Tcash Jadi LinkAja Per 21 Februari Mendatang

Tcash secara resmi mengumumkan perubahan nama menjadi LinkAja, yang efektif bakal berlaku mulai 21 Februari mendatang. LinkAja, sebuah BUMN fintech yang tidak lagi sekadar platform pembayaran milik Telkom Group, menjadi ujung tombak untuk bersaing di sektor pembayaran digital yang makin kompetitif.

Sebelumnya kami telah memberitakan bahwa LinkAja merupakan joint venture enam BUMN besar, yaitu Telkom, Pertamina, Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BTN. BUMN Fintech ini akan menggunakan skema QR Code terstandar sebagai landasan platform pembayaran digital. Digadang-gadang mereka juga akan bermitra dengan raksasa pembayaran Tiongkok WeChat Pay dan Alipay.

Menurut Fintech Report 2018, Tcash adalah platform uang elektronik berbasis server terpopuler ketiga
Menurut Fintech Report 2018, Tcash adalah platform uang elektronik berbasis server terpopuler ketiga

Menurut Fintech Report 2018, Tcash adalah platform uang elektronik terpopuler ketiga di Indonesia setelah Go-Pay dan OVO. Dikabarkan CEO Tcash saat ini, Danu Wicaksana, bakal memimpin inisiatif LinkAja.

Di laman resmi yang dihadirkan Tcash, disebutkan tidak ada perubahan fitur berarti antara Tcash dan LinkAja. Pengguna existing Tcash tinggal memperbarui aplikasinya mulai tanggal 21 Februari dan secara otomatis akan dikonversi menjadi konsumen LinkAja. Saldo yang ada di dompet Tcash juga bakal secara utuh dipindahkan ke dompet LinkAja.

Sebelumnya di keterbukaan ke BEI, Telkom Group juga mengumumkan pendirian anak perusahaan yang khusus mengurusi fintech, PT Fintek Karya Nusantara (Finarya). Belum ada informasi lebih lanjut bagaimana kaitan antara Finarya dan LinkAja.

Tcash saat ini tidak lagi eksklusif untuk pengguna Telkomsel dan bisa digunakan oleh pengguna operator seluler apapun mulai pertengahan tahun lalu.

Application Information Will Show Up Here

BUMN Fintech Pengelola Sistem Pembayaran Berbasis QR “LinkAja” akan Diumumkan Maret Mendatang

Keenam perusahaan pelat merah (BUMN) yang terlibat dalam kongsi BUMN Fintech akan mengumumkan sistem pembayaran berbasis Quick Response (QR) Code pada awal Maret 2018. Sistem pembayaran ini akan diberi nama LinkAja

Adapun, keenam perusahaan yang terlibat antara lain empat bank BUMN (Mandiri, BNI, BRI, BTN), Telkomsel, dan Pertamina. Adapun, kepemilikan saham entitas baru yang menaungi LinkAja, akan dibagi rata ke enam perusahaan BUMN.

Belum ada informasi lebih lanjut terkait entitas baru ini, termasuk siapa saja yang berada di dalam susunan direksinya. Namun, pihaknya saat ini masih mengurus perizinan ke Bank Indonesia (BI).

Diminta konfirmasinya, Direktur Teknologi Informasi dan Operasi BNI Dadang Setiabudi tidak berkomentar banyak. “Masih belum final, nanti saya infokan jika sudah,” ucapnya dalam pesan singkat kepada DailySocial.

Sementara itu, Manager Media Relation Telkomsel, Singue Kilatmaka mengungkapkan, pihaknya saat ini belum bisa memberikan komentar lebih lanjut terkait pembentukan BUMN Fintech tersebut. Ia juga belum bisa memberikan gambaran jelas mengenai platform LinkAja.

“Telkomsel termasuk ke dalam [kongsi] ini karena secara langsung Telkomsel itu bagian dari Telkom Group yang juga adalah BUMN. Saat ini, informasinya masih digodok di level BUMN, tunggu saja nanti informasi dari entitas baru [BUMN Fintech]. Yang jelas, platform ini pure buatan BUMN,” tuturnya kepada DailySocial.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, BUMN Fintech berencana bekerja sama dengan WeChat Pay dan Alipay yang merupakan penyedia jasa pembayaran digital asal Tiongkok. Statusnya saat ini masih belum jelas, bahkan Menteri BUMN Rini Soemarno membantah adanya rencana kerja sama tersebut.

