Financial Technology: Definisi, Peran, Keuntungan dan Contoh FinTech dalam Bisnis

Dewasa ini perkembangan teknologi mempengaruhi segala sektor yang ada di masyarakat, salah satunya adalah perekonomian dan keuangan. Dimana saat ini masyarakat sering menggunakan teknologi untuk melakukan kegiatan perekonomian mereka.

Berikut ini penjelasan mengenai financial technology yang mulai banyak digunakan di masyarakat.

Definisi Financial Technology

Financial Technology adalah inovasi dalam transaksi keuangan melalui teknologi. financial technology atau teknologi finansial adalah sistem keuangan yang mengandalkan teknologi yang menghasilkan produk, layanan atau model  bisnis baru pada sistem keuangan.

Berdasarkan pengertian dari Bank Indonesia, financial technology adalah gabungan antara jasa keuangan dan teknologi yang membentuk model bisnis dari konvensional menjadi moderat, maksudnya adalah sistem pembayaran yang semula dilakukan dengan tatap muka dapat dilakukan dengan transaksi jarak jauh melalui financial technology.

Financial Technology disingkat juga menjadi FinTech merupakan penggunaan teknologi informasi yang terjadi di masyarakat dan telah menjadi bagian dari kebutuhan gaya hidup. FinTech biasanya digunakan oleh masyarakat yang membutuhkan suatu barang tapi tidak memiliki waktu atau memiliki halangan untuk mengunjungi lokasi tersebut secara langsung, melalui FinTech masyarakat dimudahkan dengan proses transaksi pembayaran.

Peran Financial Technology

Financial Technology memiliki peran dalam penggunaan transaksi pembayaran yang lebih efektif. Berikut ini peran yang dapat kamu rasakan dengan kehadiran financial technology :

  1. Menjadi tools pembayaran, FinTech dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu pembayaran yang lebih efisien, mudah dan cepat.
  2. Meringankan pekerjaan pelaksanaan investasi.
  3. Menjadi tools yang dapat menanggulangi risiko dari sistem pembayaran secara konvensional, FinTech memiliki peran untuk mencegah terjadinya risiko pada saat melakukan sistem pembayaran secara konvensional seperti pencurian, kehilangan uang, uang rusak di tengah jalan dan sebagainya.
  4. Membantu masyarakat yang akan menabung, meminjam dana maupun penyertaan modal.
  5. Membuka potensi pasar bagi para pelaku usaha, seperti munculnya metode pembayaran baru seperti OVO, DANA, Gopay dan lain sebagainya

Keuntungan Financial Technology

Berdasarkan definisi dan peran yang telah dijelaskan sebelumnya, FinTech juga memiliki keuntungan yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Berikut ini keuntungan yang dapat kamu rasakan dengan kehadiran sistem pembayaran financial technology :

1.Bagi Konsumen

Financial Technology dari perspektif konsumen dapat memberikan keuntungan berupa pelayanan yang diberikan lebih baik dan efisien pada saat proses transaksi dilakukan, mendapatkan berbagai alternatif pilihan metode pembayaran yang murah dan praktis, pembelian barang dapat dilakukan dengan jarak jauh.

2.Bagi Penyedia Jasa

Bagi para penyedia jasa layanan penjualan produk atau jasa, mereka akan lebih dimudahkan untuk melakukan analisa dan rekapitulasi transaksi yang terjadi, mengurangi biaya operasional dan modal dengan menggunakan financial technology dibandingkan pada saat metode transaksi dilakukan secara konvensional dan dapat membekukan alur informasi.

3.Bagi Negara

Keuntungan bagi sebuah negara jika menggunakan financial technology adalah mendorong penerusan kebijakan ekonomi di negara, mampu meningkatkan perekonomian masyarakat karena perputaran uang akan menjadi lebih cepat dengan  financial technology dibandingkan konvensional, dan mendorong Strategi Nasional Keuangan Inklusif lancar.

Contoh Financial Technology dalam Bisnis 

Berikut ini contoh penggunaan financial technology dalam lingkup bisnis meliputi metode pembayaran yang saat ini semakin canggih dengan peran teknologi. Saat ini berbagai usaha bisnis mulai mengadopsi berbagai teknologi untuk mempersingkat dan meningkatkan efisiensi dalam melakukan pekerjaannya. 

Di Indonesia financial technology mulai banyak dikenal dan digemari oleh masyarakat khususnya dalam proses pembayaran yang dianggap lebih mudah dan murah, kemunculan berbagai perusahaan startup menjadi salah satu bukti bahwa financial technology semakin berkembang di masyarakat.

Salah satu jenis FinTech yang terjadi di Indonesia adalah digital payment system, yaitu layanan pembayaran secara digital untuk memudahkan transaksi pembelian oleh konsumen. Digital payment system menyediakan berbagai fitur yang dapat dimanfaatkan oleh pengguna untuk melakukan pembayaran pulsa, listrik atau token, QRIS dan lain sebagainya.

