Kemenkes Gandeng Google Kembangkan Gen AI untuk Inovasi Layanan Kesehatan

Dalam upaya mempercepat transformasi layanan kesehatan digital, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia berkolaborasi dengan Google Cloud untuk mengembangkan Kecerdasan Buatan Generatif (Gen AI). Kolaborasi ini bertujuan untuk menciptakan inovasi yang disesuaikan dengan kebutuhan layanan kesehatan di Indonesia.

Menurut Chief Digital Transformation Office Kementerian Kesehatan Setiaji, penggunaan Gen AI diharapkan dapat memudahkan akses informasi bagi masyarakat, memperbaiki sistem kerja para profesional kesehatan, dan mengoptimalkan ekosistem layanan kesehatan melalui penerapan teknologi yang bertanggung jawab.

“Kami mengutamakan keseimbangan antara inovasi dan etika dalam penggunaan AI untuk memastikan bahwa kemajuan teknologi ini benar-benar membawa manfaat bagi kesejahteraan masyarakat,” ujar Setiaji.

Country Director Indonesia Google Cloud Fanly Tanto menambahkan, penggunaan Gen AI di sektor kesehatan memiliki potensi besar untuk memperbaiki kualitas diagnosis dan rencana perawatan yang lebih tepat.

“Kami berkomitmen untuk menyediakan solusi AI yang tidak hanya canggih tetapi juga aman dan terpercaya, menjamin perlindungan data pribadi pasien,” terang Fanly.

Kolaborasi ini adalah bagian dari upaya berkelanjutan Kemenkes dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia, sejalan dengan tujuan transformasi kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan implementasi Gen AI, diharapkan dapat tercipta layanan kesehatan yang lebih efisien dan inklusif bagi semua lapisan masyarakat.

Penyempurnaan ini menandai langkah maju Kemenkes dalam memanfaatkan teknologi canggih untuk mendukung kesehatan masyarakat, sekaligus membuka jalan bagi inovasi-inovasi baru yang akan terus memperkaya sektor kesehatan di Indonesia.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Produk SaaS RUN System Masuk ke Google Cloud Marketplace, Dorong Pertumbuhan Bisnis di Pasar Global

RUN System (IDX: RUNS), startup lokal pengembang platform ERP (Enterprise Resource Planning) mengumumkan telah resmi menjadi bagian “Google Cloud Partner”. Dengan ini, layanan SaaS yang dijajakan bisa diakses dan dilanggan oleh pengguna Google Cloud melalui platform marketplace aplikasi di dalam ekosistem komputasi awan Google. Kemitraan ini dinilai akan memperkuat rencana RUN System melayani pasar internasional.

“Kolaborasi ini selain sebagai lompatan strategis untuk memperluas jangkauan bisnis secara global, juga sebagai pendorong inovasi, dan membangun kehadiran internasional yang kuat melalui berbagai saluran internasional dan ekosistem pemberdaya Google,” jelas Co-Founder & CEO RUN System Sony Rachmadi Purnomo.

Ada tiga solusi SaaS RUN System yang akan diluncurkan ke marketplace Google Cloud, yakni platform Cloud ERP R1, platform pengadaan B2B RUN Market, dan platform ERP untuk universitas eCampuz. Solusi ini akan mulai bisa beroperasi sepenuhnya pada akhir Februari 2024 ini dan akan diperluas hingga kuartal kedua tahun ini.

“RUN System dengan produk unggulan ERP, memiliki basis konsumen dan big data yang luas dan kuat, sehingga dinilai cocok berkolaborasi dengan kami, ditambah dukungan dari Google di teknologi inovatif baru seperti di bidang AI yang baru diluncurkan juga,” ungkap Google Cloud Enabler Anand Sibuaea.

Google memang terus mencari solusi lokal yang cocok untuk dipasarkan bagi pelanggan layanan komputasi awannya di masing-masing negara. RUN System sendiri jadi perusahaan ketiga yang solusinya berhasil terkualifikasi masuk ke layanan marketplace Google Cloud.

Perkembangan RUN System

Sejak didirikan tahun 2014 di Yogyakarta, RUN System terus mengakselerasi bisnisnya dengan memperluas klien B2B dari seluruh penjuru Indonesia. Pada tahun 2021, PT Global Sukses Solusi Tbk. (PT GGS Tbk.) yang merupakan entitas bisnis RUN System, resmi tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia melalui papan akselerasi.

