Decacorn: Pengertian, Perbedaan, dan Contoh Perusahaannya

Jika kamu berada di dunia startup, kamu pasti tidak akan asing dengan istilah ini.

Decacorn sering dipandang sebagai puncak kesuksesan bagi perusahaan pemula, karena mereka mewakili pencapaian tertinggi dalam hal pertumbuhan dan penilaian. 

Namun, penting untuk diingat bahwa mencapai status Decacorn bukanlah satu-satunya ukuran kesuksesan sebuah startup.

Banyak perusahaan sukses telah mencapai valuasi yang lebih rendah tetapi masih memiliki dampak yang signifikan terhadap industri mereka dan dunia.

Berikut ini adalah penjelasan lengkap mengenai istilah decacorn.

Pengertian Decacorn

Decacorn adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perusahaan rintisan swasta yang telah mencapai valuasi lebih dari $10 miliar. Istilah tersebut merupakan plesetan dari kata “unicorn”, yang digunakan untuk mendeskripsikan startup dengan valuasi melebihi $1 miliar.

Decacorn mewakili perusahaan yang telah mencapai tingkat pertumbuhan dan kesuksesan yang luar biasa. Mereka biasanya dipimpin oleh pendiri visioner yang mampu mengidentifikasi dan memanfaatkan tren pasar utama.

Untuk mencapai status Decacorn, sebuah startup biasanya perlu memiliki model bisnis atau teknologi yang mengganggu yang mampu menangkap pasar yang besar secara signifikan. Mereka juga perlu memiliki tim karyawan yang kuat yang mampu melaksanakan visi perusahaan dan mendorong pertumbuhan.

Perbedaan Decacorn

Selain decacorn, juga ada istilah-istilah lain seperti unicorn dan hectacorn. Dimanakah letak perbedaannya?

  • Unicorn: Unicorn adalah perusahaan startup dengan valuasi lebih dari $1 miliar. Istilah ini diciptakan pada tahun 2013 oleh pemodal ventura Aileen Lee.
  • Decacorn: Decacorn adalah perusahaan startup dengan valuasi lebih dari $10 miliar. Ini adalah pencapaian yang lebih langka, dengan hanya segelintir perusahaan yang mencapai status ini.
  • Hectacorn: Hectacorn adalah perusahaan startup dengan valuasi lebih dari $100 miliar. Ini adalah pencapaian yang lebih langka lagi, dengan hanya sedikit perusahaan yang saat ini mencapai status ini. Contoh hectacorn termasuk Apple, Amazon, dan Microsoft.

Perbedaan utama antara istilah-istilah ini adalah penilaian perusahaan pemula. Unicorn bernilai lebih dari $1 miliar, decacorn bernilai lebih dari $10 miliar, dan hectacorn bernilai lebih dari $100 miliar. 

Istilah-istilah ini digunakan untuk menggambarkan tingkat kesuksesan dan penilaian perusahaan pemula, dengan penilaian yang lebih tinggi menunjukkan kesuksesan dan potensi pertumbuhan yang lebih besar.

Contoh Startup Decacorn

Berikut ini adalah beberapa contoh startup yang sudah mencapai tingkat decacorn:

  1. SpaceX
  2. AirBnB
  3. Epic Games
  4. Grab
  5. Gojek

Demikianlah penjelasan mengenai decacorn, semoga bermanfaat.

J&T Express Is Reportedly Secured 35,6 Trillion Rupiah Funding and Now a Decacorn

J&T Express logistics startup is reported to secur $2.5 billion funding or equivalent to 35.6 trillion Rupiah with a valuation of $20 billion (around Rp.285 trillion), an now officially a “decacorn”. This round is part of J&T’s plan to go public on the Hong Kong Exchange in the first quarter of 2022.

Based on Reuters, this round was backed by a number of major investors, including Boyu Capital, Hillhouse Capital Group, and Sequoia Capital China. In addition, Chinese gaming and internet giant Tencent Holdings, as well as SIG China and Susquehanna International Group.

“This fundraising is in line with J&T’s expansion steps into China and Latin America, in addition to the IPO plan on the Hong Kong stock exchange,” some undisclosed sources said.

In a general note, J&T Express plans to raise $1 billion fund ahead of the IPO. In fact, CB Insights reported that J&T had achieved unicorn status with a $7.8 billion valuation in April.

The source revealed that J&T appointed Bank of America (BAC.N), China International Capital Corp., and Morgan Stanley (MS.N) to help with the IPO plan.

Regarding the news, a number of investors involved declined to comment to Reuters, including Tencent and China’s Sequioa.

Logistics market competition

For the record, J&T Express was founded in 2015 by Jet Lee and Tony Chen, top executives from Oppo mobile phone company, and has expanded its business to a number of countries in Southeast Asia. Aside from Indonesia, J&T is available in Malaysia, Vietnam, the Philippines, and Thailand.

The founders used their previous experience to build a massive logistics network throughout Southeast Asia which is accelerating thanks to the popularity of e-commerce services.

