IDN Media Rambah Bisnis Iklan Luar Ruangan

Setelah sebelumnya meluncurkan aplikasi baru, hari ini (24/6) IDN Media meluncurkan produk IDN Programmatic Out-of-Home (IDN POOH). IDN POOH merupakan sebuah platform media luar ruangan atau out-of-home yang terkoneksi dengan internet. Pihaknya mengklaim menggunakan teknologi khusus yang telah dipatenkan untuk bisa menampilkan iklan secara real-time dan terukur.

IDN POOH hadir untuk memberikan solusi bagi keterbatasan yang selama ini dimiliki OOH tradisional. Contohnya, harga yang tinggi per lokasi pemasangan, terbatasnya exposure, tidak adanya laporan performa iklan, durasi pemasangan yang tidak fleksibel, lokasi OOH yang ilegal, hingga pengaturan konten yang tidak dapat diubah.

IDN POOH menawarkan beragam output iklan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk fase pertama, IDN POOH akan fokus kepada format layar LED yang terkoneksi dengan internet dan terpasang di bagian atas mobil.

“Menggunakan teknologi terkini, IDN POOH menghadirkan layanan iklan OOH yang optimal serta terukur secara online dan real-time. Kami percaya IDN POOH akan menjadi game-changer di industri iklan out-of home,” kata CEO IDN Media Winston Utomo.

Telah diperkenalkan sebelum pandemi

Sejak bulan Februari produk ini sudah diluncurkan oleh IDN Media, namun baru diresmikan akhir bulan Juni 2020. Menurut Winston kepada DailySocial, melihat kondisi saat pandemi berlangsung, menunda IDN Media untuk meresmikan produk terbaru tersebut.

Saat liputan #DStour awal bulan Februari 2020 lalu, Winston mengklaim, produk tersebut merupakan “the first real-time” out-of-home advertising. Fungsinya sebagai LED Advertising yang bisa diaplikasikan di manapun. Tidak hanya di mobil, namun juga atas mobil, ada juga yang ditempatkan di warung tradisional yang disebut Retail LED.

“Yang membedakan produk IDN POOH dengan produk lainnya adalah, semua ditayangkan secara real-time. Jadi bisa langsung diganti tanpa harus menggunakan USB, dengan menggunakan dasbor semuanya dikontrol secara online. Untuk monitoring juga bisa dilakukan secara real-time via dasbor, contohnya iklan akan berubah jika mobil berada di kawasan tertentu. Semua bisa dilakukan dan dikontrol secara langsung.”

Selain menghadirkan inovasi dalam iklan out-of-home, IDN POOH juga memiliki visi untuk berperan dalam pembangunan smart city. Data yang terkumpul melalui teknologi IDN POOH dapat menjadi sumber informasi penting bagi pemerintah lokal dalam membangun kotanya.

“Kami sudah mengembangkan teknologi ini selama bertahun-tahun. Pemasang iklan tidak hanya dapat mengubah atau mengoptimasi iklan mereka secara real-time, namun juga dapat memonitor performa iklan mereka melalui sebuah dasbor online khusus yang transparan dan jelas. Kami sangat bersemangat untuk membantu brand dalam iklan mereka melalui IDN POOH,” kata Head of IDN Programmatic OOH Alfian Lumanto.

Application Information Will Show Up Here

Adplus Ganti Nama Jadi FSN Indonesia, Upaya Mendukung Perusahaan Induk IPO Tahun Ini

Pengembang platform pemasaran digital Adplus hari ini (17/2) mengumumkan rebranding menjadi FSN Indonesia. Kepada DailySocial, CEO Yazid Faizin menceritakan rencana strategis di balik aksi ini.

Seperti diketahui, pada tahun 2015 lalu Adplus diakuisisi oleh perusahaan pemasaran berbasis di Seoul, Yello Digital. Kemudian saat ini Yello Digital juga telah diakuisisi oleh FSN (Future Stream Network), membuat merek “Yellow Digital Marketing” berubah jadi FSN Asia.

FSN Asia berencana untuk melakukan IPO tahun ini di Singapura. Untuk mendukung aksi perusahaan tersebut, Adplus pun diputuskan untuk berganti nama jadi FSN Indonesia. Selain di sini, jaringan FSN juga sudah ada di beberapa negara lainnya, termasuk Korea Selatan, Tiongkok, Thailand, Vietnam, Singapura dan Taiwan.

Yazid juga menegaskan, pasca-pergantian nama perusahaan, operasional dan jajaran tim FSN Indonesia tidak berubah. Pun dengan manajerial, masih berjalan seperti sediakala.

Adplus (PT Adplus Digital Solusindo) didirikan sejak tahun 2012. Selain Yazid ada juga co-founder lainnya yakni Pandu Wirawan yang kini menjabat sebagai COO. Mereka telah mengakomodasi lebih dari 5 miliar impressions melalui ribuan campaign dan mengklaim terus berkembang secara finansial.

Kenalkan produk baru

Kendati potensi nilai pemasaran digital di Asia Tenggara akan capai US$2,6 miliar pada 2023, tim FSN Indonesia menyadari bahwa lanskap bisnisnya sudah berubah. Saat ini inovasi teknologi sangat perlu dikedepankan, untuk bisa memberikan performa baik yang diminta klien — tidak lagi sekadar awareness dan engangement.

