Kiprah dan Rencana Sequoia India di Indonesia

Sequoia India minggu lalu mengumumkan pengumpulan dana $1,35 miliar atau setara 19,5 triliun Rupiah. Dana ini diperoleh dari sejumlah limited partner, yang dibagi dalam dua program fund: $525 juta untuk venture fund dan $825 juta untuk growth fund. Fokus pendanaannya tetap untuk startup di India dan Asia Tenggara.

DailySocial berkesempatan mewawancara Managing Director Sequoia Capital India Abheek Anand untuk mendiskusikan rencana mereka di ekosistem startup Indonesia pasca pengumpulan dana ini.

Managing Director Sequoia Capital India LLP, Abheek Anand / Sequoia
Managing Director Sequoia Capital India LLP, Abheek Anand / Sequoia

Portofolio Sequoia India di Indonesia

Sequoia India telah berinvestasi ke startup di Indonesia sejak tahun 2014, termasuk turut andil di permodalan bagi Tokopedia dan Gojek. Tahun ini, mereka turut meramaikan arus digitalisasi supply-chain FMCG lokal dengan berinvestasi di GudangAda dan Ula.

Di tahun 2019 mereka meluncurkan program akselerator Surge di wilayah operasionalnya. Beberapa startup Indonesia turut berpartisipasi dan mendapatkan pendanaan, seperti Qoala, Chilibeli, BukuKas, dan beberapa lainnya.

“Sampai saat ini, kami telah bekerja dengan 19 startup teknologi di Indonesia untuk mendemokratisasi sektor-sektor penting seperti perdagangan, pendidikan, finansial, F&B, logistik, hingga perhotelan,” jelas Abheek.

Berikut daftar investasi yang telah ditorehkan Sequoia India untuk startup lokal:

Startup Tahun Investasi
Tokopedia 2014
Gojek 2015
Modalku 2016
Traveloka 2017
OnlinePajak 2017
Moka 2017
Akulaku 2018
Kopi Kenangan 2019
Kargo 2019
GudangAda 2020
Ula 2020

Startup Indonesia peserta program Surge:

Surge 01 1. Qoala

2. Bobobox

Surge 02 1. Rukita

2. Storie

3. Chilibeli

Surge 03 1. Hangry

2. BukuKas

3. CoLearn

Fokus ke startup tahap awal

Abheek menjelaskan, pihaknya melihat tren perkembangan pesat ekosistem startup di Indonesia dalam enam tahun terakhir. Berdasarkan pengalaman investasinya, Sequoia India memilih untuk fokus untuk mendanai startup tahap awal di kawasan ini. Mereka melihat sektor-sektor yang berpotensi tumbuh secara signifikan dan menyelesaikan masalah banyak orang.

“Kami berinvestasi di Tokopedia dan Gojek di masa-masa awal mereka. Saat ini perusahaan tersebut menjadi sumber inspirasi bagi para pendiri startup baru. Faktanya, Indonesia saat ini memiliki unicorn terbanyak di Asia Tenggara,” jelas Abheek.

Ia melanjutkan, “Kami ingin terus melipatgandakan komitmen kami terhadap startup di Indonesia, dengan tidak hanya menjadi bagian dari unicorn generasi pertama, tapi juga setiap generasi berikutnya [..] Kami berpikir bahwa Indonesia berada di titik kritis dan akan meledak dengan peluang populasi yang berkembang dan mengerti teknologi.”

Hipotesis investasi

Melihat track-record investasinya, Sequoia India terlihat cenderung agnostik secara sektoral. Mereka berkolaborasi dengan berbagai model bisnis, mulai dari layanan konsumer, B2B, fintech, hingga healthtech.

“Sekarang, lebih dari sebelumnya, bisnis dengan unit ekonomi yang solid tidak lagi sekadar baik untuk dimiliki [melalui investasi]. Mereka wajib dimiliki. Yang kami cari adalah para pendiri yang membangun bisnis dengan unit ekonomi yang masuk akal di pangsa pasar yang besar,” jelasnya.

Dampak pandemi Covid-19 dirasa tidak memperlambat tensi investasi mereka.

“Kami terus bertemu dengan pendiri yang bersemangat dengan ide dan bisnis yang menarik, terutama di tahap awal. Sebelumnya kami akan melakukan obrolan mingguan dengan para pendiri di Jakarta dan kami akan terus melanjutkan — dan memindahkan percakapan itu secara online.”

Saat ini program Surge 04 juga sudah dibuka pendaftarannya. Mereka berharap lebih banyak startup tahap awal di Indonesia yang dapat terlibat dalam program ini.

Abheek mengatakan, “Satu pesan kami untuk para pendiri adalah: bahwa tidak pernah terlalu dini untuk berbicara dengan kami. Kami tersedia melalui email, semua platform media sosial, dan terus menerus menciptakan lebih banyak saluran. Ekonomi belum ditutup, bisnis masih terus diciptakan setiap hari. Kami terus tertarik untuk bermitra dengan para pendiri yang berani untuk membuat gebrakan di dunia.”

“Penggalangan dana baru-baru ini senilai $1,35 miliar merupakan indikasi komitmen kami dan kami akan terus mengandalkan komitmen ini ketika menyangkut pasar-pasar utama di Asia Tenggara seperti Indonesia, terlepas apakah kami dapat hadir secara langsung ataupun tidak,” pungkasnya.

