“Indonesia Impact Fund” Debut, Beri Pendanaan ke Cakap

Setelah menerima pendanaan tahapan seri B tahun 2021 lalu senilai $10 juta (lebih dari Rp140 miliar Rupiah), platform edutech Cakap kembali mengantongi pendanaan tahapan lanjutan dari Indonesia Impact Fund (IIF). IIF resmi mengumumkan penutupan pertama untuk dana kelolaannya yang telah berlangsung di awal kuartal keempat 2021.

Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang diterima oleh Cakap kali ini. Dana segar ini selanjutnya akan dimanfaatkan oleh Cakap untuk memperkuat tujuan ekspansi perusahaan dalam upaya meningkatkan akses terhadap pendidikan berkualitas tinggi di tanah air secara menyeluruh, terutama wilayah di luar kota-kota besar.

“Kami bangga menyambut investasi dan kerja sama baru dengan Indonesia Impact Fund bersama Mandiri Capital Indonesia dan UNDP,” kata Co-founder & CEO Cakap Tomy Yunus.

Dana kelolaan berbasis nilai ESG

Dikelola oleh Mandiri Capital Indonesia, IIF merupakan dana kelolaan social impact swasta pertama di Indonesia yang berbasis pada nilai ESG (Environmental, Social, and Governance) dengan tujuan menciptakan kerja sama antar sektor publik dan swasta di dalam industri modal ventura. Dana kelolaan ini diikuti oleh sejumlah family offices, institusi swasta, serta bekerja sama dengan UNDP (United Nations Development Programme) dalam implementasi dan pengukuran dampak yang tepat dengan portofolio perusahaan.

“Kami percaya dengan inisiatif baru ini, IIF akan berperan sebagai katalisator di industri modal ventura dan pengelola pendanaan di Indonesia terhadap dampak sosial dan investasi berkelanjutan. IIF tidak hanya akan membawa keuntungan finansial namun juga menciptakan dampak pada masyarakat Indonesia secara keseluruhan,” ungkap CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro.

Mandiri Capital telah menunjuk Joshua Agusta, Direktur Pendanaan Ventura, untuk menjadi Fund Manager dan Partner di IIF. Pendanaan pertamanya dijalankan bersama Cakap, salah satu platform edukasi teknologi nonformal terbesar di Indonesia.

“Edukasi nonformal merupakan pasar dengan potensi besar yang belum sepenuhnya tergarap di Indonesia. Kami percaya dengan berinvestasi kepada perusahaan seperti Cakap, pendanaan kami akan berkontribusi menjembatani kesenjangan masyarakat Indonesia dalam kemampuan berbahasa asing dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara jangka panjang,” kata Joshua.

Menambah layanan dan fitur

Cakap mengembangkan aplikasi pembelajaran online dengan interaksi dua arah antara siswa dan guru melalui panggilan video dan percakapan teks. Konsep ini memungkinkan interaksi pembelajaran dua arah untuk pembelajaran life skill di seluruh Asia Pasifik. ​

Akhir tahun 2021 lalu Cakap telah meluncurkan Teacher Academy. Layanan tersebut berisi program pelatihan mengajar melalui platform online, dimulai untuk guru bahasa Inggris. Di dalamnya merangkum teknik mengajar komunikatif dan pemanfaatan teknologi. Solusi pembelajaran yang disediakan oleh Cakap memungkinkan personalisasi.

Selain layanan pembelajaran yang sudah ada, Cakap UpSkill juga diklaim mendapatkan respons baik dari masyarakat untuk mengurangi gap of competency di angkatan kerja Indonesia. Tercatat sudah lebih dari 100 ribu alumni dihasilkan dari program pelatihan yang menyasar beragam profesi mulai dari digital marketer, engineers, SMEs owner, sampai tenaga pariwisata.

“Kami masih akan fokus untuk memberikan dampak sosial bagi masyarakat di Indonesia lewat solusi-solusi yang sudah luncurkan sebelumnya, mulai dari pembelajaran bahasa lewat Cakap Language, peningkatan kemampuan di bidang vokasi lewat Cakap UpSkill, maupun program pemberdayaan pengajar lewat Cakap Teacher Academy,” kata Tomy.

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak Confirms Full Acquisition of Bolu Edtech Startup at 14.3 Billion Rupiah

Bukalapak confirms to acquire Bolu edtech (PT Belajar Tumbuh Berbagi) at $1 million (over 14.3 billion Rupiah). Bukalapak snags a full 11,340 shares through PT Kolaborasi Kreasi Investa (KKI) and PT Bina Unggul Kencana (BUK), and has completed since January 11th, 2022.

The confirmation was stated in its disclosure on the Indonesian Stock Exchange (IDX), along with the clarification of its nominal at $1 million not $1 billion.

“We intend to clarify that the share sale and purchase transactions made and by the selling shareholders of PT Learning Grow Sharing, PT Kolaborasi Kreasi Investa (KKI), and PT Bina Unggul Kencana (BUK) that occurred on November 4th, 2021 were related to the purchase of 100% The 11,340 shares of PT Belajar Tumbuh Bersama are worth USD 1,000,000 (One Million Dollars) not USD 1,000,000,000 (One Billion Dollars),” Bukalapak’s Corporate Secretary Perdana A. Saputro said.

He further said, “The information on the sale and purchase value of the shares is listed in the Addendum to the Conditional Shares Sale and Purchase Agreement signed by the selling shareholders of PT Learning to Grow Sharing, PT Belajar Tumbuh Bersama, KKI and BUK on January 11, 2022. This information will be uploaded later in the Q4 2021 Financial Report.”

Following this acquisition, Bolu’s operational office is now located not only in the Cengkareng area, West Jakarta, but also in Bukalapak’s head office which is located at the Metropolitan Tower Building, Cilandak.

