Gandeng WeWork dan Softbank Telecom China, Alibaba Cloud Siap Bantu Bisnis Ekspansi ke Tiongkok

Berangkat dari kolaborasi yang telah terjalin sebelumnya, Alibaba Cloud, WeWork dan Softbank Telecom China, menjalin kemitraan strategis untuk membantu lebih banyak perusahaan hingga startup dari berbagai negara melebarkan bisnisnya di Tiongkok. Program ini menjadi penyempurnaan inisiatif “China Gateway” yang sebelumnya digagas Alibaba Cloud.

Dengan diresmikannya kerja sama strategis tersebut, baik WeWork, Alibaba Cloud dan juga Softbank, bisa membantu bisnis mulai dari UKM hingga korporasi dengan memanfaatkan infrastruktur dan teknologi dari Alicloud, ruangan kerja dan komunitas jaringan WeWork hingga konsultasi informasi bisnis dengan Softbank Telecom China.

Dalam acara Alibaba Cloud Summit di Singapura beberapa waktu yang lalu, Vice President Alibaba Group dan General Manager of Strategy & Marketing Alibaba Cloud Intelligence Lancelot Guo menegaskan, program ini bertujuan untuk memberdayakan perusahaan global  dalam menciptakan dan memperluas kesempatan berbisnis di tengah-tengah pasar Tiongkok yang terus tumbuh.

“Ini adalah pertama kalinya tersedia kesempatan bagi para pebisnis yang fokus pada pasar Tiongkok untuk memanfaatkan keahlian lokal, pengalaman vertikal dan inovasi dari tiga perusahaan paling visioner di dunia dalam satu atap paket. Bersama-sama kami berkomitmen untuk mendukung perusahaan-perusahaan global untuk terhubung dengan pelanggan di Tiongkok,” kata Lancelot.

Bagi pemilik usaha yang berminat bisa mendaftarkan diri di situs khusus dan melakukan konsultasi terlebih dahulu secara online. Jika memang sudah siap dan memiliki produk hingga target pelanggan yang relevan, tahap selanjutnya bisa dilakukan langsung di Tiongkok.

Selain dapat serangkaian penawaran reguler, mereka yang mengikuti program ini juga bisa menikmati penawaran istimewa lainnya, seperti pelatihan teknologi, pemasaran, potongan harga untuk produk Alibaba Cloud dan jasa termasuk pendaftaran bisnis, pemesanan perjalanan bisnis pada WeWork Service Store.

Bantu semua bisnis dan perusahaan asing

Disinggung perusahaan atau startup seperti apa yang ideal untuk bisa menarik perhatian masyarakat Tiongkok, Lancelot menegaskan tidak ada kategori khusus bagi yang ingin memanfaatkan fasilitas dari program ini. Semua bisnis yang memang telah siap dan memiliki kepercayaan diri untuk bisa memperluas usaha mereka ke Tiongkok, disambut dengan baik oleh mereka.

Dipilihnya WeWork sebagai salah satu partner dari Alibaba Cloud, dinilai menjadi keuntungan lebih yang bisa dimanfaatkan oleh startup hingga perusahaan. WeWork sendiri telah hadir di Tiongkok sejak tahun 2016 lalu, dan saat ini telah memiliki beberapa cabang di berbagai wilayah di Tiongkok. WeWork juga mengklaim telah memahami benar cara kerja hingga pendekatan yang baiknya dilakukan, jika ingin membangun bisnis di Tiongkok.

“Kerja sama ini sangat signifikan bagi WeWork karena kami sendiri telah melalui perjalanan dalam membangun dan meningkatkan skala bisnis kami di Tiongkok. Ketika kami memulai perjalanan kami di Tiongkok pada tahun 2016, kami harus mengadopsi pendekatan yang sangat lokal untuk menjalankan bisnis di lingkungan bisnis yang sangat unik ini,” kata Vice Chairman WeWork Asia Christian Lee.

