Memetik Tiga Pelajaran dari Ekspansi Lalamove untuk Kuasai Logistik di Asia Tenggara

Industri e-commerce di Asia Tenggara telah tumbuh begitu pesat dengan tingkat transaksi yang selalu berlipat ganda tiap tahunnya. Inovasi di berbagai sisi dilakukan demi meningkatkan kepuasan konsumen, sekaligus untuk efisiensi.

Di satu sisi, inovasi yang dilakukan industri logistik belum bisa menyamai. Padahal industri ini adalah salah satu ekosistem pendukung e-commerce dengan peran yang vital karena berkaitan penuh dengan unsur efisiensi.

Lalamove mengambil peluang tersebut dengan menjadikan diri sebagai on demand logistik, mengangkat teknologi sebagai DNA. Alhasil, memosisikan Lalamove untuk mitra perusahaan yang ingin mengedepankan kecepatan layanan kepada konsumen tanpa harus berinvestasi di segmen yang mereka kurang mengerti.

Dalam diskusi singkat di Echelon Asia Summit 2019 pada akhir bulan lalu, Managing Director of International Lalamove Blake Larson memaparkan berbagai hal yang bisa dipetik lewat ekspansinya di Asia Tenggara. Bagaimana perusahaan menjembatani semua kebutuhan yang terfragmentasi di tiap negara.

“Kami sangat ingin memberdayakan usaha lokal yang sudah mereka kuasai. Lalamove menjadi mitra saat mereka ingin mengembangkan bisnisnya. Jadi saat musim puncak, mitra tidak ada armada yang mencukupi, kami bisa bantu,” terang Larson.

Lalamove memiliki armada terlatih yang bisa membantu mitra mengatur dan melakukan pengiriman sesuai kebutuhan dengan berbagai moda. Larson menyebut perusahaan sudah berdiri sejak 2013 di Hong Kong. Lalu ekspansi ke berbagai negara seperti Thailand, Vietnam, Filipina, Malaysia, Singapura, Taiwan, Cebu, India, dan Tiongkok.

Di Indonesia, Lalamove baru meresmikan kehadirannya pada akhir tahun lalu. Secara total Lalamove hadir di lebih dari 150 kota di Asia Pasifik, dengan total armada lebih dari 2 juta dan 15 juta konsumen terdaftar. Perusahaan telah menyandang status unicorn berkat pendanaan yang diterima Seri D senilai US$300 juta pada awal tahun ini.

Teknologi sebagai DNA perusahaan

Lalamove membedakan diri dengan perusahaan logistik pada umumnya karena sepenuhnya menggunakan teknologi. Larson menjelaskan sebagai perusahaan dengan pertumbuhan yang pesat, salah satu tantangan yang dihadapi adalah memastikan sisi permintaan armada selalu terpenuhi seiring bertambahnya jumlah konsumen.

Di saat yang sama, juga memastikan bagaimana Lalamove bisa tetap memberikan pengalaman terbaik untuk para pengguna dan pengemudinya. Oleh karena itu, perusahaan sangat bergantung pada data untuk mengintegrasikannya melalui API.

Dia mencontohkan, berdasarkan variasi rute perjalanan yang diambil pengemudi, perusahaan bisa memberikan rekomendasi rute terbaik untuk pengiriman tercepat. Atau merekomendasikan pengemudi yang tepat apabila ada kebutuhan khusus dari mitra.

“Teknologi memungkinkan kita untuk memberikan pengalaman seamless dan serba otomatis, pengguna dan pengemudi dapat mengirim dan menerima permintaan pengiriman yang nyaman, tahu persis berapa biayanya dan membayarnya melalui berbagai opsi pembayaran.”

Isu ini terjadi di India. Saat melakukan riset di lapangan, ternyata kompetisi logistik di sana begitu tinggi karena tidak ada pengemudi yang secara khusus melayani suatu perusahaan. Mereka berkumpul dan menunggu pesanan datang. Apabila hanya ada satu, bisa saling berebut. Sehingga bisa jadi seorang pengemudi tidak mendapat pesanan sama sekali sampai berhari-hari.

Sentuhan manusia selalu dibutuhkan dan paling utama

Larson menekankan perusahaan selalu membutuhkan sentuhan manusia, meski DNA perusahaan berbasis teknologi. Sentuhan manusia ini berdampak penuh pada retensi pengguna dan pengemudi itu sendiri.

