GeForce Now dan Google Stadia, Mana yang Performanya Lebih Baik?

Layanan cloud gaming ada banyak, namun dua yang paling populer adalah Nvidia GeForce Now dan Google Stadia. Meski menawarkan konsep yang sama (game dijalankan di server, lalu di-stream oleh perangkat konsumen), keduanya juga punya cukup banyak perbedaan.

Perbedaan yang paling utama adalah soal konten. Stadia punya toko game sendiri, sedangkan GeForce Now tidak. Di Stadia, Anda harus membeli game-nya terlebih dulu melalui Stadia Store. Di GeForce Now, Anda bisa langsung memainkan game yang sudah Anda beli lewat Steam atau Epic Games Store, dengan catatan game-nya memang tersedia di katalog GeForce Now.

Perbedaan lainnya, kalau berdasarkan pengujian yang dilakukan PC Gamer, adalah perihal performa, spesifiknya input latency. Keduanya sama-sama memiliki input latency yang cukup rendah jika koneksi internet kita mumpuni – PC Gamer menggunakan koneksi dengan kecepatan 400 Mbps+.

Singkat cerita, kalau koneksi kita cepat dan stabil, performa gaming di kedua layanan ini tidak akan terasa begitu berbeda dibanding jika kita memainkannya di PC sendiri – dengan catatan PC yang kita gunakan memang punya spesifikasi yang cukup untuk menjalankan game-nya secara mulus. Input latency-nya masih masuk dalam batas wajar dan tidak terlalu mengganggu aksi kita dalam game.

Google Stadia

Lain ceritanya kalau koneksi internet yang kita gunakan lambat, 5 Mbps misalnya. Dalam skenario ini, input latency mulai naik drastis, dan yang paling parah dirasakan di Stadia. Menggunakan koneksi 5 Mbps, game di Stadia pada dasarnya jadi tidak bisa dimainkan karena lag parah.

Di GeForce Now tidak demikian. Game masih berjalan lancar tanpa lag, hanya saja kualitas grafisnya menurun cukup signifikan (gambar jadi kelihatan pixelated). Tidak peduli sambungan internetnya via kabel ataupun wireless, hasil yang ditunjukkan rupanya sama.

Untuk lebih detailnya, Anda bisa baca langsung artikel pengujiannya. Di situ juga ada beberapa video yang menunjukkan performa di tiap-tiap skenario pengujian.

Sumber: PC Gamer.

Susul Activision Blizzard, Bethesda Juga Tarik Deretan Game-nya dari Katalog GeForce Now

Tahap beta testing selama tujuh tahun merupakan periode yang sangat panjang untuk sebuah layanan digital, tapi itulah yang secara tabah dijalani GeForce Now sebelum akhirnya diluncurkan secara resmi belum lama ini. Apesnya, peluncuran layanan cloud gaming milik Nvidia itu malah diwarnai kabar yang kurang mengenakkan.

Secara tiba-tiba dan tanpa alasan yang jelas, Activision Blizzard menarik seluruh game-nya dari katalog GeForce Now. Lebih parah lagi, sekarang giliran Bethesda Softworks yang ikut-ikutan. Semua game yang mereka publikasikan, mulai dari seri Fallout, The Elder Scrolls, sampai Doom, juga akan ditarik dari GeForce Now. Satu-satunya properti Bethesda yang tersisa dan bisa dimainkan pelanggan GeForce Now hanyalah Wolfenstein: Youngblood.

Jelas saja kabar ini memicu pertanyaan, “salah apa Nvidia sampai-sampai terkesan dijauhi oleh nama-nama besar di industri gaming?” Untuk kasus Activision Blizzard, masalahnya ternyata berakar pada kesalahpahaman antar kedua belah pihak, seperti dilaporkan oleh Bloomberg.

Dijelaskan bahwa Activision Blizzard sebenarnya ingin ada persetujuan baru pasca lepasnya GeForce Now dari fase beta dan menjadi layanan komersial. Di sisi sebaliknya, Nvidia beranggapan persetujuannya sudah ada sejak GeForce Now masih dalam tahap beta testing, sebab Activision Blizzard memang mempersilakan para penguji GeForce Now untuk memainkan gamegame yang mereka publikasikan.

