Gojek Gandeng Maingame.com Perkaya Fitur GoGames

Gojek, melalui GoGames, menjalin kerja sama dengan platform penyedia game lokal Maingame.com untuk menghadirkan berbagai kompetisi dan hiburan game di aplikasi.

Menurut pemaparan Head of Third Party Platform Gojek Sony Radhityo, inisiatif ini diharapkan dapat turut mengisi waktu luang pelanggan di tengah karantina mandiri yang tengah dilakukan masyarakat di berbagai daerah.

“Kehadiran Maingame.com semakin memperkuat posisi GoGames sebagai one-stop gaming ecosystem, yang kini fokus untuk menghadirkan pengalaman bermain para pecinta game maupun masyarakat umum lewat berbagai macam game menarik hanya dalam satu platform,” ujar Sony.

Integrasi aplikasi GoGames dan Maingame.com di Gojek
Integrasi aplikasi GoGames dan Maingame.com di Gojek

Maingame.com didirikan oleh Anton Soeharyo sejak November 2019. Di bawah naungan PT Bahagia Bersama Indonesia, platform ini dikembangkan untuk memudahkan pengguna memainkan berbagai game tanpa harus repot mengunduh aplikasi satu per satu.

Berbasis situs web berbasis HTML 5 dan Progressive Web App, layanan ini diharapkan bisa menjangkau semua kalangan. Karena relatif lebih efisien dan bersahabat dengan berbagai tipe ponsel pintar.

Salah satu fitur andalan di Maingame.com adalah “Kompetisi”, memungkinkan para peserta untuk bergabung dalam sebuah kontes permainan yang diadakan dalam periode tertentu. Ada hadiah utama dan hadiah harian yang akan diberikan untuk setiap pemenang.

Untuk kebutuhan transaksi pembayaran khususnya membeli tiket ke kompetisi, selain potong pulsa, Maingame.com juga telah mengintegrasikan layanannya dengan GoPay.

Gojek sendiri telah merilis fitur GoGames sejak September 2019 lalu. Di fase awalnya, terdiri dari tiga fitur utama. Pertama adalah GoGames Top-up, memungkinkan pengguna melakukan top-up kredit dan membeli barang virtual untuk kebutuhan bermain game.

Kedua ada GoGames Recipe, berisi kanal informasi yang juga dilengkapi tips dan trik permainan game. Dan yang ketiga adalah GoGames TV, menampilkan konten terkurasi perhelatan kompetisi game tingkat nasional dan internasional.

Application Information Will Show Up Here

Berikut Daftar Startup Unicorn Indonesia Hingga Tahun 2020

Hingga saat ini, berdasarkan startup report 2019 sudah ada 6 startup yang masuk jejeran daftar Unicorn Indonesia 2020. Dari 6 startup Unicorn Indonesia 2020 yang sudah ada, JD.ID menjadi startup Unicorn keenam dengan valuasi sebesar $1 miliar setelah Ovo. Unicorn sendiri merupakan sebutan yang diberikan kepada para startup yang telah memiliki nilai valuasi di atas 1 miliar dollar AS atau setara dengan 14,1 triliun. Berikut daftar startup yang menyandang status Unicorn Indonesia 2020:

Gojek

Didirikan oleh Nadiem Makarim, Kevin Aluwi, dan Michaelangelo Moran pada tahun 2010. Dalam perjalannya, Gojek menjadi Startup Indonesia pertama yang meraih gelar Unicorn di tahun 2017. Dua tahun setelahnya, Gojek memastikan status barunya menjadi “Decacorn” setelah ditahun yang sama pasca pembukaan seri F oleh JD, Tencent, dan Google, valuasi Gojek ditaksirkan telah mencapai $9,5 miliar.

gojek menjadi unicorn di tahun 2017

Gojek memulai bisnisnya sebagai layanan ojek motor panggilan lewat call center dan saat berdiri hanya memiliki 20 pengemudi. Berbagai pengembangan fitur aplikasi mereka lakukan, dari yang awalnya hanya transportasi (Go Ride dan Go Car) hingga variasi layanan seperti Go Food, Go Send, Go Massage, dan lainnya.

Gojek sudah memasuki pasar di beberapa negara di Asia Tenggara, meliputi Thailand, Vietnam dan Singapura; di Malaysia dan Filipina tengah dalam tahap pematangan.

Tokopedia

Tokopedia pertama kali didirikan oleh dua sekawan, William Tanuwijaya dan Leontinus Alpha Edison pada tahun 2009. Startup di bidang e-commerce ini mendapat status unicorn Indonesia di tahun 2017 dan di tahun yang sama juga mengumumkan perolehan pendanaan senilai total 1,1 miliar dollar (atau lebih dari 14 triliun Rupiah) yang dipimpin Alibaba. Masuknya Alibaba ke Tokopedia menegaskan cengkeraman raksasa teknologi Tiongkok ini di Asia Tenggara

Tokopedia menjadi Startup Unicorn Ecommerce Indonesia pertama

Akhir tahun 2019 Tokopedia dikabarkan tengah mengumpulkan pendanaan putaran baru (fundraising), nilai yang ditargetkan mencapai $1,5 miliar atau setara 21,1 triliun Rupiah. Besar kemungkinan dana tambahan yang tengah dikumpulkan akan difokuskan untuk meningkatkan traksi perusahaan, sebelum akhirnya miliki keuangan yang “hijau” dan IPO. Terakhir Tokopedia mengumumkan bahwa GMV mereka telah tembus di angka 222 triliun Rupiah sepanjang tahun 2019.

