Aldi Haryopratomo Ditunjuk sebagai Komisaris eFishery

Startup akuakultur eFishery mengangkat Aldi Haryopratomo sebagai komisaris. Sosok Aldi selaku eks CEO GoPay dianggap relevan buat perusahaan yang saat ini memasuki periode hypergrowth, dalam rangka merangkul jutaan pembudidaya ikan di Asia.

Aldi mundur sebagai CEO efektif per Januari 2021, setelah menjabat selama tiga tahun. Kini Andre Soelistyo, Hans Patuwo, dan Ryu Suliawan bersama-sama mengembangkan lini pembayaran di Gojek Group.

Dalam keterangan resmi, Founder & CEO eFishery Gibran Huzaifah mengatakan, perusahaannya membutuhkan sosok berpengalaman di bidang startup dalam pengembangan usaha eFishery. Ia berharap Aldi dapat memberikan arahan agar eFishery dapat tumbuh dan menjangkau 1 juta pembudidaya ikan selama tiga tahun ke depan, meningkatkan dampak sosial ekonomi yang positif dalam ekosistem akuakultur.

“Aldi berbagi visi yang sama dengan kami. Selain itu, ia memiliki pengalaman dan keahlian unggul dalam mengembangkan produk dan membangun organisasi yang menyasar UMKM, masyarakat rural, dan sektor informal untuk bisa memberikan dampak di skala yang masif, seperti saat GoPay dan Mapan yang sudah mencapai jutaan pengguna,” kata Gibran, Kamis (21/1).

eFishery sendiri memperoleh pendanaan seri B dari Go-Ventures dan Northstar Group pada Agustus 2020, menargetkan untuk menyediakan layanan menyeluruh dan terintegrasi, mulai dari operasional budidaya, pembiayaan, hingga distribusi.

Secara personal, Aldi dan Gibran bertemu pertama kali di 2015, ketika Gibran terpilih menjadi Endeavor Entrepreneur dan Aldi menjadi mentor. Akhirnya, mereka berdua bertemu secara rutin untuk berdiskusi terkait arahan buat eFishery.

Ada kesamaan visi misi antara keduanya, yakni sama-sama memajukan masyarakat di desa. Kebetulan saat itu, Aldi sedang membangun Mapan (dulu bernama RUMA), aplikasi arisan online yang fokus ke masyarakat desa, tepat sebelum Mapan diakuisisi penuh oleh Gojek pada 2017.

Aldi turut menambahkan, Indonesia membutuhkan lebih banyak entrepreneur seperti Gibran dan startup seperti eFishery yang ingin menjangkau UMKM yang sulit memperoleh manfaat dari teknologi. “Saya bersyukur bisa menjadi bagian kecil dari eFishery hingga kini. Semoga eFishery bisa terus merekrut pemuda pemudi terbaik bangsa dan membantu jutaan pembudidaya ikan.”

Tahun lalu eFishery mencatatkan peningkatan pendapatan hingga empat kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Inovasi perusahaan yang sudah dirilis, tercatat telah membantu pembudidaya dalam meningkatkan kapasitas produksi sebesar 26% yang berdampak pada peningkatan pendapatan para pembudidaya hingga 45%.

Pada tahun ini perusahaan menargetkan dapat meluncurkan layanan terpadu Smart Farming Solution yang didesain khusus untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas budidaya komoditas udang. Perusahaan ingin turut serta dalam merealisasikan target pemerintah untuk meningkatkan ekspor udang hingga 250% di 2024 mendatang.

Application Information Will Show Up Here

Endeavor Indonesia Ingin Rangkul Lebih Banyak Startup di Daerah

Telah hadir sejak 2012, program Endeavor Indonesia yang fokus menyeleksi dan membantu high-impact entrepreneur berbasis teknologi telah memiliki beberapa rencana dan target yang bakal dilancarkan tahun depan. Mereka juga baru mengumumkan suksesi dengan masuknya jajaran 4 board member baru, salah satunya Co-CEO Gojek Andre Soelistyo.

Dalam sesi temu media secara virtual, Arif P. Rachmat yang baru saja ditunjuk sebagai Chairman Endeavor Indonesia 2020 mengungkapkan, tahun 2021 mendatang diharapkan organisasi ini bisa menjaring lebih banyak startup yang saat ini masih terbilang ‘overlooked’ dan belum banyak diincar oleh venture capital dan program akselerator.

“Kami ingin mencari lebih banyak startup yang berasal dari daerah, memiliki latarbelakang unik namun memiliki impact yang besar. Bisa jadi mereka yang berasal dari kalangan menegah kebawah dan memiliki perhatian dengan lingkungan akan menjadi prioritas kami ke depannya.”

Selama ini Endeavor Indonesia telah membantu entrepreneur berpengaruh mengakselerasi pertumbuhan usaha mereka dengan memperkenalkan mereka ke pakar industri lokal dan global yang menjadi mentor mereka. Saat ini terdapat 73 mentor dengan 436 jam mentoring yang telah didedikasikan. Endeavor Indonesia juga memberikan akses komprehensif ke pasar, permodalan dan talenta.

“Negeri ini butuh lebih banyak high-impact entrepreneur karena mereka dapat membawa Indonesia menjadi negara maju. Presiden Jokowi menyatakan bahwa salah satu syarat menjadi negara maju adalah jumlah entrepreneur di negara tersebut mencapai 14% dari jumlah penduduknya. Dan di Indonesia, angkanya baru sekitar 3%,” kata Arif.

Dukungan mentoring selama program

Gibran Huzaifah (dua dari kiri) dalam acara Endeavor Scaleup Asia Clinic (Speed mentoring) 2016

Salah satu kegiatan yang dinilai cukup menarik dan menjadi keunggulan dari Endeavor Indonesia adalah, kegiatan mentoring yang diberikan kepada startup selama program berlangsung. Salah satu startup yang merupakan lulusan Endeavor Indonesia adalah eFishery.

