Babak Baru Transformasi Digital Telkomsel, Masuki Ranah Edtech dan Healthtech

Pada Jumat, 18 Juni 2021 lalu, PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) resmi mengganti logo lamanya yang sudah berusia 26 tahun dengan identitas baru. Direktur Utama Telkomsel Hendri Mulya Syam menyebutkan, langkah ini menjadi babak selanjutnya untuk melanjutkan roadmap transformasi digital secara komprehensif.

“Ini menjadi simbol perubahan di mana Telkomsel ingin memperkuat visi dan misinya kepada masyarakat dengan memaksimalkan peluang di segala aspek kehidupan. Kami berkomitmen untuk melanjutkan transformasi sehingga Telkomsel dapat menjadi pilihan utama dalam memenuhi kebutuhan gaya hidup digital mereka,” ungkap Hendri dalam keterangan resminya.

Menurut Hendri, pihaknya akan mengembangkan banyak terobosan dan kolaborasi lintas industri. Salah satunya adalah memperkuat kemitraan strategis bersama Gojek dengan fokus mengembangkan industri mobile gaming. Menariknya, di babak baru ini, Telkomsel turut memperkenalkan solusi berbasis aplikasi Kuncie sebagai salah satu terobosan terbaru.

Kuncie merupakan platform edtech yang menyediakan layanan pembelajaran pengembangan bisnis di berbagai macam kategori dengan mentor berpengalaman. Edtech merupakan vertikal bisnis yang mungkin belum pernah menjadi diversifikasi lini bisnis operator telekomunikasi, baik dikembangkan sendiri maupun lewat skema investasi atau kemitraan strategis.

Operator telekomunikasi umumnya mengembangkan solusi digital yang masih relevan dengan bisnis utama mereka. Misalnya, IoT, big data, dan hiburan (musik, video, games). Apa yang menjadi hipotesis besar Telkomsel masuk ke kategori baru ini?

Kuncie dan Fita

Beberapa tahun terakhir, Telkomsel memperluas cakupan solusi digitalnya melalui divisi inkubasi dan akselerasi internal Telkomsel Innovation Center (TINC) dan Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) sebagai perusahaan perpanjangan investasi di luar ekosistem perusahaan. Ini menjadi salah satu langkah strategis untuk mencari model bisnis yang tepat bagi bisnis telekomunikasinya.

Sebagaimana diketahui, perjalanan industri telekomunikasi dalam mengembangkan solusi digital sejak awal tidak selalu berjalan mulus. Salah satu tantangannya adalah telekomunikasi tidak memiliki ekspertis untuk mengembangkan solusi digital yang product-market fit. Sulit juga untuk berkomitmen investasi jangka panjang demi mengembangkan bisnis yang sustainable.

Menurut informasi yang dihimpun DailySocial dari sumber internal, pengembangan solusi digital Telkomsel berfokus pada dua hipotesis besar. Pertama, hipotesis “inside-out“, Telkomsel berpotensi melepas (spin off) solusi ini untuk membesarkan valuasinya apabila sukses di pasar.

Ambil contoh, dompet digital Tcash yang dilepas dan berganti nama menjadi LinkAja di 2020. Hipotesis ini dapat berlaku pada platform Kuncie dan Fita yang merupakan platform edtech dan healthtech. Kedua, hipotesis “outside-out” berfokus dalam mencari ide atau use case yang punya keterkaitan erat dengan business unit Telkomsel. Misalnya, kolaborasi B2B.

Lebih lanjut, Telkomsel menilai bahwa edtech dan healthtech memiliki potensi besar untuk berkembang di masa depan. Jika mengacu laporan e-Conomy SEA 2020 oleh Google, Temasek and Bain & Company, edtech dan healthtech berkontribusi signifikan selama masa pandemi Covid-19.

Laporan tersebut juga menyebutkan, untuk layanan telemedicine saja, penggunaannya naik empat kali lipat selama pandemi. Sementara, jumlah instal aplikasi edtech naik tiga kali lipat pada periode Januari-Agustus 2020 dibandingkan periode sama di tahun sebelumnya.

Perusahaan telah melakukan analisis pasar pada kedua vertikal ini dengan melihat tren investasi, pasar, dan kebutuhan di global dan lokal. Telkomsel mendapati bahwa kebutuhan street learning atau pendidikan nonformal di Indonesia masih tinggi. Ini menjadi starting point Kuncie dengan mempertimbangkan sejumlah aspek, seperti market size, pemain, dan masalah yang ada di pasar. Apabila Kuncie mendapat respons positif di pasar, tidak menutup kemungkinan cakupan layanan Kuncie diperluas.

Demikian juga Fita, Telkomsel juga menemukan bahwa sebagian besar sub-vertikal healthtech yang cukup banyak diadopsi di Indonesia adalah layanan yang bersifat post-treatment, seperti medical. Namun, belum banyak platform healthtech yang masuk ke layanan pre-treatment, seperti layanan wellness.

Memang ada beberapa platform wellness dari luar negeri yang digunakan pengguna. Namun, kontennya kurang terlokalisasi sesuai kebutuhan pasar Indonesia. Telkomsel juga membeberkan, sub vertikal layanan semacam Fita sudah 70% product-market fit di pasar global. Kebalikannya, di Indonesia sebanyak 70% justru berasa dari layanan medical.

Model bisnis

Kuncie memungkinkan penggunanya untuk upskill dan re-skill lewat konten pembelajaran dan melakukan sesi mentoring berbasis on demand melalui aplikasi. Sementara, Fita menawarkan sejumlah layanan kesehatan yang lebih personal, seperti program olahraga dan resep makanan sehat. Keduanya sudah dapat diunduh di Google Play Store dan App Store.

DailySocial sempat menjajal kedua aplikasi ini. Untuk platform Kuncie, konten yang tersedia sudah cukup banyak. Pelaku bisnis, konten, dan mentor yang dihadirkan juga beragam. Pengguna juga dapat membuat learning plan sesuai topik yang diinginkan.

Untuk menikmati konten baru, pengguna mendapatkan reward tiga token setiap harinya. Apabila ingin menambah token unlimited, pengguna bisa bergabung menjadi pengguna premium. Pengguna juga dapat mengumpulkan poin dari setiap konten yang ditonton di mana poin ini bisa dipakai untuk membeli token. Sayangnya, kami belum menemukan cara menjadi anggota premium, maupun kemungkinan untuk membeli token dengan metode pembayaran digital.

Adapun, kami belum dapat mengeksplorasi lebih banyak di platform Fita. Yang baru bisa kami nikmati adalah program olahraga, tutorial olahraga, serta tutorial dan tutorial resep makanan sehat.

Terlepas dari itu semua, Telkomsel memiliki banyak resource untuk dapat mengeksplorasi model bisnis Kuncie dan Fita. Ini sekaligus membuktikan apakah kedua layanan ini dapat menjadi model percontohan sukses di luar vertikal bisnis yang biasa digarap oleh telekomunikasi.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Beri Nilai Tambah, Zahir Segera Resmikan Agregator Produk Fintech “Capital Hub”

Perusahaan SaaS Zahir mengungkapkan optimisme tren migrasi ke layanan digital oleh perusahaan untuk menunjang aktivitas operasional dan bisnis selama pandemi akan terus berlangsung. Momentum tersebut akan dimanfaatkan dengan baik, salah satunya dengan merilis layanan agregator produk fintech “Capital Hub” yang rencananya akan mengudara pada tahun ini.

CEO Zahir Internasional Muhamad Ismail mengatakan, produk teranyarnya ini dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan permodalan yang lebih efisien untuk semua target pengguna Zahir dari berbagai skala bisnis. Menurutnya, ini adalah hasil masukan dari pelanggan mereka sendiri. “Dari sini Zahir menyimpulkan bagaimana cara membantu perusahaan untuk mendapatkan modal yang lebih cepat dan efisien,” ujarnya kepada DailySocial.id.