Traveloka

Traveloka berpusat pada bidang pemesanan hotel dan travel

Di daftar selanjutnya ada Traveloka yang didirikan oleh Ferry Unardi, Albert Zhang, dan Derianto Kusuma pada tahun 2012. Berpusat pada bidang pemesanan hotel dan travel, perusahaan ini merupakan startup travel di Asia Tenggara yang menyandang status Unicorn.

Gelar unicorn sudah diraih Traveloka sejak Juli 2017 setelah pendanaan yang didapat dari Expedia memperkuat posisi Traveloka sebagai pemimpin pasar industri travel Indonesia ketika memperoleh investasi dari Expedia sebesar 350 juta dolar AS. Setahun terakhir sebelumnya Traveloka secara total sudah mendapatkan dana $500 juta (lebih dari 6,6 triliun Rupiah) dari East Ventures, Hillhouse Capital Group, JD.com, and Sequoia Capital.

Kini, tidak hanya dikenal sebagai unicorn di vertikal online travel, Traveloka saat ini sudah melanglang buana di tujuh negara. Fokus layanannya tidak hanya akomodasi dan transportasi. Bisnis perusahaan kini sudah merambah ke gaya hidup dan finansial.

Bukalapak

Bukalapak masuk dalam daftar startup Unicorn Indonesia bidang e-commerce kedua setelah Tokopedia yang mendapatkan gelar unicorn. Bukalapak didirikan oleh Achmad Zaky bersama dua orang temannya, Nugroho Herucahyono dan Fajrin Rasyid, pada tahun 2010.

Bukalapak menjadi startup indonesia keempat mendapat status unicorn

Di tahun 2017 dengan valuasi yang diklaim Bukalapak mencapai lebih dari US$1 miliar (sekitar Rp13,5 triliun) menyandang status unicorn menyusul Go-Jek, Traveloka, dan Tokopedia. pemilik terbesar saham Bukalapak adalah konglomerasi media EMTEK, yang per laporan kuartal ketiga 2017 memiliki 49,21% saham layanan marketplace yang didirikan Zaky bersama Fajrin Rasyid dan Nugroho Herucahyono.

Kini, status Bukalapak bukan lagi startup. Masuk ke tahun ke-10, perusahaan mencapai milestone dengan lebih dari 70 pengguna dan kunjungan ke aplikasi tembus 420 juta kali per bulan. Ada lima juta pelapak dan tiga juta Mitra Bukalapak telah bergabung.

Ovo

Ovo tahun lalu mencuri perhatian dengan menjadi startup unicorn kelima di tanah air. Hal ini diungkapkan tahun lalu oleh mantan menkominfo Indonesia, Rudiantara, yang mengumumkan bahwa perusahaan berhasil memasuki jajaran Startup Unicorn Indonesia 2020 dengan valuasi senilai US$ 1 miliar. OVO merupakan penyedia layanan pembayaran elektronik yang dibesut oleh Grup Lippo.

Ovo menjadi unicorn di tahun 2019

Startup Report 2018 yang disusun DSResearch pada saat itu menempatkan Ovo sebagai calon terdekat untuk status unicorn, di antara jajaran startup yang memiliki valuasi di atas $100 juta. Berdasarkan Fintech Report Indonesia 2019 yang dikeluarkan oleh DailySocial, Ovo menjadi e-wallet yang paling populer di Indonesia dan menempati posisi kedua sebagai dompet digital yang paling sering digunakan di negara ini.

JD.id

Awal tahun ini, platform e-commerce JD.id mengonfirmasi kepada DailySocial bahwa valuasi perusahaan sudah melebihi US$1 miliar. Dengan demikian JD.id menambah jajaran daftar startup Unicorn Indonesia 2020 menjadi 6 perusahaan setelah di tahun sebelumnya ada Ovo yang juga bergabung dalam jajaran Unicorn Indonesia. Ada tiga startup di jajaran ini beroperasi di vertikal e-commerce.

JD.id menjadi startup keenam dengan status unicorn

JD.id pertama kali mulai beroperasi di Indonesia pada November 2015. Situs e-commerce yang miliki jargon “menjual barang dengan jaminan asli” tersebut hadir ke Indonesia sebagai hasil kerja sama strategis antara raksasa e-commerce Tiongkok JD.com dan private equity Provident Capital.