Menurut Co-Founder & CEO eFishery Gibran Huzaifah, bukan saja berkesempatan bertemu dengan para mentor yang berkualitas, namun insight yang kemudian didapatkan selama mengikuti program adalah, agar startup bisa dream big dan memiliki impian hingga cita-cita yang sangat besar untuk startup yang dimiliki.

“Selama mengikuti program saya juga memiliki kesempatan menjalin relasi dengan penggiat startup yang sudah berpengalaman. Salah satu contohnya adalah pertemuan saya dengan Aldi Haryopratomo dari GoPay yang akhirnya membawa eFishery menjalin kerja sama strategis dengan Gojek saat ini,” kata Gibran.

Gibran Huzaifah bersama dengan Christian Sutardi (Co-Founder, Fabelio) merupakan dua startup asal Indonesia terpilih sebagai Endeavor Entrepreneur of The Year 2020. Penghargaan ini diberikan berdasarkan prestasi yang mereka raih, yaitu berhasil membawa startup mengalami perkembangan positif dan sukses melakukan penggalangan dana.

“Bukan hanya memperkuat skill dan wawasan dari pendiri startup, Endeavor Indonesia juga memiliki Endeavor Academy yang bertujuan untuk memperkuat tim. Kami juga memiliki program untuk memperkuat masing-masing bidang, seperti sales, HR dan lainnya. Kami juga memiliki bantuan terkait legal/hukum, terutama untuk isu yang saat ini sedang hangat yaitu omnibus law,” kata Managing Director Endeavor Indonesia Wayah Wiroto.

eFishery Jalin Kerja Sama dengan Investree, Perkuat Layanan Permodalan eFisheryFund

Investree dan eFishery hari ini (21/10) mengumumkan peresmian kerja sama strategis terkait penyaluran pinjaman modal ke mitra petani/pembudidaya. Dana yang disiapkan mencapai Rp30 miliar, akan didistribusikan lewat platform pendanaan eFisheryFund.

eFisheryFund merupakan fasilitas pembiayaan untuk para pembudidaya; dana didapat dari kemitraan dengan fintech atau perusahaan finansial lainnya. Di dalamnya terdapat fitur “Kabayan” (Kasih Bayar Nanti) berupa program cicilan yang dapat dimanfaatkan oleh para pembudidaya untuk memperoleh produk teknologi eFishery.

Dana dari Investree juga akan disalurkan kepada mitra eFishery lainnya, termasuk konsumen B2B. Konsumen B2B yang dimaksud antara lain agen maupun distributor ikan, stockiest, dan horeka (hotel, restoran, dan kafe).

Di hulu, para pembudidaya mendapatkan modal dalam bentuk pakan ikan dan alat eFisheryFeeder, sedangkan di hilir para agen ikan mendapatkan modal dalam bentuk ikan atau udang yang merupakan hasil panen dari para pembudidaya.

“Ini merupakan sesuatu yang baru bagi kami. Mengingat portofolio pinjaman terbesar Investree selama ini adalah industri kreatif, dengan bermitra dengan eFishery, kami berharap dapat memberdayakan lebih banyak UKM yang bergerak di bidang perikanan atau akuakultur,” ujar Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi.

Manfaatkan data sensor IoT

Skema konvensional dan syariah turut digulirkan menjadi opsi pinjaman. Sementara untuk menjaga kualitas pembiayaan, Investree dan eFishery menerapkan uji kelayakan dan sistem credit-scoring yang ketat dengan melihat data dari IoT eFishery serta melakukan pengecekan silang terhadap data sesungguhnya di lapangan.

Untuk mekanismenya, pembudidaya bisa mengajukan pinjaman melalui aplikasi eFishery di menu eFisheryFund. Tim eFishery akan menilai dan menentukan apakah mereka memenuhi syarat dan kriteria untuk memperoleh pembiayaan. Hasil penilaian ini kemudian diajukan kepada Investree untuk dilakukan kembali verifikasi.

“Kerja sama dengan Investree ini diharapkan dapat melanjutkan nilai-nilai yang dibawa oleh eFishery. Lebih dari itu, melalui inovasi yang kami kembangkan yaitu membuat teknologi inklusif dan menghadirkan ikan dari pembudidaya agar mudah dijangkau oleh seluruh kalangan di berbagai daerah, kami berharap dapat turut serta mengentaskan kelaparan di Indonesia,” ujar CEO & Co-Founder eFishery Gibran Huzaifah.

Hingga saat ini, sudah ada lebih dari 500 pembudidaya yang menikmati program eFisheryFund. Melalui kolaborasi ini, Gibran menargetkan bisa hingga 1000 mitra sampai dengan akhir tahun 2020.

Selain Investree, program pembiayaan yang dikelola eFishery tersebut juga sudah bermitra dengan beberapa fintech lending, di antaranya ALAMI, Batumbu, BRIS, iGrow, dan Likui.id. Inovasi ini sudah dimulai sejak awal tahun lalu bebarengan dengan pengenalan layanan online grocery eFisheryFresh. Inisiatif dilakukan pasca perusahaan membukukan pertumbuhan bisnis hingga 300% di tahun 2019, didukung ekspansi ke 120 kota di Indonesia.

Pembiayaan lewat kerja sama

Berbagai skema penyaluran dana terus dieksplorasi oleh pemain fintech. Tidak hanya dengan eFishery, Investree sebelumnya juga telah umumkan kerja samanya dengan beberapa pihak untuk menjangkau kalangan spesifik. Misalnya dengan Pengadaan.com untuk menjangkau 15 ribu vendor UKM di platformnya; ada juga dengan Bukalapak meluncurkan layanan BukaModal; selain itu juga dengan Midtrans dan Mbiz.

