Ketika Startup Harus Menutup Bisnis

Penutupan startup adalah proses yang tidak dapat dihindari ketika produk yang dihasilkan tidak mencapai product market fit, perusahaan tidak mampu pivot atau menghasilkan skema bisnis berkelanjutan untuk mendukung operasional, atau bahkan terjadi perpecahan di antara para pendiri.

Jika akhirnya startup harus menutup bisnis, langkah apa yang harus dilakukan untuk memberikan pertanggungjawaban terbaik ke investor, pegawai, dan stakeholder lainnya.

DailySocial mencoba mencari tahu bagaimana investor dan pendiri startup berbagi pengalaman ketika harus dihadapkan pada keputusan menutup startup.

Memahami alasan penutupan

Salah satu alasan mengapa kebanyakan pendiri startup enggan berbagi cerita tentang penutupan startup adalah rasa malu untuk mengakui kegagalan. Menurut Partner Y Combinator Aaron Harris, menutup bisnis merupakan proses yang sulit. Itu berarti mengakui secara terbuka bahwa Anda salah, tidak beruntung, atau tidak kompeten. Kebanyakan founder tidak memiliki cara yang tepat untuk memikirkan kapan waktu yang tepat menutup startup.

Founder juga tidak selalu dapat memilih untuk menutup. [..] Itu keputusan yang sulit dan menyakitkan. Itu adalah keputusan yang emosional dan berat.”

Partner Alpha JWC Ventures Erika Dianasari mengatakan, “Umumnya [penutupan] terjadi akibat kurang akurasi pencatatan data dan laporan usaha. Ketidakakuratan data bisa terjadi karena blank spot dalam proses operasional startup, competency issue, atau hal lain. Kurangnya akurasi data ini dalam kasus yang parah membuat founder tidak memiliki cukup waktu dan resources untuk membiayai operasional startup.”

Saat perusahaan dihadapkan pada situasi tidak ada pilihan lain untuk meneruskan bisnisnya, mereka harus melakukan pendekatan intensif dengan investor untuk menentukan langkah selanjutnya.

“Semua tentu saja bergantung pada bisnis, status pendanaan, layanan, produk, dan strateginya. Mungkin ada sejumlah kemungkinan yang dapat terjadi. Termasuk kemungkinan membuat startup tidak aktif untuk sementara waktu sampai situasinya membaik, penjualan aset atau kekayaan intelektual, reorganisasi, pivoting dan pengembalian dana, merger atau akuisisi kecil oleh orang lain atau hanya menghentikan operasi,” kata Executive Director Alpha Momentum Indonesia Kelvin Yim.

Dialog atau komunikasi yang terbuka penting dilakukan, demi mencari jalan yang tepat agar proses penutupan berjalan dengan baik dan hubungan antara investor dan pendiri startup tetap terjaga.

“Sebelum menjawab pertanyaan tentang penutupan, saya rasa kita harus kembali ke dasar hubungan antara investor dan pendiri startup. Di Alpha JWC Ventures hubungan kita didasarkan pada kepercayaan dan empati. Kita tahu bahwa kita semua melakukannya bersama-sama. Sebagai investor, kita tahu bahwa investasi startup [..] berisiko tinggi. Kita tidak bisa mengharapkan semua investasi berhasil. Oleh karena itu kami memilih pendekatan high touch untuk meningkatkan peluang sukses bagi para pendiri,” kata Co-Founder & Managing Partner Alpha JWC Ventures Jefrey Joe.

Pertanggungjawaban

Idealnya startup berada di posisi terbaik untuk berhenti secara elegan ketika ada perjanjian yang mencakup detail penutupan: siapa yang memiliki otoritas pengambilan keputusan, bagaimana aset didistribusikan, siapa yang dibayar, dan dalam urutan apa. Hal ini biasanya tidak terlintas di pikiran kebanyakan pendiri startup saat baru mulai merintis. Ke depannya, langkah ini wajib dilakukan sebagai antisipasi skenario terburuk.

Menurut Daniel Tumiwa yang telah menutup startup adtech Adsvokat, penting untuk menjaga hubungan baik dan selalu transparan. Tidak hanya ke investor namun juga pegawai dan rekan bisnis.

Be transparent to all employees. Sebagai pemimpin harus bisa memberikan informasi jika saldo perusahaan sudah berada pada X rupiah misalnya. Saya akan menjadi orang pertama yang memberikan informasi kepada pegawai, untuk segera mencari pekerjaan baru, dan bersiap meninggalkan perusahaan,” kata Daniel.

Sementara Benny Tjia menyebutkan dirinya dihadapkan pada pilihan yang cukup berat untuk menutup Bornevia tahun 2017 lalu. Semua upaya telah dilakukan Benny dengan melibatkan pihak terkait.

“Saya jadi percaya bahwa satu-satunya alasan mengapa seorang pendiri menutup startupnya adalah jika dia menyerah dan tidak lagi ingin mengoperasikan / menjalankan perusahaan. Dalam keadaan lain apapun, itu harus menjadi pilihan terakhir. Saya pikir akan menjadi bijaksana bagi pendiri untuk duduk bersama jajaran manajemen dan investor lainnya untuk mempertimbangkan opsi lain untuk mengoptimalkan nilai pemegang saham, seperti perubahan haluan besar, kemungkinan untuk melakukan pivoting dan alternatif strategis lainnya,” ungkap Benny yang kini menjadi Principal Indogen Capital.

Di sisi lain, Benny menambahkan, banyak pihak yang bakal terdampak dari keputusan ini, termasuk investor, pegawai, dan mitra.

“Melihat ke belakang, kami sangat berterima kasih kepada pemegang saham dan para stakeholder kami yang selalu setia dan mendukung kami selama masa-masa sulit,” kata Benny.

Penyelesaian akhir dan dukungan investor

Startup Anda kemungkinan besar memiliki berbagai jenis aset, mulai dari inventaris yang tidak terjual, hingga perabot kantor dan kekayaan intelektual (IP). Menjadi tanggung jawab para pendiri untuk mendapatkan nilai sebanyak mungkin dari beberapa kemungkinan tersebut. Menurut Erika, ada beberapa langkah yang wajib dilakukan pendiri setelah startup tutup.

Langkah pertama adalah memberikan informasi resmi ke semua stakeholder  terkait permodalan, usaha, dan operasional startup. Sampaikan seluruh informasi yang akurat mengenai posisi keuangan startup (kas, aset, kewajiban) dengan pemegang saham. Siapkan langkah-langkah selanjutnya untuk penyelesaian kewajiban-kewajiban dengan skala prioritas yang telah disepakati. Yang terakhir memberikan referensi pegawai ke startup yang masih aktif melakukan perekrutan.

“Walaupun tidak mudah, upayakan yang terbaik untuk meminimalisasi dampak kerugian dari seluruh pihak terkait berhentinya operasional,” kata Erika.

Hal senada diungkapkan Kelvin. Meskipun pertanggungjawaban beragam kondisinya, secara hukum startup harus mematuhi semua peraturan sebelum menghentikan operasi. Oleh karena itu, startup harus mengacu kembali ke perjanjian hukum yang telah ditandatangani. Jika tidak ada yang ditentukan di awal, terlepas dari hubungan dan kewajiban sosial, startup tidak memiliki kewajiban hukum setelah berhenti beroperasi.

“Hal ini sangat tergantung pada syarat pembayaran yang disepakati oleh kedua belah pihak. Jika ada [pilihan] kebutuhan untuk mengembalikan dana atau menganggap dana hangus sebagai kerugian. Juga sangat bergantung pada persyaratan yang disepakati selama putaran investasi,” kata Kelvin.

Terkait dukungan atau upaya terakhir investor untuk terus membantu startup yang mulai mengalami kerugian dan terlihat tanda-tanda untuk penutupan, menurut Kelvin, tidak ada jawaban yang tepat.

Menurutnya hal ini sangat tergantung pada situasi dan bisnis startup serta penilaian investor terhadap kondisi tersebut. Jika kedua belah pihak sepakat bisnis tidak akan dapat bertahan setelah meninjau semua aspek, maka tidak ada gunanya memberi dorongan.

“Proposisi bisnis selalu didasarkan pada faktor bisnis dan situasinya dan tidak boleh didasarkan pada emosi. Hanya setelah penilaian dan tinjauan situasi, sebagian besar investor akan memberikan reaksi dan tanggapan yang sesuai. Tetapi saya berasumsi bahwa itu adalah kewajiban startup untuk memberi tahu investor tentang situasi apa pun yang akan memengaruhi seluruh operasinya,” kata Kelvin.

Hal senada diungkapkan Jefrey. Menurutnya, dalam situasi sulit tersebut, dapat dilihat bagaimana investor memainkan peran besar dalam mempengaruhi hasil akhir.

“Di Alpha JWC Ventures misalnya, kami membantu para pendiri untuk memaksimalkan apa yang mereka miliki. Kami membantu mereka menemukan pembeli untuk aset mereka, mengidentifikasi dan menghargai aset tidak berwujud mereka, seperti merek, tim dan teknologi. Kami bahkan membantu pegawai mereka untuk dipekerjakan kembali di perusahaan lain. Kami mengetahui pasar, sehingga kami benar-benar dapat membantu mereka dan memfasilitasi diskusi lebih lanjut yang diperlukan untuk mendapatkan win-win solution,” kata Jefrey.

Pada akhirnya, investasi yang digelontorkan perusahaan modal ventura menjadi investasi berisiko paling tinggi. Jaga trust yang telah diberikan dan pertanggungjawabkan semua kemungkinan terburuk, jika pendiri startup terpaksa harus menutup bisnis.

Bornevia Hentikan Layanan Bulan Depan (Updated)

Melalui milis yang dikirimkan kepada para pelanggannya, pengembang layanan SaaS lokal untuk produk CRM Bornevia memutuskan untuk mengakhiri operasional bisnisnya pada akhir April 2017 mendatang. Dalam email tersebut dikemukakan bahwa para kustomer disarankan untuk melakukan migrasi ke layanan sejenis, seperti Zendesk.

“Sebagai co-founder, kami memutuskan untuk menghentikan layanan kami pada akhir April 2017 dan mengembalikan uang sisa capital dan revenue ke investor secara sah menurut shareholder agreement,” tulis Benny Tjia selaku Co-Founder dan CEO dalam pernyataannya via email.

Benny melanjutkan, “Alasan utama kami adalah karena masalah komitmen sebagai full-time entrepreneur yang dimiliki oleh Co-founder/CTO kami, Tjiu Suryanto, selama 2 tahun terakhir yang mengakibatkan banyak terjadinya miskomunikasi dan kesalahpahaman dengan saya selaku CEO, dan juga investor. Saya melihat hal ini tidak sehat untuk kelangsungan perusahaan kami untuk ke depannya, sehingga kami sebagai pendiri memutuskan untuk menghentikan layanan kami dan mengembalikan uang investor.”

Kabar ini cukup mengejutkan, ketika sebelumnya (kurang lebih 4 bulan lalu) Bornevia baru saja merilis sejumlah fitur baru untuk menguatkan posisinya di pangsa pasar korporasi. Beberapa inovasi terbaru juga belum lama ini digalakkan, seperti melakukan integrasi dengan LINE@.

Sebelumnya Bornevia mengklaim telah memiliki lebih dari 3000 perusahaan yang menggunakan layanan sejenis secara global, dan 50 persennya merupakan perusahaan lokal.

“Kami akan membantu customer kami dalam migrasi sistem ke alternative solution,” ujar Benny.

Bornevia didirikan oleh Benny Tjia dan Tjiu Suryanto pada tahun 2013. Di awal debutnya, Bornevia mendapatkan seed funding dari angel investor. Kemudian sempat mendapatkan pendanaan pre-seri A yang dipimpin oleh East Ventures (EV) dan Beenos Partners dengan nilai yang tidak disebutkan.

Melalui produk berbasis SaaS, Bornevia digadang-gadang sebagai startup lokal yang akan mungkin memberikan pengaruh besar di lanskap produk teknologi korporasi. Ternyata layanan ini harus layu sebelum memenuhi prediksi awalnya.

Tambahan sekaligus klarifikasi dari Benny:

“Saya sudah 10 tahun kenal Tjiu. Hubungan kami saat ini masing baik-baik saja. Ketidakcocokan kami hanya di ruang lingkup sebagai founder.”

Bidik Pasar Enterprise, Bornevia Tambah Pilihan Paket Produk dan Siap Sematkan Fitur-Fitur Baru

Bertempat di D.LAB by SMDV, Jakarta, hari ini (1/12) startup Indonesia penyedia layanan CRM Bornevia mengumumkan kehadiran dua paket produk terbarunya, Enterprise Plan dan Lite Plan. Bersamaan dengan itu, berbagai fitur baru juga mulai disematkan dalam layanan Bornevia seperti Personal Messages dan 360 degree review yang lebih ditujukan untuk pasar enterprise. Ke depannya, selain mengejar target untuk profitable dan menggelar event offline rutin, Bornevia juga berencana untuk menambah kanal yang dapat terintegrasi seperti Facebook Messenger dan LINE.

CEO Bornevia Benny Tjia mengatakan bahwa salah satu alasan dari diluncurkannya paket Enterprise adalah karena melihat adanya kebutuhan Brands dan Digital Agency dalam menangani jumlah akun media sosial yang banyak dalam satu waktu. Sementara itu paket Lite Plan diluncurkan untuk membidik pasar startup yang masih baru meluncur dan tanpa modal pendanaan. Lite Plan sendiri ditawarkan gratis dan tanpa batasan waktu, tetapi terbatas untuk satu mailbox, satu widget, dan tiga pengguna.

Paket layanan baru Bornevia / DailySocial
Paket layanan baru Bornevia / DailySocial

“Kami meluncurkan Lite Plan ini karena melihat ada banyak startup baru yang masih kecil dan belum mampu menggunakan software dengan harga $10 per user per month [Standard Plan Bornevia],  sedangkan mereka butuh untuk menaikkan trafik layanan. [Di sisi lain] Live chat itu terbukti bisa menaikkan conversion, jadi kami gratiskan itu [layanan Live Chat Bornevia]. Namun, kami tetap batasi hanya untuk satu mailbox, satu widget, dan tiga user,” jelas Benny.

Benny menambahkan, “Sebelum memutuskan untuk memasuki pasar Enterprise, tim kami melakukan riset terlebih dahulu. […] Kami temukan bahwa memang Brand dan Digital Agency [besar] yang terbiasa menangani banyak akun media sosial memiliki tantangan dalam memberikan social customer service yang berkualitas di saat traffic media sosial mereka sangat tinggi. Tentu menerima dan membalas semua pesan di satu platform akan lebih efisien dan meningkatkan produktivitas perusahaan.”

Peningkatan back end dan penyematan fitur-fitur baru

Dengan membidik pasar yang lebih luar, enterprise skala besar, Benny mengungkapkan bahwa mereka juga melakukan pembenahan dari sisi back – end agar platform yang ditawarkan dapat menangani trafik yang masuk dengan cost yang terjangkau. Ini demi memperoleh margin yang tinggi dan membuat platform menjadi lebih andal.

Benny menjelaskan, “Jadi di produk baru ini kami melakukan peningkatan di sisi reliability untuk [target pasar] enterprise-nya, terutama yang memiliki banyak akun media sosial untuk brand-nya [20 ke atas]. Kami harus make sure trafik yang masuk itu bisa tertahan dengan cost yang terjangkau. Meski terlihat simple, tinggal connect akun-akun tersebut dan balas pesan yang masuk, tetapi ini sebenarnya berat untuk server.”

“Untuk handle trafik API media sosial dan pesan yang masuk dari akun-akun media sosial brand itu cost-nya bisa hampir 7000 dollar. Kemarin cost kami juga sempat melambung tinggi untuk handle semua klien enterprise, trial dan yang sudah bayar. Namun, kami sudah menemukan caranya. […] Jadi, yang kami lakukan itu optimize berbagai query yang datang dari media sosial, distribute ke server, dan macam-macam lagi sih. Ini agar kami bisa mendapat margin yang tinggi,” lanjut Benny.

Jadi, menurut Benny, inovasi yang dilakukan Bornevia sebagai sebuah perusahaan itu tidak harus berada di produk depan yang terlihat oleh konsumen, tetapi juga di sisi back – end  atau infrastruktur server juga. Sementara itu dari sisi front – end sendiri, menurut Benny ada dua fitur baru yang cukup signifikan dan sudah tersemat di Bornevia.

Dashboard Bornevia / DailySocial
Dashboard Bornevia / DailySocial

Fitur pertama adalah Personal Messages yang memberikan kemudahan bagi klien Bornevia untuk membalas pesan customer yang masuk melalui kanal publik atau yang lebih personal seperti private message dan direct message.

Fitur kedua adalah 360 degree yang memungkinkan Bornevia untuk mendeteksi consumer yang mengirim pesan ke brand adalah sorang public figure dengan follower yang banyak atau bukan. Ini akan membuat brand menjadi lebih berhati-hati dalam membalas pesan nantinya.

Rencana lainnya yang diungkapkan oleh Benny adalah penambahan kanal yang dapat terintegrasi. Benny mengungkapkan bahwa Bornevia sedang menjajaki kemungkinan untuk bisa terintegrasi dengan berbagai platform messenger seperti Facebook Messenger, LINE, Kik, dan lainnya. Paling dekat, menurut Benny, yang memiliki kemungkinan terbesar untuk terintegrasi terlebih dahulu adalah Facebook Messenger karena menyediakan API terbuka.

Mengenai rencana untuk tahun depan, Benny hanya mengungkapkan bahwa pihanya masih mengejar target untuk bisa profitable. Baru setelah itu akan mencoba untuk maju ke putaran pendanaan berikutnya.

Di samping itu, Bornevia juga berencana untuk menggelar berbagai event offline ke depannya. Tujuannya, selain memberi edukasi klien yang baru bergabung, juga untuk menggaet klien-klien potensial.

Saat ini, Bornevia sendiri mengklaim telah memiliki lebih dari 3000 perusahaan yang menggunakan platform mereka secara global. Dari 3000 perusahaan tersebut, hampir 50 persennya adalah perusahaan lokal.

Sementara untuk pelanggan enterprise, Benny mengungkapkan sudah ada empat enterprise yang bergabung dan dua dintaranya adalah yang sudah menjadi klien berbayar, yaitu Kalbe Nutritionals dan Bounche. Dua enterprise lainnya saat ini masih dalam masa trial. Satu enterprise bergerak di sektor FMCG (Fast-Moving Consumer Goods) dan satu lagi bergerak di sektor penerbangan.

Bornevia Sajikan Fitur Baru untuk Kustomisasi Folder

Bornevia berikan keleluasaan pengguna kustomisasi folder / Shutterstock

Bornevia, salah satu startup penyedia layanan untuk pengelolaan customer service, baru saja memperkenalkan fitur baru kustomisasi folder untuk pesan yang masuk. Fitur ini memungkinkan pengguna untuk menambahkan kategori folder sesuai dengan keinginan pengguna. Fitur ini kabarnya akan tersedia bagi semua pelanggan bisnis dan pengguna baru yang sedang dalam masa uji coba atau trial. Continue reading Bornevia Sajikan Fitur Baru untuk Kustomisasi Folder

Tiga Tantangan Menjadi “Entrepreneur” di Indonesia

IMG_0679Echelon Indonesia 2015 adalah tentang mematahkan halangan bagi industri digital di Indonesia untuk berkembang. Pendiri sekaligus CEO e27 Mohan Belani, memimpin diskusi dengan tiga entrepreneur startup yang namanya sudah tidak asing lagi dalam lansekap startup dalam negeri yakni, Pendiri dan CEO TouchTen Anton Soeharyo, CEO Bridestory Kevin Mintaraga, dan CEO Bornevia Benny Tjia.