Saat ini, berarti ada 3 pemain e-commerce yang bersiap untuk memenangkan pasar. Jika platform seperti Bukalapak dan Tokopedia gencarkan program kemitraan, JD.id dalam beberapa kesempatan selalu menyampaikan fokusnya untuk memperkuat logistik.

 

Moka Remains an Open Platform Post Gojek Acquisition

After widely rumored for the past few months, today (30/4) Gojek officially announced its acquisition of Moka. This corporate action is the company’s first step in combining services to provide integrated solutions for business partners (merchants), which include payment services, food delivery, and point-of-sale systems, therefore, to support the growth and digitalization of online and offline SMEs.

Moka will continue to operate as an independent entity post the acquisition, integrated with the Gojek merchant ecosystem. The ecosystem consists of GoBiz (the super app that houses GoFood), GoPay, and other services such as Midtrans and Spots. Spots is an mPOS product that is circulated for GoFood merchants, as a result of a combination of Nadipos and Kartuku which both were acquired by Gojek.

Moka told DailySocial that they will remain an open platform and are very open to continuing collaboration with all partners, either the current or in the future. Moka allows merchants to receive payments from digital wallets such as Gopay, Ovo, Dana, and others.

“We are very excited to be part of the Gojek ecosystem and accelerate our mission to help small businesses continue to grow. Gojek is the largest consumer application in Indonesia and this integration will create business networks to hundreds of millions Gojek users and get direct transactions from services like GoFood,” Moka’s Co-Founder & CEO, Haryanto Tanjo said.

Meanwhile, Gojek’s Co-CEO Andre Soelistyo said, “We are always working to help more offline businesses to online businesses to participate in developing the digital economy and working with Moka and its network of businesspeople will help us to accelerate the realization of this mission.”

Previously, the acquisition was reportedly agreed at US$ 130 million or equivalent to 2 trillion Rupiah. This corporate step is part of the planned expansion of Gojek products and services following the acquisition of Series F funding that has been raised since 2018.

To date, Moka has been used by 40 thousand businesses in 200 cities in Indonesia by providing POS equipment solutions, payment systems, bookkeeping, raw material procurement, and business capital lending. While Gojek, through the service of GoBiz, has embraced 500 thousand business partners, of which 96% are claimed by SMEs.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Pasca Diakuisisi Gojek, Moka Pastikan Tetap Jadi Platform Terbuka

Setelah santer dirumorkan selama beberapa bulan terakhir, hari ini (30/4) Gojek secara resmi mengumumkan akuisisinya terhadap Moka. Aksi korporasi ini menjadi langkah awal perusahaan menggabungkan layanan guna memberikan solusi terintegrasi bagi mitra usaha (merchant), yang meliputi layanan pembayaran, pengantaran makanan, dan sistem point-of-sale, sehingga dapat mendukung pertumbuhan dan digitalisasi UKM online maupun offline.

Setelah akuisisi ini, Moka akan terus beroperasi sebagai entitas mandiri yang terintegrasi dengan ekosistem merchant Gojek. Ekosistem tersebut terdiri dari GoBiz (super app yang menaungi GoFood), GoPay, dan layanan-layanan lainnya seperti Midtrans dan Spots. Spots adalah produk mPOS yang diedarkan untuk merchant GoFood, sebagai hasil gabungan Nadipos dan Kartuku yang keduanya diakuisisi Gojek.

Kepada DailySocial, pihak Moka menyebutkan mereka akan tetap menjadi open platform dan sangat terbuka untuk terus berkolaborasi dengan dengan seluruh mitra, baik yang telah tergabung maupun yang akan datang. Moka memungkinkan merchant untuk menerima pembayaran dari digital wallet seperti Gopay, Ovo, Dana, dan lainnya.

“Kami sangat bersemangat menjadi bagian dari ekosistem Gojek dan mengakselerasi misi kami membantu usaha kecil untuk terus tumbuh. Gojek adalah aplikasi konsumen terbesar di Indonesia dan integrasi ini akan membuka akses jaringan para pelaku usaha kepada ratusan juta pengguna platform Gojek dan mendapatkan transaksi langsung dari layanan seperti GoFood,” ujar Co-Founder & CEO Moka Haryanto Tanjo.

Sementara itu Co-CEO Gojek Andre Soelistyo berujar, “Kami selalu berupaya untuk membantu lebih banyak bisnis offline menuju bisnis online untuk ikut mengembangkan ekonomi digital dan bekerja dengan Moka dan jaringan pelaku usahanya akan membantu kami untuk mempercepat terwujudnya misi ini.”

Sebelumnya diberitakan akuisisi ini disepakati di angka US$130 juta atau setara 2 triliun Rupiah. Langkah korporasi ini merupakan bagian rencana ekspansi layanan dan produk Gojek pasca perolehan pendanaan seri F yang sudah digalang sejak tahun 2018.