“Adplus selama ini dikenal sebagai perusahaan ad-network yang berfokus pada pasar lokal, hari ini kami memutuskan untuk melakukan penyegaran dengan brand baru sebagai perusahaan global dengan beberapa produk  teknologi periklanan yang mutakhir” ungkap Pandu Wirawan.

Dengan merek barunya, FSN Indonesia juga memperkenalkan beberapa produk terbarunya antara lain Adfluencer, sebuah data driven platform untuk melakukan perencanaan dan monitoring kampanye dari Key Opinion Leader (KOL). Kemudian ada juga Cooan, untuk menjawab permintaan brand yang menginginkan performa kampanye yang dijalankan menggunakan crowd-sourcing dari micro influencers.

Ada juga beberapa produk periklanan lainnya seperti SociAR dan Game Streamer Network. Keduanya adalah teknologi dan jaringan yang difokuskan untuk memaksimalkan brand experience di media sosial.

“Kami ingin dikenal sebagai perusahaan yang memimpin inovasi di digital marketing yang berafiliasi dengan perusahaan global,” ujar Yazid.

Adtech di Indonesia belum membuahkan hasil optimal

Di Indonesia, dalam lanskap advertising technology (adtech), Adplus berhadapan langsung dengan beberapa pemain seperti Adskom, AdAsia, AnyMind, SpotX dan sebagainya. Walaupun dari berbagai statistik potensi bisnis tersebut selalu terpampang tinggi, namun menurut tim Tagtoo yang juga berkecimpung di lanskap serupa, sektor tersebut penuh dengan tantangan dan belum cukup optimal secara bisnis sejauh ini.

Ada tiga hal yang menjadi penyebabnya. Pertama soal adtech di Indonesia yang masih terfragmentasi. Kemudian yang kedua, adanya gap tentang pemasaran digital di kancah praktik. Dan yang ketiga infrastruktur yang belum matang masih menahan kemajuan industri. Di Indonesia belum terlihat adanya pemain adtech utama dalam bidang programmatic advertising yang mendapatkan pangsa pasar yang signifikan karena Indonesia mengalihkan fokus pertumbuhannya ke arah ekonomi digital.

Rangkul The Trade Desk, Gojek Ingin Beri “Insight” Mendalam untuk Pengiklan

Gojek mengumumkan kemitraan dengan perusahaan iklan asal Amerika Serikat “The Trade Desk” untuk membuat tautan antara iklan programmatic dan transaksi nyata yang terjadi secara offline. Tujuannya untuk memahami dampak terdalam dari iklan digital terhadap penjualan offline. Selama ini sebenarnya sudah ada banyak metodologi yang diterapkan, tapi masih menyisakan pertanyaan yang tidak terjawab.

VP Merchant Research & Analytics Gojek Pulkit Khanna menjelaskan, pemahaman ini dinilai dapat meningkatkan efisiensi pengambilan keputusan pemasaran untuk mendorong pertumbuhan bisnis yang pesat. Sejalan dengan misi perusahaan mengatasi friksi (hambatan) di kehidupan sehari-hari dengan menghubungkan konsumen kepada penyedia barang dan jasa terbaik di pasar.

“Melalui kerja sama ini, pengiklan di platform TTD (The Trade Desk) bisa memanfaatkan pemahaman yang didapat dari platform Gojek untuk mengukur dan meningkatkan efektivitas kampanye pemasarannya,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Lebih jauh dijelaskan, Gojek akan mengukur dampak iklan online menggunakan transaksi aktual di dalam gerai, bukan data berbasis cookie. Lalu mengaitkan transaksi online maupun offline dalam aplikasi Gojek dengan solusi iklan yang disediakan TTD.

Dampak yang dilihat dari solusi ini adalah pembelian di dalam aplikasi Gojek, seperti layanan pesan-antar makanan GoFood, dan transaksi di merchant yang menerima pembayaran GoPay.

Dari situ, pemasar dapat menghubungkan korelasi antara penjualan dengan kampanye iklan yang bersangkutan. Kemudian memanfaatkan atribusi offline untuk mendapatkan analisis terkait efektivitas kampanye tersebut.

Kemitraan ini diklaim sebagai solusi yang revolusioner karena belum pernah dipakai oleh pihak manapun dalam pengukuran O2O di Asia Tenggara.

SVP South East Asia, Australia and New Zealand The Trade Desk Mitch Waters menambahkan, dampak dari solusi pengukuran O2O ini sangat luas karena mengisi kekosongan antara iklan online dan offline.

“Menganalisis atribusi offline telah menjadi aspirasi bagi pemasar di mana pun. Dengan cara pandang Gojek yang inovatif, kami sekarang dapat mewujudkan tujuan tersebut.”

Mengutip dari The Drum, Waters memberikan contoh terdekat dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dalam restoran cepat saji, pemilik usaha menggunakan GoFood untuk pengiriman makanan dan menerima GoPay untuk pembelian di toko. Dengan kesepakatan ini, brand dapat menautkan pesanan yang benar-benar terjadi ini dengan kampanye iklan mereka secara anonim.