Fintech lain pun juga berupaya perluas skema pinjamannya. Ambil contoh yang dilakukan AwanTunai dengan menggandeng SayurBox untuk memberikan pembiayaan untuk petani yang mendistribusikan hasil panennya di Sayurbox. Lalu ada juga KoinWorks dengan produk KoinGaji mendistribusikan pinjaman untuk pencairan gaji pegawai lebih awal bekerja sama dengan Gadjian, GreatDay, dan Talenta.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Tips Mengawali Hari dari Founder Fabelio, Gadjian, dan eFishery

Selain membawa pertumbuhan untuk bisnisnya, founder startup memiliki tugas lain yang tak kalah penting, yakni selalu tampil prima sepanjang hari. Produktivitasnya selalu dituntut 100%, selain karena demi bisnis yang mereka kelola tetapi juga sebagai contoh tim yang lain. Hari yang produktif sangat dipengaruhi bagaimana pagi dilewati. Kebiasaan-kebiasaan di pagi hari yang baik tidak hanya membuat mood sepanjang hari jadi lebih baik tetapi juga dipercaya membuat hari menjadi terorganisasi dengan baik.

DailySocial mengumpulkan tips yang mungkin bisa jadi rujukan bagi para pembaca, baik sebagai founder maupun mereka yang tengah menghadapi masalah dengan manajemen waktu, dari founder Fabelio, Gadjian, dan e-Fishery.

Tips yang pertama datang dari Christian Sutardi. Salah satu pendiri Fabelio ini memiliki rutinitas pagi yang cukup unik. Ia selalu bangun pagi tanpa alarm setelah menjalani tidur berkualitas selama tujuh jam. Selanjutnya, membuka laporan KPI Fabelio hari sebelumnya sambil memesan Iced Americano tanpa gula, diikuti memeriksa pesan yang diterima tentunya dengan urutan berdasaran urgensi.

“Setelah itu saya pergi ke ruang tamu, mengambil segelas besar air dan memeriksa headline berita; biasanya berita internasional di aplikasi Bloomberg. Saya mulai dengan politik internasional, pembaruan Covid-19, pasar saham, dan berita apa pun yang disarankan Google. Preferensi berita saya ditetapkan untuk furnitur, startup, pasar saham, sepak bola, dan olahraga lainnya, ” terang Christian.

Christian “secara resmi” menjalani kerjanya mulai pukul 8.30. Untuk menjaga produktivitasnya Christian juga menerapkan sebuah framework produktivitas yang disebut dengan “eat the frog first“. Frog yang dimaksud adalah task penting atau pekerjaan yang memiliki urgensi tinggi. Secara sederhana framework tersebut berisikan instruksi, tentukan pekerjaan apa yang paling penting. Cukup satu saja. Kemudian segera kerjakan task tersebut sebagai yang pertama di pagi hari. Sebisa mungkin task tersebut harus selesai saat itu juga, sehingga esok hari bisa menyelesaikan hal penting lainnya.

Tips selanjutnya datang dari co-founder dan CEO Fast8 Group (Gadjian, Hadirr & Benefide) Afia Fitriati. Bagi Afia, tidur yang cukup adalah faktor penting dalam menjaga produktivitas. Menurutnya dengan memberikan waktu tidur yang cukup, otak bisa beristirahat setelah bekerja keras seharian, sekaligus mengendapkan proses berpikir agar tetap bisa melihat suatu masalah dengan jernih.

“Waktu sih gak akan pernah cukup, jadi kemampuan menentukan prioritas sangatlah penting bagi seorang founder atau siapa pun yang bekerja di startup. Kalau salah menentukan prioritas, kita akan membuang waktu yang sangat berharga dan tidak bisa ditarik kembali untuk melakukan aktivitas yang kurang signifikan. Jadi, tips dari saya, setiap hari kita harus menanyakan ulang: apakah yang saya lakukan hari ini hal penting atau tidak?” cerita Afia.

Tips terakhir datang dari CEO dan Founder eFishery Gibran Huzaifah. Sama seperti keduanya Gibran termasuk morning person yang selalu mengawali hari dengan sempurna. Kondisi badan dan pikiran yang masih fresh dimanfaatkan Gibran untuk berolahraga, merencanakan hari, dan mempelajari hal baru.

“Pagi adalah waktu paling cerah, bening, dan bergairah dalam hari kita, makanya saya selalu memulai dengan aktivitas yang biasanya bikin semangat: exercise, day planning. Exercise ini kadang bisa lari di sekitar rumah atau dengan 7-minute workout. Workout ini membantu menambah energi dan menjaga kesehatan mental.”

“Setelah itu, saya ada slot waktu untuk membaca atau belajar. Kalau tidak membaca, saya ikut online course di Udemy. Di hari sabtu dan minggu, saya ada slot 4 jam untuk learning activities semacam ini, pagi dan malam hari. Dan dengan adanya slot ini, saat ada role atau tasks baru, kita jadi lebih paham dan kompeten karena meluangkan waktu untuk terus belajar,” cerita Gibran.

Gibran juga percaya bahwa segala sesuai yang urgent atau big impact harus dikerjakan di pagi hari, seperti strategic thinking, planning, dan sejenisnya. Dilanjutkan dengan update internal dan membantu tim menyelesaikan masalah. Selanjutnya, jika ada project kunci atau metrik yang didelegasikan untuk orang lain, di sore hari Gibran akan meluangkan waktu untuk nudging project, problem solving atau membuat sesuatu hal yang berkaitan dengan hal terssebut.

