AC Ventures Secured 823 Billion Rupiah Fund, Targeting 30 Early-Stage Startups in Indonesia

AC Ventures (ACV) today (12/10) announced the first close of ACV III Capital L.P. worth of $56 million or the equivalent of 823 billion Rupiah. It is said to be invested in 30 potential startups over the next three years. ACV III is targeted to reach $80 million or the equivalent of 1.1 trillion Rupiah for early-stage startup investment in Indonesia.

ACV is particularly interested to explore investment opportunities in startups in the fields of e-commerce, fintech, supporting SMEs, and digital media. Some of their previous portfolios include Shipper, Kargo, Stockbit, BukuWarung, ESB, CoLearn, KitaBeli, Aruna, and Soul Parking.

“Our fund LPs include leading digital and strategic corporates, local Indonesian conglomerates, as well as technology entrepreneurs who have scaled billion-dollar businesses,” the Managing Partner, Adrian Li said.

ACV is a partnership venture capital firm, consisting of 3 partners, 6 professional investors, and supporting teams. Prior to becoming ACV, Convergence Ventures and Agaeti Ventures managed funds through CVI (’15) and AVI (’18) with respective returns of 31% and 48%.

Investment in time of the pandemic

Indonesia’s digital economy is growing at an unprecedented rate in 2020 due to the “disruption” of the Covid-19 pandemic. Next, many venture capitalists have to revisit the condition of the ecosystem. Regarding this, the ACV team told DailySocial that they had witnessed several interesting trends developing in all startup portfolios. This certainly raises enthusiasm to continue investing in sectors in the investment thesis.

“[Due to Covid-19] We don’t have a stringent criterion, as for every company, business model, and sector, we need to have a different approach in doing the due diligence. We evaluate companies based on market potential, founders, and traction/proof of product-market fit perspective. However, we do want to see companies that can scale but also have a path to positive unit economics,” Adrian added.

As conditions vary, including demographics, ACV is quite confident that the startup ecosystem in Indonesia will be quite promising. The market will continue to accelerate in adopting technology support. For this reason, it is an opportunity for digital startups to become a billion-dollar company, especially in critical sectors such as fintech, logistics, also education, health, agriculture, and SME support.

“We look for founders that demonstrate resilience and willingness to adapt the businesses in the face of adversity. As for competition, it is not unusual to see many players in a particular space, since it just reaffirms the opportunity of the sector. The markets we invest in tend to be large enough to accommodate a few players. It’s not always a winner takes all outcome. We are confident that our founders have incredible potential to succeed in their respective sectors,” Adrian added.

Besides Adrian Li, as the founder partner of ACV, there are Michael Soerijadji and Pandu Sjahrir who represent Indies Capital. It is said that ACV’s ambition is to take advantage of the founders’ industry insights, provide support, and a global network to empower founders to build businesses that are able to democratize various fields in Indonesia and Southeast Asia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

AC Ventures Bukukan Dana Kelolaan 823 Miliar, Targetkan 30 Startup Tahap Awal di Indonesia

AC Ventures (ACV) hari ini (12/10) secara resmi mengumumkan penutupan pertama ACV III Capital L.P. Di penutupan pertama, dana senilai $56 juta atau setara 823 miliar Rupiah berhasil dikumpulkan dan akan diinvestasikan ke 30 startup potensial selama tiga tahun ke depan. ACV III ditargetkan mencapai $80 juta atau setara 1,1 triliun Rupiah untuk investasi startup tahap awal di Indonesia.

Secara khusus ACV berminat mencari peluang investasi di startup bidang e-commerce, fintech, pendukung UKM, dan media digital. Beberapa portofolio mereka sebelumnya termasuk Shipper, Kargo, Stockbit, BukuWarung, ESB, CoLearn, KitaBeli, Aruna, dan Soul Parking.

“LP dana kami mencakup perusahaan digital dan strategis terkemuka, konglomerat lokal Indonesia, dan wirausahawan teknologi yang telah mengembangkan bisnis miliaran dolar,” ujar Managing Partner Adrian Li.

ACV adalah perusahaan modal ventura kemitraan, terdiri dari 3 mitra, 6 investor profesional, dan tim pendukung. Sebelum menjadi satu dalam ACV, Convergence Ventures dan Agaeti Ventures telah mengelola dana melalui CVI (’15) dan AVI (’18) dengan tingkat pengembalian masing-masing 31% dan 48%.

Investasi di masa pandemi

Ekonomi digital Indonesia tumbuh pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya di tahun 2020 ini akibat “gangguan” pandemi Covid-19. Kemudian, banyak pemodal ventura harus melihat ulang kondisi ekosistem. Terkait hal itu, kepada DailySocial tim ACV mengatakan, pihaknya menyaksikan beberapa tren menarik yang berkembang di seluruh startup portofolio. Hal itu tentu memunculkan semangat tersendiri untuk terus berinvestasi pada sektor-sektor yang dalam tesis investasinya.

“[Karena Covid-19] kami tidak mengetatkan kriteria investasi, karena untuk setiap perusahaan, model bisnis, dan sektor kami memerlukan pendekatan berbeda dalam melakukan due diligence. Kami mengevaluasi perusahaan berdasarkan potensi pasar, pendiri, dan daya tarik/pembuktian product-market fit. Kami tidak hanya ingin melihat perusahaan yang dapat melakukan skalabilitas, tapi juga memiliki jalur menuju unit ekonomi yang positif,” ujar Adrian menambahkan.

Melihat berbagai kondisi, termasuk demografi, ACV cukup yakin bahwa ekosistem startup di Indonesia akan menjanjikan. Pasar akan terus melakukan percepatan dalam mengadopsi dukungan teknologi. Untuk itu, menjadi peluang tersendiri bagi startup digital untuk bisa menjadi perusahaan miliaran dolar, khususnya di sektor-sektor kritis seperti fintech, logistik dan tidak menutup kemungkinan pendidikan, kesehatan, pertanian, dan pendukung UKM.