Perusahaan SaaS Zahir segera merilis layanan agregator produk fintech Capital Hub pada tahun ini
CEO Zahir Internasional Muhamad Ismail / Zahir

Melalui fitur ini, Zahir akan menghubungkan perusahaan-perusahaan yang merupakan penggunanya dengan lembaga keuangan hingga fintech, sesuai dengan kebutuhan modal mereka. Misalnya pada segmen mikro, ada wacana dengan beberapa lembaga untuk menyediakan pembiayaan modal yang terjangkau melalui wakaf. Adapun Zahir bermain tiga segmen market, yakni usaha kecil, kecil-menengah, dan menengah-korporasi.

Sejauh ini, Capital Hub sudah menjalin kerja sama dengan sejumlah lembaga keuangan syariah dan fintech syariah. Tapi Muhamad enggan menuturkan lebih jauh. Ia hanya bilang saat ini Capital Hub sedang dalam proses menunggu perizinan dari OJK. Bila tak ada aral lintang, bakal diresmikan pada tahun ini.

Lebih jauh dijelaskan, selama pandemi, pertumbuhan pengguna Zahir mencapai 50%. Mayoritas mereka datang dari perusahaan berskala kecil-menengah dan menengah-korporasi. Berdasarkan segmen industrinya, kebanyakan bergerak di bisnis distribusi pasar dan trading, lalu manufaktur, kontraktor, lembaga pendidikan, dan industri kecantikan.

“Secara keseluruhan total pengguna Zahir mencapai lebih dari 100 ribu user, terdiri dari berbagai segmen industri, mayoritas industri adalah trading & distribusi, manufaktur seperti alat kesehatan, alat olahraga, dan alat mesin produksi. Kemudian, industri jasa kontraktor, lembaga pendidikan, yayasan dan beauty. Mereka 70% berada di Jawa dan sisanya di luar Jawa.”

Zahir bermain di tiga segmen pasar, yakni usaha kecil, kecil-menengah, dan menengah-korporasi. Namun secara revenue, terbesar datang dari kecil-menengah dan menengah-korporasi. Oleh karenanya, Zahir lebih fokus pada kedua segmen tersebut. “Ekspansi kami tahun ini akan menggarap lebih serius untuk market enterprise karena kami melihat pasar software ERP itu menarik dan pemainnya tidak begitu banyak di Indonesia.”

Ia meyakini Zahir punya tiga poin yang menjadi kekuatan untuk menangkap segmen tersebut. Mulai dari, investasi ERP yang terjangkau, implementasi yang cepat karena produk modular dan ready to use, dan fleksibilitas kustomisasi yang dapat beradaptasi dengan kebutuhan dan strategi bisnis yang dipilih. Ketiganya sekaligus menjadi unsur yang paling banyak dicari oleh pengguna, dalam suatu survei internal yang diadakan perusahaan.

Ia melanjutkan, Zahir memiliki 25 tahun pengalaman yang cukup solid di market kecil-menengah dan menyadari adanya peluang tambahan untuk mendorong revenue dan pertumbuhan perusahaan secara korporasi. Makanya strategi tersebut akan dilancarkan lewat pengembangan ZahirERP dan segmen korporasi.

Ada perbedaan karakteristik adopsi teknologi antara perusahaan kecil-menengah dengan menengah-korporasi. Untuk level kecil-menengah, mereka cenderung lebih mudah untuk self-on-board pada SaaS. Sedangkan di level korporasi butuh lebih banyak waktu untuk tuning in dikarenakan proses onboarding yang tidak mudah. Belum lagi proses sourcing yang cukup panjang, membutuhkan pengambilan keputusan yang berlapis.

Industri SaaS

Terkait  industri SaaS, Muhamad melihat saat ini adalah momentum awal buat perusahaan SaaS untuk bertumbuh. Pangsa pasar pemain SaaS di sini juga masih begitu besar, juga memiliki tantangan untuk akuisisi pasar yang relatif masih tinggi. “Artinya dalam mengejar profitabilitas masih akan menjadi tantangan.”

Dari sisi klaster industri dan segmen, jumlah pemain SaaS di Indonesia tumbuh dengan pesat. Namun untuk saat ini biaya akuisisi market masih relatif tinggi karena SaaS di Indonesia untuk akuisisi market tidak semudah di negara maju. Oleh karenanya, butuhkan lebih banyak effort tambahan.

“Sehingga walaupun tumbuh di berbagai segmen, SaaS di Indonesia masih memiliki beberapa PR dalam memastikan dapat menghasilkan profit dikarenakan skala ekonomi yang harus dikejar cukup besar. Tetapi saya percaya investasi dalam SaaS di dua tahun ke depan masih akan menjadi sesuatu yang diminati bagi VC di Indonesia.”

Bagi Zahir sendiri, kebutuhan pendanaan eksternal tetap dibutuhkan terutama dalam rangka meningkatkan penetrasi pasar. Saat ini perusahaan sedang melakukan analisis untuk memilih alternatif sumber pendanaan yang strategis buat perusahaan.

“Kami yakin saat ini, kami adalah SaaS yang paling efisien dalam mengakuisisi market dengan customer acquisition cost yang sangat atraktif. Dan pendanaan ini membantu Zahir meningkatkan akselerasi akuisisi pelanggan baru.”

Dalam upaya mendorong penetrasi solusi SaaS, perusahaan juga membentuk program inkubator sendiri “Zahir Business Incubator”. Program ini disiapkan untuk para pebisnis yang ingin naik kelas dalam mengembangkan bisnis mereka. Ada menyelesaikan lima masalah yang ingin dipecahkan, di antaranya menumbuhkan bisnis yang sudah bertahun-tahun, tapi revenue stuck; ingin menumbuhkan bisnis dengan bekerja sama dengan investor, tapi bingung mulai dari mana, dan sebagainya.

Zahir Business Incubator dijalankan dalam bentuk coaching one-on-one dengan para pakar. Target pesertanya adalah baru terbatas untuk konsumen Zahir saja.

Application Information Will Show Up Here

Transformasi Digital Hutchison 3 Indonesia di Masa Pandemi

PT Hutchison 3 Indonesia (H3I) telah melakukan transformasi jaringan untuk bersiap menggelar 5G. Operator berlambang angka “3” ini juga secara paralel melakukan transformasi jaringan lainnya sebagai langkah antisipasi di masa pandemi Covid-19.

Melanjutkan wawancara sebelumnya dengan DailySocial, pada bagian kedua ini, Chief Technical Officer H3I Desmond Cheung kembali memaparkan tentang upaya perusahaan dalam mengimplementasikan solusi inovatif selama masa krisis kesehatan global ini.

Antisipasi lonjakan lalu lintas internet pada empat area utama

Di catatannya, H3I mengalami kenaikan trafik di jaringannya hingga 60% pada masa Ramadan dibandingkan hari normal. Sementara, mengutip data di 2020, trafik Tri melonjak 25% saat Lebaran dibandingkan awal pandemi di Februari. Kenaikan ini terutama terjadi pada lalu lintas internet mengingat 95% pelanggan Tri adalah pengguna smartphone. Faktor utamanya adalah karena kegiatan perkantoran dan belajar-mengajar dirumahkan sejak Maret tahun lalu.

Kenaikan signifikan trafik data banyak disumbang dari penggunaan aplikasi  sejak awal pandemi, seperti video conference untuk kerja dan sekolah dari rumah, aplikasi streaming untuk hiburan, dan media sosial.

Desmond menyadari adanya perubahan perilaku pengguna seluler mengingat lalu lintas trafik data mulai tersentralisasi di area residensial akibat pembatasan sosial. Dengan pola baru ini, pihaknya mengaku melakukan sejumlah langkah mitigasi untuk memastikan pengguna dapat terlayani dengan baik.

“Untuk memastikan kami dapat deliver layanan baik, kami terus melakukan inovasi sehingga dapat menyediakan kecepatan tinggi dan kapasitas lebih kepada pengguna yang kerja dan sekolah dari rumah,” ungkap Desmond.