“Meskipun teknologi membantu kami meningkatkan efisiensi operasional dan bisnis, sentuhan manusia masih penting ketika berbicara cara meningkatkan pengalaman pengguna.”

Pengalaman online baik melalui API, aplikasi atau lainnya hanya memiliki porsi 10%. Sementara 90% sisanya secara offline terletak di sisi pengemudi dan pengguna. Hal ini mengakibatkan dari sisi inovasi cukup kontras, perusahaan lebih banyak menggunakan pendekatan branding dengan menempelkan banyak stiker di armada mereka.

Strategi ini dianggap lebih jitu karena bisa menangkap konsumen yang dibidik, daripada beriklan di situs online. Strategi tersebut dilakukan perusahaan untuk mengembangkan bisnisnya di Tiongkok. Disebutkan ada lebih dari 400 ribu armada yang memasang stiker Lalamove.

Penyesalan memilih Singapura daripada Indonesia

Larson ditanya mengenai penyesalan apa saja yang dia harapkan bisa diperbaiki untuk Lalamove, menariknya dia menjawab bahwa dirinya menyesal lebih memilih Singapura daripada Indonesia sebagai negara kedua ekspansinya.

Pada awal berdiri, perusahaan berupaya untuk ekspansi dengan cepat. Namun pemilihan negara lebih dikarenakan kompetitor dengan model bisnis yang sama menyasar negara-negara tersebut.

“Kami masuk ke Singapura sebagai negara kedua. Saya berharap [seharusnya] ke Indonesia lima tahun lalu, bukan Singapura karena di sini tidak ada [masalah] apa-apa. Ini seperti negara dengan pangsa pasar terbesar melawan yang kecil.”

Meskipun demikian, dari seluruh negara yang kini sudah dimasuki Lalamove, Manila menjadi kota yang paling menguntungkan. Pertumbuhan di sana berkali-kali lipat lebih cepat dari kota lainnya, malah diklaim perusahaan sudah meraup untung daripada di Singapura.

Pencapaian lainnya, seperti di Bangkok, Lalamove menjadi pemain terdepan untuk pengiriman kurir makanan. Dari pencapaian tersebut, perusahaan banyak memiliki mitra restoran yang mengandalkan armada Lalamove untuk mengirim pesanan ke konsumen.

Sebagai unicorn, Lalamove tentunya memiliki kesempatan yang lebih besar untuk monopoli pasar Asia Tenggara. Namun Larson lebih memilih untuk memberikan lebih banyak pilihan untuk konsumen. Kunci memenangkan pasar di sini bukan perang harga memberikan harga termurah, tapi dengan memberikan kualitas.

“Kuncinya adalah memberikan harga yang kompetitif dan menambahkan banyak value. Bagi pemilik bisnis, bukan hanya soal dapat diandalkan, transparan, dan aman. Kami memberikan tim yang khusus didedikasikan untuk mereka.”

Terlebih, dalam industri logistik ada banyak jenis pengiriman tersedia dan kompleks. Yang mana tidak semua jenis tersebut harus dikuasai oleh Lalamove. Seperti pengiriman makanan saja, penanganannya beda dengan mengirim furnitur. Monopoli menurutnya membuat pasar jadi tidak sehat karena konsumen tidak memiliki banyak pilihan untuk membandingkan.

DStour #66: Menikmati “Transformer Room” di Kantor iLotte

Platform e-commerce iLotte memiliki kantor baru yang memiliki ruang kerja yang luas dengan ruangan berbagai fungsi. Mengedepankan konsep ruang open space dengan desain minimalis, kantor pusat iLotte dilengkapi dengan play room, transformer room, hingga locker khusus untuk menyimpan barang bawaan pegawai. Dipandu CMO iLotte Ardi Sudarto, simak liputan DStour kali ini.

Priceprice Targetkan Milenial, Hadirkan Perbandingan Harga Investasi Emas

Platform penjualan emas sedang ramai diminati, terutama bagi para milenial yang kian sadar akan pentingnya investasi. Layanan pembanding harga Priceprice mencoba menawarkan solusi untuk mendapatkan deal terbaik dengan menghadirkan kategori perbandingan harga investasi emas.