Di tahun 2022, RUN System mengakuisisi PT Solusi Kampus Indonesia, pengembang platform eCampuz, untuk masuk ke sektor pendidikan. Fokusnya masih sama, menyediakan kemudahan administrasi end-to-end lewat layanan ERP. Saat ini solusi eCampuz telah digunakan lebih dari 250+ universitas di berbagai penjuru Indonesia dan digunakan lebih dari 1 juta mahasiswa.

Berdasarkan laporan keuangan H1 2023, perusahaan mencatatkan revenue senilai Rp3,88 miliar (turun 12,06% yoy). Kendati demikian, Sony percaya bahwa perluasan bisnis yang dilakukan akan membawa perusahaan ke EBITDA positif. Salah satunya dengan memperdalam kemitraan dengan grup BUMN, seperti grup Telkom, Danareksa, dan sebagainya.

Secara keseluruhan layanan RUN System telah digunakan lebih dari 13 ribu bisnis dari 13 industri berbeda. Total ada 2 juta lebih pengguna terdaftar di platformnya.

RUN System sendiri sebelumnya juga sempat diinkubasi Telkom melalui Indigo Creative Nation, kemudian mendapatkan kucuran pendanaan awal dari MDI Ventures. Pasca menjadi perusahaan publik, Sony masih menjadi pengendali dengan 29,03% kepemilikan saham. Kontrol ini dinilai membuat perusahaan tetap agile untuk mendorong pertumbuhan dan inovasi.

Potensi pertumbuhan ERP

Menurut data Statista Market Insights 2023, tahun ini diproyeksikan layanan SaaS untuk korporasi di Indonesia akan membukukan revenue $486,20 juta. Layanan CRM (Customer Relationship Management) menjadi lini produk dengan traksi terbesar, disusul ERP. Sementara untuk ERP sendiri, pada tahun 2023 pasar global berhasil membukukan revenue $59,52 miliar.

Data proyeksi revenue enterprise software / Statista
Data proyeksi revenue enterprise software / Statista

Kepada DailySocial.id Sony sempat bercerita. percepatan transformasi digital yang didorong pandemi Covid-19 kemarin mendongkrak pasar SaaS korporasi secara masif, RUN System sendiri termasuk yang mendapatkan untung. Bahkan bisnis RUNS sempat melesat hingga 300%. RUN System juga memanfaatkan dengan baik kemitraan yang dimiliki dengan grup Telkom. Network bisnis yang luas memberikan kesempatan berbagai perusahaan (anak usaha dan mitra bisnis) untuk turut memanfaatkan produk ERP lokal ini.

Sembari terus memperluas cakupan pasar di Indonesia, Sony mengungkapkan tengah berupaya membouka pasar internasional. Sejak dua tahun terakhir ia cukup rajin safari ke pameran software enterprise internasional untuk memperkenalkan perusahaannya. Sejumlah kemitraan strategis mulai terbangun dengan vendor di beberapa wilayah Amerika Serikat hingga Eropa.

“RUN System tahun ini ingin memperbesar basis pelanggan dengan lini produk dan model bisnis yang menjawab kebutuhan pasar, baik lokal maupun global. Pertumbuhan dobel digit product R1 berbasis cloud tahun lalu ingin kami jaga momentumnya,” jelas Sony.

Princeton Digital Group to Pour 2.1 Trillion Rupiah for Data Center Expansion in Indonesia

Technology company Princeton Digital Group (PDG) is preparing an investment of $150 million or 2.1 trillion rupiah to strengthen the data center business in Indonesia. According to the plan, PDG will build a new data center (greenfield) named Jakarta Cibitung 2 (JC2) with a capacity of 22 megawatts (MW) on an area of ​​19,550 m2 in the same location.

PDG is a data center provider company in Asia based in Singapore. Currently, PDG has 19 data centers spread across five countries, including China, Japan, Singapore, India, and Indonesia within four years of its establishment. PDG is also building a flagship data center campus with a capacity of 100MW in Japan.

PDG’s Chairman and CEO, Rangu Salgame said the company intends to strengthen its position as a data center leader in Asia Pacific. It is due to Asia Pacific as the region with the largest data center in the world. In order to achieve this target, the company has relied on three strategies over the past four years, acquisitions, takeovers and upgrades, and the construction of new data centers.

“We continue to build a massive data center portfolio spread across key Asian markets. PDG has become an option for those who need hyperscale data storage in various countries. The PDG growth in Indonesia proven that this business is rapidly growing in our business partners’ important markets,” Salgame said.

PDG Indonesia’s Managing Director, Stephanus Tumbelaka added, this expansion is an effort to accommodate the growing data center needs, especially in the consumer, business and government sectors in the Greater Jakarta area. He also sees that this increasing need is also triggered by the growth of startups in Indonesia, which is among the fastest in Southeast Asia.

With the additional data center capacity, he expects to serve the needs of cloud, internet, and other sector companies that require large data center capacity with good flexibility and reliability.

“We see Jakarta as an attractive market, also Cibitung as the leading cloud cluster in the region. With the rapid digitization by the government and the private sector, the current market situation is important for PDG’s strategy,” Stephanus said.

PDG in Indonesia is located in five areas, including Greater Jakarta (Cibitung and Bintaro), Surabaya, Bandung, and Pekanbaru.

The growing collocation in Jakarta

Based on the Structure Research report, the market value of data center collocations in Jakarta reaches $215.6 million in 2020. With this market value, the CAGR rate of data center collocations in Jakarta is projected to reach 23.7% in 2025. Taking into account the data centers built in 2020, the market This collocation in the Indonesian capital is estimated to have a capacity of 72MW.

This projection sets Jakarta as a market with the need for a large-scale data center (hyperscale) in a short time. It is because Jakarta is the center of national economic activity, the basis of the central government, and large business enterprises.

Based on the report, collocation is considered to be the right option for developing countries, such as Indonesia, aiming for efficiency in managing their business. Meanwhile, East and Central Jakarta are noted to have the most established data center clusters compared to other areas.

With the uneven distribution of internet infrastructure in Indonesia, Structure Research says that all online activities will rely heavily on large-scale cloud services, and the infrastructure must also be connected to data center facilities.

Nilai pasar kolokasi data center di Jakarta (dalam jutaan dolar AS) / Structure Research

This report reveals that large-scale cloud infrastructure and collocation services in Jakarta are still in their early stages. This condition eventually prompted a number of foreign players, such as Alibaba Cloud and Google Cloud, to enter this segment.

Alibaba Cloud was listed as the first hyperscale platform to arrive in Jakarta market in 2018, while Google Cloud brought their first regional cloud service to Jakarta in 2020.

“In the 2020-2021 period, we will see a large-scale aggressive expansion of Alibaba and Google in expanding their cloud infrastructure in Indonesia,” as stated in the report.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Princeton Digital Group Siapkan 2,1 Triliun Rupiah Ekspansi Data Center ke Indonesia

Perusahaan teknologi Princeton Digital Group (PDG) menyiapkan investasi sebesar $150 juta atau sebesar 2,1 triliun rupiah untuk memperkuat bisnis data center di Indonesia. Rencananya, PDG akan membangun data center baru (greenfield) bernama Jakarta Cibitung 2 (JC2) dengan kapasitas sebesar 22 megawatt (MW) pada lahan seluas 19.550 mdi lokasi yang sama.

PDG merupakan perusahaan penyedia data center di Asia yang berbasis di Singapura. Saat ini, PDG memiliki 19 data center yang tersebar di lima negara, yakni Tiongkok, Jepang, Singapura, India, dan Indonesia dalam kurun waktu empat tahun sejak pertama kali berdiri. PDG juga membangun kampus pusat data unggulan berkapasitas 100MW di Jepang.

Chairman dan CEO PDG Rangu Salgame mengatakan, perusahaan ingin memperkuat posisinya sebagai pemimpin data center di Asia Pasifik. Pasalnya, saat ini Asia Pasifik menjadi kawasan dengan pusat data terbesar di dunia. Untuk mencapai target ini, perusahaan mengandalkan tiga strategi sejak empat tahun terakhir ini, yakni akuisisi, pengambilalihan dan peningkatan, dan pembangunan pusat data baru.

“Kami terus membangun portofolio data center yang masif dan tersebar di seluruh pasar utama Asia. PDG telah menjadi mitra pilihan bagi mereka yang membutuhkan penyimpanan data berskala besar (hyperscale) di berbagai negara. Pertumbuhan PDG di Indonesia menjadi bukti bisnis ini berkembang pesat di pasar penting mitra bisnis kami,” ujar Salgame.

Managing Director PDG Indonesia Stephanus Tumbelaka menambahkan, ekspansi ini merupakan upaya untuk mengakomodasi kebutuhan data center yang terus meningkat, terutama di sektor consumer, bisnis, dan pemerintah di kawasan Jabodetabek. Ia juga melihat meningkatnya kebutuhan ini turut dipicu oleh pertumbuhan startup di Indonesia, yang mana termasuk paling cepat di Asia Tenggara.