Quona Capital Led BukuWarung’s Pre-Series A Fundraising

BukuWarung, which provides a financial reporting application and management for micro-business credit transactions, announced a pre-series A fundraising led by Quona Capital. Several previous investors participate in this round, including East Ventures, AC Ventures, Golden Gate Ventures, Tanglin Venture Partners, and Michael Sampoerna.

There is no detailed information on when the target to close this round, but BukuWarung claims to have raised funds up to 8-digit value.

BukuWarung’s Co-Founder, Abhinary Peddisetty said, “Limited access to banks and other financial institutions makes micro businesses rely on pens, paper, and calculators to report on cash and credit transactions in their stores. Our vision is to build a digital infrastructure for 60 million MSMEs in Indonesia, which began with a simple application for recording financial and digital payments.”

As a new startup arrived in Indonesia, BukuWarung is one that is quite fast in fundraising. Last April, they had just announced seed funding led by East Ventures, the nominal was not mentioned. However, they are confident enough as they have successfully trusted by 250 thousand stalls in 500 cities and districts in Indonesia.

To date, they claim to win the trust of 600 thousand stalls three months later with distribution reaching 750 cities and districts throughout Indonesia.

“We will use the new funds to improve our technology team, go deeper into our product roadmap, increase the number of our traders (users), and meet the initial monetization goals in Q3 2020,” BukuWarung’s Co-founder Chinmay Chauhan said.

BukuWarung also plans to launch digital payments and provide access to financial services to traders, especially access to capital as a further form of innovation.

“We are leading the market in this sector with the strong focus on building superior products and better addressing our traders’ needs. We want to activate more than 1 million traders in the next 2 months,” Chinmay continued.

SME Empowerment services

BukuWarung is one of many new services focused on SME sector. From Mitra Tokopedia, Mitra Bukalapak, GrabKios, PayFazz, BukuKas, WarungPintar, Wahyoo, until recently Ula, are currently focusing on the SME sector with each role. From the digital process and supply chain.

This is quite difficult for BukuWarung, considering the early phase with more innovations from its competitors. In addition, BukuWarung is not offering other services besides reporting, amid the fast-moving startup phase, BukuWarung should further improve.

The company alone is optimistic with the accounting app concept that helps micro-businesses to manage debit and credit transactions. The automatic debt notification is said to help the shop owners to receive payment three times faster.

“We’re both come from micro-business family, therefore, we do have experience the difficulty in cash flow management and loan to expand the business. We designed the product to be useful to business owners with low-end smartphones, storage, or limited connectivity,” Chinmay said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Quona Capital Pimpin Penggalangan Dana Pra-Seri A BukuWarung

BukuWarung startup yang menyediakan aplikasi pencatatan keuangan dan pengelolaan transaksi kredit usaha mikro mengumumkan penggalangan pendanaan pra-seri A yang dipimpin oleh Quona Capital. Beberapa investor terdahulu akan turut terlibat di putaran ini, termasuk East Ventures, AC Ventures, Golden Gate Ventures, Tanglin Venture Partners, dan Michael Sampoerna.

Belum ada informasi kapan target putaran ini ditutup, hanya saja pihak BukuWarung mengklaim telah kumpulkan dana menyentuh angka 8 digit.

Co-founder BukuWarung Abhinary Peddisetty menyampaikan, “Akses yang terbatas ke bank dan institusi keuangan lain membuat pelaku usaha mikro mengandalkan pulpen, kertas, dan kalkulator untuk mencatat transaksi tunai dan kredit di toko mereka. Visi kami adalah membangun infrastruktur digital untuk 60 juta UMKM di Indonesia yang diawali dengan aplikasi sederhana untuk pencatatan keuangan dan pembayaran digital.”

Sebagai startup baru yang muncul di Indonesia, BukuWarung termasuk salah satu yang cukup cepat dalam penggalangan dana. April silam mereka baru saja mengumumkan pendanaan awal yang dipimpin East Ventures, kala itu tidak ada nominal yang disebutkan. Hanya saja mereka sudah cukup percaya diri dengan perjalanannya karena sudah berhasil dipercaya 250 ribu warung di 500 kota dan kabupaten di Indonesia.

Kini tiga bulan setelahnya mereka mengklaim sudah berhasil mendapatkan kepercayaan dari 600 ribu warung dengan sebaran mencapai 750 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.

“Kami akan menggunakan dana baru untuk meningkatkan tim teknologi kami, masuk lebih dalam pada roadmap produk kami, meningkatkan jumlah pedagang (pengguna) kami, dan memenuhi tujuan monetisasi awal di Q3 2020″, ujar Co-founder BukuWarung Chinmay Chauhan.

BukuWarung juga berencana meluncurkan pembayaran digital dan memberikan akses layanan keuangan ke para pedagang, terutama akses ke permodalan sebagai bentuk inovasi selanjutnya.

“Kami memimpin pasar di ruang ini, karena fokus yang kuat pada membangun produk unggulan dan menyelesaikan kebutuhan pedagang kami dengan lebih baik. Kami ingin mengaktifkan lebih dari 1 juta pedagang dalam 2 bulan ke depan,” ujar Chinmay melanjutkan.

Banyaknya layanan untuk UKM

BukuWarung adalah satu dari banyaknya layanan baru yang fokus menggarap setor UKM. Mulai dari Mitra Tokopedia, Mitra Bukalapak, GrabKios, PayFazz, BukuKas, WarungPintar, Wahyoo, hingga yang terbaru Ula pun mulai menaruh fokus pada sektor UMKM dengan keunggulan masing-masing. Mulai dari digitalisasi proses hingga rantai pasokan atau supply chain.