Ilustrasi ketersediaan GeForce Now di beragam perangkat / Nvidia
Ilustrasi ketersediaan GeForce Now di beragam perangkat / Nvidia

Untuk kasus Bethesda, sejauh ini belum ada penjelasan dari pihak Nvidia maupun Bethesda, tapi saya menduga akar permasalahannya tidak jauh berbeda. Sebelum ini (selama fase beta), GeForce Now bisa dinikmati secara cuma-cuma. Sekarang, Nvidia mematok tarif berlangganan GeForce Now sebesar $5 per bulan.

Bisa jadi Activision Blizzard dan Bethesda mendambakan persetujuan baru dimana mereka bisa kebagian jatah beberapa persen dari pemasukan GeForce Now. Di sisi lain, Nvidia mungkin berpikiran bahwa mereka tidak perlu membayar royalti atau sejenisnya karena GeForce Now memang tidak punya toko game-nya sendiri.

Ini berbeda dari Google Stadia, yang mewajibkan para pelanggannya untuk membeli game di toko khusus milik mereka sendiri (Stadia Store). GeForce Now di sisi lain mempersilakan pelanggan membeli game-nya di platform mainstream seperti Steam dan Epic Games Store. Tarif $5 per bulan itu pada dasarnya cuma sebatas biaya sewa gaming PC kelas high-end yang ada di datacenter Nvidia.

Tampilan Stadia Store di browser komputer / 9to5Google
Tampilan Stadia Store di browser komputer / 9to5Google

Apakah ini berarti saya membela Nvidia dan menuduh Activision Blizzard serta Bethesda serakah? Pada dasarnya begitu, tapi jangan lupa juga kalau semua ini hanya sebatas spekulasi. Nvidia sendiri akan terus berusaha supaya publisher yang minggat berkenan menyediakan game-nya kembali di GeForce Now. Mereka juga menegaskan bahwa ke depannya kasus gamegame yang ditarik dari katalog GeForce Now seperti ini akan berkurang.

Terlepas dari itu, GeForce Now tetap masih memiliki daya tarik yang tinggi, khususnya jika Anda mengidolakan developer seri The Witcher, CD Projekt Red. Game terbaru mereka yang akan dirilis pada tanggal 17 September nanti, Cyberpunk 2077, bakal bisa langsung dimainkan via GeForce Now di hari peluncurannya.

Sumber: GamesRadar.

Pelanggan GeForce Now Dapat Memainkan Cyberpunk 2077 di Hari Peluncurannya

Kalau Anda suka The Witcher 3, besar kemungkinan Anda juga bakal suka dengan Cyberpunk 2077. Lucunya, meski sama-sama RPG, dua game itu sangatlah berbeda; satu mengambil setting medieval, satunya bertema distopia masa depan. Sistem combat-nya pun bahkan berbeda jauh; satu lebih ke arah hack-and-slash, dan satunya justru merupakan first-person shooter.

Basis pernyataan saya di atas adalah sosok yang bertanggung jawab atas terciptanya kedua game tersebut. Keduanya sama-sama dibuat oleh CD Projekt Red, dan developer asal Polandia tersebut sudah menegaskan bahwa mereka tidak akan menahan-nahan konten Cyberpunk 2077 untuk disuguhkan pasca perilisan demi meraup untung lebih banyak.

Singkat cerita, sebagai penggemar seri The Witcher sendiri, saya excited dengan Cyberpunk 2077. Namun yang jadi masalah sekarang adalah, kemungkinan besar PC tua saya tidak akan mampu menjalankannya secara mulus. Ketimbang harus upgrade, alternatif yang lebih terjangkau mungkin adalah memainkannya via layanan cloud gaming.

Cyberpunk 2077

Google Stadia maksudnya? Ya, tapi itu bukan satu-satunya opsi. Pada kenyataannya, hati saya justru lebih condong ke Nvidia GeForce Now yang baru saja lepas dari status beta. Pasalnya, Nvidia baru saja mengumumkan kalau konsumen GeForce Now bakal bisa memainkan Cyberpunk 2077 di hari peluncurannya nanti, tepatnya tanggal 17 September 2020.