“Kami mencari pendiri yang menunjukkan ketangguhan dan kemauan untuk menyesuaikan bisnis dalam menghadapi kesulitan. Mengenai persaingan, tidak jarang melihat banyak pemain di ruang tertentu, karena itu menegaskan kembali peluang sektor tersebut. Pasar tempat kami berinvestasi cenderung cukup besar untuk menampung beberapa pemain. Tidak selalu pemenang mengambil semua hasil. Kami yakin para pendiri kami memiliki potensi luar biasa untuk sukses di bidangnya masing-masing,” imbuh Adrian.

Selain Adrian Li, selaku founder partner ACV terdapat Michael Soerijadji dan Pandu Sjahrir yang mewakili Indies Capital. Dikatakan ambisi ACV adalah memanfaatkan wawasan industri pada pendiri, memberikan dukungan dan jaringan global untuk memberdayakan para founder dalam membangun bisnis yang mampu mendemokratisasi berbagai bidang di Indonesia dan Asia Tenggara.

Strategi Monetisasi Startup Edtech MejaKita dengan Dompet Digital Besutannya

Selama kurang lebih empat tahun beroperasi, Mejakita startup yang menawarkan konsep peer tutoring bagi pelajar Indonesia, menegaskan komitmen mereka untuk semakin berkiprah dalam meningkatkan kualitas pendidikan tanah air. Hal ini ditunjukkan dengan pengembangan fitur serta strategi monetisasi yang mulai diterapkan di bulan Juni 2020.

Aktsa Efendy selaku Founder & CEO MejaKita turut menyampaikan, “Sebelumnya MejaKita tidak menuangkan kampanye pemasaran apapun dalam skala besar, betul-betul hanya hidup dari dana bootstrap untuk membangun branding terlebih dulu, sembari para founder menggodok model bisnis, brand DNA, serta product offerings yang solid.”

Di masa pandemi ini, perusahaan melihat potensi besar dalam dunia teknologi pendidikan. MejaKita menyediakan materi pembelajaran untuk pelajar SD s/d SMA secara gratis, disertai ribuan catatan yang sudah diunggah oleh murid-murid di komunitas pelajar di seluruh Indonesia.

Penyajian materi dilakukan secara tematis dan dilengkapi forum diskusi yang bisa dimanfaatkan untuk tanya jawab. MejaKita mendukung siswa yang harus belajar di rumah untuk tetap dapat berdiskusi PR, soal dan tugas, serta berbagi catatan dan materi pembelajaran lainnya

Sejak Juni 2020,  MejaKita mulai mencatat kenaikan traksi yang signifikan. Sampai saat ini sudah ada 1300+ pengguna premium serta 12.000+ murid terdaftar dari 223 kota dalam tiga bulan terakhir. Tercatat kenaikan rata-rata pengguna sebesar 22% serta MAU yang mencapai 16%-20% per bulan. Hal ini diimbangi dengan dengan kenaikan traffic yang signifikan hingga 700.000+ unique traffic per bulan.

Analisis pasar

Dari segi konsep, MejaKita mengaku bahwa mereka tidak bersaing secara langsung dengan kebanyakan platform edtech di Indonesia.

“Dari awal, value proposition kami memang bukan untuk head-to-head dengan bimbingan belajar, baik offline maupun online. Sebagai P2P learning solution, tujuan kami adalah membantu murid-murid Indonesia supaya dapat terhubung dan berkolaborasi dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari. Jadi, lain dari bimbingan belajar yang kebutuhannya bersifat musiman, kami berniat membantu mendukung kebutuhan murid-murid yang bersifat daily & spontaneous.” pungkas Aktsa.

Dengan konsep yang sedikit berbeda dengan kebanyakan pemain edtech di Indonesia, MejaKita mencoba menangkap pasar pendidikan yang lebih spesifik. Target utama mereka adalah siswa/i di kelas 12 SMA yang mengejar jenjang pendidikan lebih tinggi di universitas. Berdasarkan data analisis pasar mereka, terdapat potensi pengguna sejumlah 4,8 juta di jenjang SMA serta lebih dari 700 ribu dari mereka mengikuti seleksi masuk universitas di Indonesia.

Sementara itu, untuk menyasar pasar yang lebih luas, MejaKita mencatat total market sebesar 40,5 juta yang bisa dijangkau serta 11,9 juta pengguna potensial. Mereka adalah pelajar dari setiap jenjang pendidikan yang memiliki tujuan jangka panjang di bidang akademik.

Platform ini sendiri terbuka bagi siapa saja yang ingin berdiskusi ataupun berkontribusi. Di dalamnya juga terdapat fitur Community Safety Net, pengguna bisa memberi vote dan flag pada konten yang tersedia. Validasi dari komunitas ini yang kemudian akan dijadikan rekomendasi bagi para pengguna terkait. Di sinilah aspek data-driven bekerja, untuk menghubungkan mereka yang butuh diskusi mengenai materi yang sulit dengan kontributor yang memiliki keahlian di bidang terkait.

Skema monetisasi

Dengan berbagai fitur berbasis data dan konsep peer-to-peer learning yang ditawarkan, MejaKita kini menerapkan skema berbayar dalam platform mereka. Ada beberapa paket berlangganan yang ditawarkan mulai dari 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. Semakin lama paket yang diambil, semakin murah biaya per bulan, mulai dari 20 ribu Rupiah.

Dalam skema berbayar ini, MejaKita mengelola dompet digital sendiri yang dinamakan MejaKocek dengan MejaKoin & MejaKash sebagai mata uang. 1 MejaKoin sama dengan IDR 20, sementara 1 MejaKash senilai dengan IDR 2 atau 1 MejaKoin.

Dengan sistem mata uang digital ini, pengguna bisa berlangganan untuk bisa menggunakan fitur di MejaKita, contohnya dalam membeli paket soal try out, menyampaikan pertanyaan, membaca catatan, dst. Sementara itu, kontributor dalam platform akan mendapatkan dividen dalam bentuk MejaKash, yakni 80% dari tiap transaksi MejaKoin yang ada.

“Target kami adalah untuk bisa menjangkau 6,000+ active premium subscribers per bulan untuk bisa mencapai breakeven point dengan harapan besar untuk bisa mencapai traffic rata-rata per kuartal melebihi 1 juta. Keduanya, jika berjalan lancar, akan menjadi bekal kami untuk bisa closing seed round dan seterusnya mengembangkan produk serta jangkauan pasar kami di Indonesia dan regional,” tutup Aktsa.