Dengan penambahan kapasitas data center, pihaknya berharap dapat melayani kebutuhan perusahaan penyedia cloud, internet, dan sektor lain yang membutuhkan kapasitas data center yang besar dengan fleksibilitas dan keandalan yang baik.

“Kami melihat Jakarta sebagai pasar yang menarik, ditambah Cibitung sebagai cluster cloud unggulan di kawasan ini. Dengan pesatnya digitalisasi oleh pemerintah maupun swasta, situasi pasar saat ini menjadi penting bagi strategi PDG,” ungkap Stephanus.

PDG di Indonesia tersebar di lima area, antara lain Jabodetabek (Cibitung dan Bintaro), Surabaya, Bandung, dan Pekanbaru

Peningkatan kolokasi di Jakarta

Berdasarkan laporan Structure Research, nilai pasar kolokasi data center di Jakarta mencapai $215,6 juta di 2020. Dengan nilai pasar ini, tingkat CAGR kolokasi data center di Jakarta diproyeksikan mencapai 23,7% di 2025. Memperhitungkan data center yang dibangun di 2020, pasar kolokasi di ibukota Indonesia ini diestimasi memiliki kapasitas sebesar 72MW.

Proyeksi ini turut menjadikan Jakarta sebagai pasar dengan kebutuhan data center berskala besar (hyperscale) dalam waktu cepat. Hal ini karena Jakarta merupakan pusat kegiatan ekonomi nasional, basis pemerintah pusat, dan bisnis enterprise besar.

Menurut laporan ini, kolokasi dinilai menjadi opsi tepat bagi negara-negara berkembang, seperti Indonesia, yang menginginkan efisiensi dalam mengelola bisnis. Adapun, Jakarta Timur dan Pusat tercatat memiliki kluster data center paling mapan dibandingkan area lainnya.

Dengan kondisi infrastruktur internet yang belum merata di Indonesia, Structure Research menyebut seluruh aktivitas online akan sangat mengandalkan layanan cloud berskala besar, dan infrastrukturnya juga harus terhubung dengan fasilitas data center.

Nilai pasar kolokasi data center di Jakarta (dalam jutaan dolar AS) / Structure Research
Nilai pasar kolokasi data center di Jakarta (dalam jutaan dolar AS) / Structure Research

Laporan ini mengungkap bahwa infrastruktur cloud berskala besar dan layanan kolokasi di Jakarta masih terbilang di tahap awal. Kondisi ini akhirnya mendorong sejumlah pemain asing, seperti Alibaba Cloud dan Google Cloud, untuk masuk ke segmen ini.

Alibaba Cloud tercatat sebagai hyperscale platform pertama yang masuk ke pasar Jakarta di 2018, sedangkan Google Cloud membawa layanan cloud regional mereka pertama kali ke Jakarta di 2020.

“Pada periode 2020-2021, kita akan melihat ekspansi agresif berskala besar dari Alibaba dan Google dalam memperluas infrastruktur cloud mereka di Indonesia,” ungkap laporan tersebut.

Amar Bank Introduces Personal Financial Management App Senyumku

Amar Bank launches a personal financial management app, Senyumku. This app uses Google’s recent cloud solution launched last week.

Senyumku is designed to provide an easy and secure saving experience, by providing personalized information, therefore, it acts as a reminder or personal financial advisor for each customer.

“[…] What distinguishes Senyumku from other digital banks is the intelligence-based AI in managing information in order to encourage customers to increase their savings,” Amar Bank’s President Director, Vishal Tulsian said in an official statement on Wednesday (1/7).

As a financial management application, this app has features include recording and managing customer financial information, in the form of cash, electronic money, and balances in bank accounts. Customers can input income and expenditure information manually with complete information on category and transaction.

Other supporting features include budgeting, fast loans, online accounts, automatic bills, and credit scores to get loans.

“Senyumku will come in a full version with sophisticated AI technology to enhance the features of financial advisors, and to enable customers to be able to access all banking transaction activities.”

Currently, Senyumku is available in the Lite version on Google Play. In order to become a customer, simply register by entering your name, email address, and mobile number.

To date, Senyumku only accessible for personal financial management to record income and expenditure from various sources of funds and investment deposits. In order to add another bank account and e-wallet, it acts as information in personal financial management. It’s unlike integrating directly with the institution.

Another bank-based financial management application that is quite successful in Indonesia is Jenius. Currently, Jenius has developed many features since it was first launched in 2016. The latest feature is Moneytory to assists customers manage cash flow and is recorded automatically from the main debit card.