Ini menjadi tugas berat bagi BukuWarung, mengingat mereka masih tergolong baru dan para pesaingnya yang sudah mulai banyak berinovasi. Ditambah lagi BukuWarung saat ini belum banyak meluncurkan layanan lain selain pencatatan, di tengah iklim startup yang serba cepat BukuWarung harusnya bisa dengan segera berbenah.

BukuWarung sendiri cukup optimis dengan konsep aplikasi akuntansi yang membantu pemilik usaha mikro untuk mengelola transaksi tunai dan kredit. Adanya fitur notifikasi utang yang dikirim secara otomatis diklaim mampu membuat pemilik usaha yang telah menggunakan BukuWarung menerima pembayaran utang tiga kali lebih cepat.

“Kami berdua berasal dari keluarga pemilik usaha mikro sehingga memahami kesulitan mereka dalam mengelola arus kas dan mengakses pinjaman untuk mengembangkan bisnis. Kami mendesain produk yang bisa digunakan dengan mulus oleh pelaku usaha pemilik ponsel low-end, kapasitas penyimpanan yang sedikit, atau konektivitas data terbatas,” terang Chinmay.

Application Information Will Show Up Here

Berbentuk Marketplace, Aplikasi Tune Up Jembatani Pemilik Layanan Otomotif dengan Pengguna

Platform yang didirikan oleh Laras Salim, Gian Ramdhan dan Veby Irdhani ini bernama Tune Up, mencoba menghadirkan layanan otomotif on-demand. Kepada DailySocial CEO Tune Up Laras Salim mengungkapkan, memanfaatkan pengalaman bekerja sebelumnya, ia melihat prospek bisnis otomotif ini sangat besar untuk dikembangkan. Karena memiliki cabang fokus bisnis yang bervariasi mulai dari jual beli kendaraan, layanan servis, suku cadang, sampai asuransi.

“Pada saat itu saya melihat sudah banyak sekali startup di Indonesia yang memiliki layanan untuk jual beli kendaraan. Sehingga saya melihat peluang lain untuk mengembangkan fokus untuk membangun sebuah platform khususnya untuk layanan servis,” kata Laras.

Aplikasi Tune Up sudah bisa diunduh di Play Store. Saat ini Tune Up mengklaim telah memiliki total 65 merchant yang bergabung dan lebih dari 150 layanan yang tersedia. Sebagian besar baru dapat di jangkau untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya. Untuk memenuhi kebutuhan sekitar 500 penggunanya, layanan yang tersedia saat ini, kebanyakan untuk jenis mobil seperti servis AC, tune-up, detailing, fogging, dan lain-lain.

Bagi para pengguna, aplikasi Tune Up dapat membantu melakukan pemesanan layanan otomotif dengan mudah sesuai harga dan lokasi yang tepat. Selain itu, aplikasi juga dibekali fitur monitoring untuk melihat progres pengerjaan kendaraan mereka secara real-time. Dan sebagai pelengkap, terdapat juga fitur review.

Untuk para merchant, aplikasi ini didesain sebagai platform marketplace khusus layanan otomotif yang dapat diakses secara gratis, memudahkan mereka membangun sistem pemasaran online.

“Dalam aplikasi Tune Up Merchant juga tersedia fitur-fitur yang menunjang operasional, seperti fitur keuangan dan statistik, penjadwalan pesanan, perencanaan, hingga inventaris,” kata Laras.

Model bisnis dan strategi monetisasi

Secara khusus Tune Up menerapkan model bisnis berupa marketplace, yang menghubungkan antara konsumen dan pemilik usaha layanan otomotif. Strategi awal yang diterapkan, yaitu dengan menjangkau merchant lokal (pemilik usaha layanan otomotif) non-authorized terlebih dulu untuk memastikan produk dan layanan tersedia dalam aplikasi.

“Strategi kerja sama khusus yang telah berhasil dilakukan oleh Tune Up saat ini, yaitu menjalin relasi dengan merchant yang sudah terjamin layanan dan kualitasnya seperti Dokter Mobil, Autonetcare, dan HD Car Care Harmony. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan rasa kepercayaan dan keamanan pengguna dalam melakukan transaksi di dalam aplikasi,” kata Laras.

Pada tahap ini, Tune Up juga membangun revenue dengan cara membagi komisi dari beberapa merchant yang memberlakukan diskon khusus untuk layanannya. Beberapa di antaranya memberikan diskon layanan antara 5-15% khusus untuk Tune Up, sehingga perusahaan bisa memberikan diskon kepada pengguna sekitar 3-5% dan selisihnya merupakan keuntungan bagi Tune Up.

Tune Up juga memiliki fitur DMS (Dealer Management System) yang dikembangkan, sehingga memudahkan bagi para pengguna atau pun Merchant untuk melakukan transaksi dalam aplikasi.

“Berbeda dengan kompetitor lain yang kebanyakan memiliki model bisnis B2C, Tune Up memiliki model bisnis B2B2C,” kata Laras.

Layanan serupa yang sudah hadir sebelumnya di Indonesia di antaranya adalah Montir ID, Otomoto, dan Carfix.