Application Information Will Show Up Here

Lewat Media Sosial dan Situs Web, Kanva Tingkatkan Peluang Pangsa Pasar Produk Dekorasi Rumah

Mengusung konsep direct to consumer (DTC), platform yang menyediakan keperluan dekorasi rumah Kanva didirikan oleh Andi Kurniaty (Nuny) tahun 2015. Selain konsep DTC, Kanva juga memiliki beberapa proyek khusus dengan beberapa korporasi (B2B).

“Seluruh produk Kanva is proudly made in Indonesia dengan pengrajin kita dari beberapa pelosok Indonesia. Tujuannya adalah bagaimana menghadirkan kualitas produk lokal bisa bersaing,” kata Nuny.

Saat ini Kanva telah memiliki sekitar 6 pengrajin yang tersebar di beberapa tempat seperti Jakarta, Cianjur, Jepara, dan Solo. Produk awal Kanva sendiri adalah produk custom wall decor/canvas print dengan sistem pre-order.

“Semua berawal dari media sosial sampai akhirnya bisa memiliki situs web sendiri,”kata Nuny.

Untuk memudahkan transaksi, sejumlah opsi pembayaran sudah disediakan meliputi via bank transfer, kartu kredit, dan payment gateway Midtrans.

Bermarkas di Jakarta, saat ini pelanggan yang dilayani bukan hanya datang dari Jawa, Kanva juga telah menerima beberapa pesanan dari Bangka Belitung, Goronalo, hingga Papua. Baru-baru ini produk Kanva juga sudah tersedia di Singapura dan Malaysia, melalui kerja sama dan kolaborasi dengan salah satu e-commerce di negara tersebut.

Masih menjalankan bisnis secara bootstraping, Kanva saat ini terus membuka kolaborasi dengan investor yang memiliki kesamaan visi untuk mendukung bisnisnya.

“Untuk saat ini masih dalam fase bootstraping tetapi ada beberapa investor yang telah menghubungi Kanva. Semoga ke depan, dengan membaiknya perekonomian, Kanva bisa berkembang lebih baik lagi,” kata Nuny.

Startup yang menawarkan consumer product dengan konsep direct to consumer sebelumnya sudah banyak bermunculan. Khususnya mereka yang mulai menerapkan teknologi untuk optimasi bisnis. Mulai dari produk kecantikan Base, SYCA, Amazara dan MENA Indonesia.

Pandemi dorong pertumbuhan usaha

Saat pandemi, Kanva melihat kondisi ini sebagai peluang besar untuk semakin melebarkan sayapnya. Di masa yang dianggap serba sulit ini, pihaknya justru berusaha all out memperbesar pangsa pasar, memperluas rangkaian produk, dan meningkatkan volume penjualan. Work From Home ditranslasikan Kanva menjadi peluang cemerlang. Pasalnya rumah merupakan ‘area bermain’ Kanva.

Menurut Nuny, kembali ke rumah adalah momentum yang harus dielaborasi dengan baik. Perusahaan mengklaim penjualan beberapa produk dekorasi rumah ini justru meningkat pesat. Besaran kenaikannya terhitung signifikan, yaitu mencapai 200% di semester pertama 2020.

“Pada saat awal pandemi, kami sangat khawatir ini akan memberikan impact yang berat kepada kami. Tapi dengan kondisi #dirumahaja ini, ternyata banyak orang yang mulai menata dan menghias rumahnya sehigga menjadikan Kanva sebagai salah destinasi mereka. Kenaikan signifikan untuk sales kami juga terasa, karena dimasa pandemi ini saat orang tidak bisa bertemu, banyak yang saling kirim mengirim gift dalam rangka hari spesial seperti wedding, birthday, dan house warming,” kata Nuny.

Kanva juga mengadakan berbagai webinar melalui platform Instagram Live. Hal ini dilakukan tidak semata-mata untuk menaikkan engagement, tetapi juga menjadi platform informasi bagi para pengikutnya. Di tengah pandemi, Kanva juga menggandeng beberapa bisnis lokal lainnya untuk berkolaborasi baik secara digital, maupun menghasilkan produk kolaborasi.

“Tidak dimungkiri kami pun senang sekali bisa membantu para pelaku bisnis lokal lainnya. Sebagai bisnis lokal yang relatif masih kecil, kita mau mengajak teman-teman lainnya untuk bahu-membahu saling menyelamatkan, setidaknya selama pandemi ini. Ke depannya juga, kami berharap bisa lebih bermanfaat lagi bagi lingkungan, bagi sesama, dan besar harapan kami untuk juga bisa membantu mengurangi angka pengangguran,” tutup Nuny.

Fast 8 Group Luncurkan Fitur “Contact Tracing” di Aplikasi Hadirr

Berfungsi untuk memudahkan kegiatan bekerja di rumah pegawai, platform SaaS produktivitas yang ditawarkan oleh beberapa startup mengalami pertumbuhan dan awareness yang cukup signifikan. Termasuk bagi Hadirr, platform sumber daya manusia di bawah naungan Fast 8.

Fast 8 Group sendiri membawahi empat platform SaaS produktivitas, meliputi Gadjian (layanan penggajian), Hadirr (layanan pengelola performa karyawan), Benefide (layanan pengelola fasilitas karyawan), Pegawe (layanan administrasi pegawai).

Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa startup SaaS yang juga sajikan layanan serupa. Di antaranya platform yang bernaung di bawah Mekari.

Kepada DailySocial, Co-founder & CEO Fast 8 Group Afia Fitriati mengungkapkan, pertumbuhan pengguna di Hadirr cukup tajam selama pandemi. Bahkan perusahaan berhasil mendapatkan klien-klien dari segmen tradisional yang sebelumnya cenderung resisten atau lambat beradaptasi terhadap digitalisasi. Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, perusahaan juga berniat untuk melancarkan kegiatan penggalangan dana.

“Saat ini kami juga sedang melakukan penggalangan dana untuk tahapan pre-series A, yang merupakan extension dan akan dilanjutkan dengan penggalangan dana series A,” kata Afia.