Untuk mengeksekusi fitur ini, Priceprice berafiliasi dengan Interspace sebagai third party dalam pembaruan harga di platform. Pihaknya juga memberikan garansi bahwa harga yang tertera di platform mengalami pembaruan secara real time.

Bersaing ketat dengan layanan sejenis, Account Manager Priceprice Indonesia Laras mengakui timnya sedang berusaha meningkatkan kualitas pengalaman pelanggan pada situs mereka.

“Tampilan website kita memang masih cenderung classified dan tidak terlalu milenial, tapi bulan depan kita akan mulai proses reframe,” tambahnya.

Mulai beroperasi di awal tahun 2018, Priceprice mengklaim telah mengalami peningkatan signifikan. Hal ini terlihat dari rata-rata unique user sebanyak 10 juta, naik dua kali lipat dari tahun sebelumnya, dan sudah dilihat sebanyak 55 juta kali, meningkat hampir delapan kali lipat selama kurang lebih satu tahun.

Priceprice telah membandingkan total tiga juta produk dari dua ribu toko dalam 50 kategori. Dari segi monetisasi, pihaknya mengaku selama ini mendapatkan penghasilan dari brand yang memasang native ads serta afiliasi dengan platform e-commerce.

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak Officially Launches BukaGlobal

Bukalapak is finally launch BukaGlobal, a service/feature that allows overseas buyers making transaction or purchasing items from Bukalapak. This is an effort from the company to expand business to global. The first five countries they target are Singapore, Malaysia, Hongkong, Taiwan, and Brunei Darussalam.

BukaGlobal can be useful for SMEs to get opportunity in global market. This innovation is part of Bukalapak’s solution to the challenges faced by SMEs, particularly in getting access of the current market and reliable infrastructure,” Fajrin Rasyid as Bukalapak’s President said.

Launched in Singapore on Monday (5/20), the latest service is not only have access to global market by connecting sellers with overseas buyers, but also develop logistics ecosystem by having partnership with those capable of fast and high-quality shipment. It’s expected to be impactful to the rise of SME and Indonesia’s digital economic growth.

“The Indonesian government is very supportive to Bukalapak‘s latest initiative in line with their program to provide facilities to increase export potential for SMEs, such as vocational program, a complete internet infrastructure development, and business mentoring in synergy. With the collaboration between e-commerce and traditional business, SME industry should be improved, therefore, Indonesia can lead the digital economy growth in Southeast Asia,” Minister of Communication and Informatics (Menkominfo) Rudiantara said at the launching.

BukaGlobal feature will be available for five selected countries in May 20th 2019. It’s still possible for country expansion. Currently, the latest innovation provides delivery service from 0.5 kg with variant rate and time (estimated for 6-11 day) based on the destination.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak Resmikan BukaGlobal

Bukalapak akhirnya meresmikan BukaGlobal, sebuah layanan/fitur yang memungkinkan pembeli dari luar negeri bertransaksi atau membeli produk di Bukalapak. Inovasi ini juga menjadi salah satu upaya perusahaan untuk membuka akses bagi para pelaku usaha dalam memperluas jangkauan bisnisnya ke luar negeri. Lima negara pertama yang dijangkau BukaGlobal adalah Singapura, Malaysia, Hongkong, Taiwan dan Brunei Darussalam.

BukaGlobal dapat dimanfaatkan para pelaku usaha kecil untuk mendapatkan peluang merambah pasar global. Inovasi ini adalah bentuk dari solusi yang dihadirkan Bukalapak untuk menjawab tantangan pelaku usaha kecil saat ini, terutama dalam mendapatkan akses pasar dan infrastruktur yang dapat diandalkan,” terang Presiden Bukalapak Fajrin Rasyid.

Diresmikan di Singapura Senin (20/5), layanan baru Bukalapak ini tidak hanya memberikan akses ke pasar global dengan menghubungkan penjual dengan konsumen dari luar negeri, tetapi juga turut membangun ekosistem logistik dengan menggandeng mitra untuk memberikan layanan pengiriman yang cepat dan berkualitas. Harapannya inovasi yang dilakukan dapat berdampak pada kemajuan usaha kecil dan pertumbuhan ekonomi digital Indonesia.