Hingga saat ini Moka telah digunakan oleh 40 ribu pebisnis di 200 kota di Indonesia dengan memberikan solusi perangkat POS, sistem pembayaran, pembukuan, pengadaan bahan baku, dan peminjaman modal usaha. Sementara Gojek, lewat layanan GoBiz, telah merangkul 500 ribu mitra usaha, yang 96%-nya diklaim dari kalangan UKM.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

[Weekly Updates] Gojek Acquires Moka; Funding Updates From Northstar Group, Modalku, Fore Coffee; and More

Although no official statement yet, it’s reported that Gojek has acquired Moka for around $130 million. Furthermore, Northstar Group has completed first round of its Northstar V fund, Fore Coffee secures additional $1 million investment, and Modalku receives $40 million.

In other news, Bizzy has initiated TokoSmart Agent network to widen its customer base. The company is no longer put its focus on B2B marketplace.

Gojek Wraps Up Acquisition of Moka at 2 Trillion Rupiah Valuation

The acquisition of Moka by Gojek finally comes to an agreement, widely rumoured since Agustus 2019. The company has submitted corporate action to the regulator (KPPU) as of April 9th, 2020.

Bloomberg reported that Moka has been acquired by Gojek at $130 million or around 2 trillion Rupiah.

Northstar Group Secures First Round of Its Fifth Fund, Targeting 12.5 Trillion Rupiah

Northstar Group has just announced the first round of Northstar Equity Partner V Limited Fund (Northstar V). The fifth fund is focused on early-stage to growth-stage startups in Southeast Asia, esp. Indonesia.

The first round has represented one third of Northstar V target at $800 million or equivalent to 12.5 trillion Rupiah. Included into the investor’s list are sovereign wealth funds, insurance companies, institutional investors, family offices, and other high net-worth individuals.

Fore Coffee’s Expansion Plan After Raising 147 Billion Rupiah Funding

After raising a $9.5 million or around 147 billion Rupiah funding, Fore Coffee looks for more opportunity to expand and added more outlets. It has expanded its business to Bandung, Surabaya, and Medan. Fore Coffee claims to have profitable sales with increasing team numbers.

Fore’s Co-Founder, Elisa Suteja, told DailySocial that the company has achieved business growth phase after closing the Series A funding in April 2019 with additional $1 million secured early this year.

Modalku’s Parent Company to Proceed with Series C Funding Worth Over 625 Billion Rupiah

Modalku’s parent company, Funding Societies, raises series C funding worth of $40 million (over 625 billion Rupiah). Modalku’s CEO, Reynold Wijaya, said the fresh money will be distributed to support all aspects of the company’s strategies, including to empower Indonesia’s SMEs.

Internally, the company conducts streamline operations to improve efficiency and simplify the operational process. This process includes a small number of layoffs.

Bizzy Adapts to Consumer’s Behavior, Introducing Tokosmart Agent

Since January 2019, Tokosmart has launched an initiative  to support the digitisation of micro, small and medium enterprises (MSMEs). Tokosmart has acquired 54,600 stores and more than 27,000 distribution companies in Indonesia.

To push Tokosmart’s further effectiveness, Bizzy has developed Tokosmart Agent, a new beta feature that was launched last week. Tokosmart Agent directly targets end-user and community leader segments, like RT or RW leaders in the local area. They can order large quantities of supplies to be distributed to residents in their homes.

Gojek Wraps Up Acquisition of Moka at 2 Trillion Rupiah Valuation

The acquisition news of Moka point-of-sales startup by Gojek finally comes to an agreement, after spreading rumors since Agustus 2019. First, the company has submitted corporate action to the regulator, in this case, through KPPU official page as of April 9th, 2020.

Keterangan akuisisi Moka oleh Gojek di laman KPPU
Moka’s acquisition by Gojek in KPPU official page

Second,  Bloomberg also reported from a reliable source that Moka has acquired by Gojek at US$130 million or around 2 trillion Rupiah. The number has increased from the reported ones at US$120 million. The transaction is ongoing since last year and met an agreement just few months ago.

Gojek has taken the strategic step to channel the Series F funding which has been going since October 2018. In mid-March 2020, the company reportedly received additional funds of US$ 1.2 billion or equivalent to 18 trillion Rupiah for the round, completing the acquisition target of US $ 3 billion or equivalent to 42.2 trillion Rupiah.

Moka’s role can be very significant. Based in Jakarta, the company currently established by Grady Laksmono and Haryanto Tanjo since 2014 has reached users in 100 cities in Indonesia. More than 35 thousand restaurants, cafes, and other retail outlets take advantage of its POS mobile application.

Catatan capaian Moka sepanjang tahun 2019 / Moka
Moka’s achievement lists during 2019 / Moka

Moka aware of the tight competition in this vertical and continues to innovate including to launch Moka Fresh platform (purchasing raw materials) and Moka Capital (merchant loan funds) – in his statement Tanjo said that Moka’s vision of becoming a “merchant supper app”, intends to accommodate various retailers’ needs in an integrated manner through a digital platform.

In addition to cash transactions, the Moka cashier system allows business owners to accept payments with digital platforms such as Gopay, Ovo, LinkAja, even Kredivo and Akulaku. While a deeper collaboration scenario between Gojek and Moka has not been delivered.