Meluncurkan fitur contact tracing

Hadirr selama ini dikenal dan telah digunakan karena memiliki fitur-fitur yang membantu perusahaan menerapkan work from home atau remote working, seperti fitur absensi dengan kapabilitas geofencing & face recognition, fitur timesheet, dan client visit untuk memonitor aktivitas kunjungan ke klien.

Dengan adanya fitur contact tracing, Hadirr juga bermanfaat bagi perusahaan yang pegawainya tetap harus bekerja di outlet, kantor, dan pabrik. Meskipun aturan PSBB dilancarkan, Hadirr dapat terus dimanfaatkan perusahaan.

“Jadi, dengan penambahan kapabilitas lacak melalui sinyal, kami dapat berkontribusi terhadap penanganan Covid-19 di Indonesia, khususnya untuk meminimalisir kasus penularan di kantor, pabrik, dan kawasan kerja lainnya,” kata Afia.

Fitur contact tracing Hadirr mengandalkan sinyal bluetooth yang dipancarkan dari ponsel untuk menemukan rekan kerja lain di sekitar. Ini memungkinkan perusahaan untuk mengidentifikasi siapa dari tempat kerja yang mungkin telah melakukan kontak dengan seseorang yang terinfeksi Covid-19.

Ketika seorang pegawai melaporkan diri terinfeksi Covid-19 ke departemen sumber daya manusia, sistem akan memberikan daftar karyawan lain yang berpotensi mendekati orang yang terinfeksi dalam waktu 14 hari dan memungkinkan tim SDM untuk segera mengirim peringatan paparan ke orang yang berpotensi terinfeksi.

Dengan demikian, sistem ini dapat membantu perusahaan untuk mencegah penutupan seluruh kantor, memutus rantai penularan Covid-19, dan meminimalkan risiko bisnis terkait. Fitur contact tracing yang baru diluncurkan dapat digunakan tanpa biaya tambahan bagi pelanggan Hadirr melalui kanal uji coba gratis.

Core value dari Fast-8 sebagai perusahaan induk aplikasi Gadjian dan Hadirr adalah selalu memberi nilai tambah serta membantu pertumbuhan klien. Apalagi di masa pandemi ini, kami meyakini bahwa satu-satunya cara Indonesia bisa keluar dari krisis Covid-19 ini adalah jika kita bekerja bahu membahu melawan berbagai tantangan pandemi,” kata Afia.

Application Information Will Show Up Here

Kepala Bidang Investasi Strategis Telkomsel: Mengenai Penggalangan Dana Bukanlah Segalanya

Nazier Ariffin memberi dukungan kepada para pendiri yang menciptakan perubahan penting melalui dana strategis Telkomsel TMI dengan hampir 6 tahun pengalaman di bidang teknologi, lebih dari 30 investasi di bawah campur tangannya. Dia berdiskusi dengan dalam Startup Hour podcast radio, berbagi ide (re: meme) yang tidak akan Anda temukan di tempat lain di Instagram-nya, sosok yang terobsesi dengan jiu-jitsu, dan menghibur diri di hari Minggu pagi yang tenang dengan chai tea latte ekstra-panas.

Anggota komunitas kami dapat mengajukan pertanyaan kepadanya tentang Slido.

Nazier Arifin, Kepala Bidang Investasi Strategis Telkomsel

KrASIA (Kr): Apa yang menjadi harapan Anda ke depan mengenai ekosistem startup lokal?

Nazier Ariffin (NA): Saya pikir kita semua lelah mendengar hal yang sama berulang kali tentang COVID-19 serta orang-orang yang kehilangan pekerjaan. Pengusaha mungkin bosan mendengar tentang bagaimana investasi VC melambat. Saat-saat ini bisa jadi membuat frustrasi.

Semua hal melambat. Siklus penjualan yang lebih lama adalah indikator utama. Dengan perjalanan yang dibatasi, menutup pelanggan baru membutuhkan penjualan melalui telepon atau video, dan lebih sulit untuk membangun kepercayaan, terutama untuk transaksi besar melalui telepon. Akibatnya, pemesanan akan lebih tidak stabil. Jadi, lebih banyak pipeline diperlukan untuk menciptakan konsistensi, tetapi pembuatan pipeline akan lebih sulit. Semua orang akan melakukan ini pada saat yang sama, meningkatkan CPA, CPM, dan BPK, serta mengisi kotak masuk email dengan materi pemasaran. Tingkat respons akan turun.

Momentum penggalangan dana kemungkinan besar akan melambat karena alasan yang sama seperti memperlambat penjualan: Hanya saja lebih sulit untuk bertemu orang. Penilaian mungkin ditekankan untuk perusahaan yang meningkatkan modal sekarang dengan rencana pertumbuhan yang lebih konservatif. Jika perusahaan rintisan memperkirakan pertumbuhan yang lebih lambat, maka penilaian akan turun, karena tingkat pertumbuhan adalah korelasi tertinggi dari kelipatan penilaian.

Selain itu, ketidakpastian di pasar saham dapat menekan valuasi, terutama dalam tahap pertumbuhan, meskipun kelipatan valuasi belum bergerak secara intrinsik. Kami masih mendekati titik tertinggi sepanjang masa, jadi ini mungkin sedikit lebih rumit dari yang diharapkan.

Saya berharap ketidakpastian yang kita lihat hari ini akan mereda dengan cepat. Untuk kuartal ini, [sebaiknya] berhati-hati dan rumuskan rencana yang lebih konservatif. Tetapkan indikator utama yang dapat membuat perubahan. Jangan hanya membaca tentang dewa industri — ambillah inspirasi dari para pendiri di sekitar Anda. Anda perlu mendengar kisah horor yang akan membuat Anda terus maju.

Kr: Banyak investor yang menciptakan “tema” sebagai standar mereka dalam mengkategorikan jenis investasi tertentu dan tren di Indonesia. Bagaimana dengan Anda?