Ada empat langkah transformasi digital yang menjadi fokus utama perusahaan. Pertama, Tri fokus untuk meningkatkan customer experience pengguna dengan mengadopsi arsitektur jaringan terdistribusi yang 5G-ready. Tujuannya adalah mendorong network intelligence dan kekuatan komputasi jaringan sedekat mungkin dengan pengguna Tri.

Pihaknya menambah data center baru di Malang pada akhir 2020 sebagai tambahan dari lebih dari 25 data center yang sudah beroperasi di seluruh Indonesia. Dengan tambahan ini, jaringan Tri dapat merespon lonjakan permintaan layanan yang belum pernah terjadi sebelumnya secara lebih cepat.

Kedua, Tri memastikan untuk membuat jaringan mobile lebih stabil. Menurut Desmond, baru-baru ini pihaknya meluncurkan Digital Network Operation Center (DNOC) di Jakarta yang berfungsi untuk meningkatkan kestabilan jaringan. Fasilitas ini dibangun dengan sistem daya redundan dan standar reliablitas tinggi yang beroperasi selama 24/7.

Selain itu, DNOC juga diperkuat dengan solusi berbasis Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML) untuk memonitor, mengontrol, dan mengoperasikan jaringan di sejumlah area di Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

“Ketiga, kami fokus menghadirkan cakupan jaringan yang luas dan ke wilayah pedalaman. Meski kami sudah meningkatkan pembangunan jaringan 4G hingga dua kali lipat sejak 2019, kami terus menambah cakupan jaringan selama pandemi. Beberapa di antaranya adalah pembangunan Cell on Wheels (COW) di sejumlah fasilitas Covid-19, termasuk rumah sakit dan Wisma Atlet,” jelasnya.

Keempat, perusahaan juga melakukan digitalisasi pada sejumlah customer touch point. Tri meluncurkan digital vending machine 3DigiBox untuk mempermudah customer membeli produk-produknya tanpa kontak fisik. Saat ini, 3DigiBox terdapat di 41 lokasi strategis termasuk bandara, mal, dan kampus.

Lebih lanjut, Tri juga mendistribusikan beberapa teknologi baru pada jaringannya, yaitu Dual-Band Massive MIMO untuk meningkatkan efisiensi penggunaan spektrum dan mendorong user experience dan Compact Active Antenna (CAA) untuk memperluas kapasitas jaringan.

“Teknologi ini ditempatkan terutama di wilayah perkotaan yang padat di mana trafik tinggi menjadi tantangan besar ketika kapasitas spektrum terbatas. Solusi ini menambah kapasitas jaringan kami hingga 25% dengan konsumsi lebih rendah 40% dibandingkan solusi yang sudah kami terapkan sebelumnya,” papar Desmond.

Terakhir, Tri juga memperluas kemampuan akses layanan bagi pengguna yang tinggal wilayah terpencil di Indonesia dengan membangun LTE Base Station melalui solusi Public Backhaul, seperti di area pertambangan besar di Morowali, Sulawesi Tengah.

Mendorong segmen korporat

Di luar pembangunan jaringan dan penambahan kapasitas untuk pengguna retail, Desmond juga menyoroti fokus lainnya di segmen korporat (B2B). Ia menyebut akan memperkuat bisnis solusi untuk SME dan perusahaan berskala besar.

Selama beberapa tahun terakhir, Tri mulai gencar menawarkan solusi 3Business bagi pengguna korporat yang ingin bertransformasi digital dan mencapai efisiensi bisnis. 3Business menawarkan solusi TIK bagi sektor retail yang ingin meningkatkan produktivitas dan menjaga efisiensi biaya operasional.

Tahun lalu, Tri telah berkolaborasi dengan platform penyedia solusi IoT untuk menunjang sektor bisnis dan profesional. Kemudian, Tri juga bermitra dengan layanan manajemen IoT terintegrasi yang berfungsi untuk mengontrol dan melacak perangkat IoT dan aset secara real-time.

Desmond juga menyebut, pihaknya juga menyediakan solusi SD-WAN-based solution untuk FamilyMart di mana mitranya dapat menyederhanakan dan mengotomatisasi manajemen jaringan WAN dan operasional. Dengan solusi ini, FamilyMart disebut dapat memperluas gerai tokonya dalam hitungan hari dibandingkan sebelumnya yang membutuhkan waktu berminggu-minggu.

“Saat ini, kami menjadi mobile network ketiga terbesar di Indonesia. Kontribusi pendapatan H3I dari korporat juga naik dua kali lipat. Kemudian, jaringan kami sekarang semakin kuat dan lebih luas sehingga kami sekarang dapat meningkatkan jumlah pengguna kami dari consumer ke corporate.

Wright Partners Hadir Sebagai “Venture Builder”, Bermitra dengan Korporat yang Ingin Membangun Bisnis Digital

Setelah “lulus” dari perusahaan yang didirikannya, Tokobagus, Arnold Sebastian Egg atau yang akrab disapa Arno Egg tidak berhenti dalam berinovasi. Dalam perjalanannya mendukung pengembangan bisnis, ia bersama salah satu kolega, Ziv Ragowsky, menemukan fakta bahwa ada banyak perusahaan yang saat ini mencari cara berbeda untuk melakukan inovasi. Biasanya, inovasi untuk bisnis adalah dengan membuat bisnis baru.

Begitu sebuah perusahaan mengambil keputusan untuk membangun usaha, penting bagi perusahaan untuk mengetahui berbagai tren teknologi tetapi juga membangun aset signifikannya sendiri. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah menyelaraskan keinginan dan tren perusahaan dengan strategi jangka pendek dan menengah untuk memastikan dukungan internal menjelang momentum dibangun.

Hal ini yang kemudian dilihat sebagai peluang ketika pertama kali membentuk Wright Partners. Sebuah venture builder beranggotakan serial entrepreneurs dan experts dalam industri teknologi.

“Kami datang dengan bermacam latar belakang (produk, komersial, akademis, konsultan) dan menyadari bahwa ada model yang dapat bekerja untuk korporat [mungkin memerlukan edukasi lebih dalam] untuk membangun bisnis dengan fleksibilitas serta pengambilan risiko yang terukur yang bisa diterapkan di median global dalam berbagai skala. Hal ini, ditambah gagasan adanya masalah besar yang harus diselesaikan di kawasan ini, adalah yang kami yakini sebagai nilai dan tujuan usaha membangun membawa kami pada konsep Wright Partners,” jelas Arnold Egg dalam wawancara singkat bersama DailySocial.

Model Bisnis

Sebagai entitas yang fokus pada kegiatan venture building, model bisnis yang ditawarkan oleh Wright Partners cukup berbeda dan unik. Perusahaan bekerja sama dengan korporat untuk membantu mereka dalam menjalankan corporate innovationDua layanan yang ditawarkan mencakup Corporate Venture Building dan CVC as a Service.

Ada banyak perusahaan yang berani berinvestasi besar untuk membangun bisnis namun belum efektif dalam memanfaatkan sumber daya mereka yang cukup besar. Hal ini bisa disebabkan oleh pola pikir internal perusahaan dan terkadang kurangnya pendalaman terkait pengembangan bisnis, serta beberapa faktor eksternal yang menjadikan inisiatif ini tidak cost-effective.

Korporasi harus mencari cara untuk membuka dan memanfaatkan aset mereka untuk memungkinkan mereka berinovasi lebih baik dan meningkatkan skala lebih cepat daripada startup tradisional. Dalam menjalankan model bisnis ini, Wright Partners bekerja secara bertahap dalam membangun bisnis.

“Fase awal adalah rancangan di mana kami memiliki cukup uang/investasi dari mitra korporat untuk mencapai komitmen investasi mereka dalam waktu 4 bulan. Dalam fase ini, dua hingga tiga partner kami akan bertindak sebagai salah satu pendiri tim yang kami bentuk bersama, yang mencakup Venture Lead (yang jika berjalan lancar akan menjadi founder – tetapi dapat berubah dalam ketentuan 4 bulan) serta dua Venture Architect yang bisa menjadi full-time menggarap bisnis tersebut atau, jika terbukti bisa menjadi co-founder,” jelas Arno.