In 2020, J&T entered the Chinese market and competed with leading rivals in logistics, including S.F. Holding, ZTO Express, as well as the Alibaba backed logistics network, JD.com.

In Indonesia, J&T is in tight competition with a number of logistics startups, including SiCepat and Ninja Xpress, both of which take advantage of the e-commerce trend to accelerate their business. J&T’s CEO, Robin Lo said at the time, logistics services from the e-commerce business contributed 50% to the company’s revenue in 2017.

E-commerce is driving the digital economy in Indonesia, which continues to grow. Based on the e-Conomy SEA 2021 research released by Google, Temasek, and Bain & Company, the e-commerce sector is still driving the digital economy with 52% or $53 billion growth.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

J&T Express Dilaporkan Memperoleh Pendanaan 35,6 Triliun Rupiah, Capai Tonggak “Decacorn”

Startup logistik J&T Express dilaporkan telah memperoleh putaran pendanaan sebesar $2,5 miliar atau setara 35,6 triliun Rupiah dengan valuasi mencapai $20 miliar (sekitar Rp285 triliun), alias sudah menyandang gelar “decacorn”. Penggalangan dana ini merupakan bagian dari rencana J&T melantai di Bursa Hong Kong pada kuartal pertama 2022.

Berdasarkan laporan Reuters, pendanaan tersebut disokong oleh sejumlah investor utama, antara lain Boyu Capital, Hillhouse Capital Group, dan Sequoia Capital China. Selain itu, perusahaan game dan internet raksasa Tiongkok, Tencent Holdings, serta SIG China dan Susquehanna International Group juga ikut berpartisipasi.

“Penggalangan dana ini dilakukan sejalan dengan langkah ekspansi J&T ke Tiongkok dan Amerika Latin, selain rencana terdaftar di bursa Hong Kong,” ungkap sejumlah sumber yang dirahasiakan ini.

Sebagaimana diketahui, J&T Express berencana mengumpulkan dana sebesar $1 miliar menjelang IPO. Bahkan, CB Insights melaporkan J&T telah menyandang status unicorn valuasi $7,8 miliar pada April lalu.

Sumber tersebut mengungkap bahwa J&T menunjuk Bank of America (BAC.N), China International Capital Corp, dan Morgan Stanley (MS.N) untuk memuluskan rencana IPO ini.

Terkait pemberitaan tersebut, sejumlah investor terlibat menolak berkomentar kepada Reuters, termasuk Tencent dan Sequioa China.

Persaingan pasar logistik

Sekadar informasi, J&T Express didirikan di 2015 oleh Jet Lee dan Tony Chen, para petinggi perusahaan ponsel Oppo, dan telah melebarkan sayap bisnis ke sejumlah negara di Asia Tenggara. Setelah Indonesia, J&T sudah hadir di Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Thailand.

Para founder tersebut menggunakan pengalaman mereka terdahulu untuk membangun jaringan logistik besar-besaran di seluruh Asia Tenggara yang tengah terakselerasi berkat popularitas layanan e-commerce.

Di 2020, J&T masuk ke pasar Tiongkok dan bersaing dengan rival terkemuka di bidang logistik, termasuk S.F. Holding, ZTO Express, serta jaringan logistik raksasa yang dimiliki Alibaba Group dan JD.com.

Sementara di Indonesia, J&T juga bersaing ketat dengan sejumlah startup logistik, termasuk SiCepat dan Ninja Xpress, yang sama-sama memanfaatkan tren e-commerce untuk mengakselerasi bisnisnya. Menurut CEO J&T Robin Lo kala itu, jasa logistik dari bisnis e-commerce berkontribusi sebesar 50% terhadap pendapatan perusahaan di 2017.

E-commerce merupakan motor ekonomi digital di Indonesia yang terus bertumbuh hingga saat ini. Berdasarkan riset e-Conomy SEA 2021 yang dirilis Google, Temasek, dan Bain & Company, sektor e-commerce masih menjadi penggerak ekonomi digital dengan pertumbuhan 52% atau $53 miliar.

Application Information Will Show Up Here

Approaching the IPO Moment, GoTo’s Valuation to Reach 403 Trillion

Last week (20/10) the decacorn GoTo Group announced a strategic cooperation agreement with the Abu Dhabi Investment Authority (ADIA) subsidiary. As a follow-up, ADIA led the fundraising for GoTo’s pre-IPO worth $400 million or equivalent to IDR 5.6 trillion. This funding is estimated to boost the company’s valuation to $28.5 billion or equivalent to IDR 403.7 trillion – according to Reuters‘ sources.

This value increased significantly compared to the previous estimated valuation of $18 billion, by combining each company’s valuations as they were doing separate fundraising. Today’s situatuion is estimated to bring GoTo’s value to more than $30 billion in the lead-up to its IPO, with the public investment climate gains its best momentum.

“We are proud to welcome ADIA as the company’s newest investor and the first in our pre-IPO fundraising, as we prepare the business for exponential growth for years to come. This kind of support underscores our belief that Indonesia and Southeast Asia will be the next big destination for technology investment,” GoTo Group’s CEO, Andre Soelistyo said.

He said, GoTo has generated more than 1.8 billion transactions in 2020 with a total GTV of more than $22 billion. In the company’s ecosystem, there are more than 11 million partners, with the majority being MSMEs and more than 2 million driver-partners.

Fluktuation before IPO

Although it has not been officially announced, the GoTo IPO plan is predicted to be finalized in early 2022. Sources say that the go-public process will start at the local exchange (IDX), followed by New York.

“The IPO is one of our strategies to support the company’s sustainable growth. What we can ensure is that GoTo will always comply with all applicable regulations in carrying out every corporate action,” a company representative said to DailySocial.id.

The success of Bukalapak’s IPO at IDX and Grab’s previously announced plan to go public via SPAC become the benchmarks for ‘success’ to the next unicorn that will enter the stock market. Grab’s plan was delayed from the schedule, the SPAC agreement was targeted to complete in mid-2021. It is actually due to the request for a financial audit from the local exchange authority. The company is targeting a valuation of nearly $40 million just before going public.

The startup path to the stock exchange is being tested with various uncertainties. Including the declining interest in public offerings through SPAC – as it was too blatant. In 2021, there will be a lot of SPAC transactions on the NASDAQ, which will have an effect on the decline in the selling price of shares to below the expected nominal value. According to EY data, as of H1 2021 there were 634 successful SPAC transactions, a new record on the local stock exchange.

Previously, rumor has it that Traveloka would make a deal with Bridgetown Holdings Ltd. for SPAC. However, as we’ve recently informed, Traveloka’s board of directors decided not to proceed with this step. The company is likely to explore the traditional IPO process, remaining on US exchanges, according to Bloomberg sources.

On the other hand, Bukalapak’s corporate action in August 2021 also illustrates the good enthusiasm of local investors in welcoming local unicorns to the stock market.

Gojek-Tokopedia synergy

The GoTo Group continues to strive to accelerate its business pace, especially by combining the capability of Gojek and Tokopedia. Several initiatives were recently announced, such as setting Gopay and Gopaylater as the main payment options on Tokopedia.

“In addition, the synergies embodied in the GoTo ecosystem include cross-selling and upselling, a wider hyperlocal delivery network, the largest digital payment ecosystem and financial technology, as well as promotions and loyalty programs to expand users,” GoTo’s Corporate Affairs Nila Marita added.

Synergy is also designed to expand opportunities for Gojek driver partners to earn additional income, among others, realized through a number of Gojek and Tokopedia collaboration programs such as Indonesia Shopping Time (WIB). Driver partners have the opportunity to be able to send more orders from Tokopedia consumers.

“This business synergy also opens up great opportunities for GoTo to expand in several lines, such as daily necessities (grocery), fast-moving consumer goods (FMCG), and logistics,” Nila said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Menjelang IPO, Valuasi GoTo Ditaksirkan Capai 403 Triliun Rupiah

Pekan lalu (20/10) decacorn GoTo Group mengumumkan peresmian perjanjian kerja sama strategis dengan anak usaha Abu Dhabi Investment Authority (ADIA). Sebagai tindak lanjut, ADIA memimpin penggalangan dana pra-IPO GoTo senilai $400 juta atau setara Rp5,6 triliun Rupiah. Pendanaan ini ditaksirkan mendongkrak valuasi perusahaan di angka $28,5 miliar atau setara Rp403,7 triliun Rupiah – menurut sumber yang menyampaikan pada Reuters.

Nilai ini meningkat derastis dibandingkan prakiraan valuasi sebelumnya di angka $18 miliar, dengan menggabungkan masing-masing valuasi perusahaan yang saat itu masih melakukan penggalangan dana secara terpisah. Kondisi yang ada sekarang juga ditaksirkan dapat membawa nilai GoTo melebihi $30 miliar pada waktu menjelang IPO-nya nantinya, jika iklim investasi publik mendapatkan momentum terbaiknya.

“Kami bangga menyambut ADIA sebagai investor terbaru di perusahaan dan yang pertama dalam penggalangan dana pra-IPO kami, selagi kami menyiapkan bisnis untuk pertumbuhan eksponensial untuk tahun-tahun mendatang. Dukungan dengan skala seperti ini menegaskan keyakinan kami bahwa Indonesia dan Asia Tenggara akan menjadi tujuan besar selanjutnya untuk investasi teknologi,” sambut CEO GoTo Group Andre Soelistyo.

Dalam pemaparan yang disampaikan, GoTo telah menghasilkan lebih dari 1,8 miliar transaksi pada 2020 dengan total GTV lebih dari $22 miliar. Dalam ekosistem perusahaan, tercatat lebih dari 11 juta mitra dengan mayoritas berskala UMKM dan lebih dari 2 juta armada mitra pengemudi.

Fluktuasi menjelang IPO

Kendati belum disampaikan secara resmi, rencana IPO GoTo digadang-gadang akan dilaksanakan pada awal tahun 2022. Sumber mengatakan, proses go-public akan dimulai di bursa lokal terlebih dulu (IDX), diikuti ke New York.