Rencana fundraising

Tune Up mengklaim sempat mencatat transaksi mencapai Rp3,4 juta/harinya. Namun saat penyebaran virus Covid-19 makin meluas dan diberlakukannya PSBB di bulan April terjadi penurunan transaksi yang sangat drastis. Karena sektor layanan otomotif termasuk layanan yang tidak diperbolehkan buka pada saat masa PSBB.

“Dan sambil menunggu kondisi pulih kembali, kami mencoba memperbaiki manajemen Tune Up khususnya untuk promosi dan operasional. Namun di new normal ini, Tune Up mencoba memberikan layanan terbaru dengan menghadirkan fogging mobil secara home service. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pencegahan terjadinya penyebaran virus Covid-19,” kata Laras.

Tahun ini perusahaan juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahap awal. Meskipun masih menjadi rencana, Tune Up berharap bisa mendapatkan investor yang mengerti dan paham terkait perkembangan bisnis di sektor otomotif.

“Harapannya di tahun 2020, aplikasi Tune Up dapat dikenal oleh masyarakat Indonesia secara luas, serta memberikan dampak yang lebih baik dan positif kepada masyarakat yang membutuhkan layanan otomotif secara tepat dan terpercaya,” kata Laras.

Application Information Will Show Up Here

Traveloka is Reportedly Secured Fresh Funding, Valuation Drops at $2,75 Billion

Traveloka is reportedly secured fresh funding. As quoted from Bloomberg, the company is in the final negotiation with some investors, including Siam Commercial Bank and FWD Group – also the previous investors, GIC and East Ventures.

The agreement is subject to change and secured funding is around $250 million (3.6 trillion Rupiah). DealStreetAsia mentioned a bigger number at $100 million (around 1.4 trillion Rupiah).

Along the process, Traveloka’s valuation is estimated to drop at $2.75 billion (nearly 40 trillion Rupiah). The down round was taken due to the Covid-19 pandemic’s impact on the company’s business.

Last year, some sources reported Traveloka’s valuation to reach $4.5 billion (nearly 65 trillion Rupiah). Still, they targeted to raise new funds worth of $500 million (7.2 trillion Rupiah).

All businesses in the OTA landscape experienced a great storm due to the pandemic. In addition, Expedia (a Traveloka investor), in Q1 2020 experienced a decrease in total orders of up to 39%. Traveloka’s affiliated company in the budget hotel sector, Airy, closed its business due to unbearable business operations.

Traveloka alone has performed layoffs for its employees, although the number is not clearly stated.

Aside from Traveloka, some Indonesian unicorn startups are looking for fresh funding. Gojek is finalizing its Series F funding, while Tokopedia is reportedly in the middle of discussing a follow-on round with Temasek and Google.

Traveloka was founded in 2012 by Ferry Unardi, Albert Zhang, and Derianto Kusuma. The latest one has “exited” since November 2018 and drop the CTO position. Traveloka services are already available in several countries in Southeast Asia and Australia.

Adapting Business

Investors’ only hope is the recovery of the post-pandemic travel business. In fact, new normal is indeed being pursued in many areas, but the fear of the new wave of Covid-19 has caused many people to discourage travel – in addition to various destinations, they are yet to open due to restrictions.

The company alone does not remain silent. They try to clean up. With its assets, Traveloka launches online activity through Xperience. They also try to optimize fintech services through several products, including Paylater, which is managed by its own financial company.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Traveloka Dikabarkan Finalisasi Pendanaan Baru, Valuasi Turun di Angka $2,75 Miliar

Traveloka dikabarkan kembali mendapatkan pendanaan baru. Menurut sumber yang dikutip Bloomberg, perusahaan dalam negosiasi tahap akhir dengan sejumlah investor, termasuk Siam Commercial Bank dan FWD Group — juga investor terdahulu, seperti GIC dan East Ventures.

Kendati kesepakatan masih bisa berubah, dana yang akan diamankan berada di kisaran $250 juta (3,6 triliun Rupiah). Lebih besar yang dikabarkan DealStreetAsia, yakni $100 juta (sekitar 1,4 triliun Rupiah).

Untuk mendapatkan dana itu, valuasi Traveloka diestimasi turun menjadi $2,75 miliar (hampir 40 triliun Rupiah). Aksi down round ini diambil karena bisnis perusahaan yang terpukul akibat Covid-19.

Tahun lalu, beberapa sumber laporan mengestimasi valuasi Traveloka menyentuh angka $4,5 miliar (hampir 65 triliun Rupiah). Tahun lalu juga mereka menargetkan mendapatkan dana baru di angka $500 juta (7,2 triliun Rupiah).

Semua bisnis di lanskap OTA mengalami gangguan besar akibat pandemi. Selain Traveloka, Expedia (salah satu investor Traveloka), di Q1 2020 mengalami penurunan total pesanan hingga 39%. Perusahaan afiliasi Traveloka di sektor hotel budget, Airy, bahkan menutup bisnisnya karena tidak sanggup lagi menanggung operasional bisnis.

Traveloka sendiri sudah santer melakukan layoff terhadap pegawainya, meskipun tidak diumumkan secara pasti berapa banyak pegawai yang terdampak.

Selain Traveloka, sejumlah startup unicorn Indonesia memang terus mencari pendanaan baru. Gojek sedang menggenapkan pendanaan Seri F-nya, sedangkan Tokopedia dikabarkan tengah membicarakan investasi lanjutan dengan Temasek dan Google.