Beberapa startup yang muncul sebagai perusahaan FinTech diantaranya, Dana, OVO, Cicil, Ajaib, Kredivo, Gopay dan lain sebagainya. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat mendapatkan kesempatan lebih banyak dalam memilih metode pembayaran dengan hadirnya financial technology. 

Berdasarkan penjelasan mengenai  financial technology diatas, maka dapat kamu pahami bahwa perkembangan teknologi menjadi salah satu faktor penunjang hadirnya  financial technology di masyarakat.  Financial technology sendiri merupakan sistem keuangan dengan menggunakan teknologi dalam sistem pembayarannya.

Semoga informasi yang telah disampaikan dapat membantu kamu memahami mengenai pengertian, peran dan keuntungan yang dapat diraih dengan menggunakan  financial technology.

Pintek Menaruh Harapan pada Pertumbuhan Pasar Pinjaman Pendidikan Online di Indonesia: Startup Stories

Segmen pinjaman pendidikan online di Indonesia mungkin tidak sebesar dan produktif seperti pinjaman konsumen, dengan hanya beberapa pemain fintech yang menargetkan segmen ini. Namun, dengan jutaan siswa yang membutuhkan bantuan untuk membiayai pendidikan mereka, perusahaan mulai merambah segmen ini.

Presiden Indonesia Joko Widodo di tahun 2018 juga mendesak bank-bank lokal untuk memberikan lebih banyak pinjaman terkait pendidikan, dalam upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di negara ini. Di antara beberapa bank yang mengikuti instruksi presiden adalah Bank Tabungan Negara (BTN) milik negara, yang menyalurkan IDR 33,83 miliar (USD 2,4 juta) kepada 470 siswa per Juli 2019, dan Bank Mandiri, yang menyalurkan pinjaman mahasiswa sebesar Rp 773 juta (USD) 56.512) per Agustus 2019.

Ada beberapa startup fintek yang juga ikut merambah segmen ini, sebut saja Dana Cita, Dana Didik, dan KoinWorks, namun seperti terpapar di media lokal The Jakarta Post, pinjaman dana pendidikan belum banyak mengambil hati publik.

Inilah yang mendorong eksekutif investasi dari Prancis Ioann Fainsilber bersama pengusaha Indonesia Tommy Yuwono untuk mendirikan perusahaan pinjaman Fintek Pintek pada tahun 2018, dengan tujuan untuk memberikan akses mudah ke pendidikan di Indonesia melalui kredit yang terjangkau dan fleksibel.

“Sektor pendidikan adalah sesuatu yang sangat kami perhatikan. Indonesia memiliki pasar yang sangat besar untuk segmen ini dan kami percaya bahwa pendidikan sangat penting untuk mendorong peningkatan kualitas kelas menengah. Namun, pinjaman pendidikan relatif tidak tersentuh oleh layanan keuangan dan teknologi, dan oleh karena itu kami pikir ini adalah waktu yang tepat bagi kami untuk terjun ke segmen [pendidikan] ini,” kata Ioann Fainsilber kepada KrASIA dalam sebuah wawancara belum lama ini.

Perusahaan ini melancarkan putaran pendanaan pra-Seri A pada November 2019, dipimpin oleh Global Founders Capital dengan partisipasi dari investor sebelumnya, Finch Capital dan Amand Ventures. Fainsilber mengatakan bahwa Pintek akan menggunakan dana segar ini dengan dua fokus: meningkatkan awareness tentang produk Pintek serta terhubung dengan sebanyak mungkin institusi, sementara juga meningkatkan kapasitas teknologi perusahaan untuk memberikan produk yang mudah digunakan tanpa hambatan.

Co-founder Pintek: Tommy Yuwono (kiri) dan Ioann Fainsilber. Dokumentasi foto oleh Pintek

Pintek memberikan pinjaman kepada siswa mulai dari taman kanak-kanak hingga pendidikan pascasarjana, serta bagi mereka yang berada dalam program pendidikan informal khususnya kursus kejuruan yang bertujuan mempersiapkan mereka untuk dunia kerja. Peminjam dapat mengajukan pinjaman mulai dari Rp3 juta (USD 218) hingga Rp500 juta (USD 36,439) dengan jangka waktu hingga dua tahun. Hingga saat ini, perusahaan telah menyalurkan lebih dari Rp27 miliar (USD 1,9 juta) dalam bentuk pinjaman kepada 1.700 siswa di 25 provinsi di Indonesia.

Pinjaman yang diajukan ke Pintek harus dilakukan oleh orang tua, meskipun siswa yang sudah memiliki pendapatan tetap juga berhak untuk mendaftar. Perusahaan mengenakan biaya bunga antara 0 dan 1,5% per bulan, ujar Ioann.

Menurutnya, kerjasama dengan institusi pendidikan merupakan strategi yang penting dalam bisnis. Startup ini telah berkolaborasi dengan setidaknya 100 institusi pendidikan, dimana 40% adalah universitas atau sekolah tinggi, seperti London School of Public Relation (LSPR), LaSalle College, dan Institut Teknologi Telkom Surabaya.