Salah satu diferensiasi bisnis yang diusung Wright Partners adalah mematok total investasi rata-rata yang dibutuhkan oleh perusahaan ke pasar sekitar $1,6-1,8 juta selama 16 bulan. Hal itu akan menjadi standar untuk memastikan bahwa 4 bulan paling efektif (dan menghasilkan investasi – jika tidak, tidak akan ada profit sama sekali).

Setelah 4 bulan pertama, sesuai keputusan komite investasi mitra, perusahaan kembali menawarkan pilihan terkait keterlibatan yang berkelanjutan berdasarkan kebutuhan bisnis. Dengan kesepakatan bahwa bisnis itu sudah berada di jalur yang benar dan kuat, perusahaan akan mendapatkan porsi ekuitas dan kemudian mengambil peran dalam bisnis melalui investasi pengetahuan dan koneksi yang dimiliki.

“Kami percaya bahwa pendalaman konten yang digabungkan dengan aset perusahaan yang tepat serta mentalitas kewirausahaan yang kuat akan menciptakan kesuksesan, jadi model kami berfokus pada penyelarasan ketiganya untuk berkembang di seluruh industri dan sektor usaha,” ujar Arno.

CVC as a Service atau CVC sebagai layanan merupakan peluang awal bersama salah satu mitra korporat. Wright Partners telah membantu sistem sekolah swasta untuk membangun CVC dan melakukan investasi awal. Melalui upaya ini perusahaan menemukan bahwa ada berbagai jenis organisasi yang berminat untuk memahami industri investasi.

Rencana masa depan

Berbasis di Singapura, Wright Partners mengaku memiliki representasi yang setara di Indonesia. Selama kurang lebih 6 bulan beroperasi, perusahaan sudah membantu merancang inovasi di 6 perusahaan, dua di Indonesia, tiga di Malaysia, dan satu di Singapura.

Inovasi ini telah bergulir di beberapa sektor termasuk fintech, edutech dan agritech. Sektor lain yang saat ini juga sedang dijajal adalah insurtech, teknologi keberlanjutan (sustainability tech), serta analitik ritel. Timnya memiliki penasihat dan mitra usaha yang ahli dalam masing-masing bisnis dan akan memperluas jangkauan ke industri lain seperti logistik, OTA, adtech, dan banyak lagi. Pihaknya juga mengaku telah menjalankan kemitraan untuk memperluas jangkauan dan kemampuan di seluruh aspek Crypto dan Blockchain.

Sementara Wright Partners fokus membantu korporat untuk membangun moda investasi perusahaan, saat ini timnya juga tengah dalam proses untuk mengumpulkan fund mandiri.

“Kami berharap dapat segera mendukung bisnis dengan dana kami sendiri dan mendorong mereka menuju kesuksesan yang lebih baik,” tutup Arno.

Mandiri Investment Singapore Backs Blockchain Accelerator Program Tribe

Tribe Accelerator today (14/4) announced a new strategic investment from Mandiri Investment Management Singapore, a subsidiary of Bank Mandiri. Korea Investment Partners, Greg Kidd, and Stellar Partners are also involved in the first blockchain accelerator program supported by the Singapore government.

Apart from upgrading the accelerator program, funds will also be used for the development of the Tribe Academy; including to expand its business coverage to embrace more blockchain startups and talents.

In addition, Tribe also informed that the startups participated in its program have raised $70 million in funding, supported by global investors. Currently, it’s already 4 batches, some of the startups include DigiX, WhatsHalal, xfers, and others.

“We support cutting-edge blockchain startups from around the world, with a total valuation of over $1 billion, solving problems ranging from food safety to drug delivery […] We are delighted to welcome our new strategic investors from Indonesia, as well as the United States, South Korea, and Hong Kong to help expand into new markets,” Tribe’s CEO, Yi Ming Ng said.

Meanwhile, Mandiri Investment’s CIO, Kevin Widjaja commented, “Mandiri Investment Management Singapore has a track record of supporting local startups, especially those at the forefront of deep technology. Over the years Tribe has supported several startups using blockchain for a variety of issues. Investing in Tribe enables us to help them expand their global footprint and network.”

Mandiri Investment dalam struktur perseroan / Bank Mandiri
Mandiri Investment’s company structure / Bank Mandiri

Bank Mandiri’s digital transformation path

Even though with a broad use case, it is undeniable that in its initial phase, blockchain started to become famous as it is considered to be able to democratize financial services with a more efficient approach. In Indonesia, blockchain innovation is still very minimal – most used for matters relating to cryptocurrency assets.

Bank Mandiri’s arrival into this landscape can also be interpreted as the company’s efforts to bridge the planned digital transformation. Referring to the 2020 Corporate Digital Transformation Report published by DSInnovate, the investment approach to the financial ecosystem is one of the strategies that are emphasized to produce what they call “value generation”.

Strategi transformasi digital Bank Mandiri
Bank Mandiri’s digital transformation strategy

In Indonesia, they operate CVC Mandiri Capital Indonesia, the focus is on investing in various fintech services, both reaching consumers and business people. Other synergy efforts, especially with digital companies, are carried out with an integrated approach through the banking service APIs they provide.

Although the blockchain disruption for the financial industry in Indonesia is yet to be obvious, slowly but surely many people think that the newborn technological innovations could present a new paradigm that disrupts legacy businesses. By entering and integrating with the ecosystem early, it is possible for market leaders to be up to date by synergizing businesses with more relevant technological developments.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Unit Bank Mandiri di Singapura Berinvestasi ke Tribe, Penyelenggara Akselerator Blockchain

Tribe Accelerator hari ini (14/4) mengumumkan perolehan investasi strategis baru dari Mandiri Investment Management Singapore, anak perusahaan dari Bank Mandiri. Korea Investment Partners, Greg Kidd, dan Stellar Partners juga turut terlibat untuk mendukung program akselerator blockchain pertama yang didukung pemerintah Singapura tersebut. 

Selain untuk peningkatan program akselerator, dana juga akan digunakan dalam pengembangan Tribe Academy; termasuk memperluas cakupan bisnisnya agar dapat merangkul lebih banyak startup dan talenta blockchain.

Selain itu, Tribe juga menginformasikan bahwa startup yang telah berpartisipasi dalam programnya telah mengumpulkan pendanaan $70 juta, didukung investor global. Sejauh ini sudah berjalan 4 batch, beberapa startupnya meliputi DigiX, WhatsHalal, xfers, dan lain-lain.

“Kami mendukung berbagai startup blockchain termutakhir dari seluruh dunia , dengan total valuasi lebih dari $1 miliar, yang memecahkan masalah mulai dari keamanan pangan hingga pengiriman obat […] Kami senang menyambut investor strategis baru kami dari Indonesia, serta Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Hong Kong untuk membantu perluasan ke pasar baru,” sambut CEO Tribe Yi Ming Ng.

Sementara itu CIO Mandiri Investment Kevin Widjaja berkomentar, “Mandiri Investment Management Singapore memiliki rekam jejak dalam mendukung startup lokal, terutama yang berada di garis depan deep technology. Selama bertahun-tahun Tribe telah mendukung beberapa perusahaan baru yang menggunakan blockchain untuk berbagai masalah. Berinvestasi di Tribe memungkinkan kami membantu mereka memperluas jejak dan jaringan global.”

Mandiri Investment dalam struktur perseroan / Bank Mandiri
Mandiri Investment dalam struktur perseroan / Bank Mandiri

Jalan digital transformasi Bank Mandiri?

Kendati use case-nya sangat luas, tidak dimungkiri dalam fase awalnya blockchain mulai tenar karena dinilai dapat mendemokratisasi layanan finansial dengan pendekatan yang lebih efisien. Di Indonesia sendiri geliat inovasi blockchain tergolong masih sangat minim — paling banyak dimanfaatkan untuk hal-hal berkaitan dengan aset mata uang kripto.