“Bagian terpenting lainnya ada di malam hari, di mana setelah family time dan saat anak lagi mau tidur, saya melakukan retro untuk agenda hari itu, mana yang berjalan optimal, mana yang tidak. Biasanya pertanyaannya sederhana: ‘apa yang perlu saya lakukan supaya besok bisa 5–10% lebih baik dari sekarang?’. Khusus di akhir minggu, saya juga punya satu sheet untuk tracking apakah waktu yang dibuat sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Setelah itu, saya membuat improvement plan untuk pekan depan,” lanjut Gibran.

Ketiga narasumber sepakat bahwa manajemen waktu adalah kunci. Bagi Gibran, membentuk sistem kerja yang baik membantu kita mengelola pikiran, energi, dan waktu. Termasuk di dalamnya membangun rutinitas yang baik setiap harinya dan evaluasi setiap waktu.

“Mayoritas hidup kita habis untuk hal-hal yang kita lakukan di pekerjaan. Dengan menjadi lebih produktif, kita bisa melakukan lebih banyak hal dalam waktu yang lebih singkat sehingga kita punya lebih banyak waktu untuk melengkapi dimensi kehidupan kita yang lain dan merealisasikan sepenuhnya potensi kita sebagai manusia, atau membuat sebanyak-banyaknya amalan dan karya yang bisa kita tinggalkan,” tutup Gibran.

Tips Bagaimana Startup Menjalin Kolaborasi

Kolaborasi menjadi langkah strategis untuk memperkuat bisnis, baik dengan sesama startup, UKM, korporasi, maupun lembaga pemerintah. Sebelum startup memutuskan untuk melakukan kolaborasi, ada beberapa langkah yang baiknya diperhatikan, agar kolaborasi tidak mandek dan malah merugikan untuk kedua belah pihak.

DailySocial mencoba merangkum pengalaman beberapa startup saat memutuskan berkolaborasi. CEO eFishery Gibran Hufaizah, CEO Akseleran Ivan Tambunan, Co-Founder Lemonilo Shinta Nurfauzia, dan CEO Kiddo Analia Tan menceritakan pengalamannya.

Memperluas kapabilitas perusahaan

Alasan utama sebagian besar kolaborasi adalah untuk memperluas kapabilitas dari bisnis perusahaan. Untuk startup yang masih belia usianya, langkah ini bisa menjadi cara efektif memperkuat postioning perusahaan dan meningkatkan awareness ke target pengguna.

Bagi eFishery yang cukup aktif melancarkan kolaborasi, langkah ini harus dilakukan dengan cerdas. Artinya partner yang menawarkan kolaborasi cukup relevan dengan kebutuhan startup saat ini.

Di sisi lain, sebagai startup dengan model bisnis tergolong niche, Gibran Hufaizah melihat upaya eFishery berkolaborasi sepenuhnya untuk meng-cater kebutuhan petani ikan dan udang di tanah air.

“Kami selalu mendengarkan keperluan para petani sebelum melakukan kolaborasi. Apakah dalam bentuk finansial, pemasaran hingga teknologi. Jika masih bisa dibantu secara internal kita bantu. Namun jika sifatnya sudah diluar dari bisnis kami, kolaborasi merupakan cara terbaik untuk dilakukan,” kata Gibran.

Sementara menurut Ivan Tambunan, kolaborasi perlu dilakukan karena setiap pelaku usaha memiliki keunggulannya masing-masing. Dengan berkolaborasi, pelaku usaha bisa menciptakan sinergi. Sebagai layanan fintech, Akseleran menjadi salah satu platform yang memiliki peluang besar berkolaborasi dengan startup di sektor yang berbeda.

“Faktor yang menentukan kolaborasi [..] haruslah sama-sama bersinergi dan saling memberikan keuntungan satu sama lain,” kata Ivan.

Hal senada diungkapkan Shinta Nurfauzia. Pada akhirnya harus jelas benar apakah kolaborasi tersebut bisa membuahkan hasil yang positif kepada masing-masing startup. Pastikan end result bisa menjadi win win solution.

“Lemonilo selama ini sudah sering melakukan kolaborasi antar startup. Salah satunya adalah dengan brand fashion. Alasan utama kami melakukan kolaborasi dengan sektor yang berbeda tersebut adalah, memperkenalkan produk kami kepada pasar dari mereka dan juga sebaliknya,” kata Shinta.

Seiring berkembangnya bisnis, Lemonilo mulai masuk ke segmen mass market. Target pasarnya semakin lebar. Hal ini turut dipicu kehadiran mi instan Lemonilo sebagai produk yang dianggap cocok untuk gaya hidup sehat masyarakat Indonesia.

Sementara bagi platform edtech untuk anak Kiddo, kolaborasi yang dilakukan harus didukung target atau pencapaian. Selama ini Kiddo melakukan beberapa kolaborasi dengan beberapa platform. Salah satunya dengan GogoKids dari Malaysia.

“Kolaborasi yang kami lakukan harus punya target yang secara langsung maupun tidak langsung [untuk] mendukung obyektif perusahaan. Caranya (how) bisa bervariasi, tapi alasannya (why) harus jelas dari awal.” kata Analia.

Memperkuat positioning perusahaan

Tentang kapan waktu yang tepat melakukan kolaborasi, para penggiat startup mengungkapkan tidak bisa ditentukan secara pasti. Yang perlu diperhatikan adalah pondasi bisnis startup harus kuat dan memiliki penawaran yang lebih, sehingga dilirik mitra yang dibutuhkan.

Untuk eFishery sendiri, kolaborasi strategis yang telah dilancarkan adalah bersama dengan Gojek. usai menerima pendanaan dari Go Ventures dan Northstar beberapa waktu yang lalu. Gibran menyebutkan bakal terjadi integrasi yang masif antara ekosistem Gojek yang raksasa dengan ekosistem eFishery sendiri.