“Kolaborasi menjadi esensial bagi kami. Partner kami akan secara efektif memperkenalkan produk ini kepada pelanggan mereka. Misalkan, jika Anda seorang siswa di LSPR, Anda dapat memilih untuk membayar secara langsung, atau dalam bentuk tunai, dan Anda juga dapat membayar uang kuliah Anda dengan mencicil melalui Pintek,” tambahnya.

Edukasi pasar mengenai keuntungan pinjaman dana pendidikan merupakan tantangan terbesar Pintek dalam segmen ini, kata Ioann. “Orang Indonesia pada umumnya senang meminjam apa pun untuk konsumsi. Namun, meskipun pendidikan jelas merupakan investasi yang hebat, ada keraguan dari pelanggan apakah mereka benar-benar membutuhkannya atau tidak, jadi ada banyak upaya yang kami lakukan untuk edukasi pasar,” ujarnya.

Memperkenalkan education outcomes loan

Indonesia memiliki rasio pendaftara bruto untuk pendidikan tinggi yang rendah di angka 31%, jauh di bawah negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia (38%), Thailand (54%), atau Singapura (78%), menurut sebuah laporan yang diterbitkan oleh Global Business Guide Indonesia. Masalah keuangan menjadi alasan utama.

“Rasio pendaftaran yang rendah menjadi salah satu masalah yang kami coba selesaikan. Namun, kami tidak hanya memberikan dukungan keuangan, tetapi juga ingin mempersiapkan siswa dengan lebih baik untuk pasar kerja dengan bekerja sama dengan berbagai institusi dan perusahaan,” kata Ioann.

Ke depannya, Pintek akan memperluas cakupan produk dan kemitraannya. Perusahaan akan meluncurkan produk baru yang disebut education outcomes loan bulan ini, bekerja sama dengan beberapa yayasan. Idenya adalah bahwa siswa akan mendapat keuntungan lebih dengan suku bunga yang lebih rendah jika mendapatkan nilai baik.

“Untuk proyek ini, kami menetapkan beberapa target untuk peminjam tertentu. Semakin tinggi nilai yang mereka dapatkan, semakin rendah tingkat suku bunga yang harus mereka bayar, dan itu bahkan bisa menjadi bunga negatif,” jelas Ioann.

Proyek pilot akan diluncurkan bulan ini bekerja sama dengan beberapa mitra sekolah, dan cakupannya akan berkembang secara bertahap dari waktu ke waktu. Pintek menargetkan untuk mencapai setidaknya seribu siswa di tahap uji coba.

“Saya pribadi ingin memasukkan semua peminjam saya ke dalam skema ini, tetapi itu akan tergantung pada seberapa banyak komitment modal yang bisa kami dapat. Kami sedang berdiskusi dengan beberapa organisasi internasional besar yang sangat tertarik dengan program ini, jadi kami sangat optimis dengan produk ini,” ujar Ioann, dilanjutkan dengan harapannnya agar pelajar lebih termotivasi dan bisa menghasilkan komunitas yang lebih berpendidikan.

Mekanisme pendanaan baru juga dapat menguntungkan mitra industri Pintek yang mengarahkan pendanaan tanggung jawab sosial perusahaan mereka melalui education outcomes loan. Mitra-mitra ini dapat mengukur dampak program CSR mereka dengan lebih baik karena dana mereka hanya dihargai untuk hasil pendidikan yang terbukti, Ioann menambahkan.

Selain itu, Pintek juga akan mengeksplorasi lebih banyak kolaborasi dengan sekolah kejuruan untuk mendukung siswa dengan keterampilan yang berlaku untuk mencocokkan kebutuhan industri. Dari segi bisnis, Fainsilber mengatakan bahwa Pintek ingin mengembangkan bisnisnya dengan meningkatkan jumlah peminjam dan pinjaman yang dicairkan setidaknya sepuluh kali pada akhir tahun ini.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Mendalami Strategi Bisnis Koku di Indonesia, Tawarkan Teknologi SaaS untuk Institusi Keuangan

Setelah sebelumnya mengumumkan rencana ekspansi ke Indonesia, startup teknologi finansial asal Singapura Koku saat ini telah melakukan perbincangan dengan tiga perusahaan asal Indonesia untuk kemudian memanfaatkan teknologi Koku menawarkan solusi teknologi untuk pertukaran mata uang asing (valas).

Founder & CEO Koku Calvin Goh mengungkapkan, belum bisa disebutkan apa saja startup dan institusi keuangan yang bakal menggunakan teknologi SaaS milik Koku. Ia mencatat selama ini klien yang telah memanfaatkan teknologi mereka adalah perusahaan yang ingin melakukan ekspansi ke luar negeri.

Koku memiliki target hingga tahun 2020 mendatang bisa menambah 10 klien di Indonesia. Tahun ini Koku telah mengantongi pendanaan pra-seri A sebesar USD 2 juta yang dipimpin oleh Jason Zeng, Co-Founder Tencent dan Founder Decent Capital.