“IPO menjadi salah satu strategi kami untuk mendukung pertumbuhan perusahaan yang berkelanjutan. Yang dapat kami pastikan adalah GoTo akan selalu mematuhi seluruh regulasi yang berlaku dalam menjalankan tiap aksi korporasi,” ujar perwakilan perusahaan kepada DailySocial.id.

Kesuksesan IPO Bukalapak di IDX dan rencana go-public Grab via SPAC yang telah diumumkan sebelumnya sebenarnya menjadi tolok ukur sendiri untuk ‘kesuksesan’ bagi unicorn berikutnya yang akan melenggang ke pasar saham. Rencana Grab sendiri mundur dari jadwal, target awalnya kesepakatan SPAC rampung di pertengahan 2021. Alasannya ada permintaan audit keuangan dari otoritas bursa setempat. Perusahaan menargetkan valuasi hampir $40 juta sesaat sebelum melantai.

Jalan startup menuju bursa memang tengah diuji dengan berbagai ketidakpastian. Termasuk merosotnya minat penawaran umum lewat SPAC – karena terlalu riuh. Tahun 2021 ini terjadi banyak transaksi SPAC di NASDAQ, sehingga berpengaruh pada penurunan harga jual saham hingga di bawah nominal nilai yang diharapkan. Menurut data EY, per H1 2021 terdapat 634 transaksi SPAC yang berhasil dijalankan, menjadi rekor baru di bursa saham setempat.

Sebelumnya berhembus kabar unicorn Traveloka akan membuat kesepakatan dengan Bridgetown Holdings Ltd. untuk SPAC. Namun baru-baru ini, tersiar informasi bahwa dewan direksi Traveloka memutuskan untuk tidak melanjutkan langkah tersebut. Perusahaan kemungkinan akan menjajaki proses IPO tradisional, tetap di bursa AS, menurut sumber Bloomberg.

Di sisi lain, aksi korporasi Bukalapak pada Agustus 2021 lalu juga memberikan gambaran tentang antusias yang cukup baik oleh investor lokal dalam menyambut unicorn lokal di pasar saham.

Sinergi Gojek-Tokopedia

Percepatan laju bisnis juga terus diupayakan oleh GoTo Group, utamanya dengan menggabungkan kekuatan yang dimiliki oleh Gojek maupun Tokopedia. Beberapa inisiatif baru-baru ini diumumkan, seperti menjadikan Gopay dan Gopaylater sebagai gerbang pembayaran utama di Tokopedia.

“Selain itu sinergi yang diwujudkan dalam ekosistem GoTo di antaranya adalah penjualan silang antar-platform (cross-selling) dan upselling, jaringan pengiriman hyperlocal yang lebih luas, ekosistem pembayaran digital, dan teknologi finansial terbesar, serta promosi dan program loyalitas untuk pengguna yang diperluas,” imbuh Corporate Affairs GoTo Nila Marita.

Sinergi juga didesain agar dapat memperluas peluang bagi mitra driver Gojek untuk memperoleh tambahan penghasilan, antara lain diwujudkan dengan sejumlah program kolaborasi Gojek dan Tokopedia seperti Waktu Indonesia Belanja (WIB). Mitra driver berkesempatan untuk dapat mengirimkan lebih banyak pesanan dari konsumen Tokopedia.

“Sinergi bisnis ini juga membuka kesempatan besar bagi GoTo untuk berekspansi di beberapa lini, seperti kebutuhan sehari-hari (grocery), fast-moving consumer goods (FMCG), dan logistik,” tutup Nila.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

5 Sorotan Utama Industri Startup di 2020

DSResearch baru saja menerbitkan Startup Report 2019 yang didukung Bank Mandiri dan Vidio. Ada sejumlah paparan menarik yang terkumpul dalam laporan ini, mulai dari iklim investasi hingga peluang pertumbuhan dari bisnis vertikal baru di luar e-commerce dan ride-hailing.

Laporan ini juga menyoroti persaingan ketat startup online travel agent atau OTA yang saat ini masih dikuasai oleh startup unicorn Traveloka dengan valuasi $4,5 miliar di 2019 dan Tiket.com yang dicaplok oleh Blibli.com di tahun yang sama.

Kemudian, persaingan juga masih terjadi pada sektor veteran e-commerce. Saat ini lima posisi teratas e-commerce Indonesia diduduki oleh Shopee, Lazada, Tokopedia, Blibli,com, dan JD.id.

Untuk mengetahui paparan menarik selanjutnya, simak ulasan Editor in Chief DailySocial Amir Karimuddin pada sesi #SelasaStartup kali ini.

Gojek jadi “decacorn” dan potensi merger dengan Grab

Startup Report 2019 menyoroti status baru Gojek sebagai “decacorn” pertama di Indonesia, setelah menerima suntikan dana putaran seri F dari tiga perusahaan Mitsubishi. Dengan pendanaan baru ini, Gojek kini bernilai sebesar lebih dari $10 miliar.

Namun, valuasi ini juga belum tentu menjamin proyeksi profitabilitas Gojek ke depan. Apalagi jika Gojek berencana untuk menggunakan mayoritas pendanaan ini untuk mengakuisisi pasar secara eksponensial lewat strategi diskon atau promo harga.

