Efek Berganda Aset Kripto Dongkrak Pertumbuhan Bisnis Triv

Bappebti mencatat investor aset kripto telah mencapai 6,5 juta per Mei 2021 dengan nilai transaksi Rp370 triliun (Januari-Mei 2021). Angka ini telah melampaui jumlah investor pasar modal di BEI sebanyak 5,37 juta SID. Kedua investor kelas aset ini terus digandrungi banyak orang semenjak pandemi.

Tren kenaikan investasi di industri otomatis terefleksi dari kinerja para pemainnya. Salah satu pemain kelas aset kripto yang terlama di Indonesia adalah Triv yang sudah beroperasi sejak 2015.

Kepada DailySocial, CEO Triv Gabriel Rey menjelaskan meski pertumbuhan investor kripto melesat, sebenarnya pangsa pasar Indonesia dibandingkan global masih sangat kecil, hanya 2%-3% saja. “Oleh karena itu, jika Indonesia benar menjadi macan Asia dan first world country, saya yakin Indonesia bisa meningkatkan market share-nya ke 15%-20% dengan jumlah penduduk kita yang sangat banyak,” ucap Rey sapaan Gabriel.

Alasan lainnya, kripto itu hadir di Indonesia untuk menjadi bagian dari portofolio kelas aset investor. Pasalnya, mulai banyak hedge fund dan miliarder yang setidaknya memiliki 5%-7% portofolio aset kripto dalam alokasi investasinya. “Jadi jika seseorang tidak memiliki eksposur terhadap aset kripto dalam portofolionya itu merupakan hal yang keliru.”

Diklaim, saat ini Triv memiliki lebih dari 1,35 juta pengguna terdaftar di Indonesia per Juli 2021, dengan pertumbuhan lebih dari 300% secara YOY baik dari jumlah pengguna dan nilai transaksi. Terdapat lebih dari 60 jenis aset kripto yang diperdagangkan di sistem Triv, dari 229 aset yang terdaftar di Bappebti.

“Saat ini aset yang paling populer di Triv adalah Shiba Inu coin yang digadang-gadang menjadi Dogecoin killer.”

Sebagai satu dari 13 perusahaan pedagang aset kripto yang terdaftar di Bappebti, Triv menunjukkan komitmennya untuk tetap melindungi dana nasabah. Saat ini seluruh cold storage Triv diasuransikan oleh Bitgo & Lloyd Insurance England dengan jumlah $100 juta.

Perjalanan merintis Triv

Rey merintis Triv pada 2014, saat ia berusia 24 tahun. Ia menangkap potensi Bitcoin dan platform teknologinya, blockchain, akan menjadi hal yang besar di Indonesia. Perjalanan awal Triv cukup menantang karena masih minimnya kondisi bahwa di Indonesia pada saat itu belum dapat melakukan transaksi Bitcoin.

“Saya pelajari teknologinya, lalu pelajari konsepnya. Saya pikir ini bagus, tetapi kok waktu mau beli Bitcoin tidak ada yang jual di Indonesia.”

Kesulitan tersebut akhirnya membuahkan hadirnya Triv. Pada 2015, masih susah untuk menjual atau membeli Bitcoin dengan cepat, sehingga Triv didirikan unutk mempermudah pertukaran Bitcoin saja pada waktu itu.

“Secara non official, Triv berdiri di 2014. lalu pada Februari 2015, kami resmikan. Kami mulai kemitraan dengan beberapa payment gateway juga, jadi transaksi di Triv sampai sekarang terus berjalan 24 jam.”

Seiring waktu, Triv mengembangkan layanannya dan terus menambah jenis aset hingga lebih dari 60 aset kripto. Dibandingkan pemain sejenisnya, Rey mengklaim bahwa spread (selisih jual-beli) di Triv terendah. Lantaran, Triv ini berjenis brokerage, yang mana transaksi jual-beli langsung dilakukan oleh Triv.

Konsep ini lebih menguntungkan dari sisi pengguna karena proses settlement berjalan secara instan dan real-time ke 61 bank di Indonesia. Dibandingkan pemain lainnya yang menggunakan konsep marketplace, yang mana pengguna harus menunggu pihak lain untuk mencapai kesepakatan transaksi.

Spread merupakan hal yang sensitif dalam rangka akuisisi dan retensi pengguna baru karena sering kali menjadi pertimbangan ketika memilih pedagang aset kripto yang cocok. Semakin kecil spread saat jual-beli aset, trader bisa memperoleh harga terbaik dan bila rugi tidak terlalu besar.

Untuk deposit dan tarik saldo, Triv telah bekerja sama dengan pemain e-money terkenal seperti DANA, ShopeePay, Gopay, dan OVO.

Perusahaan juga memiliki fitur gadai kripto yang baru dirilis pada awal tahun ini. Fitur ini memungkinkan pengguna menggunakan aset kriptonya untuk mendapatkan pinjaman dana instan dengan bunga fixed 9% per tahun dan lebih murah dari p2p lending maupun bank. “Adapun untuk staking kami masih menunggu kepastian dari regulator, sehingga belum bisa buat fiturnya.”

Aset kripto yang bisa digadaikan adalah Bitcoin, Ethereum, dan USD Tether. Perusahaan menjamin permohonan gadai 100% akan disetujui tanpa BI Checking dan dalam dua menit langsung cair.

Fitur ini hadir karena di Indonesia kurang lebih ada sebanyak 144 ribu BTC per tahun yang diperdagangkan. Dari situ, ada sekitar 14 ribu BTC yang ditargetkan bisa menjadi jaminan gadai.