Persoalan regulasi serta relasi yang terjalin dengan regulator juga merupakan poin penting yang wajib diperhatikan oleh bisnis yang ingin melebarkan usaha di Tiongkok. Untuk itu jika dibutuhkan, Alicloud juga bisa memberikan konsultasi hingga penjelasan secara menyeluruh soal hukum hingga aturan yang baiknya dipatuhi, ketika ingin membangun bisnis di Tiongkok.

“Dengan teknologi inovatif yang dimiliki Alibaba Cloud dan dukungan ekosistem Alibaba, kami berharap untuk dapat menjawab tantangan yang dihadapi oleh perusahaan multinasional untuk masuk dan berkembang di Tiongkok, mendorong mereka untuk mampu mendalami berbagai kesempatan di pasar dan tetap kompetitif,” tutup Lancelot.

Perusahaan “Fintech Enabler” Asal Tiongkok OneConnect Resmikan Kehadirannya di Indonesia

Penyedia platform teknologi keuangan (fintech enabler) asal Tiongkok, OneConnect, resmi beroperasi di Indonesia. Melalui anak usahanya PT OneConnect Financial Technology Indonesia, perusahaan menawarkan sejumlah solusi yang diharapkan dapat mempercepat digitalisasi layanan keuangan di tanah air.

Dalam sambutannya, CEO OneConnect Financial Technology Tan Bin Ru menyebut Indonesia sebagai pasar utamanya di Asia Tenggara karena Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi digital tercepat pada 2018, yakni senilai $27 miliar.

Berbekal teknologi dan pengalaman yang dimiliki perusahaan, ia ingin membagikan keduanya kepada ekosistem di Indonesia. Pihaknya menyiapkan $10 juta (Rp 140 miliar) untuk mendukung digitalisasi pasar keuangan di Indonesia.

“Dalam menghadapi perkembangan ekonomi saat ini, tidak mungkin tanpa tantangan, institusi finansial selalu membutuhkan solusi. Kami salah satu perusahaan teknologi yang sangat mengenal institusi finansial. Kami yakin solusi kami dapat memenuhi kebutuhan mereka,” ujar Bin Ru di acara peluncuran OneConnect di Jakarta, Rabu (20/02).

Ada sembilan kategori solusi yang ditawarkan OneConnect kepada bank dan institusi finansial di Indonesia, antara lain Perbankan Digital, Asuransi Digital, Investasi Digital, Cloud Ping An, Pendaftaran Akun dan Pelayanan Pintar, Platform Peminjaman Pintar, Klaim Asuransi Pintar, Alat Agen Pintar, dan Blockchain-Fimax.

Sebagai langkah pertamanya, OneConnect membidik pedagang pasar untuk memperkuat basis awal ekosistemnya di Indonesia. Untuk itu, pihaknya juga menandatangani kesepakatan kerja sama (MoU) dengan Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (ASPARINDO).

Kolaborasi ini mencakup kunjungan dan penyuluhan di pasar-pasar tradisional untuk membantu para pedagang dan kios bertransformasi ke arah digital.

We need to learn (financial technology) to speed up with the economy. Makanya, kami gandeng ASPARINDO untuk buka jalan sehingga teknologi kami bisa sampai ke daerah,” ujar Direktur Utama PT OneConnect Financial Technology Indonesia Hendra Tan.

Hendra juga memiliki misi untuk membangun ekosistem secara menyeluruh di Indonesia sehingga OneConnect dapat menjadi penyedia teknologi keuangan yang tidak hanya menyelesaikan masalah peminjaman modal (lending) saja di Indonesia.

That’s why we need data source, orang-orang perbankan [sebagai sumber daya di OneConnect], dan lainnya untuk membangun ekosistem di sini. Kami juga sudah bangun data center untuk bisa comply dengan regulasi di Indonesia,” tambahnya.

Sementara, Ketua Umum ASPARINDO Joko Setiyanto menambahkan, pihaknya akan memulai pilot project dari kerja sama ini di sejumlah pasar tradisional di Tangerang Selatan.