“Kami percaya restoran dan brand konsumer dapat menangkap peluang itu karena fungsi ini meningkatkan utilitas dan nilai iklan online. Kami percaya ini akan menginspirasi lebih banyak pemain untuk berinvestasi data, yang terpenting menciptakan riak gelombang yang mengangkat semua kapal,” ujarnya.

Waters melanjutkan, masa depan didorong oleh pentingnya peranan data dalam mengukur iklan digital yang dibaur dengan strategi pemasaran. Dia pun berharap perusahaan lain yang kaya dengan data dapat meniru apa yang saat ini kita lakukan di Indonesia dengan Gojek, terutama kemampuan dalam mengukur dan mengoptimalkan anggaran dengan cara ini.

“Niat kami dengan Gojek adalah untuk pergi ke luar Indonesia pada waktunya tiba,” pungkasnya.

Indonesia akan jadi negara pertama yang mengikuti uji coba, sebelum paralel didistribusikan ke negara lain pada tahun ini.

Kiprah The Trade Desk

Kemitraan dengan Gojek, menandakan dimulainya ekspansi The Trade Desk ke kawasan Asia Tenggara. Sejak tahun lalu, TTD kencang menggaet berbagai mitra. Di Tiongkok misalnya, perusahaan bekerja sama dengan Baidu, iQiyi, Tencent untuk meluncurkan iklan untuk meluncurkan platform pembelian iklan programmatic di negara tersebut.

Mengutip dari Nasdaq, CAGR dari pasar iklan di ASEAN naik 13,9% antara 2019 sampai 2026. Terlebih itu, Indonesia dianggap pasar terpenting buat TTD karena negara ini menjadi pasar periklanan paling dinamis di Asia Tenggara karena tingkat penetrasi smartphone yang tinggi.

Kondisi ini menjadi pertanda baik bagi perusahaan untuk memperoleh pelanggan baru di wilayah ini, yang pada akhirnya, mendorong pertumbuhan top-line. Secara global, TTD menghadapi persaingan yang ketat dengan Google dan Facebook yang mengontrol pasar iklan global hingga 51% sepanjang tahun lalu.

Akan tetapi, kedua perusahaan ini tidak menyediakan insight untuk pengiklan bagaimana performa iklan mereka. Mereka juga berada di bawah pengawasan aturan karena penggunaan data konsumen yang tidak etis.

Strategi TTD dalam menghadapi isu tersebut adalah menjaga transparansi diharapkan membantunya dalam melawan persaingan di pasar iklan digital.

Application Information Will Show Up Here

Platform Marketplace Iklan ADX Asia Berkomitmen Dorong Pertumbuhan UKM Indonesia

Sejak awal tahun ini, ADX Asia telah mengumumkan komitmennya untuk mendorong segmen UKM di Indonesia. Komitmen ini diwujudkan dengan memberikan akses yang lebih mudah bagi UKM untuk beriklan di platform-nya.

Kemudahan yang dimaksud adalah akses untuk beriklan secara end-to-end, dengan harga yang bervariasi, mulai dari Rp10.000. Demikian juga pilihan kategori iklan yang beragam.

Menurut Head of Marketing ADX Asia Frebriansyah Hermansyah, saat ini terdapat 50 juta UKM di Indonesia yang belum mampu memaksimalkan usaha karena keterbatasan biaya dalam mempromosikannya.

Padahal, kata Frebri, UKM sebetulnya lebih membutuhkan impact daripada exposure saat beriklan. Berkebalikan dengan perusahaan atau brand besar. UKM juga memiliki keterbatasan biaya.

“Misi kami adalah membantu semua UMKM di Indonesia untuk memiliki kesempatan beriklan yang sama dengan brand-brand yang sudah besar,” ujar Frebri saat bertandang ke kantor DailySocial.

ADX Asia merupakan platform yang menyediakan marketplace atau spot untuk beriklan. Sebelum menyasar ke segmen UKM, layanan ADX Asia tadinya hanya menyasar korporat dan brand besar saja. ADX Asia telah berdiri selama 2,5 tahun dan baru digunakan oleh 200 perusahaan.

Perusahaan memetakan jasa beriklan ke dalam beberapa kategori, mulai dari billboard, digital screen (SPBU, mol, lifestyle, airport, inFlight, Videotren, dan Cinema), digital advertising (Adwords, Facebook & Instagram, SMS Blast, dan SMS Targeted), dan experience branding.

Selain itu, ADX memiliki jangkauan iklan di sejumlah area atau tempat di berbagai titik lokasi yang tersebar di DKI Jakarta hingga ke Tangerang.

Lebih lanjut, untuk menjangkau target pasar, ADX akan membantu menyiapkan konten iklan agar hasilnya lebih optimal. ADX juga akan mendukung pengembangan bisnisnya melalui edukasi, seperti kelas komunitas setiap bulan, blog, dan beragam jenis konten lainnya yang dapat diakses oleh UKM.