Selain Triv, Rey juga mendirikan Veiris, startup e-KYC berteknologi blockchain pada 2015. Veiris memungkinkan verifikasi dengan menggunakan teknologi text recognition dan facial recognition. Solusi tersebut dibutuhkan oleh industri yang datang dari fintech, e-commerce, travel, dan industri keuangan.

“Ketika customer melakukan sign up di sebuah website, enggak perlu verifikasi manual. Tanpa perlu ketik nama. Itu semua di-handle oleh Veiris secara otomatis.”

Para klien Veiris, di antaranya Pundi, Stellar Kapital, Xfers, 8QQ8 Capital, Kioson, E2Pay.co,id, Infinetworks, dan masih banyak lagi.

PermataBank Introduces Trade Finance Service with Blockchain Technology

PT Bank Permata Tbk (PermataBank) officially introduced a trade finance services using blockchain technology. It is said that PermataBank is the first bank to serve trade finance transactions using blockchain technology in Indonesia.

In order to deliver blockchain, PermataBank is collaborating with Contour Network, which is a technology network provider company for global trade finance. In Southeast Asia, some banks have been using Contour technology, including HSBC, Standard Chartered Bank, and Bangkok Bank.

Trade finance is a financing facility for domestic and international trade transactions. The use of blockchain allows data transactions to be carried out in a decentralized system in real-time with the concept of a distributed ledger.

PermataBank’s Wholesale Banking Director, Darwin Wibowo said, the blockchain adoption is PermataBank’s step to answer customer needs through digitizing its various services and navigating the national payment system with technology.

Moreover, he thought the trade finance transactions are very conventional that they are less efficient and often take a long time. The process got even more complicated when the Covid-19 pandemic occurred. Social and activity restrictions have an impact on delays in transaction procedures.

He said, blockchain implementation will facilitate global trade transactions to the issue of the letters of credit (L/C). With its advantages, blockchain is considered capable of saving transaction time, minimizing the risk of fraud, and simplifying complex processes that have been a major challenge in trade finance transactions.

“Also, blockchain technology will expand PermataBank’s service range. Trade finance customers can also make transactions without having to come to PermataBank branch offices,” Darwin said.

Meanwhile, Contour’s CEO, Carl Wegner added that global trade plays an important role in the Indonesian economy. However, manual trade finance transactions have hampered trade growth. Therefore, Contour’s involvement in the trade finance facility at PermataBank is expected to open access to communities around the world.

Transformative technology for commerce

Based on the 2020 Global Trade Survey report released by the International Chamber of Commerce, trade and finance activities in the world are on the verge of uncertainty due to Covid-19.

Based on the survey results of 346 banks from 85 countries in the world, respondents expressed their concern about the decline in the growth of trade finance transactions. However, respondents think that the lockdown and WFH activities have actually accelerated the transition of trade to digital platforms, one of which is through blockchain technology.

2020 Global Trade Survey / International Chamber of Commerce
2020 Global Trade Survey / International Chamber of Commerce

As many as 54% of respondents said transformative technology is its priority area of ​​development and strategic focus in the short term as companies want to ensure future growth. According to respondents, digital technology can spur greater transformation opportunities in the global financial industry, which is still synonymous with paper-based manual processes.

In her writing, R3’s Head of Trade and Supply Chain, Alisa DiCaprio said that trade finance activities are among the most difficult to modernize. The reason is, the transaction still involves many paper-based manual processes which are considered no longer suitable in the digital era. According to Asian Development Bank (ADB) data, nearly $1.5 trillion of trade finance applications were rejected because of inefficiencies.

She observes that blockchain is having tangible results in reducing costs, risks, and potential delays for parties involved in trade finance transactions. With effective implementation, blockchain could potentially unlock $1.5 trillion in global trade finance.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

PermataBank Hadirkan Layanan “Trade Finance” dengan Teknologi Blockchain

PT Bank Permata Tbk (PermataBank) resmi menghadirkan layanan pembiayaan perdagangan atau trade finance dengan teknologi blockchain. Menurut klaimnya, PermataBank menjadi bank pertama yang melayani transaksi trade finance dengan teknologi blockchain di Indonesia.

Untuk menghadirkan blockchain, PermataBank bekerja sama dengan Contour Network yang merupakan perusahaan penyedia jaringan teknologi untuk trade finance di global. Di Asia Tenggara, sejumlah bank yang menggunakan teknologi Contour antara lain HSBC, Standard Chartered Bank, dan Bangkok Bank.

Trade finance merupakan fasilitas pembiayaan untuk transaksi perdagangan domestik maupun internasional. Pemanfaatan blockchain memungkinkan transaksi data dilakukan secara terdesentralisasi secara real-time dengan konsep distributed ledger.

Direktur Wholesale Banking PermataBank Darwin Wibowo mengatakan, adopsi blockchain merupakan langkah PermataBank untuk menjawab kebutuhan nasabah melalui digitalisasi berbagai layanannya dan menavigasi sistem pembayaran nasional dengan teknologi.

Tak kalah penting, selama ini ia menilai transaksi trade finance kerap dilakukan secara konvensional sehingga kurang efisien dan membutuhkan waktu lama. Prosesnya semakin rumit ketika pandemi Covid-19 terjadi. Pembatasan sosial dan aktivitas berdampak terhadap terhambatnya prosedur transaksi.