Dalam hipotesisnya, Amir menilai Gojek belum dapat mengantongi untung meskipun startup ini sudah menjadi layanan top of mind bagi masyarakat Indonesia. Menurutnya, bisa jadi pendapatan yang diperoleh belum mampu menutup biaya yang dikeluarkan untuk mengakuisisi pasar.

Padahal, layanan ride-hailing di Indonesia cuma didominasi dua pemain, yakni Gojek dan Grab. Kondisi duopoli tak serta merta membuat kedua startup ini meraih untung. Contoh paling relevan adalah kasus duopoli Uber dan Grab di Singapura. Meski ujung-ujungnya merger juga, toh untungnya belum signifikan.

“Di level maturity ini, investor sudah mulai minta return ke LP, mereka harus cari cara untuk exit. Jika caranya lewat IPO, salah satu yang dikejar adalah profitabilitas. Untuk mencapainya, mungkin ya, melalui monopoli. Tidak ada persaingan, mereka bisa menentukan value yang ditargetkan,” jelasnya.

Namun, tambahnya, perlu digarisbawahi bahwa aksi monopoli belum tentu membuat pelayanan pelanggan menjadi lebih baik. Pelanggan dinilai tidak punya bargaining power karena tidak ada pilihan. Jika ada kelanjutan “cerita” dari situasi duopoli tersebut, Amir menilai para stakeholder perlu melihat sekop yang lebih luas, tak hanya bisnis tapi juga regulasi.

Angin segar iklim investasi startup 2019

Sorotan selanjutnya adalah iklim investasi startup di Indonesia di sepanjang 2019. Startup Report 2019 mencatat ada 113 transaksi yang diumumkan ke publik dengan total nilai sebesar $2,95 miliar. Jumlah transaksi ini jauh lebih besar dari tahun 2017 (67 transaksi) dan 2018 (71 transaksi).

Yang menarik, jumlah transaksi pendanaan seri A naik dua kali lipat sebanyak 31 transaksi dibandingkan 2018 sebanyak 15 transaksi. Dari sisi kontribusi nilai, Gojek “memakan” lebih dari separuhnya dengan suntikan $2 miliar. Sisanya tak sampai $1 miliar dibagi ke 112 transaksi lain.

“Tahun 2019 memberikan angin segar bagi para pemain industri yang sudah mulai mature. Artinya, mulai banyak VC yang masuk ke later stage karena mereka sudah menyiapkan ‘anak VC’ lain untuk main di stage di bawahnya,” ujar Amir.

Jika dirinci dari bisnis vertikal, financial menjadi sektor terbanyak yang menerima pendanaan. Kemudian diikuti oleh layanan e-commerce, on-demand, dan SaaS.

“Meski sektor ini kurang seksi karena B2B, tapi SaaS memiliki potensi pertumbuhan yang bagus karena ada jaminan revenue lebih baik dibanding layanan yang masuk ke pasar ritel,” ucapnya.

‘Seleksi alam’ industri startup di 2020

Amir memperkirakan bakal ada sejumlah startup bakal mendulang pertumbuhan bisnis luar biasa dikarenakan pandemi COVID-19. Sebaliknya, sejumlah startup juga bakal menghadapi cobaan besar akibat wabah ini. Yang sudah pasti adalah startup di sektor online travel agent (OTA) dan turunannya.

Situasi saat ini dinilai dapat menjadi ‘seleksi alam’ bagi startup apapun. Untuk melewati krisis ini, leadership menjadi hal yang patut dimiliki oleh pemimpin startup. Mereka perlu menyikapi sejumlah hal dengan cepat.

“Kalau ada startup yang tidak bisa melihat kondisi keuangan dalam setahun ke depan, mungkin sulit bagi mereka untuk bertahan. Tapi, startup yang tetap produktif, mampu mempertahankan layanan di situasi sekarang, dan dapat beradaptasi dengan penerapan WFH bisa bertahan ke depan. Situasi ini jauh lebih sulit dibandingkan krisis ekonomi yang lain,” tuturnya.

3 sektor yang bakal curi perhatian di 2020

Lebih rinci perihal prediksi di atas, Amir memperkirakan ada tiga vertikal bisnis startup yang bakal mencuri perhatian di tahun 2020, yakni pendidikan, kesehatan, dan pertanian. Pemicu terbesarnya adalah pandemi COVID-19 yang bakal mendongkrak pertumbuhan luar biasa.

Ambil contoh startup edtech Ruangguru yang bekerja sama dengan operator Telkomsel untuk menggratiskan layanannya. Startup ini panen traction karena pemerintah meliburkan sekolah dan perkuliahan.

Kemudian, startup agritech yang mencoba memberikan solusi dari hulu ke hilir. Salah satu startup yang mengakomodasi hal ini adalah TaniHub yang memiliki anak usaha TaniFund dan TaniSupply. Sektor agritech tentu menarik bagi pasar Indonesia sebagai negara agraris. Dengan situasi seperti ini, permintaan layanan e-groceries tentu akan meningkat.