Masuknya Bank Mandiri ke lanskap ini juga bisa diartikan sebagai upaya perusahaan dalam menjembatani transformasi digital yang direncanakan. Merujuk pada Corporate Digital Transformation Report 2020 yang diterbitkan DSInnovate, pendekatan investasi ke ekosistem finansial menjadi salah satu strategi yang memang ditekankan untuk menghasilkan apa yang mereka sebut dengan “value generation”.

Strategi transformasi digital Bank Mandiri
Strategi transformasi digital Bank Mandiri

Di Indonesia sendiri, mereka mengoperasikan CVC Mandiri Capital Indonesia, fokusnya berinvestasi ke berbagai layanan fintech, baik yang menjangkau kalangan konsumer maupun pebisnis. Upaya sinergi lain, khususnya dengan perusahaan digital, dilakukan dengan pendekatan integrasi melalui API layanan perbankan yang mereka sajikan.

Kendati disrupsi blockchain untuk industri finansial di Indonesia belum kentara, namun perlahan tapi pasti banyak yang menilai bahwa penemuan-penemuan inovasi teknologi yang lahir bisa saja menghadirkan paradigma baru yang mengganggu bisnis legasi. Dengan lebih awal masuk dan berbaur dengan ekosistem, memungkinkan bagi para pemimpin pasar untuk dapat up to date dengan mensinergikan bisnis dengan perkembangan teknologi yang lebih relevan.

Strategi dan Ekspektasi Pengembangan Inovasi Digital di Industri Pembiayaan Indonesia di 2021

Industri pembiayaan merupakan salah satu sektor yang menghadapi tantangan besar pada 2020. Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, industri pembiayaan di Indonesia mencatatkan penurunan kinerja yang drastis dengan pertumbuhan minus 17,1% tahun lalu. Di 2019, pembiayaan masih mencatatkan kenaikan sebesar 3,66% secara tahunan.

Penurunan pembiayaan ini diakibatkan pandemi Covid-19 sehingga memukul industri otomotif. Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menyebutkan bahwa rata-rata penjualan motor dan mobil anjlok hingga 40% di periode April-Juni 2020.

Di tengah kemerosotan industri, pemerintah berupaya meringankan beban nasabah lewat restrukturisasi. OJK mencatat restrukturisasi oleh perusahaan pembiayaan telah mencapai Rp189,96 triliun dari 5 juta kontrak pembiayaan atau 48,52% dari total pembiayaan di sepanjang 2020.

Perusahaan pembiayaan juga mencari jalan untuk memastikan bahwa pengguna tetap dapat mengajukan pembiayaan tanpa perlu keluar rumah. Yang belum banyak diketahui, sejumlah perusahaan pembiayaan di Indonesia telah mengembangkan inisiatif digital, bahkan sebelum pandemi terjadi.

Bagaimana strategi dan ekspektasi perusahaan pembiayaan Indonesia di masa pandemi dan pasca pandemi nanti? Simak wawancara DailySocial dengan PT Astra Credit Company (ACC), PT Mandiri Tunas Finance (MTF), dan PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk.

Pengembangan digital sebelum pandemi

Berbagai sumber menyebutkan bahwa terjadi akselerasi adopsi digital besar-besaran di sepanjang 2020. Sejumlah sektor yang awalnya belum mengimplementasi digital, bahkan akhirnya melakukannya. Namun, yang menjadi temuan menarik adalah, industri pembiayaan di Indonesia sudah mulai melakukan transformasi digital sebelum pandemi terjadi. 

Transformasi ini salah satunya dibuktikan dengan upaya perusahaan memperluas jalur pengajuan pembiayaan dan pembiayaan yang biasanya dilakukan secara offline menjadi online. Baik ACC, MTF, dan Adira Finance sama-sama telah memiliki kanal digital.

Perusahaan Aplikasi Pengguna
Astra Credit Company ACC One 50.000+ (unduhan)
Mandiri Tunas Finance MTF Go 11.700 (April 2020)
Adira Finance Adiraku 480 ribu (Des 2020)

ACC meluncurkan aplikasi ACC Yes! Di 2016 yang kemudian berevolusi menjadi ACC One (2019). Sementara Adira Finance sudah lebih dulu meluncurkan marketplace untuk jual-beli mobil dan motor bekas pada 2017 melalui momobil.id dan momotor.id. Sementara, aplikasi Adiraku meluncur pada awal 2020.

Selain itu, MTF mengembangkan MTF Go pada 2018, tetapi perusahaan menambah tiga platform digital berbasis aplikasi untuk kebutuhan lain yang meluncur di 2019, yaitu MTF Mobile, MyMTF, dan MTF Lelang.

Perubahan strategi ke otomatisasi restrukturisasi

Setiap perusahaan merespons situasi dengan cara berbeda-beda ketika pandemi Covid-19 pertama kali terjadi. Begitu pemerintah mengeluarkan kebijakan restrukturisasi pada kuartal kedua 2020, sejumlah perusahaan pembiayaan menunda rencana yang sudah ada dan mengalihkannya ke inisiatif baru untuk beradaptasi di situasi tersebut.

Direktur Information Technology & Business Development ACC Mohammad Farauk mengatakan, perusahaan mengembangkan platform baru untuk memudahkan restrukturisasi pembiayaan. Maka itu, ACC meluncurkan platform berbasis website ACC One on the Web pada awal Maret 2021.

ACC One on the Web memungkinkan pelanggan memilih mobil baru dan bekas lewat E-Catalogue, disertai simulasi kredit dan jadwal pembayaran angsuran. Dua pekan sejak diluncurkan, ACC mencatat pengajuan kredit melalui ACC One on the Web naik 102% dan jumlah pengunjung naik hingga 65%.

Kami melihat perilaku masyarakat semakin akrab bertransaksi via digital. Pandemi menyadarkan kami bahwa kebutuhan digitalisasi ACC masih cukup besar. Maka itu, ACC memperkuat infrastruktur digital secara menyeluruh para business process dan mengembangkan produk dan layanan ACC secara cepat,” ungkapnya kepada DailySocial.

Sementara itu, Adira Finance juga terpaksa menunda sejumlah strategi yang sudah ada untuk memperkuat pengembangan sistem dan operasional berbasis digital. Perusahaan tidak menyebutkan secara spesifik, tetapi Adira Finance mau tak mau juga mengalihkan fokus ke restrukturisasi kredit pada platformnya, yakni Adiraku, momobil.id, dan momotor.id.

Kami sadar pandemi menjadi peluang untuk melakukan perbaikan sistem dan customer experience secara digital. Kami melakukan beberapa perbaikan, seperti menambah fitur dan melakukan user testing untuk dapat customer journey yang lebih valid dari sistem dan operasional berbasis digital. Dengan begitu, pelanggan bisa mengajukan pembiayaan atau pembayaran tanpa perlu datang ke kantor cabang,” ujar Deputy Director sekaligus Head of Digital Center of Excellence Adira Finance Manuel D. Irwanputera.

Senada dengan di atas, MTF terpaksa melakukan perubahan strategi besar-besaran di 2020. Padahal, perusahaan baru saja membentuk divisi digital pada awal Januari 2020. Divisi ini punya tiga fungsi utama, yakni Business through Online untuk mengelola pembiayaan, Development untuk eksplorasi model bisnis baru, dan Implementation untuk mengeksekusi ide menjadi produk. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi biaya dan simplifikasi serta meningkatkan penjualan dan Service Level Agreement (SLA).

Deputy Director Mandiri Tunas Finance William Francis mengatakan bahwa divisi digital yang awalnya memiliki tiga fungsi tersebut terpaksa mengalihkan fokusnya menjadi automatisasi restrukturisasi. Ini menjadi tantangan tersendiri mengingat MTF harus melakukan restrukturisasi ke sebanyak 100 ribu nasabah dan itu tidak bisa dilakukan secara manual dengan banyak persyaratan yang perlu diisi oleh nasabah.