Menurutnya, implementasi blockchain akan mempermudah transaksi perdagangan global hingga kebutuhan penerbitan letter of credit (L/C). Dengan keunggulan yang dimilikinya, blockchain dianggap mampu menghemat waktu transaksi, meminimalisasi risiko penipuan, dan menyederhanakan proses kompleks yang selama ini menjadi tantangan besar dalam transaksi trade finance.

“Tak cuma itu, teknologi blockchain akan memperluas jangkauan layanan PermataBank. Nasabah trade finance juga dapat bertransaksi tanpa harus datang ke kantor cabang PermataBank,” ungkap Darwin.

Sementara itu, CEO Contour Carl Wegner menambahkan, perdagangan global berperan penting terhadap perekonomian Indonesia. Akan tetapi, transaksi trade finance yang selama ini dilakukan secara manual menghambat pertumbuhan perdagangan. Maka itu, keterlibatan Contour dalam fasilitas trade finance di PermataBank diharapkan dapat membuka akses ke komunitas di seluruh dunia.

Teknologi transformatif untuk perdagangan

Berdasarkan laporan 2020 Global Trade Survey yang dirilis International Chamber of Commerce, kegiatan perdagangan dan pembiayaan perdagangan (trade finance) di dunia tengah di ambang ketidakpastian akibat Covid-19.

Berdasarkan hasil survei terhadap 346 bank dari 85 negara di dunia, responden mengungkapkan kekhawatirannya akan penurunan pertumbuhan transaksi trade finance. Kendati demikian, responden justru menilai kegiatan lockdown dan WFH justru mempercepat transisi perdagangan ke platform digital, yang mana salah satunya melalui teknologi blockchain.

2020 Global Trade Survey / International Chamber of Commerce
2020 Global Trade Survey / International Chamber of Commerce

Sebanyak 54% responden mengaku teknologi transformatif menjadi area prioritas pengembangan dan fokus strategis mereka dalam jangka pendek karena mereka ingin mengamankan pertumbuhan di masa depan. Menurut responden, teknologi digital dapat memacu peluang transformasi lebih besar di industri keuangan global yang selama ini masih identik dengan proses manual berbasis kertas.

Dalam tulisannya, Head of Trade and Supply Chain R3 Alisa DiCaprio menyebutkan bahwa kegiatan trade finance termasuk yang paling sulit untuk dimodernisasi. Pasalnya, proses transaksinya selama ini masih melibatkan banyak proses manual berbasis kertas yang dinilai tidak cocok lagi di era digital. Berdasarkan data Asian Development Bank (ADB), hampir $1,5 triliun pengajuan pembiayaan perdagangan ditolak karena inefisiensi.

Ia menilai blockchain memiliki hasil nyata dalam mengurangi biaya, risiko, dan potensi penundaan bagi pihak yang terlibat dalam transaksi pembiayaan perdagangan. Jika diimplementasi secara efektif, blockchain dapat berpotensi membuka peluang $1,5 triliun dalam pembiayaan perdagangan global.

Application Information Will Show Up Here

The Essentials of Crypto as a Digital Asset

Before the Bitcoin price went public, Lawrence Samantha, who currently serves as Founder & CEO of a cryptocurrency investment platform called “Nobi”, was already interested in studying this digital asset based on blockchain technology. With a programming background, he began to explore the various types of digital currencies until he finally believed that crypto was the most perfect digital asset.

However, behind the perfection of crypto assets, there are many things one must learned in order to understand the whole process. Although crypto assets in Indonesia are currently limited to commodities, there are already several platforms that offer easy ways to profit from various types of crypto assets, one of which is Nobi.

In addition, Lawrence also said some other reasons to encourage people to invest in crypto assets. The decentralized technology on top of the blockchain platform allows users to monitor movements and carry out transactions without intermediaries, in other words, this technology offers a more transparent system. In terms of price, one of crypto’s many variants, Bitcoin, is referred to as the asset with the highest increase over the last 10 years.

Several facts mentioned above will sound tempting to some people. However, with all the advantages it has to offer, it is important to learn the whole practice of crypto as a digital asset.

Risk profile and high volatility

With the high level of security offered, crypto assets are also known to be highly volatile, meaning the price can go up rather quickly and then suddenly drop as well. Then, the question arises, are crypto assets suitable for the market in Indonesia?

Quoting from Coindesk, “Crypto markets are volatile because there’s no central authority to stop them from being so. Crypto asset prices, therefore, can be assumed to represent investor sentiment more fairly. This hints at what a “pure” market could look like.”

Lawrence also said that Indonesia is actually quite behind in terms of crypto assets with only 2% understanding rate, while there are more than 10% of people who have used this product in the United States. Regarding high risk, Lawrence emphasized, “All investments will have high risk if we’re not willing to learn.”

Crypto’s variants

The Ministry of Trade (Kemendag) recorded that crypto asset investors as of May 2021 have reached 6.5 million people with a transaction value of IDR 370 trillion. It has exceeded the number of capital market investors on the Indonesia Stock Exchange. This proves the high interest of Indonesian people to invest in crypto assets.

There are more than 3,000 types of crypto assets circulating around the world, and there will be more in the future. Recently, CoFTRA published a list of 229 crypto assets allowed to use for trading in Indonesia. Some of the popular types are include Ethereum, Dogecoin, Ripple, Stellar and the most used is Bitcoin. There are only 21 million bitcoins worldwide.

Among the many crypto assets with high volatility in circulation, it turns out that there is a category of stablecoin. Quoting from Coinbase, Stablecoins is a digital currency that are pegged to a “stable” reserve asset such as the US dollar or gold. Stablecoins are designed to reduce the volatility associated with non-pegged cryptocurrencies such as Bitcoin.

Continuous lesson

When we started something, there are always some must-followed learning processes. It is similar to when the internet’s first penetration in Indonesia, not everyone understands how to use it. However, as time goes by and the benefits are getting real, people are increasingly interested in learning further.

It is not much different with crypto assets, which are also referred to as investment alternatives in this digital era. In terms of technology, there have been a lot of innovations that have emerged in the last ten years in the cryptocurrency industry. More derivative products are delivered from crypto as digital assets. This shows that the more people who are involved in this industry, the more innovation will be present.

As someone who has studied crypto assets from the beginning, Lawrence advised that everyone who wants to get into crypto asset investing must be willing to learn. Understand the most fundamental in investing and its products [crypto assets]. Recognize its nature and continue to monitor its movements. That goes with the saying that represents if you don’t know it, how would you love it.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Gambar Header: Depositphotos.com

Pentingnya Mempelajari Seluk Beluk Kripto sebagai Aset Digital

Sebelum harga Bitcoin mengudara di publik, Lawrence Samantha, yang saat ini menjabat sebagai Founder & CEO di sebuah platform investasi cryptocurrency bernama “Nobi”, sudah mulai tertarik mempelajari aset digital yang berbasis teknologi blockchain ini. Berlatar belakang seorang programmer, ia mulai mengeksplorasi ragam jenis mata uang digital ini hingga akhirnya meyakini bahwa kripto merupakan aset digital yang paling sempurna.

Namun dibalik kesempurnaan aset kripto, ada banyak hal yang harus dipelajari hingga bisa paham seluk beluk penggunaannya. Meskipun saat ini aset kripto di Indonesia terbatas sebagai komoditas, sudah ada beberapa platform yang menawarkan cara mudah mendapatkan keuntungan dari berbagai jenis aset kripto, salah satunya Nobi.

Selain itu, Lawrence juga mengungkap beberapa alasan lain untuk mendorong masyarakat berinvestasi pada aset kripto. Teknologi desentralisasi di atas platform blockchain memungkinkan pengguna untuk memantau pergerakan dan melakukan transaksi tanpa perantara, dengan kata lain teknologi ini menawarkan sistem yang lebih transparan. Dari segi harga, salah satu jenis aset kripto yaitu Bitcoin disebut sebagai aset dengan peningkatan paling tinggi selama 10 tahun terakhir.

Tentunya beberapa fakta di atas terdengar menggiurkan bagi sejumlah orang. Namun, dengan segala keuntungan yang ditawarkan, penting sekali untuk mempelajari seluk beluk kripto sebagai aset digital.

Profil risiko dan volatilitas tinggi

Dengan keamanan tingkat tinggi yang ditawarkan, aset kripto juga dikenal memiliki volatilitas tinggi, berarti harganya bisa naik tinggi dengan cepat lalu tiba-tiba turun dengan cepat juga. Lalu muncul pertanyaan, apakah aset kripto cocok dengan pasar di Indonesia?

Mengutip dari Coindesk, “Pasar Crypto mudah berubah karena sistem desentralisasi yang menyebabkan ketiadaan otoritas pusat untuk menghentikannya. Oleh karena itu, harga aset kripto dapat dianggap mewakili sentimen investor secara lebih adil. Hal ini mengisyaratkan pasar yang murni”.

Lawrence turut menyampaikan bahwa Indonesia sebenarnya cukup ketinggalan dalam hal aset kripto dengan persentase pemahaman hanya sekitar 2%, sementara di Amerika Serikat terdapat lebih dari 10% masyarakat yang sudah menggunakan produk ini. Terkait risiko tinggi, Lawrence menegaskan, “Semua investasi akan memiliki risiko tinggi kalau tidak ada keinginan untuk belajar.”

Ragam jenis aset kripto

Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat investor aset kripto hingga Mei 2021 sudah tembus ke angka 6,5 juta orang dengan nilai transaksi Rp370 triliun. Besaran angka tersebut sudah melebihi jumlah investor pasar modal di Bursa Efek Indonesia. Hal ini membuktikan tingginya minat investasi masyarakat Indonesia terhadap aset kripto.

Terdapat lebih dari 3,000 jenis aset kripto yang beredar di seluruh dunia, dan akan semakin banyak ke depannya. Belum lama ini Bappebti menerbitkan daftar 229 aset kripto yang dapat diperdagangkan di Indonesia. Beberapa jenis yang sering digunakan antara lain Ethereum, Dogecoin, Ripple, Stellar dan yang paling popular Bitcoin. Bitcoin sendiri hanya ada sejumlah 21 juta di seluruh dunia.

Di antara sekian banyak aset kripto dengan volatilitas tinggi yang beredar, ternyata ada yang berkategori stablecoin. Dilansir dari Coinbase, Stablecoin merupakan mata uang digital yang dipatok dengan aset cadangan yang “stabil” seperti dolar AS atau emas. Stablecoin dirancang untuk mengurangi volatilitas yang terkait dengan mata uang kripto yang tidak dipatok seperti Bitcoin.

Proses belajar yang terus berlangsung

Ketika memulai sesuatu, selalu ada proses pembelajaran yang harus dijalani. Tidak jauh berbeda ketika internet pertama kali masuk ke Indonesia, tidak semua orang mengerti cara menggunakannya. Namun seiring waktu berjalan serta manfaatnya semakin terasa, orang pun semakin berminat untuk mempelajari lebih jauh.

Begitu pula dengan aset kripto, yang juga disebut sebagai alternatif investasi di era digital ini. Dari sisi teknologi, ada banyak sekali inovasi yang muncul dalam sepuluh tahun terakhir dalam dunia cryptocurrency. Semakin banyak produk turunan dari kripto sebagai aset digital. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak orang yang berkecimpung dalam industri ini, akan semakin banyak inovasi yang hadir.

Sebagai seorang yang mempelajari aset kripto sejak awal, Lawrence berpesan agar setiap orang yang ingin terjun ke dalam investasi aset kripto harus mau belajar. Pahami hal yang paling fundamental dalam investasi dan produknya [aset kripto]. Kenali sifatnya serta terus pantau pergerakannya. Seperti pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang.

Gambar Header: Depositphotos.com

Coinomo Crypto Wallet Is Officially Launched Post Fresh Funding

Coinomo, a new company of Turn Capital’s acquisition over Dapp Pocket (Taiwan-based crypto wallet) and Cappuu (a yield aggregator service), announced fresh funding with an undisclosed value led by Vertex Ventures Southeast Asia & India (Vertex Ventures SEAI). Also, the beta version of the Coinomo application was released for the Indonesian and Taiwanese markets.

This round involved some investors, including zVentures (a Razer venture company), Spartan Group (a blockchain advisory and digital asset management company), Leo Cheng, and Venture Dao (a decentralized autonomous organization/community-based investment DAO consisting of business founders). Turn Capital’s previous investors also participated in this round.

Vertex Ventures SEAI’s partner, Genping Liu said, “We see an increase in interest and continuous innovative applications in the crypto space. Coinomo allows retail investors to easily participate in the ecosystem based on their investment profile return. This provides significant value by abstracting away complexity and confusion for the general retail user, while also reducing the risk of many projects.

“Vertex considers this as an infrastructure game to facilitate the further development of the cryptocurrency ecosystem. We have known and worked with Joseph and Evie for many years, therefore, we are delighted to be able to support them in this new venture.” Coinomo is Vertex Ventures SEAI’s second investment in the crypto industry after Binance Asia.

Razer zVentures’ Investment Director, Cho Weihao added, “Recently, cryptocurrencies have gained popularity among young people and millennials. As the world’s leading lifestyle brand for gamers, most of whom are millennials, Razer zVentures supports Coinomo’s efforts to create value in this area, as well as evaluating potential synergies.”

Coinomo’s CEO, Evie Zhang said the company wanted to bring its expertise in consumer products to Coinomo. In consumer products, it is closely related to two main elements, which is fun and easy to use. “We keep it in mind to apply to every detail and feature in our product designs.”

Coinomo App

Coinomo works closely with licensees in each country, aiming to become the largest and most used crypto gateway in Southeast Asia. In this region, there is a potential of more than 665 million people to be Coinomo users. Coinomo app’s beta version has a feature that allows users to trade cryptocurrencies and participate in yield products from various return on investment (DeFi) profiles.

With an intuitive interface that easily guides and directs users, they don’t have to spend days learning or getting comfortable with crypto products and spaces. In this beta version, Coinomo offers two product yields, providing a glimpse of more products in the future that are scalable, as well as compliant with a number of risk and return requirements from customers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Aplikasi Dompet Kripto Coinomo Resmi Hadir di Indonesia Setelah Terima Pendanaan

Coinomo, perusahaan yang lahir setelah Turn Capital mengakuisisi Dapp Pocket (pemain dompet kripto asal Taiwan) dan Cappuu (layanan yield aggregator), mengungkapkan telah mendapat dana segar dengan nominalnya dirahasiakan yang dipimpin oleh Vertex Ventures Asia Tenggara & India (Vertex Ventures SEAI). Bersamaan dengan itu, aplikasi Coinomo versi beta pun dirilis untuk pasar Indonesia dan Taiwan.

Dalam putaran ini turut diikuti oleh sejumlah investor, di antaranya zVentures (perusahaan ventura Razer), Spartan Group (perusahaan penasihat blockchain dan manajemen aset digital), Leo Cheng, dan Venture Dao (decentralized autonomous organization/DAO investasi berbasis komunitas yang terdiri dari para pendiri bisnis). Investor sebelumnya, Turn Capital juga turut berpartisipasi dalam putaran tersebut.

Partner Vertex Ventures SEAI Genping Liu menyampaikan, pihaknya melihat ada peningkatan minat dan aplikasi inovatif berkelanjutan di ruang kripto. Coinomo memungkinkan investor ritel berpartisipasi dengan mudah dalam ekosistem sesuai dengan profil pengembalian investasi mereka. Hal ini memberikan nilai signifikan dengan mengabstraksikan kompleksitas dan kebingungan bagi pengguna ritel umum, sementara juga mengurangi risiko dari banyak proyek.

“Vertex melihat hal ini sebagai sebuah permainan infrastruktur untuk memfasilitas pengembangan lebih lanjut dari ekosistem mata uang kripto. Kami telah mengenal dan bekerja dengan Joseph dan Evie selama bertahun-tahun, sehingga kami senang dapat mendukung mereka lagi dalam usaha baru ini,” ucapnya dalam keterangan resmi, Senin (14/6). Coinomo merupakan investasi kedua Vertex Ventures SEAI di industri kripto setelah Binance Asia.

Investment Director Razer zVentures Cho Weihao menambahkan, “Mata uang kripto telah mendapatkan popularitas di kalangan muda dan milenial belakangan ini. Sebagai merek gaya hidup terkemuka di dunia untuk para gamer, yang sebagian besar adalah kaum milenial, Razer zVentures mendukung upaya Coinomo dalam menciptakan nilai di bidang ini, dan juga melakukan evaluasi terhadap sejumlah potensi sinergitas.”

CEO Coinomo Evie Zhang menuturkan perusahaan ingin membawa keahlian di bidang produk konsumen ke Coinomo. Dalam produk konsumer, berkaitan erat dengan dua unsur utamanya, yakni mudah digunakan dan menyenangkan yang harus selalu ada. “Kami mengingatnya untuk diterapkan di setiap detail dan fitur dalam desain produk kami.”

Aplikasi Coinomo

Coinomo bekerja sama dengan para pemegang lisensi di tiap negara, berambisi menjadi gerbang kripto terbesar dan terbanyak digunakan di Asia Tenggara. Di kawasan ini, menyimpan potensi lebih dari 665 juta populasi jiwa sebagai calon pengguna Coinomo. Aplikasi Coinomo versi beta memiliki fitur yang memungkinkan pengguna untuk jual-beli mata uang kripto dan berpartisipasi dalam produk hasil dari berbagai profil pengembalian investasi (DeFi).

Dengan tampilan antarmuka yang intuitif, membimbing, dan mengarahkan pengguna dengan lebih mudah, pengguna tidak perlu menghabiskan waktu berhari-hari untuk belajar atau merasa nyaman dengan produk dan ruang kripto. Pada versi beta ini, Coinomo menawarkan dua produk yield, memberikan gambaran sekilas mengenai lebih banyak produk di masa mendatang yang terukur, serta sesuai dengan sejumlah persyaratan risiko dan pengembalian investasi dari pelanggan.

Application Information Will Show Up Here

Apakah Proof of Stake Akan Menggantikan Proof of Work?

Jika Anda sudah lama terjun di dunia cryptocurrency, mungkin istilah proof of stake dan proof of work tidak asing lagi. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Apakah proof of stake akan menggantikan proof of work di kemudian hari?

Pengertian Proof of Work

Sebelum mengulas sesuatu yang lebih dalam, akan lebih baik jika memahami terlebih dahulu tentang apa itu proof of work. Pada intinya, proof of work adalah sebuah protokol untuk mencegah berbagai serangan cyber, seperti Distributed Denial-of-Service, yang hendak menguras seluruh sumber daya sistem dengan metode melakukan permintaan fiktif.

Konsep ini sudah muncul sejak lama sebelum bitcoin muncul. Satoshi Nakamoto, penemu bitcoin, menggunakan teknik ini. Oleh karena itu, proof of work kerap disebut bitcoin consensus.

Sesuai namanya, seluruh algoritma yang bekerja butuh bantuan dari kinerja komputasi yang bertujuan untuk memecahkan kode tertentu supaya bisa menambang blockchain. Para penambang akan melakukan berbagai macam percobaan hash untuk membuat hash power bertambah. Hal ini akan memungkinkan penambang untuk bisa melakukan percobaan lebih banyak setiap detik.

Penambang yang memiliki hash rate tinggi akan memiliki lebih banyak kesempatan dalam menemukan solusi untuk blok selanjutnya. Algoritma consensus proof of work memastikan para miner hanya dapat memvalidasi transaksi pada blok baru dan selanjutnya ditambahkan ke blockchain saat jaringan sudah mencapai consensus.

Pengertian Proof of Stake

Setelah memahami proof of work, hal tak kalah penting lainnya adalah mengetahui lebih dalam tentang proof of stake. Proof of stake adalah sebuah algoritma consensus yang telah dikembangkan mulai tahun 2011. Algoritma ini sengaja disiapkan untuk menggantikan algoritma proof of work karena menggunakan konsep yang jauh lebih efisien.

Algoritma tersebut memakai sebuah mekanisme blok baru yang divalidasi berdasarkan dari jumlah koin atau stake holder sebagai pemegang koin blockchain. Salah satu varian menarik dari proof of stake adalah Delegated Proof of Stake atau DPoS. DPoS akan memanfaatkan sistem voting. Penemu dari metode ini adalah Dan Larimer, seorang blockchain developer dan entrepreneur.

Proses Delegated Proof of Stake pada blockchain Vexanium terjadi di layer 2. Artinya, hanya akan ada 50% dari seluruh consensus Vexanium. Di sisi lain, sisanya akan terlibat di proses aktual untuk melakukan konfirmasi semua blok hingga final dengan cara Asynchronous Byzantine Fault Tolerant. Jadi, bisa dikatakan ada dua lapisan yang terlibat di dalam model Vexanium, yakni layer 1 dengan metode consensus asli dan layer 2 memakai DPoS.

Perbedaan antara Proof of Stake dan Proof of Work

Tentu saja ada perbedaan yang cukup mencolok antara proof of stake dan proof of work. Proof of work biasa digunakan untuk menentukan bagaimana cara agar blockchain bisa mencapai konsensus. Dapat dikatakan dikatakan proof of work ini juga berperan tentang bagaimana sebuah jaringan bisa memastikan bahwa transaksi bisa valid dan tidak ada pihak yang melakukan percobaan yang buruk.

Kriptografi menerapkan persamaan matematika yang cukup sulit dan mungkin hanya komputer canggih saja yang bisa menyelesaikan persamaan tersebut. Tidak ada persamaan yang sama. Setelah selesai, jaringan akan mengetahui bahwa transaksi tersebut asli.

Walaupun tergolong penemuan yang luar biasa, nyatanya proof of work tetap ada kekurangan seperti membutuhkan listrik yang besar dan juga terbatas pada jumlah transaksi yang diproses bersamaan. Hal ini mendorong alternatif solusi dalam bentuk proof of stake.

Proyek pertama yang menerapkan model proof of stake adalah Peercoin. Setelah menggunakan sistem ini, ada beberapa manfaat yang dihasilkan seperti sistem penambangan lebih setara, lebih sedikit ketergantungan dengan listrik, dan transaksi lebih terukur.

Aset kripto terpopuler kedua di dunia, yaitu Ethereum, sedang memasuki proses peralihan dari proof of work menuju proof of stake. Jadi, apakah proof of stake akan menggantikan proof of work? Jawabannya bisa jadi.

Lebih Baik Proof of Work atau Proof of Stake?

Pada intinya, setiap sistem blockchain memiliki berbagai kerentanan, termasuk pada metode proof of work maupun proof of stake. Semua sistem blockchain ini harus sesuai dengan kondisi protokol konsensus atau bagaimana keamanan bisa dibangun dan apa imbalan pada sistem ini.

Proof of work sebenarnya bisa dikatakan lebih adil. Hal ini karena para penambang dengan kekuatan P bisa mendapatkan blok dan mendapatkan imbalan dengan probabilitas P. Di sistem proof of stake, akan muncul sebuah kekhawatiran, yaitu pemilik koin tidak memiliki insentif untuk melepaskan koin ke pihak lain. Hal ini karena jumlah koin sangat berpengaruh terhadap nilai kekayaan.

Selanjutnya, proof of work memiliki protokol konsensus yang obyektif, sedangkan proof of stake adalah protokol subyektif dan simpulnya membutuhkan informasi terbaru.

Meskipun masih ada kekurangan, peluang proof of stake menggantikan proof of work sangat besar. Dengan adanya sistem proof of stake, validator tidak harus menggunakan komputasi lagi karena faktor yang paling berpengaruh pada peluang mereka adalah jumlah koin mereka sendiri. Peralihan dari proof of work menuju proof of stake akan memunculkan manfaat seperti energi lebih efisien dan keamanan jaringan lebih terjamin.


Disclosure: Tulisan ini dibuat oleh Yudha Situmorang, Co-Founder InvestBro.id

Gambar header oleh DepositPhotos

Pintu Dikabarkan Bukukan Pendanaan Seri A dari Pantera Capital, Coinbase, Blockchain Ventures, dan Sejumlah Investor [UPDATED]

Platform marketplace aset kripto “Pintu” dikabarkan mendapatkan pendanaan A senilai $6 juta atau setara 86 miliar Rupiah. Pantera Capital memimpin putaran ini, merupakan pemodal ventura asal Amerika Serikat yang fokus pada startup berbasis blockchain. Coinbase dan Blockchain Ventures juga terlibat dalam pendanaan ini, keduanya juga fokus pada proyek-proyek berbasis cryptocurrency.

Selain itu ada beberapa investor lain yang terlibat, termasuk Castle Island Ventures, Intudo Ventures, Alameda Ventures, dan sejumlah angel investor.

Pihak Pintu tidak menampik informasi ini dan berjanji memberikan informasi lebih lanjut.

Melalui aplikasinya, Pintu membantu pengguna melakukan investasi aset kripto secara mudah. Melalui layanan Pintu Academy, mereka juga menghadirkan akses pembelajaran investasi aset kripto kepada penggunanya – hal ini juga terkait dengan misi perusahaan yang ingin menggaet investor pemula. Saat ini perusahaan telah terdaftar di BAPPEBTI dan Kominfo.

Dalam wawancara sebelumnya dengan DailySocial, Founder Pintu Jeth Soetoyo mengatakan bahwa antusias masyarakat untuk berinvestasi ke kripto terus meningkat. Untuk itu edukasi dianggap menjadi sesuatu yang krusial, para investor harus paham betul tentang fundamental dari instrumen investasi tersebut.

Jeth juga menyatakan bahwa Pintu didirikan untuk menyelesaikan permasalahan kesulitan berinvestasi aset kripto seperti Bitcoin dan Ethereum, terutama bagi pemula dan orang awam.

Pintu diklaim sebagai aplikasi mobile yang menawarkan kemudahan berinvestasi cryptocurrency melalui tampilan UI/UX yang ramah pengguna, fitur keamanan, dan platform edukasi kripto bagi masyarakat yang baru pertama kali berinvestasi di instrumen tersebut.

Application Information Will Show Up Here

CEO ByteDance Bakal Mundur, Fortnite Kerja Sama dengan NBA

Minggu lalu, CEO ByteDance, perusahaan induk dari TikTok, mengumumkan bahwa dia akan mengundurkan diri. Alasannya adalah karena dia ingin fokus pada strategi perusahaan dalam jangka panjang. Sementara Epic Games mengumumkan kerja samanya dengan NBA untuk membuat konten dan turnamen dari game battle royale tersebut.

Fortnite Gandeng NBA untuk Buat Konten Baru

Epic Games baru saja menandatangani kerja sama dengan National Basketball Association (NBA). Dengan ini, mereka akan bisa memasukkan 30 tim NBA ke dalam game Fortnite. Konten NBA dalam game akan muncul dalam bentuk jersey tim dan aksesori yang bisa dikenakan oleh para pemain. Kerja sama ini mulai 21 Mei 2021. Selain itu, Donovan Mitchell dari Utah Jazz dan Trae Young dari Atlanta Hawks juga akan mempromosikan bundle khusus — berisi aksesori yang mereka pilih sendiri — yang dinamai Locker Bundles.

Epic Games baru saja mengajak kerja sama NBA.

Sebagai bagian dari Fortnite x NBA: The Crossover, Epic Games dan NBA juga akan mengadakan kompetisi Fortnite x NBA Team Battles, yang berlangsung selama lima hari. Di kompetisi ini, para pemain akan bisa mewakili tim basket favorit mereka. Di pertandingan tersebut, para pemain juga akan bisa mendapatkan V Bucks, mata uang dalam game Fortnite, lapor The Esports Observer.

CEO ByteDance Bakal Mundur

Zhang Yiming, CEO dari ByteDance, perusahaan induk TikTok, mengumumkan bahwa dia akan mengundurkan diri dari jabatannya pada akhir tahun ini. Co-founder dan HR Head, Liang Rubo akan menggantikan Yiming sebagai CEO. Yiming menjelaskan, tanggung jawabnya sebagai CEO membuatnya harus fokus pada rencana jangka pendek perusahaan. Sementara itu, dia ingin bisa lebih fokus pada strategi jangka panjang perusahaan. Jadi, dia memutuskan untuk mundur dari posisinya sebagai CEO dan beralih ke jabatan yang memungkinkannya untuk fokus pada strategi jangka panjang perusahaan.

ByteDance dikenal sebagai perusahaan induk TikTok. Namun, mereka juga telah menjajaki industri game. Mereka telah mengakuisisi beberapa studio game, seperti Ohayoo, Nuverse, dan PixDance. Tahun lalu, mereka juga membuat publisher game di Tiongkok, Pixamin, serta meluncurkan platform game kasual, Danjuan Games, lapor GamesIndustry. Sementara tahun ini, mereka telah mengakuisisi C4 Games dan Moonton Technology.

Snapchat Games Mendapatkan Lebih dari 200 Juta Pemain

Snap berkata, games di Snapchat telah memiliki lebih dari 200 juta pemain, naik dari 100 juta pada tahun lalu. Dan sekitar 30 juta pengguna Snapchat memainkan Snap Games setiap bulannya. Secara keseluruhan, Snapchat memiliki lebih dari 500 juta pengguna aktif bulanan. Snap mengklaim, aplikasi mereka digunakan oleh 50% pengguna smartphone di Amerika Serikat. Sementara sekitar 40% dari pengguna Snap ada di luar Amerika Utara dan Eropa. Pengguna aktif harian Snapchat di India India telah naik 100% dalam waktu 5 kuartal terakhir.

Snap bekerja sama dengan Unity untuk membuat avatar Bitmoji. | Sumber: VentureBeat

Dalam dua tahun terakhir, ada lebih dari 30 game yang diluncurkan di Snapchat, menurut laporan VentureBeat. Rekan Snap, Voodoo, berencana untuk meluncurkan lima game baru di Snapchat pada tahun 2021. Sebelum ini, mereka telah merilis game Hole.io dan Crowd City. Mereka juga telah meluncurkan Aquapark IO pada musim gugur tahun lalu. Sekarang, game itu telah mendapatkan 45 juta pemain di Snapchat.

Twitch Turunkan Biaya Berlangganan

Twitch mengumumkan, mereka akan menurunkan biaya berlangganan. Tujuannya adalah untuk tidak membebani fans di luar Amerika Serikat. Pada saat yang sama, mereka juga akan menjamin bahwa pemasukan para streamers tidak akan turun. Sebelum ini, Twitch memasang biaya berlangganan sebesar US$5 untuk semua orang, tak peduli dari negara mana seseorang berasal. Namun, mereka merasa, harga tersebut mungkin tidak sesuai untuk orang-orang di sejumlah negara. Karena itu, Twitch akan menyesuaikan biaya berlangganan sesuai dengan biaya hidup di sebuah negara.

“Kami yakin, biaya berlangganan yang lebih murah akan mendorong pertumbuhan dan pemasukan kreator dalam jangka panjang,” kata Twitch, seperti dikutip dari Pymnts, “Tapi, kami juga sadar bahwa kami harus memperhitungkan kemungkinan turunnya pemasukan kreator dalam periode penyesuaian. Untuk memastikan para kreator tidak mendapatkan dampak negatif dari penurunan harga berlangganan ini, kami meluncurkan program 12 bulan untuk menjamin pemasukan kreator.”

Platform Game Blockchain, Forte Dapat Kucuran Dana US$185 Juta

Forte, perusahaan penyedia platform game blockchain, baru saja mendapatkan investasi sebesar US$185 juta. Ronde pendanaan kali ini dipimpin oleh Griffin Gaming Partners. Dengan ini, valuasi Forte menembus US$1 miliar, menjadikannya sebagai unicorn terbaru dalam pasar blockchain gaming, menurut laporan VentureBeat.

Forte adalah perusahaan asal San Francisco, Amerika Serikat, yang menyediakan infrastruktur menggunakan teknologi blockchain. Produk Forte memungkinkan game blockchain untuk menggunakan dompet cryptocurrency demi menyimpan token para pemain. Dompet ini tidak hanya harus aman, tapi bisa digunakan untuk bertransaksi dengan berbagai cryptocurrency, seperti Bitcoin dan Ethereum. Tak hanya itu, uang yang ada di dompet itu juga harus bisa ditukar ke mata uang standar, seperti dollar.