“Perbincangan investasi dan kolaborasi strategis antara eFishery dan Gojek sudah kami bicarakan dalam waktu yang cukup lama. Masing-masing pihak melihat, jika kolaborasi dilakukan bisa membantu masing-masing ekosistem untuk tumbuh dan berkembang lebih luas dan lebih cepat lagi,” kata Gibran.

Sementara menurut Ivan, kolaborasi dapat dilakukan sejak awal. Dalam hal ini startup dapat lebih pintar dan bijak dalam melihat peluang, baik itu terkait kondisi internal maupun eksternal. Bagaimanapun juga, jika kolaborasi berhasil dilakukan dengan baik, efeknya akan berdampak baik bagi perusahaan, konsumen, dan para mitra.

“Kiddo sendiri merupakan platform yang sudah melakukan kolaborasi sejak hari pertama: kolaborasi dengan para penyedia aktivitas anak [merchant]. Selain dengan merchant, kami juga cukup sering melakukan kolaborasi dengan perusahaan lain seperti perbankan, startup retail, brand yang menyasar anak dan keluarga, komunitas ibu, dan banyak lagi. Kami percaya kolaborasi yang pas akan menguntungkan kedua belah pihak,” kata Analia.

Pada akhirnya, kolaborasi yang dilakukan harus berimbas kepada kebutuhan. Jangan sampai tidak memberikan impact dan nilai yang positif untuk masa depan startup.

“jika startup sudah cukup percaya diri, didukung dengan base yang kuat, dan [memiliki] positioning yang menjanjikan, kolaborasi dengan startup yang telah memiliki nama besar dan penawaran lebih baik bisa langsung dilakukan,” kata Shinta.

Kiat eFishery Menempatkan Nilai dan Tujuan sebagai Pedoman Kolaborasi

Kata-kata seperti “kolaborasi” dan “kemitraan” sering terlontar dari forum-forum bisnis teknologi atau dari para punggawa startup. Namun apa sebenarnya yang menjadi tujuan kolaborasi atau kemitraan dalam bisnis startup? Kami membahas topik ini dalam edisi #SelasaStartup teranyar bersama Founder & CEO eFishery, Gibran Huzaifah.

Dalam bisnis digital, kolaborasi kerap disebut sebagai kunci dalam membuka kemandekan pertumbuhan startup. Dengan fokus dan keahlian yang berbeda-beda, maka kolaborasi menjadi faktor penting dalam membesarkan suatu startup. Tak terkecuali bagi Gibran melalui eFishery. Berikut adalah pandangan Gibran perihal kolaborasi demi menggenjot pertumbuhan perusahaan.

Nilai dan tujuan sebagai landasan

Gibran menceritakan, startup yang ia dirikan selalu melandaskan keputusan berdasarkan kebutuhan petani budidaya ikan dan udang. Dari sana mereka dapat menciptakan inovasi produk yang dapat menciptakan nilai hingga dampak baru.

Begitu pula dengan kolaborasi, prinsip tersebut menjadi pegangan eFishery. Gibran percaya setiap startup punya misi besarnya masing-masing. Namun startup juga punya batas kemampuannya. Itu sebabnya sebelum memutuskan bekerja sama dengan pihak tertentu, ia mementingkan nilai apa yang bisa dilengkapi lewat kerja sama tersebut.

“Di sisi lain ambisi kita besar juga. Itulah pentingnya kolaborasi. Kita bisa bekerja sama dengan orang-orang yang punya value berbeda sehingga nilainya lebih lengkap dan lebih besar,” ujar Gibran.

Menurutnya suatu kolaborasi selalu bermula dari masalah yang dihadapi oleh petani budidaya. Contohnya seperti yang halnya yang mereka wujudkan dalam produk pembiayaan, eFisheryFund. Beberapa petani mengalami kendala untuk mengakses permodalan. Maka eFishery menggandeng fintech untuk mengembangkan fitur pembiayaan itu.

“Kita enggak pernah start dari dengan siapa berkolaborasi. Kita selalu start dari masalahnya,” imbuh Gibran.

Membuka peluang

Fokus terhadap nilai dan tujuan itu terbukti mampu membawa eFishery sebagai salah satu startup terpandang di sektor perikanan. Mereka kini sudah melayani ribuan petani budidaya di 240 kabupaten/kota dari 24 provinsi. Belum lama eFishery juga mengantongi pendanaan seri B yang dipimpin oleh Northstar dan GoVentures.

Gibran menilai pencapaian tersebut tak lepas dari konsistensi mereka melayani kebutuhan pelanggan mereka selama bertahun-tahun.

“Dari dulu kita enggak melakukan apa yang tidak kita lakukan. Baru 1,5 tahun terakhir saja kita eksperimen membesarkan model bisnis yang lain karena kita tahu kita punya scale dan resources untuk itu. Tapi 5 tahun pertama itu kita cuma melakukan satu hal saja,” cetus Gibran.

Selain kepercayaan petani budidaya ikan dan udang, konsistensi layanan eFishery menyebabkan mereka dipandang oleh pemerintah, dari daerah hingga pusat. Sejumlah kerja sama dilakukan untuk mengembangkan potensi ekonomi perikanan.

Begitu pula dari aspek pendanaan. Gibran mengenang begitu sulitnya menggelar babak pendanaan awal. Selain jarangnya startup yang bergerak di perikanan, layanan internet of things (IoT) yang dijual eFishery juga tergolong sangat baru bagi para petani budidaya ikan dan udang.

“Untung masih ada yang mau funding,” ujar Gibran berseloroh.