This is becoming one, out of many Gojek’s acquisitions for Indonesian startups. Previously, the local decacorn also took several startups including Loket, Kartuku, Midtrans, Mapan, and Promogo.

Some acquisitions has succeeded in expanding the Gojek service ecosystem, for example, the consolidation with Loket team that produced the GoTix service. Loket Founder Edy Sulistyo was lined up to lead the entertainment division owned by Gojek.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Gojek Resmi Akuisisi Moka, Dikabarkan Nilainya Capai 2 Triliun Rupiah

Kabar akuisisi startup point-of-sales Moka oleh Gojek akhirnya mencapai titik terang, setelah sebelumnya menjadi rumor sejak Agustus 2019 lalu. Pertama, perusahaan telah melaporkan aksi korporasi tersebut ke regulator, dalam hal ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha – kini juga bisa dibaca melalui laman resmi KPPU tertanggal 9 April 2020.

Keterangan akuisisi Moka oleh Gojek di laman KPPU
Keterangan akuisisi Moka oleh Gojek di laman KPPU

Lalu kedua, hari ini (23/4) Bloomberg turut memberitakan, sumber yang dekat dengan kesepakatan itu mengatakan akuisisi Moka telah dirampungkan Gojek senilai US$130 juta atau setara 2 triliun Rupiah. Angka ini sedikit meningkat dari yang sebelumnya banyak beredar US$120 juta. Transaksi telah dirundingkan sejak tahun lalu dan baru mencapai sepakat beberapa bulan lalu.

Langkah strategis ini dilakukan Gojek memanfaatkan perolehan pendanaan seri F yang telah berlangsung sejak Oktober 2018 lalu. Pertengahan Maret 2020 diberitakan, perusahaan mendapatkan tambahan dana US$1,2 miliar atau setara 18 triliun Rupiah untuk putaran tersebut, melengkapi target perolehan US$3 miliar atau setara 42,2 triliun Rupiah.

Peran Moka bisa jadi sangat signifikan. Berbasis di Jakarta, saat ini perusahaan yang didirikan Grady Laksmono dan Haryanto Tanjo sejak tahun 2014 ini telah menjangkau pengguna di 100 kota di Indonesia. Lebih dari 35 ribu restoran, cafe, dan gerai ritel lainnya manfaatkan aplikasi mobile POS yang dimilikinya.

Catatan capaian Moka sepanjang tahun 2019 / Moka
Catatan capaian Moka sepanjang tahun 2019 / Moka

Sadar persaingan di vertikal bisnis ini sangat banyak, Moka terus lakukan inovasi termasuk dengan menghadirkan platform Moka Fresh (pembelian bahan baku) dan Moka Capital (pinjaman dana merchant) – dalam keterangannya Tanjo mengatakan bahwa visi Moka menjadi “merchant supper app”, bermaksud mengakomodasi berbagai kebutuhan peritel secara terpadu melalui platform digital.

Selain mencatatkan transaksi tunai, sistem kasir Moka memungkinkan pemilik bisnis untuk menerima pembayaran dengan platform digital seperti Gopay, Ovo, LinkAja, bahkan Kredivo dan Akulaku. Sementara skenario kolaborasi yang lebih mendalam antara Gojek dan Moka belum disampaikan.

Ini jadi proses akuisisi kesekian yang dilakukan Gojek terhadap startup Indonesia. Sebelumnya decacorn lokal tersebut juga caplok beberapa startup termasuk Loket, Kartuku, Midtrans, Mapan, hingga Promogo.

Beberapa hasil akuisisi berhasil memperluas ekosistem layanan Gojek, misalnya konsolidasi dengan tim Loket yang menghasilkan layanan GoTix. Founder Loket Edy Sulistyo didapuk untuk memimpin divisi hiburan yang dimiliki Gojek.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

TADA, Gojek, dan Moka Inisiasi Platform “Supportlocalbrands”, Bantu Peritel Berjualan Kupon Belanja

Dampak pandemi yang luas ke segala sektor usaha, menyiksa pebisnis untuk putar otak untuk memastikan usahanya tetap berjalan. Tada, platform end-to-end customer retention, dibantu Gojek dan Moka membuat gerakan dukung merek lokal atau Supportlocalbrands, sudah mulai beroperasi sejak awal Apri 2020.

Kolaborasi tersebut berbentuk adanya akses buat masyarakat untuk membeli kupon dari merek lokal dengan harga spesial lewat aplikasi Gojek dan situs web Supportlocalbrands itu sendiri. Beragam kupon yang ditawarkan di antaranya untuk produk makanan dan minuman, fesyen, layanan kecantikan, kesehatan pribadi, gaya hidup, dan hotel.