“Kami akan approach komunitas-komunitas bisnis untuk membantu mereka, mulai dari cara membuat konten, copywriting, dan berbagai aspek bisnis. Dengan begitu, mereka bisa membawa bisnisnya ke next level dari sisi branding dan iklan,” tutur Frebri.

Sementara dari sisi ADX, pihaknya akan melakukan pengembangan User Interface (UI) dan User Experience (UX) pada website-nya sesuai kebutuhan pengguna. Frebri menyebut pihaknya tengah menggarap fitur reporting agar pengguna dapat melihat laporan langsung melalui website.

“Teknologinya tetap kami yang sediakan, karena kita seperti Content Management System (CMS). Tetapi inventorinya tetap ada di pengguna,” katanya.

Dengan membidik segmen UKM, ADX Asia membidik pertumbuhan bisnis hingga sepuluh kali lipat dari tahun 2018, baik dari sisi pendapatan maupun jumlah pengguna. Tahun lalu, bisnis ADX Asia mengalami pertumbuhan 15 kali lipat dari tahun 2017.

Alpha JWC Ventures Leads Series A Funding for “Target Media Nusantara”

Target Media Nusantara (TMN), a digital advertising network company, announces Series A funding from Alpha JWC Ventures. The value wasn’t mentioned but this time, it’ll be fully used for operational and business development.

In term of business, TMN is a part of Focus Media Group, a China-based digital lifestyle media company. Its business includes LCD displays, poster frames, movie theater, and in-store advertising networks.

In Indonesia, TMN started working in mid-2018 bringing a vision to be the market leader for indoor digital advertising sector in Indonesia. TMN provides services in some commercial buildings, such as office buildings, apartments, and hotels. TMN, with 450 billboards attached to 104 buildings in Jabodetabek, has made a record as one of the indoor advertising alternatives in Indonesia. In an effort to maximize potential growth, TMN targets to install 900 screens in 200 Jabodetabek’s commercial buildings.

“In replicating Focus Media Group’s success in Indonesia, we’ll be focused on getting the premium audiences in the market by offering products with high-quality, effective, and capable to reach lots of people,” Thomas Chan, Target Media Nusantara’s CEO, explained.

He also mentioned according to their current vision, the funding obtained from Alpha JWC Ventures is to be used for operational and business development, including other media channels related to their vision.

“TMN has a vision to be the popular and leading media channel in Indonesia. Therefore, all investment, including Series A funding from Alpha JWC Ventures will be fully used for operational and business development at an early stage. In long term, we are to develop other media channel in synergy along with our vision,” he added.

In his statement, TMN did not place itself as a media provider, instead, they act as the communication partner with an understanding of audience behavior, business prospect, and communication market dynamic. TMN intends to provide effective communication solutions for their clients.

TMN is currently developing the latest screen with eyeball tracking analytics. It is capable to record how long a person watches certain parts of an advertisement and the data result will be used for the client’s communication strategy and evaluation.

In the meantime, Alpha JWC Ventures is showing their satisfaction in supporting TMN in Indonesia. Chandra Tjan, Alpha JWC Ventures’ Co-Founder and Managing Partner, said that he is proud to be the exclusive partner of Focus Media Group in its expansion to Indonesia.

“We’re thrilled to be the exclusive and trusted partner of Focus Media Group in its expansion to Indonesia. Thomas Chen has over 25 years of experience in digital advertising and an extensive client network worldwide. Financial and practical assistance from Alpha JWC Ventures, Chan’s experience, and support from Focus Media Group are very convincing for TMN to develop further and take over the Indonesian market,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Gandeng Telkom, Layanan Adtech Infomo Tawarkan Kegiatan Beriklan Alternatif

Facebook dan Google saat ini masih menjadi platform pilihan untuk brand, advertiser, dan publisher melancarkan kegiatan pemasaran. Selain sifatnya yang viral, kedua platform tersebut banyak digunakan masyarakat untuk melihat konten berita, video, dan media lainnya.

Besarnya peluang dan potensi tersebut dianggap tidak dibarengi dengan target pasar yang tepat hingga proses tracking yang akurat. Sifatnya yang memaksakan pengguna untuk melihat iklan juga dinilai kurang personal dan ‘mengganggu’ kegiatan browsing pengguna.

Melihat kekurangan tersebut, Infomo yang merupakan ekosistem iklan dan promosi mobile yang memanfaatkan kekuatan dan jangkauan jaringan seluler dengan komunitas pelanggan mereka, hadir dan siap membantu brand dan advertiser untuk melancarkan kegiatan pemasarannya.

Infomo hadir dengan sebuah ekosistem sebagai alternatif programmatic processes sebagai platform iklan dan promosi seluler berbasis reward yang dirancang khusus untuk operator jaringan seluler maupun mobile application publisher. Pengiriman iklan permission based atau non-intrusive dan sesuai permintaan dimana konten iklan sangat interaktif. Adapun kemunculan iklan dipancing panggilan telepon, SMS, notifikasi, lokasi maupun waktu, serta tidak membutuhkan koneksi internet.

“Kita ingin membantu perusahaan telekomunikasi memanfaatkan data yang mereka miliki sekaligus meningkatkan revenue yang saat ini sudah semakin sulit didapatkan, dengan adanya media sosial seperti Facebook dan Google untuk kegiatan beriklan,” kata Founder dan CEO Infomo Ananda Rao.

Menggandeng Telkom Indonesia, startup, dan media lokal

Untuk langkah awal, Infomo menjalin kolaborasi dengan Telkom Indonesia. Selain itu Infomo juga menggandeng partner lainnya, seperti Uzone.id dari PT Metranet Indonesia, dan Anterin, sebuah perusahaan ride hailing berbasis aplikasi.

Dengan teknologi yang dimiliki, Infomo mengklaim mampu menyediakan ekosistem iklan mobile yang jauh lebih simpel untuk pengiklan, operator, pengguna smartphone, bisa mengurangi biaya beriklan, meningkatkan transparansi, serta mengurangi terjadinya penipuan (fraud).

Infomo berharap dapat membantu operator meningkatkan pendapatannya serta mengoptimalisasi investasi aset infrastruktur mereka. Selain itu, Infomo juga memberikan hasil yang menarik dan menguntungkan bagi setiap pihak dalam value chain iklan digital.

“Infomo ingin mempermudah proses tersebut dengan fokus kepada brand dan agensi melalui publisher memasarkan iklan di aplikasi mobile atau situs langsung ke konsumen. Dengan proses ini diharapkan konsumen semakin tertarik untuk melihat iklan, dan dari sisi brand menjadi pendekatan menarik untuk kegiatan pemasaran,” kata Ananda.

StickEarn Perkenalkan StickAngkot, Layanan Beriklan di Angkot

StickEarn, startup yang bergerak di bidang car advertising, mengumumkan sebuah langkah melebarkan segmentasi layanan mereka. Berkat kerja sama dengan KODJARI (Koperasi Duta Jasa Angkutan Mandiri) Bogor, StickEarn memperkenalkan StickAngkot. Sebuah layanan yang memberikan kesempatan pengiklan untuk memasang iklan di angkutan kota (angkot) untuk menjangkau konsumen mereka.

StickAngkot diperkenalkan pada Pameran Angkot Modern KODJARI yang dibuka pada Minggu(9/9) di Lippo Mall Bogor. Dengan kerja sama ini, StickAngkot akan mencakup lebih dari 500 armada angkot di lebih dari 40 rute trayek yang melingkupi area kota hingga Kabupaten Bogor.

StickEarn disebut mulai bekerja sama dengan berbagai operator angkutan kota di kota-kota besar, seperti Bogor, Surabaya, Medan, dan Makassar untuk membantu brand mendekatkan diri ke konsumen melalui konten yang ditempel di angkot.

“StickEarn dengan bangga menghadirkan inovasi terbaru kami, StickAngkot, di Kota Bogor. Bekerja sama dengan KODJARI, StickAngkot mentransformasi angkot modern sebagai platform untuk beriklan di luar ruang yang unik, ekonomis dan terukur dengan memadukan kendaraan dan teknologi digital yang kami miliki. StickAngkot memanfaatkan media di dalam dan badan angkot modern untuk menjadi sarana beriklan yang unik dan efisien,” terang Co-Founder StickEarn Sugito Alim.

Menanggapi kerja sama ini, penggagas KODJARI Dewi Jani Tjandra menyampaikan kerja sama strategis dengan StickEarn melalui StickAngkot membantu pihaknya mewujudkan visi untuk memodernisasi angkot sesuai dengan program pemerintah daerah.

“Angkot modern yang kami pamerkan di sini tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah, karena itu tarifnya cukup tinggi, Rp7.000. Melalui kerja sama dengan StickAngkot, pelaku usaha angkot bisa mendapatkan suntikan dana yang digunakan untuk menekan tarif angkot menjadi Rp4.000 sehingga lebih ramah di kantong para penumpang,” terang Dewi.

Di kota Bogor, StickAngkot akan menggunakan angkot reguler dan angkot modern sekaligus. Untuk angkot reguler, StickAngkot akan membungkus badan angkot dengan stiker mobil. Sedangkan untuk angkot modern StickAngkot akan membungkus badan angkot dan memanfaatkan ruang di dalam angkot, termasuk LCD yang terpasang di dalamnya. Adanya perangkat GPS juga menjadi satu nilai lebih untuk memudahkan pengiklan memantau jalannya kampanye iklan luar ruang.

Application Information Will Show Up Here

“Hybrid Advertising” Gabungkan Kekuatan Media Offline dan Online

Tak dapat dimungkiri, TV saat ini masih menjadi medium paling efektif untuk beriklan. TV unggul karena memiliki jangkauan yang luas, cocok untuk pasar Indonesia. Namun, belanja iklan TV masih paling mahal dibandingkan media-media lainnya.

Pada masanya, produk cetak dan offline menjadi beberapa alternatif utama para pengiklan untuk memasarkan produk. Koran, majalah, dan billboard adalah contoh media iklan yang paling sering kita temui.

Bergerak menuju era internet, pengiklan kini mulai melirik media digital sebagai sarana yang efektif untuk memperkenalkan sebuah produk. Selain minim biaya dan ide kontennya lebih beragam, iklan digital dinilai lebih terukur karena mengandalkan jumlah klik.

Sebetulnya, belanja iklan digital belum melampaui belanja iklan konvensional, seperti media offline maupun media cetak. Namun, sejumlah survei memprediksi belanja iklan digital akan tumbuh pesat seiring semakin meluasnya adopsi internet.

Kami akan membahas tren hybrid advertising sebagai konsep sharing economy baru dalam dunia periklanan. Konsep ini disebut-sebut bakal menjadi tren baru dunia periklanan karena menggabungkan kekuatan dari media offline dan online.

Konsep hybrid advertising saat ini diterapkan UBiklan. Secara singkat, Ubiklan merupakan startup lokal yang menghadirkan platform teknologi untuk layanan iklan berjalan. Ubiklan mengklaim jasa yang ditawarkannya lebih ekonomis, efektif, dan tepat sasaran.

Untuk tahu lebih lanjut mengenai hal ini, simak selengkapnya paparan menarik dari Glorio Yulianto, CEO UBiklan (sebuah layanan car advertising) pada sesi #SelasaStartup berikut ini.

Jangan lupakan media offline

Glorio menilai media offline kini mulai dilupakan sebagai salah satu alternatif utama untuk beriklan. Media digital kini lebih dilirik karena hasilnya lebih terukur dan hal tersebut lebih diinginkan oleh perusahaan.

Diakuinya media offline memiliki kelemahan. Ambil contoh billboard, medium ini memiliki keterbatasan pada pesan yang ingin disampaikan, hanya ada komunikasi satu arah, dan sulit terukur.  Belum lagi isu teknis mulai dari mahalnya teknologi yang ingin dipakai pada billboard hingga sulit untuk memonitor.

Padahal, menurutnya media offline justru memunculkan potensi baru dalam dunia periklanan, terutama di era sharing economy yang banyak diterapkan di banyak perusahaan rintisan.

Mengutip sebuah survei, kata Glorio, saat ini ada 40 persen segmen pembaca media cetak. Namun begitu media online ada, segmen pembaca media online hanya bertambah menjadi 49 persen. Jika dilihat irisannya, cuma 11 persen yang berpindah ke media online.

“Dengan kata lain, masih ada segmen pasar yang tidak berada di dua segmen tersebut. Orang-orang yang online memang penting, tetapi mereka yang tidak pernah akses web (offline) juga sama pentingnya,” tuturnya.

Terlepas dari pesatnya perkembangan digital, media offline diyakini masih memiliki sejumlah keunggulan. Masih banyak segmen pasar yang lebih percaya dengan melihat produk secara langsung ketimbang di dunia digital.

“Tantangan lain pada media offline adalah kreativitas, compeling activity. Kalau tidak ada itu, sama saja. Nah, masalah-masalah di atas yang ingin kita atasi,” ujar Glorio.

Hybrid advertising munculkan peluang baru

Sebagai jawaban atas masalah yang kerap ditemui di atas, Glorio mengungkap bahwa ada konsep baru dalam dunia periklanan yang memiliki potensi besar, yaitu hybrid advertising. Konsep ini menggabungkan kekuatan yang dimiliki media online dan offline.

Dalam hal ini, pengiklan tetap beriklan offline dengan mengandalkan kendaraan sebagai medianya. Sementara, sisi online tetap berperan dalam menyediakan analytic kepada si pengiklan. Dapat dikatakan iklan semacam ini disebut iklan berjalan di mana potensi jangkauannya lebih luas.

“Media offline sebagai media iklan, sedangkan analytic-nya berbasis online. We called it hybrid advertising media. Kami bisa ambil budget (pengiklan) dari dua divisi, yakni online dan offline,” ujar Glorio.

Ia mengungkap hybrid advertising menawarkan layanan atau jasa yang minim biaya, efektif, dan tepat sasaran. Di UBiklan, mereka menawarkan jasa sewa space untuk beriklan pada kendaraan mobil dan motor.

Setiap kendaraan dapat dilacak secara real-time dari GPS di aplikasi pengguna. UBiklan menyediakan dashboard di mana pengiklan dapat memonitor termasuk memasang rencana campaign iklan.

Glorio membandingkan biaya yang dikeluarkan untuk billboard dapat mencapai Rp100 juta, di mana biaya iklan berjalan hanya berkisar Rp1 juta per kendaraan per bulan di UBiklan.

Namun, lanjutnya, perlu dicatat bahwa tidak semua jenis produk dapat memanfaatkan keunggulan dari hybrid advertising demi tujuan awareness. Mass product dinilai lebih cocok untuk menggunakan jasa ini ketimbang produk tertentu yang segmen pasarnya terbatas.

“Bagaimana masa depan hybrid advertising? Ada saat di mana siklusnya akan berputar. Akan ada saat di mana (iklan) digital kembali ke konvensional, dengan catatan harus ada perubahan dan added value. Nanti akan seterusnya begitu, siklusnya kembali ke awal,” ujarnya.

GetCraft Perkenalkan Marketplace untuk Konten Kreatif

Seiring dengan semakin terbiasanya masyarakat berbelanja di layanan e-commerce, sistem online cart diadopsi untuk memudahkan konsumen, baik perorangan maupun korporasi, “berbelanja” berbagai macam hal, termasuk konten kreatif. GetCraft melihat tren ini dan hari ini secara resmi meluncurkan platform Marketplace untuk menjembatani discoverability industri kreatif di Asia Tenggara. Layanan Marketplace tersedia di Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Singapura.

GetCraft yang berbasis di Indonesia saat ini telah mengorganisir lebih dari 4000 kreator konten dan penerbit dan telah bekerja sama dengan lebih dari 250 brand. Secara total dalam tiga tahun terakhir mereka mengklaim total nilai proyek mencapai $10 juta.

Kehadiran Marketplace diharapkan menjadi jembatan antara kedua belah pihak untuk saling mengenal dan membuka potensi bisnis. Di sini kita menemukan berbagai jenis pembuat konten, termasuk yang berbasis video (YouTube), foto (Instagram), dan situs (media atau blog).

“Walaupun fakta bahwa brand dan agensi sekarang menargetkan lebih dari 50% populasi dunia melalui iklan online, ketika dalam proses pencarian dan perekrutan kreator berkualitas tinggi, tidak ada perubahan yang berarti. Ini yang kami harap bisa ubah, ketika apa yang sebelumnya membutuhkan waktu 2-3 minggu bisa dilakukan dalam 2-3 jam saja!” kata Co-Founder dan Group CEO GetCraft Patrick Searle.

Menggunakan platform Marketplace ini, brand bisa melihat dengan jelas siapa saja kreator konten yang dicari, tarif yang ditetapkan, dan apa yang bisa dijanjikan berdasarkan kategori yang diinginkan.

“Fitur hebat Marketplace kami adalah memberikan para pemasar estimasi biaya atau potensi pemirsa berdasarkan kreator konten atau mitra konten bersponsor yang mereka pilih. Klien kami bisa menggunakan kapabilitas ini untuk merencanakan kampanye pemasaran kontennya.”

GetCraft didirikan oleh Patrick dan Anthony Reza Prasetya. Reza kini menjadi CEO GetCraft untuk Indonesia. GetCraft telah mendapatkan pendanaan awal dari 500 Startups dan Convergence Ventures dan merencanakan untuk menggalang dana Seri A di tahun 2019 untuk membantu mereka mengglobal.

Pasar iklan digital Asia Tenggara

Menurut data eMarketer, yang dikutip dari Mumbrella, di tahun 2018 ini diperkirakan belanja iklan global di sektor online akan mencapai 48,8%, sebelum lewati batas 50% tahun depan. Menariknya, masih banyak potensi iklan digital di Asia Tenggara, karena realisasinya masih di bawah 30% di banyak negara. Bahkan di Indonesia sendiri angkanya masih belum menembus 20%.

Sejauh ini Google dan Facebook mendominasi pasar ini dan mereka telah memberikan gambaran yang jelas, dari sisi biaya dan ekspektasi jangkauan pemirsa, sehingga memudahkan brand untuk membuat strategi pemasaran. Hal ini yang coba didorong GetCraft dengan Marketplace-nya.

“Dengan membantu kreator dan pemasar saling memahami nilai konten [melalui Marketplace], kami berharap bisa mendorong terjadinya ‘ledakan Cambrian’ di industri kreatif,” ucap Patrick.

Daniel Tumiwa Dirikan Adsvokat, Startup Adtech dengan Skema Online-to-Offline

Nama Daniel Tumiwa sudah tidak asing lagi di dunia startup Indonesia. Sempat menjabat sebagai CEO OLX Indonesia, akhir bulan Mei 2017 lalu Daniel hengkang dari platform iklan baris tersebut. Kini Daniel membangun sebuah startup baru yang menyasar sektor teknologi periklanan, Adsvokat.

Kepada DailySocial, Daniel mengungkapkan alasan dibalik didirikannya Adsvokat, model bisnis yang dimiliki, dan skema O2O (online-to-offline) bagi dunia periklanan di Indonesia.

Sempat kapok membangun startup

Sebelumnya, sekitar tahun 2008, Daniel sempat membangun startup yang menyasar industri musik. Namun setelah berjalan selama dua tahun, ia tidak bisa membawa perusahaan ke pertumbuhan yang baik dan harus gulung tikar. Pengalaman buruk tersebut yang membuat Daniel enggan untuk membangun startup kembali dan memilih bekerja di perusahaan yang lebih mapan, di antaranya PT Djarum, Multiply, Garuda Indonesia, lalu ke OLX Indonesia.

“Usai saya keluar dari OLX Indonesia, ada beberapa perusahaan yang menawarkan saya untuk bergabung bersama mereka. Namun setelah melakukan diskusi dengan keluarga, saya akhirnya memutuskan untuk membangun startup lagi,” kata Daniel.

Di tahun 2018 ini Daniel melihat, masyarakat Indonesia sudah cukup “mature” menerima perubahan teknologi dan makin semaraknya skema sharing economy yang sukses diperkenalkan Go-Jek. Memanfaatkan teknologi, Go-Jek tidak hanya memberikan lapangan pekerjaan baru bagi mitra pengemudi, namun juga kebiasaan baru menggunakan smartphone untuk berbagai kebutuhan.

“Saat ini inovasi, yang sebelumnya sulit untuk dikembangkan, menjadi mungkin dengan kehadiran teknologi, sekaligus kesiapan masyarakat yang tentunya menjadi target pasar,” kata Daniel.

Inspirasi dari lingkungan sekitar

Melihat tren dan perkembangan di ibukota, Daniel mendapatkan inspirasi mengembangkan memberdayakan medium tradisional dengan memanfaatkan teknologi. Lahirlah ide Adsvokat yang memanfaatkan teknologi dan kebiasaan masyarakat saat ini.

“Penambahan huruf ‘s’ sendiri sengaja kami sematkan untuk mempertegas posisi kami yang menyasar sektor advertising [ads]. Adsvokat ingin mengangkat advertising tradisional ke media digital,” kata Daniel

Berbeda dengan layanan yang dihadirkan perusahaan atau startup adtech yang ada saat ini, Adsvokat justru memanfaatkan peluang offline yang mulai ditinggalkan perusahaan adtech. Kebanyakan saat ini fokus ke segmen digital.

“Cara ini mulai ditinggalkan karena semua perhatian sekarang ke digital, padahal medium advertising tradisional dari dulu hingga ke depannya masih efektif. Salah satu alasan ditinggalkannya cara-cara offline karena belum ada pengukurnya, saya percaya saat ini teknologi memungkinkan untuk mengukur cara ini,” kata Daniel

Memanfaatkan medium tradisional seperti stiker di mobil, helm, kaos, luggage tag, di balik laptop, bahkan di belakang smartphone, Adsvokat ingin mengajak kalangan millennial mempromosikan brand yang disukai secara sukarela dengan rewards berupa penghasilan tambahan.

Pemanfaatan selfie dan penerapan gamification

Secara khusus Adsvokat menyaring ambassador Adsvokat dari kalangan mahasiswa. Nantinya, untuk memperluas kampanye yang ada, ambassador tersebut diminta untuk mengajak 10 orang temannya untuk ikut mempromosikan brand yang dipilih.

“Jadi siapa pun bisa memilih brand yang disuka, kemudian bisa mengadvokasi brand melalui medium pilihan mereka. Sepuluh orang memberikan komentar positif untuk brand tentunya akan menjadi berharga,” kata Daniel.

Cara kerjanya terbilang mudah. Usai melakukan pendaftaran, pengguna diminta memilih kampanye iklan yang masih berjalan di aplikasi Adsvokat. Jika profil pengguna tersebut disetujui, ia bisa memilih jenis medium yang ingin dipromosikan. Lakukan foto selfie sebagai pengukur keberhasilan kampanye tersebut pada setiap pengguna.

“Melalui cara selfie ini nantinya proses pengukuran impresi dari kampanye tersebut didapatkan. Cara yang sangat mudah namun terbilang efektif untuk menjalankan kampanye promosi secara offline,” ujarnya.

Selfie diklaim bisa mengukur impresi, misalnya promosi melalui stiker helm yang ditentukan berdasarkan waktu hingga lokasi. Semua bisa dihasilkan impresinya untuk penentuan rewards.

Dengan metode ini, Daniel mengklaim brand akan memiliki channel yang jelas, bisa diukur, dan memiliki relasi langsung dengan konsumen. Diharapkan hal ini bisa dimanfaatkan menyuarakan kebaikan brand dengan memanfaatkan ambassador Adsvokat.

Jika ambassador tersebut telah mampu menjalankan tugasnya selama 3 bulan dengan beberapa brand, ia akan mendapatkan “kenaikan pangkat” dan berhak untuk mengikuti Adsvokat Youth Conference. Dalam kegiatan ini ambassador akan mendapatkan pengetahuan seputar cara tepat membangun bisnis, digital marketing, dan pengetahuan lainnya langsung dari pakarnya.

“Di sinilah korporasi bisa terlibat langsung untuk memberikan peluang kepada ambassador dari Adsvokat mendapatkan pengetahuan seputar brand, bahkan merekrut tenaga magang dari ambassador Adsvokat tersebut,” kata Daniel.

Untuk menambah jumlah poin, ambassador tersebut juga bisa menikmati gamification berupa tugas-tugas yang harus diikuti dengan pendekatan permainan ala Pokemon Go.

Skema O2O

Dengan model bisnis yang terbilang sangat sederhana namun diklaim mampu memberikan hasil pengukuran yang akurat, Adsvokat diharapkan bisa menjadi tolar ukur penerapan skema O2O bagi sektor periklanan di Indonesia. Saat ini, menurut Daniel, belum ada startup atau platform adtech yang menerapkan cara ini.

“Setelah melakukan pertemuan dengan investor dan pelaku adtech di Indonesia, saya belum melihat ada yang menerapkan cara ini. Model bisnis ini merupakan jalur baru tersendiri yang diharapkan bisa membuka peluang offline di dunia adtech, sesuai dengan standarisasi, impresi dan berapa bayak yang dihasilkan untuk pajak iklan,” kata Daniel.

Application Information Will Show Up Here