Melewati krisis pandemi

Meski sudah cukup besar, eFishery masih punya begitu banyak ruang untuk tumbuh. Pasalnya total petani budidaya di Indonesia mencapai 3,5 juta. Terlebih saat ini eFishery sudah melebarkan usahanya hingga pembiayaan dan distribusi.

Perluasan bisnis eFishery tersebut nyatanya jadi alternatif penting bagi petani budidaya di masa pandemi. Gibran bercerita sewaktu kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) terjadi, penyerapan ikan hasil budidaya berkurang drastis. Keadaan itu nyaris menempatkan petani tak bisa menjual ikan sama sekali.

“Nanti ketika kondisi normal lagi, kita justru bisa kesulitan suplai. Malah jangan-jangan kita bisa impor karena pembudidaya ikan mati. Makanya kita coba crafting bangun kemitraan bareng stakeholder untuk bantu mereka,” tukasnya.

Meski sempat ada rumor eFishery akan ekspansi ke luar negeri, sepertinya sejauh ini mereka masih tetap menargetkan menggali potensi perikanan domestik. Gibran menyebut mereka saat ini menargetkan bisa menjangkau satu juta petani budidaya ikan dan udang di 34 provinsi Indonesia.

Membesarkan keempat produk yang mereka miliki saat ini jadi prioritas mereka. Dengan pendanaan yang belum lama mereka terima bertekad menjadi penyedia layanan end to end bagi ekosistem perikanan budidaya.

“Jadi fokusnya ke pengembangan unit bisnisnya dan ekspansinya,” pungkas Gibran.

Application Information Will Show Up Here

eFishery Announces Series B Funding Led by Go-Ventures and Northstar

Today (12/8), the aquatech startup eFishery announced a series B funding with an undisclosed amount. This round was led by Go-Ventures and Northstar Group with the participation of Aqua-spark and Wavemaker Partners. The business run by Gibran Huzaifah is to use investment funds for product development, to strengthen business positions, and expand teams.

“Through the introduction of new technology to fish and shrimp farmers in Indonesia, we have the goal of increasing crop yields, lowering operational costs, and increasing their productivity. We hope that product development from eFishery can support the aquaculture ecosystem as a whole, from the cultivation process to distribution,” Gibran Huzaifah said.

He added, “The fresh money helps us to grow the company, open up access to launch our products throughout Indonesia, and achieve our vision to become the leading aquaculture intelligence company in Indonesia. We are excited to welcome the strategic collaboration with Gojek and the Northstar Group that we believe. will be an added value on our platform.”

To date, eFishery has four main products. First is the eFisheryFeeder, which is an automatic feeding device. The second is eFisheryFeed, helping fish and shrimp farmers get feed products at competitive prices. Next, there is eFisheryFund, a loan program for cultivators. And the fourth is eFisheryFresh, an online grocery platform to help farmers sell their crops.

“We are deeply inspired by the positive impact that eFishery has on the aquaculture sector supply chain. The company’s ability to provide farmers with new smart devices integrated with cloud-based mobile analytics has transformed the very traditional way of doing business in Indonesia,” Northstar Group’s Co-founder Patrick Walujo said.

Meanwhile, Go-Ventures’ VP of Investments Aditya Kumar said, “The eFishery solution, which directly supports local farmers, also addresses broader problems, including strengthening the food supply chain, reducing global food shortages, and helping to improve the fishing industry and Indonesian economy in a sustainable manner. Overall. We look forward to seeing these benefits grow exponentially as eFishery expands domestically now and regionally in the future.”

eFishery was founded in 2013 in Bandung, becoming one of the pioneering startups that develop the internet of things-based products. Currently, their products have reached almost all regions of Indonesia. Previously they secured pre-series A funding in 2015, followed by the closing of series A in 2018. The company claims, since the last two years the business has achieved profitability, after experiencing significant growth over the past four years.

Further plans

Some specific plans for new investment funds have been announced. The company wants to build robust data and algorithm capabilities for eFisheryFeeder, as well as to make the automated feed device more compatible with a wide range of pool types and sizes. In order to support business processes, eFisheryPoint was recently launched, to make it easier for farmers to get equipment products, sell their crops, and participate in other activities. Currently, there are 30 points and will be developed to 100 locations by the end of the year.

Currently, eFishery has around 250 employees and plans to add more to achieve business growth. This year is to focus on strengthening the product & engineer team and selling & customer experience.

“Although we have started several trials in Bangladesh, Thailand, and Vietnam, our main focus for 2020 is to strengthen our position in Indonesia by enhancing our products and creating more strategic collaborations. Once we have built a strong and replicable model across Indonesia. , we are ready to explore possibilities for regional expansion, “Gibran said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

eFishery Umumkan Pendanaan Seri B, Dipimpin Go-Ventures dan Northstar

Hari ini (12/8), startup aquatech eFishery mengumumkan pendanaan seri B dengan nilai yang tidak disebutkan. Putaran pendanaan dipimpin Go-Ventures dan Northstar Group dengan keterlibatan Aqua-spark dan Wavemaker Partners. Bisnis yang dinakhodai Gibran Huzaifah tersebut akan menggunakan dana investasi untuk mengembangkan produk, menguatkan posisi bisnis, dan mengembangkan tim.

“Melalui pengenalan teknologi baru kepada pembudidaya ikan dan udang di Indonesia, kami memiliki tujuan meningkatkan hasil panen, menurunkan biaya operasional, dan meningkatkan produktivitas mereka. Kami berharap pengembangan produk dari eFishery dapat mendukung ekosistem akuakultur secara menyeluruh, mulai dari proses budidaya hingga distribusi,” ujar Gibran Huzaifah.