“Melalui gerakan ini, baik konsumen dan pemilik bisnis sama-sama memperoleh manfaat. Konsumen dapat membeli lebih awal kupon dari ratusan merek lokal. Kupon ini nantinya bisa digunakan saat layanan tersedia atau bisnis buka kembali. Sementara itu, pemilik bisnis dapat mempertahankan usahanya dengan pemasukan dari hasil penjualan kupon ini,” terang Managing Director TADA Antonius Taufan kepada DailySocial, Senin (20/4).

Gojek turut berpartisipasi lantaran solusi yang diinisiasi oleh TADA menjawab permasalahan yang ada di kehidupan sehari-hari. Situs Supportlocalbrands kini tersedia melalui shuffle card di dalam aplikasi Gojek untuk memudahkan lebih banyak pelanggan untuk mengakses kesempatan tersebut.

“Inisiatif ini merupakan salah upaya nyata kami untuk memastikan pengguna Gojek mendapat manfaat potongan harga dari merek lokal favorit mereka, sekaligus membantu bisnis karya anak bangsa untuk tetap bertahan,” imbuh Chief of Corporate Affairs Gojek Nila Marita.

Hadirnya TADA dan inisiasinya dalam aplikasi Gojek, menandakan bertambahnya mitra pihak ketiga yang berpartisipasi untuk perkuat posisinya sebagai super app.

Sejak softlaunch pada awal bulan ini, disebutkan situs ini sudah menjaring lebih dari raturan merek lokal untuk berpartisipasi, termasuk mereka yang sudah menjadi merchant di Moka.

Co-Founder & CEO Moka Haryanto Tanjo mengatakan, mereka sudah mengimbau 40 ribu merchant-nya untuk turut berpartisipasi dan mendukung kemudahan dalam penukaran kupon. “Kolaborasi ini salah satu bentuk inisiatif kami untuk membantu pelaku usaha dalam menghadapi masa sulit,” katanya.

Keberadaan dukungan ini, lanjutnya, begitu dibutuhkan pebisnis. Meski tidak memberi data rinci, Taufan menyebut beberapa klien ritelnya memang melaporkan bahwa mereka sudah melakukan pemotongan gaji atau merumahkan karyawan dalam kurun waktu tertentu demi mempertahankan cashflow.

“Untuk angka pastinya, mohon maaf kami tidak bisa sebut, namun yang pasti bagi sektor ritel, hal ini sangat berdampak besar,” ujar Taufan.

Dia juga menyebut dalam membuat gerakan ini ketiga perusahaan tidak memungut biaya atas transaksi yang terjadi hingga 30 Juni 2020. Keseluruhan nilai yang dibayarkan konsumen akan diberikan sepenuhnya kepada para pelaku usaha yang bergabung.

Rencananya, situs ini akan aktif sampai tanggal tersebut dan pembeli bisa membeli hingga waktu tersebut. Seluruh kupon yang dibeli akan memiliki masa berlaku satu tahun, sehingga pembeli punya cukup waktu hingga gerai-gerai kembali di buka untuk menukarnya.

“Untuk ke depannya, jika pelaku usaha masih ingin memakai platform yang sama untuk program yang berbeda, maka dikembalikan sesuai kebijakan pemilik platform masing-masing. Yang pasti, tidak ada keterikatan apapun selama gerakan ini berlangsung.” pungkas Taufan.

Demi memastikan transaksi dapat berjalan lancar, TADA terus mengupayakan agar traffic ke situs semakin optimal.

Adu Kelengkapan “Super App” Gojek dan Grab Terus Berlanjut

Di tengah pandemi Covid-19, Gojek dan Grab terus berinovasi agar menjadi super app terdepan. Dimulai dari Gojek, perusahaan menambah kemitraan dengan pihak ketiga untuk fitur edutech (bersama Zenius) dan investasi emas online GoInvestasi (bersama Pluang).

Kedua layanan ini sudah resmi hadir dalam aplikasi Gojek dalam bentuk shuffle card.

Perlu dicatat, kedua perusahaan ini punya keterikatan dengan Gojek. Zenius kini dipimpin oleh Rohan Monga, sebelumnya menjabat sebagai COO Gojek. Dia berpartisipasi saat merintis Gojek pada fase awal hingga mendapat status decacorn.

Adapun, Pluang adalah salah satu portofolio dari Go-Ventures, unit modal ventura milik Gojek. Startup yang dulu bernama EmasDigi ini memperoleh investasi Seri A senilai $3 juta pada September 2019.

Dalam keterangan resmi, Head of Third Party Platform Gojek Sony Radhityo mengatakan, “Solusi tepat sasaran yang Gojek berikan selalu berangkat dari permasalahan yang ada di kehidupan sehari-hari pengguna. […] Hadirnya layanan teledukasi merupakan salah satu upaya kami untuk memastikan agar anak bangsa tetap produktif dan dapat belajar mandiri dengan nyaman di rumah.”

Zenius membuka aksesnya untuk 80 ribu video pembelajaran dan latihan soal untuk materi kelas 1-12, live teaching dan live chat dipandu para tutor, dan rencana belajar harian.