Bukan cuma itu, Nvidia bahkan juga menjanjikan efek ray tracing yang terus aktif selama pelanggan memainkan Cyberpunk 2077 lewat platform cloud gaming-nya, yang berarti pencahayaan di Night City (setting lokasi Cyberpunk 2077) bakal kelihatan jauh lebih realistis ketimbang jika saya memaksa memainkannya di PC uzur saya.

Satu hal yang perlu dicatat adalah, tidak seperti Stadia, GeForce Now tidak punya toko game-nya sendiri. Maka dari itu, Nvidia menyarankan pelanggan untuk membeli Cyberpunk 2077 terlebih dulu lewat Steam sebelum mengaksesnya di GeForce Now. GeForce Now sendiri juga mematok biaya berlangganan sebesar $5 per bulannya.

Ya, saya mungkin terdengar kelewat antusias mengantisipasi perilisan game ini, tapi Nvidia rupanya juga demikian.

Sumber: PC Gamer dan Nvidia.

Google Stadia Akan Tersedia di Smartphone Samsung, Asus ROG dan Razer

Pelepasan status beta GeForce Now ialah sebuah isyarat jelas bagi Google untuk meningkatkan kualitas penyajian Stadia. Walaupun kedua layanan cloud gaming ini disuguhkan secara berbeda, khalayak tampak lebih menyukai GeForce Now karena integrasinya ke sejumlah platform distribusi – seperti Steam dan Epic Games Store. Dengan begini, pengguna tidak perlu membeli game lebih dari sekali agar bisa mengaksesnya via cloud.

Sementara itu, belum lama pelanggan Stadia mengeluhkan minimnya pilihan game dan belum adanya dukungan fitur-fitur esensial. Merespons hal tersebut (dan demi menepati janji ketersediaan 120 permainan di tahun 2020), Google mengumumkan agenda peluncuran lima game baru, dan tiga dari mereka merupakan judul eksklusif. Dan setelah hanya ditunjang smartphone Pixel, minggu ini Stadia akhirnya dapat dinikmati dari lebih banyak perangkat.

Di tanggal 20 Februari besok, layanan gaming on demand Google tersebut dapat diakses dari 18 varian smartphone, terutama yang bermerek Samsung, Asus ROG dan Razer. Mayoritas dari mereka adalah model flagship, dengan usia paling tua tiga tahun. Dan karena sejauh ini baru tersedia dua tipe Asus ROG dan Razer, Samsung memang terlihat mendominasi. Daftar lengkapnya bisa dilihat di bawah.

  • ASUS ROG Phone
  • ASUS ROG Phone II
  • Razer Phone
  • Razer Phone 2
  • Samsung Galaxy S8
  • Samsung Galaxy S8+
  • Samsung Galaxy S8 Active
  • Samsung Galaxy Note8
  • Samsung Galaxy S9
  • Samsung Galaxy S9+
  • Samsung Galaxy Note9
  • Samsung Galaxy S10
  • Samsung Galaxy S10+
  • Samsung Galaxy Note10
  • Samsung Galaxy Note10+
  • Samsung Galaxy S20
  • Samsung Galaxy S20+
  • Samsung Galaxy S20 Ultra

Itu berarti, Galaxy S8 merupakan smartphone non-Google tertua yang siap menghidangkan Stadia. Di momen peluncurannya, hanya Pixel 2, Pixel 3, Pixel 3a, dan Pixel 4 yang kompatibel dengan platform cloud gaming tersebut. Di luar smartphone, Stadia disediakan pula untuk PC serta TV dengan Chromecast Ultra. Sayangnya, hingga kini Google belum mengabarkan kapan pengguna iPhone dan iPad dapat menggunakannya.

Terkait janji 120 game di tahun ini, Google menargetkan buat melepas lebih dari 10 judul di paruh pertama 2020. Buat sekarang, Stadia sudah menyuguhkan sekitar 20 permainan. Rencananya, game-game besar seperti Cyberpunk 2077, Baldur’s Gate III, Doom Eternal, Marvel’s Avengers, Watch Dogs: Legion, Gods & Monsters, hingga Orcs Must Die! 3 akan hadir di sana. Namun saya berasumsi penundaan perilisan beberapa judul tersebut memengaruhi pendaratan mereka di Stadia.