“Sebagai perusahaan teknologi, kami ingin membantu dan melengkapi startup untuk memperdalam proses dan teknologi mereka. Sementara untuk perusahaan konvensional, bisa mengadopsi teknologi dan memanfaatkan layanan kami seperti Know Your Customer (KYC) hingga pengolahan data. Semua bisa dikustomisasi oleh klien berdasarkan kebutuhan mereka.”

Secara khusus Indonesia merupakan negara yang menjadi fokus bagi Koku di Asia Tenggara selain Filipina. Melihat besarnya peluang, tren penggunaan smartphone yang meluas di Indonesia hingga masih banyaknya masyarakat unbankable di Indonesia. Koku ingin mengadopsi sistem keagenan sebagai pengganti layanan yang biasanya disediakan oleh perbankan.

“Kebanyakan klien kami adalah perusahaan atau startup yang masuk dalam kategori LKBB (Lembaga Keuangan Bukan Bank), tidak memiliki niat untuk men-distrupt layanan perbankan, Koku ingin menjadi tech enabler perusahaan yang membutuhkan sistem terpadu untuk merancang, mengembangkan, dan menyediakan teknologi untuk mereka yang belum tersentuh layanan,” kata Calvin.

Memiliki jaringan global

Sebagai solusi teknologi penukaran mata uang asing yang memberdayakan operator transfer uang non-bank, saat ini Koku mengklaim menjadi platform pertama yang hadir di Indonesia. Meskipun memiliki kompetitor di negara Eropa hingga Amerika Serikat, Koku secara khusus hanya menargetkan Asia Tenggara untuk segmentasi pasar. Pihaknya juga telah memiliki jaringan secara global yang bisa bermanfaat untuk klien mereka di Indonesia.

“Kami percaya saat ini Asia Tenggara merupakan kawasan yang paling relevan untuk model bisnis kami. Untuk melancarkan rencana tersebut khususnya di Indonesia, Koku akan bergerak untuk berkolaborasi dengan mitra-mitra ahli di pasar lokal. Para mitra ini termasuk adalah para pemain industri layanan e-wallet, pinjaman mikro dan perusahaan pembayaran, serta bisnis remitansi dan penukaran uang.”

Kemitraan dengan para LKBB ini akan terpusat sekitar integrasi teknologi Koku kepada operasional yang sudah ada, memastikan para mitra memiliki kemampuan untuk masuk ke pasar dengan cepat dan tanpa gangguan terhadap bisnis mereka. Selain itu, Koku berpotensi mengeksplorasi peluang untuk bermitra dengan supermarket dan minimarket lokal, yang akan berperan sebagai titik akses kepada layanan keuangan nantinya akan membantu masyarakat yang belum memiliki layanan bank untuk semakin terpapar kepada inklusi keuangan.

“Untuk tahap pertama kami masih ingin menawarkan layanan kepada institusi keuangan hingga startup terkait, namun untuk fase selanjutnya kami juga memiliki rencana untuk melebarkan usaha menjalin kemitraan dengan gerai toko ritel seperti Indomaret hingga Alfamart,” kata Calvin.

Bekerja bersama OJK dan Bank Indonesia

Salah satu fokus yang menjadi prioritas Koku adalah memastikan posisinya menjadi perusahaan finansial yang legal dan telah dipercaya oleh regulator di Indonesia, dalam hal ini Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Terutama dalam hal penyediaan layanan dan teknologi KYC yang sepenuhnya masih menjadi perhatian dan pengawasan otoritas.

Koku ingin memastikan bahwa teknologi yang dimiliki bisa diandalkan dan pastinya terjamin keamanannya. Salah satu teknologi yang saat ini tengah dikembangkan dan dimiliki oleh Koku adalah proses KYC memanfaatkan video seperti yang sedang dikembangkan oleh Jenius dari BTPN.

“Kami percaya dalam industri ini belum ada ‘winner takes all’ untuk itu kami pastikan semua peraturan dan persyaratan telah dipenuhi sesuai dengan permintaan dari regulator, namun kami juga menjalin kemitraan dengan mitra lokal yang telah memiliki izin dan tentunya sudah dipercaya posisinya di Indonesia,” kata Calvin.

Calvin melanjutkan untuk bisa menyediakan layanan yang paling relevan bagi perusahaan finansial, Koku tidak ingin men-distrupt semua proses yang ada, namun berupaya untuk meningkatkan bisnis dan pendapatan mereka memanfaatkan teknologi dan layanan yang dimiliki oleh Koku dengan menyediakan FX TechUp Suite Koku yang terdiri dari tiga solusi yakni White Label Remittance, Liquidity Providers Connect Solution, dan API Solution.

“Ekspansi ke Indonesia akan sangat bergantung pada melibatkan mitra yang tepat. Kami ingin memastikan bahwa teknologi kami disesuaikan dengan kebutuhan lokal untuk mendukung kebutuhan budaya dan kebutuhan bisnis,” tutup Calvin.