Ia menambahkan, “Pendanaan baru ini membantu kami untuk menumbuhkan perusahaan, membuka akses untuk meluncurkan produk kami di seluruh Indonesia, dan mencapai visi kami untuk menjadi perusahaan aquaculture intelligence terkemuka di  Indonesia. Kami sangat antusias menyambut kolaborasi strategis dengan Gojek dan Northstar Group yang kami yakini akan menjadi nilai tambah pada platform kami.”

Sejauh ini eFishery memiliki empat produk utama. Pertama adalah eFisheryFeeder, yakni perangkat pemberi pakan otomatis. Kedua adalah eFisheryFeed, membantu petani ikan dan udang mendapatkan produk pakan dengan harga kompetitif. Kemudian ada eFisheryFund, merupakan program pinjaman untuk pembudidaya. Dan yang keempat ada eFisheryFresh, platform online grocery untuk bantu petani jual hasil panen mereka.

“Kami amat terinspirasi oleh dampak positif yang diberikan oleh eFishery terhadap rantai pasok sektor akuakultur. Kemampuan perusahaan untuk menyajikan perangkat pintar terbaru yang terintegrasi dengan analisis seluler berbasis cloud kepada para pembudidaya telah mentransformasi cara berbisnis yang amat tradisional di Indonesia,” ujar Co-founder Northstar Group Patrick Walujo.

Sementara itu VP of Investments Go-Ventures Aditya Kumar mengatakan, “Solusi eFishery, yang secara langsung mendukung pembudidaya lokal, juga mengatasi permasalahan yang lebih luas, termasuk memperkuat rantai pasokan makanan, mengurangi kekurangan pangan global, dan membantu meningkatkan industri perikanan dan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Kami berharap dapat melihat manfaat-manfaat tersebut tumbuh secara eksponensial ketika eFishery berkembang secara domestik saat ini dan secara regional di kemudian hari.”

eFishery berdiri tahun 2013 di Bandung, menjadi salah satu startup pionir yang mengembangkan produk berbasis internet of things. Saat ini produk mereka telah menjangkau di hampir seluruh wilayah Indonesia. Sebelumnya mereka mendapatkan pendanaan pra-seri A di tahun 2015, dilanjutkan penutupan seri A di tahun 2018. Perusahaan mengklaim, sejak dua tahun terakhir bisnis sudah capai profitabilitas, setelah mengalami pertumbuhan signifikan selama empat tahun belakang.

Rencana berikutnya

Beberapa rencana spesifik alokasi dana investasi baru sudah disampaikan. Perusahaan ingin membangun kapabilitas data dan algoritma yang lebih kuat untuk eFisheryFeeder, juga membuat perangkat pakan otomatis itu lebih kompatibel dengan berbagai tipe dan ukuran kolam. Guna mendukung proses bisnis, baru-baru ini eFisheryPoint juga dilunjurkan, untuk memudahkan pembudidaya mendapatkan produk perangkat, menjual hasil panen, dan berpartisipasi dalam kegiatan lainnya. Saat ini sudah ada di 30 titik dan akan dikembangkan hingga 100 lokasi sampai akhir tahun.

Saat ini eFishery memiliki sekitar 250 karyawan dan berencana akan ditambah untuk mencapai pertumbuhan bisnis yang ditargetkan. Tahun ini fokusnya pada penguatan tim  product & engineer dan selling & customer experience.

“Walaupun kami telah memulai beberapa uji coba di Bangladesh, Thailand, dan Vietnam, fokus utama kami untuk tahun 2020 adalah memperkuat posisi di Indonesia dengan meningkatkan produk kami dan menciptakan kolaborasi yang lebih strategis. Setelah kami membangun model yang kuat dan dapat direplikasi di seluruh Indonesia, kami siap untuk mengeksplorasi kemungkinan untuk ekspansi regional,” ujar Gibran.

Application Information Will Show Up Here

eFishery Kantongi Dana Hibah dari Barclays dan Unreasonable Group, Bantu Mitra Terdampak Pandemi

Bertujuan untuk membantu petani ikan mengembangkan usaha selama pandemi Covid-19, platform agritech eFishery menerima pendanaan dalam bentuk grant atau hibah dari Barclays and Unreasonable Group. eFishery nantinya berhak mengantongi dana senilai US$100 ribu atau setara 1,4 miliar Rupiah yang diharapkan bisa dimanfaatkan untuk memberikan impact kepada bisnis dan ekosistem yang dimiliki.

Kepada DailySocial CEO eFishery Gibran Huzaifah mengungkapkan, sebelumnya eFishery sudah menjadi bagian dari program tersebut, dan kesempatan serta pendanaan yang diperoleh bukan berdasarkan pilihan secara random namun ditawarkan berdasarkan rencana yang akan di implementasikan.

Disinggung apa rencana jangka pendek eFishery melalui dana ini selanjutnya, Gibran menegaskan akan membantu petani secara langsung yang terkena imbas pandemi Covid-19.

“Selama ini pembudidaya ikan banyak yang sulit menjual hasil panennya dan UKM kuliner juga banyak yang tutup. Jadi kami akan membeli ikan petani, diproses, dibumbui dan di-branding dengan kerja sama UKM kuliner, kemudian dibagikan ke pihak terkait seperti tenaga kerja kesehatan atau informal workers melalui bansos,” kata Gibran.

Untuk proses kurasi bakal dilakukan oleh eFishery melalui data yang dimiliki, terkait dengan petani dan nelayan yang relevan untuk dibantu. Dengan dana segar ini rencana dari eFishery selanjutnya adalah membantu untuk memberikan solusi di sektor perikanan yang terdampak dari Covid-19.

Sebelumnya eFishery juga telah meluncurkan eFisheryFund yang ditujukan untuk membantu para petani ikan/udang mendapatkan tambahan modal, menggandeng Alami Sharia sebagai mitra dan mendorong kehadiran paylater berbasis syariah. Layanan pembiayaan eFishery yang diperkenalkan awal tahun ini juga telah bermitra dengan iGrow, BRI Syariah, Amartha, dan Batumbu.