Google Stadia meluncur di bulan November 2019, tetapi layanan ini baru dapat diakses dari 14 negara saja. Belum diketahui pasti kapan Stadia akan tiba di tanah air, namun laman store berbahasa Indonesia mengindikasikan agenda Google untuk turut merilisnya di sini. Anda bisa mendaftarkan email buat mendapatkan notifikasi langsung dari Google.

Via Eurogamer.

Google Stadia Umumkan Lima Game Baru, Tiga di Antaranya Judul Eksklusif

Debut Google Stadia jauh dari kata mulus. Para pelanggan layanan cloud gaming ini mengeluhkan banyak hal, mulai dari masih absennya fitur-fitur penting yang dijanjikan beserta sejumlah kendala teknis lain, sampai katalog game yang tergolong minim.

Perkara terakhir ini semakin diperparah oleh janji Google sebelumnya terkait 120 game yang bakal Stadia hadirkan di tahun 2020. Singkat cerita, Google tidak boleh terus tinggal diam, apalagi mengingat layanan pesaing – Nvidia GeForce Now dan Microsoft xCloud – sudah mulai beroperasi.

Beruntung Google sadar, dan mereka merespon dengan mengumumkan lima game baru yang akan segera hadir di Stadia. Dari lima game itu, tiga di antaranya mengusung label “First on Stadia”, alias merupakan judul eksklusif sementara (cuma bisa dimainkan lewat Stadia selama beberapa waktu sebelum akhirnya dirilis di platform gaming tradisional).

Judul eksklusif yang pertama adalah Lost Words: Beyond the Page karya Sketchbook Games, game puzzle adventure dengan fokus pada narasi. Seperti yang bisa kita tonton dari trailer-nya di atas, art style-nya kelihatan begitu menarik, dan setting lokasi-lokasinya juga terkesan begitu atmospheric.

Judul eksklusif yang kedua adalah Stacks On Stacks (On Stacks) garapan Herringbone Games. Dideskripsikan sebagai 3D tower builder, game ini menawarkan mode local co-op dan split-screen versus di samping mode single-player.

Game eksklusif yang ketiga adalah Spitlings karya Massive Miniteam. Game arcade ini mendukung mode multiplayer hingga empat pemain, dan uniknya, apabila ada satu pemain saja yang gagal, maka semua harus ikut mengulang dari awal.

Selanjutnya, ada Serious Sam Collection yang merupakan gabungan dari tiga judul sekaligus, yakni Serious Sam HD: The First Encounter, Serious Sam HD: The Second Encounter, dan Serious Sam 3: BFE, tidak ketinggalan pula sejumlah expansion pack-nya. Selain sendirian, franchise shooter legendaris ini juga dapat dimainkan di Stadia bersama tiga pemain lain dalam mode local co-op, atau hingga 16 pemain secara online.

Panzer Dragoon: Remake

Terakhir, Stadia turut mengumumkan Panzer Dragoon: Remake. Sesuai judulnya, ia merupakan remake dari game shooter klasik yang dirilis untuk console Sega Saturn pada tahun 1995. Selain dipoles grafiknya, kontrolnya pun juga ikut disempurnakan pada versi remake-nya ini sehingga sesuai dengan standar gaming terkini.

Sumber: Stadia via GameRant.

Microsoft xCloud Tiba di iOS, Dengan Sejumlah Keterbatasan

Sempat di-tease di E3 2018, Microsoft baru mengumumkan Project xCloud secara resmi di bulan Oktober 2018. Lima bulan setelahnya, perusahaan mendemonstrasikan kemampuan layanan cloud gaming mereka itu dengan menjalankan Forza Horizon 4 di smartphone Android sembari memanfaatkan controller Xbox One. Tahap uji coba publik dimulai tak lama sesudahnya – sebelum Stadia meluncur.

Dan di pertengahan minggu ini, raksasa teknologi asal Redmond itu akhirnya mengekspansi akses xCloud ke perangkat Apple. Versi beta xCloud dirilis melalui TestFlight, memperkenankan pengguna untuk menjajalnya dari iPhone ataupun iPad. Hal ini sangat menarik karena xCloud menjadi salah satu layanan cloud gaming pihak ketiga pertama yang tersedia di iOS, mendahului Stadia dan GeForce Now. Dahulu OnLive sempat dijadwalkan buat meluncur di iOS, tapi sayang Apple tak pernah menyetujuinya.