“Tidak mudah mendigitalkan pasar, perlu edukasi. Asal ada sosialisasi upaya ini pasti jalan. Yang terpenting bagi pedagang adalah kegunaan sehingga mereka bisa merasakan efisiensinya,” kata Joko.

Kristin Siagian turut terlibat dalam penulisan artikel ini.

Twitch Diblokir di Tiongkok

Twitch telah melangkah begitu jauh dari saat ketika ia diperkenalkan sebagai spin-off Justin.tv. Banyak hal terjadi pada Twitch dalam kiprahnya selama tujuh tahun ini: kepopularitasannya mendorong sang perusahaan induk mengubah nama jadi Twitch Interactive, kemudian kita semua menjadi saksi bagaimana Amazon memutuskan buat mengakusisinya senilai US$ 970 juta.

Namun ada sebuah kabar buruk bagi para pengguna Twitch, khususnya mereka yang berdomisili di kawasan Tiongkok. Terhitung di minggu ini, platform video on demand dan streaming spesialis konten video game itu tidak lagi bisa diakses oleh user Tiongkok. Tak cuma itu: eksistensi aplikasi mobile-nya pun sudah menghilang dari Apple App Store lokal, padahal kepopuleran mereka sedang melonjak tinggi di sana.

Dari laporan The Verge, Twitch menempati urutan ketiga aplikasi gratis terpopuler di Tiongkok bulan lalu, dipicu oleh dipertandingkannya turnamen esports di Asian Games 2018. Tepat pada tanggal 27 Agustus silam, total unduhan app mobile Twitch meningkat 23 kali dibanding minggu sebelumnya. Menggunakan Twitch tampaknya merupakan satu dari sedikit cara untuk menonton pertandingan, apalagi Tiongkok memenangkan dua medali emas.

Terhitung di kuartal tiga 2017, Steam tetap menjadi platform video bertema gaming nomor satu di Amerika, menjadi favorit pengguna karena menawarkan keunggulan fitur dibanding YouTube Gaming. Lalu di bulan Mei 2018, Twitch berhasil menghimpun sekitar 2,2 juta broadcaster selama sebulan, dan diakses oleh 15 juta pengguna setiap hari. Rata-rata, ada satu juta user menikmati Twitch secara bersamaan.

Melesatnya Twitch juga didorong oleh meledaknya kepopuleran game fenomenal, salah satunya Fortnite, serta partisipasi para streamer terkenal hingga kalangan selebriti, misalnya Tyler ‘Ninja’ Blevins serta musisi rap Drake. Kedua individu ini berjasa dalam membantu Twitch mencetak rekor stream video paling banyak.

Pemblokiran tersebut tentu saja menuai kehebohan di Tiongkok, dan warganet mengekspresikan ketidaksetujuan mereka secara online. Seorang di antara mereka mengatakan bahwa ditutupnya akses ke Twitch ialah bentuk dari ‘penyerangan terhadap kebebasan berbicara’. Kita tahu, langkah serupa tak hanya berlaku buat Twitch. Pemerintah Tiongkok juga memblokir sejumlah platform media barat yang naik daun di negara itu – misalnya Facebook, YouTube dan Google.

Menariknya, saat ini pemblokiran Twitch belum dilakukan secara merata. Pengguna yang berlokasi di beberapa daerah (misalnya Changchun) masih bisa menyaksikan stream di Twitch, sedangkan user di daerah lain (Liaoning) sama sekali tak dapat mengaksesnya.

Sumber: The Verge & Abacus News.

Nvidia dan Baidu Berkolaborasi Kembangkan Teknologi Mobil Self-Driving

Ketertarikan para raksasa teknologi terhadap driverless car meningkat beberapa tahun ke belakang. Mungkin terpicu oleh Google, kita tahu Baidu menggandeng BWM untuk menggarap mobil tanpa pengemudi. Dan di CES 2016, Nvidia juga menyingkap supercomputer  Drive PX 2. Dan bidang ini jadi kian menarik setelah kedua perusahaan itu memutuskan buat berkolaborasi.