“Pemerintah Indonesia sangat mendukung inisiatif terbaru Bukalapak yang sejalan dengan program pemerintah untuk memberikan fasilitas percepatan dalam meningkatkan potensi ekspor pasar usaha kecil, seperti program vokasi, pembangunan infrastruktur internet yang menyeluruh, dan pelatihan bisnis kewirausahaan yang terus dilakukan secara sinergis. Dengan kolaborasi antara e-commerce dan pelaku usaha tradisional diharapkan akan memajukan industri usaha kecil sehingga Indonesia dapat memimpin pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara,” terang Menkominfo Rudiantara yang dalam acara peluncurkan BukaGlobal.

Fitur BukaGlobal mulai bisa dimanfaatkan pengguna di lima negara terpilih mulai tanggal 20 Mei 2019. Tidak menutup kemungkinan jumlah jangkauan negara BukaGlobal akan terus bertambah. Saat ini inovasi terbaru dari Bukalapak ini melayani pengiriman barang mulai dari 0,5 kg dengan tarif dan waktu pengiriman bervariasi (pengiriman diperkirakan 6-11 hari) disesuaikan dengan piihan destinasi tujuan konsumen.

Application Information Will Show Up Here

Kejora Ventures Involves in Sorabel Funding

In early May 2019, Sorabel fashion commerce is said to receive Pre Series C from some investors. One of them is Kejora Ventures through its investment arm Kejora-Intervest Growth Fund. Andy Zain as Kejora’s Founder and Managing Partner confirms to DailySocial that their team has involved in Sorabel’s latest funding.

Zain said, the fresh funding is to tighten Sorabel’s cash position. In addition, it’s to intensify promotion of rebranding activities. Sorabel is a new brand since early 2019, a rebranding of Sale Stock.

The team leaks no further detail on this funding. Lingga Madu as the Founder & CEO of Sorabel said, “Rebranding is a complicated and challenging process, therefore, we’ve got enough support from internals and externals. We can only say it includes financial support.”

He also mentioned, the rebranding went well. Starts from internal research, Sorabel’s brand perception indicator has surpassed Sale Stock’s, within three months. Lately, Sorabel took the fifth position in Google Play in Shopping (free) category in Indonesia, with Shopee, Tokopedia, Lazada, and Bukalapak.

“Last year we decided to make a rebranding from Sale Stock to Sorabel, the name reflects consistency on our strategy to become the main destination of fashion lifestyle,” he added.

In order to set the business in the front gate of fashion commerce, some strategies are served. Using a new innovation called “Coba Dulu Baru Bayar”, the courier will wait for 15 minutes for consumer to try on the products. Then, they only have to pay for those fit their size and return the unsuitable ones, without additional cost.

“Many of the customers order two sizes for the same product, and return the ones that didn’t fit,” he said.

In the mid 2017, Sale Stock receives Series B funding from some investors, includes Gobi, Alpha JWC Ventures, Convergence Ventures, KIP, MNC, and SMDV worth of 360 billion Rupiah. In 2018, precisely their third anniversary, they claimed to achieve the break even point (BEP).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Kejora Ventures Konfirmasi Keterlibatan di Pendanaan Sorabel

Awal Mei 2019 lalu, layanan fashion commerce Sorabel dikabarkan telah membukukan pendanaan Pra-Seri C dari sejumlah investor. Salah satu yang terlibat dalam pendanaan tersebut adalah Kejora Ventures melalui instrumen pendanaannya Kejora-Intervest Growth Fund. Founder & Managing Partner Kejora Andy Zain memberikan konfirmasi ke DailySocial bahwa pihaknya berpartisipasi dalam putaran pendanaan terbaru Sorabel ini.

Dalam pernyataannya Andy menuturkan, modal baru yang disuntikkan tersebut akan diperuntukkan untuk memperkuat posisi cash Sorabel. Selain itu dana juga akan digunakan untuk meningkatkan promosi dalam aktivitas rebranding. Sorabel adalah brand baru, berubah awal tahun ini, yang diusung perusahaan yang sebelumnya bernama Sale Stock.

Pihak Sorabel memilih tidak berkomentar terkait pendanaan tersebut. Co-Founder & CEO Sorabel Lingga Madu kepada DailySocial memaparkan, “Proses rebranding tentunya pekerjaan yang sangat besar dan menantang, untuk itu kami mendapatkan dukungan penuh baik dari pihak internal dan eksternal. Kami hanya bisa menjelaskan bahwa salah satu bentuk dukungan yang diberikan tentunya adalah secara finansial.”