Mutual Funds Investment App “Kelola” to Target Young Generations

Kelola is a service developed to facilitate the public’s access to the investment instruments, such as mutual funds. It’s active from 2017, the service started with millennials as the target market. They expect to be the service to facilitate and help people to invest.

“On the current data, only 900 thousand of Indonesian people have mutual fund accounts for investment and only 600 thousand active users. Seen from the total population of productive age, still large opportunities in this sector. Regarding this, Kelola focused on investment literacy, particularly on Gen Z and millennials through social media, directly from Kelola app,” Eyfrel Likuajang, Kelola’s VP of Business Unit, said.

Competition among online mutual fund services is currently rising. Aside from two e-commerce giants, Bukalapak and Tokopedia, there are more services, such as Ajaib, XDana, Tanamduit, and INVISEE run business in the same segment.

Further, Likuajang said, Kelola was using very basic design due to making it easier for users to understand existing mutual fund products. They don’t want users to be confused when first trying to invest with financial jargons not many are familiar with. Kelola always trying to keep up the promotion with financial literacy.

In terms of features, Kelola has a mutual fund purchasing system that allows users to have its products with one payment. In terms of payment, Kelola strives for an easy and fast transaction of Virtual Account. In terms of products, mutual fund types curated are directly chosen from the best Investment Management in Indonesia.

“We provide digital access for the public to invest on financial products, such as mutual fund, and in the future might be insurance, P2P lending, and commodity [gold],” he added.

In its first eight-month operational, Kelola has reached more than 23 thousand app installation and 2300 active investors with AUM (Asset Under Management) reached Rp26 billion. As an under a year old service, Kelola’s focus is currently to increase market share and some other innovations.

“Later, Kelola will focus on improving market shares up to 15% by adding more types of investment products and focus on user acquisition, and literacy,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Fokus Duitku Menjadi “Social Payment Gateway” di Indonesia

Kehadiran layanan Payment Gateway saat ini sudah banyak membantu layanan e-commerce hingga toko online dalam skala kecil hingga menegah ke atas mengelola sistem pembayaran mereka dengan mudah. Salah satu startup lokal yang mencoba untuk menawarkan Payment Gateway kepada segmentasi pasar tersebut adalah Duitku.

Berawal dari kecintaan para pendirinya bermain game online, akhirnya para pendiri Duitku membuat sebuah Payment Gateway yang memudahkan proses pembayaran untuk game online. Berangkat dari pengalaman tersebut akhir tahun 2016, Duitku berkembang menjadi Payment Gateway yang menyasar layanan e-commerce hingga toko online di Indonesia.

Kepada DailySocial, Product Manager Duitku Pauldy Gaotama mengungkapkan Duitku ingin memberikan pilihan pembayaran yang mudah, lengkap dan cepat.

“Sebelumnya kami adalah software developer, dimulai dari hobi bermain game online pada tahun 2009 kami memulai pengalaman kami dalam menciptakan beberapa online Payment Gateway di dunia game online. Dari situ kami berkembang dan membentuk Duitku sebagai online Payment Gateway yang mudah dan cepat untuk digunakan oleh semua kalangan bisnis.”

Pembayaran beragam dalam satu platform

Duitku dikelola oleh PT Kharisma Catur Mandala sebagai penyedia jasa pembiayaan online, menawarkan beberapa metode pembayaran online mulai dari kartu kredit, debit, pembayaran mobile, e-wallet, transfer bank, kartu prabayar, voucher dan lainnya.

Selain bisa diakses di situs, Duitku juga bisa diakses oleh merchant yang ingin menggunakan platform Duitku di aplikasi mobile Android. Dengan proses pendaftaran yang cepat dan tidak terlalu rumit, Duitku mengklaim proses verifikasi bisa dilakukan kurang lebih 30 menit.

Selain digunakan untuk transfer di berbagai akun pembayaran eksternal, Duitku juga bisa transfer ke sesama akun Duitku. Sebagai Payment Gateway yang fokus kepada aspek sosial, Duitku memiliki komunitas yang bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan MDR (Merchant Discount Rate) jika bergabung.

Integrasi cepat dan terjamin keamanannya

Bagi pemilik usaha online, terutama pengelola toko online, Duitku memberikan solusi terbaik untuk menghemat waktu transfer uang pelanggan ke rekening bisnis. Kompatibel dengan berbagai platform seperti, Magento, PrestaShop, OpenCart, WHCMS, WooCommerce, dan VirtueCart.

Sejak dirilisnya Duitku pada bulan Januari 2017 lalu, hingga kini Duitku sudah mempunyai 300 merchant aktif dari berbagai macam bisnis model yang mempunyai sekitar 10-500 transaksi per-hari.

“Sebagian besar dari merchant kami berasal dari usaha jenis jasa, toko online, layanan e-commerce dan toko online yang memanfaatkan media sosial,” kata Pauldy.