NA: Terkadang, tema bersifat prediktif dan praktis. Seringkali, “tema” hanyalah pemasaran konten untuk VC dan narasi untuk pengusaha. Pada saat ada dana bertujuan khusus yang berkomitmen untuk suatu tren, mungkin sudah terlambat untuk membangun perusahaan yang berarti di ruang itu. Meskipun demikian, perusahaan yang mulai terlambat tidak akan gagal. Tokopedia menjadikan e-commerce sebagai “masalah yang terselesaikan” sampai Shopee menciptakan platform mobile-first yang menemukan cara untuk mengisi ceruk dan menghasilkan miliaran melalui agregat kapitalisasi pasar.

Startup yang berasal dari IP yang sudah dikenal adalah yang cenderung lepas landas. Bukan berarti harus memiliki paten, melainkan pengetahuan dasar yang tidak bisa didapat dari ruang seperti Github. Dalam kasus PrivyID, membangun solusi tanda tangan elektronik memerlukan banyak sekali infrastruktur, perangkat lunak, dan bahkan masalah hukum yang perlu diselesaikan. Produk yang kompleks memberi Anda keuntungan.

Selama pandemi ini, kita harus memiliki pandangan yang jernih tentang “mengapa” ini mungkin waktu yang tepat bagi pengusaha: Kasus penggunaan baru bermunculan hampir setiap hari, CAC berada di posisi terendah selama satu dekade, dunia telah berubah. Tidak ada ahli dan VC akan lambat untuk mendanai pesaing. Dengan segala cara, harap bercita-cita untuk membuat “penyok di alam semesta” yang positif dengan menerapkan bakat Anda pada tantangan terbesar yang kami hadapi. Buku pedoman komersial lama tidak lagi berfungsi, dan yang baru perlu ditulis.

Pengusaha baru pun bermunculan. Banyak dari mereka pernah bekerja untuk unicorn sebelumnya, atau baru saja kembali dari Amerika Serikat atau China. Saya melihat bahwa akan ada gelombang keempat. Kesepakatan yang lebih baru, lebih segar, dan lebih menarik akan muncul setelah COVID-19, karena kita harus mengakui bahwa pandemi juga mempercepat proses transformasi digital banyak UKM. Inovasi dan kreativitas telah muncul dalam beberapa hari terakhir. Oleh karena itu, saya yakin kita akan melihat lebih banyak jenis startup baru.

Indonesia memiliki bakat luar biasa, banyak ide yang muncul, dan banyak peluang untuk menyelesaikan masalah. Dan Telkomsel ingin memberi [orang-orang ini] sumber daya, akses, dan jaringan.

Nazier dalam program podcast radio lokal, Startup Hour. Dokumentasi oleh Nazier Ariffin

Kr: Anda juga sempat menjadi mentor dalam beberapa program inkubator dan akselerator, penyelenggara serta yang memproduksi Startup Hours, program radio tentang lanskap startup, berbagi berita tentang startup dan tips penggalangan dana di media sosial. Apa yang telah Anda pelajari dari pengalaman ini?

NA: Saya belajar bahwa banyak sumber daya yang tersedia untuk startup tahap awal dimulai dari ketika Anda mencapai kesesuaian dalam pasar produk (product market fit). Bayangkan Anda ingin menjadi pelari kelas dunia dan pergi ke Olimpiade, akankah lebih baik jika mempelajari cara menegosiasikan sponsor Nike Anda, atau hanya berlatih dan menguasai kemampuan berlari?

Begitu banyak pendiri yang bertanya, “bagaimana Anda mengumpulkan dana, bagaimana Anda berkembang?” dan lewati bagian awal dari startup. Jika Anda memiliki sesuatu yang benar-benar berhasil, investor akan menemukan Anda, jurnalis akan menemukan Anda — dunia cenderung menemukan hal-hal yang cemerlang dan mendorong Anda menuju kesuksesan. Jika Anda merasa bahwa Anda terus-menerus harus mengerjakan penggalangan dana dan PR tanpa mengetahui inti dari produk itu sendiri, Anda akan mengalami waktu yang sangat sulit.

Hal lain misalnya, banyak orang berpikir bahwa kartu skor untuk siapa yang sukses adalah siapa yang menghasilkan uang paling banyak. Ini tidak benar. Jumlah uang yang Anda kumpulkan, dan pers yang Anda baca tentang semua hal hebat ini terjadi, tidak memberi Anda wawasan tentang apakah suatu produk berfungsi dan mencapai kesuksesan. Saya akan menyebut penggalangan dana sebagai indikator tertinggal dari perusahaan yang mencapai tonggak sejarah. Ini sebenarnya semakin sulit setiap kali Anda menggalang dana, karena taruhannya meningkat dan perusahaan Anda semakin besar. Terkadang semakin sulit untuk tumbuh saat Anda mengumpulkan uang.

Kr: Apa yang menjadi poin penting dalam penggalangan dana?

NA: Penggalangan dana bisa menjadi salah satu bagian tersulit meskipun “kesenangan” tepat dalam kata itu. Sepertinya pasar terbuka, tetapi tidak rasional dan jarang adil. Anda akan mendengar tentang pendiri yang berkata, “Penggalangan dana itu mudah. Saya masuk ke kedai kopi dan orang-orang menghujani saya dengan uang. ” Itu pengecualian, bukan aturannya. Penggalangan dana adalah lari maraton yang membutuhkan perhatian hampir konstan. Prosesnya bisa lebih menghukum dan lebih berisiko dari yang kita bayangkan. Bersiaplah untuk banyak penolakan. Perusahaan rintisan yang menjanjikan akan mendapatkan, rata-rata, 17 hingga 20 TIDAK untuk setiap YA.

Anda akan mendengar alasan mengapa startup Anda tidak akan berhasil, mengapa produk Anda tidak bagus, mengapa peluang yang Anda bicarakan tidak nyata. Terkadang mereka juga benar, tetapi Anda tidak boleh percaya itu. Cara Anda akan bertahan adalah dengan menjadi tangguh dan ulet, dan yang terpenting, dengan percaya. Tidak peduli apa yang Anda dengar, Anda harus percaya.

Persiapan yang tepat adalah separuh pekerjaan. Anda tidak ingin terkejut dengan pertanyaan atau kehilangan momentum karena terlalu lama memberikan informasi yang diminta. Bersiaplah untuk memindahkan garis waktu. Saat ini, komite investasi akan membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengambil keputusan.

Kr: Apa pendapat Anda mengenai hal “membangun karir atau mengikuti passion?”