Traveloka didirikan pada tahun 2012 oleh Ferry Unardi, Albert Zhang, dan Derianto Kusuma. Yang terakhir, sudah “exit” sejak November 2018 dan melepas jabatannya sebagai CTO. Layanan Traveloka sudah tersedia di beberapa negara di Asia Tenggara dan Australia.

Adaptasi bisnis

Satu-satunya pengharapan investor adalah pulihnya kembali bisnis travel pasca pandemi. Nyatanya new normal memang sedang diupayakan di banyak wilayah, namun kekhawatiran hadirnya gelombang baru Covid-19 membuat banyak masyarakat mengurungkan niat bepergian – di samping berbagai destinasi juga belum membuka diri akibat pembatasan.

Perusahaan sendiri tidak tinggal diam. Mereka mencoba berbenah. Dengan aset yang dimiliki, Traveloka  meluncurkan opsi aktivitas online melalui Xperience. Mereka juga mencoba mengoptimasi layanan fintech melalui beberapa produk, termasuk Paylater yang dikelola perusahaan finansialnya sendiri.

Application Information Will Show Up Here

Pendanaan Startup Indonesia di Q2 2020 Catat 32 Transaksi, Didominasi Tahap Awal

Secara kasat mata, pandemi Covid-19 telah memberikan dampak serius terhadap perekonomian di dunia, baik skala mikro ataupun makro. Berbagai sektor usaha ikut terkena imbasnya, tak terkecuali yang bernaung di ekosistem startup digital.

Kondisi tersebut memunculkan beragam hipotesis. Beberapa pengamat mengatakan, tahun ini diproyeksikan akan cukup berat bagi founder startup, khususnya yang tengah melakukan penggalangan dana alias fundraising. Ternyata statistik masih berpihak bagi para founder, setidaknya menurut data di kuartal pertama dan kedua tahun ini.

Sepanjang kuartal pertama tahun 2020 (Q1 2020) kami mencatat, setidaknya ada 20 pendanaan startup yang diumumkan dan/atau dikonfirmasi ke publik. Kami berkesimpulan, angka ini sebenarnya relatif normal jika membandingkan periode serupa di tahun 2019. Menurut catatan Startup Report 2019, terdapat 27 transaksi pendanaan yang diumumkan ke publik di Q1 2019. Tren pendanaannya masih sama, didominasi tahap awal dan Seri A.

Hipotesis awal menyebutkan kesepakatan ini adalah hasil yang telah dibina dari tahun sebelumnya, sehingga belum bisa menjadi patokan gambaran iklim investasi tahun 2020 secara utuh.

Iklim investasi masih kuat

Sepanjang kuartal kedua 2020 (Q2 2020 di bulan April-Juni) tahun ini, kami mencatat ada 32 transaksi pendanaan startup yang diumumkan atau dikonfirmasi ke publik. Perolehan ini lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu, yakni 24 transaksi.

Beberapa pendanaan merupakan kelanjutan/penutupan dari putaran yang sudah dimulai dari periode waktu sebelumnya (ditandai *). Ada juga yang merupakan pembukaan round baru yang akan masih bertambah partisipasinya di waktu mendatang (ditandai **).

Berikut selengkapnya daftar pendanaan tersebut diurutkan berdasarkan waktu pengumumannya:

Startup Lanskap Tahapan Investor
InfraDigital Edtech Series A AppWorks
Cinepoint Others Seed Funding Ideosource Entertainment
Jendela360 Proptech Seed Funding Beenext, Prasetia Dwidharma, Everhaus
Shipper Logistic Series A Prosus Ventures, Lightspeed, Floodgate, Y Combinator, Insignia Ventures, AC Ventures
Fabelio** E-commerce Series C AppWorks, Endeavor Catalyst, MDI Ventures, Aavishkaar Capital
Ula New Retail Seed Funding Sequoia India, Lightspeed India, SMDV, Quona Capital, Saison Capital, Alter Global, angel investor
Wallex Technologies Fintech Series A BAce Capital, SMDV, Skystar Capital
GoPlay Online Media Seed Funding ZWC Partners, Golden Gate Ventures, Openspace Ventures, Ideosource Entertainment, Redbage Pacific
Gojek Ride-Hailing Series F Facebook, PayPal
Job2GO Job Marketplace Seed Funding BANSEA
Bonza Big Data Seed Funding East Ventures
Delman Big Data Seed Funding Intudo Ventures, Prasetia Dwidharma, Qlue
Bobobox OTA Series A Horizons Ventures, Alpha JWC Ventures, Kakao Investments, Sequoia Surge, Mallorca Investment
KoinWorks Fintech Debt Funding Lendable
Pintek* Fintech Pre-Series A Accion Venture Lab,  Global Founders Capital
Dekoruma E-commerce Pre-Series C InterVest Star SEA Growth Fund 1, Foundamental, OCBC NISP Ventura, Skystar Ventures
Tokocrypto Others Seed Funding Binance
Kopi Kenangan New Retail Series B Sequoia India, B Capital, Horizons Ventures, Verlinvest, Kunlun, Sofina, Alpha JWC Ventures
KlikDaily New Retail Series A Global Founders Capital
GudangAda Logistic Series A Sequoia India, Alpha JWC Ventures, Wavemaker Partners
BukuKas SaaS Seed Funding Sequoia Surge, 500 Startups, Credit Saison, angel investor
Bahasa.ai* SaaS Pre-Series A East Ventures, DIVA, SMDV, Plug and Play Indonesia
Modalku Fintech Series C BRI Ventures dan sejumlah undisclosed investors
Eduka Edtech Seed Funding Init-6
Qoala Fintech Series A Centauri Fund,  Sequoia India, Flourish Ventures, Kookmin Bank Investments, Mirae Asset Venture Investment, Mirae Asset Sekuritas
KoinWorks Fintech Debt Funding Quona Capital, EV Growth, Saison Capital
Kargo Technologies Logistic Series A Tenaya Capital, Sequoia India, Intudo Ventures, Amatil X, Agaeti Convergence Ventures, Alter Global, Mirae Asset Venture Investment
Investree** Fintech Series C Mitsubishi UFJ Financial Group, BRI Ventures, SBI Holdings, 9F Fintech Holdings Group
Webtrace SaaS Seed Funding Prasetia Dwidharma, Astra Ventures
BukuWarung SaaS Seed Funding East Ventures
ProSpark Edtech Pre-Seed Agaeti Ventures, Prasetia Dwidharma, angel investor
TaniHub* Agritech Series A Openspace Ventures, Intudo Ventures, UOB Venture Management, Vertex Ventures, BRI Ventures, Tenaya Capital, Golden Gate Ventures