Pendaratan xCloud di iDevice merupakan kabar gembira bagi pengguna, namun peraturan Apple mengakibatkan adanya cukup banyak restriksi. Contohnya, program preview saat ini hanya bisa diikuti oleh user di kawasan Amerika Serikat, Inggris Raya dan Kanada saja. Lalu, cuma ada satu game yang dapat dijajal, yaitu Halo: The Master Chief Collection dan fitur Xbox Console Streaming belum bisa digunakan. Selanjutnya, Microsoft membatasi jumlah tester sebanyak maksimal 10.000 orang.

Director of programming Larry ‘Major Nelson’ Hryb menjelaskan bahwa karena Microsoft berusaha mematuhi kebijakan Apple, tampilan dan pengalaman penggunaan xCloud di iOS berbeda dari Android. Gerbang pendaftaran sudah dibuka, tapi pembagian tiket ke program ini sepenuhnya merupakan keputusan Microsoft, bergantung dari apakah masih ada slot tersedia. Jika developer menyetujuinya, pengguna iDevice akan diberi tahu lewat email.

Untuk berpartisipasi, ada sejumlah kebutuhan teknis yang mesti terpenuhi. Anda harus punya gamertag Xbox, unit controller wireless Xbox One, dukungan internet via Wi-Fi atau data seluler berkecepatan minimal 10Mbps. Jika menggunakan Wi-Fi, Anda disarankan untuk memakai frekuensi 5GHz. Dan terakhir, pastikan perangkat iOS Anda berjalan di iOS versi 13.0 atau yang lebih baru serta menunjang koneksi Bluetooth 4.0.

Walaupun cloud gaming merupakan hal yang cukup baru di iOS, Apple sebetulnya sudah memperkenankan sejumlah layanan game stream third-party  dirilis di platform-nya, misalnya aplikasi Steam Link, Remotr dan Rainway. Namun game stream tak sama seperti cloud gaming tulen, karena layanan ini tetap membutuhkan sistem gaming utama (seperti PC di rumah) buat menjalankan permainan.

Cara kerja Microsoft Project xCloud lebih menyerupai Shadow – yang juga telah tersaji di iOS. Tetapi seperti GeForce Now, Shadow mewajibkan kita buat mempunyai game-nya terlebih dulu, sedangkan xCloud menyuguhkan katalog permainan Xbox dan rencananya akan terintegrasi ke console next-gen Microsoft.

Via The Verge.

Activision Blizzard Tarik Semua Game-nya dari GeForce Now, Ada Apa?

Setelah masa uji coba yang begitu panjang, GeForce Now akhirnya meluncur resmi minggu lalu. Bukan lagi sebuah nama baru, ia merupakan layanan cloud gaming ciptaan Nvidia. Berbeda dari Stadia, platform milik sang raksasa teknologi grafis itu menawarkan kemudahan akses melalui integrasi ke Steam hingga Epic Games Store – sehingga pelanggan tak lagi perlu membeli game ketika ingin memainkannya via cloud.

Respons gamer terhadap GeForce Now memang lebih positif dibanding Stadia, yang ternyata tidak didukung sejumlah fitur esensial saat dirilis dan dianggap minim pilihan game. GeForce Now sendiri menyuguhkan kompatibilitas ke lebih dari 100 permainan dan sudah bisa dinikmati dari Windows, Mac, perangkat Android dan Shield TV. Tapi ketika kita berharap jumlahnya terus bertambah, layanan Nvidia itu malah kehilangan beberapa judul besar dari Blizzard dan Activision.

Secara tiba-tiba, Activision Blizzard memutuskan untuk menarik semua permainan mereka dari GeForce Now. Kabar ini diungkap oleh Nvidia melalui forumnya. Itu berarti, seluruh seri Call of Duty dan StarCraft, Overwatch, Diablo III, Crash Bandicoot N. Sane Trilogy sampai Spyro Reignited Trilogy tak lagi dapat diakses dari layanan ini. Dan karena Sekiro: Shadows Die Twice dipublikasikan oleh Activision, permainan juga menghilang dari GeForce Now.