Terakhir adalah healthtech. Situasi saat ini mewajibkan masyarakat Indonesia untuk menomorsatukan kesehatan. Tak heran apabila layanan healthtech yang didominasi Halodoc (67,7%) dan Alodokter (28,5%) bakal mendapatkan traction tinggi.

“Belum lagi bicara layanan turunannya, seperti insurtech. Ada banyak pemain baru yang menawarkan produk inovatif, terutama berkaitan micro insurance, tambah Amir.

Test case bagi startup edtech

Masih berkaitan dengan pandemi. Amir juga menyoroti penuh tentang bagaimana situasi ini dapat menjadi ajang pembuktian layanan edukasi online yang selama ini digencarkan oleh startup edtech seperti Ruangguru, Zenius, dan Quipper.

“Suka tidak suka, pandemi COVID-19 dapat menjadi jawaban apakah solusi yang diterapkan platform teknologi pendidikan benar-benar sesuai kebutuhan masyarakat, terutama di segmen grassroot. Selain itu, inisiasi sejumlah startup untuk menggratiskan layanan turut mendorong adopsi menjadi lebih besar,” katanya.

Krisis kesehatan global ini juga dinilai dapat mengubah cara belajar-mengajar masyarakat Indonesia ke depan, di mana solusi edtech bisa jadi jawabannya. Hal ini karena selama ini Indonesia belum melihat urgensi dari adopsi edtech dan e-learning hanya menjadi ‘suplemen’ pembelajaran. 

“Dengan kondisi sekolah [dan kampus] ditutup, ini akan menjadi test case menarik apakah mereka siap untuk menjadi platform primer, tidak hanya suplemen. Kita akan lihat sepanjang tahun ini,” tutupnya.

Pendanaan Seri F Gojek Disebut Bakal Capai $3 Miliar, Partisipasi Mitsubishi Mantapkan Status “Decacorn”

Mitsubishi kemarin (08/7) secara resmi mengumumkan telah berinvestasi di Gojek. Secara mendetail pendanaan yang masuk babak seri F tersebut diikuti tiga entitas meliputi Mitsubishi Corporation, Mitsubishi UFJ Financial Group, dan Mitsubishi Motors.

Sebelumnya JD, Tencent, Google, dan Astra International juga telah terlebih dulu mengumumkan partisipasinya dalam pendanaan tersebut. Putaran seri F telah dimulai Gojek sejak Oktober 2018.

Memastikan status “decacorn”

Menurut kabar yang beredar, perusahaan menargetkan pengumpulan dana hingga $3 miliar atau setara 42,3 triliun Rupiah di seri F, meningkat dari target sebelumnya $2 miliar. Setidaknya untuk putaran kali ini dikabarkan telah terkumpul $1,6 miliar, sehingga bisa dipastikan masih dibuka partisipasi dari investor lain.

Januari 2019 lalu, pasca pembukaan seri F oleh JD, Tencent, dan Google, valuasi Gojek ditaksirkan telah mencapai $9,5 miliar. Dengan penambahan dari Astra di Maret 2019 dan Mitsubishi di Juli 2019 maka dipastikan status “decacorn” sudah dimiliki oleh perusahaan ride-hailing lokal tersebut.

Sejak April 2018 lalu Gojek sudah digadang-gadang berhasil menjadi decacorn pertama Indonesia.

Mantapkan ekspansi Asia Tenggara

Dalam rilisnya, Chairman Mitsubishi Motors Osamu Masuko mengatakan, ketertarikan grup perusahaan berinvestasi di platform “super app” tersebut lantaran keyakinan dapat bersama-sama memenangkan pasar Asia Tenggara.

Seperti yang diungkapkan Nadiem Makarim, komitmen perusahaan melakukan fundraising pada tahap seri F memang untuk melancarkan ekspansi bisnis. Realisasinya sudah terlihat di beberapa negara, termasuk Vietnam, Thailand, dan Singapura.

Sebelumnya juga pernah diumumkan pada awal tahun, Gross Transaction Value (GTV) Gojek telah mencapai lebih dari $9 miliar, didominasi dari transaksi Go-Pay yang memproses $6,3 miliar dan Go-Food memproses $2 miliar.

Lantas berbicara jika berbicara persaingan, maka masih akan berkutat antara Gojek vs Grab. Keduanya, dengan ambisi super app, sama-sama ingin memenangkan pasar Asia Tenggara, dengan bentuk layanan yang nyaris serupa.

Keduanya juga sama-sama telah mencapai milestone decacorn. Terakhir diketahui, pasca investasi dari SoftBank’s Vision Fund valuasi Grab mencapai $14 miliar.

Application Information Will Show Up Here

Banyak Fitur Tambahan, Apakah Grab Makin Asyik Digunakan?

Ketika mendengar tentang Grab, apa yang pertama kali terlintas dalam pikiran kita? Sebagian besar orang tentu akan membayangkan sebuah aplikasi yang menyediakan layanan transportasi online menggunakan mobil dan sepeda motor, pemesanan makanan, serta pengantaran barang. Ternyata selain layanan tersebut, banyak fitur lain yang tersedia, namun mungkin tidak kita sadari.