Ia turut menerangkan, rebranding yang dilakukan berjalan sangat baik. Dari riset internal yang dilakukan, dalam tiga bulan indikator persepsi brand Sorabel sudah bisa melampaui Sale Stock. Dalam beberapa waktu terakhir, aplikasi Sorabel berada di posisi kelima Google Play kategori Shopping (Free) di Indonesia, bersanding dengan Shopee, Tokopedia, Lazada, dan Bukalapak.

“Tahun lalu kami memutuskan untuk melakukan rebranding dari Sale Stock ke Sorabel, nama Sorabel lebih konsisten dengan strategi kami untuk menjadi destinasi utama fashion lifestyle,” ujarnya.

Untuk membuat bisnisnya tetap berada di garda depan dalam fashion commerce, banyak strategi yang terus digencarkan Sorabel. Dengan inovasi “Coba Dulu Baru Bayar”, kurir akan menunggu 15 menit agar konsumen bisa mencoba baju atau sepatu yang dipesan. Selanjutnya konsumen hanya perlu membayar barang yang cocok dan bisa mengembalikan barang yang tidak cocok ke kurir, tanpa biaya tambahan.

“Banyak dari customer Sorabel yang memesan dua ukuran untuk barang yang sama, lalu mengembalikan langsung ke kurir ukuran yang tidak sesuai,” terang Lingga.

Pada pertengahan 2017, Sale Stock memperoleh pendanaan seri B+ dari sejumlah investor, termasuk Gobi, Alpha JWC Ventures, Convergence Ventures, KIP, MNC, dan SMDV bernilai 360 miliar rupiah. Pada tahun 2018, tepat tiga tahun berdiri, pihaknya mengklaim telah mencapai break even point (BEP).

Application Information Will Show Up Here

Memahami Strategi Platform Fashion Commerce Membangun Toko-Toko Ritel

Kehadiran layanan e-commerce yang sempat menjamur sepanjang dua tahun terakhir cukup mengguncang industri ritel (offline). Bisnis brick and mortar, istilah yang banyak digunakan untuk toko offline, dituntut mengubah model bisnis mereka dengan melakukan pendekatan secara online dan memanfaatkan media sosial untuk menjalin hubungan dengan pengunjung.

Besarnya pengeluaran yang harus disisihkan, menurut data Aprindo ritel besar memberikan kontribusi pajak yang signifikan, tidak dibarengi dengan pemasukan yang seimbang.

Laporan keuangan emiten yang dipublikasikan dan diolah Katadata menunjukkan 10 emiten sektor ritel pada 2017 perlambatan pertumbuhan pendapatan dibanding pada 2013. Total penjualan 10 emiten ritel (Matahari Putra Prima, Ramayana, Supra Boga, Midi Utama, Electronic City, Hero, Matahari Department Store, Sumber Alfaria Trijaya, Mitra Adiperkasa, dan Ace Hardware) pada 2017 hanya tumbuh 6,41% dari tahun sebelumnya, padahal pada 2013 mampu mencatat pertumbuhan lebih dari 21% dibanding tahun sebelumnya.

Gaya hidup dan kebiasaan konsumen sudah mengalami pergeseran, seiring dengan makin maraknya penjualan secara online yang sediakan platform e-commerce.

Mulai buka toko offline

Tidak dapat dipungkiri, untuk sejumlah variasi produk tertentu, seperti fesyen, gadget, dan grocery, masyarakat masih menyukai pengalaman berbelanja langsung di toko. Melihat kebutuhan tersebut, sejumlah layanan e-commerce kemudian menerapkan skema online-to-offline dengan mendirikan toko offline di kota-kota besar.

Menurut VP of Corporate Relations GK-Plug and Play Indonesia Mercy Setiawan, O2O akan menjadi suatu konsep yang mencolok karena teknologi merupakan hal yang tidak terelakkan dalam kehidupan sehari-hari. Tingginya kebutuhan untuk kenyamanan merupakan fenomena yang besar di masa mendatang.

“O2O e-commerce adalah bisnis strategi yang dirancang untuk membawa online customer ke lokasi offline store, serta menciptakan pengalaman digital yang seamless baik sebelum transaksi, pada masa pembelian, serta setelah transaksi berakhir.”