DailySocial telah mencoba menghubungi sejumlah direksi BUMN untuk mengetahui rencana selanjutnya. Kami mengontak Managing Director Digital Banking and IT BRI, Indra Utoyo, Director Digital and Strategic Portfolio Telkom David Bangun, dan Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan Gatot Trihargo.

Hingga berita ini diturunkan, kami masih menunggu konfirmasi dari sejumlah direksi BUMN yang kami hubungi tersebut.

Boost Indonesia Kembangkan Gamifikasi Melalui BoostPlay dan Sediakan Mobile Wallet

Hadir di Indonesia sejak akhir tahun 2016 lalu, platform digital anak perusahaan Axiata Digital Services Sdn Bhd, Boost, semakin agresif mengembangkan lini bisnis mereka.

Masih memprioritaskan penambahan jumlah merchant dan supplier yang kebanyakan menyasar sektor FMCG, di tahun 2019 ini Boost Indonesia mulai fokus mengakuisisi pengguna dari kalangan milenial.

Kepada DailySocial, Brand & Communication Manager Boost Indonesia Deri Jindhar mengungkapkan, saat ini kebanyakan merchant adalah pemilik warung tradisional dan penjual kaki lima di Jabodetabek, Bandung, Solo hingga Yogyakarta. Untuk memastikan proses akuisisi berjalan lancar, Boost Indonesia memiliki tenaga freelancer yang fungsinya serupa agen.

QR Code di mobile wallet, gamifikasi di BoostPlay

Di negara asalnya Malaysia, Boost telah memiliki 5500 merchant dan sekitar 80 ribu pengguna yang menikmati aplikasi Boost setiap harinya. Salah satu layanan digital yang telah diluncurkan Boost adalah mobile wallet. Dengan teknologi QR Code, pengguna bisa melakukan pembayaran di merchant yang bekerja sama dengan Boost Indonesia, yang disebut dengan BoostSpot.

Selain mobile wallet, Boost Indonesia juga menyediakan gamifikasi dengan rewards beragam, mulai dari sepeda motor hingga gadget. Dengan BoostPlay, Boost berharap bisa menarik lebih banyak pengguna menikmati aplikasi gaya hidupnya.

“Kami juga memiliki aplikasi untuk pengguna yang sarat dengan gamification berhadiah sekaligus informasi dan rekomendasi gaya hidup yang relevan,” kata Deri.

Pengguna dapat mengumpulkan loyalty rewards, mengirim dan menerima e-voucher, mentransfer dan menerima uang, semuanya melalui aplikasi BoostPlay. Untuk mempermudah proses tersebut, Boost Indonesia bermitra dengan BNI dan menyematkan produk uang elektronik berbasis server milik BNI, UnikQu, ke dalam aplikasi.

“Saat ini baru BNI saja kerja sama dengan perbankan yang kami lakukan. Ke depannya kami juga memiliki rencana untuk menambah kerja sama lebih banyak lagi dengan bank di Indonesia,” kata Deri.

Selain dengan BNI, Boost Indonesia juga telah menjalin kerja sama dengan Medi-call. Melalui aplikasi Boost, pengguna bisa menikmati layanan Medi-call secara langsung. Ke depannya Boost Indonesia juga akan menambah fitur menarik lainnya di aplikasi pengguna seperti Boost Donasi, Boost Debar (permainan), dan masih banyak lagi.

“Sesuai dengan target Boost Indonesia, tahun 2019 ini kami fokus menambah jumlah pengguna dan memperkenalkan gamification dengan hadiah dan layanan menarik untuk pengguna,” kata Deri.

Application Information Will Show Up Here

Alipay Approaches BRI and BCA to Handle Chinese Tourist in Indonesia

After WeChat, Alipay is getting its business ready for Indonesia by approaching BRI and BCA. The pilot project is yet to be announced.

Quoted from Detik, Alipay has just signed the MoU with BRI. After that, there’ll be homework, including license.

BRI can be a facilitator for tourist to make easier transaction as the acquirer. They can use Alipay at some merchants partnered with BRI.