Mengklaim memiliki model bisnis yang berbeda seperti layanan Payment Gateway lainnya seperti finpay, ipaymu, Midtrans dan Doku, diharapkan Duitku bisa tampil lebih unggul dari pesaing-nya saat ini dengan memberikan faster integration time, proses pendaftaran dan cara integrasi akun bank lokal dalam akun Duitku, user-friendly platform yang mempermudah proses pembayaran merchant secara transparan dan tentunya aman untuk pengguna.

“Strategi dan target dari Duitku saat ini masih berupaya untuk memperkuat posisi kami di Indonesia sebagai Payment Gateway dengan mengembangkan tingkat layanan fitur, menambah payment channels, dan partnership,” kata Pauldy.

Application Information Will Show Up Here

DScussion #82: Cermati dan Literasi Finansial di Indonesia

Sebagai salah satu layanan financial technology (fintech), Cermati terus mendorong edukasi kepada orang banyak terkait layanan fintech dan inklusi finansial. Mengapa Cermati memilih mengembangkan layanan fintech di sektor perbandingan produk? Bagaimana rencana pengembangan ke depannya?

Berikut bincang-bincang DScussion dengan Co-founder dan CEO Cermati Andhy Koesnandar.

Kerja Sama dengan Kadin, Investree Perkuat Kehadirannya di Jawa Tengah

Setelah ekspansi ke Vietnam dengan meluncurkan pembiayaan syariah pasca mendapat surat dari OJK, perusahaan peer-to-peer lending Investree mulai memantapkan kehadirannya di Jawa Tengah dengan menjalin kerja sama khusus dengan Kadin setempat.

Bentuk kolaborasi ini bertujuan untuk prospek pelayanan pengguna pinjam meminjam uang berbasis teknologi atau peer-to-peer lending yang disediakan Investree, khususnya untuk kalangan UMKM. Melalui kerja sama ini pula nantinya para anggota, mitra atau afiliasi Kadin Jateng dapat menjadi bagian dari Investree sebagai business borrower atau personal borrower.

Isu yang ada kaitannya dengan pinjaman UMKM di Jawa Tengah, tiap kali membutuhkan modal tambahan para pengusaha harus memberikan jaminan terlebih dulu untuk mendapatkan akses keuangan dengan mudah di institusi keuangan konvensional.

Co-Founder dan CEO Investree Adrian Gunadi mengatakan adanya kerja sama strategis ini Investree semakin terdorong untuk menggencarkan jangkauan layanan di Jawa Tengah, agar dapat memperbaiki arus kas serta meraih tujuan finansial yang diinginkan bersama.

‘’Dari sisi kami, sangat berterima kasih karena keberadaan kami sebagai peer-to-peer lending bisa diterima secara positif, Investree merasa terhormat setelah dipercayai Kadin Jateng untuk mendapat tujuan bersama, sekaligus pemberdayaan UMKM di Jawa Tengah demi terciptanya inklusi keuangan,’’ imbuhnya.

Kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat menjadi 60,34 persen dalam lima tahun terakhir. Maka dari itu ketua umum Kadin Jateng, Suryo Wicaksono mengutarakan rasa optimis dengan inovasi terbaru milik Investree dalam menghadirkan permodalan untuk UMKM yang dinilai lebih fleksibel.

Hingga akhir bulan Agustus 2017, Investree telah menyalurkan pinjaman sebanyak Rp222 miliar untuk UMKM dengan 17 persen rata-rata tingkat pengembalian dan 0 persen untuk kredit macet diklaim tidak ada.

Dengan demikian target kerja sama ini dapat terbilang sesuai rencana atau memiliki visi misi yang sama. Investree dapat mencapai target lebih dari tahun lalu untuk mencapai lebih dari 626 UKM. Begitu pula dengan UKM yang mendapat pelayanan mudah, aman dan cepat tanpa prosedur yang rumit.

Masa Depan Kolaborasi Startup

Jika mengacu pada hasil survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2016 dapat diketahui bahwa penetrasi pengguna internet di Indonesia mencapai 132,7 juta dari total populasi penduduk Indonesia yaitu 252,4 juta jiwa. Di samping itu, perilaku pengguna internet di Indonesia didominasi oleh penggunaan mobile yang mencapai 63,1 juta atau 47,6% dari populasi pengguna internet di Indonesia.

Fakta tersebut menjadikan bisnis rintisan atau yang dikenal dengan startup di bidang teknologi merupakan salah satu sektor yang semakin diminati dan terus berkembang dengan cepat. Perkembangan tersebut diikuti dengan munculnya startupstartup lokal maupun masuknya startup luar ke Indonesia serta bermunculannya investor baik venture capital maupun angel investor untuk mendorong ekspansi bisnis startup.

Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara potensial dalam perkembangan startup di bidang teknologi. Tetapi, untuk mendorong lebih banyak lagi startup yang muncul dan berkembang di Indonesia, dibutuhkan kerja sama atau kolaborasi dari para stakeholders baik itu perusahaan konvensional, pelaku startup, institusi pendidikan, komunitas hingga para investor. Diharapkan dengan adanya kolaborasi tersebut akan menciptakan inovasi-inovasi baru dalam bidang teknologi.