Strategi kerja sama tersebut diumumkan CEO Baidu Robin Li dan CEO Nvidia Jen-Hsun Huang dalam acara Baidu World Conference di Beijing minggu lalu. Masing-masing perusahaan akan saling berbagi apa yang mereka miliki. Baidu belum lama ini memperoleh izin untuk menguji mobil self-driving mereka di Kalifornia, sedangkan Nvidia bertanggung jawab menyediakan platform komputer untuk mengembangkan mapping HD, sistem kendali dan parkir otomatis.

Lewat langkah ini, Nvidia dan Baidu berharap agar semua aspek di driverless car dapat terpenuhi, misalnya sistem cloud, perakitan kendaraan, sampai kecerdasan buatan. AI sendiri bukanlah hal baru bagi kedua perusahaan itu, dan Baidu bahkan boleh berbangga dengan karena chief scientist-nya, Andrew Ng, sempat membuat terobosan di ranah AI dan memicu kelahiran ratusan startup.

Pertama-tama, mereka mencoba menjawab sejumlah tantangan besar di AI, salah satunya ialah menciptakan mesin yang pintar. Tentu saja, misi utama Nvidia dan Baidu adalah membuat mobil tersebut aman, baik untuk penumpang serta orang-orang di sekitarnya – mampu meminimalisir bahaya dan jumlah korban ketika kecelakaan tidak dapat dihindari. Selanjutnya, produsen harus memastikan kendaraan bisa dimanfaatkan oleh semua orang.

Berdasarkan informasi yang ditulis oleh Fortune, platform kreasi Baidu dan Nvidia itu akan diimplementasikan sebagai layanan taksi di Tiongkok. Mereka juga mempersilakan siapapun untuk menggunakannya karena kedua kreatornya mengusung konsep open platform, memungkinkan perusahaan-perusahaan lain menerapkan teknologi tersebut di kendaraan self-driving mereka.

Arsitektur mobil self-driving Nvidia sendiri terdiri atas tiga komponen utama: pertama adalah supercomputer Drive PX (Drive PX 2-nya disiapkan untuk Roborace Championship, sudah diadopsi oleh Volvo), berfungsi buat memproses data yang masuk dari rangkaian sensor serta kamera; kedua ialah sistem operasi berbasis algoritma; dan terakhir adalah sistem map 3D beresolusi HD berbasis cloud.

Baidu sendiri sudah menyelesaikan uji coba kendaraan otomatis mereka sejauh 30-kilometer, dan berencana mengenalkannya di10 kota di China. Selanjutnya, Baidu memiliki keinginan untuk melakukan produksi massal lima tahun lagi.

Sumber: Nvidia.

Belajar dari Ekosistem Startup Tiongkok

Negara Tiongkok tidak bisa lepas dari bahasan ketika membicarakan tentang ekosistem startup. Negara ini jadi salah satu negara yang bisa dijadikan rujukan, baik untuk perkembangan teknologi, pasar, pola investasi dan tren behavior konsumen. Teknologi dan perkembangan solusi yang ditawarkan startup di sana dianggap lebih maju beberapa tahun dari beberapa negara di wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Lalu apa yang bisa dipelajari dari perkembangan tren teknologi yang ada di sana? Sebuah diskusi panel di acara Echelon Asia Summit mencoba membahas hal tersebut. Panel diisi oleh Partner Linear Venture Harry Wang,
Managing General Partner Integral Investment Group Peter Cheng, dan Head of Global Partnerships & Marketing TechTemple Coco Sun, Menjadi moderator dalam ajang ini adalah Founding Director Startups Greater Asia / Corporate Attorney, Carr & Ferrell Christina Hsiang.