Bukalapak’s road to edtech

Bolu, which stands for Belajar Online Yuk, is an edtech startup that was founded in 2018 by Sandi Pratama and Deka Adrai. Bolu focuses on being a community and online learning place for home business development. It is expected that online sellers can learn from each other and share experiences, therefore, they can continue to develop and transform digitally.

On our observation, this spirit is in line with Bukalapak’s main focus on building the MSME sector, through Bukalapak Partners, its main business driver. By the end of June 2021, the number of registered Partners reached 8.7 million, rising from 6.9 million at the end of December 2020.

Mitra Bukalapak’s revenue in the second quarter of 2021 grew 292% to Rp145 billion. Meanwhile, revenue in the first semester of 2021 rose 350% to IDR 290 billion. Its contribution to the company’s revenue increased from 12% in the second quarter of 2020 to 33% in the same quarter the following year.

Other startups acquired by Bukalapak

Aside from Bolu, Bukalapak has announced a series of acquisitions. Based on the company’s financial statements, the following is a list of completed acquisitions:

1. PT Onstock Solusi Indonesia

Bukalapak affiliates PT Kolaborasi Kreasi Investa (KKI) and PT Bina Unggul Kencana (BUK) signed a share purchase agreement with PT Onstock Solusi Indonesia (OSI) on September 2nd, 2021. Bukalapak bought 400 thousand shares or the equivalent of 100% ownership of OSI for Rp1 .45 billion. OSI is a SaaS startup that focuses on developing cloud-based stock management systems to help MSMEs do business neatly and automatically.

2. PT Ayo Tech Indonesia

KKI signed a share purchase agreement with PT Ayo Tech Indonesia (ATI) on August 12th, 2021. Bukalapak controls 51% ownership shares or 30,600 shares worth of Rp8.16 billion. ATI is engaged in trading and services business in Indonesia.

3. PT Kokatto Technology Global

KKI and BUK acquired PT Kokatto Teknologi Global (KTG) on November 2nd, 2021 for IDR 90.09 billion. Bukalapak controls 100% of the ownership shares or a total of 1,298 shares. However, the acquisition is held in stages, until no later than October 15, 2023. Kokatto is a provider of automated calling technology that is fast and effective in conveying business messages. This startup is led by Arsyah Rasyid.

4. Five Jack Co. Ltd

Five Jack Co. Ltd (FJ) was acquired by Bukalapak on April 30, 2021 through the issuance of new shares by FJ to FJ shareholders with a total share of 40,909 Series G shares. FJ is a company from South Korea that has a subsidiary in Indonesia, PT Five Jack (itemku). The aim of this acquisition is to expand the e-commerce business not limited to the game sector. As of September 30, 2021, Bukalapak owns 82,815 FJ shares or the equivalent of 100%.

5. PT Cloud Hosting Indonesia

Bukalapak acquired PT Cloud Hosting Indonesia for IDR 49.7 billion through the information technology infrastructure fixed assets transfer worth of IDR 53.3 billion. With this acquisition, Bukalapak obtained 486,531 shares of Cloud Hosting or equivalent to 13.35%.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bukalapak Konfirmasi Akuisisi Penuh Startup Edtech Bolu 14,3 Miliar Rupiah

Bukalapak mengonfirmasi akuisisi terhadap startup edtech Bolu (PT Belajar Tumbuh Berbagi) senilai $1 juta (lebih dari 14,3 miliar Rupiah). Bukalapak mengambil sepenuhnya 11.340 saham melalui PT Kolaborasi Kreasi Investa (KKI) dan PT Bina Unggul Kencana (BUK), dan telah rampung sejak 11 Januari 2022.

Konfirmasi tersebut disampaikan dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), sekaligus mengklarifikasi perilah nominal akuisisi bukan $1 miliar melainkan $1 juta.

“Kami bermaksud memberikan klarifikasi bahwa transaksi jual beli saham yang dibuat dan oleh pemegang saham penjual PT Belajar Tumbuh Berbagi, PT Kolaborasi Kreasi Investa (KKI), dan PT Bina Unggul Kencana (BUK) yang terjadi pada tanggal 4 November 2021 terkait dengan pembelian 100% saham-saham PT Belajar Tumbuh Berbagi, sebanyak 11.340 saham adalah senilai USD1,000,000 (Satu Juta Dollar) bukan senilai USD1,000,000,000 (Satu Miliar Dollar),” ucap Corporate Secretary Bukalapak Perdana A. Saputro.

Perdana melanjutkan, “Informasi nilai jual beli saham tersebut tercantum dalam Addendum Atas Perjanjian Jual Beli Saham Bersyarat yang ditandatangani oleh pemegang saham penjual PT Belajar Tumbuh Berbagi, PT Belajar Tumbuh Berbagi, KKI dan BUK pada tanggal 11 Januari 2022. Informasi ini akan di muat lebih lanjut dalam Laporan Keuangan Q4 2021.”

Dampak dari akuisisi ini, kantor operasional Bolu kini tak hanya di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat, juga menempati di kantor pusat Bukalapak yang bertempat di Gedung Metropolitan Tower, Cilandak.

Jalan Bukalapak merambah edtech

Bolu yang merupakan kepanjangan dari Belajar Online Yuk, adalah startup edtech yang sudah berdiri sejak 2018 oleh Sandi Pratama dan Deka Adrai. Bolu fokus sebagai komunitas dan tempat belajar online untuk pengembangan bisnis rumahan. Harapannya agar para penjual online dapat belajar dari satu sama lain dan berbagi pengalaman agar mereka dapat terus berkembang dan bertransformasi secara digital.

Bila dilihat, semangat tersebut selaras dengan fokus Bukalapak yang menjadikan sektor UMKM, melalui Mitra Bukalapak, sebagai motor bisnis utamanya. Pada akhir Juni 2021, jumlah Mitra yang telah terdaftar mencapai 8,7 juta, naik dari 6,9 juta pda akhir Desember 2020.