Fintech (Financial Technology) sebagai Primadona Baru

Fintech kini menjadi primadona baru dalam dunia startup. Financial technology (Fintech) muncul di tengah masyarakat karena adanya kebutuhan bertransaksi keuangan secara cepat, mudah, dan praktis. Kebutuhan cash less yang semakin besar, membuka peluang pelaku perusahaan rintisan atau startup mengembangkan aplikasi fintech.

Fintech yang banyak dilirik seperti peer-to-peer lending (pinjam meminjam uang melalui aplikasi), pengaturan investasi saham dan reksa dana, sampai pembayaran melalui uang elektronik. Fintech yang dianggap masa depan bagi industri keuangan sudah disadari banyak pihak, terutama dari sektor perbankan. Mereka berlomba-lomba meluncurkan inovasi di bidang fintech

Berdasarkan data Bank Indonesia, nilai transaksi fintech bakal mencapai 1,9 miliar dolar AS atau Rp 25,28 triliun (kurs Rp 13.308/dolar AS) pada tahun 2017. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memperkirakan investasi yang digelontorkan pada sektor fintech sampai tahun 2018 nanti mencapai angka 8 miliar dollar AS.

Data tersebut membuat investor melirik potensi pasar fintech di Indonesia. Dalam laporan Startup Teknologi Indonesia 2016, DailySocial melaporkan bahwa 60 persen investor setuju jika fintech akan menjadi tren di 2017. Disusul sektor Software-as-a-Service (SaaS) yaitu adopsi perangkat lunak sebagai service atau layanan sebesar 20 persen, lalu e-commerce 10 persen, dan lainnya (revenue generating business) sebesar 10 persen.

Inovasi dan Kolaborasi

Berdasarkan hasil survei General Electric Global Innovation Barometer tahun 2016 melaporkan bahwa 85 persen perusahaan mengungkapkan bahwa kolaborasi akan mendorong keberhasilan organisasi di masa mendatang.

Begitupun yang dilakukan oleh PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) yang mengusung inovasi dan kolaborasi sebagai spirit awal terbentuknya BCA Finhacks (Financial Hackathon). Berbekal ide-ide terbaru dan kerja sama antara pelaku industri dan developer IT, melalui Finhacks diharapkan akan hadir inovasi-inovasi digital dan menjadi solusi bagi dunia keuangan, khususnya perbankan.

Finhacks sendiri telah diselenggarakan pada 2016 lalu. Hampir 500 ide inovasi dari developer TI di seluruh Indonesia telah berhasil dijaring oleh Finhacks dan menghasilkan inovasi-inovasi sistem pembayaran menggunakan e-wallet. Jika tahun lalu mengusung tema #HackByTheBeach dengan suasana tepi laut. Finhacks 2017 ini mengusung tema #Codescape dengan nuansa pegunungan yang akan mengambil lokasi di BCA Learning Institute, Sentul. Sebelum menuju perhelatan Finhacks 2017, BCA dan DailySocial terlebih dahulu akan mengadakan meetup dan Mini Finhacks.

Tahun ini, perhelatan Finhacks 2017 menyiapkan total hadiah uang tunai senilai 120 juta rupiah untuk tiga tim pemenang utama yang dapat menghadirkan solusi yang berkaitan dengan digital banking. Bahkan, lebih dari itu, para pemenang juga secara otomatis akan mendapatkan MacBook Pro 13.3″ Retina Display (juara pertama), MSI GE62 2QL (juara kedua), dan Ricoh Theta S 360 Degree (juara ketiga).

Melalui Finhacks 2017, BCA mengajak para developer atau praktisi TI berkolaborasi dan berlomba menghasilkan inovasi yang dapat menjawab tantangan dalam menciptakan inovasi teknologi layanan perbankan yang lebih mudah, aman dan menyenangkan bagi gaya hidup nasabah sehari-hari.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial hasil kerja sama DailySocial dan BCA, sebagai bagian dari rangkaian acara Finhacks 2017.

Pusdiklat Kementerian Luar Negeri Adakan Seminar Bahas Kesempatan dan Tantangan Fintech di Indonesia

Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Kementerian Luar Negeri bekerja sama dengan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jakarta dan Fintech Office Bank Indonesia akan mengadakan seminar bertajuk “Digital Diplomacy on Fintech: Opportunity in Disruptivity” pada 29 dan 30 Maret 2017 di Auditorium CSIS, Gedung Sentral Pakarti, Jakarta Pusat. Acara tersebut akan diisi beberapa sesi diskusi bersama para akademisi, praktisi, dan pengusaha inspiratif yang bergerak di bidang Financial Technology (Fintech).

Dalam seminar ini, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo dijadwalkan memberikan keynote speech pada hari pertama sekaligus membuka rangkaian seminar. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad dijadwalkan menyampaikan keynote speech pada hari kedua.

Sejumlah topik yang akan dibahas pada hari pertama di antaranya:

  • Why Financial Technology?
  • The Role of Start-ups in Fintech
  • The Role of Social Media Influencers
  • The Cross-Border Financial Transaction.