Fitur-fitur tersebut dapat kita lihat di bagian bawah halaman utama aplikasi. Scroll ke bawah setelah menu utama aplikasi, kita akan menemukan beberapa fitur tambahan yang dimiliki Grab. Beberapa bagian masih berkaitan erat dengan layanan Grab. Seperti “Tea Places” dan “Foodie Swipe” yang menawarkan rekomendasi makanan terdekat, “Places to Go” sebagai rekomendasi tempat menarik, atau “Penawaran Spesial” yang berisi informasi mengenai promo terbaru.

Sejak akhir tahun 2018 lalu, Grab telah meningkatkan statusnya dari Unicorn menjadi Decacorn pertama di Asia Tenggara. Decacorn sendiri merupakan istilah yang diberikan kepada perusahaan startup yang valuasinya mencapai $10 miliar. Setelah mendapatkan pendanaan seri H, valuasi Grab saat ini mencapai nilai sekitar $11 miliar. Ketersediaan dana yang besar tentu menjadi salah satu pendorong berbagai inovasi layanan dapat dilakukan oleh Grab.

grab decacorn

Beberapa fitur lain seperti Stories by Grab dan Grab TV, serta UGC (User Generated Content) bertajuk “Jadi Foodie Sejati” tampaknya diniatkan sebagai strategi untuk meningkatkan user engagement. Konten-konten di dalamnya masih sangat lekat dengan layanan Grab dan pengalaman para pengguna dalam menggunakan layanan tersebut. Namun, ada beberapa fitur lain pula yang mulai disematkan Grab dalam aplikasinya dengan konten-konten yang tidak berhubungan dengan layanan Grab, seperti transportasi, pemesanan makanan, pengantaran barang, atau pembayaran tagihan yang juga mereka miliki.

Yang pertama adalah “Games For You” yang menyajikan lima permainan yang dapat dimainkan secara gratis atau menggunakan poin. Ada pula “Horoskopnya Grab” yang menyajikan ramalan zodiak, serta “Personality Quiz” untuk melihat kepribadian pengguna. Ketiga fitur tersebut cukup menyenangkan untuk digunakan pada waktu senggang atau untuk sekedar seru-seruan.

Dengan filosofi platform terbuka mereka, Grab juga menjalin kerja sama dengan beberapa pihak untuk fitur-fitur lain yang dimiliki. Antara lain dengan Yahoo, Detik, dan CNN Indonesia untuk fitur Daily News sebagai aggregator berita, dengan OVO untuk pembayaran, serta yang terbaru dengan HOOQ untuk berbagai konten video yang dapat dinikmati secara langsung bagi pengguna level Platinum di aplikasi Grab. Berbagai fitur ini telah menjadikan Grab sebagai “Super App“. Nah, menurut Anda, dengan berbagai fitur tersebut apakah membuat aplikasi Grab makin asyik digunakan?

Disclosure: Artikel ini adalah konten bersponsor yang didukung oleh Grab.

Super App Grab Semakin Mantap dengan Menjadi Decacorn

Sejak tahun lalu, platform transportasi online Grab telah menjadi Super App pertama dan terbesar di Asia Tenggara. Hal ini bisa dilihat dari menu-menu baru di dalam aplikasinya selain hanya sekedar jasa transportasi. Fitur baru tersebut termasuk layanan konten video dari HOOQ (bagi pengguna level Platinum) dan layanan lainnya hasil kerjasama dengan pihak ketiga.

Beberapa di antaranya layanan kecantikan dan gaya hidup dengan Minutes, pemesanan tiket hiburan dengan BookMyShow, dan jasa servis dengan Sejasa.com. Ketiganya tergabung sebagai portofolio dalam program akselerator Grab Ventures Velocity. Berbagai layanan baru yang disediakan Grab pun merupakan hasil kerja samanya dengan beberapa perusahaan lain, seperti Tokopedia, OVO, dan Kudo.

Grab telah menjalani tahun-tahun yang penuh dengan gejolak hingga saat ini. Setelah mengakuisisi Uber pada bulan Maret 2018, Grab terus berkembang untuk membentuk ekosistem digital terbesar di Indonesia. Kesepakatan tersebut juga membantu Grab untuk memperluas bisnis intinya, dan menjadi Super App sehari-hari.

Grab saat ini bermain di liga-liga besar. Terutama setelah naik status dari unicorn ke decacorn, menurut sebuah laporan yang diterbitkan pada Senin (19 November) oleh Google dan Temasek. Bagi Anda yang belum memahami perbedaannya, unicorn adalah perusahaan yang bernilai lebih dari $1 miliar, sementara decacorn bernilai lebih dari $10 miliar.

Dengan valuasi $11 miliar, Grab adalah decacorn pertama dan satu-satunya di Asia Tenggara, dan berencana melipatgandakan nilai dengan mengintegrasikan lebih banyak layanan di platformnya. Untuk itu, perusahaan juga membuka pusat R&D ke-7 di Kuala Lumpur dan berencana menambah 1.000 pekerjaan teknologi untuk mendukung upaya pengembangan.