However, they haven’t calculate potential income for the company in the MoU. Therefore, the internals are preparing another IT system because the one used by Alipay is different with Visa and Mastercard.

“In addition to GPN (National Payment Gateway), something will be added related to the payment from China,” he said.

Aside from BRI, BCA is also rumored to be approached by Alipay, but it is yet to discuss MoU. Santoso, BCA’s Director said to DailySocial they currently in the exploratory process of how long BCA’s acquiring system can collaborate with Alipay.

“In terms for collaboration, system development is indeed necessary, to be able to connect with one another,” he explained.

Still, he didn’t have a definite answer regarding the finalization because it’s still on progress.

“We’ll see, it’s to be announced in time.”

Previously, Bank Indonesia said the China-based digital wallet, Alipay and WeChat Pay is getting serious in digging Indonesia’s market by approaching national bank. In fact, WeChat development is getting better in Indonesia because they already passed the transaction test with BNI in Bali at IMF 2018 event.

Sugeng, Deputy Governor BI said, besides Bali, WeChat is now available for Chinese tourists in Medan, North Sumatra. Both locations are chosen due to the most favorite destination for Chinese tourists.

“CIMB Niaga is said to have signed the partnership with WeChat,” he added.

Sugeng also said if the business to business partnership has approved by both China’s digital wallet with four national bank, the legal business from BI will follow.

“If everything is settled [partnership], we’ll review business legal and technical problem, and business process. Bank in 4th category will register ask for license to BI.”

Partnership between two will be made according to the current regulation, it is PBI (BI Regulation) Number 20/6/PBI/2018 of E-Money Organizer.

Stated in the regulation that transaction from Chinese tourists in Indonesia will be converted into rupiah. Also, transactions will be recorded in GPN system.

The amount of Chinese tourists

Alipay and WeChat aggressive movement to enter Indonesia is due to the high rate of Chinese tourist in this country. Quoted from BPS data, Chinese tourists is in the fourth position of the total cumulative, 14.39 million by November 2018, or increased by 11.63%.

As per November 2018, the number of Chinese tourist has reached 124,616 people, decrease from the same period in previous year of 148,306. The first position is taken by Malaysian tourist of 186,422, followed by Singaporean (153,988), and Timor Leste (142,050).

Bali is the favorite destination, especially for Chinese and Australian people with 3-day visit in average.

Based on BPS data, a total tourist during January to November 2018 is 5.57 million. Sort by nationality of tourists in Bali, Tiongkok (22.99%), Australia (19.16%), England (4.51), and Japan (4.29%).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Alipay Dekati BRI dan BCA untuk Layani Turis Tiongkok di Indonesia

Setelah WeChat, kini giliran Alipay yang mulai kencang menyiapkan bisnisnya di Indonesia dengan menggaet BRI dan BCA. Belum disebutkan pilot project yang akan segera dilaksanakan.

Dengan BRI, dikutip dari Detik, Alipay baru melakukan penandatanganan MoU. Setelahnya ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, termasuk soal perizinan.

Direktur BRI Handayani menjelaskan, dalam kesempatan ini perseroan berharap bisa mendukung industri pariwisata nasional. Pasalnya banyak turis dari Tiongkok datang ke Indonesia dan memiliki alat pembayaran khusus.

BRI bisa menjadi fasilitator agar turis bisa mudah bertransaksi sebagai pihak acquirer. Turis bisa membayar dengan Alipay di merchant yang sudah bekerja sama dengan BRI.

Namun dia belum memperhitungkan potensi pendapatan yang bisa diraih perseroan dari MoU tersebut. Untuk itu, dalam internal perseroan sedang melakukan berbagai persiapan IT karena sistem yang dipakai Alipay berbeda dengan Visa dan Mastercard.

“Selain ada Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) juga, nanti kita akan tambahkan lagi terkait pembayaran dari Tiongkok,” katanya.

Tak hanya dengan BRI, BCA juga dikabarkan didekati oleh Alipay, namun belum sampai ke tahap MoU. Kepada DailySocial, Direktur BCA Santoso menjelaskan saat ini perusahaan masih proses penjajakan dan pendalaman sejauh mana sistem acquiring BCA dapat berkolaborasi dengan Alipay.