Pendapatan Mitra Bukalapak pada kuartal II 2021 tumbuh 292% menjadi Rp145 miliar. Adapun pendapatan pada semester I 2021 naik 350% menjadi Rp290 miliar. Kontribusi Mitra Bukalapak terhadap pendapatan perseroan meningkat dari 12% pada kuartal II 2020 menjadi 33% pada kuartal yang sama di tahun berikutnya.

Startup lainnya yang diakuisisi Bukalapak

Selain Bolu, Bukalapak telah mengumumkan serangkaian aksi akusisi. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, berikut daftar akuisisi yang telah rampung:

1. PT Onstock Solusi Indonesia

Entitas afiliasi Bukalapak PT Kolaborasi Kreasi Investa (KKI) dan PT Bina Unggul Kencana (BUK) menandatangani perjanjian jual beli saham dengan PT Onstock Solusi Indonesia (OSI) pada 2 September 2021. Bukalapak membeli 400 ribu lembar saham atau setara 100% kepemilikan OSI senilai Rp1,45 miliar. OSI merupakan startup SaaS yang berfokus pada pengembangan sistem manajemen stok berbasis cloud untuk membantu UMKM berbisnis lebih rapi dan serba otomatis.

2. PT Ayo Tech Indonesia

KKI menandatangani perjanjian jual beli saham dengan PT Ayo Tech Indonesia (ATI) pada 12 Agustus 2021. Bukalapak menguasai 51% saham kepemilikan atau 30.600 saham senilai Rp8,16 miliar. ATI bergerak dalam bidang usaha perdagangan dan jasa di Indonesia.

3. PT Kokatto Teknologi Global

KKI dan BUK mengakuisisi PT Kokatto Teknologi Global (KTG) pada 2 November 2021 senilai Rp90,09 miliar. Bukalapak menguasai 100% saham kepemilikan atau sejumlah 1.298 lembar saham. Namun, proses akuisisi dilakukan secara bertahap, sampai selambat-lambatnya 15 Oktober 2023. Kokatto adalah perusahaan penyedia teknologi panggilan otomatis yang cepat dan efektif dalam menyampaikan pesan bisnis. Startup ini dipimpin oleh Arsyah Rasyid.

4. Five Jack Co. Ltd

Five Jack Co. Ltd (FJ) diakuisisi oleh Bukalapak pada 30 April 2021 lewat penerbitan saham baru oleh FJ kepada pemegang saham FJ dengan total saham 40.909 lembar saham Seri G. FJ merupakan perusahaan asal Korea Selatan yang memiliki anak usaha di Indonesia, PT Five Jack (itemku). Tujuan dari akuisisi ini adalah untuk memperluas bisnis e-commerce tidak terbatas pada sektor gim. Pada 30 September 2021, Bukalapak memiliki 82.815 lembar saham FJ atau setara 100%.

5. PT Cloud Hosting Indonesia

Bukalapak mengakuisisi PT Cloud Hosting Indonesia senilai Rp49,7 miliar melalui pengalihan aset tetap infrastruktur teknologi informasi senilai Rp53,3 miliar. Atas akuisisi ini, Bukalapak mendapatkan hak kepemilikan saham Cloud Hosting sebanyak 486.531 saham atau setara 13.35%.

Edtech Startup Dibimbing Seeks Fresh Funding Through FundEx SCF Platform

Edtech startups Dibimbing seeks fresh funding through stock securities issuance at FundEx, a securities crowdfunding startup. Dibimbing aiming for IDR 1.2 billion funding with 45 days offer period. There are 2.4 million total shares issued or the equivalent of 5% with a Rp500 price per share.

Dibimbing was founded in November 2020 by three young alumni of the University of Indonesia, Zaky Muhammad Syah, Alim Anggono, and Wildan Gunawan. The company focuses on helping users improve the abilities and skills required in the working industry. The educational programs provided are data science, digital marketing & UI/UX, business intelligent & SEO.

Indonesian digital industry’s rapid growth is faced with a major issue, the demand and availability of digital talent. World Bank’s data shows that Indonesia requires around nine million digital talents in 15 years or around 600 thousand people per year in average. If you rely only on the conventional education system, it will not meet the pace of the current industry.

As a solution to this gap, Dibimbing was developed as an edtech platform that provides digital skills learning, career preparation, and job distribution for Indonesian digital talents.

“Dibimbing has a vision to deliver unlimited digital talent as we want to help people find jobs easily and also provide them access to low-cost learning. Therefore, we need funding to scale up our product, and we need a partner to help spread the impactful work of Dibimbing for our customers,” Dibimbing’s CEO, Zaky Muhammad Syah said in an official statement.

The company’s business growth shows an upward trend. Its early days’ turnover rate was only IDR 2 million, then slowly increased to IDR 4.49 billion by the end of last year. The company has reached the BEP and make profit in the second quarter of 2021. There are 912 people who already graduated, mentored by 147 experts registeres in Dibimbing.

In the company’s prospectus, Dibimbing offers a number of benefits for its investors. In addition to capital gains, investors also get a special bonus in the form of a free investment class worth of IDR 1 million for each person.

Around 80% of the funds raised by Dibimbing will be used to improve the quality of technology-oriented products, including the use of AI to provide a better experience for its users. The remaining 20% ​​will be used to recruit the best marketing team to acquire more users

Mitigation process with FundEx

Dibimbing is the second company to raise funds through a startup pioneered by Agung Wibowo. Dibimbing’s shares are available to purchase through FundEx starting from Rp500 thousand, it will be affordable for many people.