Pendapat tentang wilayah Asia Tenggara

Asia Tenggara dipandang sebagai area yang paling menjanjikan. Coco Sun memberikan pendapat ini dan menambahkan bahwa kawasan ini adalah one of the best tetapi juga menyimpan kontroversi. Kondisi teknologinya masih ketinggalan 5-6 tahun dari Tiongkok. Indonesia juga tak luput dari komentar. Negara ini menyimpan peluang yang besar karena jumlah pengguna tetapi belum teruji visibilitasnya seperti di Tiongkok. Jadi masih meragukan untuk melihat startup yang akan sukses.

Peter Cheng memberi pendapat bahwa pasar Asia Tenggara menarik tetapi investor dari Tiongkok lebih tertarik ke pasar Amerika Serikat yang memang telah terbukti menghasilkan startup-startup berskala besar.

Pendapat ini tentunya bisa menjadi masukan bagi ekosistem startup di tanah air. Meski beberapa waktu ini muncul beberapa startup yang mendapatkan dana cukup besar dan melambungkan namanya untuk menjadi ‘kelas’ unicorn, namun kisah sukses dan startup yang menggunakan teknologi untuk benar-benar memecahkan masalah dan bisa dibawa scaling masih belum banyak terlihat.

Pola investasi yang berubah

Tidak hanya perkembangan teknologi dan layanan yang diberikan, pola investasi pun berubah di Tiongkok. Harry Wang menjelaskan bahwa dulu di Tiongkok kriteria untuk melakukan investasi fokus pada talent. Kriteria yang dilihat smart people saja, tetapi sekarang lebih ke big data dan smart learning. Tiongkok memiliki data yang terkumpul dalam jumlah besar, maka pengolahan data dan layanan yang memaksimalkan data ini akan menjadi incaran investor.

Meski demikian talent juga tetap menjadi faktor penting, yaitu talent yang memiliki kemampuan global. Faktor lain yang diperhatikan adalah ada tidaknya pasar yang disasar oleh startup tersebut.

Harry juga menyebutkan pandangan yang menarik tentang big data di Tiongkok. Dari sisi teknologi mereka cukup maju, tetapi lemah di sisi lain, misalnya cara meng-capture market yang ada.

Sedikit tentang kondisi teknologi di Tiongkok

Seperti yang disebutkan di atas, kondisi perkembangan atau kemajuan teknologi di Tiongkok lebih maju dari negara Asia lain, terutama Asia Tenggara. Lalu seperti apa sekiranya teknologi yang sedang berkembang di sana?

Peter memberikan sedikit penjelasan. Menurut dia di Tiongkok para pemain di industri TI sudah maju dari sisi teknologi, live streaming disebutkan lagi ‘hot’ meski pemainnya sudah cukup banyak yang terjun di area ini.

Menurut Peter, startup yang menghadirkan layanan vertical mobile enterprise adalah yang sedang diincar oleh investor saat ini. Kondisi ekonomi yang sedang menurun juga bisa menjadi peluang karena para pelaku bisnis membutuhkan optimasi dari sisi teknologi. Di sinilah startup bisa membuat pemecahan masalah dan menawarkan layanan mereka.

Menyinggung tentang pembahasan unicorn, Peter berpendapat bahwa sulit untuk mencari perusahaan yang mampu menjadi ‘one winner take all’ di Tiongkok. Bisa jadi kondisinya akan memunculkan beberapa unicorn di satu segmen layanan.

Menurut Peter pelajaran lain yang bisa dipetik adalah dengan skala konsumen yang besar, di Tiongkok startup bisa menyasar segmen niche dan tetap bisa sukses (menjadi besar) karena segmen yang niche di sana susah cukup besar untuk jadi target konsumen startup. Hal yang sama seharusnya bisa diterapkan di Indonesia.

Bagaimana startup Asia Tenggara bisa bersaing

Bahasan pertanyaan ini menarik untuk dicermati, terutama jika Anda sedang mengembangkan startup yang ingin memasuki pasar Tiongkok atau ingin mendapatkan investasi dari Tiongkok.