Saat artikel ini ditulis, baik Nvidia maupun Activision Blizzard belum menjelaskan alasan penghapusan game-game tersebut. Juru bicara Nvidia hanya menyampaikan bahwa semuanya merupakan permintaan sang publisher. Ia juga bilang, “Walaupun hal ini sangat disayangkan, kami berharap untuk bisa bekerja sama lagi dengan Activision Blizzard dan kembali menyajikan permainan mereka [di GeForce Now] beserta judul-judul yang akan hadir di masa depan.”

Sebagai kompensasinya, Nvidia menjanjikan kehadiran lebih dari 1.500 permainan di GeForce Now. Para developer kabarnya ‘sudah mengantre’ buat memasukkan game mereka di platform on demand Nvidia itu. Judul-judul baru rencananya akan disingkap setiap minggu melalui update.

Hilangnya dukungan game-game Battle.net boleh dikatakan sebagai pukulan cukup telak bagi Nvidia. Dan keadaan ini sangat aneh, karena begitu GeForce Now melepas status beta, nama-nama seperti Capcom, EA, Konami, Remedy, Rockstar serta Square Enix juga menarik permainan mereka. Banyak pelanggan tampak menyalahkan Nvidia atas kejadian ini, namun perlu diingat bahwa keputusan tersebut datang dari pihak publisher.

Metode penyajian GeForce Now tidak sama seperti Google Stadia: Kita harus memiliki game-nya terlebih dulu agar dapat menikmati layanan cloud dengan membelinya dari distributor digital yang ada. Itu berarti, tersedianya permainan-permainan tersebut di GeForce Now pada dasarnya tidak merugikan publisher maupun developer – bahkan berpeluang menguntungkan karena memberikan kesempatan bagi orang-orang yang tak punya PC ber-hardware canggih untuk tetap bisa bermain.

Via The Verge & PC Gamer.

Microsoft Tak Lagi Anggap Sony dan Nintendo Sebagai Kompetitor Utama?

Ranah console gaming selalu diasosiasikan dengan tiga brand besar yang sejak dulu berkompetisi ketat: Microsoft Xbox, Sony PlayStation, dan Nintendo. Namun industri gaming terus berubah. Kehadiran sejumlah teknologi baru mentransformasi metode penyajian konten, dan kita tahu bukan hanya nama-nama itu yang menunjukkan ketertarikannya terhadap gaming. Raksasa seperti Google dan Apple juga sudah lama berupaya mempenetrasinya.

Peluncuran PlayStation 5 dan Xbox next-gen yang rencananya dilangsungkan di akhir tahun ini diestimasi akan kembali memperpanas ‘perang console‘ – yang telah berlansung selama beberapa dekade. Namun menariknya, Microsoft mengaku bahwa mereka tak lagi melihat Sony Interactive Entertainment serta Nintendo sebagai kompetitor. Bagi perusahaan asal Redmond itu, Amazon dan Google lebih memberi ‘ancaman’ ketimbang rival-rival lamanya.

Via Protocol.com, bos Xbox Phil Spencer menjelaskan alasan mengapa Sony dan Nintendo bukan lagi rival mereka ialah karena kedua brand tersebut tidak memiliki infrastruktur cloud top-end yang dapat menyaingi platform Microsoft Azure. Dalam menyajikan console baru nanti, Sony diestimasi masih mengandalkan konten eksklusif – begitu pula Nintendo. Sedangkan Xbox generasi keempat akan terintegrasi dengan teknologi xCloud.

Project xCloud ialah layanan cloud gaming yang tengah Microsoft godok, telah memasuki tahap uji coba ‘rumahan’ sejak bulan Mei 2019 lalu. Layanan ini ditunjang oleh tidak kurang dari 54 data center Azure yang tersebar di 140 negara, dirancang agar dapat diakses secara optimal dari smartphone. Game-game-nya bisa dikendalikan langsung via layar sentuh maupun controller Xbox lewat Bluetooth. Dan dibandingkan Stadia, xCloud juga memiliki koleksi permainan lebih banyak.