NA: Berhentilah terobsesi menemukan passion Anda. Hal itu bukan untuk ditemukan, namun dibangun. Ini adalah proses penemuan, bukan takdir dari surga. Jika Anda belum menemukan passion, ada dua kemungkinan: Anda tahu apa yang ingin Anda lakukan tapi terlalu takut untuk mengejarnya, atau Anda belum menemukan passion Anda karena terlalu takut untuk menjelajah. Kedua alasan tersebut adalah hasil dari ketakutan. YOLO.

Begitu menemukan passion itu, Anda menghadapi kenyataan. Anda menyadari itu akan sulit. Anda mengetahui kemungkinan terburuk. Saat itulah Anda memutuskan: Apakah Anda bersedia untuk tetap bersabar dan berjuang untuk itu? Dengan masyarakat kita yang berubah dengan cepat, pasti akan ada banyak perubahan dan kejutan di sepanjang jalan, jadi selalu coba untuk menyesuaikan dan menghargai jaringan Anda.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Perjalanan Umrah Berhenti Sementara, PergiUmroh Lakukan Penyesuaian Bisnis

Karena penyebaran Covid-19, Kerajaan Saudi Arabia memutuskan untuk menutup sementara kegiatan umrah dari luar Saudi sejak tanggal 27 Februari 2020. Kondisi ini berdampak langsung pada sejumlah agen perjalanan umrah, tak terkecuali PergiUmroh. Untuk tetap mempertahankan bisnis, sejumlah rencana sudah disiapkan.

Co-founder dan CEO PergiUmroh Faried Ismunandar berbagi cerita kepada DailySocial tentang kondisi ini. Menurutnya kondisi ini hadir di tengah industri perjalanan umrah yang sedang dalam tren pertumbuhan yang cukup signifikan. Sejak tahun 2018 jamaah umrah Indonesia disebut sudah mencapai 1 juta untuk tiap tahunnya. Termasuk juga pembelian melalui platform digital seperti PergiUmroh.

Di kuartal keempat tahun 2019, pertumbuhan terus terjadi. Bahkan sampai Januari 2020 pembelian mencapai rekor tertinggi. Namun sayang, setelah itu pembelian berhenti total.

“Industri secara keseluruhan juga mengalami goncangan, mungkin tidak semua travel agents umrah bisa bertahan. Salah satu yang masih kami syukuri adalah cancelation rate di PergiUmroh sendiri masih bisa dibilang manageable, hanya sekitar 30% yang melakukan cancel dan sisanya masih setuju untuk reschedule. Ini menandakan konsumen yang sudah mempersiapkan diri untuk umrah masih mempunyai keinginan untuk tetap menjalankan umrah walaupun harus tertunda,” terang Faried.

Mengantisipasi perubahan yang menerpa industri, pihak PergiUmroh tidak tinggal diam. Beberapa langkah mulai diambil di awali dengan memastikan semua konsumen mendapatkan informasi yang cukup dan memproses keinginan konsumen.

“Secara bisnis, issue terutamanya adalah main revenue source kami masih belum ada indikasi kapan lagi kita bisa dapatkan. Sehingga yang harus kami lakukan adalah revisit roadmap kami, dan hasilnya adalah kami menarik project yang rencananya kami baru lakukan tahun 2021 – yaitu e-commerce muslim –ke sekarang, karena dari analisa kami ini  salah satu yang feasible untuk menggerakkan perusahaan,” papar Faried.

Perubahan industri dan sejumlah layanan baru

Pandemi sudah berjalan lebih dari setengah tahun. Belum ada tanda-tanda penurunan angka penularan di Indonesia. Tentunya ini berakibat pada ketidakpastian industri umrah. Toh jika suatu saat dibuka perjalanan umrah akan terdapat banyak penyesuaian, seperti pembatasan umum, kuota dalam satu rombongan, dan semacamnya. Kondisi ini akan berdampak pada naiknya biaya umrah.

Sadar kondisi tampak belum segera membaik, PergiUmroh gerak cepat untuk mengupayakan dua hal, pertama mencari revenue stream baru dengan cepat, kedua menguatkan fitur dan layanan di platform. Sehingga ketika waktunya sudah tiba, umrah sudah dibuka, pengalaman dan perjalanan pengguna diharapkan bisa lebih baik lagi.

“Untuk revenue stream baru kami meluncurkan PergiBelanja, reward platform for muslim shoppers. Ini adalah cashback platform belanja dengan target produk dan konsumen muslim pertama. Setiap pembelian di brands partner melalui PergiBelanja, konsumen pasti akan mendapatkan ‘bagi hasil’  yang langsung didapatkan dan kemudian bisa dicairkan ke rekening bank, uang digital, ataupun pulsa. Kami bekerja sama tidak hanya dengan brand besar tapi juga penjual barang dan jasa yang selama ini mengoptimalkan melalui media sosial mereka. Harapannya selain konsumen dapat benefit yang lebih, partner kami juga terbantu dalam penjualan,” jelas Faried.

Sedangkan untuk peningkatan fitur dan layanan, ini mencakup produk (travel halal), metode pembayaran, dan perencanaan seperti tabungan, cara pemesanan, kanal penjualan hingga jumlah mitra yang bergabung. Menurut Faried, belum semua fitur di atas diluncurkan. Ada beberapa yang masih dalam proses. Tak hanya itu, PergiUmroh juga sudah memiliki sejumlah rencana untuk pendanaan.

“Jadi setelah tahun lalu kita masuk di Grab Ventures Velocity, tahun ini PergiUmroh juga masuk dalam program akselerasi oleh Telkom melalui Indigo Creative Nation. Kami sedang persiapan untuk melakukan raise fund juga, segera,” kata Faried.

Paxel Tengah Rampungkan Pendanaan Baru, Genjot Layanan “Smart Locker” dan “Same Day Delivery”

Startup logistik Indonesia, Paxel, tengah menjajaki penggalangan dana baru. Seperti dikutip Katadata, awalnya Paxel berencana menghimpun dana di kuartal II 2020, tetapi terpaksa mundur karena situasi pandemi Covid-19.