Logo baru dan eFisheryFresh

Bulan Juni lalu perusahaan juga telah melakukan pembaruan logo, yang diklaim menandai semangat dan komitmen baru perusahaan yang lebih kuat. eFishery telah menjadi ekosistem yang mencakup seluruh aspek aquaculture. Prestasi tersebut tentunya melibatkan seluruh unit bisnis, sesuai dengan tujuan awal perusahaan.

Porudk B2C terbaru mereka, eFisheryFresh, diklaim juga sudah mengalami pertumbuhan yang positif dan dinilai sangat relevan dengan kondisi saat ini. Bermitra dengan platform marketplace dan e-commerce seperti Blibli dan Tokopedia.

Melalui marketplace tersebut, pelanggan bisa langsung membeli ikan segar yang ditawarkan oleh agen eFishery. Mulai dari ikan lele, nila, dori fillet, gurame dan masih banyak lagi.

“Layanan baru paling dari kami adalah eFisheryFresh yang mulai merambah untuk segmen pelanggan B2C. Jadi pembeli retail bisa melakukan pemesanan ikan ke kami juga,” kata Gibran.

Application Information Will Show Up Here

The Story of IoT Based Solution Developers in Indonesia

The Internet of Things (IoT) technology is getting more popular for the last five years because it becomes one of few strategic components that support the industry 4.0. Simply put, the IoT technology allows various kinds of electronics to communicate and circulate data, either cross-devices or with other systems or apps.

Last year, the government through Kemkominfo issued regulations regarding LoRA WAN frequency as stated in the Regulation of the Director General of Resources and Equipment of Post and Information Technology Number 3 in 2019 on Technical Requirements for Low Power Wide Area Telecommunications Equipment and/or Devices.

The IoT-based solutions players appreciate this regulation. It’s just some regulations are still expected, including providing a discount for import fees for spare parts or raw materials imported from abroad. This discount policy is considered to be able to encourage the IoT industry to develop faster considering that many devices are still imported from abroad, especially China.

Regulating foreign companies and accessible import

One of the startups in this sector is Habibi Garden, which for the last two years has focused on helping farmer groups in West Java. Habibi Garden CEO Irsan Rajamin told DailySocial that import policy was quite important. The existence of a special tax to ease tariffs will provide a positive stimulus for IoT players in Indonesia.

He also added, “The expected regulation, is when the foreign IoT technology entering Indonesia, there should be a partnership or collaboration in any way possible with local companies or startups. Therefore, there is an obligation for transfer knowledge.”

A similar thought from eFishery’s Chief of Product, Krisna Aditya. He said to support local startups to develop is by regulating foreign IoT companies at least to give space for locals to penetrate the current market.

“Regulations such as TKDN that favor Indonesian startups are indeed favorable. Then, the tax incentives or the easy importing for basic parts needed to develop IoT products are also very important. Almost all required parts to develop IoT are still imported, therefore, when the import process is facilitated with the aim of developing startups in Indonesia, it will open up new jobs in Indonesia,” he added.

Perangkat HabibiGrow dari Habibi Garden
HabibiGrow by Habibi Garden

DycodeX’ Co-founder & CEO, Andri Yadi agreed on this subject. He said that reducing import tariffs could be a positive impact on the IoT industry. However, to regulate is not easy. It takes time and effort to record a lot of devices wheter to reduce the cost.

Another regulation that is also expected is TKDN for devices entering Indonesia. Although the discussion is still ongoing in the internal association, this rule is considered to be able to boost the growth of the IoT industry in Indonesia.

Andri said, this TKDN regulation must be prepared in advance, especially the readiness of the local players. Avoid regulations backfire at all cost. When it is expected to grow, instead, it only hinders the developing industry due to unpreparedness.

Stories of local players

The Indonesian IoT Association or ASIoTI is quite optimistic about the opportunities of the IoT industry in Indonesia. Even at the end of 2019 they targeted 200 million sensors in 2020. This target is somewhat missed due to the Covid-19 pandemic, but its development still provides potential and opportunities.

In addition to industrial automation, a number of solutions in the agriculture and fisheries sector can be optimized. Habibi Garden and SmarTernak (one of the solutions from DycodeX) have a solution that is almost similar, but applicable into two different things. HabibiGarden for the agriculture sector and Smarternak for the livestock sector.

Habibi Garden claimed to have collaborated with West Java Digital Service, especially for the agricultural sector. They help farmers to optimize the way they work through the IoT tool. Both in open land or in the greenhouse.

Penerapan perangkat SmarTernak
Implementation of SmarTernak

Some devices developed by Habibi Garden include tools to monitor the condition of the growing media, devices that can be controlled remotely to provide fertilizer, water, pesticides, and the like, as well as several other devices.

“We produce 200 sensors that are packaged for 20 farmer groups in West Java. The tools we use include automatic watering systems, cooling systems for greenhouses, weather monitoring systems and planting media. With this tool farmers can know exactly when to do watering and fertilization, with this farmers can get the efficiency of production costs and labor,” Irsan said.

SmarTernak also comes with similar solution. Focused on West Java, Smarternak has begun to focus on monetization and implementation.

“In terms of devices, some are installed in cows, some are installed in cages. The ones installed in cages are temperature sensors and water supply. If used in cattle for tracking activity, how long he eats, how long he sleeps,” said Andri .

There is also eFishery, a startup whose business unit is developing an IoT device to facilitate fish and shrimp feeding. This startup has developed tens of thousands of devices installed in fish/shrimp ponds in 120 cities/regencies throughout Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian