Bagaimana TokoCabang Ubah Lanskap Model Bisnis Tokopedia

Sudah setahun lebih TokoCabang, layanan pemenuhan pesanan (fulfillment service) dari Tokopedia, diperkenalkan ke publik. Ini adalah bagian ambisi Tokopedia menjadi platform IaaS (infrastructure-as-a-service).

TokoCabang mulai mengaburkan lanskap model bisnis inti Tokopedia yang awalnya adalah marketplace murni C2C, menjadi semi B2C.

TokoCabang dioperasikan mitra yang ditunjuk Tokopedia, yakni PT Bintang Digital Internasional dengan nama brand Haistar. Mereka adalah perusahaan e-logistic yang berdiri pada 2018. Mitra lain yang ditunjuk adalah Titipaja, unit bisnis terbaru layanan logistik last mile Anteraja.

Haistar memiliki gudang yang tersebar di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Mereka juga terpilih sebagai mitra Pos Indonesia untuk “Haipos” dalam rangka optimalisasi aset perseroan yang berada di Medan, Palembang, dan Makassar.

Menurut keterangan seller kit TokoCabang, merchant Tokopedia dengan minimal reputasi Gold 1 atau Official Store dapat memanfaatkan gudang mitra untuk menitipkan barang-barangnya agar lebih cepat sampai ke konsumen.

Adapun lokasi gudang yang dapat dimanfaatkan merchant sejauh ini ada di Haistar Gading, Haistar Kamal, Haistar Bandung, Haistar Surabaya, dan Haistar Makassar. Sementara Titipaja baru tersedia di Cililitan, Jakarta, karena layanan baru beroperasi pada awal tahun ini. Kendati begitu, perusahaan berencana untuk ekspansi ke Bandung, Medan, Denpasar, dan Pontianak.

TokoCabang menggunakan konsep semi B2C karena mitra gudang dalam hal ini Haistar dan Titipaja akan menerima ongkos yang dibayarkan merchant dan dihitung berdasarkan volume bulanan. Misalnya, untuk volume lebih dari 1000 unit dikenakan biaya fulfillment Rp2.400 per unit untuk setiap barang yang terjual dan biaya penyimpanan Rp2.000 per unit tiap bulan.

Biaya tersebut terhitung lebih efisien ketimbang merchant harus buka cabang dan buka gudang sendiri karena harus memperhatikan biaya pekerja, biaya pengemasan, dan beban gudang. Ini adalah solusi win-win yang diciptakan Tokopedia untuk semua stakeholder.

Pandemi membuat mobilitas menjadi sangat terbatas, termasuk dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Alhasil pola belanja cenderung bergeser dari offline ke online. Jumlah penjual online pun meningkat.

Menurut catatan internal perusahaan, ada penambahan satu juta penjual baru menjadi 8,3 juta penjual pada Mei 2020 dalam kurun waktu tiga bulan.

Game changer untuk dunia e-commerce

Solusi Tokopedia bisa dikatakan berbeda dengan apa yang ditawarkan platform e-commerce B2C lain, misalnya Blibli, Lazada, dan JD.id.

Semua pemain B2C memperbanyak aset fisik, berupa gudang, untuk menyimpan barang-barang yang dijual. Memiliki gudang yang tersebar di beberapa titik di tiap kota berarti semakin pendek jarak pengiriman. Waktu pengiriman akan jauh lebih singkat dan ongkos kirim yang dibayarkan konsumen akan semakin murah.

Pada awal tahun ini, Blibli berencana menambah gudang menjadi 21 unit, serta hub dan mobile hub, menjadi 43 unit untuk percepat pengiriman. JD.id saat ini memiliki 11 gudang yang tersebar di Medan, Jakarta, Semarang, Pontianak, Surabaya, dan Makassar. Sedangkan Lazada memiliki 12 gudang dan 75 hub. Gudang terbesarnya ada di Cilodong, Makassar, Surabaya, dan Balikpapan.

Tokopedia sendiri pada bulan ini akan menambah kehadiran TokoCabang di Makassar, Medan, dan Palembang. Dalam keterangan resmi, sejak diluncurkan di Jakarta, Bandung, dan Surabaya, penjual yang memanfaatkan ini tidak perlu mempertimbangkan isu operasional — baik ketika menerima pesanan, mengemas, hingga mengantar ke kurir, terutama ketika menghadapi lonjakan permintaan.

Head of Fulfillment Tokopedia Erwin Dwi Saputra menjelaskan, selama pandemi terjadi lonjakan signifikan dalam jumlah pesanan yang ditangani TokoCabang hingga 2,5 kali lipat pada kuartal kedua dibandingkan kuartal pertama tahun ini.

Pengguna TokoCabang salah satunya adalah Big Bad Wolf yang menggelar bazar buku online pada 27 Mei-3 Mei dan 24-30 Juni lalu. Ratusan ribu buku terjual, dikemas, dan didistribusikan ke berbagai wilayah dengan lebih cepat lewat TokoCabang.

Konsumen yang memilih pelayanan melalui Tokopedia bisa memanfaatkan filter “Dilayani Tokopedia” di halaman pencarian.

Application Information Will Show Up Here

Menanti Tuah Normal Baru Bagi Layanan E-Commerce B2B

Pandemi membuat segala lini bisnis terdampak. Tidak hanya ritel, bisnis b2b dan bahkan anggaran belanja pemerintah pun ikut terpengaruh. Bisnis e-commerce b2b, pada khususnya, tidak luput dari pelemahan ini. Meski bisnis sempat turun, ada harapan untuk rebound mempersiapkan normal baru.

Sejumlah pemain e-commerce b2b yang DailySocial hubungi kompak menjawab bisnis turun selama dua bulan belakangan. Namun mereka meyakini ini bersifat sementara, karena sejak Juni, tepat normal baru diumumkan pemerintah, bisnis kembali bergeliat.

Di sisi lain, pandemi berhasil mengubah perspektif korporat bahwa proses pengadaan dapat dilakukan secara digital. Tak hanya transparan, mereka bisa mendapat harga lebih ekonomis dengan proses yang lebih cepat.

“Dengan adanya Covid-19, para mitra bisnis semakin terdorong untuk menggunakan layanan b2b untuk memenuhi kebutuhan IT dan operasional mereka. Ini dikarenakan saat krisis, mitra bisnis membutuhkan solusi cepat dan tepat, dengan harga ekonomis,” ucap EVP Corporate B2B Corporate Solutions Blibli Heriyadi Janwar.

Sepakat dengan Heriyadi, Co-Founder dan CEO Mbiz Rizal Paramarta mengatakan, pandemi berhasil memperlihatkan fundamental dari bisnis e-commerce b2b itu sendiri. Bahwa mereka mampu bertahan karena punya bisnis inti di bidang pengadaan barang dan jasa yang terdigitalisasi. Tujuannya untuk mempersingkat proses dan lebih transparan daripada metode manual.

Pengaruh bisnis

Rizal memaparkan, pada kuartal kedua tahun ini, penurunannya mencapai sepertiga hingga separuh dari total target bulanan. Digambarkan dalam setahun, setidaknya volume transaksi di Mbiz mencapai Rp1 triliun.

“Kita melihat ada dampak short term, pas April sebelum Lebaran ada penurunan belanja korporat terutama yang sifatnya non esensial. Overall spending capex korporat turun, tapi ada kenaikan drastis untuk kategori kesehatan sampai 2000%.”

Ia menyebut kondisi ini hanya sementara, karena pada bulan Juni mulai terjadi pemulihan, bersamaan dengan dimulainya kegiatan normal baru. “Kita menyiapkan kategori baru di bidang kesehatan dan kenaikan dari situ adalah kompensasi atas penurunan kemarin.”

Chief of Commercial & Omni Channel Bhinneka Vensia Tjhin menambahkan, perusahaan turut berdampak semenjak pemberlakuan PSBB hingga menjelang akhir paruh pertama tahun ini. Namun, diklaim perusahaan mencatat kenaikan hingga 30%.

Ini terjadi karena perusahaan tetap bermanuver perluas produk dan jasa, sehingga ada pergeseran kategori produk yang mengimbangi kategori yang sebelumnya populer sebelum pandemi.

“Bhinneka dengan eksistensi produk yang disediakan via platform, kini selain IT, growth tertinggi disumbang dari MRO/perkakas dan alat kesehatan. Sementara itu, di marketplace kami mencatat lonjakan pada produk makanan dan kebutuhan harian. Jadi kami melihat ada balancing process dari kedua segmentasi.”

Heriyadi tidak merinci penurunan seperti apa yang terjadi di Blibli. Menurutnya, Covid-19 telah memicu adopsi teknologi oleh pelaku bisnis, termasuk mitra b2b yang memerlukan solusi efisien dengan harga terjangkau agar mereka bisa menjaga keberlangsungan bisnis mereka.

Ia hanya menyatakan jumlah transaksi b2b pada bulan ini telah menyamai total transaksi yang tercatat selama keseluruhan 2019. “Ini adalah sinyal positif bagi pertumbuhan b2b untuk tahun ini.”

Sokong kategori baru

Dalam mendorong kinerja bisnis, juga mendukung kegiatan normal baru, peluang produk pendukung kesehatan paling dicari oleh semua konsumen, tidak terkecuali klien korporasi. Pemain e-commerce pun berlomba-lomba perbanyak mitra penjual alat kesehatan untuk melayani konsumen mereka.

Direktur BukaPengadaan Bukalapak Hita Supranjaya menerangkan, mereka menambah jumlah principal atau UMKM untuk menawarkan persiapan normal baru, seperti rapid test, program bundle APD, customize APD (masker dan hazmat), face recognition terminal, dan customized hand wash station.

“Kami telah menyiapkan strategi untuk terus memonitor perkembangan dan beradaptasi dengan permintaan melalui inovasi maupun kerja sama yang membantu user terpenuhi kebutuhannya,” papar Hita.

Saat ini BukaPengadaan telah terhubung dengan hampir enam juta penjual yang memiliki lebih dari 80 juta produk. Beberapa kategori diklaim menunjukkan peningkatan lebih dari dua kali lipat secara month-to-month sejak awal dimulainya pandemi ini.

Sebelum pandemi, BukaPengadaan diklaim mencatat profitabilias sebesar 500% year-on-year seiring dengan pertumbuhan jumlah konsumen b2b dan penjualan. Kategori yang paling diminati saat itu adalah gadget dan barang-barang procurement, seperti spare part mesin dan pabrik.

Semenjak pandemi, Bhinneka makin gencar menambah variasi pada kategori kesehatan dan perawatan. Sejak awal tahun, kategori ini tumbuh lebih dari 100% berdasarkan variasinya.

Dalam merespons kondisi normal baru, perusahaan mengembangkan produk kesehatan lainnya bersama para vendor. Misalnya, memperbanyak mitra layanan kesehatan, seperti test Covid-19 untuk perusahaan, menawarkan produk ThermoNex untuk mendeteksi suhu tubuh secara otomatis, terhubung dengan cloud, dan dilengkapi dengan fitur face recognition sebagai data dan terhubung dengan panel absensi.

Bhinneka bermitra dengan mitra healthtech seperti Triasse dan Prixa untuk menyediakan layanan kesehatan, membuat produk Digital Classroom untuk sekolah yang ingin memaksimalkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) tanpa tim IT sendiri, dan produk Crinoid yakni multichannel management untuk bantu mengatur penjualan di beberapa marketplace sekaligus.

“Kecepatan dan agility menjadi kunci dalam menghadapi masa yang penuh uncertainties ini, kami melakukan berbagai aktivitas dan perubahan dengan menangkap peluang-peluang yang dapat segera dilakukan.”

Sejak perusahaan mendeklarasikan tranformasi sebagai business super ecosystem akhir tahun lalu, kontribusi terbesar datang dari konsumen korporasi dan belanja pemerintah yang mencapai hingga 90%, naik dari tahun sebelumnya sebesar 80%.

Total pelanggan Bhinneka kini mencapai 1,5 juta dari level UMKM, korporasi, dan pemerintah. Ada lebih dari 10 ribu merchant, vendor/principal yang menawarkan lebih dari 1 juta SKU di dalam platformnya.

Blibli sendiri memprediksi permintaan terhadap layanan b2b akan meningkat. Perusahaan sudah menyiapkan berbagai strategi untuk mengoptimalkan layanan pada mitra bisnis. Perusahaan membuat virtual gathering bersama mitra bisnis, asosiasi-asosiasi industri, dan komunitas profesional untuk mengukur dan memahami lebih lanjut mengenai kebutuhan mereka dalam meneruskan usaha di normal baru.

“Kami menggunakan pemahaman tersebut untuk semakin meningkatkan layanan yang kami sediakan, contohnya dengan memberikan promosi khusus.”

Heriyadi mengatakan, perusahaan merancang rencana hingga akhir tahun untuk meningkatkan strategic business value dari b2b, termasuk kolaborasi dengan mitra bisnis pada transaksi offline dan online, seperti membangun microsite, memperluas varian produk, menyediakan produk bersama garansi asli. memperluas cakupan pengiriman nasional, dan menawarkan asuransi logistik.

Blibli melayani 19 mitra bisnis b2b yang bergerak di tujuh sektor, seperti layanan keuangan, perhotelan, distribusi & manufaktur, teknologi, teknologi dan IT.

Produk dan solusi yang disediakan untuk mitra bisnis tersebut dibagi menjadi dua kategori, yakni TI & pemeliharaan, dan reparasi & operasional. Di antaranya produk dan solusi mencakup client tools seperti tablet, notebook, server network seperti UPS, alat perkantoran, dan piranti lunak.

Untuk kategori operasional, Blibli menawarkan material handling, laboratorium & kimia, keamanan, alat pembersih, alat ukur dan pengetasan, dan alat berat.

Sumber : Unsplash
Produk kesehatan juga menjadi primadona belanja konsumen korporasi / Unsplash

Masuk ke pemerintah

Di sisi lain, Mbiz mengambil peluang dari pandemi dengan gencar menggaet konsumen dari kalangan pemerintah karena di sana masih dibutuhkan solusi pengadaan yang transparan. Kehadiran pemain e-procurement menjadi dorongan buat pemerintah untuk go digital.

Dari peraturan pun Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ditentukan bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan secara elektronik dengan memanfaatkan e-marketplace yang menyediakan infrastruktur teknis dan layanan dukungan transaksi berupa katalog elektronik, toko daring, dan pemilihan penyedia.

“Perpres ini menguntungkan pemain e-procurement. Selama ini pengadaan ada problem. Misalnya tidak transparan dan harus pakai cash. Yang kita lakukan adalah digitalisasi, semua transaksi harus digital, jadinya transparan.”

Debut Mbiz untuk melirik prospek di sektor ini sebenarnya dimulai sejak awal tahun ini. Perusahaan terpilih sebagai penyedia pengadaan untuk Pemprov Jawa Barat. Perjalanan dilanjutkan dengan Pemprov Bali baru-baru ini.

“Kita sedang dalam proses lagi untuk dua pemrov lainnya di Jawa. Bila ini berhasil, kita bisa lebih percaya diri untuk masuk ke pemprov lainnya di Indonesia.”