“Sekarang [penggalangan dana] sedang progress untuk kuartal 3 tahun ini,” ungkap Direktur Utama Paxel Zaldy Ilham Masita dalam pesan singkat kepada DailySocial.

Pada 2019, Paxel disebutkan telah mengantongi pendanaan seri A sebesar $10 juta yang dipimpin oleh Co-founder Paxel Johari Zein. Selain itu, sejumlah venture capital juga terlibat dalam pendanaan ini, yaitu East Ventures, Sinar Mas Digital Ventures, dan Susquehanna International Group.

“Pendanaan baru ini masih kelanjutan dari seri A. [Calon investor yang terlibat] campur, ada yang baru dan existing,” tambah Zaldy.

Seperti diketahui, pendanaan ini rencananya akan digunakan untuk mendorong ekspansi smart locker Paxel di seluruh Indonesia. Zaldy sempat menyebutkan bahwa ketersediaan lebih banyak smart locker menjadi kunci untuk menjalankan model bisnis baru di bidang logistik ini.

Menurutnya, smart locker dapat mengurangi biaya logistik tanpa harus mengorbankan service level. Targetnya, Paxel ingin menghadirkan setidaknya satu smart locker untuk setiap kode pos wilayah.

Fokus pada layanan “same day delivery

Zaldy mengaku bahwa pandemi mendorong peningkatan signifikan pada layanan logistik Paxel yang mengusung same day delivery. Menurutnya, selama tiga bulan terakhir, layanan same day delivery Paxel meroket hingga 250 persen. Kenaikan ini utamanya didorong dari jasa pengiriman makanan dan minuman.

Melihat tren kenaikan tersebut, ungkap Zaldy, Paxel akan tetap fokus mendorong layanan same day delivery ke depan. Menurutnya, jasa pengiriman antarkota belum pernah ada sebelumnya sehingga kehadirannya direspons positif oleh konsumen selama dua tahun terakhir ini.

Maka itu, perusahaan berupaya menghadirkan sejumlah inisiatif baru untuk menghadapi permintaan pengiriman antarkota selama masa pandemi. Misalnya, beberapa bulan lalu, Paxel resmi menjadi mitra Gojek untuk layanan pengiriman antarkota GoSend Intercity Delivery dari Jadetabek ke Bandung dan sebaliknya.

Baru-baru ini, Paxel juga memperkenalkan layanan Paxel Market pada Juli lalu. Paxel Market diluncurkan untuk membantu UKM agar dapat tetap berjualan antarkota di masa pandemi.

“Kami tidak ada perubahan target [bisnis] karena 85 persen customer Paxel adalah social commerce. Maka itu, Paxel Market menjadi platform untuk meningkatkan pasar mereka ke kota lain dengan biaya kirim yang cepat dan murah,” jelasnya.

Ia juga mengungkap bahwa Paxel akan merilis layanan baru dalam waktu dekat. Pihaknya enggan merinci layanan baru tersebut karena masih dalam tahap pengembangan.

Saat ini Paxel telah memiliki sekitar 1 juta pengguna, sementara untuk mitra sudah adalah lebih dari 50 usaha memenuhi kategori Charity, Beauty, Food, dan Others.

Berdasarkan laporan Paxel bertajuk Buy & Send Insights di 2019 menunjukkan bahwa hingga saat ini media sosial lebih banyak dimanfaatkan para UKM sebagai medium untuk berjualan dibandingkan platform e-commerce atau marketplace. Sebanyak 87 persen responden tercatat memakai lebih dari satu platform media sosial.

WhatsApp (84%) dan Instagram (81%) adalah aplikasi yang paling mendominasi pemakaian media sosial untuk berjualan online. Sisanya diikuti oleh Shopee (53%), Facebook (36%), Tokopedia (29%), dan Bukalapak (18%).

Application Information Will Show Up Here

Logistics Platform Prahu-Hub Provides Easy Cross-Island Delivery

The high cost of domestic shipping is one of the reasons why the Prahu-Hub digital logistics platform was established. Established in 2017, they exist as a marketplace designed to help Indonesians who want to send goods using containers.

Prahu-Hub’s Founder, Benny Sukamto told DailySocial that currently, domestic shipping costs are quite expensive and difficult than international shipping. The high cost of logistics will certainly affect the weakening of domestic trade power and increase dependence on foreign countries.

“Prahu-Hub exists as a marketplace that brings together domestic cross-island shippers (shippers) and shipping service providers (expedition, shipping, and trucking). From orders that occur in our marketplace, administrative fees will be charged to our partners, in case this is a delivery service provider,” Benny said.

In particular, Prahu-Hub focuses only on domestic cross-island shipments. This is what distinguishes Prahu-Hub services from other logistics services.

To date, Prahu-hub has more than 400 shippers who have used the service, and every week the website is visited by 1500 potential shippers. Prahu-Hub delivery services cover Sabang to Merauke. Prahu-Hub has also served more than 900 users who have used the platform as their trusted freight service.

In order to accelerate business growth, the company is yet to plan for fundraising. However, Prahu-Hub is quite open for the right investors to join together to build the Prahu-Hub business.

“For fundraising, we have not specifically planned. But we are starting a discussion with investors who share our view and want to grow together,” he added.

Pandemic and Alibaba Netpreneur

Founder Prahu-Hub Benny Sukamto
Prahu-Hub’s Founder, Benny Sukamto

Being asked about what Prahu-Hub’s business growth was like during the pandemic, Benny emphasized that logistics is one of the sectors that can survive this pandemic. However, the availability of goods and demand for goods has indeed decreased outside the island, not only in Java during this pandemic. Therefore, it quite affects the volume of shipments between islands.

In 2019, Prahu-Hub was selected to join the Alibaba Netpreneur from Indonesia. Prahu-Hub has gained a lot of experience, a startup founded by Benny Sukamto, after ten years living and working in the United States in the business intelligence software sector, he returned to Indonesia and developed his logistics business.