Pemateri yang diundang di antaranya Nabilah Alsagoff (COO Doku), Niki Luhur (Ketua Umum Fintech Association Indonesia), Junanto Herdiawan (Fintech Office BI), Rama Mamuaya (Founder dan CEO DailySocial), Ibnu Hajar Ulinnuha (CEO Indiva Finansial Teknologi), Hendrikus Passagi (Peneliti Senior Otoritas Jasa Keuangan), dan Dr. Grace Dewi (CSIS).

Selain bahasan menarik di atas, dalam agenda seminar juga diisi dengan sesi Tweets from the Top yang akan dihadiri oleh Duta Besar Belanda untuk Indonesia, H.E. Mr. Rob Swartbol. Selain itu, Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah akan mengisi sesi Updates from the Region yang akan membahas perkembangan di Bantaeng dalam hubungannya dengan inklusi keuangan masyarakat.

Sesi “Conventional Banking vs Financial Technology” akan menghadirkan Eddy Danusaputro (Dirut Mandiri Capital Indonesia) dan Adrian Gunadi (Co-founder dan CEO Investree.com). Untuk sesi “Idea Matters”, Yasa Singgih (Founder the Men’s Republic), Ajisatria Suleiman (Director of Fintech ID), dan Agus Lahinta (Bentor Online, Antar-Antar) akan membagi pengalaman tentang kekuatan ide dan dampaknya bagi perkembangan bisnis yang digeluti.

Rangkaian acara akan ditutup dengan Ideas Battle dari tiga besar peserta kompetisi pengajuan ide bisnis akan diberikan kesempatan untuk presentasi di depan juri dan peserta seminar. Pemenang akan memperoleh kesempatan mentoring dengan pakar di bidang Fintech dari Bank Indonesia dan OJK.

ideas battle

Seminar ini akan menjadi edisi ke-4 setelah sebelumnya menangkat topik smart city, ekonomi kreatif, energi terbarukan, dan eco-tourism. Seminar dimaksudkan sebagai wadah diskusi, memperluas jejaring, dan memperkaya perspektif tentang isu yang tengah berkembang pesat dan menjadi pusat perhatian.

Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan bidang Fintech di Indonesia. Pendaftaran tidak dipungut biaya dan peminat dapat mendaftar melalui tautan ini.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner seminar yang diadakan Pusdiklat Kementerian Luar Negeri ini

BRI Tunjuk Indra Utoyo sebagai Direksi, Kuatkan Unsur Fintech di Tubuh Perusahaan

Direktur Innovation & Strategic Portofolio PT Telkom Indonesia Tbk (Telkom) Indra Utoyo resmi terpilih menjadi direksi di PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) menggantikan Zulhelfi Abidin‎. Pemilihan pejabat Telkom tersebut tak lain untuk memperkuat bisnis digital BRI. Dalam pernyataannya, Wakil Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan bahwa kini perusahaan memahami betul urgensi untuk masuk ke ranah fintech, termasuk melakukan transformasi digital menyesuaikan laju kebutuhan konsumen modern.

Sebelumnya sempat mencuat salah satu target pengembangan bisnis BRI. Menganggarkan Rp2 triliun, selain untuk menguatkan sektor dan komponen perbankan itu sendiri, BRI berencana mendirikan sub-bisnis berupa modal ventura untuk melanjutkan keterlibatannya dalam mendorong bisnis UMKM di Indonesia. BRI juga tengah membidik perusahaan ventura untuk merelaisasikan tujuan tersebut.

Terkait dengan tantangan fintech, direktur BRI saat ini Asmawi Syam sempat menjelaskan strateginya, yakni dengan membangun sistem digital banking. BRI sadar betul bahwa sasaran fintech merupakan generasi muda, kalangan paling konsumtif yang terus menggerus angka mayoritas transaksi keuangan.

“Tantangan perbankan ke depan ini akan lebih berat lagi. Kita akan berhadapan dengan fintech. Kita harus berpikir sebaik mungkin,” terang Asmawi.

Berbicara soal pengalaman, bersama Telkom, Indra Utoyo dikenal sebagai sosok penggiat ekonomi kreatif digital. Beberapa program pembinaan startup dipimpin langsung dalam kendalinya, termasuk program Indigo Creative Nation yang terus bergulir menyasar startup terbaik di Indonesia hingga saat ini. Selain duduk di kursi direktur Telkom, Indra Utoyo juga menjabat sebagai Ketua Umum Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi & Komunikasi Indonesia (MIKTI).

Kiprah Indra Utoyo mungkin dinilai akan mampu bersinergi dengan tuntutan bank BRI go digital dalam lanskap fintech nasional, sekaligus memaksimalkan sistem permodalan yang ditargetkan akan siap saji di tahun ini (modal ventura BRI). Terlebih beberapa waktu belakangan, upaya peluncuran satelit juga digaungkan menjadi salah satu landasan layanan teknologi yang akan dimaksimalkan oleh BRI.