Coco mencoba melihat dari tren yang ada bahwa startup di Amerika Serikat cenderung mengarah ke IPO sedangkan di Asia Tenggara startup yang ada masih craving di area optimasi rencana bisnis. Coco memberi saran agar startup di wilayah ini melihat apa yang sudah sukses di negara yang lebih maju. Startup regional bisa melihat dari apa yang sudah sukses di Tiongkok.

Coco tidak menyukai istilah copycat karena meski layanan yang ada di Tiongkok atau di negara lain mirip dengan layanan yang sudah lebih dulu ada di negara maju, tetapi eksekusi yang ada tetap akan memiliki pendekatan lokal. Beberapa layanan Tiongkok yang mengambil ide dari layanan yang sudah jalan di Amerika Serikat bisa bertahan karena eksekusinya kental dengan nuansa lokal. Perusahaan Amerika Serikat cenderung akan go global, sedangkan di Tiongkok lebih melayani pasar lokal.

Copycat startup memang menyimpan kontroversi. Di satu sisi bisa memberikan dampak negatif (tidak ada inovasi, me too product), di sisi lain bisa juga memberikan dampak positif (transfer teknologi, uji pasar, proven business). Kondisi ini masuk dalam contoh yang diberikan Peter. Lima belas tahun terakhir ini startup Tiongkok banyak yang memulai bisnis dengan meniru produk startup Amerika Serikat, tetapi kemudian meningkatkannya dengan lebih banyak berinovasi. Beberapa contoh yang dikenal adalah layanan messaging WeChat dan platform pembayaran Alipay.

Cara mengembangkan ekosistem startup regional

Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dari sisi talent. Harry memberikan saran dengan membawa talent terbaik yang mengembangkan karier di luar region untuk kembali masuk ke region dan mengembangkan layanan dan teknologi.

Langkah seperti di atas sebenarnya sudah mulai terjadi di Indonesia. Beberapa anak bangsa yang sempat berkarier atau mengembangkan usaha di luar negeri kembali ke Indonesia untuk mendirikan atau bekerja di startup. Perkembangan seperti ini bisa memberikan sisi positif, misalnya sisi transfer knowledge, juga bisa membawa relasi yang didapatkan di luar region ke Asia Tenggara.

Saran untuk startup yang ingin masuk ke pasar Tiongkok

Pertanyaan dalam diskusi tentu saja menyinggung tentang saran apa yang bisa diberikan bagi startup Asia Tenggara untuk mengejar ketertinggalan dan saran yang cocok bagi startup untuk masuk ke pasar Tiongkok atau mendapatkan investasi dari investor Tiongkok.

Peter memberikan saran singkat tetapi cukup masuk akal. Ia menyebutkan bahwa jika ingin masuk ke Tiongkok bisa mencari partner lokal. Menurut dia jarang sekali startup/perusahaan/layanan yang masuk sendirian di Tiongkok dan sukses.

Sedangkan Harry menyebutkan bahwa startup bisa membawa informasi yang ada di luar Tiongkok untuk masuk ke pasar Tiongkok sebagai informasi untuk mengembangkan layanan. Ada beberapa teknologi yang sudah ada yang bisa digunakan tidak perlu dikembangkan dari awal. Berangkat dari sini, startup bisa mulai mengembangkan lebih lanjut layanan yang dihadirkannya.

Sedangkan Coco memberikan pendapat bahwa tipe investor asal Tiongkok memiliki mindset yang lebih agresif dan berpikir cukup pendek untuk menuju exit. Coco juga berpendapat bahwa investor yang paling pas untuk didekati adalah investor Tiongkok yang berbasis teknologi (memiliki latar belakang teknologi atau yang mengerti teknologi – Ed).

Coco menyebutkan adanya kurang komunikasi yang terjadi antara pelaku startup Asia Tenggara dan Tiongkok. Jarang ada yang mau masuk ke pasar Tiongkok dari Asia Tenggara. Ia menambahkan harus lebih banyak partnership antara kedua kawasan ini.

Developer Tiongkok Garap Versi ‘Clone’ Overwatch?

Kurang dari dua minggu setelah Blizzard Entertainment menyingkap bahwa permainan multiplayer shooter mereka berhasil menghimpun tujuh juta player, Overwatch lagi-lagi mencetak rekor baru. Via Twitter, sang publisher mengumumkan sudah ada lebih dari 10 juta pemain Overwatch di seluruh dunia. Kesuksesannya itu ternyata turut ‘menginspirasi’ sejumlah pihak.

Di industri pengembangan game, mengadopsi, menyempurnakan dan memodifikasi ide dari kreasi orang lain bukanlah hal yang dilarang, akan tetapi fans mungkin langsung mengerutkan dahi setelah melihat potongan demonstrasi karya developer game mobile asal Tiongkok ini. Dalam sebuah video, mereka memperlihatkan permainan berjudul Legend of Titan, game yang boleh dibilang sebagai clone dari Overwatch.

Jutaan gamer Overwatch akan segera melihat pemandangan familier: Reinhardt, Tracer, Widowmaker, dan karakter-karakter lain beserta kemampuan unik mereka ada semua di sana; bahkan layout map (King’s Row sampai Hanamura) juga dipakai meski menggunakan tekstur baru. Tentu saja kualitasnya masih jauh dibanding karya Blizzard, resolusi tampak rendah dan ada penurunan frame rate drastis di sejumlah adegan. Terdapat probabilitas besar sang developer China memanfaatkan aset Overwatch.

Dari diskusi di Reddit (berdasarkan upaya terjemahan para user di sana), developer mengklaim bahwa mereka tidak memiliki rencana memublikasikan Legend of Titan. Game sekedar dibuat sebagai tech demo. Studio bilang, video dan gambar-gambar tersebut berasal dari acara internal, di mana mereka mencoba mempelajari konsep desain Blizzard terutama dari segi kontrol dan ‘feel‘; serta mencoba menerapkannya ke platform web dan mobile.

“Video ini sebetulnya direkam dari laman web,” tutur seorang juru bicara. “Kami tidak mengira seseorang akan merekam dan mengunggahnya ke internet. Saat permainan aslinya betul-betul diluncurkan, Anda tidak akan melihat kesamaannya dengan game Blizzard itu. Kami menunjukkan video tersebut demi membuktikan teknik desain browser game ciptaan tim dan sedang mencari parner untuk bekerjasama.”

Buat sekarang, game masih dalam pengembangan dan developer enggan memberikan info lain. Studio ini menjamin, di waktu rilisnya nanti, ciptaan mereka hanya mempunyai sedikit kesamaan dengan Overwatch.

Memang tidak ada masalah jika ternyata alasan mereka benar adanya. Namun perlu diingat, beberapa produsen Tiongkok terbukti tidak gentar menggarap tiruan produk-produk ternama secara terang-terangan.

Via The Escapist.

Ilmuwan Tiongkok Ciptakan Jia Jia, Robot Berparas Cantik yang Pemalu

Saat negara-negara modern menggunakan robot di bidang manufaktur atau sebagai asisten, visi ilmuwan Jepang lebih ambisius. Bagi mereka, robot bukanlah sekedar pembantu. Ambil contohnya Profesor Hiroshi Ishiguro. Ia telah lama mengembangkan android yang mempunyai wajah menyerupai orang sungguhan. Tapi Jepang belakangan mendapatkan kompetisi berat dari beberapa negara tetangga.

Awal April lalu, mungkin Anda sudah mendengar soal desainer grafis asal Hong Kong yang menghabiskan dana US$ 50.000 untuk menciptakan robot Scarlett Johansson. Kali ini, tim ahli dari University of Science and Technology di China (USTC) memperkenalkan Jia Jia, sebuah robot ultra-realistic berparas cantik. Dan tak cuma penampilan, peneliti juga membekalinya dengan pemrograman khusus, seakan-akan ia pemalu.