“Ketika membahas Sony dan Nintendo, kami sangat menghormati brand-brand ini, namun buat sekarang kami melihat Amazon dan Google sebagai kompetitor utama,” tutur Spencer. “Tanpa mengurangi hormat kepada Nintendo serta Sony, perusahaan-perusahaan gaming tradisional berada di posisi yang kurang menguntungkan. Mereka bisa saja mencoba membangun infrastruktur seperti Azure, tetapi selama beberapa tahun ini kami telah berinvestasi miliaran dolar di cloud.”

Selain itu, Microsoft menyadari bahwa ketika perusahaan seperti Nintendo dan Sony memfokuskan produk mereka untuk gamer dan fans, Amazon serta Google berupaya menggaet tujuh miliar di dunia buat jadi gamer. Menurut Microsoft, inilah tujuan sesungguhnya dari layanan gaming.

Mungkin Anda juga tahu, Microsoft tak lagi berupaya menyuguhkan game atau konten eksklusif. Kini hampir seluruh permainan Xbox One juga tersedia di Windows 10, dan Microsoft merupakan salah satu produsen console pertama yang mengusahakan agar agar gamer di sistem berbeda bisa bermain bersama melalui cross-platform play. Sedangkan Sony awalnya malah enggan mengadopsi fitur ini.

Lepas Status Beta, GeForce Now Resmi Meluncur dan Siap Menyaingi Stadia

Dahulu dikenal sebagai Nvidia Grid, GeForce Now merupakan upaya sang rakasasa teknologi grafis dalam menyediakan platform cloud gaming. Di masa uji coba beta yang dimulai pada tahun 2013, Nvidia telah melakukan berbagai eksperimen, misalnya lewat pengadaan fitur ‘buy and play‘ serta virtual desktop. Selama beta berlangsung, GeForce Now bisa diakses dari Windows, Mac serta perangkat Shield (Portable, Tablet dan Console).

Tujuh tahun berselang, pagi ini GeForce Now resmi melepaskankan status beta-nya dan meluncur secara lebih luas. Kehadirannya tentu saja akan meramaikan ranah gaming on demand, tapi perlu ditekankan bahwa metode penyajiannya cukup berbeda dari Stadia. GeForce Now tidak mencoba menawarkan pengalaman gaming ala console, namun menjanjikan kemudahan akses ke konten-konten di platform yang sudah ada – mirip Skyegrid atau Shadow.

GeForce Now 1

Nvidia menghidangkan GeForce Now dalam dua tingkatan, yaitu gratis dan berbayar bertajuk Founder. Untuk menggunakannya, kita harus mendaftar (tidak dipungut biaya) dan memiliki game-nya terlebih dulu, bisa dibeli dari Steam, Epic Games Store atau Battle.net. Opsi gratis cocok buat mencoba, sedangkan keanggotaan premium menyuguhkan teknologi eksklusif yang belum pernah ada di layanan cloud gaming sebelumnya.

Pengguna GeForce Now gratis dipersilakan menikmati video game via cloud selama satu jam. Setelah waktu tersebut habis, kita diharuskan buat memulai sesi dari awal. Anda bisa segera bermain lagi, namun jika ada banyak orang yang menggunakan layanan ini, Anda perlu mengantre. Tentu saja, sejumlah fitur premium tidak hadir di versi gratis tersebut.

GeForce Now 2

Dengan menjadi pelanggan Founder, Anda dihidangkan teknologi ray tracing tanpa perlu memiliki PC berkartu grafis GeForce RTX serta mendapatkan sesi bermain selama enam jam. Beberapa judul yang telah didukung ray tracing di GeForce Now meliputi Wolfenstein: Youngblood, Call of Duty: Modern Warfare, Metro Exodus, dan Deliver Us the Moon. Menariknya lagi, biaya berlangganan GeForce Now juga sangat terjangkau, hanya US$ 5 per bulan selama setahun plus gratis di tiga bulan pertama (ada kemungkinan Nvidia akan mengubah harganya di waktu ke depan).