Google Cloud Assistance

Regarding cloud service, Tulsian explained that Google Cloud offers solutions that support the company’s IT infrastructure as a digital bank. Since Google Cloud’s regional launch in Jakarta, the company has used its technology for various business cases, such as product and feature launches, Big Data architecture, AI and Analytics, and others.

The company’s collaboration with Google Cloud is supported by FIS Cloud and Infofabrica which enables the company to utilize data analytics and machine learning to deliver personalized customer experiences faster.

The company utilizes Google Cloud solutions, starting from the Kubernetes cluster solution with the Google Kubernetes Engine (GKE) which allows the company to manage and scale up services more easily and cost effectively. Next, Google Data Analytics and AI are the keys to providing a better customer experience.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Amar Bank Perkenalkan Aplikasi Pengatur Keuangan Pribadi “Senyumku”

Amar Bank memperkenalkan aplikasi pengatur keuangan pribadi Senyumku. Aplikasi ini memanfaatkan solusi cloud milik Google yang baru diluncurkan pekan lalu.

Senyumku didesain untuk memberikan pengalaman menabung yang mudah dan aman, dengan memberikan informasi yang dipersonalisasi sehingga bertindak sebagai pengingat atau penasihat keuangan pribadi bagi setiap nasabah.

“[..] Yang membedakan Senyumku dengan bank digital lainnya adalah dukungan AI yang menggunakan kecerdasan dalam pengelolaan informasi sehingga dapat mendorong nasabah untuk meningkatkan tabungannya,” ucap Presiden Direktur Amar Bank Vishal Tulsian dalam keterangan resmi, Rabu (1/7).

Sebagai aplikasi manajemen finansial, aplikasi ini memiliki fitur mencatat dan mengelola informasi keuangan nasabah, dalam bentuk uang tunai, uang elektronik, maupun saldo dalam rekening bank. Nasabah dapat memasukkan informasi pemasukan dan pengeluaran secara manual, lengkap dengan informasi keterangan kategori dan transaksi.

Fitur pendukung lainnya yang akan ditambahkan di antaranya budgeting, pinjaman cepat, rekening online, tagihan otomatis, dan skor kredit untuk mendapatkan pinjaman.

“Senyumku akan hadir dalam versi lengkap dengan kecanggihan teknologi AI yang lebih mumpuni untuk meningkatkan fitur penasihat keuangan, serta memungkinkan nasabah untuk dapat mengakses seluruh kegiatan transaksi perbankan.”

Saat ini Senyumku hadir dalam versi Lite dan sudah bisa diunduh di Google Play. Untuk menjadi nasabah Senyumku, cukup mendaftarkan diri dengan memasukkan nama, alamat email, dan nomor handphone.

Sejauh ini, Senyumku baru bisa digunakan untuk manajemen keuangan pribadi mencatat pemasukan dan pengeluaran dari berbagai source of fund dan investasi deposito. Untuk menambahkan akun bank lain dan e-wallet, sifatnya sebagai informasi dalam manajemen keuangan pribadi. Bukan dalam artian terintegrasi langsung dengan institusinya.

Aplikasi pengelola keuangan lainnya yang dirilis bank dan cukup sukses di Indonesia adalah Jenius. Saat ini Jenius sudah banyak pengembangan fitur sejak diluncurkan pertama kali di 2016. Fitur teranyarnya adalah Moneytory untuk bantu nasabah mengelola cash flow dan tercatat secara otomatis dari kartu debit utama.

Memanfaatkan Google Cloud

Terkait cloud, Tulsian menjelaskan Google Cloud menawarkan solusi yang mendukung infrastruktur IT perseroan sebagai bank digital. Sejak peluncuran regional Google Cloud di Jakarta, perseroan telah menggunakan teknologinya untuk berbagai penggunaan bisnis, seperti peluncuran produk dan fitur, arsitektur Big Data, AI dan Analytics, dan lainnya.

Kolaborasi perseroan dengan Google Cloud didukung oleh FIS Cloud dan Infofabrica yang memungkinkan perseroan memanfaatkan data analytics dan machine learning untuk memberikan pengalaman nasabah yang sudah dipersonalisasi lebih cepat.

Perseroan memanfaatkan solusi Google Cloud, mulai dari solusi cluster Kubernetes dengan Google Kubernetes Engine (GKE) yang memungkinkan perseroan mengelola dan meningkatkan skala layanan lebih mudah dan efektif dari segi biaya. Berikutnya, Google Data Analytics dan AI yang menjadi kunci untuk memberikan pengalaman nasabah yang lebih baik.

Application Information Will Show Up Here

Google Resmikan “Cloud Region Jakarta”, Seriusi Bisnis Komputasi Awan di Indonesia

Google akhirnya merealisasikan bisnis cloud di Indonesia pada hari ini (24/6) dibarengi dengan kehadiran cloud region di Jakarta. Lokasi terbaru ini menjadikan Google Cloud sebagai penyedia cloud hyperscale AS pertama dengan region di negara ini, sekaligus menempatkan Jakarta sebagai wilayah ke-2 di Asia Tenggara, wilayah ke-9 di Asia Pasifik, dan ke-24 di dunia.

Sebelum diresmikan ke publik, Google telah menunjuk Megawaty Khie sebagai Country Director untuk menangani Google Cloud di Indonesia sejak tahun lalu. Selain itu, dibentuk pula tim penjualan dan tim teknik lokal yang didedikasikan untuk mendukung pelanggannya.

Lewat kiriman surel kepada DailySocial, Country Director Google Cloud Indonesia Megawaty Khie menjelaskan, cloud region (pusat komputasi awan) menyediakan penyimpanan, keamanan, analitik data, AI/ML, pengembangan aplikasi, dan banyak layanan cloud canggih lainnya untuk para pelanggan.

Google memastikan setiap cloud region memiliki hardware canggih (termasuk server), perangkat lunak, keahlian operasi, dan pelanggan yang menggunakan aplikasi akan mendapatkan kinerja, keandalan, dan keamanan yang sama baik di wilayah mana pun yang mereka gunakan.

Megawaty tidak menerangkan secara spesifik untuk pertanyaan terkait keberadaan fisik (zona) dari cloud tersebut terletak di mana saja. Ia hanya menyatakan, “Google Cloud Region di Jakarta berfungsi untuk membantu pelanggan mempercepat inovasi dari dekat.”

Dia melanjutkan, “Ini berarti akan lebih mudah dan lebih cepat bagi klien untuk memanfaatkan layanan komputasi sesuai permintaan, penyimpanan, dan layanan jaringan Google Cloud yang lebih cepat, lebih dapat diandalkan, dan lebih murah daripada mereka bangun sendiri.”

Country Director Google Cloud Indonesia Megawaty Khie / Google Cloud
Country Director Google Cloud Indonesia Megawaty Khie / Google Cloud

Di samping itu, hal ini juga memungkinkan pelanggan untuk memenuhi persyaratan peraturan dan kepatuhan setempat, dan memberikan lebih banyak pilihan pemulihan bencana bagi pelanggan di seluruh Asia Pasifik.

Indonesia merupakan pasar strategis untuk Google Cloud. Perusahaan berinvestasi infrastruktur cloud lokal, kemitraan lokal, inisiatif pelatihan lokal, dan tim lokal untuk membantu pelanggan meningkatkan skala bisnisnya dan mempercepat Indonesia 4.0.

“Misi kami di Google Cloud adalah untuk menyediakan platform yang mendukung transformasi digital menggunakan data. Kami bekerja sama organisasi untuk merealisasikan bagaimana mengubah model bisnis mereka secara digital.”

Google Cloud menyasar semua kalangan bisnis dan pemerintahan, seperti sektor publik, perusahaan milik negara, layanan keuangan, perawatan kesehatan, ritel, manufaktur, dan perusahaan digital sebagai pelanggannya.

Beberapa nama perusahaan lokal yang sudah bergabung, di antaranya Alfamart, Blibli, Bluebird, BRI, Bukalapak, Cinema21, CT Corp, EMTEK, Gojek, Pegadaian, Sale Stock (kini Sorabel), Samudera, Sequis Life, Tiket.com, Tokopedia, Traveloka, Warung Pintar, Wings, dan XL Axiata.

Secara terpisah, khusus XL Axiata, kedua perusahaan meresmikan kerja samanya pada awal bulan ini. Dalam keterangan resmi, XL Axiata menyatakan perusahaan menargetkan ingin memindahkan beban kerja hingga 70% ke dalam cloud pada tiga tahun mendatang.

Untuk itu, perusahaan mengadopsi platform manajemen aplikasi modern Anthos, milik Google Cloud, untuk mengotomatisasi, mengelola, dan skala beban kerja di lingkungan serba hybrid dan multi-cloud yang aman.

Google Cloud Anthos memungkinkan perusahaan untuk membangun dan mengelola aplikasi berbasis Kubernetes, tanpa modifikasi, apakah mereka berada di pusat data lokal yang ada, Google Cloud atau cloud lainnya.