In a separate interview with DailySocial.id, Agung explained that the company held a quite strict mitigation process with Dibimbing’s funding, from the beginning of the registration/pre-funding process to funding. Also, FundEx has been socializing the decision to issue debt or stock-based securities.

“We socialized the differences and consequences of the two securities products on the SCF platform, therefore, prospective issuers can choose securities that suit the company’s needs and strategic plans.”

He further explained, in the initial phase, prospective publishers are required to carry out an e-KYC process to ensure that the company/prospective issuer is a legal entity,” he said. After e-KYC is complete, we move on to the next stage, the process of signing an agreement between the prospective issuer and FundEx, either electronically or manually.

The goal is to ensure that if there are further obstacles to various parties in the process of offering securities to potential investors is a legal and binding agreement. Furthermore, the due diligence. Prospective publishers will be analyzed in terms of their performance, business prospects, and business risk profile.

This stage is also carried out transparently and can be monitored with prospective publishers through the FundEx platform, e-mail, or other communication media. “Every prospective issuer that passes the due diligence test and launches its securities offering on FundEx, potential investors can get a prospectus and can start funding the issuance of these securities.”

Agung continued, “Prospective investors’ funds do not go directly to the prospective issuer’s account, but are kept in an escrow account. It will only be transferred to the checking account of the prospective issuer if the crowdfunding target for the securities issued has been met. And if the funding target is not achieved, the funds from potential investors will be returned, and the securities offering will be null and void.”

FundEx targets to provide alternative funding platforms for 30 companies by the end of this year. Meanwhile, conducting intensive education through various activities on various online and offline platforms. This step is important to align the public’s understanding of the investment variants with different levels of risk.

Based on data compiled by OJK as of December 2021, the total fundraising through the SCF platform reached Rp412 billion, an increase of 115.48% compared to the same period in the previous year of Rp191.2 billion. Likewise, the number of investors in 2020 was 22,341 people, an increase of 319.56% to 93,733 in 2021.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Zenius Receives Follow on Funding from MDI Ventures

Zenius edtech startup today (7/3) announced follow on funding from MDI Ventures with an undisclosed amount. In total, Zenius is said to have raised over $40 million (more than 576 billion Rupiah) from its investors. Past investors (Northstar Group, Alpha JWC Ventures, Openspace Ventures) and new investor (Beacon Venture Capital as a venture capital company owned by Kasikorn Bank Thailand) also joined the round.

It is not clear whether this fresh money will classified into a new round or continue the Pre-Series B round last year.

In an official statement, Zenius’ CEO, Rohan Monga said this funding will support the company’s further development and expansion of the learning ecosystem Zenius will be focused on improving personalized learning experiences by increasing students’ learning motivation.

“Through our latest acquisition network, Primagama, we will expand reach to increase the impact we have in education. We strongly believe that a hybrid learning model, which is a combination of offline and online, will provide the best results for students,” Monga said.

He said, backed by strategic investors such as MDI Ventures, the company is capable to expand its network of partnerships and service distribution to have a bigger and deeper impact on Indonesian education.

“Zenius has a proven track record of making an educational impact in Indonesia. Was founded in 2004, Zenius has now developed a comprehensive learning ecosystem,” MDI Ventures’ CEO, Donald Wihardja said.

Since 2004, Zenius has helped more than 1.5 million alumni to get into their state/dream university. Last year, seven out of 10 Zenius’ premium users passed the Computer-Based Written Examination (UTBK), while Zenius’ income increased fourfold, one of which was due to “Live Class” feature.

Following the Primagama acquisition, Zenius completed its learning ecosystem by collaborating with Disney for the elementary school segment, as well as developing ZenPro, a platform for the professional or lifelong learning segment.

“Zenius is a collaborative player. We are confident to realize our mission in creating a smarter, brighter, and cooler Indonesia’s young generation through collaboration, partnership, and synergy with various stakeholders, such as MDI, with the same vision, advancing education in Indonesia,” Rohan said.

Market competition and value proposition

Indonesia’s edtech sector is rapidly growing, especially since the pandemic. There are two players currently dominating the market, Ruangguru and Zenius, with nearly similar sub-product variants.

Zenius always highlight one thing, it is on the material side. Instead of inviting students to just memorize, Zenius emphasized on understanding fundamental concepts and critical thinking through various case studies.

Apart from Zenius and Ruangguru, several edtech platforms also creating maneuvers. Most recently, CoLearn has just secured 244 billion Series A funding. The app focuses on math and science subjects, helping students solve their homework independently. Also, there are Pahamify, Squline, and others.

Primagama’s presence in Zenius’ line of business has the potential to strengthen its value proposition if it truly succeeds in wrapping up a hybrid learning experience – this could also be the first in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Zenius Terima Pendanaan Lanjutan dari MDI Ventures

Startup edtech Zenius hari ini (7/3) mengumumkan perolehan pendanaan dari MDI Ventures dengan nominal dirahasiakan. Secara total Zenius disebutkan telah mengumpulkan lebih dari $40 juta (lebih dari 576 miliar Rupiah) dari jajaran investornya. Investor terdahulu (Northstar Group, Alpha JWC Ventures, Openspace Ventures) dan investor baru (Beacon Venture Capital sebagai perusahaan modal ventura milik  Kasikorn Bank Thailand) turut bergabung dalam putaran tersebut.

Tidak dijelaskan pendanaan segar ini masuk ke dalam putaran baru atau melanjutkan putaran Pra-Seri B yang sudah diumumkan pada tahun lalu.

Dalam keterangan resmi, CEO Zenius Rohan Monga mengatakan, pendanaan ini akan mendukung pengembangan lebih lanjut dan perluasan ekosistem pembelajaran di Zenius. Pihaknya akan terus fokus pada peningkatan pengalaman belajar yang dipersonalisasi dengan meningkatan motivasi belajar siswa.