Kapabilitas lain yang membuat GeForce Now lebih unggul dibanding Stadia adalah, kita tak perlu membeli game lagi jika sudah memilikinya. Pengguna hanya tinggal menyambungkan akun Steam atau Epic Store mereka. Saat ini, GeForce Now mendukung lebih dari 100 permainan, minus beberapa judul semisal Control dan Red Dead Redemption 2. Nvidia juga berencana untuk memperluas dukungan platform sehingga layanan dapat digunakan via Chromebook.

Satu hal yang perlu digarisbawahi ialah, GeForce Now belum tersedia merata di seluruh dunia. Pengguna harus bertempat tinggal di dekat data center agar layanan dapat tersaji lancar. Perusahaan kabarnya memiliki sembilan data center di Amerika Serikat, lima di Eropa, dua di Jepang dan satu di Korea Selatan. Selain itu, kita membutuhkan internet berkecepatan minimal 15Mbps, dengan rekomendasi 25Mbps dan jaringan wireless 5GHz.

Via PC Gamer & TechCrunch.

Pelanggan Stadia Mengeluhkan Minimnya Pilihan Game dan Absennya Fitur-Fitur Penting

Lebih dari dua bulan telah berlalu sejak Google resmi meluncurkan Stadia. Ia memang bukanlah layanan cloud gaming pertama di dunia, namun dengan begitu luasnya pengaruh Google, banyak orang berharap Stadia bisa jadi nama yang merakyatkan platform ini. Awalnya, penawaran sang raksasa internet terdengar menjanjikan, tapi hingga kini Stadia tampaknya masih belum beroperasi secara maksimal.

Belum lama ini, sejumlah pengguna menyampaikan keluhan mereka di thread Reddit resmi Stadia. Seorang pengguna (ber-username Gizoogle) bilang, belakangan tim Stadia terkesan membisu. Sudah 40 hari Google tidak mengumumkan sesuatu, mengungkap fitur anyar atau meluncurkan game baru. Karena alasan ini, pelanggan menuntut layanan yang lebih baik, dan via Reddit, sang user menjabarkan janji developer Stadia yang belum terpenuhi.

Lewat Stadia, Google menawarkan akses ke lebih dari 40 game. Namun dari daftar tersebut, beberapa masih belum dirilis atau mengalami penundaan peluncuran – contohnya Cyberpunk 2077, Watch Dogs: Legion, Doom Eternal, Baldur’s Gate 3, Orcs Must Die 3 dan Marvel’s Avengers. Diteliti lebih jauh, hanya ada sekitar 20-an permainan Stadia yang bisa dinikmati saat ini. Google kemarin akhirnya mengumumkan rencana buat menambahkan Metro Exodus dan GYLT di tanggal 1 Februari 2020 khusus untuk pelanggan Pro.

Sayangnya, penambahan dua judul ini dibarengi oleh hilangnya dua game dari daftar itu. Terhitung di tanggal 31 Januari besok, Rise of the Tomb Raider: 20 Year Celebration dan Samurai Shodown akan meninggalkan Stadia. Kabar baiknya, mereka berdua akan tetap ada di library jika Anda membelinya sebelum hari H tiba. Google tidak memberikan alasan jelas mengapa dua permainan tersebut dihilangkan.

Selain itu pelanggan menginginkan kejelasan soal ‘120 game‘ yang katanya akan dihadirkan oleh Stadia di 2020, sepuluh di antaranya merupakan judul eksklusif, namun Google sama sekali belum mengungkap detailnya sampai hari ini. Sejumlah fitur juga belum bisa ditemukan, contohnya family sharing, versi iOS, dukungan penuh controller wireless, opsi 4K di PC dan fungsi Google Assistant. Google kabarnya akan meluncurkan itu semua di kuartal pertama 2020.

Selanjutnya, pekerjaan rumah lain yang mesti Google selesaikan berkaitan dengan pengalaman penggunaan Stadia. Masih banyak pelanggan menemui masalah jaringan LTE dan kendala pada resolusi 4K.

Stadia sudah tersedia di 14 negara, tetapi Indonesia belum termasuk di sana. Meski demikian, laman store berbahasa Indonesia bisa jadi indikasi Google memiliki rencana buat meluncurkan platform gaming on demand-nya di tanah air.

Via DualShockers & PC Gamer.