“[Penjualan] sebetulnya sudah recover di periode Agustus-November, tetapi angkanya masih 50%, belum 100%. Ini berdampak cukup besar ke kinerja bisnis kami. Makanya, inisiatif dan strategi digital kami terpaksa di-hold semua. Kami berubah prioritas dari awalnya ingin mempercepat SLA dan otomatisasi proses ke dealer menjadi restrukturisasi. Project di internal yang tadinya ada menjadi ada,” papar William.

Setelah restrukturisasi, MTF mengaku berupaya untuk mengadakan pameran otomotif berbasis online untuk mendongkrak kembali penjualan. Namun, ia menilai pameran otomotif online belum sepenuhnya efektif mengingat konsumen belum terbiasa membeli kendaraan secara online. Dari catatannya, hanya sedikit yang melakukan transaksi dari total ratusan ribu pengunjung MTF Virtual Autofiesta 2020.

Ekspektasi pembiayaan di 2021

Baik Gaikindo dan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) memproyeksikan penjualan otomotif domestik dapat tumbuh double digit di 2021. Gaikindo menargetkan 750 ribu mobil baru terjual, sedangkan AISI memproyeksikan kenaikan 11%-15% atau setara 4-4,3 juta sepeda motor terjual di tahun ini.

Dengan proyeksi ini, Farauk mengaku optimistis dapat mendongkrak pembiayaan baru dan melanjutkan pengembangan inovasi digital. Terlebih vaksin Covid-19 sudah mulai didistribusikan dan perilaku masyarakat sudah mulai terbiasa bertransaksi ke digital. Dengan tren tersebut, artinya digitalisasi akan sangat diperlukan.

Salah satu rencana besar ACC adalah membangun fasilitas ACC Digital Operation Center yang ditargetkan beroperasi di 2022. Menurut Farauk, ACC Digital Operation Center akan berdampak signifikan terhadap business process pembiayaan berbasis digital di ACC. Fasilitas ini juga akan menjadi pusat kegiatan digital ACC.

Sementara itu, Adira Finance masih mengalami perombakan strategi digital, baik untuk core system maupun front system di tahun ini. Tujuannya untuk meningkatkan performa dan kualitas customer experience. Menurut Manuel, roadmap digital perusahaan disesuaikan dengan tren kebutuhan digital yang akan semakin besar di pembiayaan ke depan.

“Ada dampak perubahan luas biasa terhadap pola perilaku masyarakat. Sepanjang 2020, respon pelanggan terhadap digitalisasi sangat positif, penggunaan platform digital terus meningkat baik. Kontribusi melalui digital channel memang belum signifikan, tetapi menunjukkan perkembangan positif. Kami harap kontribusinya dapat meningkat dengan memperluas pangsa pasar pelanggan online kami,” ucap Manuel.

Adapun, MTF masih mengosongkan budget untuk pengembangan inovasi digital di semester I mengingat situasinya belum dapat dipastikan. William menyebutkan bahwa pihaknya ingin melihat dulu situasi dan dampaknya di sepanjang semester I ini.

Guideline restrukturisasi tadinya sampai Maret 2021, tetapi diperpanjang pemerintah sampai 2022. Kalau masih ada restrukturisasi, [pengembangan dan budget inovasi] bakal tertunda. Makanya, kalau sudah membaik, kami akan putuskan [pengembangan inovasi] dan inisiatif mana yang mau dieksekusi. Semester II nanti tinggal dijalankan,” tambahnya.

Janji dari Awan untuk Kemajuan Digital di Indonesia

Pandemi COVID-19 secara tiba-tiba datang dan memaksa manusia untuk menerima dan beradaptasi terhadap berbagai kebiasaan baru. Kebijakan physical distancing mendorong masyarakat untuk beraktivitas secara online demi mengurangi penyebaran penyakit. Perubahan kebiasaan baru ini, secara langsung berdampak pada percepatan penetrasi digital di Indonesia. Banyak perusahaan konvensional yang mulai mempertimbangkan investasi pada infrastruktur dan teknologi demi kelancaran usaha.

Percepatan penetrasi digital tentu tidak terlepas dari janji teknologi komputasi awan sebagai pembuka peluang pengembangan bisnis dengan pemanfaatan dan pengelolaan data dengan lebih optimal. Hal tersebut tampaknya menjadi angin segar bagi bisnis konvensional yang mengharapkan operasional bisnis dapat berjalan efektif dan inovasi-inovasi baru dapat terjadi dengan cepat. Lebih jauh lagi, keinginan pemerintah agar pemulihan ekonomi di Indonesia pasca pandemi juga dapat segera terlaksana. Namun semudah apakah janji tersebut dapat terpenuhi?

Akhir tahun 2020 lalu, Boston Consulting Group (BCG) bersama dengan Amazon Web Services (AWS) mengeluarkan hasil studi yang menyatakan bahwa kehadiran teknologi komputasi awan dibutuhkan dalam membantu perusahaan-perusahaan Indonesia untuk bertransformasi digital. Pemanfaatan komputasi awan dapat memangkas 15-40 persen biaya pembangunan infrastruktur teknologi informasi (TI) di suatu perusahaan. Tidak hanya itu, dengan memanfaatkan komputasi awan, produktivitas perusahaan diperkirakan juga akan melonjak hingga 25-50 persen karena automasi proses bisnis.

Kehadiran teknologi komputasi awan ini di klaim memberikan tiga manfaat dalam transformasi digital yakni efisiensi waktu, efisiensi biaya, dan kecepatan inovasi serta penetrasi pasar yang lebih baik.

BCG memperkirakan jika industri komputasi awan di tanah air tumbuh sesuai dengan jalurnya atau dengan skenario normal, maka dampak terhadap perekonomian Indonesia diperkirakan mencapai US$36 miliar sepanjang 2019-2023.

Indonesia dengan jumlah penduduk yang sebanyak 270,20 juta jiwa dan telah menguasai 40% dari total nilai ekonomi berbasis internet di Asia tenggara pada 2019, semakin menunjukkan potensinya sebagai raja ekonomi berbasis internet di Asia Tenggara. Indonesia juga memiliki nilai ekonomi berbasis internet Indonesia mencapai 40 miliar dolar atau Rp567,9 triliun. Angka tersebut diproyeksikan bakal melonjak 32 persen menjadi 133 miliar dolar pada 2025 mendatang.

Di era digital, kebutuhan perusahaan terhadap kemudahan akses dan integrasi data menjadi keharusan agar tetap relevan. Ditambah saat pandemi, di mana hampir sebagian besar masyarakat memilih untuk beraktivitas secara online, kebutuhan terhadap penerapan komputasi awan ini menjadi semakin dibutuhkan, dan akselerasi bisnis komputasi awan juga semakin menuju langit. Karena teknologi ini bisa menjadi jembatan di tengah masyarakat memilih untuk tetap produktif di tengah keterbatasan. Komputasi awan sendiri tidak terbatas menyediakan layanan di internet publik, tapi bisa juga untuk mengatur jaringan infrastruktur yang dimiliki oleh perusahaan atau disebut jaringan privat. Walaupun tidak semudah layanan awan publik, tapi perusahaan masih bisa mendapatkan berbagai benefit yang ditawarkan oleh komputasi awan.

Penerapan komputasi awan telah lama diadaptasi oleh perusahaan-perusahaan teknologi. Salah satu kisah yang menarik ada pada Gojek. Kemampuan Gojek untuk beradaptasi dengan cepat menghadirkan solusi bagi masyarakat di tengah pandemi ini juga dimungkinkan dengan kemudahan teknologi untuk pengelolaan dan optimalisasi data, seperti fitur geofencing untuk memastikan layanan tidak dapat beroperasi pada wilayah yang ditetapkan sebagai Wilayah Pengendalian Ketat (PSBB) serta memperingatkan dan bahkan menindak secara otomatis mitra-mitra yang secara sistem terindikasi sedang berkerumun khusus di area Jabodetabek, rekomendasi dan search engine untuk GoFood, mengurangi potensi fraud, contactless delivery, dan masih banyak inovasi lainnya yang dimudahkan berkat layanan komputasi awan.

Komputasi awan juga membantu dalam algoritma penentuan tarif untuk pemerataan supply dan demand di titik-titik tertentu, misalnya tarif di titik tertentu akan menyesuaikan jika demand penggunanya meningkat dan membutuhkan lebih banyak jumlah mitra driver. Dengan adanya penyesuaian tarif tersebut, maka waktu tunggu konsumen menjadi lebih cepat. Pengalaman pengguna menjadi lebih baik dan pendapatan harian mitra driver juga meningkat dengan adanya pemerataan titik demand.

Dengan jutaan pengguna yang menggunakan aplikasi Gojek, maka penting untuk memastikan performa aplikasi berfungsi dengan baik. Dengan menggunakan beberapa fitur keandalan dan keamanan dari luasnya layanan yang disediakan komputasi awan, maka engineers dapat mendeteksi potensi-potensi gangguan dengan cepat. Inovasi juga semakin dimudahkan dengan kemampuan komputasi awan untuk memudahkan pembuatan model machine learning untuk pengolahan data. Pemanfaatan komputasi awan tentunya memudahkan Gojek untuk fokus pada produk inti (core product) dan mendorong percepatan inovasi. Kecepatan Gojek untuk berinovasi mendorong pertumbuhan Gojek secara eksponensial bahkan di tengah situasi yang sulit.

Kesuksesan tersebut tentunya sangat mungkin diadaptasi oleh perusahaan dan organisasi lainnya seperti rumah sakit, banking, layanan transportasi publik, maupun pemerintahan. Sektor pemerintahan pun telah meningkatkan pelayanan publik dengan komputasi awan, terutama demi keamanan siber. Sebagai contoh, website DPR telah memanfaatkan layanan komputasi awan dari Balai Sertifikasi Elektronik, untuk memastikan keamanan informasi elektronik, sehingga potensi peretasan informasi bisa dikurangi.

Namun, dengan berbagai keunggulan dan janji manis yang dihadirkan komputasi awan, ada banyak hal yang menjadi pertimbangan dalam mengadaptasi komputasi awan. Pertama, tidak sedikit yang meragukan keamanan data pelanggan apabila disimpan dalam komputasi awan karena data harus diserahkan ke pihak ketiga. Padahal, mayoritas penyedia komputasi awan besar sudah memiliki sertifikasi ISO 27001 yang menjamin kerahasiaan data pelanggan dan memastikan kerahasiaan data transaksi dan pembayaran terjamin dan sesuai standar industri.

Dari sisi keamanan siber, komputasi awan telah memiliki keamanan yang berlapis, baik secara fisik di gedung data center mereka, maupun keamanan dari sisi software, sehingga lebih sulit untuk diretas dibandingkan dengan server yang dikelola sendiri di gedung perkantoran. Misalnya, infrastruktur komputasi awan melakukan enkripsi data, mengintegrasikan policy keamanan, dan juga memonitor secara terus-menerus semua aktivitas di sistem, sehingga bisa mendeteksi kejahatan siber sebelum peretas meluncurkan serangannya.

Kedua, regulasi pemerintah terkait penyimpanan dan pemrosesan data Indonesia harus lebih diperjelas untuk mendukung percepatan digital di Indonesia dan menjaga kedaulatan data. Pemerintah saat ini sedang membangun layanan komputasi awan milik negara yang direncanakan rampung pada 2022 untuk menjaga data-data strategis pemerintah dan juga pihak lainnya.

Pemerintah perlu mematangkan perencanaan penyediaan layanan komputasi awan dan mempertimbangkan mengenai apakah rencana tersebut akan efektif untuk menunjang kebutuhan besar di era digital. Membangun infrastruktur komputasi awan sendiri merupakan pekerjaan berat, karena keandalan dan keamanan sistem harus terus dijaga 24 jam setiap harinya, tidak boleh mengalami gangguan sedikit pun, apalagi jika harus diakses oleh puluhan bahkan ratusan juta pengguna di Indonesia. Namun hal ini bukan berarti mustahil untuk direalisasikan demi menunjang percepatan digital dan pemulihan ekonomi pasca pandemi di Indonesia.

Tulisan ini disusun oleh Giri Kuncoro selaku Senior Software Engineer Gojek. Sebelumnya ia pernah bekerja di beberapa perusahaan internasional seperti VMware, General Electric, dan Toshiba Corporation. Ia juga sudah membukukan dua paten terkait algoritma untuk mengontrol distribusi dan efisiensi penambahan daya baterai di sistem penyimpanan.

Gambar Header: Depositphotos.com

Laporan Mulesoft: Kebutuhan Inovasi IT Diprediksi Melonjak Pasca Pandemi

Kebutuhan inovasi IT diprediksi menjadi urgensi baru bagi perusahaan usai pandemi Covid-19 mereda. Temuan ini disampaikan dalam laporan Mulesoft Connectivity Benchmark 2021 berdasarkan hasil wawancara dengan 800 pemimpin IT di dunia, baik dari perusahaan publik maupun swasta, yang memiliki sekitar 1.000 karyawan.

Dalam laporan ini, ada lima temuan besar yang menarik bagi para Chief Information Officer (CIO) maupun orang IT. Pertama, pandemi memunculkan tipping point terhadap kebutuhan IT. Penerapan kerja remote maupun Work From Home (WFH) akibat pandemi memicu kebutuhan IT yang lebih besar.

Perusahaan mengandalkan IT untuk mempercepat proses pengalihan kerja remote. Kondisi ini justru memberikan tekanan luar biasa bagi tim IT untuk bergerak lebih gesit. Karena upaya ini menyita sebagian besar waktu mereka, pelaku IT banyak tertinggal atau gagal menyelesaikan proyeknya. Laporan menyebutkan hanya 37% perusahaan mampu menyelesaikan proyek yang diminta di 2020 atau 4 dari 10 tim IT dapat memenuhi seluruh komitmen proyek.

Tantangan lainnya adalah pertumbuhan budget IT tidak selaras dengan urgensi kebutuhan. Rata-rata anggaran IT diestimasi naik tipis ke 5,84% di 2021 dari 5,62% di 2020. Menurut responden, pihaknya diminta menyelesaikan 30% proyek tahun ini, tetapi anggarannya diestimasi hanya naik tak sampai 6%.

Tantangan integrasi memperlambat transformasi

Kedua, pandemi memberi tekanan pada perusahaan untuk mengintegrasikan sistem, aplikasi, dan data. Sayangnya, 87% responden menilai upaya integrasi memunculkan tantangan yang dapat memperlambat transformasi. Padahal integrasi merupakan faktor kritikal dalam menentukan kecepatan transformasi digital bagi seluruh industri. 

Alhasil, perusahaan terpaksa menghabiskan waktu dan biaya untuk mengatasi tantangan integrasi. Rata-rata perusahaan menghabiskan rata-rata sebesar $3,5 juta untuk tenaga kerja IT baru, di mana lebih dari sepertiga waktu dihabiskan untuk menyelesaikan integrasi.

Selain itu, sebanyak 77% responden juga menilai bahwa kegagalan transformasi digital bakal berdampak pada pendapatan perusahaan. Hal ini karena transformasi digital diyakini dapat berdampak terhadap pendapatan perusahaan di masa depan.

“Ambil contoh di sektor jasa keuangan di mana telah terjadi pergeseran perilaku konsumen yang cukup signifikan ke layanan mobile dan online selama 12 bulan terakhir. Dalam konteks ini, 89% responden mengaku akan ada pengaruh negatif terhadap pendapatan,” ungkap laporan tersebut.

Sistem lama menyulitkan transformasi secara agile

Ada tiga tantangan utama yang dihadapi perusahaan yang melakukan transformasi digital. Sebanyak 34% responden menilai bahwa warisan infrastruktur IT lama (legacy) menjadi tantangan terbesar yang dapat menghalangai perusahaan untuk menciptakan inisiatif digital baru.

Kemudian, 30% responden menyebut risk management, compliance, dan legal implication sebagai tantangan terbesar kedua. Di urutan ketiga, alokasi budget dan SDM menjadi tantangan utama selanjutnya.

Selain itu, silo data menurut 90% responden dan warisan infrastruktur IT yang lama (legacy) bagi 60% responden, dinilai mempersulit integrasi ke teknologi baru dan membuat perusahaan sulit bertindak secara agile. Sebanyak 70% responden bahkan menilai legacy IT menjadi tantangan sulit bagi industri healthcare dan 68% di asuransi.

Di balik itu semua, transformasi digital diyakini dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan engagement dan inovasi pelanggan, serta penyelesaian proyek yang lebih cepat.

API menghasilkan pendapatan baru

Temuan keempat, sebanyak 96% responden dilaporkan telah mengimplementasi API, yang mana sebagian besar digunakan untuk melakukan integrasi dan menjalankan proyek baru. Dengan kebutuhan tersebut, setidaknya 27% responden menyebut telah meraup pendapatan dari implementasi API.

Laporan ini juga menemukan bahwa penggunaan API dapat berpengaruh terhadap sejumlah aspek penting bisnis. Misalnya, peningkatan produktivitas (59%), self-service (48%), dan peningkatan inovasi (46%). Selain itu, API juga memberikan manfaat lain, yaitu penurunan biaya operasional, peningkatan keterlibatan karyawan, dan pertumbuhan pendapatan (28%).

Terakhir, laporan ini juga menyebutkan bahwa data menjadi aspek penting dalam proses integrasi. Dari berbagai peran yang dibutuhkan untuk melakukan integrasi besar, data scientist berada di urutan teratas bagi 47% responden, naik dari 38% di 2020.

“Data menjadi jantung dari setiap rencana investasi. Maka itu, data scientist dan proyek yang berfokus pada big data dan analitik diperkirakan menjadi fokus utama perusahaan ke depannya,” ungkap laporan ini.

Laporan ini merekomendasikan tim IT untuk dapat memenuhi kebutuhan integrasi dari tim bisnis. Menurut surveinya, banyak perusahaan kini mulai mengembangkan tools sendiri untuk memperlengkapi tim bisnisnya melakukan integrasi aplikasi dan sumber data.

Selain cloud (57%) dan sistem keamanan (53%), sebanyak 45% responden menyebut analitik data dan 43% responden pada integrasi big data sebagai prioritas investasi perusahaan di 2021.

Biznet Gio Perkenalkan NEO WEB, Layanan Komputasi Awan untuk UMKM

Biznet Gio, anak usaha dari Biznet yang bergerak di bidang penyediaan layanan komputasi awan merilis NEO WEB, sebuah platform infrastruktur situs web untuk menjangkau pelaku usaha UMKM dan individu yang ingin bertransformasi digital. Potensi yang masih luas, terlebih momentum yang pas di tengah pandemi, memutuskan Biznet Gio untuk terjun ke segmen ini.

Dalam konferensi pers virtual yang digelar hari ini (31/3), CEO Biznet Gio Dondy Bappedyanto menerangkan, NEO WEB adalah infrastruktur terintegrasi bagi UMKM dengan berbagai layanan yang lengkap dalam sebuah ekosistem. Selain performa dan kecepatan, diperlukan rasa aman pada diri pelanggan saat meletakkan datanya pada Biznet Gio.

“Kita lihat jumlah UMKM di Indonesia ada banyak sekali, kalau ingin melakukan transformasi digital sendiri biayanya akan besar sekali. Maka dari itu kami ingin bantu mereka percepat transformasi digital, apalagi sekarang masih pandemi jadi sudah seharusnya go digital,” kata Dondy.

NEO WEB sudah diluncurkan sejak Februari 2021, memiliki ragam fitur seperti NEO Web Hosting, NEO Dedicated Hosting, NEO Domain, NEO DNS, hingga NEO Web Space yang merupakan layanan pembuatan situs secara mandiri dengan model Graphical User Interface dan Drag & Drop. Harga yang dibanderol mulai dari Rp10 ribu per tahun untuk layanan NEO Domain dan Rp20 ribu per bulan untuk NEO Web Hosting.

Walau harga terjangkau, pada layanan NEO Web Hosting, pelanggan sudah mendapatkan nama domain, kapasitas yang besar untuk meletakkan situs web, hingga sertifikat Secure Socket Layer (SSL). Untuk kebutuhan yang lebih besar, pelanggan dapat upgrade ke layanan NEO Dedicated Hosting atau Cloud Server yang dimiliki Biznet Gio dengan merek NEO.

“Target kita ingin menjangkau UMKM yang butuh infrastruktur digital yang berkualitas dengan harga terjangkau karena banyak dari mereka yang ingin transformasi digital tapi bingung caranya bagaimana dan pakai layanan apa,” tambah VP Sales and Marketing Biznet Gio Cornelius Hertadi.

Diharapkan NEO WEB pada tahun ini dapat menjangkau pelanggan baru antara 80 ribu sampai 100 ribu pelaku UMKM, dari posisi saat ini 20 ribu UMKM.

Resmikan pusat data ketiga

Dalam waktu bersamaan, perusahaan juga mengumumkan kehadiran pusat data ketiga yang berlokasi di Banten untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang memerlukan fitur ketersediaan (availability) yang tinggi serta penyimpanan data pada lebih dari satu pusat data. Pusat data pertama dan kedua berada di Jakarta (MidPlaza) dan Jawa Barat (Technovillage, Cimanggis).

“Pengembangan pada pusat data ketiga yang terletak di Banten merupakan bentuk komitmen untuk menjadi pemain komputasi awan lokal yang dapat bersaing dengan pemain-pemain luar yang mulai berdatangan di Indonesia, dengan terus menghadirkan layanan dan fitur yang sesuai dengan standar industri,” tutur Dondy.

Keunggulan lain yang diusung Biznet Gio adalah konektivitas antar pusat data melalui jaringan tertutup (private network) sebesar 10 Gbps tanpa melewati jaringan internet, yang diberikan tanpa biaya tambahan ataupun instalasi tambahan kepada pelanggan.

Dari sisi lokasi, karena terletak di provinsi yang berbeda, pelanggan dapat membuat lingkungan produksi (production environment) pada satu pusat data dan lingkungan cadangan (backup environment) atau Disaster Recovery Site pada pusat data lain dari layanan Biznet Gio.

Sementara dari sisi keamanan, perusahaan baru mengantongi sertifikasi SOC Type II pada awal bulan ini yang menyatakan bahwa Biznet Gio telah menerapkan aspek trust service service categories untuk privasi dan keamanan pelanggan pada layanan komputasi yang ditawarkan. Sertifikasi ini melengkapi yang sebelumnya yakni ISO 27001 dan PCI-DSS.

Dondy menuturkan akan ada pusat data berikutnya yang sedang disiapkan perusahaan untuk menjangkau lebih banyak pelanggan. “Kami juga sedang mempersiapkan sertifikasi keamanan data tambahan lainnya.”

Saat ini perusahaan dan Biznet Group yang lain, tengah mempersiapkan Edge Computing untuk pemerataan akses konten digital di beberapa kota di Indonesia, yang diharapkan rampung pada akhir 2021.

“Dengan meningkatnya kebutuhan akses konten digital yang terjadi di seluruh daerah di Indonesia, kami ingin mendekatkan konten-konten tersebut kepada para pengguna dengan layanan Edge Computing yang sedang kami kembangkan saat ini. Harapannya pengguna internet di daerah akan merasakan pengalaman akses yang sama dengan pengguna yang ada di Jakarta,” tutup Dondy.