“Melalui jaringan baru yang kami peroleh dari Primagama, kami akan memperluas jangkauan kami untuk meningkatkan dampak yang kami miliki dalam dunia pendidikan. Kami sangat percaya bahwa model pembelajaran hybrid, yaitu gabungan antara offline dan online, akan memberikan hasil terbaik bagi siswa,” kata Monga.

Menurutnya, dengan dukungan investor strategis seperti MDI Ventures, perusahaan mampu memperluas jaringan kemitraan dan distribusi layanan untuk memberikan dampak yang lebih besar dan lebih dalam bagi pendidikan Indonesia.

“Zenius memiliki rekam jejak yang telah terbukti dalam memberikan dampak bagi pendidikan di Indonesia. Sejak didirikan pada 2004, Zenius kini telah mengembangkan ekosistem pembelajaran yang komprehensif,” kata CEO MDI Ventures Donald Wihardja.

Sejak didirikan pada tahun 2004, Zenius telah membantu lebih dari 1,5 juta alumni untuk masuk ke universitas negeri/impian mereka. Tahun lalu, tujuh dari 10 pengguna premium Zenius berhasil lolos Ujian Tertulis Berbasis Komputer (UTBK), sementara pendapatan Zenius meningkat empat kali lipat, salah satunya ditopang oleh “Live Class”.

Setelah akuisisi Primagama, Zenius juga melengkapi ekosistem pembelajarannya dengan berkolaborasi dengan Disney untuk segmen sekolah dasar, serta mengembangkan ZenPro, sebuah platform untuk segmen pembelajaran profesional atau seumur hidup.

“Zenius adalah pemain yang kolaboratif. Kami yakin dapat mewujudkan misi kami untuk merangkai Indonesia yang lebih cerdas, cerah, dan asik melalui kolaborasi, kemitraan, dan sinergi dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti MDI yang memiliki visi yang sama, yaitu memajukan pendidikan di Indonesia,” kata Rohan.

Kompetisi pasar dan proposisi nilai

Sektor edtech di Indonesia cukup berkembang pesat, apalagi sejak pandemi. Dua pemain yang saat ini mendominasi adalah Ruangguru dan Zenius, dengan varian sub-produk yang dimiliki keduanya juga nyaris memiliki kesamaan.

Satu hal yang selalu digaungkan Zenius adalah di sisi materi. Alih-alih mengajak peserta didik hanya menghafal, materi di Zenius mengedepankan pada pemahaman konsep fundamental dan cara berpikir kritis melalui berbagai studi kasus.

Di luar Zenius dan Ruangguru, sejumlah platform edtech juga terus bermanuver. Yang terbaru CoLearn baru saja membukukan pendanaan Seri A senilai 244 miliar Rupiah. Aplikasinya fokus pada pembelajaran matematika dan sains, membantu para siswa menyelesaikan berbagai PR secara mandiri. Di luar itu masih ada Pahamify, Squline, dan lain-lain.

Hadirnya Primagama di jajaran lini bisnis Zenius berpotensi menguatkan proposisi nilai jika benar-benar berhasil membungkus pengalaman belajar hibrida – ini juga bisa menjadi yang pertama di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Startup Edtech Dibimbing Cari Pendanaan Segar Lewat Platform SCF FundEx

Startup edtech Dibimbing mencari pendanaan segar melalui penerbitan efek saham di FundEx, startup securities crowdfunding. Dibimbing menargetkan pendanaan sebesar Rp1,2 miliar dengan masa penawaran selama 45 hari. Total saham yang dilepas adalah 2,4 juta lembar atau setara 5% dengan harga per lembar Rp500.

Dibimbing berdiri sejak November 2020, oleh tiga anak muda alumni Universitas Indonesia, yaitu Zaky Muhammad Syah, Alim Anggono, dan Wildan Gunawan. Dibimbing fokus membantu penggunanya meningkatkan kemampuan dan keahlian yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Program pendidikan yang disediakan adalah data science, digital marketing & UI/UX, business intelligent & SEO.

Pertumbuhan industri digital yang begitu cepat di Indonesia, dihadapkan pada isu utama, yakni kebutuhan dan ketersediaan talenta digital. Data dari Bank Dunia menunjukkan, Indonesia membutuhkan sekitar sembilan juta talenta digital dalam 15 tahun atau rata-rata per tahun sekitar 600 ribu orang. Jika hanya mengandalkan sistem pendidikan konvensional, laju kebutuhan industri tidak akan dapat diimbangi.

Sebagai solusi dari kesenjangan ini, lahirlah Dibimbing sebagai platform edtech penyedia layanan belajar kemampuan digital, persiapan karier, dan penyaluran kerja bagi talenta digital Indonesia.

“Dibimbing punya visi mencetak talenta digital tanpa batas karena kami ingin membantu orang-orang mendapatkan pekerjaan dengan mudah dan mereka juga bisa mengakses pembelajaran yang murah. So, we need funding because we have to scale up our product, and we need a partner untuk bantuin share bahwa Dibimbing ini impactful for our customers,” ungkap CEO Dibimbing Zaky Muhammad Syah dalam keterangan resmi.

Pertumbuhan bisnis perusahaan sendiri menunjukkan tren kenaikan. Omzet perusahaan pada awal berdiri baru Rp2 juta, kemudian perlahan naik hingga mencapai Rp4,49 miliar pada akhir tahun lalu. Perusahaan sudah mencapai titik profit pada kuartal kedua 2021. Jumlah peserta yang telah lulus sebanyak 912 orang dibimbing oleh 147 mentor yang telah bergabung di Dibimbing.

Dalam prospektus perusahaan, Dibimbing menawarkan sejumlah benefit untuk para investornya. Selain capital gain, investor juga mendapat bonus spesial berupa kelas investasi gratis senilai Rp1 juta untuk setiap orang.