Continue reading Tiga Tantangan Menjadi “Entrepreneur” di Indonesia

Bornevia Peroleh Investasi Pre-Seri A dari East Ventures dan Beenos Partners

Anggota Tim Bornevia / Bornevia

Startup CRM Bornevia mengumumkan perolehan pendanaan pre-seri A yang dipimpin oleh East Ventures (EV). Turut bergabung dalam pendanaan ini adalah Beenos Partners (yang sebelumnya dikenal sebagai Netprice). Pendanaan dengan nilai yang tak disebutkan ini telah difinalisasi Agustus lalu dan akan difokuskan ke dua area, perekrutan pegawai dan pemasaran. Putaran pendanaan sebelumnya berasal dari angel investor yang tak disebutkan namanya di bulan Juli 2013. Fokus di pasar B2B, Bornevia terpilih menjadi salah satu rising star dalam daftar DS10 in 2014.

Continue reading Bornevia Peroleh Investasi Pre-Seri A dari East Ventures dan Beenos Partners

Bornevia Receives Pre-Series A Investment from East Ventures and Beenos Partners

Bornevia Team Member / Bornevia

CRM startup Bornevia announces it has received pre-series A investment round led by East Ventures and joined by Beenos Partners (formerly Netprice). The undisclosed amount of investment has been finalized last August and will be focused on two areas, hiring and marketing. Its previous funding round was from undisclosed  angel investor in July 2013. Focus on B2B market, Bornevia has been selected as one of DS10’s rising star in 2014.

Continue reading Bornevia Receives Pre-Series A Investment from East Ventures and Beenos Partners

Enam Startup Indonesia yang Bisa Mendunia

Tiap kali saya bertemu dengan orang dari negara lain, mereka pasti selalu bertanya tentang apa sajakah yang menarik dari dunia startup di Indonesia belakangan ini. Menjawab pertanyaan seperti ini tentunya tidak mudah, karena saya sendiri tidak mengetahui apa yang membuat sebuah startup bisa dikatakan “bagus” atau “menarik”. Saat ini ada 6 startup Indonesia yang saya kira cukup layak untuk dimasukkan ke dalam kelompok tersebut, dalam artian bahwa keenam startup tersebut tidak boleh dilewatkan oleh para investor maupun pengusaha begitu saja.

Continue reading Enam Startup Indonesia yang Bisa Mendunia

6 Indonesian Startups That The World Needs To Know

Whenever I meet people who is not from Indonesia, I am constantly being asked what are the exciting Indonesian startups these days. It’s a tough question, since I don’t know what classifies as “exciting” or “good” for a startup. But I’ve gathered 6 startups that I think qualifies as both “exciting” and “good” in the sense that if you’re an investor, you should definitely take a look; if you’re an entrepreneur, you should check it out anyway.

These are 6 Indonesian startups that I think has a unique product, and has a good chance to grow outside of Indonesian market, and hopefully also the global market. Continue reading 6 Indonesian Startups That The World Needs To Know

Benny Tjia Timba Ilmu di Silicon Valley Sebelum Terjun Jadi Pengusaha

Pendiri Bornevia Benny Tjia sejak kuliah telah bercita-cita untuk terjun dalam dunia startup. Saat itu kondisinya masih berupa ide, karena Benny merasa pengetahuannya tentang startup masih minim. Untuk itu dia memutuskan untuk menimba pengetahuan dan pengalaman sebanyak-banyaknya sebelum benar-benar terjun menjadi pengusaha yang menjalankan sebuah startup.

Continue reading Benny Tjia Timba Ilmu di Silicon Valley Sebelum Terjun Jadi Pengusaha