“By participating in Netpreneur training class #1 from Indonesia at Alibaba’s head office, I gained a lot of experience building a startup and transforming a brick and mortar company into a digital company to survive in the long run,” Benny said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Skilvul Hadirkan Kelas Pemrograman Online, Tawarkan Sistem “Income Share Agreement”

Impact Byte selama ini dikenal sebagai penyedia bootcamp atau pelatihan untuk programmer. Di luncurkan pada 2017 silam, mereka terus melakukan penyesuaian kurikulum dalam 2 bulan sekali, seiring pengembangan teknologi yang sangat cepat. Hingga akhirnya pada satu titik mereka memutuskan meluncurkan Skilvul. Masih seputar pembelajaran coding atau programming, tapi bentuknya kelas online.

Skilvul secara resmi dihadirkan pada April 2020. Secara konsep layanan ini diprediksi lebih bisa menjangkau lebih banyak masyarakat, karena fleksibel dan tidak terbatas pada lokasi tertentu.

“Kami menyadari bahwa model coding bootcamp efektif, namun tidak efisien. Menggunakan metode tatap muka dan ruangan kelas fisik, solusi kami tidak scalable dan tidak bisa cepat berkembang dalam menyediakan akses pendidikan skill digital kepada lebih banyak orang. Solusi kami terbatas pada ketersediaan lokasi fisik dan kapasitas mentor (saat ini kampus fisik Impact Byte hanya ada di Jakarta dan Batam),” jelas Co-Founder dan Chief of Product & Content Skilvul Amanda Simanjuntak

Diakui Amanda, mereka secara spesifik menyasar siswa SMK dan perguruan tinggi. Tujuannya tentu ingin berperan dalam meningkatkan SDM Indonesia terutama dalam keterampilan di bidang teknologi digital. Dengan menerapkan metode belajar blended learning Skilvul tidak hanya menyediakan materi secara online, tetapi juga menyediakan bimbingan langsung dari mentor-mentor yang ada.

“Dalam satu bulan pertama, terdapat lebih dari 4 ribu pengguna yang bergabung di Skilvul. Saat ini Skilvul sedang mencari pendanaan agar dapat berkembang dan menjadi platform belajar yang memajukan keterampilan digital anak bangsa,” jelas Amanda.

Bersaing dengan inovasi teknologi

Skilvul bukanlah yang pertama hadir sebagai platform kursus atau belajar coding secara online. Sebelumnya sudah ada Dicoding dan Kode.id dengan tema serupa. Belum lagi kelas belajar coding yang ada di Udemy, Udacity, maupun MOOC (Massive Open Online Course) lainnya.

Kendati demikian pemain-pemain yang hadir membaca keunggulan masing-masing. Dicoding misalnya, memiliki beberapa kelas dengan “skill path” yang sudah disesuaikan dan disusun rapi dan materi yang beragam. Demikian juga Kode.id, merupakan inovasi dari Hacktiv8 yang juga fokus pada pengembangan keterampilan coding dengan kesempatan disalurkan ke perusahaan atau startup yang membutuhkan tenaga developer.

Untuk bisa tetap bersaing, Skilvul mengembangkan sebuah teknologi IDE (Integrated Development Environment — aplikasi untuk coding) yang terintegrasi. Mereka mengklaim hadirnya integrasi tersebut memudahkan pengguna dalam menulis kode dan memecahkan permasalahan yang disajikan dalam pembelajaran.

Sejauh ini ada beberapa kelas atau materi belajar yang disajikan, antara lain HTML Dasar, CSS Dasar, dan Javascript Dasar. Namun beberapa kelas lain seperti belajar pemrograman Golang, Node.js, dan lainnya sudah masuk dalam rencana untuk segera diluncurkan. Tidak hanya itu, Skilvul juga menyediakan kesempatan bagi penggunanya untuk terhubung dengan lowongan pekerjaan.

“Selain belajar coding online melalui platform Skilvul, kami juga menyediakan ruang bagi pelajar untuk bertemu secara langsung dengan mentor, demi mendapatkan pemahaman yang maksimal. Sehubungan dengan masih berlangsungnya pandemi, Skilvul menyediakan ruang belajar privat dengan mentor secara online, yang akan diluncurkan pada tanggal 7 September 2020 nanti,” jelas Amanda.

Siap kerja dulu, bayar kemudian

Hadirnya Skilvul akan melengkapi ekosistem belajar pemrograman milik Impact Byte. Pilihan belajar tidak hanya sebatas bootcamp, tetapi juga kelas online. Untuk menggaet lebih banyak siswa mereka juga memiliki program ISA atau Income Share Agreement. Sebuah program yang merupakan kesepakatan antara siswa dan lembaga pendidikan (dalam hal ini Impact Byte) yang memungkinkan tagihan belajar siswa dibayarkan kemudian setelah siswa sudah berhasil mendapatkan kerja dan memiliki gaji sendiri. Modelnya potong gaji.

Salah satu program yang sedang digaungkan adalah program “Siap Kerja Dulu Bayar Kemudian”. Program ini memungkinkan peserta bootcamp terhubung langsung dengan 150 mitra kerja Skilvul. Amanda mengklaim, sejauh ini mereka sudah memiliki 200 web developer yang telah disalurkan ke dunia kerja.

“Peserta dapat mengikuti program ini dengan memilih jalur reguler, atau Sia Kerja Dulu bayar Kemudian, di mana peserta dapat mengikuti program dan membayar biaya program setelah bekerja. Program ini juga dikenal dengan sebutan ISA,” terang Amanda.

Amanda menambahkan bahwa ia berharap ke depan Skilvul akan menjadi jawaban bagi pembelajaran anak muda di Indonesia, sekaligus membawa banyak anak muda untuk semakin melek dengan perkembangan teknologi sehingga bisa turut membangun Indonesia melalui inovasi digital.

“Impact Byte sampai saat ini masih bootstrapping dan profitable, sehingga kami bisa melahirkan Skilvul melalui Impact Byte. Namun kami sekarang sedang mencari pendanaan untuk pengembangan Skilvul sehingga bisa menjadi platform belajar skill digital siap kerja yang menjangkau seluruh Indonesia,”

Program ISA sendiri mulai banyak diterapkan untuk model pembiayaan sekolah atau kursus. Program ISA sebelumnya juga diadopsi oleh Hacktiv8 pasca-dapatkan pendanaan pra-seri A di awal tahun lalu.

Unduh laporan DSResearch tentang Ekosistem Startup Edtech di Indonesia: klik di sini.