan Cloudera. Sedangkan speed layer-nya memanfaatkan Kinetica, untuk pengiriman data secara real time ke dashboard brand.

“Ada tiga teknologi yang kita gunakan untuk big data Ovo, salah satunya untuk dukung SmartCube.”

Ketika brand dapat mengakses seluruh insight di dashboard, ada perhitungan komersial yang diberlakukan Ovo. Informasi yang dikumpulkan mesin dan bisa diakses oleh brand, berbentuk insight, bukan bersifat data pribadi. Bentuknya ringkasan perbandingan yang disusun dengan bahasa sederhana sehingga mudah dipahami brand untuk mengambil keputusan berikutnya.

Buat bantu brand memahami konsumen, Ovo SmartCube dilengkapi dengan fitur produk sampling, penjualan, survei, dan pemasangan iklan. Ke depannya, bakal ditambah fitur isi ulang saldo Ovo dan redeem program deals/voucher.

Dia menargetkan sampai akhir tahun ini, SmartCube dapat menggaet enam brand prinsipal untuk berjualan lewat mesin vending.

Sejak uji coba perdana di Juli 2019, ada sejumlah insight yang berhasil dikumpulkan SmartCube. Misalnya, waktu belanja di mal yang paling banyak terjadi dari sore menuju malam hari. Konsumen yang paling sering belanja di mal adalah perempuan (52%).

Sementara di sekolah, waktu belanja yang paling banyak adalah siang menuju malam. Konsumennya ada kalangan milenial muda dan perempuan mendominasi. Terakhir, di perkantoran, waktu paling sibuk adalah pagi menuju siang. Konsumen didominasi milenial dengan usia yang lebih tua dan lebih didominasi laki-laki (61%).

Application Information Will Show Up Here

Eksperimen Ovo Memanfaatkan Big Data untuk Mendorong Pertumbuhan

Pemanfaatan big data diharapkan membantu mempercepat bisnis, apalagi bagi perusahaan yang menganut paham data driven. Dengan alasan tersebut, sejak dua tahun terakhir Ovo mengembangkan sejumlah inovasi analitik data yang diharapkan membantu ekosistem mengadopsi digital dan pembayaran nontunai.

Salah satu proyek unggulan tim Ovo adalah vending machine SmartCube yang mulai tersedia di beberapa titik, khususnya properti Lippo Group, seperti Universitas Pelita Harapan dan Lippo Mall.

Chief Data Officer Ovo Vira Shanty kepada DailySocial mengungkapkan, SmartCube dibangun memanfaatkan analitik data yang diperoleh Ovo dari transaksi pembayaran konsumennya. Produk ini menjadi salah satu kanal untuk memahami lebih lanjut preferensi dan perilaku pengguna, termasuk segmentasi, kategori demografi, dan kebiasaan.

“Sudut pandangnya cukup luas, karena yang kita hadirkan tidak hanya memberikan pengalaman baru kepada pengguna Ovo, tapi juga bisa dimanfaatkan oleh brand, agency, perusahaan FMCG, hingga vending machine operator,” kata Vira.

Data tersebut dianalisis lebih lanjut dengan membangun 360 degree customer profile. Hasil analisis tersebut dikembangkan demi pengalaman yang berbeda bagi masing-masing pengguna.

Selling dan sampling

Smart cube yang ditempatkan di kantor Ovo / DailySocial
SmartCube yang ditempatkan di kantor Ovo / DailySocial

Saat ini Ovo masih fokus ke ekosistem yang ada. Merchant yang telah bergabung di program SmartCube bisa mendapatkan insight dengan memanfaatkan penjualan produk (selling) dan sampling yang ditawarkan Ovo.

Untuk memudahkan monitoring, disediakan dashboard real time untuk melihat produk yang harus diisi ulang, produk yang paling disukai, dan yang kurang diminati. Data ini memungkinkan merchant mengganti produk yang sudah tidak relevan dan mendapatkan rekomendasi produk yang paling laku di pasaran.

Produk lain yang sedang dikembangkan Ovo adalah bagaimana teknologi SmartCube bisa langsung terkoneksi ke kampanye yang sedang berlangsung secara real time. Misalnya, untuk SmartCube yang ditempatkan di Lippo Mall Puri, pengguna yang bertransaksi bisa melihat iklan yang tampil di layar SmartCube berdasarkan preferensi pengguna tersebut. Dari sana merchant bisa memanfaatkan aksi lanjutan, apakah memberikan voucher untuk mengarahkan pengguna membeli produk di toko terdekat atau memberikan voucher atau potongan harga melalui aplikasi Ovo.