Berikutnya, GoInvestasi menyediakan transaksi jual beli investasi emas online. Harga pembelian dimulai dari 0,01 gram atau setara Rp8 ribu-an. Metode pembayaran yang tersedia untuk sementara ini GoPay.

Pluang menjamin, seluruh transaksi dijamin sesuai regulasi yang berlaku. Perusahaan sudah mendapat lisensi dari Bappebti, emas disalurkan oleh PT PG Berjangka dan disimpan di PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI). Serta, sudah disertifikasi oleh MUI untuk menjamin transaksi sesuai akad syariah.

GoInvestasi juga menyediakan grafik harga jual dan beli emas secara real time untuk memberikan gambaran yang lebih jual kepada para pengguna.

Sebelum merilis kedua fitur, Gojek telah memperkenalkan GoSure (PasarPolis), GoGive (Kitabisa), GoGames (divisi eksperimental milik Google ‘Area 120’), GoNews (Google News dan Kumparan), GoMall (Blibli dan JD.id), GoMed (Halodoc), dan GoFitness (Doogether).

Secara terpisah, dalam wawancara sebelumnya, Sony memberi contoh GoSure tak lain hadir karena indeks literasi produk asuransi di Indonesia hanya 12,1% menurut hasil survei dari OJK. Artinya, hampir 90% masyarakat Indonesia belum terjangkau oleh asuransi.

Padahal, proteksi terhadap suatu potensi kerugian perlu ditanamkan untuk melindungi masyarakat dari risiko terhadap dirinya, harta benda, maupun kegiatan usaha.

Grab justru pilih fokus pada vertikal yang sudah ada

Di tengah landainya jasa transportasi akibat diberlakukannya physical distancing, Grab justru melihat itu adalah kesempatan untuk meningkatkan permintaan pengiriman makanan, barang, dan kebutuhan harian. Mereka merilis GrabMart dan GrabAssistant dan akan diperluas ke lebih banyak negara dalam beberapa minggu mendatang.

“Covid-19 telah memberikan dampak ketidakpastian finansial yang besar bagi mitra pengemudi, mitra pengiriman, dan merchant. Prioritas utama kami adalah memastikan keselamatan dan keberlangsungan hidup setiap individu yang tergabung dalam platform Grab,” ujar Co-Founder dan Group CEO Grab Anthony Tan dalam keterangan resmi, Senin (30/3).

GrabMart melayani pembelian kebutuhan barang kebutuhan baik itu makanan kemasan, minuman, barang perawatan pribadi dan rumah yang dijual oleh mitra merchant. Layanan ini sedikit berbeda dengan GrabFresh yang menyediakan pembelian produk segar seperti sayuran, buah, dan lainnya di supermarket.

GrabMart adalah layanan pengiriman kebutuhan harian. Pelanggan dapat membeli makanan kemasan, minuman, barang perawatan pribadi, dan banyak lagi dari swalayan, toko serba ada, dan apotek melalui aplikasi Grab dan mengirimkannya kepada pelanggan.

Sementara itu, GrabAssistant adalah layanan concierge-on-demand, pelanggan dapat meminta bantuan mitra pengantaran untuk menangani kebutuhan mendesak atau membeli produk di toko-toko yang tidak terdaftar di GrabMart.

GrabMart sendiri sudah tersedia di Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Thailand. Akan dikembangkan ke lebih banyak kota dan negara termasuk Filipina, Myanmar, dan Kamboja. Begitupun untuk GrabAssistant, akan segera hadir di Filipina, Indonesia, Thailand, dan Vietnam.

Dalam perjalanannya menjadi super app, Grab memperkaya vertikalnya dengan menggaet berbagai mitra. Ada HappyFresh (GrabFresh), GoodDoctor (GrabHealth), Sejasa (Clean & Fix), Agoda, Booking.com, dan Oyo (Hotels), Hooq (Video), dan BookMyShow (Tickets).

Mitra-mitra tersebut ada yang datang karena diinvestasi oleh dan/atau investor dari Grab, serta masuk ke dalam program akselerator Grab yakni Grab Velocity Ventures.

Mempertahankan konsumen loyal

Seperti yang sering dijelaskan, sejatinya ambisi yang ingin dicapai dari strategi super app adalah bagaimana membuat pelanggan tetap kembali memakai layanan dari suatu aplikasi karena sesuai dengan kebutuhan mereka.

Peta persaingan bisnis digital, apalagi dengan produk berbasis aplikasi, kini semakin ketat dan rentan dengan risiko churn. Dalam laporan MoEngage termutakhir, mengungkapkan sebanyak 56% pengguna meng-uninstall dalam kurun waktu tujuh hari setelah mengunduhnya. Sisanya, sebanyak 23% aplikasi di-uninstall dalam kurun waktu 24 jam.

Analisis lebih dalam oleh Day Zero memperlihatkan sebanyak 23% pengguna tidak membuka aplikasi sejak hari pertama mereka mengunduhnya. Serta, 15% pengguna lainnya meng-uninstall aplikasi dalam hari yang sama tanpa membuka sama sekali aplikasi tersebut.