“Tentunya untuk bisa berkolaborasi butuh pengembangan sistem agar bisa saling connect satu dengan yang lainnya,” terang Santoso.

Hanya saja, dia belum memberikan jawaban pasti terkait kapan penjajakan ini selesai karena dia mengaku masih berlangsung.

“Kita tunggu saja, nanti kami akan informasikan pada waktunya.”

Sebelumnya Bank Indonesia menyebut dompet digital asal Tiongkok, Alipay dan WeChat Pay kian serius mendalami pasar Indonesia dengan menggandeng bank nasional. Adapun WeChat sudah lebih maju perkembangannya di Indonesia, lantaran perusahaan tersebut sudah uji coba transaksi dengan BNI di Bali saat momen pertemuan tahunan IMF 2018.

Deputi Gubernur BI Sugeng menyebut, selain Bali, WeChat juga sudah bisa digunakan oleh turis Tiongkok yang berada di Medan, Sumatera Utara. Kedua lokasi ini dipilih karena menjadi destinasi terbesar yang dikunjungi turis Tiongkok.

“CIMB Niaga juga disebut sudah tanda tangan kerja sama dengan WeChat,” tambah Sugeng.

Sugeng menyatakan bila kerja sama secara bisnis ke bisnis sudah berhasil disepakati oleh dua dompet digital Tiongkok dengan empat bank nasional, maka legal bisnis dari BI juga akan menyusul.

“Kalau semua sudah settle [kerja sama], maka kami lihat legal bisnis dan masalah teknis, serta bisnis proses. Nanti bank BUKU 4 akan mendaftarkan dan minta persetujuan dari BI.”

Kerja sama antara kedua belah pihak dilakukan sesuai dengan aturan main yang berlaku, yaitu Peraturan BI (PBI) Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik.

Di dalam aturan tersebut, juga menjelaskan transaksi pembayaran dari turis Tiongkok di Indonesia akan dikonversikan ke rupiah. Selain itu, transaksi pembayaran juga akan terekam dalam sistem GPN.

Jumlah wisman Tiongkok

Gencarnya Alipay dan WeChat untuk masuk ke Indonesia, lantaran potensi turis Tiongkok yang mendatangi negara ini cukup tinggi. Dikutip dari data BPS, wisman Tiongkok menempati urutan keempat terbesar dari total kumulatif hingga November 2018 ada 14,39 juta kunjungan atau naik 11,63%.

Per November 2018, jumlah kunjungan wisman Tiongkok mencapai 124.616 orang atau turun dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya sebanyak 148.306. Peringkat pertama ditempati oleh wisman dari Malaysia sebanyak 186.422, kemudian diikuti Singapura (153.988), dan Timor Leste (142.050).

Bali menjadi destinasi favorit para wisman, terutama buat orang Tiongkok dan Australia dengan rata-rata lama kunjungan selama 3 hari.

Data BPS menyebut kunjungan wisman pada Januari hingga November 2018 sebanyak 5,57 juta. Menurut kebangsaan wisman yang datang ke Bali adalah Tiongkok (22,99%), Australia (19,16%), India (5,75%), Inggris (4,51), dan Jepang (4,29%).

BNI to Facilitate WeChat Pay and Alipay to Enter Indonesia

Two China-based payment services, WeChat Pay and Alipay, will soon to be available in Indonesia through a partnership with PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI). The result is to be available for public by the end of the year. Currently, WeChat Pay and Alipay cover more than 90% e-money-based transaction in China.

Quoted from Kumparan, Dadang Setiabudi, BNI’s Tech Director confirming the the partnership with both payment services. He said the planned partnership is on the last stage and soon to final.

“BNI and WeChat Pay, also BNI and Alipay are in a legal process and soon-to-be-finished. The form of partnership is for BNI to be an acquiring and official settlement bank for the inbound transaction of WeChat Pay and Alipay from China to make transactions in BNI’s merchants,” Setiabudi explained.

Later, WeChat Pay and Alipay are integrated with Quick Response Indonesia Standard (QRIS) Code available in BNI’s merchants. It means the GPN standardized QR Code should be capable to be scanned through WeChat Pay or Alipay.

“Yes, indeed, to be a part of BNI’s merchants,” he added.

The central bank is giving its blessings. Mirza Adityaswara, BI’s Senior Deputy Governor, in his previous statement, has encouraged Alipay and WeChat Pay to explore partnerships with local banks to run business in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Setelah BNI, Bank Lain Siap Terima Pembayaran Alipay dan WeChat Pay

Adopsi pembayaran lewat Alipay dan WeChat Pay di Indonesia akan diperluas, rencananya setelah BNI akan ada bank BUKU IV lainnya yang siap menerima layanan tersebut di merchant-nya. Pasalnya, baik WeChat maupun Alipay tidak diperboleh masuk ke Indonesia secara mandiri, lantaran harus memenuhi beberapa regulasi dari Bank Indonesia.

“Dengan BNI ini tidak eksklusif, jadinya bank BUKU IV yang lainnya bisa ikut masuk. Namun bagi BNI ini bisa menjadi tambahan nilai untuk para merchant kami [Yap!],” ujar Manager Divisi Transactional Banking Services BNI, Auzaiy di sela-sela acara Fintech Talk di Bali, Kamis (25/10).

Dia menerangkan dari ketentuan BI, perusahaan yang ingin bermain di segmen e-money setidaknya mayoritas harus dimiliki oleh lokal sebesar 51%. Terlebih WeChat dan Alipay tidak diperbolehkan menggandeng fintech e-money seperti OVO, melainkan harus terkoneksi langsung ke bank.

Bank yang bisa menerima pun tidak sembarang, minimal sudah berstatus BUKU IV dengan ketentuan modal inti minimal Rp30 triliun. Sehingga mereka harus menggunakan berbagai jasa pembayaran atau jasa transaksional yang disediakan oleh bank BUKU IV tersebut agar terjadi interoperabilitas dan interkonetivitas.

“Kenapa BI maunya bank BUKU IV? Karena kan harus laporan secara rutin, ada banyak hal yang perlu dikontrol. Sementara kalau pakai fintech, itu tidak bisa.”

Adapun bank BUKU IV lain yang sudah menerima yang sudah menerima izin QR Code dari BI di antaranya BRI dan CIMB Niaga.

Disebutkan integrasi antara BNI dengan WeChat dibantu oleh dua pihak lokal, satu di antaranya adalah PT Alto Halo Digital International (AHDI), anak usaha dari perusahaan switching Alto Networks.

Auzaiy melanjutkan, inisiasi awal yang dimulai dari BNI ini tentunya bakal dimanfaatkan penuh oleh perseroan dalam memberikan nilai tambah untuk para merchant yang telah bergabung. Secara perlahan, BNI akan terus menambah QR Code untuk para merchant, dimulai dari Bali dan Manado. Dua destinasi tersebut menjadi tempat favorit wisatawan Tiongkok.

Saat ini merchant BNI yang tergabung dalam Yap! di Bali mencapai angka 11 ribu merchant. Bila digabung dengan NTB dan NTT angkanya melambung sampai 18 ribu merchant. Keseluruhan merchant Yap! mencapai lebih dari 150 ribu di seluruh Indonesia.

“Sekarang masih di-roll out pelan-pelan, mungkin nanti akhir tahun ini pengalaman transaksi lewat WeChat Pay dan Alipay akan lebih terasa maksimal.”

Dia berharap tingginya tingkat kunjungan wisatawan dari Tiongkok, tentunya diharapkan bisa menambah devisa buat negara. Sekaligus tambahan fee based income (pendapatan non bunga) buat perseroan.

BNI Jadi “Jalan Masuk” WeChat Pay dan Alipay ke Indonesia

Dua layanan pembayaran Tiongkok WeChat Pay dan Alipay sebentar lagi masuk ke pasar Indonesia melalui kerja samanya dengan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI). Hasil kemitraan ini diharapkan bisa diimplementasikan ke publik pada akhir tahun. WeChat Pay dan Alipay secara keseluruhan menguasai lebih dari 90% transaksi berbasis uang elektronik di negara Tirai Bambu tersebut.

Dikutip dari Kumparan, Direktur Teknologi BNI Dadang Setiabudi tidak menampik pihaknya tengah menjajaki kerja sama dengan kedua layanan pembayaran populer di Tiongkok tersebut. Ia menjelaskan bahwa kerja sama yang disusun sudah berada di tahap akhir dan hampir selesai.

“BNI dan WeChat Pay serta BNI dan Alipay dalam proses finish legal dan hampir selesai. Bentuk kerja samanya adalah BNI akan menjadi acquiring dan official settlement bank untuk transaksi inbound nasabah WeChat Pay dan Alipay dari Tiongkok untuk transaksi di merchant BNI,” terang Dadang.

Nantinya WeChat Pay dan Alipay akan terintegrasi dengan Quick Response Indonesia Standard (QRIS) Code yang ada di merchant-merchant BNI. Artinya QR Code standarisasi GPN tersebut bakal bisa dipindai melalui aplikasi WeChat Pay maupun Alipay.

“Iya benar, tetapi akan menjadi bagian merchant-nya BNI,” terang Dadang.

Bank sentral sendiri memberikan restunya. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara dalam pernyataan sebelumnya mendorong layanan pembayaran digital Alipay dan WeChat Pay menjalin kerja sama dengan bank lokal untuk menjalankan operasionalnya di Indonesia.

BNI Lirik Implementasi Blockchain untuk Pendataan Bantuan Sosial

Teknologi blockchain bisa membantu efisiensi dan transparansi transaksi. PT Bank Negera Indonesia (BNI) mulai melirik untuk memanfaatkan blockchain untuk pendataan bantuan sosial. Meskipun demikian, adopsi dan implementasinya masih perlu kajian yang panjang.

Disampaikan AVP Testing, IT Solution & Security Division Bank BNI Indra Gunawan, penggunaan blockchain akan mampu membuat proses pendataan bantuan lebih efisien.

“Nanti, ketika menggunakan blockchain, data akan bisa dikendalikan masing-masing bank penyalur bantuan sosial. Lalu, semua bank bisa turut serta menyalurkan karena sekarang yang bisa baru empat bank,” ujarnya seperti dikutip dari Katadata.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK), melalui Analis Senior Deputi Komisioner Perbankan IV OJK Roberto Akyuwen, menyatakan bahwa implementasi blockchain oleh industri keuangan tidak memerlukan regulasi khusus. Teknologi blockchain tidak bersentuhan langsung dengan nasabah. Teknologi ini digunakan sebagai alat bantu untuk meningkatkan kualitas kinerja internal perbankan dan juga lembaga keuangan lainnya.

Kadin dukung implementasi blockchain

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), sebagai induk asosiasi pengusaha Indonesia, merekomendasikan Indonesia untuk melakukan pengembangan dan implementasi blockchain secara lebih luas.

“Kadin mengharapkan pada 2020, teknologi blockchain sudah menjadi teknologi yang bersifat generally accepted di Indonesia,” terang Wakil Ketua Umum Kadin Rico Rustombi di ajang Blockchain Application and Economic Forum 2018.

Beberapa rekomendasi Kadin antara lain mengharapkan pemerintah untuk secara aktif melakukan penyusunan regulasi terkait teknologi blockchain, sehingga para pelaku usaha dan pemangku kepentingan lain mendapatkan kepastian hukum dari penerapan teknologi tersebut.

Rekomendasi kedua adalah pemerintah segera mengambil inisiatif untuk implementasi teknologi blockchain dalam sektor pelayanan publik sehingga meningkatkan transparansi, kecepatan, dan akurasi dalam melayani masyarakat.

Rekomendasi selanjutnya Kadin dan Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) diharapkan bisa lebih efektif melakukan advokasi dan edukasi tentang blockchain secara luas untuk mempercepat pemahaman dan penerimaan masyarakat dan menjadi mitra pemerintah dalam penyusunan regulasi.

Rekomendasi terakhir adalah mengharapkan dunia usaha untuk lebih aktif dalam mengeksplorasi dan menerapkan teknologi blockchain untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing dan tetap relevan di tengah tantangan bisnis global.

Triplogic Kini Terhubung dengan Ekosistem Pembayaran Digital BNI

Platform jasa penitipan barang Triplogic mengumumkan kerja sama dengan BNI untuk penambahan opsi pembayaran digital Yap! dari BNI. Para agen Triplogic akan direkrut sebagai Agen46 BNI untuk mendapatkan penghasilan tambahan lewat perluasan layanan perbankan, serta dukungan pembiayaan KUR buat mendongkrak usaha mereka.