DailySocial mencatat setidaknya dua layanan fashion commerce yang cukup rutin mendirikan toko offline di kota-kota besar di Indonesia. Mereka adalah Berrybenka dan Hijup. Keduanya menyasar kalangan perempuan, termasuk busana muslim.

Berrybenka telah mendirikan 25 toko offline di berbagai kota-kota besar di Indonesia. Melalui Hijabenka, Berrybenka juga meresmikan toko offline pertamanya yang menyasar busana muslim di Mall Kota Kasablanka Jakarta.

“Kami mencatat perkembangan Hijabenka yang cukup signifikan, yakni hampir 150% dari tahun ke tahun. Hijabenka, yang sebelumnya mendompleng berjualan di dalam toko offline Berrybenka sejak awal tahun 2016, saat ini dirasa cukup mapan untuk dapat berdiri sendiri di pasar retail,” kata CEO Berrybenka Jason Lamuda.

Jason menambahkan, sejak kuartal keempat 2018, Hijabenka tak lagi menjual pakaian muslim yang berasal dari brand lain. Hijabenka fokus mengembangkan pakaian yang didesain desainer lokal dengan brand Hijabenka.

Melihat animo masyarakat terhadap strategi omni-channel yang telah dijalankan Berrybenka, Jason yakin strategi ini akan sukses diterapkan Hijabenka. Secara online, selain melalui platform-nya sendiri, Berrybenka dan Hijabenka juga sudah hadir di beberapa marketplace besar, seperti Zalora dan Shopee.

Serupa dengan Berrybenka, Hijup aktif menjangkau kota-kota besar di Indonesia dan telah memiliki 12 offline store di Indonesia dan 1 offline store di Malaysia. Menurut CEO Hijup Diajeng Lestari, hadirnya Hijup Store di berbagai kota besar di Indonesia mempengaruhi pertumbuhan bisnis Hijup secara keseluruhan hingga tiga kali lipat.

“Seiring dengan semangat Hijup untuk memberikan berbagai kemudahan bagi muslimah untuk menjadi versi terbaik dari dirinya, Hijup Store ini diharapkan dapat melengkapi hari seseorang sehingga bisa berpenampilan baik, merasa nyaman, dan berkegiatan produktif serta menyebarkan kebaikan.”

Layanan e-commerce lain yang juga mendirikan toko ritel offline adalah Muslimarket. Melalui brand Suqma yang diluncurkan pada tahun 2017 lalu, Suqma hadir sebagai modest fashion brand dengan menyediakan berbagai modest attire hasil karya desainer muslim Indonesia. Saat ini Suqma sudah membuka tiga gerainya di pusat perbelanjaan Indonesia, dua di Jakarta dan satu di Surabaya.

“Jadi offline tersebut masih merupakan satu distribusi channel yang harus kita miliki. Saya pribadi melihat offline masih menjadi kesempatan yang besar di Indonesia, dikarenakan kultur masyarakat yang masih sangat offline walaupun kehadiran online sudah sangat berkembang,” kata CEO Muslimarket Riel Tasmaya.

Antusiasme masyarakat yang tinggi terhadap kehadiran pop-up store dan bazaar menjadi pemicu tambahan dari para pemain online store untuk membuka sedikitnya satu offline flagship store agar para pembeli lebih dapat mengenal brand positioning dan kualitas produk mereka.

“Pada saat ini, seiring berjalannya waktu, perlahan-lahan pasar Indonesia mulai teredukasi. Merasa lebih nyaman serta percaya untuk langsung membeli langsung secara online karena adanya refund, tukar size, hingga COD,” kata Mercy.

Tren masa depan

Menurut Ketua Umum idEA Ignatius Untung, usaha pemain online yang membangun offline store bertujuan menjemput bola konsumen yang belum terjangkau media online. Kalkulasi bisnisnya tidak bisa disamakan dengan acquisition cost melalui channel online.

“Semakin banyak player yang membangun offline channel akan makin memperkuat consumer based dan share of mind mereka di benak konsumen. Kami sebagai asosiasi (idEA) tidak ingin mencampuri terlalu jauh karena ini masuk ke ranah bisnis dan sepanjang tidak menyalahi aturan, sah-sah saja untuk dilakukan,” kata Untung.

Brand umumnya mengambil kesempatan untuk mengkombinasikan antara online dan offline ke dalam suatu pengalaman berbelanja yang seamless dan menyenangkan untuk para pembeli.