Sebanyak 80% dana yang digalang Dibimbing akan digunakan untuk meningkatkan kualitas produk yang berorientasi pada teknologi, termasuk pemanfaatan AI untuk memberikan pengalaman yang lebih baik bagi para penggunanya. Sisanya, sebanyak 20% akan dimanfaatkan untuk merekrut tim marketing terbaik guna mengakuisisi lebih banyak pengguna Dibimbing.

Proses mitigasi di FundEx

Dibimbing adalah perusahaan kedua yang melakukan penggalangan dana melalui startup yang dirintis oleh Agung Wibowo. FundEx sendiri menawarkan saham Dibimbing dapat dibeli mulai dari Rp500 ribu agar dapat menjangkau banyak kalangan.

Dalam wawancara terpisah bersama DailySocial.id, Agung menjelaskan proses mitigasi yang dilakukan perusahaan dalam pendanaan Dibimbing ini cukup ketat, sejak awal proses registrasi/pra pendanaan hingga pendanaan. Termasuk pula, keputusan untuk memilih menerbitkan efek berbasis utang atau saham juga disosialisasikan oleh FundEx.

“Kami mensosialisasikan perbedaan dan konsekuensi atas dua produk efek di platform SCF, sehingga calon penerbit dapat memilih efek yang sesuai dengan kebutuhan dan rencana strategis perusahaan.”

Dijelaskan lebih jauh, di fase awal calon penerbit diharuskan melakukan proses e-KYC untuk memastikan bahwa perusahaan/calon penerbit adalah badan hukum yang sah,” kata dia. Setelah e-KYC selesai, masuk ke tahap selanjutnya, yakni proses penandatanganan perjanjian antara calon penerbit dengan FundEx, baik secara elektronik maupun alternatif manual.

Tujuannya demi memastikan apabila ada kendala kepada berbagai pihak bahwa dalam proses penawaran efek ke calon investor merupakan perjanjian yang sah dan mengikat. Berikutnya, masuk ke fase uji kelayakan. Calon penerbit akan dianalisis dari segi kinerja, prospek bisnis, dan profil risiko bisnisnya.

Tahapan ini juga dilakukan secara transparan dapat dipantau bersama calon penerbit melalui platform FundEx, e-mail, atau media komunikasi lainnya. “Setiap calon penerbit yang lolos uji kelayakan dan launching penawaran efeknya di FundEx, calon investor dapat memperoleh prospektus dan bisa mulai mendanai penerbitan efek tersebut.”

Agung melanjutkan, “Dana calon investor tidak serta merta masuk langsung ke rekening calon penerbit, melainkan disimpan di escrow account. Hanya akan dipindahbukukan ke rekening giro calon penerbit apabila target urun dana atas efek yang diterbitkan telah terpenuhi. Dan apabila tidak tercapai target pendanaannya, maka dana calon investor akan dikembalikan, serta penawaran efek batal demi hukum.”

FundEx menargetkan setidaknya sampai akhir tahun ini perusahaan dapat menyediakan platform alternatif pendanaan bagi 30 perusahaan. Sembari, melakukan edukasi yang intensif melalui berbagai kegiatan di berbagai platform online dan offline. Langkah tersebut penting untuk meluruskan pemahaman masyarakat mengenai ragam dunia investasi yang memiliki tingkat risiko yang berbeda-beda.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh OJK per Desember 2021, total penghimpunan dana melalui platform SCF mencapai Rp412 miliar atau meningkat 115,48% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar Rp191,2 miliar. Begitu pula dengan jumlah pemodal pada 2020 sebanyak 22.341 orang, meningkat sebesar 319,56% mejadi 93.733 di 2021.

Zenius Gandeng Disney Menghadirkan Materi Pembelajaran Interaktif untuk Siswa SD

Pekan lalu, startup edtech Zenius resmi mengumumkan kolaborasinya dengan perusahaan hiburan dan media Disney untuk menghadirkan konten pembelajaran interaktif berbasis digital bagi siswa sekolah dasar (SD). Lewat kolaborasi ini, pengguna ZeniusLand dapat mengakses berbagai konten eksklusif dari Disney, Pixar, termasuk konten original Tiga Sekawan dari Zenius.

Disampaikan dalam acara virtualnya, Co-founder Zenius Wisnu Subekti mengatakan bahwa salah satu tantangan besar pada sistem pendidikan di Indonesia adalah siswa SD kurang menguasai hal-hal yang bersifat fundamental. Situasi tersebut dibiarkan menumpuk hingga mereka mencapai jenjang kuliah.

Lemahnya fundamental ini bisa jadi karena sejumlah faktor. Misalnya, kurikulum yang diajarkan tidak sesuai dengan kemampuan siswa. Alhasil, kegiatan mengajar tetap berjalan, tetapi kemampuan siswa tidak meningkat.

“Kami harap metode ini dapat membangun critical thinking siswa SD. Jadi, mereka tidak hanya menghafal saja, tetapi mampu menerapkannya dalam lingkup keseharian, ada learning transfer yang terjadi. Konsep pembelajaran ini dapat efektif dan meningkatkan pemahaman anak karena menggabungkan cerita berbalut visual dan pelajaran,” tutur Wisnu.

ZeniusLand menyediakan materi interaktif yang terdiri dari video pembelajaran, latihan, dan aktivitas berbasis permainan akan mendorong anak-anak untuk mengeksplorasi misi-misi menarik yang ada. Anak-anak juga diberikan kebebasan untuk mengeksplorasi konten belajar yang diinginkan.

Mereka mengolah dan menghadirkan ribuan konten pembelajaran menarik bersama Disney. Saat ini, ZeniusLand memiliki 334 video (Disney dan Zenius Original Series), lebih dari 1.000 soal dan konsep pembelajaran, dan lebih dari 100 karakter dari 43 film/seri Disney. Adapun, web series Tiga Sekawan yang merupakan bagian dari konten pembelajaran ZeniusLand, dapat diakses secara gratis di akun YouTube.