Analisis tersebut dilakukan di India terhadap lebih dari tiga juta pengguna aplikasi e-commerce yang telah mengunduh aplikasi lebih dari 90 hari. Diterangkan juga persaingan aplikasi e-commerce dengan media sosial seperti WhatsApp dan Facebook cukup sengit.

Meski aplikasi media sosial cukup menyita kapasitas smartphone, tapi umumnya punya tingkat churn yang rendah karena punya fungsionalnya yang tinggi ketimbang aplikasi e-commerce.

“Cukup sering orang menemukan bahwa aplikasi tidak memenuhi ekspektasi pelanggan. Bagi beberapa orang kemudahan itu penting, tapi ada juga yang lebih suka aplikasi stabil, tidak crash atau macet,” terang Founder dan CEO MoEngage Raviteja Dodda.

“Konsumen sangat selektif tentang data yang mereka bagikan dengan aplikasi. Jika aplikasi terus menerus minta akses ke akun sosial mereka atau mengirimkan undangan atas nama pengguna tanpa persetujuan, unistall akan jauh lebih tinggi,” sambungnya.

Menurut laporan App Annie State of 2020, menunjukkan pengguna rata-rata menghabiskan waktu 3 jam 40 menit setiap harinya pada tahun lalu. Rata-rata tersebut naik 35% dibandingkan 2017.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

GoPlay and Hooq Optimism with Video on Demand Service in Indonesia

With the rise of Video on Demand (VOD) apps in Indonesia, none of them positioned as the key player. The changing characteristic has forced the VOD service to run without any stable formula.

On this matter, DailySocial through #Selasastartup session trying to dig through the challenges the local and global VOD service players currently facing. The speakers are from GoPlay’s CEO, Edy Sulistyo and Hooq Indonesia’s Country Head, Guntur S. Siboro.

Indonesian unique habit

Goplay and Hooq

During its operation in Indonesia for the past 4 years, Hooq noted the unique habits of the Indonesian people. Starting from the use of internet data quota on smartphones that are very concerned to use the wifi to access various needs on the internet. This, according to Hooq, makes it difficult for them to be able to present services that rely solely on applications.

For this reason, Hooq then formed a strategic partnership with telecommunications operators, broadband services, to the super apps platform. The goal is simple, it’s for Hooq that can be accessed anywhere and anytime.

“The difference that we felt in the past (2016) since Hooq launched until now is, the payment options are still very limited. It’s only available through credit cards like those launched by Netflix. However, with the presence of GoPay, Ovo and other digital wallets make it easier for users to make a purchase,” Guntur said.

From the side of GoPlay, which all businesses are supported by the Gojek ecosystem, this is precisely their strength. With the bundling concept packaged in the form of vouchers, GoPlay tries to take advantage of broad access to Gojek’s complete channel distribution.

These strengths later became attractive offers for content creators to Indonesian filmmakers, to focus on content and entrust other aspects to GoPlay.

“In terms of GoPlay, it is included in the Gojek ecosystem and supports the existing business. One of them is offering related service vouchers, bundling with GoFood to GoSend aiming to invite more people to access local content while promoting content to more users,” Edy added .

Though many Indonesian users prefer content for free but there are some that willing to subscribe and pay, in order to get quality content.

Original content and big data management

data analytics to improve services
data analytics to improve services

One thing that later became a same objective of the two VOD services was to encourage the best works of Indonesian creators and filmmakers. In this case, each of them established a strategic partnership with studios to Indonesian production houses, in order to create interesting original content for users.

GoPlay claims such market condition is what behind their goals as a bridge for viewers for easier access to the local films.

“At least the existence of GoPlay can give filmmakers in Indonesia the option to channel their work using digital services owned by GoPlay. In accordance with Gojek’s commitment to eliminate friction in daily life,” Edy said.

Hooq has introduced the production of 19 new original content consisting of series and films in the four countries in which they operate at the end of 2019. Of the 19 new titles, the largest Hooq original content comes from Indonesia with 14 titles consisting of series, films and stand-up comedy events.

It is not surprising to have a large number of new content slots in Indonesia because the majority of the Hooq market in Southeast Asia comes from Indonesia. That was justified by Thunder.

As a platform that fully utilizes smartphones for accessing content, GoPlay claims to have succeeded in gathering big data which is then processed and can be utilized by partners to filmmakers. By utilizing this data, filmmakers can see what kind of content is a favorite, the ideal duration and what genre or category of film is in demand by various groups. Technology and data analytics processing are the strengths of GoPlay.

Meanwhile, Hooq, which available not only on smartphones but also on broadband and home cable services spreading throughout Indonesia, claims that engagement actually occurs more through the channel. However, in terms of downloads and users, Hooq noted recorded more interaction in the application.

Regarding big data and data analytics, Hooq will also apply it to improve services, Guntur said the plan was included in the company’s roadmap. After proposing the liquidation at the end of last month, currently,  Hooq Indonesia is still waiting for the company’s decision to continue or stop its services in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here