Dengan tercapainya decacorn ini sekaligus mengawali visi grab di tahun 2019, Grab pastinya akan menambahkan lebih banyak lagi layanan sesuai permintaan di platformnya, untuk meningkatkan statusnya sebagai Super App.

grab super app

Bagi Grab sektor transportasi adalah bagian inti dari bisnis, Grab mencari untuk meningkatkan kemampuannya sebagai perusahaan teknologi untuk mengembangkan fitur keamanan yang digerakkan teknologi untuk diintegrasikan ke dalam platformnya.

Karena orang menghabiskan lebih banyak waktu pada ponsel mereka dan lebih sedikit waktu beralih antar-aplikasi, Grab makin tumbuh seiring dengan perkembangan smartphone dan juga transaksi non-tunai yang menjadi gaya hidup masyarakat modern. Awalnya yang hanya menawarkan layanan ride-hailing, mulai berkembang dengan fitur fintech hingga marketplace. Kini Grab telah beroperasi di 8 negara dan 336 kota yang ada di Asia Tenggara. Mulai dari Vietnam, Myanmar, Thailand, Filipina, Kamboja, Malaysia, Singapura dan Indonesia.

Disclosure: Artikel ini adalah konten bersponsor yang didukung oleh Grab.

Perjalanan Grab Menjadi Decacorn Pertama di Asia Tenggara

Unicorn” sempat menjadi perbincangan yang cukup hangat selama beberapa minggu terakhir ini. Istilah unicorn yang sebelumnya lekat dengan dunia bisnis startup mulai semakin sering dibahas oleh berbagai kalangan warganet, serta masyarakat pada umumnya. Selain unicorn, baik di media sosial maupun media massa mulai muncul pula berbagai perbincangan mengenai istilah-istilah lain mengenai tingkatan valuasi perusahaan startup. Mulai dari Cockroach, Ponies, Centaurs, Unicorn, Decacorn, hingga Hectocorn.

Istilah unicorn awalnya muncul karena perusahaan startup dengan nilai valuasi sebesar $1 miliar masih tergolong langka di tahun 2013 lalu. Namun, ternyata para unicorn semakin berkembang dan meningkatkan valuasinya hingga lebih dari $10 miliar. Sehingga muncul istilah baru, yaitu Decacorn (valuasi mencapai $10 miliar) dan Hectocorn (valuasi mencapai $100 miliar).

Unicorn yang telah naik kelas menjadi decacorn antara lain Uber, WeWork, Airbnb, SpaceX, Pinterest, dan Grab. Sejak akhir tahun 2018 lalu, Grab menjadi perusahaan startup pertama dari Asia Tenggara yang meraih gelar decacorn, dengan valuasi saat ini mencapai sekitar $11 miliar.

Grab awalnya didirikan oleh Anthony Tan dan Hooi Ling Tan dengan nama MyTeksi di Malaysia pada tahun 2012. Kemudian pada 2013 mereka mulai berekspansi ke Filipina, Singapura, dan Thailand dengan nama GrabTaxi. Grab resmi menjadi unicorn pada tahun 2014 setelah mendapatkan pendanaan Seri D. Di tahun ini pula, GrabTaxi berekspansi ke Vietnam dan Indonesia. GrabTaxi kemudian meluncurkan layanan lain seperti GrabCar, GrabFood, GrabBike, dan sebagainya, serta mengubah namanya menjadi Grab di tahun 2016.

grab decacorn

Grab sempat mengakuisisi Kudo untuk mendukung teknologi pembayarannya pada 2017. Grab juga menghadirkan fitur GrabFresh, bekerja sama dengan HappyFresh untuk melayani pembelian bahan-bahan makanan segar. Pendiri Grab Anthony Tan juga sempat mengatakan, “Entah itu makanan, entah itu bahan-bahan makanan, kita perlu memastikan semuanya memiliki modal yang memadai, baik dari segi teknologi maupun dari segi finansial.” Hal ini menunjukkan bahwa seperti startup sukses lainnya, inovasi teknologi juga menjadi hal yang penting bagi perjalanan Grab menjadi decacorn pertama di Asia Tenggara.

Pada tahun 2018, Grab juga mengambil beberapa langkah besar, antara lain dengan mengakuisisi bisnis Uber di Asia Tenggara. Akuisisi ini tercatat sebagai aksi korporasi terbesar untuk perusahaan internet di Asia Tenggara. Lewat akuisisi ini, semua aset dan aspek operasional Uber di kawasan Asia Tenggara (meliputi Kamboja, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam) dialihkan ke Grab.

Di tahun yang sama, Grab juga menjalin kerjasama dengan OVO sebagai pilihan pembayaran dalam penggunaan layanannya, dengan mengubah GrabPay menjadi OVO Cash. Beberapa langkah besar tersebut cukup berhasil meningkatkan kualitas layanan Grab, serta menjadi “super app” yang telah diunduh lebih dari 138 juta kali hingga saat ini.

Disclosure: Artikel ini adalah konten bersponsor yang didukung oleh Grab.