Untuk mengakses beragam konten kolaboratif ini, ZeniusLand memasang biaya berlangganan sebesar Rp600 ribu per tahun akademik. Untuk periode 17 Februari hingga 3 Maret 2022, pengguna dapat berlangganan sebesar Rp300 ribu.

Konten pembelajaran ZeniusLand dapat diakses melalui aplikasi ZeniusLand yang kini sudah tersedia untuk Android dan iOS, dan dapat diakses dengan harga spesial sebesar Rp300.000 selama periode flash sale mulai dari 17 Februari hingga 3 Maret 2022 mendatang.

Segmen pasar baru

Dihubungi secara terpisah CEO Zenius Rohan Monga turut menambahkan, gabungan antara pedagogi Zenius ragam konten Disney dapat menanamkan kecintaan belajar anak-anak sejak dini. Hal ini dapat membantu mengembangkan keterampilan berpikir fundamental dan kritis anak sehingga dapat memahami konsep dan materi melalui pembelajaran kontekstual.

ZeniusLand juga dilengkapi dengan fitur yang membantu para orang tua untuk dapat lebih mengenal potensi bidang yang dikuasai oleh anaknya dengan mengacu pada laporan pembelajaran anak secara berkala yang diolah secara menarik dan mudah dipahami.

“Semuanya didesain untuk membangun motivasi diri dan membantu siswa belajar sesuai dengan kecepatan mereka masing-masing. Ke depannya, kami akan terus mengeksplorasi dan mengembangkan banyak inovasi lain yang menjawab kebutuhan belajar anak secara tepat guna,” ujarnya.

Dalam jangka panjang, Rohan menyebut bahwa Zenius ingin menjadi life- learning platform di mana platform ini dapat digunakan kalangan anak muda hingga lebih tua sebagai strategi untuk meningkatkan skalabilitas bisnisnya. Kolaborasinya dengan Disney menjadi salah satu inisiatif strategis yang diharapkan dapat berlanjut untuk jangka panjang, terutama dalam menyediakan konten pembelajaran interaktif bagi anak muda.

Life-learning platform menjadi adjacency expansion ke segmen pengguna yang belum pernah kami tawarkan sebelumnya. Maka itu, kami pikir hybrid learning yang kami incar (konteks akuisisi Primagama) bisa fit into keduanya. We will deliver for elementary schools in the coming years and we can offer hybrid learning for this new segment,” tambahnya.

Zenius Mengonfirmasi Akuisisinya Terhadap Primagama

Startup edtech Zenius akhirnya resmi mengonfirmasi akuisisi penyedia layanan bimbingan belajar (bimbel) Primagama melalui penandatanganan perjanjian pada awal 2022. Melalui aksi korporasi ini, Zenius akan mengintegrasikan Primagama ke dalam platformnya agar dapat menghadirkan model pembelajaran baru berbasis online dan offline (hybrid).

Dalam wawancara eksklusif kepada DailySocial.id, CEO Zenius Rohan Monga mengatakan keputusannya mengakuisisi Primagama didasari oleh permintaan para orang tua terhadap layanan bimbel offline setelah anaknya menggunakan layanan belajar livestreaming. Sejalan dengan meningkatnya kualitas layanan livestreaming dan pengalaman siswa, para orang tua justru menginginkan Zenius dapat memiliki kurikulum sendiri.

“Karena ada permintaan dari segmen pengguna layanan livestreaming terhadap solusi/produk offline, kami merasa ada gap di learning platform. Jika kami bisa bangun sistem pembelajaran hybrid, cara ini dapat menjadi pendekatan belajar yang komprehensif, terutama bagi mereka yang ingin belajar secara offline dan online. Ini salah alasan utama karena ada permintaan pasar atau customer-led decision untuk mengakuisisi Primagama,” tuturnya.

Bahkan selama masa pandemi Covid-19, ia mencatat pertumbuhan bisnis sekitar 20% dari total basis penggunanya menggunakan layanan livestreaming ini. Kemudian, layanan ini disebut berkontribusi sebesar 50% ke pendapatan Zenius.

Di samping itu, Zenius mengamati bagaimana pandemi berdampak signifikan terhadap bisnis lembaga bimbel di Indonesia akibat pemberlakuan belajar di rumah, terutama di 2020. Karena situasi ini, valuasi perusahaan bimbel menjadi lebih ‘affordable’. Kendati begitu, Rohan mengamati industri bimbel di Indonesia mulai bangkit kembali di 2021. Ia menilai ini menjadi waktu yang tepat untuk mengintegrasikan Primagama ke platform Zenius.

“Kami melihat offline learning mulai shifting ke hybrid learning meskipun pandemi belum usai. Kami meyakini fase selanjutnya di industri edtech setelah afterschool learning segment akan didorong oleh hybrid learning. Ini menjadi fokus kami di tahun selanjutnya di mana kami akan deliver pengalaman belajar hybrid dengan mengintegrasikan jaringan bimbel Primagama ke platform Zenius,” kata Rohan.

Pandemi juga telah membawa perubahan signifikan terhadap orang tua, tak hanya akselerasi adopsi teknologi antara guru dan siswa. Karena ada learning loss akibat kebijakan belajar di rumah, situasi ini meningkatkan kecemasan orang tua terhadap pencapaian akademis anak mereka.

“Orang tua dapat mengamati langsung kualitas delivery dari guru ketika anak belajar saat pandemi. Mereka jadi punya opini lebih tentang kualitas pendidikan dan refine ekspektasi mereka ke pengalaman belajar yang lebih baik bagi anak.”

Scale-up hingga integrasi

Alasan lain Zenius mencaplok Primagama di antaranya adalah hubungan baik yang telah dibangun oleh para founder dengan pemilik Primagama. “Kurikulum, cara mengajar, dan pedagogy mereka sangat align dengan Zenius. Ini menjadi pondasi dari akuisisi ini,” ujar Rohan.

Selain itu, model bisnis franchise Primagama dianggap cocok untuk meningkatkan skala bisnis Zenius selanjutnya. Zenius dikenal sebagai salah satu platform pelopor layanan bimbel di Indonesia. Platform yang didirikan oleh Sabda PS dan Medy Suharta ini telah diakses lebih dari 20 juta pengguna di sepanjan tahun ajaran 2019/2020. Adapun, Zenius menyediakan sekitar 100 ribu video pembelajaran dan latihan soal yang bisa diakses secara gratis.

Akuisisi ini membuka kesempatan bagi Zenius untuk mengambil kue pasar baru, terutama siswa yang selama ini belajar secara offline. Rohan menyebut Zenius memiliki konten pre-recorded untuk belajar mandiri yang dinilai dapat menjadi konten komplementer dengan apa yang dipelajari siswa secara offline.

“Kami akan mencari cara untuk membawa value tersebut ke siswa Primagama, kami harap dapat melakukan integrasi kurikulum Primagama dan Zenius selanjutnya. Kami ingin membawa seamless experience bagi tutor Zenius dan Primagama dalam menghadirkan pengalaman belajar yang bagus kepada siswa,” paparnya.

Di samping itu, Primagama dinilai punya posisi yang kuat sebagai top of mind penyedia bimbel, terutama di kalangan orang tua. Sejak berdiri di 1982, Primagama diyakini telah membangun keahlian yang kuat dalam membangun metode pembelajaran secara offline dan cara mengajar bagi para siswa.

Saat ini Primagama mengoperasikan 300 cabang, lebih dari 3.000 pengajar, dan lebih dari 30.000 siswa per tahnnya dari seluruh jenjang (SD, SMP, SMA) di berbagai provinsi di Indonesia. Kualitas Primagama dalam membantu siswa menghadapi ujian masuk perguruan tinggi juga disebut telah teruji.

We would have to evolve this blended curriculum. Apakah ini dari Zenius maupun Primagama, kami akan terus meningkatkan kualitas kurikulum agar bisa deliver the best learning outcome di Indonesia. Kami akan konsolidasikan all of the tech experience through Zenius platform,” tambahnya.

Application Information Will Show Up Here

The End of an Era, Zenius Edtech to Acquire Offline Tutoring Service Primagama

Edtech startup, Zenius, is reported to have acquired the offline tutoring service, Primagama. According to a reliable source, this acquisition involves all branches of the course institution. According Primagama’s website, the company currently operates more than 250 branches in various provinces in Indonesia, serving 4 million students with 3 thousand employees. Branch expansion is carried out with the franchise concept.

We tried to contact Zenius’ rep, but haven’t received official confirmation.

Founded by Sabda PS and Medy Suharta, Zenius is known as one of the pioneers of online tutoring services in Indonesia. They debuted with offline tutoring, packaged the material on DVD, then fully became an online service. In fact, Primagama was founded in 1982. The collaboration between the two allows an integration of online to offline learning models or blended learning, utilizing their infrastructure and capabilities.

Previously, around the early 2010s, Primagama has developed an online service called “PrimagamaPlus”. However, due to the very premature market, the service seems to get less attention. At that time, direct tutoring (offline) was still the prima donna. Currently. the applications are there to support learning, but there is not much traction.

Zenius’ corporate action was held amidst the collapse of many offline tutoring businesses due to the pandemic. The school-from-home appeal has caused declining enthusiasm, especially when edtech services are rising digitally.

On the other hand, Zenius’ penetration to Primagama has the potential to provide a more interesting learning experience. Especially once the learning activities return to normal.

According to the 2021 KPAI survey, 78% of students demand to return to class. Virtual spaces are considered less effective. 57% of students find it difficult to follow the subject matter and practicum.

Zenius growth

Zenius currently has several products, the best selling is the online tutoring. Throughout the 2019/2020 school year, the Zenius tutoring application was accessed by more than 20 million users. It contains about 100 thousand learning videos and practice questions that is accessible for free. In addition, Zenius also provides Live Class services for direct guidance with selected teachers; there is also a UTBK simulation, and several other learning products.

Apart from formal learning, there is also Zenius Land app for toddler. While ZenPro is intended for professional learning with more general subject. Apart form focusing on students, Zenius also developed ZenRu for the teaching management platform.

In early 2021, Zenius secured a Pre-Series B round backed by a number of investors, including Alpha JWC Ventures, Openspace Ventures, Northstar, Kinesys, and BeeNext. One year earlier, they posted an investment of $20 million in a Series A round. Zenius’ value is currently estimated at over $100 million.

Market competition and value propotition

Indonesian edtech sector is growing rapidly. The two head-tohead players are Ruangguru and Zenius – statistically, Ruangguru’s site visits and application downloads are far more superior. In addition, the two owned very similar sub-product variants.

Zenius always have strong sense to the material side. Instead of driving students to simply memorize, the material at Zenius emphasizes understanding fundamental concepts and critical thinking through various case studies.

Visitor statistic of Zenius and Ruangguru / Similarweb

Apart from Zenius and Ruangguru, a number of edtechs are haveing quite the maneuver. Most recently, CoLearn has recently secured a Series A funding of IDR 244 billion. The app heavily focused on math and science subjects, helping students complete homework independently. Other than that, there are Pahamify, Squline, and others.

The presence of Primagama in Zenius’ line of business has the potential to strengthen its value proposition once it succeeds in wrapping up a hybrid learning experience – this could also be the first in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here