Untk mereka yang masih di tahap awal, level of engagement dengan para pembeli mereka lebih personal dan belum terlalu membutuhkan offline store.

“Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana online brand dapat memastikan bahwa keberadaan offline mereka adalah finalisasi 100% dari pembelian. Offline store juga harus memperhatikan ketersediaan stock yang ada, jangan sampai produk ada di online tapi tidak tersedia di toko offline,” kata Mercy.

Apakah Ada “Sesuatu” Antara Tokopedia dan Bridestory?

Hari ini, DealStreetAsia menerbitkan berita mengenai kemungkinan akuisisi 100 persen saham marketplace produk pernikahan ternama Bridestory oleh marketplace terkemuka Tokopedia. Dalam kegamangan informasi akan transaksi yang mungkin (atau tidak) terjadi, kabar burung telah menyebar. Ada setidaknya tiga sumber yang menginformasikan kepada kami soal ini sebelum DealStreetAsia mempublikasikan artikelnya, namun CEO kedua belah pihak masih enggan memberikan keterangan lebih lanjut.

Menanggapi pertanyaan DailySocial, CEO Bridestory Kevin Mintaraga menyatakan kami menerima “informasi yang salah”, sementara CEO Tokopedia William Tanuwijaya, dengan singkat mengungkapkan bahwa ia tidak menanggapi rumor pasar.

Sekalipun sama-sama menjadi marketplace, Tokopedia dan Bridestory memiliki pasar yang berbeda. Kecil kemungkinan tujuannya untuk akuisisi pegawai (mungkin beberapa pegawai bisa berbagi fungsi yang sama), karena Bridestory kini tengah mendominasi pasar. Perkiraan terdekat adalah mereka berkolaborasi dalam usaha mendominasi pasar masing-masing.

Tokopedia memiliki dana yang cukup di lumbung mereka, sementara menginformasikan ke media tentang langkah akuisisi bukanlah tradisi mereka. Kami menemukan adanya sebuah akuisisi (lebih tepatnya akuisisi pegawai) yang pernah dilakukannya namun tidak ada pernyataan resmi sampai saat ini.

Berdiri sejak tahun 2014, Bridestory digawangi oleh Mintaraga dan Doni Hanafi. Tanpa ada jumlah investasi yang diumumkan setelah melalui setidaknya empat putaran pendanaan, termasuk dari angel investor, DealStreetAsia menyebutkan valuasi Bridestory bisa mencapai $50 juta (lebih dari 700 miliar Rupiah) — jumlah yang belum seberapa dibandingkan Tokopedia yang menjadi startup dengan valuasi terbesar kedua di Indonesia senilai $7 miliar (lebih dari 100 triliun Rupiah) , setelah pendanaan teranyar yang dipimpin Softbank Vision Fund dan Alibaba akhir tahun kemarin.


Artikel asli dalam bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Is Something Really Brewing Between Tokopedia and Bridestory?

DealStreetAsia today comes up with a story about possible 100 per cent acquisition of leading wedding marketplace Bridestory by the leading general marketplace Tokopedia. While we still puzzle on why this transaction may (or may not) happen, we do hear similar thing from the street. At least three different sources have told us about this story way before DealStreetAsia publishes its article, but CEO from both side are not keen to share the details.

Answering DailySocial‘s question, Kevin Mintaraga, Bridestory’s CEO, said we receive “a wrong information”, while William Tanuwijaya, Tokopedia’s CEO, shortly said he doesn’t comment on market rumor.

While both are marketplace, Tokopedia and Bridestory serve different market. With low possibility of acqui-hire (some employees may share function in both companies), Bridestory is currently the market leader, one possible guess is they team up to dominate their respective market.

Tokopedia has sufficient cash in its war chest, while telling media about acquisition is not part of its culture. We recognize at least one acquisition (acqui-hire to be exact) has been made in the past and no official statement is released until today.

Founded in 2014, Bridestory is led by Mintaraga and Doni Hanafi. With no disclosed amount of total funding after at least four funding round, including angel round, DealStreetAsia said Bridestory’s likely valuation will be up to $50 million — a modest amount since Tokopedia has the second highest valuation among startups in Indonesia with $7 billion, after the latest funding led by Softbank Vision Fund and Alibaba last year.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here