“Pada akhirnya kita ingin mendorong traffic baru kepada merchant melalui offline ke online dan sebaliknya. Yang bisa berguna untuk ekosistem internal dan eksternal Ovo hingga bisnis unit dari Ovo sendiri.”

Ovo menargetkan hingga akhir tahun 2019 bisa menempatkan sekitar 100 SmartCube di lokasi pilihan dan 1000 SmartCube hingga akhir tahun 2021.

“Banyak yang harus kita siapkan saat SmartCube siap untuk disebarkan, mulai dari kelancaran proses pembayaran memanfaatkan aplikasi Ovo, ketersediaan produk dari brand untuk pengisian di SmartCube hingga tampilan iklan dari layar yang tersedia di SmartCube tersebut. Edukasi hingga pembelajaran penggunaan SmartCube kepada pengguna juga kita perhatikan.”

Untuk memastikan data pengguna aman dan tidak tersebar ke pihak lain, Ovo mengklaim membangun teknologi SmartCube secara independen. Mereka hanya memberikan informasi berupa insight, rangkuman, dan agregasi ke pihak yang membutuhkan.

Melayani data secara end-to-end

Sejak bulan April 2017 lalu, tim Data Analytics Ovo sudah mempersiapkan peluncuran SmartCube sebagai proyek unggulan dalam hal inovasi komersial. Sebagai senjata utama, SmartCube diharapkan bisa terintegrasi ke solusi kampanye yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan eksternal dan sumberdaya milik Ovo sendiri.

“Dalam kurun waktu dua tahun ini kita sudah selesaikan road map kita. Fokus kita ke depan sudah ke arah benefit realisation jadi lebih ke arah bisnisnya. Apapun yang kita lihat sebelumnya dan yang kita lihat saat ini adalah lebih kepada sisi commercial benefit-nya.”

Dalam kesehariannnya, tim Data Analytics Ovo menjalankan operasionalnya secara hibrida, artinya mereka memegang sisi teknis dan bisnis. Dari sisi teknis, mereka melakukan fungsi end-to-end terkait data, mulai dari ide, pengembangan, riset, implementasi, pemasaran, dan penjualan. Implementasi bisnisnya adalah peluncuran produk seperti ini.

Tim Data Analytics Ovo saat ini sudah berjumlah 50 orang, yang terdiri dari solution data architect, data engineering, data scientist, business intelligence, business analytics solution dan data monetisation (sales dan marketing).

“Kami dari Ovo percaya data bisa membantu untuk menentukan keputusan yang terbaik belajar dari feedback dan informasi yang sebelumnya tidak diketahui. Kami meyakini big data bukan hanya membantu bisnis secara internal, namun juga mendorong ekosistem di luar. Karena besarnya transaksi yang masuk ke Ovo, dibantu juga dari ekosistem eksternal,” tutup Vira.

Application Information Will Show Up Here

Memberikan Peran “Big Data” terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi

Implementasi big data atau himpunan data dalam jumlah besar umumnya lebih sering ditujukan untuk kebutuhan bisnis. Dewasa ini, big data banyak dijadikan sebagai salah satu penentu dalam pengambilan keputusan bisnis.

Berbicara dalam scope yang lebih luas, big data tak hanya diandalkan semata-mata untuk itu. Big data dapat diaplikasikan pada jenis usaha yang dapat memberikan perubahan lebih baik terhadap masyarakat.

Apalagi saat ini Indonesia memiliki populasi 268 juta, di mana terdapat 355 juta mobile subscriber dan 150 juta pengguna internet. Ini akan mengarah pada semakin besarnya spending data dari berbagai sektor di masa depan.

Co-founder dan CEO Volantis Bachtiar Rifai pada sesi #SelasaStartup kali ini akan mengulas lebih dalam tentang bagaimana big data dapat memberikan dampak sosial yang lebih luas.

Volantis sendiri adalah startup hasil ekspansi Kofera Technology, startup penyedia platform otomasi pemasaran di Indonesia. 

Dimulai dari perencanaan dan sinkronisasi data

Bachtiar membuka ceritanya dengan menggambarkan situasi saat ini, di mana kehadiran internet dan produk turunannya telah meningkatkan status sejumlah masyarakat (society) di Indonesia.

Misalnya, dari yang tadinya unbankable, kini sudah memiliki akses ke ragam layanan digital. Bahkan golongan ini juga sudah bisa membeli barang dengan cicilan kartu kredit.

Dalam kaitannya dengan big data, Bachtiar menilai teknologi tersebut dapat memberikan nilai tambah dalam kehidupan masyarakat kecil, seperti petani.

Ia mencontohkan bagaimana petani di Indonesia tidak pernah diberitakan secara positif. Yang terjadi, petani sering kali mengalami kesusahan karena produknya tidak laku.

Belum lagi sering terjadinya miskoordinasi antara supply dan demand. Pemerintah justru membuat kebijakan impor, padahal banyak petani panen di sejumlah daerah di Indonesia.

Menurutnya, hal di atas terjadi karena pemerintah tidak sepenuhnya data-driven sehingga ada banyak informasi di lapangan yang tidak terdata dengan baik. Contohnya, belum ada informasi mengenai kapan petani panen hingga waktu yang tepat bagi petani untuk mendistribusikan hasil panennya.

“Ini bisa terjadi karena tidak ada big data [dan turunannya], yakni artificial intelligence (AI) dan machine learning. Tidak ada sinkronisasi data. Masalah ini tidak sulit, tapi memerlukan niat dan koordinasi dari semua stakeholder BUMN,” ungkapnya.

Memiliki data-driven policy

Bachtiar menilai perencanaan dan sinkronisasi data dapat diterapkan dengan adanya kebijakan tentang integrasi data (data-driven policy). Malahan, big data juga digunakan untuk membuat kebijakan baru di masa depan.

Tentu saja, dalam jangka panjang, kebijakan yang dihasilkan dari big data diharapkan dapat memberikan dampak terhadap kemajuan ekonomi di Indonesia.

“Tanpa ada data, [kita] tidak bisa eksperimen. Justru data akan membantu kita untuk eksperimen, dan dengan machine learning kita bisa membuat kebijakan,” tambahnya.

Membudayakan data mindset

Tentu saja, elemen paling mendasar yang perlu dilakukan untuk mencapai hal-hal di atas adalah membudayakan data mindset dan keterbukaan data (data sharing).

Menurut Bachtiar, kedua elemen tersebut akan mempermudah integrasi data antara institusi dan industri yang selama ini dinilai masih tercerai-berai. 

“Ini menjadi pekerjaan rumah paling sulit bagi kita. Dan hal ini tidak mungkin diselesaikan oleh satu generasi. Ini harus dimulai dari sekarang,” ungkap Bachtiar.

Pemerintah menjadi enabler

Pemerintah juga dituntut berperan sebagai enabler dengan membudayakan keterbukaan data dalam sistem pemerintahannya agar ekosistem dapat tercipta.

Saat ini, pemerintah memang sudah mengambil perannya dengan membangun situs data.go.id. Situs ini menjadi pusat dari beragam data, seperti infrastruktur dan indeks kemiskinan. Namun ia menilai pengelolaannya tidak optimal karena data yang ditampilkan tidak up-to-date.

“Seharusnya proyek tersebut bisa terus berjalan karena kehadiran data-data di atas dapat mendorong data-driven society. Data bisa diutilisasi dalam penentu kebijakan, di mana ini juga akan berpengaruh ke masyarakat,” paparnya.

Volantis Ingin Bantu Perusahaan Peroleh “Insight” dari Tumpukan Data

Di tahun 2016, Bachtiar Rifai mendirikan platform yang mencoba memecahkan beberapa permasalahan di dunia periklanan dan pemasaran digital menggunakan machine learning dan analitik big data bernama Kofera. Di pertengahan tahun 2018, Bachtiar mencoba mengaplikasikan metodologi serupa ke pasar yang lebih luas dengan nama Volantis.

Kepada DailySocial, Bachtiar, yang kini menjadi CEO Volantis, mengungkapkan, langkah ini dilakukan guna melancarkan ekspansi ke bisnis multivertikal di luar bisnis pemasaran yang selama ini dijalankan Kofera.

“Bisa kami sebutkan saat ini Volantis adalah holding [company] dari Kofera Technology. Selain Kofera, terdapat juga VolantisIq.com, Volantis.io, Iklanku.id, dan Wirehub.co.id,” ujarnya.

Berdasarkan pengalaman memanfaatkan big data, ujar Bachtiar, teknologi yang dimanfaatkan Kofera dinilai sangat applicable untuk vertikal bisnis lainnya. Mereka juga melihat peluang pasar yang besar di big data dan AI dalam rangka menyongsong industry 4.0.

“Karena alasan itulah mengapa kami membedakan vertikal bisnis dan model bisnisnya. Setiap entitas sudah berdiri sendiri secara operation,” kata Bachtiar.

Pihak Telkom Group, selaku investor Volantis, diklaim menyambut baik transformasi yang dilakukan perusahaan saat ini.

“Respon dari mereka cukup bagus karena addressable market bisa lebih besar dan kemungkinan melakukan sinergi dengan Telkom Group bisa lebih banyak lagi,” kata Bachtiar.

Solusi Volantis

Volantis hadir menyediakan platform big data agar pengguna, baik individu ataupun perusahaan, bisa mendapatkan insight dari tumpukan data yang dimiliki dengan cepat dan tepat.

Ia mempunyai lima modul utama. Yang pertama ialah Volantis Data Universe, yakni sistem penyimpanan data yang menggabungkan berbagai fungsi dari data lake, data warehouse, dan data mart. Modul tersebut juga dapat dihubungkan dengan berbagai macam database, device/sensor dan analytics tools.

Tersedia juga Volantis Data Pipeline, sistem pengolahan data yang bisa mengubah data mentah menjadi data yang siap digunakan. Pengguna memanfaatkan fitur data cleaning, data pre-processing dan preliminary analysis.

Berikutnya Volantis Xplorer, alat visualisasi data yang didesain untuk memudahkan pengguna merepresentasikan data ke bentuk grafik.

Keempat adalah Volantis ML Studio yang merupakan modul yang memberikan kemampuan ke pengguna untuk mendesain, membuat, dan men-deploy model prediktif dengan mudah menggunakan teknologi machine learning secara drag and drop. Yang terakhir adalah Volantis Data & AI Marketplace, marketplace online yang berisi data atau algoritma AI yang asetnya bisa diperjualbelikan.

“Tahun 2019 Volantis berfokus pada inovasi dan penyempurnaan platform dan melakukan berbagai kerja sama dengan pelanggan dan rekanan strategis untuk mengimplementasikan solusi dari Volantis, terutama solusi-solusi yang berhubungan dengan transformasi industri 4.0,” kata Bachtiar.

Rencana penggalangan dana

Volantis, yang bernaung di bawah bendera PT Tri Digital Perkasa, kini memiliki sekitar 70 staf, dengan 85% di antaranya adalah software engineer dan data scientist.

Disinggung apakah ada rencana penggalangan dana dalam waktu dekat, Bachtiar menyebutkan rencana tersebut ada. Penggalangan dana ini bertujuan untuk terus mengembangkan inovasi produk dan mempercepat penetrasi ke pasar enterprise di Indonesia.

“Volantis telah memiliki puluhan pelanggan enterprise yang berasal dari berbagai industri, mulai dari BUMN, perusahaan swasta, institusi akademik, dan sebagainya hingga saat ini,” kata Bachtiar.

Mendalami Pentingnya Manajemen Data untuk Pengembangan Bisnis

Big data adalah aset penting berikutnya di era teknologi. Pesatnya perkembangan perusahaan teknologi di Indonesia, rupanya belum diimbangi oleh pemahaman soal manajemen data, yang terbatas baru dilakukan oleh perusahaan skala besar saja. Masih banyak yang belum tahu bagaimana mengelola data yang benar, seberapa baik kualitas data yang diambil, memilah data yang tepat sesuai kebutuhan bisnis, dan sebagainya.

Client Success Director APAC Lotame Nishanth Raju mengatakan, dibandingkan 10 tahun lalu, belum banyak data yang bisa diperoleh dibandingkan pada saat ini. Melimpahnya data ini disebabkan karena hadirnya beragam perangkat yang bisa ditarik datanya untuk dipelajari, ada smartphone, laptop, smartwatch, smart TV, dan sebagainya.

Dalam wawancara singkat bersama DailySocial di sela-sela acara The ICON 2018 pada pekan lalu (13/11), Nishanth berbagi tips soal manajemen data. Seberapa penting buat perusahaan, bagaimana mengatur prioritas, bentuk kesalahan manajemen data, kondisi terkini di Indonesia, dan lainnya.

Kesalahan umum perlakuan data

Semakin banyak data yang dikumpulkan untuk segera dipelajari, itu semakin bagus. Tapi sayangnya ada kesalahan yang tanpa disadari dilakukan, yakni ada data tidak berkualitas yang tidak sempat tersaring. Alhasil ini akan membuat perusahaan yang hanya sekadar mengumpulkan data dan mengelolanya tanpa tujuan pasti apa yang ingin didapat dari big data tersebut.

Padahal dalam menerjemahkan yang baik dari data mentah itu butuh proses. Ada yang perlu dikategori kembali, perlu dibuang atau tidak. Ketika proses sudah tepat, maka proses menerjemahkan data menjadi sebuah strategi bisnis akan lebih tepat sasaran dengan apa yang menjadi tujuan perusahaan.

Kesalahan umum ini bisa dihindari apabila menggunakan platform manajemen data. Di dalam platform seperti Lotame, big data akan distrukturisasi mana yang penting mana yang tidak. Dari situ bisa didapatkan data berkualitas yang bisa memberi kesimpulan terkait strategi bisnis yang tepat.

Atur strategi sesuai tujuan perusahaan

Nishanth menjelaskan, dalam mengelola big data sebaiknya perusahaan perhatikan terlebih dahulu bagaimana perusahaan membangun hubungan dengan para konsumennya. Apakah konten yang diproduksi lebih banyak diakses lewat perangkat mobile atau lebih cenderung ke desktop.

Apabila lebih ke mobile, sebaiknya langkah awal menentukan strategi bisnis untuk menyasar konsumen yang ada di lingkup tersebut. Sebab apabila terlalu banyak mengambil data dari sumber lain, bisa menjadi distraksi. Banyak perangkat asal terhubung dengan internet bisa diambil sebagai data, tidak hanya smartphone saja, ada smartwatch, smart TV, dan sebagainya.

Langkah berikutnya, mengumpulkan data dari seluruh perangkat yang diakses oleh konsumen. Apabila dari hasil riset ditemukan dari 90% konsumen mengakses layanan dari smartphone dan sisanya dari desktop. Maka perusahaan perlu pelajari lebih dalam soal konsumen yang mengakses dari desktop.

Tujuannya agar perusahaan bisa mendapat gambaran lebih jauh seperti apa konsumen yang mengakses layanannya, sebab tipe konsumen yang mengakses dari smartphone dan desktop itu berbeda. Dengan demikian, perusahaan bisa menentukan strategi yang tepat agar dapat menjangkau seluruh target konsumennya.

Masih minim implementasi

Implementasi soal manajemen data di perusahaan teknologi di Indonesia, menurut Nishanth, masih sangat minim. Bahkan dia menyebut Indonesia masih beberapa tahun tertinggal dibanding negara lainnya terkait soal ini.

Maklum saja, kebanyakan hal ini baru dilakukan perusahaan teknologi yang sudah raksasa atau berstatus unicorn, di mana manajemen data memang penting untuk dilakukan demi akselerasi bisnis. Meski masih minim, di satu sisi jadi ada potensi besar bahwa dalam dua tahun ke depan implementasi akan lebih masif.

Tidak masalah seberapa besar ukuran perusahaan, entah masih berstatus startup atau sudah korporasi, keberadaan data adalah hal terpenting untuk mendukung bisnis karena data itu tidak bisa berbohong. Mungkin yang membedakannya adalah level kebutuhan data saja mau dipakai untuk apa.

Semakin banyak perangkat yang terhubung dengan internet, potensi data yang bisa dipelajari akan semakin banyak.

Saran untuk startup

Nishanth menyarankan untuk startup yang baru berdiri, sebaiknya harus sadar dengan manajemen data sedini mungkin. Langkah pertama yang perlu dibuat adalah membuat visi dan misi perusahaan apa yang ingin diperbuat dengan data yang sudah terkumpul.

Setelah itu, menentukan strategi bisnis apa yang ingin dicapai dan data apa saja yang dibutuhkan untuk mendukung strategi tersebut. Buat timeline-nya, berapa lama waktu yang untuk menyelesaikan tugas tersebut agar bisa segera dieksekusi ke lapangan.

Startup juga harus rutin melakukan review atas setiap progress yang sudah dilakukan, bagaimana pencapaiannya, apakah sesuai timeline atau tidak. Startup juga membutuhkan tim yang paham dengan data agar bisa menerjemahkannya dengan baik ke tim lainnya agar bisa segera dieksekusi.

HARA Ingin Bantu Atasi Isu Perekonomian Lewat Pertukaran Data Berbasis Blockchain

Industri pertanian di Indonesia masih memiliki isu, salah satunya mengenai efisiensi produksi. Isu tersebut seringkali jadi masalah tersendiri lantaran minimnya informasi yang bisa didapatkan oleh para petani. Tak hanya itu, di sektor pangan yang notabenenya dekat dengan pertanian juga sama. McKinsey Research pernah merilis hasil penelitian yang menyatakan sekitar 30% produksi pertanian dan makanan terbuang sia-sia karena kurangnya informasi dan terjadi kerugian sekitar US$940 miliar setiap tahunnya.

HARA pun hadir dengan semangat mengatasi isu tersebut. Secara operasional, perusahaan hadir di Indonesia sejak 2015 sebagai wilayah proyek percontohan. HARA memiliki kantor di Singapura yang dimanfaatkan untuk pengembangan bisnis dan kerja sama.

Di Indonesia, HARA melakukan pengembangan dan penyebaran aplikasi dengan menjalin kerja sama dengan antar lembaga. Seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LSM atau NGO), instansi keuangan, dan aktif melakukan penelitian pertanian di beberapa daerah.

Kepada DailySocial, CEO HARA Regi Wahyu menuturkan pihaknya membangun HARA untuk mewujudkan kesejahteraan perekonomian melalui pertukaran data (data-exchange) terdesentralisasi berbasis teknologi blockchain. Dengan demikian dapat menunjang keputusan berdasarkan data dan informasi yang tepat dan bermakna bagi masyarakat.

“Dengan fokus awal di sektor pangan dan pertanian, HARA adalah solusi berkelanjutan bagi para pemangku kepentingan dalam pasar pertukaran data untuk sektor-sektor yang paling memiliki dampak sosial di dunia,” terang Regi.

Model bisnis

HARA memanfaatkan data terdekat (near time data) yang dinilai akan sangat berharga untuk meningkatkan produktivitas, mengurangi kerugian dan menciptakan efisiensi pasar. Dalam prosesnya, tim HARA mengumpulkan data dari berbagai pemangku kepentingan selama dua tahun terakhir.

Mereka terdiri dari penyedia data (data provider) yang menyerahkan data mereka di HARA; pembeli data (data buyer) yang membutuhkan data untuk proses pengambilan keputusan. Selain itu ada juga penilai data (data qualifier) untuk menjamin kualitas data; dan terakhir ada layanan yang membantu pengguna mengubah data menjadi informasi rujukan dan laporan.

Ada insentif yang diberikan dalam platform HARA untuk memotivasi penyedia data dalam mengajukan data dan menghasilkan skalabilitas yang tepat. Penyedia data akan dihargai dengan insentif berupa token dan poin loyalitas, setelah mereka menyumbangkan data faktual seputar informasi tentang tanah, prakiraan cuaca, dan data KYC di seluruh Indonesia.

Kios penukaran poin loyalitas / HARA
Kios penukaran poin loyalitas / HARA

Pada tahap lebih lanjut, HARA akan menggunakan smart contract untuk memastikan terpenuhinya segala hal yang tercantum dalam persetujuan dari pemilik data berdasarkan GDPR (General Data Protection Regulation) yang dianut Uni Eropa.

HARA dapat diakses melalui aplikasi dan dashboard dengan fungsi yang berbeda. Aplikasi digunakan untuk mempercepat akuisisi data bagi perusahaan data, agen lapangan, dan petani. Sementara dashboard memberikan wawasan yang dapat ditindaklanjuti untuk meningkatkan produktivitas antara 20%-30%.

Berkat model bisnis ini, sekaligus menjadi diferensiasi antara HARA dengan pemain sejenis. Regi menilai, dengan blockchain yang terdesentralisasi dapat menciptakan dampak sosial. Untuk itu, pihaknya memulai dari sektor pangan dan pertanian, berikutnya menjalar ke sektor lainnya yang paling berdampak bagi masyarakat. Contohnya pendidikan, kesehatan, transportasi dan hiburan.

Di samping itu, proyek percontohan yang sudah dijalankan diklaim sudah menunjukkan hasil awal yang menjanjikan khususnya bagi petani. Beda halnya dengan perusahaan lainnya yang masih berada di tahap konsep.

“Kami merupakan inisiatif dari para pendiri dan tenaga ahli teknologi dari Dattabot yang sudah berpengalaman di bidang big data analytics sejak 2003. Kami juga berkolaborasi dengan penasihat dan mitra berkaliber tinggi berskala global.”

Untuk pendanaannya, HARA menggelar penjualan pribadi Initial Coin Offering (ICO) dengan token ERC20 yang bakal digelar pada akhir Juni 2018. HARA menawarkan 1,2 juta keping token, harapannya dana yang terkumpul berkisar antara US$5 juta sampai US$25 juta.

Dana tersebut akan digunakan untuk implementasi proyek (45%), pengembangan produk (37%), pengembangan bisnis (8%), dan sisanya untuk operasional dan cadangan.

Tantangan dan rencana berikutnya

Regi melanjutkan tantangan yang saat ini masih dihadapi HARA mengenai tahap implementasi itu sendiri. Setiap desa menurutnya memiliki karakter dan keunikan masing-masing, serta lanskap tanaman pangan kebanyakan didominasi oleh petani berskala kecil.

Untuk itu, pihaknya melakukan kolaborasi dengan mitra strategis seperti LSM dan pemerintah yang memiliki pemahaman tentang lanskap pertanian daerah.

Pada tahun ini HARA menargetkan dapat memperluas wilayah proyek percobaan hingga ke Indonesia bagian barat, termasuk Jawa Timur dengan total 400 wilayah baru. Selain Indonesia, HARA ingin ekspansi ke negara yang terletak di garis khatulistiwa, seperti Vietnam, Thailand, Bangladesh, Kenya, Uganda, Meksiko, dan Peru.

“Kami menargetkan untuk menjangkau 2 juta petani untuk tergabung dalam ekosistem HARA di 2020 mendatang,” tutupnya.

Karakteristik Big Data dalam Mendukung Bisnis

Teknologi big data mengumpulkan banyak data set tiap harinya untuk bisa diolah demi menghasilkan sebuah wawasan yang lebih baik. Set data tersebut bisa saja beraturan, bisa saja tidak. Big data bisa menghasilkan sebuah analisis untuk menunjukkan tren, hubungan atau pola dari kebiasaan-kebiasaan yang dipelajari dari data-data yang ada. Hal ini lah yang kemudian coba dioptimalkan oleh bisnis untuk bisa lebih jauh memahami pasar, pelanggan dan berbagai peluang.

Big data pada dasarnya memiliki beberapa karakteristik seperti halnya kemampuan menampung data set dengan ukuran yang besar. Kemampuan menampung jumlah data set dalam jumlah besar ini cukup berguna untuk menampung data dari berbagai channel, seperti transaksi, media sosial, dan sumber-sumber lain.

Pengumpulan data ini juga didukung oleh karakteristik big data lainnya yakni kecepatan yang tinggi. Karakteristik yang satu ini sangat menunjang karakteristik lainnya. Dengan aliran data yang cepat big data bisa lebih banyak lagi menampung data lebih banyak lagi. Karakteristik ini sangat membantu. Terlebih untuk data-data yang bersifat real time.

Karakteristik lainnya dari big data adalah mampu menampung kompleksitas. Karakteristik ini mampu mengakomodir data yang berasal dari banyak sumber yang kemungkinan memiliki hubungan satu sama lain.

Salah satu perangkat lunak database yang sering dihubungkan dengan big data adalah NoSQL. NoSQL disebutkan mendukung pengelolaan database dengan skema yang dinamis. NoSQL juga dikenal sebagai perangkat lunak database yang fleksibel, terukur, dan bisa dengan mudah disesuaikan sesuai dengan kebutuhan.

NoSQL juga disebut-sebut sebagai salah satu perangkat lunak database yang bisa mengoptimalkan sistem real time. Hal ini disebabkan oleh NoSQL yang memang dirancang untuk mampu mengakomodir pekerjaan atau sistem dengan kebutuhan akses data yang cepat.

Penggunaan teknologi big data secara umum sedikit banyak telah memberikan dampak dalam dunia bisnis. Big data juga telah mengubah perilaku bisnis dalam mengkonsumsi data, memanfaatkan banyak sumber data, dan mengolahnya lebih baik lagi untuk mendapatkan wawasan yang nyata.

Big data adalah sebuah peluang. Bisnis yang sudah melihat bagaimana memberikan dampak harusnya tidak ragu untuk menempatkan investasi di sektor big data, terlebih untuk perangkat lunak dan infrastrukturnya.

Disclosure: DailySocial bekerja sama dengan Bigdata-madesimple.com untuk seri penulisan artikel tentang big data.

Di Balik Pergantian Identitas Mediatrac Menjadi Dattabot

Ada yang baru dari salah satu perusahaan Big Data Analytics terkemuka di Indonesia, Mediatrac. Per tanggal 30 Agustus 2016 kemarin yang bertepatan dengan festival Data for Life, nama Mediatrac sudah berganti menjadi Dattabot. Identitas baru tersebut menggambarkan nilai tambah perusahaan bagi klien mereka sebagai asisten cerdas yang membantu proses penanganan dan pengolahan data.

Dalam dunia bisnis, perubahan adalah hal yang wajar terjadi dan yang paling sering dibicarakan adalah ketika perusahaan memutuskan untuk berganti nama, ataupun logo yang menjadi “wajah” mereka di depan khalayak umum.

Jika Anda mau menelusuri, Anda akan menemukan bahwa merek-merek ternama pun melakukannya. Nokia, Nike, Apple, Facebook, Uber, Microsoft, juga Google sudah melakukannya berkali-kali. Itu semua demi beradaptasi dengan perubahan  keadaaan pasar dan permintaannya yang dinamis.

Hal yang sama pun terjadi di Indonesia dan kali ini perubahan itu dilakukan oleh salah satu perusahaan dalam bidang Big Data Analytics yang dahulu bernama Mediatrac. Kini, nama tersebut sudah berganti menjadi Dattabot untuk lebih merefleksikan bisnis mereka di bidang big data.

[Baca jugaMakna Brand Ambassador Bagi Semangat Baru elevenia]

CEO Dattabot Regi Wahyu kepada DailySocial menyampaikan, “Kami memutuskan mengganti nama menjadi Dattabot untuk lebih merefleksikan bisnis kami saat ini, yaitu sebagai perusahaan Big Data Analytics dan visi kami untuk menghubungkan semua data pada tingkat yang paling kecil (granuler).”

“Mediatrac merupakan brand lama yang merefleksikan bisnis awal kami sebagai perusahaan Media Monitoring pada tahun 2003. Seiring berjalannya waktu, kami mulai mengumpulkan data di luar Media Cetak dan Online/Digital, seperti data geo-demografi, Points of Interests, dan lain – lain. Untuk itu kami perlu membangun kapasitas untuk mengelola dan menganalisis data yang semakin besar, bervariasi, dan bertambah dengan cepat. Teknologi Big Data kemudian menjadi jawaban atas kebutuhan kami.”

“Pada tahun 2010 kami melakukan pivot menjadi perusahaan Consulting yang berbasiskan data dan akhirnya pada 2013 menjadi perusahaan Big Data Analytics,” lanjutnya.

Nama Dattabot sendiri juga mewakili ambisi perusahaan untuk menciptakan sebuah platform yang mempunyai kemampuan untuk membersihkan, memperkaya, dan menggabungkan data secara otomatis. Prosesnya rebranding-nya sendiri, disampaikan Regi, mendapat bantuan dari Thinkingroom.

Hal yang menarik dari nama Dattabot adalah arti yang ada di baliknya. Regi mengungkapkan bahwa nama Dattabot sebenarnya terdiri dari tiga elemen, yaitu Data, Bot, dan huruf “T” dalam penulisan Datta.

[Baca jugaBlibli Hadirkan “NIKE Official Store”]

“Data menggambarkan bisnis kami sebagai perusahaan Data Analytics, Bot yang merupakan kependekan robot menggambarkan kemampuan Artificial Intelligence (AI) kami untuk secara otomatis mengolah data, dan penulisan Datta dengan dua ‘T’ untuk melambangkan tiga founding partner kami, karena Datta dalam mitologi Hindu adalah inkarnasi dari tiga dewa utama [Brahma, Wisnu, dan Shiva],” jelas Regi.

Sebagai informasi, tiga founding partner Mediatrac yang kini bernama Dattabot adalah Imron Zuhri, Regi Wahyu, dan Tom Malik.

Meski telah berganti nama, visi yang dibawa oleh Dattabot tidak berbeda dengan sebelumnya, begitu juga dengan nama resmi (legal) perusahaan yang tetap menggunakan nama PT Mediatrac Sistem Komunikasi.

Satu pernyataan yang tersisa, dengan brand baru ini, apa yang ingin dicapai oleh perusahaan ke depannya?

Regi mengatakan, “Ke depannya kami akan fokus ke model bisnis baru kami sebagai platformasaservice [PaaS] yang menawarkan layanan Data Analytics. Kami ingin platform Dattabot bisa bermanfaat tidak saja untuk berbagai sektor bisnis, tapi juga untuk pemerintah dan masyarakat luas.”