Berdasarkan tabel di atas, jika ditinjau dari tahapan investasinya, sebagian besar pendanaan yang dibukukan berada di tahap awal (12) dan tahap Seri A (9). Sementara ditinjau dari segi lanskap bisnis, cakupannya cukup beragam, terbanyak masih untuk startup fintech.

Pendanaan Startup Indonesia Q2-2020 / DSResearch
Pendanaan Startup Indonesia Q2-2020 / DSResearch

Perkembangan ekosistem startup

Menurut laporan Global Startup Ecosystem Report (GSER) yang dipublikasi Startup Genome, Jakarta menempati urutan kedua dari 100 kota di seluruh dunia di daftar emerging startup ecosystem. Data yang digunakan untuk penilaian berdasarkan empat faktor utama, yakni kinerja, pendanaan, jangkauan pasar, dan talenta tiap kota.

Mumbai, yang berada di peringkat pertama urutan ini, mencetak skor 10 di masing-masing faktor tersebut. Nilai yang hampir sama dicetak Jakarta, hanya metrik talenta mendapatkan skor 9.

Startup Genome juga membagi peringkat tiap kota berdasarkan nilai total ekosistem dan pendanaan tahap awal. Jakarta menempati posisi teratas dengan nilai ekosistem $26,3 miliar, disusul Guangzhou ($19,2 miliar), dan Kuala Lumpur ($15,3 miliar).

Sayangnya perkembangan startup memang masih terpusat di kota metropolitan seperti Jakarta. Ketika penilaian dilakukan dalam cakupan nasional dan mengambil rata-rata kinerja seluruh kota, peringkatnya menurun drastis. Misalnya yang divalidasi StartupBlink dalam laporan bertajuk The StartupBlink 2020 Global Ecosystem Report.

Tahun 2020, Indonesia menempati peringkat ke-54, turun 13 peringkat dibanding tahun sebelumnya. Di Asia Tenggara, posisi ini hanya unggul dari Vietnam. Singapura berada di posisi teratas, yaitu peringkat ke-16.

Laporan ini menyoroti kontribusi sejumlah kota terhadap perkembangan ekosistem. Secara berurutan Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Medan, dan Semarang menjadi yang kota-kota yang paling signifikan mendorong pertumbuhan ekosistem startup.

Optimisme BorongBareng Usung Konsep “E-commerce Sosial”

BorongBareng, e-commerce yang berada di bawah naungan PT Digital Imagination Space meresmikan kehadirannya di Indonesia pada Juni 2020. Mereka usung konsep e-commerce sosial, mengoptimalkan keterlibatan banyak pengguna di beberapa fitur/programnya. Dalam debutnya, dihadirkan sejumlah program menarik untuk akuisisi pengguna seperti Slash-it (program game menurunkan harga), Super Deal (program diskon), dan Group-Buy (program beli rame-rame).

BorongBareng dari awal memfokuskan diri menyasar pengguna mobile. Hal ini terlihat dari mereka yang langsung menyuguhkan interface khas mobile pada situs webnya. Aplikasi BorongBareng sendiri sedang dalam proses pengembangan, segera diluncurkan dalam waktu dekat.

Sebagai pemain baru di industri e-commerce, tampaknya founder cukup optimis dengan konsep dan strategi yang diagendakan. Fitur Slash-It misalnya, merupakan salah satu fitur yang diharapkan bisa mengundang banyak pengguna, karena semakin banyak pengguna lain yang diundang maka harga produk bisa semakin murah.

“Tiga minggu setelah soft launching, kami memiliki 50 ribu pengguna yang sudah terdaftar di platform. Ini adalah prestasi luar biasa dan kami bersemangat untuk melayani pelanggan di Indonesia dengan layanan dan kualitas produk yang baik dan harga yang terjangkau,” terang CEO BorongBareng Peter Zhou.

Optimisme di tengah pandemi

Industri e-commerce menjadi penggerak ekonomi terbesar di Indonesia, dengan dinamika dan persaingan bisnis yang cukup ketat. Beberapa pemain muncul dan menghilang, beberapa masih berusaha bertahan dengan susah payah. Tugas semakin berat bagi BorongBareng mengingat kondisi pandemi seperti sekarang ini. Daya beli masyarakat menurun, arah konsumsinya pun berubah ke arah makanan pokok, kesehatan, dan sejenisnya. Kendati demikian, mereka mengklaim cukup optimis untuk berkembang.

“Meskipun menghadapi kuartal yang sulit karena pandemi, hari ini kami dengan bangga memperkenalkan BorongBareng ke masyarakat Indonesia. BorongBareng hadir di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan pandangan yang berfokus pada pertumbuhan populasi digital. Kami ingin semua orang memiliki akses ke produk yang lebih baik, dengan harga terbaik dan memiliki kekuatan untuk memperoleh kualitas hidup yang lebih baik,” terang Peter.

BorongBareng di awal kemunculannya menawarkan berbagai macam jenis kategori produk. Produk-produk ini merupakan hasil kerja sama atau kemitraan dengan beberapa produsen. Seperti untuk buah dan sayuran segar mereka bermitra dengan Eden Farm. Kerja sama in diklaim akan terus dijajaki terutama untuk mengembangkan pertumbuhan bisnis lokal di Indonesia.

Tim juga menjelaskan bahwa semua barang yang dijual di dikirim langsung oleh BorongBareng untuk memastikan harga barangnya sudah cukup terjangkau untuk para pelanggannya.

Untuk saat ini BorongBareng tengah fokus pada pertumbuhan bisnisnya. Dengan modal dari beberapa angle investor mereka menargetkan setidaknya bisa mendapatkan 300 ribu pengguna di penghujung tahun ini, juga merampungkan pendanaan pra seri A.

Travel Business Struggling through Pandemic, Traveloka to start Online Xperience

Yesterday (6/29) the local OTA unicorn, Traveloka introduced Online Xperience, a new product category focused on the lifestyle sector. There’s a creative side featured creative in the latest update with various titles from selected speakers. Some existing titles such as a coffee discussion with well-known baristas, cooking shows with professional cooks, learning to arrange flowers with famous florists, and a lifestyle session with nutritionists.

They try to present a special feature, there’s also a live session, users can have interactive discussions with the speakers. It is also accessible through the Traveloka app or site, in the Traveloka Xperience menu.

Each session is premium-based, users must pay subscription fees with a certain amount. Traveloka Experience CEO Christian Suwarna said, “Online Xperience is a manifestation of our commitment to adapt to changes in current user habits that may still be reluctant to move outside, but need to do productive things to fill their time.”

This new product’s launching is along with the government’s National Movement program #BanggaBuatanIndonesia, because this new alternative is expected to empower creative people. Christian added, “Online Xperience is also the beginning of our support for the national movement #BanggaBuatanIndonesia. We encourage talented individuals to continue to work and share inspiration, therefore, this initiative can be an alternative income.”

Similar product

The Traveloka’s product is not actually brand new, other players, especially in the global business, have already rolled the similar concept, such as Airbnb and TripAdvisor. In terms of Airbnb, through its Online Experience, it is not only a program to visit tourist attractions but also presents joint activities, for example cooking Balinese specialties, which can be virtually followed.

In terms of local, some players present virtual activities concept as well. For example, the Umrah marketplace platform Travalal launched a new service called “Virtual Reality Tourism”. That is a tour program packaged online, utilizing 360 ° video technology and live tours using video conferencing applications. There are a variety of tourist destinations on offer, both locally and abroad, including listing virtual Umrah religious tours.

Antourin also offers similar services in virtual tour packages for various tourist objects in Indonesia with relatively affordable rates. Like a real tour, a virtual tour is also equipped with a tour guide that is ready to explain and answer questions about the objects visited. Conference applications such as Zoom, Google Maps and Street View are used in the implementation.

Traveloka’s business

Petinggi Traveloka memprediksi bisnis fintech-nya segera menjadi bisnis $1 miliar tahun ini

The first and second quarters of 2020 are indeed a difficult time for the OTA industry, not only local players, but also international players. Some companies choose to reduce the team, some are eventually collapsed. In the core business, Traveloka also looks like a natural shock; they have quite rich features with the same goals, accommodating the travel needs of its users comprehensively.

Xperience, for example, the service was developed for people can easily order various events/performances at tourist attractions; or order other activity packages tp be found at the destination. Traveloka also briefly led the series B funding for the Singapore event management system developer, PouchNATION; again to be correlated, it is the same objective, (if integration does occur) it will support businesses related to user activities (directly).

Amid pandemic, Traveloka reportedly in the process of finalizing fundraising. A trusted source said, the company almost got an investment fund agreement of US$100 million equivalent to 1.4 trillion Rupiah from investors. There is no further detail whether this is part of the 7 trillion Rupiah target last year or the down-round option.

Fintech-based innovations are recently highlighted by Traveloka. In addition to building PayLater, they continue to present new financial products, for example launching a cobranding card with BRI. The company is also optimistic to win the unicorn title through its financial business unit.

Earlier this year, Traveloka reportedly acquired startup payment system based on the QR code Dimo ​​Pay Indonesia. A trusted source who did not want to be named to DailySocial revealed that the purchase process was performed through a shell company (special purpose vehicle / SPV).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Bisnis Perjalanan Dijegal Pandemi, Traveloka Memulai “Online Xperience”

Kemarin (29/6) unicorn OTA lokal Traveloka memperkenalkan Online Xperience, kategori produk baru yang difokuskan untuk garap sektor gaya hidup. Di dalamnya menampilkan sesi kreatif dengan berbagai judul dari para pemateri pilihan. Beberapa judul yang sudah ada seperti pembahasan soal kopi dengan barista ternama, acara memasak dengan juru masak profesional, belajar merangkai bunga dengan florist terkenal, hingga pembahasan gaya hidup dengan ahli gizi.

Keunggulan yang coba dihadirkan, selain ini adalah sesi live, pengguna juga dapat berdiskusi interaktif dengan pengisi acara. Penggunaannya sendiri bisa melalui situs atau aplikasi Traveloka, di bagian menu Traveloka Xperience.

Setiap sesi adalah premium, pengguna harus membayarkan sejumlah biaya dengan nominal beragam. Kepada media, CEO Traveloka Experience Christian Suwarna mengatakan, “Online Xperience menjadi manifestasi dari komitmen kami dalam beradaptasi dengan perubahan kebiasaan pengguna saat ini yang mungkin masih enggan untuk beraktivitas di luar, namun perlu melakukan hal produktif untuk mengisi waktunya.”

Peluncuran produk baru ini juga dibarengkan dengan program pemerintah Gerakan Nasional #BanggaBuatanIndonesia, karena alternatif bisnis baru ini diharapkan juga dapat memberdayakan insan kreatif. Christian menambahkan, “Online Xperience juga menjadi awal dari dukungan kami terhadap gerakan nasional #BanggaBuatanIndonesia. Kami mendorong para individu berbakat untuk terus berkarya dan berbagi inspirasi, sehingga inisiatif ini dapat menjadi alternatif pendapatan.”

Sudah ada produk serupa

Produk yang dirilis Traveloka tersebut sebenarnya bukan hal yang baru, pemain lain khususnya di kancah global sudah terlebih dulu menggulirkan, seperti Airbnb dan TripAdvisor. Untuk Airbnb, melalui Online Experience-nya, tidak hanya program mengunjungi tempat wisata saja, namun menyajikan kegiatan bersama, misalnya memasak makanan khas Bali, yang dapat diikuti secara virtual.

Untuk lokal, beberapa pemain sajikan konsep aktivitas virtual juga. Misalnya yang dilakukan platform marketplace umrah Travalal meluncurkan layanan baru berjuluk “Virtual Reality Tourism”. Yakni program tur yang dikemas secara online, memanfaatkan teknologi video 360° dan live tour menggunakan aplikasi video conference. Ada berbagai destinasi wisata yang ditawarkan, baik lokal maupun luar negeri, termasuk mencantumkan wisata religi umrah virtual .

Antourin juga tawarkan layanan serupa dalam paket-paket tur virtual berbagai objek wisata di Indonesia dengan tarif yang relatif terjangkau. Layaknya wisata betulan, tur virtual juga dilengkapi dengan pemadu wisata yang siap menerangkan dan menjawab pertanyaan soal objek-objek yang dikunjungi. Aplikasi konferensi seperti Zoom, Google Maps, dan Street View digunakan dalam pelaksanaannya.

Bisnis Traveloka

Petinggi Traveloka memprediksi bisnis fintech-nya segera menjadi bisnis $1 miliar tahun ini

Kuartal pertama dan kedua tahun 2020 memang jadi masa sulit untuk industri OTA, tidak hanya pemain lokal, juga pemain internasional. Beberapa perusahaan memilih untuk merampingkan tim, ada juga yang akhirnya kolaps. Secara core business, Traveloka juga terlihat alami goncangan serupa; mereka miliki fitur yang cukup kaya, namun semua memiliki tujuan yang sama, mengakomodasi secara komprehensif kebutuhan perjalanan penggunanya.

Sebut saja Xperience, layanan tersebut dikembangkan agar orang dapat dengan mudah memesan berbagai acara/pertunjukan di tempat-tempat wisata; atau memesan paket aktivitas lain yang dapat ditemui di destinasi yang dituju. Traveloka juga sempat pimpin pendanaan seri B startup pengembang sistem manajemen acara asal Singapura, PouchNATION; lagi-lagi jika dikorelasikan maka tujuannya masih sama, (kalaupun terjadi integrasi) akan mendukung bisnis yang berkaitan dengan aktivitas pengguna (yang dilakukan secara langsung).

Di tengah pandemi ini, Traveloka dikabarkan sedang rampungkan fundraising. Sumber mengatakan, perusahaan hampir mendapatkan kesepakatan dana investasi US$100 juta setara 1,4 triliun Rupiah dari investor. Belum diketahui detail apakah ini bagian dari target 7 triliun Rupiah yang digalang sejak tahun lalu atau opsi down-round.

Inovasi berbasis fintech juga yang layak disorot dari Traveloka untuk beberapa waktu terakhir. Selain memelopori PayLater, mereka terus hadirkan produk-produk finansial baru, misalnya meluncurkan kartu cobranding bersama BRI. Perusahaan juga cukup optimis bisa menggaet gelar unicorn melalui unit bisnis finansialnya.

Awal tahun ini Traveloka dikabarkan telah mengakuisisi startup sistem pembayaran berbasis kode QR Dimo Pay Indonesia. Sumber terpercaya yang tak mau disebutkan namanya kepada DailySocial mengungkapkan, proses pembelian dilakukan melalui perusahaan cangkang (special purpose vehicle / SPV).

Application Information Will Show Up Here