Persaingan pasar cloud semakin memanas dengan resmi masuknya Google. Sebelumnya sudah ada Alibaba Cloud, Amazon Web Services, dan Microsoft Azure. Dari semua raksasa tersebut, baru Alibaba dan Google yang sudah membuat server di dalam negeri, sementara sisanya masih dalam proses.

Model bisnis Google Cloud

Dijelaskan lebih jauh, Google Cloud menyediakan struktur yang transparan dan pembayaran sesuai dengan jumlah pemakaian (pay-as-you-go). Pelanggan tidak perlu membayar apapun untuk mendapat manfaat dari layanan Google Cloud Platform. Mereka hanya membayar sesuai kebutuhan agar fokus berinovasi, serta dapat berhenti membayar begitu mereka mematikannya.

“Dengan demikian, pelanggan saat ini tidak memilih Google Cloud atau penyedia cloud mana pun hanya berdasarkan harga. Mereka memilih Google Cloud untuk mendapatkan nilai berbeda yang kami sediakan dalam mentransformasi bisnis mereka secara digital.”

Ekosistem Google Cloud diklaim telah terhubung menyalurkan berbagai solusi untuk semua kebutuhan pelanggan. Beberapa namanya, seperti Cisco, HPE, Intel, SAP, Salesforce dan ribuan perusahaan lainnya yang telah berinovasi pada GCP. Serta, terintegrasi dengan produk Google lainnya yakni G Suite.

“Kami juga bekerja sama dengan berbagai solusi dan mitra layanan yang membantu pelanggan memanfaatkan teknologi ini. Ada Deloitte, Accenture, Atos, dan ribuan lainnya yang mengkhususkan diri dalam vertikal atau geografi tertentu.”

Terkait jaminan keamanan, Google Cloud dilengkapi dengan fitur-fitur seperti enkripsi data-at-rest dan data-in-transit secara default dan tidak bisa dimatikan. Pelanggan diberi opsi untuk menggunakan kunci enkripsi mereka sendiri untuk kontrol yang lebih besar.

“Kami menyediakan tools berteknologi AI seperti API pencegah kehilangan data untuk membantu pelanggan cepat mendeteksi, mengklasifikasi, mengurangi, menyamarkan, dan tokenize data sensitif mereka.”

Selain itu, Google menyediakan Security Command Center yang dapat digunakan pelanggan untuk mendapat visibilitas terpusat dan kontrol dengan manajemen risiko siber terintegrasi. Di sana pelanggan dapat meningkatkan vulnerability management, melaporkan, memelihara kepatuhan, dan mendeteksi ancaman.

“Semua alat ini membantu pelanggan kami mengamankan data dan sistem mereka sesuai dengan persyaratan peraturan.”

Berhubungan dengan misi perusahaan, Google berkomitmen untuk membentuk tenaga kerja yang cloud-ready di Indonesia. Untuk itu perusahaan telah mengumumkan komitmen baru untuk memberikan 150 ribu lab pelatihan langsung pada tahun ini.

Di dalamnya terdapat sesi pelatihan Google Cloud Platform, penghargaan dan berbagai persiapan karier untuk membantu tenaga kerja mendapatkan sertifikasi GCP. “Di antaranya Juara GCP, pelatihan Cloud OnBoard, dan Digital Talent Scholarship dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika,” pungkas Megawaty.

Accenture dan Google Cloud Kolaborasi untuk Rambah Pasar Bisnis di Indonesia

Accenture dan Google Cloud baru saja mengumumkan perluasan kemitraan strategis mereka untuk mulai merambah pasar Indonesia, disampaikan bersamaan Google Cloud Summit di Jakarta. Kedua perusahaan akan menawarkan rangkaian solusi teknologi untuk korporasi. Di antaranya platform omni-channel untuk meningkatkan interaksi pelanggan, sistem manajemen data, dan layanan pendukung pemasaran.

Berbagai produk tersebut akan tersaji melalui komputasi awan Google di Indonesia, dipadukan dengan kapabiltias kecerdasan buatan yang dimiliki Accenture. Salah satu varian produknya adalah Contact Center AI (CCAI), untuk memungkinkan interaksi pelanggan dari hulu ke hilir pada seluruh saluran suara dan digital.

“Konsumen kelas menengah yang sedang bertumbuh di Indonesia merupakan alasan utama diadakannya ekspansi ke Indonesia. Kami ingin membantu para klien mengaktifkan interaksi pelanggan melalui berbagai saluran serta meningkatkan akses ke layanan mandiri dan kemampuan penyelesaian masalah,” kata Country Managing Director Accenture Indonesia Seong Kim Ho.