Betapapun besarnya usaha para ahli, uncanny valley (yaitu rasa kurang nyaman saat kita melihat robot berwujud mirip manusia) memang sulit dihilangkan. Tetapi USTC mampu meminimalisir efeknya karena Jia Jia memiliki wajah sangat cantik. Dengan rambut panjang dan pipi kemerahan, sekedar melihat Jia Jia dari foto, mungkin Anda akan mengiranya sebagai model.

Jia Jia 01
Jia Jia dipamerkan pertama kali di depan publik.

USTC mencurahkan segenap kepiawaian mereka agar Jia Jia tampil natural. Detail ekspresinya sangat apik: kelopak dan bola mata bisa bergerak alami, lalu bibir juga terinskronisasi dengan ucapan. Agar tak kalah dari kapabilitas android sejenis, peneliti mengajarinya kemampuan belajar, dan sejauh ini Jia Jia bisa memperkenalkan diri dan berinteraksi bersama orang disekitarnya.

Tim baru fokus pada area kepala robot – tangan Jia Jia belum bisa bergerak. Buat sekarang, Jia Jia belum dapat tertawa atau menampilkan ekspresi sedih. Sebagai perbandingan: selain didukung kesanggupan interaksi, robot Scarlett Johansson ‘Mark 1’ juga bisa menggerakan bagian tubuh dan kepala, mengangguk, menyeringai, serta mengedipkan mata.

Jia Jia
Seperti yang Jia Jia bilang, sebaiknya jangan terlalu dekat saat mengambil foto.

Di acara pengenalannya, Jia Jia berkata ke para pengunjung, “Jangan terlalu dekat ketika mengambil foto, karena saya akan terlihat gemuk.”

Tim ilmuwan yang dipimpin oleh direktur Chen Xiaoping membutuhkan waktu tiga tahun untuk menciptakan Jia Jia, dan proyek mereka masih belum selesai. Xiaoping memiliki agenda buat melengkapi robot dengan kecerdasan buatan melalui deep learning. Lalu selanjutnya, peneliti berencana membubuhkan fitur pengenal ekspresi wajah. Sang direktur berharap, Jia Jia bisa menjadi ‘dewi robot’ yang bijaksana.

Chen Xiaoping menyampaikan bahwa unit prototype-nya ‘sangat berharga’, dan buat sementara ia belum berpikir untuk memproduksi Jia Jia secara massal.

Sumber: Xinhua.

Console Game dari Tiongkok Ini ‘Gabungkan Desain’ PS4 dan Xbox One

Ketika Microsoft, Sony dan Nintendo melangsungkan perjuangan konstan demi memperebutkan gelar console terbaik, belakangan ranah ini turut diramaikan oleh kehadiran microconsole berbasis Android dan layanan streaming game. Dan dari Negeri Tirai Bambu, sebuah nama baru mencoba melakukan debut mereka dengan langkah yang ‘sangat unik’. Continue reading Console Game dari Tiongkok Ini ‘Gabungkan Desain’ PS4 dan Xbox One

Benarkah Vivo X5Pro Ialah Smartphone Dengan Output Suara Terindah?

Dengan tidak terburu-buru, brand Vivo masuk ke pasar smartphone lokal tanpa disadari banyak orang. Setelah mereka yakin bahwa Indonesia merupakan wilayah berpotensi tinggi, sang produsen Dongguan itu memutuskan untuk mengadakan peluncuran produk andalan terbaru secara besar-besaran, sekaligus menandai pendaratan resmi mereka di nusantara. Continue reading Benarkah Vivo X5Pro Ialah Smartphone Dengan Output Suara Terindah?

Bagaimana Jika Mesin Cuci Dikombinasi Dengan Sepeda?

Ada dampak tak langsung dari perkembangan teknologi terhadap tubuh manusia. Ketika semua kian mudah, kita jadi malas beraktivitas fisik. Contohnya belanja online, atau memesan kendaraan hingga makanan secara online. Namun para mahasiswa Dalian Nationalities University di China dapat membalikkan efek negatif tersebut melalui sebuah penemuan yang sangat unik.
Continue reading Bagaimana Jika Mesin Cuci Dikombinasi Dengan Sepeda?