Kerja sama yang menyeluruh ini merupakan upaya kedua perusahaan untuk mempercepat program literasi dan inklusi keuangan di semua lini masyarakat, termasuk di sektor logistik. Serta, kemudahan transaksi dengan pembayaran secara digital.

Triplogic merupakan perusahaan yang menyediakan layanan penitipan barang atas kuota bagasi yang tak terpakai traveller. Barang yang akan dititipkan ke traveller, akan dijemput oleh feeder yang menjadi mitra pengemudi dari Triplogic.

Feeder akan mengantar barang tersebut ke bandara dan di bandara akan diterima oleh petugas Triplogic. Sesampai di bandara tujuan, traveller tidak perlu mengambil barang titipan dari bagasi karena akan diproses sendiri oleh Triplogic.

Begitupun untuk proses pengirimannya ke lokasi tujuan, selanjutnya dilakukan oleh feeder yang bertugas. Sebagai balas jasa, pemilik bagasi akan mendapat keuntungan dari pemanfaatan bagasi tersebut, per kilogramnya dihargai Rp12.500.

“Triplogic melihat BNI memiliki sistem pembayaran yang paling relevan dengan generasi milenial yakni Yap!. Ke depannya akan ada inisiasi baru yang siap kami kembangkan bersama BNI, misalnya bisa bayar secara cicil dengan dukungan kartu kredit, semacam itu. Semua ekosistem yang kita bangun pada akhirnya akan positif untuk semua pihak,” terang CEO Triplogic Oki Earlivan, Senin (10/9).

Bagi BNI, tambah Direktur Ritel BNI Tambok P Setyawati, perseroan bisa mendapatkan benefit dengan memperluas pangsa pasar di ekonomi digital. BNI akan semakin memahami perilaku industri logistik, yang sangat penting bagi pengembangan fungsi intermediasi BNI, sehingga pada akhirnya ke depannya perseroan bisa beri layanan yang tepat untuk mereka.

Agen Triplogic yang merupakan para feeder mitra pengemudi akan direkrut sebagai agen 46 untuk melayani fasilitas perbankan BNI. Layanan tersebut seperti buka rekening baru, setor, tarik tunai, atau pembayaran berbagai macam tagihan.

Pengguna Triplogic juga berkesempatan untuk mengajukan pinjaman KUR (Kredit Usaha Rakyat) ke BNI. Nanti pengguna yang dianggap layak oleh BNI bisa mendapatkan pembiayaan, sehingga usaha mereka dapat berkembang lebih pesat.

“BNI bisa memperoleh fee based income dan penghimpunan dana baru yang bersumber dari agen dan pengguna Triplogic,” ujar Tambok.

Saat ini diklaim agen Triplogic mencapai 28 ribu orang tersebar di seluruh Indonesia. Adapun jumlah Agen46 sendiri telah mencapai 103 ribu orang.

Rencana bisnis dan penggalangan dana

Oki menerangkan kerja sama dengan BNI adalah salah satu jalan untuk merealisasikan target perusahaan yang membidik 100 ribu orang, akumulasi dari jumlah pengguna dan agen Triplogic sampai akhir tahun ini. Adapun saat ini jumlah traveller di Triplogic diklaim sebanyak 13 ribu orang.

Untuk akselerasi bisnis, perusahaan berencana untuk melakukan penggalangan dana segar tahapan seri A. Oki menyebutkan saat ini proses masih berlangsung, diharapkan pada akhir tahun sudah bisa diumumkan. Kendati demikian, dia enggan menyebutkan secara detil tentang rencana tersebut.

“Proses masih berlangsung, ada VC lokal dan asing yang tertarik untuk bergabung dalam penggalangan seri A ini. Dana tersebut bakal kita pakai untuk pengembangan teknologi dan pemasaran.”

Perusahaan memperoleh investasi tahap awal pada Oktober 2017 senilai US$300 ribu (hampir 4,5 miliar Rupiah) dari investor yang tidak disebutkan.

Application Information Will Show Up Here