Keuntungan ini sebenarnya tidak hanya dirasakan buat Mbiz, tapi buat merchant, atau vendor skala UMKM memperluas cakupan penjualannya ke mana saja ke seluruh segmen konsumen Mbiz di Indonesia. Sebelum masuk ke platform, umumnya penjualan vendor hanya mencakup sekitar wilayah terdekatnya saja.

Para vendor tersebut juga bisa mengakses fasilitas layanan keuangan untuk membantu bisnis mereka melalui Mbiz. Perusahaan didukung platform pembiayaan Investree setelah mengantongi pendanaan pada akhir tahun lalu.

Bagaimana Perusahaan Digital Antisipasi Isu Keamanan dan Privasi Data

Kemanan dan privasi data menjadi sorotan penting beberapa waktu terakhir. Beberapa platform di Indonesia memiliki isu di area ini yang berdampak bagi puluhan juta data pengguna. Tentu ini menjadi kabar kurang baik bagi ekosistem digital yang tengah berkembang, terlebih layanan yang akhir-akhir ini bocor cenderung dari perusahaan teknologi yang cukup besar – dari sisi skala bisnis maupun cakupan penggunanya.

Aspek keamanan dan privasi data (idealnya) menjadi komponen yang harus ada dalam sebuah proses pengembangan produk digital. Diskusi mengenai langkah antisipasi dari isu tersebut menjadi menarik – terlebih bagi ekosistem startup di Indonesia yang sebagian besar produknya digital dan melibatkan data-data pribadi pengguna.

Untuk mengulas seputar hal tersebut, DailySocial berkesempatan berbincang bersama AVP Information Security Blibli Ricky Setiadi.

AVP Information Security Blibli Ricky Setiadi / Dok. Pribadi Ricky Setiadi
AVP Information Security Blibli Ricky Setiadi / Dok. Pribadi Ricky Setiadi

Berikut hasil wawancara kami:

DailySocial (DS): Isu data breach sebenarnya bukan hal baru di Indonesia, namun menjadi buah bibir ketika melibatkan platform B2C/C2C dengan basis pengguna besar. Dari pengalaman Pak Ricky sebagai praktisi di bidang keamanan siber, bisa dijelaskan sebagai besar kejadian tersebut diakibatkan karena faktor apa?

Ricky Setiadi (RS): Risiko terhadap ancaman kebocoran data pada digital platform senantiasa dalam rentang yang sangat tinggi. Jika menggunakan matriks risiko, kebocoran terhadap data bisa dikategorikan ke dalam high to critical. Nilai ini akan didapatkan dari kombinasi dampak dari frekuensi (seberapa sering terjadi) dan skala (seberapa besar dampak) kejadian kebocoran data.

Ruang lingkup kebocoran data dalam skala besar biasanya dilakukan karena terdapatnya celah atau vulnerability dari sistem yang dibuat oleh sebuah organisasi. Celah disebabkan oleh berbagai macam faktor, namun secara umum menjadi tiga kelompok besar, yakni People, Process, dan Technology.

(1) People — Kebocoran data terjadi karena human error atau kelalaian manusia, bisa dari sisi pengembang atau pengguna. Pengguna kadang terlampau percaya kepada pengembang. Padahal keamanan data merupakan tanggung jawab bersama, sehingga keterlibatan dari sisi pengguna pun masih diperlukan. Beberapa penerapan keamanan dasar yang bisa dilakukan dari sisi pengguna antara lain adalah penggunaan password yang baik (kombinasi karakter password, menggunakan password yang berbeda untuk setiap platform, serta menggantinya secara berkala). Pengguna juga perlu memiliki kesadaran atau pengetahuan terhadap ancaman social engineering (seperti phishing).

Tidak dimungkiri banyak kejadian yang juga terjadi karena kesalahan pada proses pengembangan atau maintenance sebuah produk digital. Sebagai contoh, pengembang tidak menerapkan enkripsi untuk penggunaan variable username dan password, dan penyimpanan private key yang tidak aman, atau terdapatnya penggunaan account default untuk setiap sistem yang digunakan. Contoh lainnya adalah kelalaian dalam melakukan maintenance seperti pengembang menggunakan sertifikat digital yang sudah kedaluwarsa, penggunaan database yang tidak terproteksi, hingga kelalaian dalam melakukan design system (tidak mengindahkan kaidah standard practice berdasarkan risiko dalam pembagian sistem yang bisa diakses secara publik dan sistem yang hanya bisa diakses oleh internal).

(2) Process — Eksploitasi terhadap business proses. Terkadang pelaku tindak kejahatan memanfaatkan kesalahan atau kelalaian proses yang dimiliki sebuah organisasi (logic flaw exploitation). Paradigma bahwa security adalah tameng atau sebagai pelindung terakhir sebuah produk, bisa menjadi salah satu faktor utama kebocoran data. Di Blibli, kami selalu berusaha menguji produk kami dari fase awal pengembangannya untuk menghindari serangan pada setiap tahapan. Ketidakhadiran pengujian terhadap sistem dalam proses pengembangan juga merupakan salah satu kesalahan yang memberikan dampak terhadap terjadinya kebocoran data.

Pengembang juga harus ingat untuk menerapkan proteksi pada perangkat keras. Beberapa kasus kebocoran data juga terjadi karena eksploitasi perangkat keras yang berisikan data pelanggan, contohnya seperti keamanan server atau hard disk yang menyimpan data secara offline.

Technology – Pelaku kejahatan menemukan celah dari teknologi yang diterapkan pengembang. Teknologi merupakan hasil dari sebuah pengembangan produk logika manusia. Melalui pendekatan logika yang berbeda (terbalik), banyak para pelaku tindakan kejahatan memanfaatkan celah ini untuk kemudian dijadikan sebagai pintu dalam pengambilan data-data dari sebuah organisasi. Sebagai salah satu contoh adalah adopsi protokol keamanan data TLS 1.0, pada tahun 1999 teknologi ini banyak dimanfaatkan untuk mendukung layanan transaksi online. Namun seiringnya waktu, ditemukan satu celah keamanan pada TLS 1.0 ini yang memungkinkan terjadinya “Man in The Middle” attack. Dengan adanya celah ini, pelaku dapat melakukan intercept terhadap transaksi yang dilakukan oleh korban atau targetnya.

Jika melihat kepada ketiga komponen di atas dan berdasarkan data perkembangan incident report yang dikeluarkan oleh berbagai macam penelitian (salah satunya adalah cyware.com), kecenderungan serangan dan kebocoran data saat ini banyak terjadi karena faktor People melalui social engineering. Social engineering seperti phishing, memudahkan pelaku untuk mengelabui targetnya. Pada saat yang bersamaan, phishing juga dijadikan sebagai media utama dalam menyebarkan malware. Kombinasi ini kemudian di-maintain oleh pelaku untuk sebagai serangan baru yang biasa disebut dengan Advanced Persistent Threat (APT) attack. Dengan APT attack, pelaku kemudian melakukan pengembangan dan eksploitasi data yang kemudian bisa dikomersialisasi/dijual.

Untuk itu, edukasi mengenai social engineering kepada semua pihak yang terlibat dalam sebuah proses bisnis menjadi salah satu prioritas untuk menjaga keamanan data, terutama data pelanggan. Blibli, sebagai pengembang dan penyedia jasa digital, secara aktif mengedukasi seluruh stakeholder hingga para pelanggan. Edukasi dan penyebaran informasi dilakukan secara berkala agar Blibli dapat melakukan kontrol pengamanan yang komprehensif.

DS: Ditinjau dari sisi pengembang, hal apa saja yang perlu menjadi perhatian sejak dini agar sistem senantiasa mengakomodasi keamanan data dan privasi pelanggan? Faktor-faktor apa saja yang berkaitan erat dengan keamanan dan privasi data pengguna?

RS: Keamanan data dan informasi menjadi tanggung jawab bersama. Pelanggan harus jeli guna membatasi informasi yang diberikan ke penyedia jasa digital dan memahami risiko jika informasi yang diminta terlalu sensitif dan tidak berhubungan dengan jasa.

Keterbatasan pemahaman akan keamanan data ini lah yang membuat keterlibatan tim Security di setiap fase pengembangan sangatlah penting. Tim Security dapat meminimalkan terjadinya gangguan terhadap data pelanggan terutama data yang bersifat privacy atau rahasia (personally identifiable information atau PII). Pengamanan tidak hanya sebatas dari faktor keamanan teknis saat produk digital siap dibuat, namun penerapan pengamanan bahkan harus dilakukan saat produk didesain sesuai dengan standar best practice.

Berikut adalah beberapa faktor keamanan yang perlu diperhatikan, terutama ketika melakukan pemrosesan data pribadi, yaitu:

  • Regulasi pemerintah. Pastikan bahwa semua aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat sudah dijadikan sebagai salah satu referensi utama dalam proses pengambilan, pemrosesan, pengiriman, serta penyimpanan data pelanggan. Hal ini menjadi penting karena setiap wilayah akan memiliki hukum dan regulasi yang berbeda-beda.
  • Kebijakan keamanan. Setiap pengembang saat ini harus memiliki sebuah payung yang digunakan dalam pengamanan data terutama data pelanggan. Payung ini biasanya dibentuk dalam sebuah Kebijakan Privasi. Dalam pembuatan kebijakan ini, pastikan dibuatkan dalam format sesederhana mungkin dan dalam Bahasa yang mudah dimengerti dengan tanpa melupakan aspek transparansi dan keamanan.
  • Pengukuran risiko. Pertimbangan lain dalam penjagaan dan pengamanan pada saat pengembangan aplikasi adalah melalui pendekatan terhadap pengukuran untuk setiap risiko. Ada beberapa manfaat yang bisa diambil pada saat penilaian risiko yang dilakukan. Selain melakukan identifikasi terhadap setiap potensi ancaman yang akan terjadi, penggunaan kontrol yang efektif juga dapat mengurangi beban biaya dalam proses mitigasi, mengingat setiap risiko akan memiliki bobot dan nilai serta kontrol yang berbeda. Tentunya dalam pengukuran risiko ini, setiap organisasi harus menerapkan atau memiliki kriteria penerimaan (acceptance level) dan rencana penanggulangannya (risk treatment plan parameter).
  • PII data collection. Dalam pengembangan sebuah platform pasti akan menggunakan minimal salah satu dari data pribadi. Sebagai contoh adalah data nama lengkap, alamat email, atau nomor telpon. Pengembang harus memperhitungkan dan mempertimbangkan secara matang sejauh mana desain produk akan mengolah data tersebut. Misalnya dalam proses registrasi, apakah platform yang kita kembangkan akan membutuhkan data-data lengkap seperti nama ibu kandung padahal platform yang dikembangkan bukan untuk layanan perbankan. Contoh lainnya apakah kita membutuhkan data dalam bentuk kartu identitas atau Credit Card pada saat pengembangan sebuah fitur promo. Atau yang paling sering ditemukan dalam pengembangan produk untuk smartphone, terkadang pengembang tidak benar-benar memperhatikan kebutuhan aplikasinya, sehingga ada beberapa aplikasi yang secara default dapat mengakses contact, galeri, kamera, dan lain sebagainya. Usahakan penggunaan data pribadi dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan pada saat menggunakan data tersebut dipastikan bahwa kita sudah memiliki kontrol yang tepat untuk setiap data yang dikumpulkan.
  • Fitur dan proses keamanan. Saat ini fitur keamanan adalah salah satu faktor yang akan dipertimbangkan oleh pelanggan dan calon pelanggan. Penggunaan enkripsi (https dalam mode web atau enkripsi lain dalam pengiriman data) merupakan salah satu fitur keamanan yang dapat membantu dalam keamanan data pelanggan. Selain itu fitur two factor authentication atau recovery methods lainnya adalah pendekatan pengembangan lainnya yang dapat digunakan sebagai daya tarik pelanggan dalam pengamanan data.

Selain itu dalam proses internal, pastikan terdapat aturan yang tegas dalam memberikan hak akses kepada setiap stakeholder yang terlibat. Segregation of duties atau pemisahan tugas menjadi pendekatan untuk mencegah ancaman dari dalam. Klasifikasi data merupakan pendekatan lain yang bisa dilakukan di dalam internal business process untuk menghindari terjadinya data PII terekspos keluar.

DS: Di masa pandemi ini tiba-tiba platform online groceries melonjak transaksinya. Maka startup perlu melakukan scale-up teknologi dari berbagai aspek. Menurut Pak Ricky, di masa scale-up tersebut investasi apa yang perlu digelontorkan oleh bisnis untuk menunjang keamanan sistem?

RS: Bagi kami, salah satu investasi terpenting adalah pada People dan Process. Dalam perspektif keamanan informasi, pada dasarnya setiap sistem dan teknologi adalah alat penunjang bisnis yang di dalamnya senantiasa mengandung kerentanan. Investasi pada People dan Process akan mengubah pola pikir dan kultur pada bisnis. Kedua investasi inilah yang kami coba terapkan di Blibli.

Perubahan pola pikir atau mindset memiliki sifat edukasi ke dalam dan ke luar. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, organisasi juga harus terus menginformasikan bahwa keamanan data dan informasi pelanggan adalah merupakan tanggung jawab bersama dengan cakupan yang sesuai dengan porsinya masing-masing.

Prioritas lainnya adalah perubahan kultur terhadap risiko. Kultur pada sebuah bisnis dimulai dari proses implementasi, adopsi, hingga akuisisi teknologi. Jika proses ini dilakukan dengan efektif dan efisien, perusahaan dapat menurunkan profil risiko serta menerapkan kontrol pada organisasi. Organisasi pun dapat mempercepat perkembangan bisnis karena sudah dapat menentukan kontrol keamanan yang tepat dari surface attack pada saat melakukan scale-up.

DS: Ketika melakukan pengembangan, kadang engineer menemui kebimbangan. Di satu sisi, aplikasi harus didesain semulus dan secepat mungkin, dengan UX yang sangat sederhana. Di lain sisi, faktor keamanan harus menjadi perhatian. Menyebabkan beberapa pengembang mengacuhkan opsi penambahan keamanan tambahan dalam sistem. Bagaimana Pak Ricky menanggapi situasi tersebut?

RS: Permasalahan ini adalah permasalahan klasik antara tim pengembang dengan security. Beberapa startup masih menggunakan konsep konvensional dalam melakukan balancing atau penyeimbangan pada saat melakukan pengembangan aplikasi. Sehingga masalah klasik ini senantiasa terjadi dan berulang. Dalam menghadapi ini, sebenarnya kita bisa melakukan adopsi pendekatan Shifting Left. Berikut adalah penjelasan mengenai pendekatan konvensional dan Shifting Left.

gambar 1

Konvensional:

Jika melihat kepada beberapa tahun ke belakang, proses pengembangan sebuah aplikasi senantiasa akan menuliskan semua permintaan pada bagian awal pengembangan. Proses testing, termasuk security testing, akan dilakukan pada akhir pengembangan. Satu sisi, tahapan-tahapan ini akan menghasilkan sebuah aplikasi yang matang, namun di sisi lain akan memberikan dampak yang cukup serius pada saat terjadinya penemuan defect hasil testing yang banyak dan cukup kritis. Proses perbaikan terhadap hasil dari testing akan membutuhkan biaya tambahan baik untuk desain maupun implementasinya.

Metode ini sangat tidak efektif untuk diaplikasikan oleh organisasi startup yang senantiasa mengandalkan kepada jumlah release yang cepat. Adopsi pendekatan yang lebih agile dan shifting left bisa dilakukan untuk setiap organisasi startup dalam menghasilkan produk yang cepat tanpa meninggalkan aspek keamanan.

Shifting Left:

gambar 2

Metode konvensional menerapkan testing hanya di tahapan akhir (Testing and Verification). Pendekatan Shifting Left menerapkan proses pengujian mulai dari fase awal yaitu “Requirement”. Pada fase ini, Requirement tidak hanya akan melibatkan kebutuhan pelanggan dari sisi produk, bisnis, dan user experience, namun juga memasukan unsur keamanan sebagai salah satu parameter. Blibli pun telah menerapkan metode ini dalam proses pengembangan produk digitalnya.

Shifting left akan membentuk paradigma untuk melakukan pengujian semua aspek (test everything), pengujian yang dilakukan kapan pun (test everytime), pengujian yang lebih awal (test earlier), pengujian secara berkelanjutan (test continuously), dan melibatkan pihak penguji dalam setiap tahap. Tim pengembang dan security dapat berkerja sama untuk melakukan tindakan preventif daripada detective.

Metode dan pendekatan ini telah kami terapkan di Blibli sebelum kami meluncurkan produk IT. Dengan adopsi ini, proses deteksi terhadap bugs atau defect menjadi lebih cepat, meningkatkan efektifitas dari sisi waktu pengembangan dan biaya, serta meningkatkan kemudahan dan kualitas produk/aplikasi.

DS: Menurut Pak Ricky, apa urgensinya melakukan sertifikasi sistem, terkait dengan keamanan dan privasi data? Sertifikasi apa saja yang disarankan untuk diikuti?

RS: Sertifikasi akan menjadi sebuah competitive advantage. Karena melalui sertifikasi, sebuah organisasi telah menunjukkan kemampuan kinerja yang lebih tinggi dan sesuai dengan standar. Selain itu, sertifikasi juga menjadi sebuah comparative advantage dari sebuah organisasi. Proses bisnis akan menyesuaikan dengan standar sehingga mampu menghasilkan lebih banyak produk berkualitas yang efektif dan efisien serta mampu melakukan manajemen risiko.

Ada banyak sertifikasi yang bisa diterapkan untuk level organisasi dalam dunia keamanan informasi atau cybersecurity. Hal ini kembali lagi dengan kepentingan dan ranah bisnis yang dilakukan organisasi. Blibli, sebagai contoh, telah mendapatkan sertifikasi ISO/IEC 27001 tahun 2013 yang diakui secara global untuk pengelolaan sistem keamanan informasi. E-commerce merupakan bisnis yang mengolah data pelanggan, sehingga menjadi penting apabila bisnis serupa melakukan sertifikasi ini.

Proses sertifikasi juga perlu dilakukan oleh individu yang melakukan proses penerapan keamanan. Profesional yang menjalankan proses pengamanan akan senantiasa menjadi nilai tambah bagi perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Sertifikasi keamanan informasi ini banyak sekali untuk level individual seperti:

  • Managerial: CISSP, CCISO, CISM, CIPP, CIPM, CRISC, CGEIT, EISM
  • Technical: OSCP, OSCE, OSEE, OSWE, CEH, CSSLP, Security+ CHFI, ECIH, LPT Master, ECSA Master, CREST
  • Audit: CISA, ISO 2700 Lead Auditor, ISO2700 Internal Auditor

DS: Dalam tim teknis sebuah startup digital, idealnya tim keamanan ini terdiri dari bagian apa -saja?

RS: Startup digital akan senantiasa melakukan pengolahan terhadap data-data dalam bentuk digital. Fokus pengamanan sebuah organisasi harus lebih jauh, bukan hanya pada pengamanan data semata, namun jauh lebih besar ke dalam hasil pengolahan data tersebut – biasanya dikenal dengan informasi.

Kebutuhan tim teknis secara umum hanya membutuhkan tiga tim yaitu Yellow (architect), Red (attacker) dan Blue (defender).

  • Yellow: Pada saat melakukan pengembangan sebuah aplikasi, architecture review akan senantiasa dilakukan baik dari sisi aplikasi, infrastruktur, maupun security. Tim Security Architect akan melakukan review terhadap architecture dari aplikasi berdasarkan fungsi, obyektif, rencana pengujian, serta pemantauan terhadap risiko teknis melalui proses threat modelling.
  • Red: Selain tim Yellow, sebuah aplikasi perlu diuji secara internal sebelum merilisnya ke publik. Pengujian ini akan dilakukan oleh tim Red. Fungsi utama dari tim ini adalah melakukan simulasi penyerangan terhadap aplikasi, platform, dan infrastruktur. Skenarionya pun tidak hanya sebatas tes keamanan semata, namun melakukan berbagai simulasi hacking dan social engineering sebagai bagian dari pengujian yang dilakukan.
  • Blue: Selain simulasi penyerangan dijadikan sebagai metode dalam pengamanan aplikasi atau platform, metode lain yang dibutuhkan adalah metode defensif. Tim Blue akan bertanggung jawab terhadap implementasi skenario dan kontrol pertahanan dari serangan pelaku tindak kejahatan siber atau simulasi serangan dari Tim Red seperti implementasi web application firewall, firewall, logging, SIEM, incident handling, dan sejumlah tindakan defensif lainnya.

Dalam perkembangannya, dari ketiga tim ini akan membentuk tim tambahan hasil dari campuran ketiga warna tersebut. Blibli pun menerapkan campuran ini untuk memastikan tim IT dapat beroperasi dengan maksimal. Ketiga tim tambahan tersebut adalah:

  • Green Team (kombinasi dari Blue dengan Yellow): Tim ini akan banyak melakukan perbaikan dari security automation dan code yang dituliskan oleh developer (programmer).
  • Orange Team (kombinasi dari Yellow dengan Red): Tim ini akan membantu Tim Yellow untuk meningkatkan kapasitas tentang keamanan dalam bentuk awareness atau edukasi teknis keamanan.
  • Purple Team (kombinasi dari Red dan Blue): Tim ini adalah sebagai tim penyeimbang untuk meningkatkan kapasitas Tim Red dalam melakukan metode ofensif atau pertahanan serta melakukan evaluasi dan perbaikan dari Tim Blue dalam melakukan pertahanan.

DS: Sebagai studi kasus, bagaimana Blibli menerapkan standar keamanan dan privasi data? Fitur apa yang disajikan untuk mengantisipasi kegagalan sistem dari sisi konsumen dan dari sisi platform?

RS: Blibli berkomitman untuk mengutamakan kepuasan pelanggan. Salah satu caranya adalah memastikan bahwa keamanan data pelanggan terlindungi dan terkelola dengan baik.

Keamanan data pelanggan merupakan subset atau bagian dari proses pengendalian keamanan informasi, sehingga dalam pelaksanaannya kami melakukan tiga metode pengendalian yang meliputi:

  • Preventive: Pengendalian dengan pendekatan pencegahan ini kami lakukan dengan melakukan perubahan budaya paradigma keamanan informasi. Beberapa kegiatan yang kami lakukan termasuk kampanye yang meningkatkan awaraness pelanggan akan keamanan data, menerapkan kendali terhadap akses dan teknologi sesuai kebutuhan stakeholder, serta bekerja sama dengan pihak eksternal resmi seperti Badan Sandi dan Siber Negara, komunitas Keamanan Informasi untuk meningkatkan keamanan yang lebih luas.
  • Detective: Dalam proses ini, pengendalian lebih ditekankan kepada aspek deteksi dengan harapan terdapatnya perbaikan terhadap peningkatan keamanan informasi dan melihat tingkat efektivitas terhadap kontrol yang kita miliki. Analisis log, pengujian keamanan, dan laporan secara berkala merupakan langkah-langkah deteksi yang kami lakukan.
  • Corrective: Pengendalian ini bertujuan untuk memperbaiki kondisi tingkat keamanan pada saat sebuah insiden terjadi. Pembentukan tim Computer Incident Response Team (CIRT) dan Cyber Security Incident Response Team (CSIRT), serta proses pengelolaan manajemen insiden merupakan salah satu metode yang diterapkan oleh Blibli.

Kami akui bahwa saat ini tindakan kejahatan dalam dunia siber semakin hari semakin meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas. Dalam pengamanannya kami menerapkan banyak kontrol keamanan baik dari sisi pelanggan maupun platform kami. Berikut ini adalah beberapa poin yang telah kami kembangkan demi menjaga keamanan data dan kenyamanan bertransaksi.

(1) Pengamanan terhadap sistem e-commerce.

Penggunaan 100% secure communication untuk layanan yang dapat diakses oleh publik. Selain memudahkan pelanggan dalam berbelanja, juga memastikan semua layanan transaksi tersebut berjalan dengan aman.

Implementasi Bot Detection System (BDS) untuk melakukan deteksi transaksi yang dilakukan oleh bot. Tindakan ini kami lakukan untuk memastikan pelanggan riil dapat menikmati promosi yang sifatnya terbatas (flash sale, kode voucher, dan lainnya), bukan bot yang disiapkan untuk melakukan eksploitasi.

Menjalankan Secure Software Development Lifecycle (SDLC). Dengan adopsi shifting left, Blibli sudah menjalankan proses SDLC yang aman sehingga kami dapat melakukan antisipasi tehadap kerentanan yang mungkin terjadi pada aplikasi.

Implementasi Security Operations Center (SOC) sehingga kami dapat melakukan deteksi terhadap traffic yang berpotensi menjadi ancaman. Selain itu dengan SOC ini Blibli dapat menjaga keamanan lingkungan digital perusahaan dari pihak yang tidak berwenang agar tidak dapat mengakses Data Pelanggan.

Pengembangan aplikasi dan produk senantiasa mengedepankan aspek pengelolaan risiko, di mana setiap risiko akan dikendalikan melalui kontrol yang sesuai.

(2) Perlindungan pelanggan.

Blibli telah menambahkan fitur Phone Number Verification dan Email Recovery sebagai salah satu kontrol untuk melindungi dan meningkatkan keamanan akun pelanggan.

Dalam menghadapi ancaman tindakan fraud, kami menerapkan fitur 3D Secure for credit card payment dan mengirimkan OTP kepada pelanggan saat bertransaksi dengan Blipay dan BCA OneKlik.

Menjalankan phishing site detection, fitur yang memberikan kemudahan kepada pelanggan Blibli dalam proteksi terhadap percobaan phishing.

End-to-end encryption untuk semua fitur yang mengandung informasi kritis dari pelanggan seperti password, credit card, dan informasi sensitif lainnya.

DS: Sebagai sebuah worst case scenario, ketika sistem mendapati isu data breach, apa yang seharusnya dilakukan oleh perusahaan — baik dari sisi tim pengembang, tim komunikasi ke pelanggan dll?

RS: Sebuah organisasi harus sedini mungkin menyiapkan mekanisme skenario terburuk dari sebuah serangan termasuk skenario kebocoran data. Tindakan pencegahan dan respons terhadap kebocoran data harus melibatkan semua pihak baik dari sisi tim IT, Security, komunikasi, legal, serta jajaran manajemen.

Setiap organisasi setidaknya harus memiliki prosedur baku dalam persiapan penanganan insiden. Setiap insiden yang terjadi tidak harus diinformasikan kepada pelanggan. Perusahaan juga harus melakukan kategorisasi insiden yang terjadi (apakah insiden termasuk ke dalam kategori aktivitas malicious code, penggunaan akses yang tidak normal, percobaan phishing spear atau insiden lain yang menyebabkan data terekspos).

Selain kategori tersebut di atas, tim incident handling harus menganalisis dampak dari kejadian tersebut. Penggunaan matriks yang diturunkan dari matriks risiko akan membantu tim melakukan perhitungan dengan lebih tepat dan cepat. Analisis ini perlu juga ditunjang dengan proses validasi dan klasifikasi dari insiden tersebut. Apakah insiden ini benar-benar valid atau hanya sebatas false positive, apakah kejadian ini memiliki dampak yang sesuai dengan laporan pertama, serta data atau sistem apa saja yang terkena dampak dari insiden ini.

Setelah melakukan analisis dan klasifikasi, langkah berikutnya adalah menentukan prioritas baik dari jenis insiden maupun langkah kontrol untuk perbaikan yang sifatnya sementara supaya insiden ini tidak memberikan dampak yang lebih besar. Proses investigasi awal dengan melakukan analisis, validasi, klasifikasi, serta penentuan prioritas ini biasanya dikenal dengan Incident Triage. Incident Triage ini harus dilakukan dengan teliti dan matang, mengingat ini akan menjadi input utama untuk menentukan langkah selanjutnya.

Jika pada fase incident triage menghasilkan kesimpulan bahwa insiden terjadi, proses notifikasi harus secepatnya diberikan kepada setiap komponen organisasi yang terlibat. Notifikasi cepat ini harus melibatkan:

  • Tim Legal untuk melihat dari aspek regulasi dan hukum yang berlaku.
  • Tim IT untuk secepatnya berkoordinasi dalam melakukan penanganan awal dari insiden yang terjadi, termasuk tim infrastructure dan developer untuk melakukan perbaikan secepatnya.
  • Management representative untuk memberikan laporan terbaru dari status insiden serta meminta saran, rekomendasi, serta arahan untuk keputusan.
  • Tim Komunikasi untuk memberikan pernyataan resmi (baik secara reaktif atau proaktif) kepada publik mengenai kondisi insiden saat ini dan apakah insiden ini valid atau tidak valid.

Seiring dengan proses notifikasi tersebut, tim penanganan insiden harus secepatnya menjalankan proses containment. Fungsi dari proses ini adalah menghentikan laju dari dampak insiden tidak semakin meluas ke aset dan sistem lain. Tujuan lain containment adalah mengurangi kerugian atas dampak yang lebih besar dari insiden tersebut.

Tim penanganan insiden juga harus mampu melakukan pengumpulan bukti-bukti dari setiap insiden ini. Pengumpulan bukti ini menjadi bagian penting dalam pembuatan laporan dan menentukan proses forensic dari insiden tersebut. Hasil forensic ini akan menjelaskan detail informasi dari insiden tersebut seperti:

  • Metode penyerangan.
  • Jenis kerentanan yang digunakan untuk melakukan eksploitasi.
  • Kontrol keamanan yang mampu menahan serangan.
  • Jenis aplikasi atau sistem yang digunakan sebagai dormant host atau jalan masuk penyerang serta informasi detailnya.

Setelah ditemukan inti permasalahan, tim penanganan insiden secepatnya melakukan pembetulan pada kesalahan pemrograman atau patching terhadap sejumlah kerentanan yang ditemukan dan dijadikan sebagai jalan masuk dari insiden tersebut. Dalam penanganan insiden, melakukan patching ini biasa disebut dengan proses pemberantasan atau eradication process. Beberapa contoh lain dari proses ini adalah dengan penggantian perangkat yang malfungsi, mengubah konfigurasi baik dari perangkat infrastruktur, security maupun code dari developer, serta melakukan improvement (instalasi) baru untuk meningkatkan keamanan.

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh tim penanganan adalah melakukan pemulihan sistem, layanan, serta data yang terkena dampak dari insiden tersebut. Tim penanganan harus dapat memastikan bahwa semua layanan kembali normal.

Tim penanganan harus membuat laporan lengkap mengenai insiden dan melaporkannya ke pihak terkait. Selain manajemen perusahaan, tim dapat melaporkannya kepada pemerintah apabila insiden termasuk dalam kategori kritis dan berhubungan dengan pelanggan. Pada saat memberikan informasi kepada stakeholder, setidaknya ada beberapa poin yang harus dilakukan atau disampaikan:

  • Komunikasikan insiden ini dengan bahasa yang sederhana kepada stakeholder yang tepat.
  • Berikan informasi yang transparan, termasuk informasi tentang keterlibatan semua pihak dalam melakukan perencanaan persiapan insiden merupakan salah satu pendekatan terbaik. Informasikan juga bahwa kejadian ini di luar kontrol organisasi, mengingat organisasi sudah melakukan serangkaian kegiatan preventif.
  • Berikan informasi secara wajar dan akurat terkait dengan dampak dari insiden tersebut. Termasuk di dalamnya informasi tentang
  • Apa yang terjadi dengan data, semisal meski datanya terekspos tapi masih terlindungi oleh enkripsi.
  • Langkah atau tindakan yang harus dilakukan pelanggan jika proses penanganan masih dalam tahap investigasi atau perbaikan, seperti mengganti password semua akun digital dan pengecekan saldo (untuk platform finansial) secara reguler

Melakukan tindakan (incident response) terhadap kebocoran data merupakan sebuah tindakan kritis yang harus segera dilakukan. Namun demikian tindakan pencegahan merupakan kunci utama dalam melakukan reaksi dan respons terhadap kebocoran data tersebut.

DS: Terakhir, mungkin ada buku, online course atau sumber belajar lain yang dirasakan oleh Pak Ricky untuk dapat dipelajari penggiat startup terkait metodologi, konsep, hingga praktik keamanan dan privasi data?

RS: Saat ini banyak platform yang bisa digunakan untuk meningkatkan kapasitas dalam keamanan informasi baik untuk pelaku bisnis startup atau individual. Baik dari yang sifatnya free, freemium maupun premium baik dari sisi managerial maupun dari sisi teknis. Platform yang biasa kami gunakan adalah O’reilly, udemy, cybrary.it, hackerone, hackthebox, hacking-lab, pwnable, coursera, opensecurity training, heimdal security, san cyberaces, owasp, openSAMM project dan masih banyak lagi beberapa platform community yang bisa digunakan.

Di Blibli, kami senantiasa melakukan peningkatan kapasitas dari tim IT, salah satunya adalah melakukan edukasi terhadap pengembangan produk melalui secure coding training, seminar, dan internal sharing session secara periodik. Kami juga mengajak rekan-rekan IT di Blibli untuk bergabung dalam komunitas IT. Fungsi dari keikutsertaaan karyawan di komunitas adalah memperluas network serta mendapatkan update mengenai isu-isu terkini, baik yang terjadi di dalam maupun luar negeri.

The Impact of Covid-19 Pandemic for Startup Business in Indonesia

The government appeal to working from home and recommend physical distancing related to the Covid-19, especially in Jakarta area, has an impact on three centaur startup in Indonesia, Blibli.com, Modalku, and TaniHub Group.

TaniHub Group’s CEO, Ivan Arie Sustiawan said the agriculture e-commerce service is getting customers’ increase up to 20,000. The rise has impacted 15%-20% of transaction orders.

Not only vegetables, fruits, and harvested goods, the high demand also applies to herbs and other ingredients to improve body immune.

In anticipating the increase, he said, TaniHub has applied some new terms regarding food sofety to protect the safety and health of employees, partners, and customers without affecting the service quality. The food safety initiative actually exists since the beginning of TaniHub Group.

Capex evaluation plan

On the other hand, due to the unstable situation, TaniHub will re-evaluate all the ongoing capex [capital expenditures] in 2020. He said the initiative is for TaniHub can focus more on the investment with a direct impact on product availability for the public.

“Therefore, we allocated capex to add up on items availability, infrastructure, and some more delivery fleets,” he told DailySocial.

The same phenomenon occurs at Blibli.com. The marketplace which was established in 2010 experienced a surge in transactions for certain products such as hand sanitizers, health products, and fresh food. In fact, after the government announced a call to work from home, its services experienced a significant jump in transactions in utilities, cooking oil, milk and baby food products.

“Since the first COVID-19 case occurred in China, Blibli has anticipated by compiling several business scenarios with consideration if this case goes to Indonesia,” Blibli.com CEO Kusumo Martanto told DailySocial.

One of the business scenarios includes determining the focus of the business and allocation of funds for business development in 2020. As he said, the call to conduct social distancing is considered to have an effect on how companies allocate marketing spend.

When it was intended for company activities under normal circumstances, this allocation will later be used according to the needs of the latest conditions in Indonesia.

“To date, Blibli has not revised our business targets for 2020,” he said.

Currently, he continued, Blibli is focused on adjusting operational services with the current situation. Some of the strategies are shipping without contact (contactless shipping) where Blibli Express Service (BES) couriers are required to use masks and gloves when sending goods. This procedure is applied to all Blibli logistics partners.

Moreover, they also maintain product availability by applying order limitation procedures at merchant partners. In order to comply with the government’s appeal, this strategy applied to avoid irresponsible parties to hoard goods.

The impact on loan distribution

Also, the WFH and social distancing issue have affected the P2P lending Modalku. The company said some borrowers submit for rescheduled payment. It was due to Modalku’s segment that targets SMEs which had a major impact on the current situation.

“However, we will discuss further to the borrowers for solution related to the sustainability of SMEs businesses,” Modalku’s Co-Founder and CEO, Reynold Wijaya told DailySocial.

The centaur startup is in the middle of the mitigation process, one is to adjust loan services both limit and tenor. Therefore, the more comprehensive selection on the existing potential borrowers.

The team also guarantee the “responsible lending” principal by making assessment towards borrower’s financial ability to pay off their debt.

“In terms of target revision, we’re still on internal discussing since we’re currently focused on supporting SMEs which business has been affected by Covid-19 issue,” he added.

Per March 2020, Modalku has channeled around 1,750,506 loans worth of Rp13.49 trillion. The bad credit (default) is around 1.31 percent.

Back to the equilibrium state

As Mark Ventura Liman Rahardja said as the VP of Investor Relations & Strategy of BRI Ventures, this situation will trigger imbalances between sectors. Some sectors will be affected by the spread of COVID-19, otherwise other sectors will gain profits.

According to his hypothesis, social distancing will automatically change the way people shop. Especially since the government urged people to work from home, public space has no longer crowded. The government also began to close some tourist areas.

“In this case, e-commerce services and online healthcare will rise. On the other hand, it’ll be very hard for OTA players due to travel bans. Fortunately, instead of having only one vertical, some players have other business verticals to put on compensation. Hopefully, one or two quarters, the situation will return to the equilibrium state,” he told DailySocial back then.

Previously, the giant VC company Sequoia Capital had warned that the spread of COVID-19 would have a turbulent effect on business and investment climate in the startup industry. Sequoia even referred to Covid-19 as “The Black Swan in 2020”.

Sequoia warned the entire startup ecosystem and its derivatives to rethink a number of aspects of its business throughout this year. Some of these important aspects are capital management and expenditure, fundraising, sales predictions, talent acquisition, increased productivity, and marketing strategies.

“Even though your business may not directly be affected by this pandemic, you need to anticipate for consumers’ changing spending habits,” Sequoia said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Imbas Pandemi Covid-19 Bagi Sejumlah Startup di Indonesia

Imbauan pemerintah untuk bekerja dari rumah dan menerapkan social distancing terkait penyebaran Covid-19, terutama di Jakarta, rupanya memberikan pengaruh bagi tiga startup centaur Indonesia, yakni Blibli.com, Modalku, dan TaniHub Group.

Disampaikan CEO TaniHub Group Ivan Arie Sustiawan, layanan e-commerce hasil pertanian ini mengalami peningkatan pengguna sehingga kini jumlahnya mencapai lebih dari 20.000. Kenaikan turut mendongkrak transaksi pemesanan sekitar 15-20 persen.

Tak hanya penjualan buah, sayur, dan hasil tani, permintaan tinggi juga terjadi pada produk tanaman herbal dan produk lain yang bermanfaat untuk meningkatkan imunitas tubuh.

Dalam mengantisipasi lonjakan permintaan ini, ujarnya, TaniHub menerapkan beberapa kebijakan baru terkait food sofety untuk melindungi keselamatan dan kesehatan karyawan, mitra, dan pelanggan tanpa mengurangi tingkat pelayanan. Prosedur food sofety ini sendiri sebetulnya sudah dijalankan sejak awal TaniHub Group berdiri.

Evaluasi rencana capex

Di sisi lain, karena ketidakpastian situasi sekarang, TaniHub mengevaluasi kembali seluruh rencana penggunaan modal (capex – capital expenditures) yang sedang maupun yang belum berjalan di 2020. Menurutnya, langkah ini diambil agar TaniHub bisa lebih fokus pada investasi yang memberikan dampak langsung terhadap ketersediaan produk kepada masyarakat.

“Jadi, kami mengalokasikan capex untuk menambah kapasitas persediaan barang, infrastuktur, serta menambah armada pengantaran kami,” tambahnya kepada DailySocial.

Fenomena sama terjadi pada Blibli.com. Markeplace yang berdiri di 2010 ini mengalami lonjakan transaksi untuk produk tertentu seperti hand sanitizer, produk kesehatan, dan makanan segar. Malahan, pasca pemerintah mengumumkan imbauan bekerja dari rumah, layanannya mengalami lonjakan transaksi yang signifikan pada produk utilities, minyak goreng, susu, dan makanan bayi.

“Sejak kasus COVID-19 pertama terjadi di Tiongkok, Blibli telah melakukan antisipasi dengan menyusun beberapa skenario bisnis dengan pertimbangan jika kasus ini masuk ke Indonesia,” ujar CEO Blibli.com Kusumo Martanto kepada DailySocial.

Salah satu skenario bisnis yang dimaksud mencakup penentuan fokus bisnis dan alokasi dana untuk pengembangan bisnis di 2020. Menurutnya, imbauan untuk melakukan social distancing dinilai bakal berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan mengalokasikan marketing spending.

Jika awalnya diperuntukkan pada kegiatan perusahaan dengan situasi normal, alokasi ini nantinya akan digunakan sesuai kebutuhan kondisi terkini di Indonesia.

“Sejauh ini, Blibli tidak melakukan revisi target bisnis kami untuk tahun 2020,” ungkapnya.

Untuk saat ini, lanjutnya, Blibli fokus untuk menyesuaikan layanan operasional sesuai dengan kondisi saat ini. Beberapa strateginya adalah melakukan pengiriman tanpa kontak (contactless shipping) di mana kurir Blibli Express Service (BES) diwajibkan menggunakan masker dan sarung tangan pada saat mengirim barang. Prosedur ini diterapkan ke seluruh mitra logistik Blibli.

Kemudian, pihaknya juga berupaya untuk menjaga ketersediaan produk dengan melakukan prosedur pembatasan stok pada mitra merchant. Sesuai imbauan pemerintah, strategi ini dilakukan untuk menghindari para pihak tidak bertanggungjawab untuk menimbun barang.

Mulai berimbas ke penyaluran pinjaman

Di sisi lain, kebijakan WFH dan social distancing berimbas terhadap bisnis P2P lending milik Modalku. Menurut perusahaan, sejumlah peminjam mulai mengajukan rescheduling pembayaran utang. Imbas ini karena Modalku bermain di segmen UMKM yang cukup terpukul situasi sekarang.

“Namun, kami akan berdiskusi dengan para peminjam untuk menemukan solusi terkait untuk mendukung keberlangsungan perkembangan bisnis UMKM,” ungkap Co-Founder dan CEO Modalku Reynold Wijaya dalam pernyataannya kepada DailySocial.

Startup centaur ini tengah menyiapkan sejumlah langkah mitigasi, seperti melakukan penyesuaian dalam pemberian pinjaman, baik limit dan tenor pinjaman. Kemudian, melakukan seleksi lebih komprehensif terhadap calon peminjam maupun peminjam existing.

Pihaknya juga menjamin untuk tetap menerapkan prinsip “responsible lending”  dengan melakukan penilaian terhadap kemampuan finansial peminjam dalam melunasi pinjamannya.

“Soal revisi target, kami masih lakukan diskusi di internal mengingat saat ini kami masih fokus untuk mendukung UMKM yang bisnisnya terdampak oleh Covid-19,” tambahnya.

Per Maret 2020, Modalku telah menyalurkan sebanyak 1.750.506 jumlah pinjaman yang senilai Rp13,49 triliun. Tingkat gagal bayar (default) Modalku berkisar di angka 1,31 persen.

Kembali ke titik ekuilibrium

Menurut VP of Investor Relation & Strategy BRI Ventures Markus Liman Rahardja, situasi seperti ini bakal memicu terjadinya ketidakseimbangan antar sektor. Beberapa sektor akan terdampak penyebaran COVID-19, sebaliknya sektor lain bakal mendulang keuntungan.

Menurut hipotesisnya, social distancing otomatis akan mengubah cara orang berbelanja. Apalagi sejak pemerintah mengimbau masyarakat untuk bekerja dari rumah, ruang publik mulai sepi. Pemerintah juga mulai menutup kawasan wisata di sejumlah daerah.

“Dalam hal ini, layanan e-commerce dan online healthcare bakal naik. Di sisi lain, pemain OTA akan hit hard karena travel ban. Untungnya, beberapa player tidak main di satu vertikal, jadi vertikal bisnis lain bisa compensate. Hopefully, one or two quarter situasinya bakal kembali ke titik ekuilibrium,” jelasnya kepada DailySocial beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, perusahaan VC raksasa Sequoia Capital telah memperingatkan bahwa penyebaran COVID-19 bakal memberikan efek turbulensi terhadap bisnis dan iklim investasi di industri startup dunia. Sequoia bahkan menyebut Covid-19 sebagai “The Black Swan di 2020”.

Sequoia memperingatkan seluruh ekosistem startup dan turunannya untuk memikirkan ulang sejumlah aspek bisnisnya di sepanjang tahun ini. Beberapa aspek penting ini adalah pengelolaan dan pengeluaran modal, penggalangan dana, prediksi penjualan, penambahan karyawan, peningkatan produktivitas, hingga strategi marketing.

“Meskipun mungkin bisnis Anda belum akan terdampak langsung dari kasus ini, Anda perlu mengantisipasi bahwa konsumen bisa saja mengubah spending habit mereka,” menurut Sequoia.

Optimisme Blibli Masuk Ranah Offline Melalui BlibliMart

Pekan lalu (28/1) Blibli meresmikan toko offline BlibliMart, sebuah upaya untuk mengukuhkan posisinya sebagai online superstore dengan memperkuat strategi omnichannel. Alasan kuat perusahaan untuk terjun ke ranah ini, tak lain untuk memenangkan kompetisi pasar di industri ritel.

Kepada DailySocial, SVP of Trade Partnership Blibli Francisca Krisantia Nugraha menerangkan, konsumen di pasar ritel didominasi oleh kaum milenial yang sudah terbiasa berbelanja dan bertransaksi online secara cashless.

Studi Nielsen menunjukkan, jumlah konsumen yang berbelanja online meningkat 29% pada tahun 2018 dibandingkan dua tahun sebelumnya. Mayoritas konsumen ini didominasi oleh milenial. Menyisakan segmen minoritas yang memilih untuk tidak belanja online.

Kekosongan ini diterjemahkan oleh Blibli dengan merilis toko offline BlibliMart, agar dapat menjangkau semua tipe konsumen. Sekaligus melengkapi strategi omnichannel  Blibli agar lebih komprehensif secara end-to-end, memastikan diri sebagai online superstore bisa memenangkan kompetisi pasar di industri ritel.

“Penerapan strategi omnichannel yang menyinergikan kanal online dan offline menjadi semakin penting untuk diterapkan oleh perusahaan ritel di masa depan, penting untuk menjawab perubahan perilaku konsumen,” tutur Francisca.

“Memiliki kanal penjualan online dan offline penting untuk menyediakan segala keperluan mereka kapan pun dan di mana pun,” sambung dia.

Sebelum terjun ke toko offline, Blibli sejauh ini memperluas kehadiran omnichannel melalui konsep ritel baru, seperti fitur Click & Collect yang sudah dirilis resmi pada tahun lalu.

Toko perdana BlibliMart berlokasi di Jakarta, tepatnya di Gedung Sarana Jaya, Jakarta Pusat dengan jam operasional dari pukul 8 pagi sampai 6 sore. Di sini tidak menerima pembayaran tunai alias cashless dan cashierless.

Didukung sepenuhnya oleh GoPay sebagai metode pembayarannya. Cukup Scan & Go dengan menggunakan aplikasi Blibli untuk memindai barcode harga di kemasan produk. Lalu membayar seluruh keranjang belanjanya dengan GoPay.

BlibliMart sendiri adalah kategori groceries di Blibli yang hadir sejak tahun 2018. Kategori ini terkuat kedua, setelah produk elektronik, dari segi tingkat pesanan dan GMV.

Ada delapan sub kategori yang dijual di dalam aplikasi, mulai dari minuman, makanan ringan, perawatan rumah tangga, perawatan kulit tubuh, kebutuhan ibu dan anak, makanan beku dan makanan segar.

Namun pada toko offline-nya, ada penambahan produk yang disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan seperti produk kesehatan dan kecantikan, Galeri Indonesia, mainan anak, otomotif, aksesoris elektronik, dan gadget. Artinya lebih dari separuh kategori di aplikasi Blibli, masuk ke toko offline.

Francisca menegaskan perusahaan tidak akan merilis aplikasi terpisah. Dikarenakan BlibliMart adalah layanan yang terintegrasi ke dalam ekosistem Blibli. Ia memanfaatkan seluruh infrastruktur fisik, sistem TI dan fitur-fitur yang ada di aplikasi, termasuk gudang, fleet Blibli Express Service untuk mendukung pengiriman cepat di hari yang sama.

“Keseluruhan ekosistem ini penting dalam mendukung pengoperasian dan perkembangan BlibliMart.”

Dia belum bersedia memberikan penjelasan lebih jauh lokasi berikutnya yang akan dipilih untuk toko offline-nya tersebut.

Diyakini tingkat pesanan di BlibliMart dapat tumbuh tiga kali lipat dan GMV naik 2,5 kali lipat pada tahun ini. Target ini juga didukung dengan perluasan jumlah produk senilai dua kali lipat. Tahun lalu, BlibliMart mencatat pertumbuhan order sebesar 313% dan GMV 227%. Pertumbuhan didukung oleh kenaikan volume produk senilai 300%.

Pengembangan berikutnya untuk BlibliMart

Toko offline BlibliMart adalah bagian dari strategi BlibliMart untuk tahun ini yang menyinergikan tiga pendekatan utama. Ketiganya yakni memperkuat manajemen rantai pasokan, menyediakan layanan inovatif sesuai kebutuhan pelanggan dan memperluas kehadiran omnichannel dengan konsep ritel baru.

Bila diterjemahkan lebih dalam, ketiganya dijawab dengan tiga langkah bisnis. Pertama, memperkuat manajemen rantai pasokan dengan mempererat hubungan dengan perusahaan FMCG dan mendekatkan produk kepada pelanggan. Francisca menyebut tahun ini Blibli akan menambah gudang menjadi 21 unit, serta hub dan mobile hub menjadi 43 unit untuk mempercepat pengiriman.

Kedua, menghadirkan fitur inovatif yang sesuai kebutuhan pelanggan, misalnya merilis fitur pengiriman otomatis untuk pelanggan. Rencananya pada kuartal pertama ini, seluruh gudang Blibli di Jabodetabek akan menawarkan layanan tersebut. Kemudian, fitur berlangganan produk yang bakal di rilis pada periode yang bersamaan.

Terakhir, memperluas kehadiran omnichannel melalui konsep ritel baru yang sudah dijawab dengan merilis Click & Collect dan toko offline BlibliMart.

Application Information Will Show Up Here

E-Commerce vs Social Commerce: Adu Kemudahan Berbelanja Online

Ibu saya makin mahir mengutak-atik media sosial dari smartphone-nya. Suatu saat ia iseng berkonsultasi tentang produk taplak meja yang tak sengaja ia temukan di Instagram.

“Motif taplak mana yang bagus?”. Saya yang lebih terbiasa belanja lewat platform e-commerce membalasnya dengan nada sangsi, “Yakin Bu mau beli lewat sini? Aku cariin di tempat biasa aku beli deh.”

Selang beberapa waktu, tiba-tiba ibu memanggilku ke kamarnya. Dia bilang, “Tolong kamu transfer uang ke rekening ini ya, nanti ibu kasih uangnya tunai.” Sontak aku bertanya lagi, “Ibu yakin? Tokonya bener gak?” sambil saya cek isi chat ibu dengan penjualnya di WhatsApp.

Isinya tidak ada yang mencurigakan. Berhubung nilai barang yang ibu beli tidak terlalu mahal, akhirnya permintaan ku turuti. Paket pun datang beberapa hari kemudian, barang yang dipesan sesuai deskripsi.

Contoh keseharian di atas bisa menjadi contoh bagaimana kebiasaan orang belanja online saat ini. Ada yang cenderung tanya detail karena khawatir takut salah beli. Ada juga yang lebih suka cari di satu aplikasi, lalu dibanding-bandingkan dari segala sisi.

Disamping kekurangan dan kelebihan, belanja lewat media sosial punya banyak penggemarnya sendiri. Kebiasaan tersebut akhirnya membentuk dua kubu, belanja lewat media sosial atau platform e-commerce. Makin ke sini, sekat antara keduanya semakin jadi abu-abu, sehingga melahirkan konsep social commerce.

Laporan “Asia Social Commerce Report 2018” yang dirilis PayPal bersama Blackbox Research menunjukkan Instagram dan Facebook menjadi media sosial yang paling banyak digunakan penjual di Indonesia untuk mempromosikan bisnisnya.

Platform ini berkembang pesat karena mampu memberikan pengalaman yang berbeda dengan belanja offline. Sebab memungkinkan ada rekomendasi dari teman atau ulasan dari konsumen lainnya yang akhirnya memengaruhi keputusan calon konsumen untuk membelinya.

Alasan Merchant Berjualan di Media Sosial Menurut Survei PayPal / DailySocial
Alasan Merchant Berjualan di Media Sosial Menurut Survei PayPal / DailySocial

Studi ini melibatkan 4 ribu konsumen dari Tiongkok, India, Hong Kong, Singapura, Thailand, Filipina, dan Indonesia, serta 1.400 merchant UKM. Sebanyak 94% pedagang di Filipina memanfaatkan Facebook, begitu pula di Indonesia (92%), dan India (89%). Instagram paling banyak dipakai oleh merchant dari Indonesia (72%), Filipina (56%), dan Hong Kong (50%).

Dijelaskan juga tiga alasan utama berdagang di media sosial semakin diandalkan. Sebanyak 63% responden menilai platform ini lebih mudah meraih pasar potensial yang lebih luas; 57% responden menilai lebih gampang buka bisnis lewat media sosial; 48% responden mengatakan platform ini dapat meningkatkan jaringan teman dan kenalan yang bisa mendorong pertumbuhan bisnis.

Mendukung laporan di atas, dalam survei terbarunya, APJII menyebut Facebook (50,7%) sebagai media sosial yang paling banyak dikunjungi responden. Diikuti Instagram (17,8%), YouTube (15,1%), Twitter (1,7%), dan LinkedIn (0,4%).

APJII juga menyoroti layanan yang paling sering dipakai untuk belanja online. Posisi teratas ditempati oleh Shopee (11,2%), Bukalapak (8,4%), Lazada (6,7%), Tokopedia (4,3%), dan Traveloka (2,3%). Barang yang dibeli menurut responden adalah sandang (14,6%), buku (4%), aksesoris (3%), tas (2,9%), dan barang elektronik (3%).

Barang yang Pernah Dibeli Secara Online Menurut Survei APJII / DailySocial
Barang yang Pernah Dibeli Secara Online Menurut Survei APJII / DailySocial

Bicara potensi, bisa menengok laporan McKinsey “The digital archipelago: How online commerce is driving Indonesia’s economic development (2018)”. Laporan ini memprediksi sekitar 30 juta orang yang telah belanja lewat platform online dari total populasi 260 juta di 2017.

Adapun prediksi nilai transaksi GMV dari online commerce mencapai $8 miliar di periode yang sama. Angka berasal dari kontribusi platform e-commerce resmi sebesar $5 miliar, dan informal commerce lebih dari $3 miliar (ada yang menyebut sampai $5 miliar).

McKinsey memproyeksikan angka GMV bakal menggelembung hingga $55 miliar-$65 miliar di 2022 mendatang. Informal commerce disebutkan berkontribusi sekitar $15 miliar-$25 miliar, sisanya dikuasai oleh e-commerce resmi.

Penetrasi online commerce bakal naik jadi 83% dari 74% di tahun yang sama. Secara paralel, rata-rata pengeluaran individu juga tumbuh dari $260 per tahun menjadi $620 di 2022.

Kenaikan platform e-commerce lantaran meningkatnya kepercayaan konsumen terhadap ekosistem dan makin banyak UMKM yang “go online,” variasi produk yang dijual semakin banyak, dan opsi pengiriman yang dapat diandalkan.

Potensi belanja online menurut riset McKinsey & Company / DailySocial
Potensi belanja online menurut riset McKinsey & Company / DailySocial

McKinsey mendefinisikan e-commerce resmi sebagai jual beli barang fisik melalui platform online yang memfasilitasi transaksi dengan menampilkan produk dan memungkinkan pembayaran dan pengiriman. Pemain yang masuk dalam kategori ini seperti Tokopedia, Blibli, Bukalapak, Lazada, Shopee, dan niche juga masuk Zalora, Hijup, Zilingo.

Sementara, informal commerce sebutan lain dari social commerce, memfasilitasi jual beli barang fisik melalui platform media sosial dan kirim pesan instan, seperti Facebook, Instagram, Line, dan WhatsApp, namun pembayaran dan pengiriman ditangani di tempat lain.

McKinsey menjelaskan social commerce memegang peranan penting dalam perkembangan transaksi digital di Indonesia. Lantaran, platform ini dipakai untuk jembatan menuju “go digital,” juga cara untuk menghindari biaya yang sangat tinggi dari iklan media tradisional, sebelum bermigrasi ke platform e-commerce resmi.

Revolusi fitur commerce di Facebook dan Instagram

Berdasarkan laporan di atas, bisa dikatakan Facebook dan Instagram bisa dikatakan sebagai media sosial paling dicintai semua orang. Indonesia menjadi salah satu negara utama buat platform besutan Mark Zuckerberg ini dalam menggenjot pendapatan iklannya.

Menengok laporan keuangan Facebook, total pengguna secara global tumbuh 8% yoy selama semester I 2019. Pengguna aktif harian (DAU) mencapai 1,59 miliar dengan pertumbuhan hampir 1,9% per kuartalnya. Kontributornya dari India, Indonesia, dan Filipina. Sementara, pengguna aktif bulanannya (MAU) mencapai 2,41 juta dengan pertumbuhan 1,3%.

Pendapatan Facebook mayoritas berasal dari bisnis iklan. Di periode yang sama, pertumbuhan bisnis iklan mencapai 28% menjadi $16,6 miliar (lebih dari 236 triliun Rupiah) dengan kontribusi 98,4% untuk keseluruhan pendapatan.

Di Indonesia sendiri, menurut We Are Social, pengguna Facebook ada lebih dari 130 juta akun dan 62 juta akun Instagram pada tahun lalu. Sementara, Twitter dan Snapchat tidak ada separuhnya, secara berturut-turut sebesar 6,43 juta dan 3,8 juta. Angka ini dilihat berdasarkan pengguna aktif bulanan (MAU).

Kue bisnis iklan digital yang begitu lezat ini, jadi manuver Facebook dalam memperkuat fitur commerce di dalam platform-nya sendiri, maupun di anak-anak usahanya. Namun, bila dibandingkan antara keduanya, Instagram dipercaya banyak ahli sebagai kandidat terkuat untuk mendalami social commerce.

Facebook punya fitur Marketplace resmi hadir di 2016, pengguna bisa melihat produk yang dijual pedagang dan menghubunginya lewat Messenger. Yang dijual bermacam-macam, tidak hanya fesyen saja tapi juga produk kecantikan, elektronik hingga properti.

Selain itu, ada fitur Buy and Sell Groups. Konsepnya seperti OLX, namun ada sedikit rasa Kaskus karena harus tergabung dalam grup komunitas untuk bisa bertransaksi. Disediakan pula Messenger untuk menghubungi penjual.

Fitur Facebook Marketplace / Facebook
Fitur Facebook Marketplace / Facebook

Dari segi penawaran memang menggiurkan, dengan pendekatan lokal, penjual ditawarkan kemudahan untuk menjajakan dagangannya selayaknya sedang berselancar di Facebook. Mereka bisa dilacak berdasarkan lokasi, harga, dan ketertarikan calon pembeli. Bahkan dapat pasang iklan agar terpampang di laman teratas.

Dibandingkan dengan Instagram, sejak awal fitur commerce diperkenalkan, Instagram terlihat lebih serius. Didukung dari basis awal sebagai aplikasi berbagi foto, visual jadi unsur yang paling ditonjolkan. Pun, konten visual jadi tren generasi muda dalam mengonsumsi konten di internet.

Setelah menyediakan profil bisnis dan layanan iklan, Instagram berhasil mengalahkan dominasi Snapchat sebagai video durasi singkat lewat Stories-nya. Kemudian, makin “gahar” setelah menambahkan IG Shop sebagai cikal bakal social commerce, memungkinkan pengguna untuk langsung belanja di akun bisnis dalam in-app browser.

Fitur Commerce di dalam Instagram / Instagram
Fitur Commerce di dalam Instagram / Instagram

Cukup tap foto yang diunggah profil bisnis, nanti akan terlihat tag harga barang dan tombol View on Website untuk diarahkan ke situs brand menyelesaikan pembayaran. Atau memasukkan produk ke dalam kolom wishlist. Fitur ini punya kelemahan karena pengguna harus keluar dari aplikasi untuk langsung membeli barang yang diincar.

Akhirnya muncul pembaruan teranyar, hadirnya fitur in-app checkout. Pengguna dapat menyimpan informasi pembayaran di Instagram untuk melakukan pembelian yang lebih cepat. Opsi pembayaran yang ada baru berbasis kartu, seperti Visa, Mastercard, Amex, Discover, dan PayPal.

Meski baru disediakan secara terbatas untuk 20 brand global, tapi kemungkinan besar keputusan ini bisa membawa Instagram jadi kandidat terkuat untuk social commerce ke depannya.

Di Indonesia, IG Shop baru sampai ke tahap cek harga lewat foto yang diunggah dan diarahkan ke situs brand. Itupun masih dalam tahap uji coba, baru sebagian profil bisnis yang bisa merasakannya.

“IG Shop masih percobaan di Indonesia, sehingga belum semua akun bisa dapat itu. Fitur ini punya tombol Shop Now untuk dorong konsumen lakukan pembelian atau reservasi di Instagram,” terang Head of Emerging Business & SMBs Facebook & Instagram South-East Asia Ferdy Nandes saat membuka Akademi Instagram di Jakarta.

Posisi Instagram sebagai platform social commerce terkuat

Kepada DailySocial, juru bicara Instagram menegaskan pihaknya bukan platform e-commerce, sehingga tidak ada transaksi yang terjadi. Yang dilakukan justru membantu semua pelaku dagang online, salah satunya platform e-commerce, untuk menemukan, terhubung, dan berinteraksi dengan calon pembeli lewat foto, video, dan fitur-fitur bisnis yang tersedia di Instagram.

“Ketika pembeli menemukan produk yang mereka sukai di akun bisnis Instagram, mereka akan mengklik produk tersebut dan kemudian dibawa ke situs toko tersebut atau platform e-commerce di mana transaksi terjadi,” ujarnya.

Mereka menambahkan, “Peran kami di sini adalah membantu e-commerce atau online shop menemukan pelanggan. Jika diibaratkan dengan sebuah mobil, kami adalah mobil yang membawa calon pembeli ke toko mereka. Kami bukan tokonya.”

Klaim Instagram ini cukup dimaklumi karena fitur commerce yang ada saat ini memang benar demikian, transaksi memang terjadi di luar platform. Kondisinya akan berbeda ketika fitur in-app checkout di bawa ke Indonesia. Setiap profil bisnis dari manapun bisa menerima transaksi dari pelanggan di manapun karena borderless.

Ini akan jadi topik tersendiri yang sangat menarik, dipastikan semua pemain e-commerce ketar ketir karena selama ini Instagram baru dimanfaatkan buat channel pemasaran saja.

Media Sosial yang Paling Sering Dikunjungi Menurut Survei APJII 2018 / DailySocial
Media Sosial yang Paling Sering Dikunjungi Menurut Survei APJII 2018 / DailySocial

Besarnya potensi usaha mikro lahir lewat platform media sosial, semakin meyakinkan Facebook maupun Instagram lebih serius menggarap pengusaha mikro untuk menggunakan platform-nya untuk beriklan. Inovasi untuk profil bisnis pun terus dilakukan, menariknya tersedia secara gratis.

Pengusaha mikro dapat mengakses secara gratis profil bisnis untuk mendapatkan data insights mengenai unggahan mana saja yang memiliki performa terbaik, demografi audiens mereka, waktu posting terbaik, dan lainnya.

“Mereka dapat mempelajari hasil data insights untuk memahami karakteristik audiens mereka, sehingga dapat membuat strategi yang tepat untuk menjangkau para audiens tersebut.”

Keseriusan perusahaan, sambung juru bicara Instagram, dilatarbelakangi oleh studi IPSOS di Indonesia bertajuk “Dampak Instagram pada Usaha di Indonesia (2018)”. Ditemukan bahwa 90% responden pernah menggunakan Instagram untuk berkomunikasi dengan bisnis; 76% responden pernah membeli produk dari sebuah bisnis setelah menemukan bisnis tersebut di Instagram.

Terakhir, 66% responden mempertimbangkan untuk membeli sebuah produk maupun jasa yang mereka lihat di Instagram. Berikutnya, 81% responden menggunakan Instagram untuk mencari informasi lebih lanjut ketika mereka tertarik pada sebuah produk; Lebih dari 80% wirausahawan muda berusia di bawah 35 tahun menyatakan Instagram bantu mereka capai target bisnis.

Tidak disebutkan seberapa banyak angka penjual UMKM yang telah memanfaatkan profil bisnis ini.

Tahun ini, Instagram mulai inisiasi program Akademi Instagram yang diluncurkan pertama kali di Indonesia. Ini adalah program pelatihan global bagi wirausahawan yang ingin meningkatkan keterampilan digital dalam meningkatkan bisnis mereka dengan tools dari Instagram. Dalam debutnya, program ini menyasar lebih dari 1.000 wirausahawan berusia di bawah 35 tahun berlokasi di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta.

Head of Emerging Business & SMBs Facebook & Instagram South-East Asia Ferdy Nandes di Akademi Instagram Jakarta / Instagram
Head of Emerging Business & SMBs Facebook & Instagram South-East Asia Ferdy Nandes di Akademi Instagram Jakarta / Instagram

Di luar itu, Instagram membantu Tokopedia untuk kolaborasi pemasaran digital untuk kampanye Kejutan Belanja Untung (KEBUT) pada tahun lalu. Diklaim pertama kalinya di dunia, Instagram melakukan inovasi IG Live untuk Tokopedia agar mereka bisa membuat semacam infomercial untuk mengundang konsumen beli produk merchant.

“Tahun lalu kami juga mengadakan program bersama GoFood bernama InstaMarket untuk memberikan pelatihan bagi para merchant GoFood untuk bisa mengasah keterampilan mereka dalam digital marketing.”

Bagaimana dengan Facebook Indonesia? Sayangnya mereka menolak memberikan tanggapan seluruh pertanyaan yang diajukan DailySocial.

Sebetulnya, fitur commerce ini tidak hanya dimiliki Instagram dan Facebook saja. Ada juga Snapchat dan Pinterest. Akan tetapi, keduanya belum memiliki gaung yang cukup untuk dimanfaatkan pelaku UKM untuk berjualan.

Tapi ini semua tinggal tunggu waktu saja. Pinterest baru mengumumkan dibuka kantor regional di Singapura untuk melayani konsumen di Asia Tenggara dan India. Secara global, pengguna aktif bulanan Pinterest mencapai 300 juta orang. Lebih dari 200 miliar Pin tersimpan, melayani miliar rekomendasi pribadi tiap harinya.

APAC adalah salah satu wilayah dengan pertumbuhan tercepat, dengan jutaan pengguna Pinterest setiap bulannya. Jumlahnya ini meningkat lebih dari 50% selama setahun terakhir. Di Indonesia saja, hampir dua juta ide tersimpan tiap hari.

Apakah social commerce jadi ancaman buat pemain e-commerce?

Pergerakan IG Shop dan Facebook Marketplace, tentunya perlu diwaspadai. Tapi jangan sampai antipati atau malah antisipatif dengan platform media sosial terbesar itu. Karena di sanalah prospek konsumen yang belum tersentuh oleh para pemain e-commerce.

Kunci terpenting adalah terus berinovasi dan mau beradaptasi. Setidaknya inilah kesimpulan jawaban yang DailySocial terima dari pemain e-commerce.

Potensi Pertumbuhan Transaksi E-Commerce di Indonesia Menurut Laporan McKinsey / DailySocial
Potensi Pertumbuhan Transaksi E-Commerce di Indonesia Menurut Laporan McKinsey / DailySocial

SVP Merchant Sales, Operation & Development Blibli Geoffrey L Dermawan menjelaskan, persaingan e-commerce dan social commerce tentu tidak bisa terelakkan lagi. Pilihan belanja tentunya kembali jatuh ke tangan konsumen saat mereka melihat barang yang diinginkan.

Kendati demikian, perusahaan tidak antipati itu. Justru memanfaatkan mereka untuk memasarkan barang-barang, seiring dengan tren positif dari strategi seperti ini. “Namun sebuah bisnis tidak bisa sepenuhnya bergantung pada media sosial saja. Proses penjualan harus dilakukan secara menyeluruh atau dikenal dengan omni-channel,” tutur Geoffrey.

Sependapat dengan Geoffrey, Shopee juga memanfaatkan media sosial dan tools-nya untuk kebutuhan pemasaran bertujuan memberikan pengalaman belanja yang berbeda kepada konsumen Shopee.

“Kami melihat bahwa social commerce sebagai bagian dari e-commerce, itu terbukti dengan fitur social commerce yang kami gunakan di akun Instagram Shopee,” ujar Country Brand Manager Shopee Rezky Yanuar.

Karena ada ketergantungan tinggi, makanya pemain e-commerce perlu mengakali. Misalnya seperti yang dilakukan oleh Tokopedia. Dari pengamatannya, dalam era social commerce, terjadi perubahan perilaku konsumen yang mana mereka mencari inspirasi sekaligus belanja dalam waktu yang sama.

Influencer dianggap punya peranan penting dalam sebuah proses kampanye. Strategi tersebut akhirnya diambil oleh Tokopedia di berbagai tipe kampanye, seperti brand dan sales di berbagai channel media sosial.

“Ini upaya kami agar tetap relevan dengan target audiens kami, salah satunya generasi milenial, di mana mereka mengonsumsi media sosial setiap hari dengan influencer sebagai inspirasi mereka,” tambah VP of Corporate Communications Tokopedia Nuraini Razak.

Strategi tersebut kemudian diterjemahkan lebih dalam menjadi sebuah fitur baru “Tokopedia by Me,” membuka ruang interaksi baru antara pembeli dengan role model atau orang kepercayaan yang merekomendasikan produk favorit.

Memanfaatkan influncer di media sosial juga dimanfaatkan oleh Zalora. Pasalnya, bagi Zalora sebagai situs e-commerce yang fokus ke produk fesyen, kental dengan unsur visual yang harus selalu ditekankan.

“Kami hadir di platform-platform di mana target audience kami berada, contohnya di media sosial seperti Instagram, Facebook, dan YouTube. Ketiganya adalah medium yang tidak hanya kami gunakan untuk memberi update, tapi juga buat engage dengan pelanggan kami,” ucap Head of Marketing Zalora Indonesia Dwi Ajeng.

Hijup juga tergolong aktif dalam memanfaatkan platform media sosial untuk meningkatkan bisnis. Head of Creative Content Hijup Anastasia Gretti mengatakan perusahaan memanfaatkan media sosial tidak hanya untuk memberikan konten inspirasi, tapi juga permudah konsumen dalam berinteraksi dengan tim customer service.

Seperti contohnya, memanfaatkan fitur Facebook Live, memberikan sarana komunikasi dua arah, dan pembelian dipermudah lewat WhatsApp. Kendati, inti dari proses transaksi di Hijup adalah melalui situs dan aplikasi

“Dalam bisnis, Hijup yakin bahwa kami harus terus dapat beradaptasi dengan lahirnya berbagai inovasi maupun perkembangan teknologi dan media sosial,” terang Anastasia.

Jual praktis, keamanan, dan layanan menyeluruh

Seperti laporan McKinsey sebut, belanja online di informal commerce tidak terintegrasi untuk pembayaran dan pengirimannya. Seluruh prosesnya harus manual dilakukan oleh penjual yang akhirnya jadi makan waktu. Pengalaman ini tidak harus dirasakan ketika konsumen belanja lewat platform e-commerce.

Geoffrey L Dermawan menerangkan keunggulan yang ditawarkan platform e-commerce adalah sistem yang lebih komprehensif. Mulai dari kemudahan mencari produk di satu platform, pilihan pembayaran yang aman dan variatif, ketersediaan dan penyortiran produk, serta pelayanan purna jual yang lebih terstruktur.

Keseluruhan ini adalah bentuk pertanggungjawaban transaksi yang lebih jelas guna mendapatkan kepercayaan dari konsumen. Kepercayaan dalam bertransaksi inilah yang harus selalu dipertahankan dengan layanan-layanan demi memastikan kepuasan pelanggan terpenuhi.

Pun demikian Shopee. Rezky Yanuar menjelaskan, pihaknya menekankan pada pentingnya keamanan yang didapat konsumen ketika bertransaksi lewat platform-nya. Untuk menjangkau seluruh aspek masyarakat, makanya tersedia berbagai opsi pembayaran. Bisa melalui m-banking, ATM, minimarket terdekat, bahkan di platform lain bisa dengan cicilan tanpa kartu kredit.

“Karena kami ada di tengah, antara penjual dan pembeli, makanya konsumen bisa tenang melakukan transaksi.”

Tidak hanya sistem yang lebih terintegrasi, Dwi Ajeng menambahkan, kelebihan platform e-commerce juga ada di kredibilitas produk yang 100% original. Setiap barang diterima dari distributor, tim Zalora melakukan quality control demi memastikan barang aman sebelum dikirim ke konsumen. Bila ada keluhan, ada tim customer service yang siap dihubungi dari berbagai lini.

“Kami juga punya kebijakan, konsumen dapat mengembalikan produk apabila tidak sesuai dalam 30 hari.”

Kelebihan lainnya adalah terekamnya seluruh data transaksi konsumen. Data adalah aset yang paling utama di industri e-commerce, pengelolaan data yang baik dan strategis dapat mendukung bisnis suatu e-commerce tersebut.

Hijup fokus pada potensi digital dalam mempromosikan produk dan brand yang bergabung. Kami membaca perubahan tren, kebiasaan konsumen, dan lain-lain melalui social commerce. Namun sebagai validasinya, kami selalu mengacu pada data yang kami miliki di situs Hijup,” ujar Anastasia.

Berlomba-lomba lebih dari sekadar tempat jual beli barang

Agar tetap terdepan, tentu inovasi harus terus dilakukan. Setidaknya fokus para pemain e-commerce, untuk bersaing dengan kompetitor baik yang satu ranah maupun dengan social commerce, saat ini mengarah pada bagaimana konsumen betah berlama-lama di dalam aplikasi mereka untuk melakukan berbagai aktivitas.

Makanya pengembangan fitur kini sudah bermacam-macam, tidak hanya jual produk fisik kini juga jual produk jasa dan virtual. Shopee, Bukalapak dan Tokopedia bisa jadi contohnya, yang berkiprah sebagai super-marketplace.

Platform E-Commerce yang Sering Digunakan Untuk Belanja Online Menurut APJII 2018 / DailySocial
Platform E-Commerce yang Sering Digunakan Untuk Belanja Online Menurut APJII 2018 / DailySocial

Rezky Yanuar menjelaskan Shopee merilis berbagai in-app games, diantaranya Goyang Shopee dan Kuis Shopee, agar konsumen betah berlama-lama di aplikasi. Sejak diperkenalkan, in app games terus berinovasi dan menerima tanggapan positif dari para konsumen.

Berkaitan dengan e-commerce, Shopee menghadirkan fitur Shopee24, platform yang membantu pengiriman barang di platform-nya dapat diterima konsumen dalam waktu 24 jam saja. Di luar itu, perusahaan mendukung sepakbola nasional agar semakin baik dengan menempatkan diri sebagai sponsor Shopee Liga 1.

Perusahaan juga mengadopsi konsep media sosial dengan merilis fitur rekomendasi produk dan Shopee Live. Keduanya seperti membuka Instagram dengan sentuhan commerce di dalamnya.

Bukalapak aktif dalam mengembangkan layanan di luar marketplace, seperti produk finansial untuk emas (BukaEmas), reksadana digital (BukaReksa), dan asuransi (BukaAsuransi), pembayaran pajak, kendaraan dan PBB (BukaJabar, e-Samsat). Serta, menjangkau segmen online to offline (O2O) dengan mengajak warung sebagai partner (Mitra Bukalapak).

Berkaitan dengan e-commerce, beberapa fitur yang dikembangkan adalah layanan same day delivery bersama Paxel, BukaMart untuk menawarkan produk kebutuhan sehari-hari, juga uji coba pengiriman barang melalui drone agar barang lebih cepat sampai ke rumah konsumen.

“Dari sisi engineering, sebenarnya Bukalapak telah merilis sebanyak 31 produk baru dan melakukan lebih dari 4.500 pengembangan fitur sepanjang paruh pertama 2019,” terang Head of Corporate Communications Bukalapak Intan Wibisono.

Tokopedia tidak jauh berbeda, super-marketplace di dalamnya tidak hanya diisi produk virtual saja, tapi juga sudah sampai ke tahap logistik (TokoCabang), produk fintech untuk memudahkan merchant mendapatkan modal usaha dan konsumen melakukan pembayaran kredit (Ovo PayLater). Yang teranyar, Tokopedia mengakuisisi Bridestory untuk menyajikan produk berkaitan pernikahan di dalam platform-nya.

Di satu sisi, pemain e-commerce niche juga tidak mau kalah, mereka terus berupaya jadi pemain terdepan dengan perkuat layanan-layanan yang berkaitan. Blibli, memosisikan sebagai mall online dengan strategi omni channel, ada tiga fitur yang diharapkan bisa menjawab kebutuhan konsumen.

Mereka ialah Click & Collect, Tukar Tambah, dan Blibli InStore. Keseluruhan fitur ini serba online, sehingga lebih fleksibel. Semuanya sudah dirilis di aplikasi. Untuk Tukar Tambah, sementara ini baru tersedia untuk produk smartphone. Caranya cukup memilih smartphone yang mereka cari dan melakukan sejumlah pengecekan diagnostik lewat aplikasi. Setelah itu, akan tertera harga yang diberikan dari diagnostik tersebut.

Ketika pembayaran sudah dilakukan, kurir Blibli Express Service (BES) akan datang untuk mengambil dan mengecek ulang produk yang akan ditukar, sembari mengantar produk baru ke alamat konsumen. Ke depannya fitur ini akan di terapkan di kategori lain, seperti otomotif untuk tukar tambah mobil dan motor.

Berikutnya adalah Zalora merilis fitur Zalora Now, program berlangganan untuk konsumen dengan berbagai penawaran. Berisi layanan gratis express shipping selama setahun, dan deals lainnya yang ditawarkan mitra Zalora, seperti Traveloka, Zomato, Sayurbox, dan lain-lain.

“Kunci untuk tetap bertahap di dunia e-commerce adalah Zalora terus melakukan review terhadap demand ataupun perilaku konsumen. Kita akan selalu mengikuti dinamika tren belanja, lalu kita turunkan dalam beberapa strategi untuk menciptakan relevansi terhadap pelanggan,” kata Dwi Ajeng.

Hijup sedikit berbeda, perusahaan menerapkan bisnis model O2O dengan membuka gerai offline di beberapa kota. Harapannya, strategi ini bisa meningkatkan awareness dan trust terhadap “customer offline” yang akan menjadikan mereka sebagai “future online customer.”

Zilingo tidak mau kalah. VP and Head of B2C Marketing Zilingo Sarah Humaira turut menambahkan, Zilingo telah bertransformasi dari platform B2C di 2015, menjadi layanan terpusat di B2B untuk menghubungkan setiap lanskap rantai pasokan fesyen yang sangat terfragmentasi.

Saat sebagian besar perusahaan e-commerce fokus pada perdagangan B2C dan C2C, perusahaan mengadopsi pendekatan yang berbeda untuk memberikan nilai tambah bagi pedagang fesyen. Menempatkan mereka dan pabrik yang beroperasi di industri fesyen sebagai pusat dari segala hal yang Zilingo lakukan, semuanya lewat teknologi.

Inisiasi ini lahir karena pengalaman yang dialami langsung oleh para pengusaha. Mereka kesulitan untuk meningkatkan keuntungan atau untuk berkembang karena kurangnya akses ke teknologi dan modal kerja. Sementara itu, brand internasional terus tumbuh secara agresif.

Zilingo menghubungkan produsen/manufaktur di seluruh Asia, mulai dari desain, pengembangan produk, pengadaan kain, manufaktur, pembuatan katalog, pemasaran, manajemen inventaris, distribusi, penagihan, layanan pelanggan, modal kerja, hingga perkiraan tren.

“Visi kami adalah menyamaratakan kesempatan yang ada agar setiap bisnis, mau besar atau kecil ukurannya, dapat menggunakan teknologi kami untuk mengembangkan bisnis mereka dan menjadi sukses,” terang Sarah.

Dia melanjutkan, “Layanan ini tidak selalu menghasilkan pendapatan yang tinggi bagi kami, namun platform serba ada (full-stack) ini dibangun di atas premis, bahwa bisnis B2B dan B2C kami memiliki sinergi yang kuat dan membantu kami buka potensi luar biasa di seluruh rantai pasokan fesyen untuk para pedagang dan pelanggan.”

Kekurangan vs Kelebihan Belanja di Social Commerce dan E-Commerce / DailySocial
Kekurangan vs Kelebihan Belanja di Social Commerce dan E-Commerce / DailySocial

Mengapa social commerce banyak peminatnya?

Mengutip dari laporan McKinsey, kontribusi e-commerce terhadap transaksi ritel di Indonesia baru 3% dari total penjualan di 2017. Dibandingkan Singapura, di sana sudah mencapai 10% di tahun yang sama. Artinya, ruang untuk bertumbuh masih sangat luas.

Terlebih, mengutip dari survei idEA mengenai penggunaan platform belanja online di media sosial (2017), transaksi melalui Facebook dan Instagram mencapai 66%. Posisi teratas diambil Facebook 43%. Hanya 16% penjual dan pembeli yang pakai platform marketplace dan 7% buat situs sendiri. Survei ini dilakukan terhadap sekitar 2 ribu UMKM di 10 kota di 2017.

Perlu menjadi perhatian bahwa bahwa pembeli dan penjual yang notabene sebagian besar pengusaha mikro, lebih banyak menggunakan media sosial sebagai tempat untuk transaksi e-commerce dibandingkan marketplace yang tersedia atau melalui situs sendiri.

Artinya, platform media sosial bisa jadi gerbang awal buat pedagang “go online.” Untuk mendalami ini, DailySocial menghubungi beberapa pemain pendukung platform social commerce.

Platform Social Commerce yang Dimanfaatkan Merchant Menurut Survei PayPal / DailySocial
Platform Social Commerce yang Dimanfaatkan Merchant Menurut Survei PayPal / DailySocial

Salah satunya adalah TokoTalk. Direktur Operasional TokoTalk Nesya Vanessa menjelaskan tingginya minat belanja di media sosial tak lain dikarenakan ada potensi pengguna yang sangat berlimpah. Para penjual ingin menjadikan orang-orang ini sebagai calon konsumen mereka.

Terlebih itu, sifat media sosial yang serba instan dan real time, dapat jadi senjata bagi para penjual untuk bisa lebih dekat dengan konsumen dan menjadikannya sebagai pelanggan loyal.

“Alasan lainnya, para penjual tersebut ingin punya toko online milik sendiri agar tidak usah bersaing dengan sesama penjual. Di marketplace, mereka bersaing ketat dengan penjual lain yang punya produk serupa, dan satu-satunya cara untuk unggul adalah saling banting harga,” tutur Nesya.

Dia melanjutkan, jika ingin bisa tereskpos dan muncul di urutan teratas, mereka harus beriklan di marketplace. Terakhir, punya akun di marketplace tidak mendukung untuk branding merek mereka sendiri karena tidak bisa dikustomisasi dan dipersonalisasi sesuai tone dan manner brand.

Ini bisa merugikan penjual yang ingin memiliki bisnis yang berkesinambungan, pasti peduli dengan branding. Makanya mereka tetap menggunakan media sosial atau buat situs sendiri.

“Dengan begitu, mereka dapat membangun brand mereka sendiri dan menampilkan konten-konten terkait produk yang mereka buat sendiri.”

CEO dan Co-Founder Qiscus Delta Purna Widyangga turut menambahkan, berjualan di media sosial juga tidak memerlukan upaya untuk migrasi pengguna. Beda halnya, misalnya ketika buat situs sendiri, mereka harus mengakuisisi user dari awal. Kemudian, mengenalkan brand, memperkenalkan teknologi/produk yang digunakan, sampai ke jual beli itu sendiri.

Memanfaatkan platform yang sudah ada, seperti media sosial, penjual dapat menumpang arus. Memanfaatkan basis user yang sudah besar untuk kemudian dipilih dan disesuaikan berdasarkan segmennya.

“Mereka juga tidak perlu mengajarkan teknologi sejak awal karena basis user di media sosial itu sendiri sudah familiar dengan platform yang biasa mereka gunakan. Untuk bisnis skala kecil dan menengah, cara ini lebih efektif ya, daripada harus bangun toko online dari awal,” terang Delta.

Menambahi tanggapan Delta, Co-Founder dan CEO Halosis Andrew Darmadi menjelaskan berjualan di media sosial kemungkinan lebih mudah mendapat rekomendasi dari orang terdekat dari konsumen yang pernah belanja di tempatnya. Bagi penjual tentunya ini cost marketing termurah untuk akuisisi konsumen baru.

Pandangan Merchant Terhadap Media Sosial Menurut Laporan PayPal 2018 / DailySocial
Pandangan Merchant Terhadap Media Sosial Menurut Laporan PayPal 2018 / DailySocial

Hal ini didukung oleh basis media sosial itu sendiri, yang mana lebih personal dan orang bisa berbagi informasi apa yang mereka suka. Melihat dari tipe konsumennya, orang yang yang belanja di media sosial dengan platform e-commerce pun berbeda.

Andrew berpendapat konsumen di media sosial itu biasanya manja karena ingin lebih personal menghubungi langsung penjualnya. Banyak pertanyaan yang diajukan itu belum bisa diakomodasi oleh chatbot karena mereka juga minta rekomendasi, produk mana yang bagus sesuai postur tubuh atau wajahnya.

“Mereka itu enggak langsung yakin mau beli produk karena takut salah beli. Makanya konsumen di sini sangat chatty, ingin fleksibel untuk pembayaran dan metode pengirimannya. Beda dengan di marketplace, konsumennya sudah tahu apa yang mau dibeli dan mandiri,” ujarnya.

Baik TokoTalk, Qiscus, dan Halosis adalah pemain yang fokus permudah pengelolaan toko online, baik dari pelayanan konsumen, metode pembayaran, dan pengiriman dalam satu link. Konsumen mereka adalah penjual online yang sebenarnya tidak berjualan di platform media sosial saja tapi juga di marketplace.

“TokoTalk tidak bersaing dengan marketplace, justru menciptakan platform e-commerce untuk para penjual memudahkan aktivitas penjualan mereka, misalnya mengelola order dan inventaris,” sebut Nesya.

Bicara pencapaian, TokoTalk telah digunakan oleh 155 ribu penjual untuk mengelola toko online mereka di berbagai platform online. Mencetak total transaksi $2 juta tiap bulannya (per Juli 2019), berdasarkan nilai naik 30% secara MoM.

Qiscus, sebagai platform penyedia in-app chat, merilis fitur Multichannel Chat untuk pengusaha kelola konsumen yang menghubungi lewat platform chat mainstream seperti WhatsApp, Telegram, Line, dan Messsenger ditangani dalam satu dashboard. Serta mengelola tools lain, seperti CRM, payment gateway dan chatbot. Tanpa dirinci, fitur ini telah dirilis sejak awal 2019 dan tumbuh 50%-100% untuk keseluruhan bisnisnya.

Adapun Halosis telah menggaet 10 ribu penjual mikro yang berjualan di platform media sosial dan e-commerce. Data terakhir menyebut, Halosis sudah menangani 199.200 ribu chat pada tahun lalu yang di dalamnya memuat 40.235 transaksi senilai $1 juta.

Preferensi Akun Instagram yang Di-Follow Pengguna Menurut Survei Jakpat / DailySocial
Preferensi Akun Instagram yang Di-Follow Pengguna Menurut Survei Jakpat / DailySocial

DailySocial menemui salah satu penjual online yang sepenuhnya memanfaatkan platform media sosial untuk berjualan. Ialah Jessica Yamada, pemilik katering menu makan sehat DapurFit yang dirintis sejak 2012. Sebagai bentuk keseriusannya di segmen ini, instalasi peralatan di dapurnya bahkan sudah hospital grade.

Menurut pengakuannya, Instagram menjadi saluran pemasaran utama dari bisnis online-nya tersebut. Branding DapurFit tergolong cukup kuat sebagai pionir katering menu sehat, dengan lebih dari 80 ribu follower di Instagram. Seperti bisnis online lainnya, Jessica juga memanfaatkan peranan influencer untuk branding-nya.

Konsumen harus menghubungi via WhatsApp untuk berlangganan menu dengan pilihan paket yang tersedia. Pengantaran akan dilakukan melalui kurir sendiri dan kurir on demand GrabExpress apabila di luar jangkauan layanan DapurFit. Dalam seharinya, DapurFit mengirim 600 boks.

“Hampir 90% pesanan datang dari Instagram yang diteruskan melalui WhatsApp. Situs sendiri sebenarnya ada tapi masih beta banget, belum bisa terima order,” kata Jessica.

Grab menyadari potensi bisnis kurir dari para penjual online dengan merilis GrabExpress. Makanya untuk menyeriusi bisnis ini, secara rutin ada pembaruan fitur untuk memudahkan mereka mengantarkan paket sampai ke konsumen.

Hingga kini, area layanan GrabExpress tersedia di 150 kota. Tanpa data spesifik, selama setahun terakhir, jumlah pengiriman harian di GrabExpress naik lebih dari 20 kali, akurasi pesanan tiba sesuai estimasi juga naik lebih 90%.

Dari segi pengguna, lebih dari 50% pengguna GrabExpress adalah wirausahawan mikro dengan definisi mereka yang berjualan secara online dengan platform manapun, dari media sosial ataupun platform e-commerce.

“Kami melayani semua wirausaha mikro yang berjualan lewat online, seperti WhatsApp, Instagram, dan Facebook. Juga mereka yang berjualan di platform e-commerce, kami sudah bekerja sama dengan Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee,” terang Head of Logistics Grab Indonesia Tyas Widyastuti.

Ada sejumlah fitur yang didesain Grab untuk melayani penjual online, di antaranya pengiriman antar kota di Pulau Jawa dengan Ninja Xpress, baru diperkenalkan awal Juli 2019; langganan paket hemat GrabExpress; pengiriman instan dan same day; bukti pengiriman & pelacakan langsung; kirim ke banyak tujuan dan pesan banyak sekaligus.

Bermuara di pemberdayaan pedagang online agar punya daya saing

Keseluruhan pemain di atas saling memiliki kesinambungan satu sama lain demi menangkap besarnya peluang di transaksi platform digital, sebab semuanya bermuara di pedagang lokal itu sendiri, bagaimana mereka bisa diberdayakan dan mau berkembang dengan memanfaatkan platform online.

Dari data yang dikutip Grab, ada 62 juta pelaku UMKM yang mencakup 99,92% dari total unit usaha dalam negeri. Namun, hanya sekitar 23 juta UMKM saja yang memiliki pengetahuan tentang berjualan online, itu pun masih sangat dasar.

Padahal, agar bisa berkompetisi, Grab melihat pelaku UMKM perlu memiliki produk yang bisa menjawab kebutuhan masyarakat, punya pengelolaan yang baik dan berkesinambungan, pengetahuan pemasaran secara digital, bisa menciptakan brand image yang baik, dan punya proses logistik yang mudah digunakan.

Dari keseluruhan tantangan ini, makanya wajar sekali banyak pihak yang menggelar program pelatihan wirausahawan muda, dari perusahaan skala global seperti Facebook dan Instagram, sampai perusahaan lokal dari berbagai lini yang berkaitan langsung.

Ambisi mulia yang ingin dicapai adalah mendorong para penjual tidak hanya tenar di dalam negeri tapi juga di luar negeri.

Proyeksi Transaksi E-Commerce di Indonesia Menurut McKinsey / DailySocial
Proyeksi Transaksi E-Commerce di Indonesia Menurut McKinsey / DailySocial

Masih banyak pedagang yang belum online, namun ada juga mereka yang sudah mencoba untuk perbesar pasar hingga ke luar Indonesia. Berbagai platform e-commerce sudah menyajikan layanannya. Demikian pula dengan Instagram.

Ketika buka tab IG Shop, katalog yang disajikan bercampur dari penjual lokal juga luar negeri. Kamu bisa langsung pilih produk dan menyelesaikan pembayaran dengan kartu kredit atau PayPal.

Kesiapan pemain e-commerce

Bukalapak misalnya, sudah merilis BukaGlobal untuk menjawab tantangan keterbatasan logistik, akses, dan infrastruktur yang selama ini menghambat langkah para pelaku UKM ke panggung global. BukaGlobal hadir di Singapura, Malaysia, Hong Kong, Taiwan, dan Brunei Darussalam yang memiliki ketertarikan terhadap produk Indonesia.

“Kami masih terus memantau perkembangannya agar dapat memperluas jangkauan fitur BukaGlobal ke negara lain,” ujar Intan Wibisono.

Shopee merilis program ekspor Kreasi Nusantara dari Lokal untuk Global, berbentuk laman khusus yang didedikasikan untuk memberikan sorotan bagi produk lokal. Program ini telah mengkurasi sekitar 25 ribu produk lokal setiap minggunya, terjadi peningkatan transaksi hingga 8 kali lipat sejak pertama kali meluncur.

“Dari program ini, UMKM dapat memaksimalkan potensi penjualan produk lokal via luar negeri via Shopee. Selain itu, mereka juga bisa belajar cara mengembangkan strategi ekspor melalui kelas Kampus Shopee,” kata Rezky Yanuar.

Tantangan ketika ekspor bagi UKM itu cukup besar. Mereka harus menguasai regulasi, logistik, dan metode pembayaran. Ketiganya cukup krusial jika terlewat, makanya perlu dipastikan mereka paham betul dengan detil melalui sesi pelatihan.

Blibli punya cara sendiri untuk dorong ekspor. Geoffrey menjelaskan perusahaan menyiapkan UKM lokal lewat kompetisi The Big Start, mencari talenta berbakat untuk mengembangkan bisnisnya. Mulai tahun ini, The Big Start bekerja sama dengan beberapa kementerian akan debut mengirimkan creativepreneur lokal terbaik untuk hadir di festival internasional.

Selama program berlangsung, talenta akan dipersiapkan dan diedukasi bagaimana membuat produk yang sesuai dengan permintaan di pasar global. Serta, bagaimana persyaratannya agar bisa dipasarkan di luar negeri.

“Sehingga ada kata kunci untuk melakukan ekspor adalah pendampingan dan edukasi yang intensif. Peran dari pemerintah juga sangat diperlukan untuk bantu UKM lokal tidak hanya fokus ke ketahanan ekonomi dalam negeri, tapi juga kemudahan dan kebijakan yang jelas untuk ekspor.”

Tidak hanya buka etalase di festival internasional, platform Blibli juga akan dipersiapkan untuk terima pesanan dari luar negeri buat para merchant UKM di Blibli.

“Secara platform sebenarnya sudah bisa [terima pesanan dari luar negeri], tapi belum jadi prioritas. Contohnya pas kita jual tiket Asian Games kan itu yang beli ada dari luar negeri. Sekarang masih kita persiapkan mulai dari awal tahun ini. Nanti saya share kalau sudah siap,” tambah CEO Blibli Kusumo Martanto.

Tokopedia belum menyediakan fasilitas ekspor. Nuraini Razak menegaskan Tokopedia adalah marketplace domestik yang tidak memfasilitasi transaksi antar negara. Perusahaan hanya menerima penjual asal Indonesia dan memfasilitasi transaksi dari Indonesia untuk Indonesia.

Pasalnya, mendorong produk lokal jadi tuan rumah di negeri sendiri adalah pekerjaan rumah bersama yang sangat kompleks. Lewat online, produk lokal bisa punya ruang dan panggung untuk mengembangkan ide kreatif, memasarkan produk ke pasar yang lebih luas, hingga suatu hari nanti bisa menjadi brand nasional mendunia.

“Kami punya banyak program yang mencakup hulu ke hilir, contohnya Markerfest, mendorong para kreator lokal untuk meningkatkan kualitas produksi, packaging, dan branding sehingga bisa bersaing dengan produk impor, MEA terbuka, dan dapat akses permodalan dari bank.”

Bantuan pemerintah dan stakeholder sangat dibutuhkan untuk dukung UKM go global. Anastasia Gretti menerangkan produk fesyen Indonesia, dalam hal ini busana muslim, punya kreatifitas lebih unggul dan inovatif bila dibandingkan negara lain.

Namun itu saja tidak cukup, perlu banyak perbaikan dari hulu ke hilir, seperti pengadaan bahan baku, peningkatan skala produksi, bantuan modal, dan lainnya yang di mana ini menjadi tanggung jawab bersama.

“Jadi menurut Hijup tantangan ekspor itu tidak hanya sebatas regulasi dan biaya kirim, tapi kesiapan daya saing produk lokal dalam hal kualitas dan kuantitas juga perlu diperhatikan,” tandasnya.

Posisi Indonesia Terkait Kemudahan Ekspor Barang Ritel Menurut Laporan McKinsey / DailySocial
Posisi Indonesia Terkait Kemudahan Ekspor Barang Ritel Menurut Laporan McKinsey / DailySocial

Masih polemik di perpajakan

Tanpa mengesampingkan potensi dari masing-masing platform belanja online, perlu diingat bahwa sampai saat ini Pemerintah masih dilema cara memajaki e-commerce. Pemberlakuan pajak lewat PMK No 210 Tahun 2018 akhirnya resmi ditunda.

Pemain e-commerce tetap ingin kesetaraan dalam penetapan pajak dengan platform social commerce. Pasalnya, Ekonom Indef Bhima Yudhistira menilai aturan ini belum adil karena masih ditujukan buat ke satu pihak saja. Padahal menurutnya, porsinya justru ada di media sosial.

“Kalau mau buat aturan pajak idealnya jangan ada diskriminasi. Semua penjual online wajib bayar PPn 10% dan PPh. Kalau aturan makin ketat di platform e-commerce, akan ada pergeseran konsumsi ke media sosial,” kata Bhima.

Perwakilan dari Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) sependapat. Pihaknya tetap teguh pada prinsip kesetaraan dalam aturan dan regulasi (equal playing field). “Berbagai aturan yang diberlakukan e-commerce, kami harapkan juga diberlakukan secara setara di transaksi media sosial,” tutur Ketua Bidang Ekonomi Digital idEA Bima Laga.

Dia pun meyakini bahwa ke depannya konsumen akan mengedepankan rasa aman dan nyaman dalam berbelanja online. Platform e-commerce memiliki keamanan yang terjamin, baik dalam transaksi maupun pengiriman.

“Pemerintah pun pada akhirnya akan lebih mudah melakukan pengawasan pada platform e-commerce dibandingkan perdagangan di media sosial,” tutup Bima.

Blibli in Its 8th Anniversary Aims to Extend Partnership with SMEs

Blibli intends to increase order in its platform up to 3.5 times this year. One of the methods is to partner with as many Small-Medium Enterprises (SMEs) as possible.

In its 8th birthday, Blibli showed off some improvements. They kind of doubled up the gross merchandise value (GMV) and increase the active users per month around 15-20 million. The order goes up along the way to 400 percent.

Blibli’s CEO, Kusumo Martanto said the company is now focusing to increase the order.

“We’re targeting to increase the order by 3.5 times from last year,” he said.

In pursuance of the idea, they are to acquire more SME partners. However, SMEs have involved in just 5% of Blibli’s economy.

The low contribution is due to the lack of quality and quantity. He took an example of some cases when SMEs aren’t ready for massive orders. It also becomes a problem when they can’t cope up with social issue for supporting local products.

“Therefore we should hold a workshop. Otherwise, they’ll never get bigger,” he added.

There are 10 thousand SMEs out of 70 thousand merchants in Blibli. It’s a way to accelerate the participation of qualified SMEs. Blibli has held at least 50 workshops and 300 other last years.

“We expect to get to export. For this year, at least to increase to 10 percent,“ Martanto said.

Minister of Communication and Informatics, Rudiantara is fully supporting Blibli’s plan for SMEs. He might not come if it’s for another e-commerce related to the support of local products. As a reminder, he also stated that 56% of the Indonesian economy is being stirred by SMEs.

“I appreciated Blibli’s movement, I might not attend if it’s for another marketplace,“ he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Ulang Tahun Ke-8, Blibli Berambisi Rekrut Lebih Banyak UKM Jadi Mitra

Blibli berambisi mendongkrak jumlah pesanan di platform mereka 3,5 kali lipat tahun ini. Salah satu metode yang mereka tempuh adalah menggandeng usaha mikro kecil menengah (UMKM) sebanyak mungkin.

Dalam paparan di acara ulang tahun ke-8 mereka, Blibli memamerkan sejumlah peningkatan kinerja. Beberapa di antaranya adalah kenaikan dua kali lipat di gross merchandise value (GMV) dan jumlah kunjungan pengguna aktif bulanan mereka berkisar 15-20 juta. Mereka juga turut menyebut jumlah pesanannya naik 400 persen.

CEO Blibli, Kusumo Martanto, menyebut fokus perusahaan tahun ini menggenjot jumlah pesanan tersebut.

“Kita targetkan jumlah order-nya naik 3,5 kali lipat dari tahun lalu,” ujar Kusumo.

Untuk mendukung rencana tersebut, mereka akan menggandeng lebih banyak mitra UKM. Pasalnya kontribusi UKM dalam ekonomi Blibli masih sebatas 5 persen saja.

Kecilnya kontribusi UKM disebabkan oleh kurangnya kemampuan dalam segi kualitas dan kuantitas. Kusumo mencontohkan dalam beberapa kasus ada UKM yang tak siap menerima derasnya pesanan. Ada juga perkara sosialisasi yang masih minim dalam mendukung produk lokal.

“Makanya kita bikin pelatihan saja. Kalau enggak begitu, enggak bisa gede-gede,” imbuh Kusumo.

Ada 10 ribu UKM dari total 70 ribu merchant yang dimiliki Blibli. Pelatihan jadi cara mereka agar mempercepat keikutsertaan UKM yang memenuhi kualifikasi. Setidaknya ada 50 lebih pelatihan yang Blibli jalani dan 300 lebih di tahun lalu.

“Kita ekspektasikan bisa sampai ekspor ke luar negeri. Tapi untuk tahun ini paling tidak jadi 10 persen,” pungkas Kusumo.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, mendukung penguatan UKM yang dilakukan Blibli. Rudiantara mengaku belum tentu memenuhi undangan e-commerce lain yang terkait dukungan mereka terhadap produk lokal. Ia mengingatkan ekonomi Indonesia saat ini 56 persen di antaranya digerakkan oleh UMKM.

“Saya mengapresiasi apa yang dilakukan Blibli, saya belum tentu hadir kepada e-commerce atau marketplace yang lain,” cetus Rudiantara.

Application Information Will Show Up Here

Blibli Launches “Video On-Demand” App BlibliPlay

The live streaming app from Blibli.com called “BlibliPlay” is officially launched. In its debut, the on-demand video app is airing the badminton competition Blibli Indonesia Open 2019 live.

“The high usage of video streaming through the smartphone in Indonesia has made us optimistic to provide live streaming solution BlibliPlay. This app is available for free download on Google Playstore for Android user and App Store for iOS version,” Blibli.com’s SVP Trade Partnership, Lay Ridwan Gautama explained.

BlibliPlay is said as part of the company’s commitment to strengthen its digital platform, along to manage productivity and efficiency in the digital era. Blibli.com users can access the app using their Blibli account.

BlibliPlay is to be further developed by airing more sports, movies, music, and entertainment, and many more educative contents.

Competing to provide live streaming

Earlier, Gojek has launched a similar app Go-Play for various movie and video content. It’s a different app (like Go-Life), and currently available only for selected users. The other rival, Grab, has partnered up with Hooq to facilitate consumers for various access to entertainment.

Furthermore, the local company as MNC Group also interested in having the video-on-demand business. Last May, they announced to invest in iflix’s follow-on funding. MNC to place some post-airing content in the channel for iflix users.

The market for video-on-demand is getting higher. It’s also mentioned on the Brightcove research titled “The 2019 Asia OTT Research Report”. Indonesia became one of the 9 countries for research objects – due to its characteristic that reflects Asia’s market.

It is stated in the survey that the Indonesian population is eager to get various video subscriptions. Most are expecting more and specific content – VOD often has special content in its platform. Some are saving money for cable TV is more expensive.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here