Sebelumnya, pada Google Cloud Summit tahun lalu, perusahaan yang dipimpin Sundar Pichai tersebut tengah menyiapkan cloud region di Indonesia. Tujuannya agar pengguna layanan komputasi awan mereka mendapatkan kapabilitas lebih –termasuk ketersediaan dan kecepatan akses. Kendati demikian, pihak Google mengatakan jika cloud region tersebut berbeda dengan data center.

Selain Google, raksasa teknologi yang turut mulai menghadirkan produk komputasi awan adalah Amazon Web Services, Alibaba hingga Microsoft. Keduanya telah berkomitmen mengucurkan sejumlah investasi –dalam bentuk dana dan/atau menghadirkan data center lokal–untuk melayani kebutuhan bisnis di Indonesia terkait teknologi.

Sementara itu, di pasar lokal pun sudah tersedia perusahaan yang menghadirkan layanan komputasi awan serupa –baik yang menargetkan kalangan UKM/startup hingga korporasi. Sebut saja nama seperti Biznet Gio, mereka menyajikan varian layanan, baik yang mencakup Intrastructure as a Services (IaaS) hingga Platform as a Services (PaaS).

File Google Docs, Sheets dan Slides Kini Dapat Diakses Lewat Dropbox

Setahun yang lalu, Dropbox mengumumkan bahwa mereka akan mengintegrasikan layanan produktivitas Google ke platform-nya, memungkinkan pengguna untuk mengakses filefile Google Docs, Sheets, maupun Slides tanpa harus meninggalkan Dropbox sama sekali. Janji tersebut akhirnya telah mereka penuhi.

Ya, kalau sebelumnya pengguna Dropbox harus beralih ke Google Drive ketika mengerjakan file Docs, Sheets atau Slides, sekarang mereka bisa melakukannya langsung di Dropbox. Tampilan editor-nya masih menggunakan rancangan Google seperti biasa, sedangkan yang berubah hanyalah tempat menyimpannya saja.

File Docs, Sheets atau Slides baru dapat dibuat lewat situs dropbox.com maupun aplikasinya di Windows dan Mac. Notifikasi terkait filefile Google ini pun juga akan ikut muncul di Dropbox. Di perangkat Android dan iOS, sayangnya pengguna cuma bisa sebatas melakukan manajemen file (copy, move, delete) serta melihat preview-nya.

Dropbox Google integration

Fitur pencarian teks di dalam dokumen, bukan sekadar nama file-nya saja, juga berlaku untuk file Docs, Sheets maupun Slides ini. Di samping format native yang dipakai Google, pengguna juga dapat mengakses file .docx, .xlsx, atau .pptx lewat tampilan editor Google di dalam Dropbox.

Sejauh ini integrasinya masih berstatus open beta (opsional) dan baru tersedia untuk pelanggan Dropbox Business saja. Meski begitu, ke depannya Dropbox bertekad menjadikan integrasi ini sebagai fitur standar bagi seluruh pengguna Dropbox.

Sumber: Dropbox.

Google Announces Plan to Provide Indonesia’s Cloud Region

Google (10/4) held Google Cloud Summit Indonesia 2018. It was attended by some speakers from startups and corporates implementing Google Cloud. An exciting news being announced is Google Cloud Region Indonesia will be available in the next few months.

Google Cloud Region Indonesia will be the eight in the Asia Pacific after Mumbai, Singapore, Taiwan, Sydney, and Tokyo. Indonesia’s Google Cloud Platform (GCP) customers would likely to gain benefits, such as low latency and high performance in the implementation.

“Google Cloud is committed to serving GCP’s customers in Indonesia and participated quickly in the digital economy,” Rick Harashman, Google Cloud Asia Pacific’s Managing Director, explained.

In the presentation, he said GCP is to make a long-term investment in developing the necessary infrastructure to support GCP business in Indonesia. It’s inseparable from Indonesian customers’ demand for GCP to make technical innovation in Indonesia.

“By expanding to the new areas, we provide higher performance for customers. Our customers have been demanding for the technical innovations in Indonesia and we’re thrilled to make it happen,” he added.

Tim Synan, Head of Google Cloud Southeast Asia, said in the release, “We introduce the power of Google Cloud to any business scale in Indonesia and support them to provide certain solutions through various platforms and devices.”

Google also introduced some advanced features of Artificial Intelligence and Machine Learning attached in its G-Suite. It includes the easier data processing by chat, Google Docs which integrates with translation engine, and the smarter image search in Google Slide.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian