GrabKios dan GrabExpress di Antara Vertikal Pertumbuhan Utama Grab, Paparan Country Director Indonesia

Selama hampir 30 tahun pengalamannya menjalankan bisnis di Asia Tenggara, Neneng Goenadi selalu bersemangat ketika berbicara mengenai ekonomi digital. Dia telah melihat bagaimana teknologi memainkan peran penting dalam masyarakat saat ini, memberikan lebih banyak pilihan untuk bisnis dan warga negara.

Saat ditawari kesempatan untuk bergabung dengan Grab pada Februari 2019 sebagai country managing director Indonesia, ia langsung memanfaatkan peluang tersebut. Dia telah lama mengagumi bagaimana teknologi Grab telah mengubah dan bisa dikatakan meningkatkan kehidupan serta bisnis banyak orang di Indonesia, kata Goenadi kepada KrASIA.

“Saya ingin terlibat langsung dalam pekerjaan yang dilakukan Grab untuk membantu ekonomi digital Indonesia,” katanya. Sebelum Grab, ia menjabat sebagai Country Managing Director untuk Indonesia di perusahaan konsultan Accenture selama lima tahun, di mana ia juga menjabat sebagai Kepala Inklusi dan Keberagaman Asia Pasifik untuk Sumber Daya Industri, dan Kepala Sumber Daya Manusia dan Keberagaman ASEAN.

Di Grab Indonesia, ia mengambil alih posisi yang sebelumnya dipegang oleh Ridzki Karmadibrata, yang kini menjabat sebagai presiden perusahaan. Tujuan utama Goenadi adalah meningkatkan layanan korporat Grab dan bisnis transportasi, jelasnya.

Menurut laporan Google, Temasek, dan Bain & Co, nilai pasar ekonomi digital Indonesia akan mencapai USD124 miliar pada tahun 2025. Negara ini juga mewakili pasar terbesar di kawasan dengan 271 juta penduduk dan lebih dari 196 juta pengguna internet, menurut data Asosiasi Penyelenggara Internet Indonesia (APJII).

Memimpin pasar Indonesia untuk Grab merupakan tugas yang menantang, mengingat pentingnya negara bagi perusahaan. Pada tahun 2020, Grab secara resmi meluncurkan kantor pusat keduanya di Indonesia, menemani kantor pusat utamanya di Singapura. Terlepas dari potensi yang dimiliki Indonesia, penetrasi pasar bukanlah hal yang mudah. Di antara tantangan lainnya, negara ini masih berjuang dengan akses yang tidak setara ke internet dan literasi digital.

“Indonesia memang negara yang sangat besar, dan saya yakin saya bukanlah satu-satunya pemimpin yang mengatakan bahwa salah satu tantangan utama dalam mengelola bisnis di Indonesia adalah geografi bangsa yang sangat luas dan tersebar luas,” kata Goenadi . “Kami ingin menyampaikan bahwa ada banyak pasar di sini. Budaya, demografi, dan infrastruktur dapat bervariasi dari kota ke kota, dan hal itu bisa menjadi rumit untuk dikelola.”

Pada 2019, Grab berhasil mengungguli saingan lokal Gojek dengan 64% pangsa pasar layanan pemesanan kendaraan, menurut firma riset ABI Research. Goenadi mengatakan bahwa posisi Grab sebagai penyedia layanan ride-hailing terbaik di negara ini tidak pernah tergoyahkan sejak saat itu. Grab juga berhasil menangkis dominasi Gojek dalam pengiriman makanan — pasar yang mereka masuki pada 2016 — dengan pangsa pasar 53% pada 2020.

Tahun penuh tantangan dengan berbagai jalur menuju pemulihan

Namun, pandemi COVID-19 juga memengaruhi Grab, karena permintaan layanan pemesanan kendaraan yang anjlok di seluruh Indonesia, yang membuat perusahaan melepaskan 5% dari tim regionalnya. Para eksekutif senior Grab, termasuk Goenadi, juga melakukan pemotongan gaji hingga 20% pada tahun 2020.

Perusahaan juga telah menanggalkan fitur hiburan yang disediakan di bawah Hooq, karena perusahaan layanan streaming Singapura tersebut mengajukan likuidasi pada Maret 2020. Berkat kemitraan antara kedua perusahaan, pengguna Grab dapat mengakses konten video Hooq dari aplikasi Grab sejak Februari 2019.

Meski bisnis ride-hailing Grab telah pulih dan hampir kembali ke level normal, Goenadi mengakui bahwa tahun 2020 merupakan pengalaman yang paling menantang dalam dua tahun menjadi manajer Grab Indonesia.

“Hampir dalam semalam, bisnis transportasi kami jatuh ketika pembatasan jarak sosial skala mikro diterapkan. Bisnis kecil terdampak oleh penurunan lalu lintas pejalan kaki, terutama yang tidak memiliki kehadiran online,” katanya. “Jadi kami harus berputar cepat, tidak hanya untuk memastikan bahwa mitra pengemudi kami dapat mempertahankan mata pencaharian mereka tetapi juga untuk melindungi keselamatan komunitas kami.”

Namun, cahaya redup di sektor ride-hailing telah membuat sektor lain bersinar lebih terang. Goenadi mengatakan bahwa GrabKios, GrabFood, GrabExpress, dan GrabMart akan menjadi motor utama pertumbuhan Grab Indonesia.

Perusahaan telah mengadakan serangkaian lokakarya dan konferensi untuk mengajarkan keterampilan digital kepada pemilik usaha kecil yang baru-baru ini bergabung dengan jaringan Grab, baik GrabMart, GrabFood, maupun GrabKios. Tahun lalu saja, ada lebih dari setengah juta pedagang baru, banyak di antaranya baru pertama kali online, tambah Goenadi. Grab juga telah bermitra dengan organisasi lokal dalam hal edukasi pelanggan yang kurang paham teknologi.

“Fokus kami tahun ini adalah inklusivitas. Kami bermitra dengan organisasi seperti Sahabat UMKM untuk menjangkau para lansia dan penyandang disabilitas, menyediakan alat dan pelatihan untuk membantu mereka dalam gerakan digitalisasi.” Sahabat UMKM adalah organisasi independen yang membantu pemilik usaha kecil terhubung dan berbagi kiat pertumbuhan.

Grab Indonesia berencana untuk membangun kehadiran yang kuat di luar kota-kota metropolitan seperti Jakarta atau Surabaya untuk jaringan layanannya. Perusahaan berencana memasuki lebih banyak kota di wilayah tengah dan timur Indonesia, seperti Bau-bau di Sulawesi Tenggara, dan Polewali Mandar di Sulawesi Barat. Misalnya, Grab mencari lebih banyak warung mikro, yang juga dikenal sebagai warung, untuk menggunakan platform GrabKios-nya. Layanan ini memungkinkan pemilik warung menawarkan produk digital, termasuk pembayaran remittance, listrik, dan asuransi (BPJS), isi ulang pulsa, pembayaran tagihan, tabungan emas, dan produk perlindungan asuransi.

“Kami semakin melihat agen GrabKios sebagai simpul penting dalam mendukung tujuan kami dalam menciptakan inklusi keuangan yang lebih besar di Indonesia. Karena penyebaran geografis negara, serta perbedaan budaya dan demografis antar kota, agen GrabKios kami memiliki peran penting dalam mendorong adopsi layanan digital dan keuangan, karena mereka dapat menjadi titik akses yang nyaman bagi pengguna. saat mereka membutuhkannya,” ungkapnya.

Hingga saat ini, perusahaan memiliki lebih dari 2 juta agen GrabKios, termasuk mitra pengemudi. Goenadi melihat ini sebagai peluang bagi pengemudi untuk menambah penghasilan selama pandemi.

Sedangkan untuk pengiriman, kata Goenadi, perseroan akan menambah footprint lokalnya. “Dalam beberapa bulan mendatang, kami akan meluncurkan GrabMart dan GrabAssistant di lebih banyak kota untuk melayani lebih banyak konsumen. Kami juga akan memungkinkan lebih banyak UMKM untuk memanfaatkan platform dan jaringan logistik kami untuk menjangkau lebih banyak konsumen,” tambahnya.

Layanan pengiriman paket Grab, GrabExpress, juga akan melihat fitur-fitur baru yang bertujuan untuk membuat pengiriman jarak jauh lebih mudah diakses dan terjangkau untuk bisnis. “Tahun lalu, seiring pandemi yang memunculkan lebih banyak bisnis rumahan, kami menyadari bahwa banyak social seller menggunakan GrabExpress untuk mengirimkan produk mereka ke konsumen,” katanya.

Mengadopsi ide awal mulanya Grab Filipina, Grab Indonesia juga mendirikan Klub Juragan GrabExpress, sebuah komunitas yang berdedikasi untuk mendukung UMKM dan social seller. Saat ini, lebih dari 10.000 pemilik bisnis telah mendaftar di bawah program ini, yang menawarkan program pelatihan khusus kepada pedagang seperti manajemen bisnis dan pemasaran media sosial.

Grab tidak berminat untuk kembali memasuki segmen hiburan, baik dengan bermitra dengan platform streaming lain atau dengan cara lain. Perusahaan akan fokus pada “layanan harian yang beresonansi dengan konsumen kami,” dan hiburan bukan salah satunya, kata Goenadi.

Melihat pasar yang terabaikan

Pada kuartal pertama 2021, Grab telah berekspansi ke 24 kota baru, sebagian besar kota kecil yang terletak di Indonesia Timur. Perusahaan juga telah melakukan investasi minoritas di e-wallet LinkAja, yang memiliki kehadiran yang kuat di kota-kota tier-2 hingga tier-4, melengkapi Ovo, investee e-wallet Grab dengan kinerja yang kuat di area tier-1.

“Indonesia sangat luas, dan uang tunai masih berkuasa. Jika kita benar-benar ingin mengakselerasi Indonesia menuju cashless society, ekosistem fintech yang terbuka perlu dibina dan bekerja sama dengan mitra yang berpikiran sama untuk menggapai tujuan bersama meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia. Mitra seperti OVO dan LinkAja menawarkan kekuatan dan portofolio kasus penggunaan yang berbeda,” tambahnya.

“Kami juga melihat GrabKios sebagai pembeda utama bagi kami. Dengan memanfaatkan warung yang bisa Anda temukan di setiap lingkungan di tanah air, kami dapat membantu membuat layanan digital dan keuangan lebih mudah diakses oleh setiap komunitas di Indonesia,” kata Goenadi.

Melihat juga aspek lingkungan, perusahaan telah mengumumkan rencana untuk mengoperasikan 26.000 armada kendaraan listrik pada tahun 2025. Saat ini, perusahaan mengoperasikan lebih dari 5.000 EV, mulai dari mobil listrik, sepeda skuter, dan sepeda. “Pada 2021, kami juga berencana mengoperasikan 1.500 kendaraan listrik roda dua tambahan di Indonesia,” kata Goenadi.

Grab juga bekerja sama dengan platform crowdfunding Benih Baik dan lembaga penelitian independen World Resources Institute (WRI) untuk meluncurkan program penggantian kerugian karbon (carbon offsetting). Pengguna Grab dapat menghitung jejak karbon dari penggunaan transportasi mereka, yang akan diubah menjadi sumbangan sukarela untuk mitra penanaman pohon yang difasilitasi oleh WRI Indonesia.

Dengan pengumuman merger SPAC baru-baru ini dan listing AS yang akan datang, Goenadi yakin dengan masa depan Grab di Indonesia. “Kami bangga mewakili Asia Tenggara di pasar publik global. Go public akan meniupkan angin segar untuk mempercepat misi kami memberdayakan wirausahawan sehari-hari dan membawa inklusi keuangan kepada jutaan orang yang unbanked dan underbanked di seluruh Asia Tenggara. Di saat yang bersamaan, kami akan mempertahankan fokus untuk membangun bisnis yang berkelanjutan dalam jangka panjang,” tuturnya.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

E-Commerce vs Social Commerce: Adu Kemudahan Berbelanja Online

Ibu saya makin mahir mengutak-atik media sosial dari smartphone-nya. Suatu saat ia iseng berkonsultasi tentang produk taplak meja yang tak sengaja ia temukan di Instagram.

“Motif taplak mana yang bagus?”. Saya yang lebih terbiasa belanja lewat platform e-commerce membalasnya dengan nada sangsi, “Yakin Bu mau beli lewat sini? Aku cariin di tempat biasa aku beli deh.”

Selang beberapa waktu, tiba-tiba ibu memanggilku ke kamarnya. Dia bilang, “Tolong kamu transfer uang ke rekening ini ya, nanti ibu kasih uangnya tunai.” Sontak aku bertanya lagi, “Ibu yakin? Tokonya bener gak?” sambil saya cek isi chat ibu dengan penjualnya di WhatsApp.

Isinya tidak ada yang mencurigakan. Berhubung nilai barang yang ibu beli tidak terlalu mahal, akhirnya permintaan ku turuti. Paket pun datang beberapa hari kemudian, barang yang dipesan sesuai deskripsi.

Contoh keseharian di atas bisa menjadi contoh bagaimana kebiasaan orang belanja online saat ini. Ada yang cenderung tanya detail karena khawatir takut salah beli. Ada juga yang lebih suka cari di satu aplikasi, lalu dibanding-bandingkan dari segala sisi.

Disamping kekurangan dan kelebihan, belanja lewat media sosial punya banyak penggemarnya sendiri. Kebiasaan tersebut akhirnya membentuk dua kubu, belanja lewat media sosial atau platform e-commerce. Makin ke sini, sekat antara keduanya semakin jadi abu-abu, sehingga melahirkan konsep social commerce.

Laporan “Asia Social Commerce Report 2018” yang dirilis PayPal bersama Blackbox Research menunjukkan Instagram dan Facebook menjadi media sosial yang paling banyak digunakan penjual di Indonesia untuk mempromosikan bisnisnya.

Platform ini berkembang pesat karena mampu memberikan pengalaman yang berbeda dengan belanja offline. Sebab memungkinkan ada rekomendasi dari teman atau ulasan dari konsumen lainnya yang akhirnya memengaruhi keputusan calon konsumen untuk membelinya.

Alasan Merchant Berjualan di Media Sosial Menurut Survei PayPal / DailySocial
Alasan Merchant Berjualan di Media Sosial Menurut Survei PayPal / DailySocial

Studi ini melibatkan 4 ribu konsumen dari Tiongkok, India, Hong Kong, Singapura, Thailand, Filipina, dan Indonesia, serta 1.400 merchant UKM. Sebanyak 94% pedagang di Filipina memanfaatkan Facebook, begitu pula di Indonesia (92%), dan India (89%). Instagram paling banyak dipakai oleh merchant dari Indonesia (72%), Filipina (56%), dan Hong Kong (50%).

Dijelaskan juga tiga alasan utama berdagang di media sosial semakin diandalkan. Sebanyak 63% responden menilai platform ini lebih mudah meraih pasar potensial yang lebih luas; 57% responden menilai lebih gampang buka bisnis lewat media sosial; 48% responden mengatakan platform ini dapat meningkatkan jaringan teman dan kenalan yang bisa mendorong pertumbuhan bisnis.

Mendukung laporan di atas, dalam survei terbarunya, APJII menyebut Facebook (50,7%) sebagai media sosial yang paling banyak dikunjungi responden. Diikuti Instagram (17,8%), YouTube (15,1%), Twitter (1,7%), dan LinkedIn (0,4%).

APJII juga menyoroti layanan yang paling sering dipakai untuk belanja online. Posisi teratas ditempati oleh Shopee (11,2%), Bukalapak (8,4%), Lazada (6,7%), Tokopedia (4,3%), dan Traveloka (2,3%). Barang yang dibeli menurut responden adalah sandang (14,6%), buku (4%), aksesoris (3%), tas (2,9%), dan barang elektronik (3%).

Barang yang Pernah Dibeli Secara Online Menurut Survei APJII / DailySocial
Barang yang Pernah Dibeli Secara Online Menurut Survei APJII / DailySocial

Bicara potensi, bisa menengok laporan McKinsey “The digital archipelago: How online commerce is driving Indonesia’s economic development (2018)”. Laporan ini memprediksi sekitar 30 juta orang yang telah belanja lewat platform online dari total populasi 260 juta di 2017.

Adapun prediksi nilai transaksi GMV dari online commerce mencapai $8 miliar di periode yang sama. Angka berasal dari kontribusi platform e-commerce resmi sebesar $5 miliar, dan informal commerce lebih dari $3 miliar (ada yang menyebut sampai $5 miliar).

McKinsey memproyeksikan angka GMV bakal menggelembung hingga $55 miliar-$65 miliar di 2022 mendatang. Informal commerce disebutkan berkontribusi sekitar $15 miliar-$25 miliar, sisanya dikuasai oleh e-commerce resmi.

Penetrasi online commerce bakal naik jadi 83% dari 74% di tahun yang sama. Secara paralel, rata-rata pengeluaran individu juga tumbuh dari $260 per tahun menjadi $620 di 2022.

Kenaikan platform e-commerce lantaran meningkatnya kepercayaan konsumen terhadap ekosistem dan makin banyak UMKM yang “go online,” variasi produk yang dijual semakin banyak, dan opsi pengiriman yang dapat diandalkan.

Potensi belanja online menurut riset McKinsey & Company / DailySocial
Potensi belanja online menurut riset McKinsey & Company / DailySocial

McKinsey mendefinisikan e-commerce resmi sebagai jual beli barang fisik melalui platform online yang memfasilitasi transaksi dengan menampilkan produk dan memungkinkan pembayaran dan pengiriman. Pemain yang masuk dalam kategori ini seperti Tokopedia, Blibli, Bukalapak, Lazada, Shopee, dan niche juga masuk Zalora, Hijup, Zilingo.

Sementara, informal commerce sebutan lain dari social commerce, memfasilitasi jual beli barang fisik melalui platform media sosial dan kirim pesan instan, seperti Facebook, Instagram, Line, dan WhatsApp, namun pembayaran dan pengiriman ditangani di tempat lain.

McKinsey menjelaskan social commerce memegang peranan penting dalam perkembangan transaksi digital di Indonesia. Lantaran, platform ini dipakai untuk jembatan menuju “go digital,” juga cara untuk menghindari biaya yang sangat tinggi dari iklan media tradisional, sebelum bermigrasi ke platform e-commerce resmi.

Revolusi fitur commerce di Facebook dan Instagram

Berdasarkan laporan di atas, bisa dikatakan Facebook dan Instagram bisa dikatakan sebagai media sosial paling dicintai semua orang. Indonesia menjadi salah satu negara utama buat platform besutan Mark Zuckerberg ini dalam menggenjot pendapatan iklannya.

Menengok laporan keuangan Facebook, total pengguna secara global tumbuh 8% yoy selama semester I 2019. Pengguna aktif harian (DAU) mencapai 1,59 miliar dengan pertumbuhan hampir 1,9% per kuartalnya. Kontributornya dari India, Indonesia, dan Filipina. Sementara, pengguna aktif bulanannya (MAU) mencapai 2,41 juta dengan pertumbuhan 1,3%.

Pendapatan Facebook mayoritas berasal dari bisnis iklan. Di periode yang sama, pertumbuhan bisnis iklan mencapai 28% menjadi $16,6 miliar (lebih dari 236 triliun Rupiah) dengan kontribusi 98,4% untuk keseluruhan pendapatan.

Di Indonesia sendiri, menurut We Are Social, pengguna Facebook ada lebih dari 130 juta akun dan 62 juta akun Instagram pada tahun lalu. Sementara, Twitter dan Snapchat tidak ada separuhnya, secara berturut-turut sebesar 6,43 juta dan 3,8 juta. Angka ini dilihat berdasarkan pengguna aktif bulanan (MAU).

Kue bisnis iklan digital yang begitu lezat ini, jadi manuver Facebook dalam memperkuat fitur commerce di dalam platform-nya sendiri, maupun di anak-anak usahanya. Namun, bila dibandingkan antara keduanya, Instagram dipercaya banyak ahli sebagai kandidat terkuat untuk mendalami social commerce.

Facebook punya fitur Marketplace resmi hadir di 2016, pengguna bisa melihat produk yang dijual pedagang dan menghubunginya lewat Messenger. Yang dijual bermacam-macam, tidak hanya fesyen saja tapi juga produk kecantikan, elektronik hingga properti.

Selain itu, ada fitur Buy and Sell Groups. Konsepnya seperti OLX, namun ada sedikit rasa Kaskus karena harus tergabung dalam grup komunitas untuk bisa bertransaksi. Disediakan pula Messenger untuk menghubungi penjual.

Fitur Facebook Marketplace / Facebook
Fitur Facebook Marketplace / Facebook

Dari segi penawaran memang menggiurkan, dengan pendekatan lokal, penjual ditawarkan kemudahan untuk menjajakan dagangannya selayaknya sedang berselancar di Facebook. Mereka bisa dilacak berdasarkan lokasi, harga, dan ketertarikan calon pembeli. Bahkan dapat pasang iklan agar terpampang di laman teratas.

Dibandingkan dengan Instagram, sejak awal fitur commerce diperkenalkan, Instagram terlihat lebih serius. Didukung dari basis awal sebagai aplikasi berbagi foto, visual jadi unsur yang paling ditonjolkan. Pun, konten visual jadi tren generasi muda dalam mengonsumsi konten di internet.

Setelah menyediakan profil bisnis dan layanan iklan, Instagram berhasil mengalahkan dominasi Snapchat sebagai video durasi singkat lewat Stories-nya. Kemudian, makin “gahar” setelah menambahkan IG Shop sebagai cikal bakal social commerce, memungkinkan pengguna untuk langsung belanja di akun bisnis dalam in-app browser.

Fitur Commerce di dalam Instagram / Instagram
Fitur Commerce di dalam Instagram / Instagram

Cukup tap foto yang diunggah profil bisnis, nanti akan terlihat tag harga barang dan tombol View on Website untuk diarahkan ke situs brand menyelesaikan pembayaran. Atau memasukkan produk ke dalam kolom wishlist. Fitur ini punya kelemahan karena pengguna harus keluar dari aplikasi untuk langsung membeli barang yang diincar.

Akhirnya muncul pembaruan teranyar, hadirnya fitur in-app checkout. Pengguna dapat menyimpan informasi pembayaran di Instagram untuk melakukan pembelian yang lebih cepat. Opsi pembayaran yang ada baru berbasis kartu, seperti Visa, Mastercard, Amex, Discover, dan PayPal.

Meski baru disediakan secara terbatas untuk 20 brand global, tapi kemungkinan besar keputusan ini bisa membawa Instagram jadi kandidat terkuat untuk social commerce ke depannya.

Di Indonesia, IG Shop baru sampai ke tahap cek harga lewat foto yang diunggah dan diarahkan ke situs brand. Itupun masih dalam tahap uji coba, baru sebagian profil bisnis yang bisa merasakannya.

“IG Shop masih percobaan di Indonesia, sehingga belum semua akun bisa dapat itu. Fitur ini punya tombol Shop Now untuk dorong konsumen lakukan pembelian atau reservasi di Instagram,” terang Head of Emerging Business & SMBs Facebook & Instagram South-East Asia Ferdy Nandes saat membuka Akademi Instagram di Jakarta.

Posisi Instagram sebagai platform social commerce terkuat

Kepada DailySocial, juru bicara Instagram menegaskan pihaknya bukan platform e-commerce, sehingga tidak ada transaksi yang terjadi. Yang dilakukan justru membantu semua pelaku dagang online, salah satunya platform e-commerce, untuk menemukan, terhubung, dan berinteraksi dengan calon pembeli lewat foto, video, dan fitur-fitur bisnis yang tersedia di Instagram.

“Ketika pembeli menemukan produk yang mereka sukai di akun bisnis Instagram, mereka akan mengklik produk tersebut dan kemudian dibawa ke situs toko tersebut atau platform e-commerce di mana transaksi terjadi,” ujarnya.

Mereka menambahkan, “Peran kami di sini adalah membantu e-commerce atau online shop menemukan pelanggan. Jika diibaratkan dengan sebuah mobil, kami adalah mobil yang membawa calon pembeli ke toko mereka. Kami bukan tokonya.”

Klaim Instagram ini cukup dimaklumi karena fitur commerce yang ada saat ini memang benar demikian, transaksi memang terjadi di luar platform. Kondisinya akan berbeda ketika fitur in-app checkout di bawa ke Indonesia. Setiap profil bisnis dari manapun bisa menerima transaksi dari pelanggan di manapun karena borderless.

Ini akan jadi topik tersendiri yang sangat menarik, dipastikan semua pemain e-commerce ketar ketir karena selama ini Instagram baru dimanfaatkan buat channel pemasaran saja.

Media Sosial yang Paling Sering Dikunjungi Menurut Survei APJII 2018 / DailySocial
Media Sosial yang Paling Sering Dikunjungi Menurut Survei APJII 2018 / DailySocial

Besarnya potensi usaha mikro lahir lewat platform media sosial, semakin meyakinkan Facebook maupun Instagram lebih serius menggarap pengusaha mikro untuk menggunakan platform-nya untuk beriklan. Inovasi untuk profil bisnis pun terus dilakukan, menariknya tersedia secara gratis.

Pengusaha mikro dapat mengakses secara gratis profil bisnis untuk mendapatkan data insights mengenai unggahan mana saja yang memiliki performa terbaik, demografi audiens mereka, waktu posting terbaik, dan lainnya.

“Mereka dapat mempelajari hasil data insights untuk memahami karakteristik audiens mereka, sehingga dapat membuat strategi yang tepat untuk menjangkau para audiens tersebut.”

Keseriusan perusahaan, sambung juru bicara Instagram, dilatarbelakangi oleh studi IPSOS di Indonesia bertajuk “Dampak Instagram pada Usaha di Indonesia (2018)”. Ditemukan bahwa 90% responden pernah menggunakan Instagram untuk berkomunikasi dengan bisnis; 76% responden pernah membeli produk dari sebuah bisnis setelah menemukan bisnis tersebut di Instagram.

Terakhir, 66% responden mempertimbangkan untuk membeli sebuah produk maupun jasa yang mereka lihat di Instagram. Berikutnya, 81% responden menggunakan Instagram untuk mencari informasi lebih lanjut ketika mereka tertarik pada sebuah produk; Lebih dari 80% wirausahawan muda berusia di bawah 35 tahun menyatakan Instagram bantu mereka capai target bisnis.

Tidak disebutkan seberapa banyak angka penjual UMKM yang telah memanfaatkan profil bisnis ini.

Tahun ini, Instagram mulai inisiasi program Akademi Instagram yang diluncurkan pertama kali di Indonesia. Ini adalah program pelatihan global bagi wirausahawan yang ingin meningkatkan keterampilan digital dalam meningkatkan bisnis mereka dengan tools dari Instagram. Dalam debutnya, program ini menyasar lebih dari 1.000 wirausahawan berusia di bawah 35 tahun berlokasi di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta.

Head of Emerging Business & SMBs Facebook & Instagram South-East Asia Ferdy Nandes di Akademi Instagram Jakarta / Instagram
Head of Emerging Business & SMBs Facebook & Instagram South-East Asia Ferdy Nandes di Akademi Instagram Jakarta / Instagram

Di luar itu, Instagram membantu Tokopedia untuk kolaborasi pemasaran digital untuk kampanye Kejutan Belanja Untung (KEBUT) pada tahun lalu. Diklaim pertama kalinya di dunia, Instagram melakukan inovasi IG Live untuk Tokopedia agar mereka bisa membuat semacam infomercial untuk mengundang konsumen beli produk merchant.

“Tahun lalu kami juga mengadakan program bersama GoFood bernama InstaMarket untuk memberikan pelatihan bagi para merchant GoFood untuk bisa mengasah keterampilan mereka dalam digital marketing.”

Bagaimana dengan Facebook Indonesia? Sayangnya mereka menolak memberikan tanggapan seluruh pertanyaan yang diajukan DailySocial.

Sebetulnya, fitur commerce ini tidak hanya dimiliki Instagram dan Facebook saja. Ada juga Snapchat dan Pinterest. Akan tetapi, keduanya belum memiliki gaung yang cukup untuk dimanfaatkan pelaku UKM untuk berjualan.

Tapi ini semua tinggal tunggu waktu saja. Pinterest baru mengumumkan dibuka kantor regional di Singapura untuk melayani konsumen di Asia Tenggara dan India. Secara global, pengguna aktif bulanan Pinterest mencapai 300 juta orang. Lebih dari 200 miliar Pin tersimpan, melayani miliar rekomendasi pribadi tiap harinya.

APAC adalah salah satu wilayah dengan pertumbuhan tercepat, dengan jutaan pengguna Pinterest setiap bulannya. Jumlahnya ini meningkat lebih dari 50% selama setahun terakhir. Di Indonesia saja, hampir dua juta ide tersimpan tiap hari.

Apakah social commerce jadi ancaman buat pemain e-commerce?

Pergerakan IG Shop dan Facebook Marketplace, tentunya perlu diwaspadai. Tapi jangan sampai antipati atau malah antisipatif dengan platform media sosial terbesar itu. Karena di sanalah prospek konsumen yang belum tersentuh oleh para pemain e-commerce.

Kunci terpenting adalah terus berinovasi dan mau beradaptasi. Setidaknya inilah kesimpulan jawaban yang DailySocial terima dari pemain e-commerce.

Potensi Pertumbuhan Transaksi E-Commerce di Indonesia Menurut Laporan McKinsey / DailySocial
Potensi Pertumbuhan Transaksi E-Commerce di Indonesia Menurut Laporan McKinsey / DailySocial

SVP Merchant Sales, Operation & Development Blibli Geoffrey L Dermawan menjelaskan, persaingan e-commerce dan social commerce tentu tidak bisa terelakkan lagi. Pilihan belanja tentunya kembali jatuh ke tangan konsumen saat mereka melihat barang yang diinginkan.

Kendati demikian, perusahaan tidak antipati itu. Justru memanfaatkan mereka untuk memasarkan barang-barang, seiring dengan tren positif dari strategi seperti ini. “Namun sebuah bisnis tidak bisa sepenuhnya bergantung pada media sosial saja. Proses penjualan harus dilakukan secara menyeluruh atau dikenal dengan omni-channel,” tutur Geoffrey.

Sependapat dengan Geoffrey, Shopee juga memanfaatkan media sosial dan tools-nya untuk kebutuhan pemasaran bertujuan memberikan pengalaman belanja yang berbeda kepada konsumen Shopee.

“Kami melihat bahwa social commerce sebagai bagian dari e-commerce, itu terbukti dengan fitur social commerce yang kami gunakan di akun Instagram Shopee,” ujar Country Brand Manager Shopee Rezky Yanuar.

Karena ada ketergantungan tinggi, makanya pemain e-commerce perlu mengakali. Misalnya seperti yang dilakukan oleh Tokopedia. Dari pengamatannya, dalam era social commerce, terjadi perubahan perilaku konsumen yang mana mereka mencari inspirasi sekaligus belanja dalam waktu yang sama.

Influencer dianggap punya peranan penting dalam sebuah proses kampanye. Strategi tersebut akhirnya diambil oleh Tokopedia di berbagai tipe kampanye, seperti brand dan sales di berbagai channel media sosial.

“Ini upaya kami agar tetap relevan dengan target audiens kami, salah satunya generasi milenial, di mana mereka mengonsumsi media sosial setiap hari dengan influencer sebagai inspirasi mereka,” tambah VP of Corporate Communications Tokopedia Nuraini Razak.

Strategi tersebut kemudian diterjemahkan lebih dalam menjadi sebuah fitur baru “Tokopedia by Me,” membuka ruang interaksi baru antara pembeli dengan role model atau orang kepercayaan yang merekomendasikan produk favorit.

Memanfaatkan influncer di media sosial juga dimanfaatkan oleh Zalora. Pasalnya, bagi Zalora sebagai situs e-commerce yang fokus ke produk fesyen, kental dengan unsur visual yang harus selalu ditekankan.

“Kami hadir di platform-platform di mana target audience kami berada, contohnya di media sosial seperti Instagram, Facebook, dan YouTube. Ketiganya adalah medium yang tidak hanya kami gunakan untuk memberi update, tapi juga buat engage dengan pelanggan kami,” ucap Head of Marketing Zalora Indonesia Dwi Ajeng.

Hijup juga tergolong aktif dalam memanfaatkan platform media sosial untuk meningkatkan bisnis. Head of Creative Content Hijup Anastasia Gretti mengatakan perusahaan memanfaatkan media sosial tidak hanya untuk memberikan konten inspirasi, tapi juga permudah konsumen dalam berinteraksi dengan tim customer service.

Seperti contohnya, memanfaatkan fitur Facebook Live, memberikan sarana komunikasi dua arah, dan pembelian dipermudah lewat WhatsApp. Kendati, inti dari proses transaksi di Hijup adalah melalui situs dan aplikasi

“Dalam bisnis, Hijup yakin bahwa kami harus terus dapat beradaptasi dengan lahirnya berbagai inovasi maupun perkembangan teknologi dan media sosial,” terang Anastasia.

Jual praktis, keamanan, dan layanan menyeluruh

Seperti laporan McKinsey sebut, belanja online di informal commerce tidak terintegrasi untuk pembayaran dan pengirimannya. Seluruh prosesnya harus manual dilakukan oleh penjual yang akhirnya jadi makan waktu. Pengalaman ini tidak harus dirasakan ketika konsumen belanja lewat platform e-commerce.

Geoffrey L Dermawan menerangkan keunggulan yang ditawarkan platform e-commerce adalah sistem yang lebih komprehensif. Mulai dari kemudahan mencari produk di satu platform, pilihan pembayaran yang aman dan variatif, ketersediaan dan penyortiran produk, serta pelayanan purna jual yang lebih terstruktur.

Keseluruhan ini adalah bentuk pertanggungjawaban transaksi yang lebih jelas guna mendapatkan kepercayaan dari konsumen. Kepercayaan dalam bertransaksi inilah yang harus selalu dipertahankan dengan layanan-layanan demi memastikan kepuasan pelanggan terpenuhi.

Pun demikian Shopee. Rezky Yanuar menjelaskan, pihaknya menekankan pada pentingnya keamanan yang didapat konsumen ketika bertransaksi lewat platform-nya. Untuk menjangkau seluruh aspek masyarakat, makanya tersedia berbagai opsi pembayaran. Bisa melalui m-banking, ATM, minimarket terdekat, bahkan di platform lain bisa dengan cicilan tanpa kartu kredit.

“Karena kami ada di tengah, antara penjual dan pembeli, makanya konsumen bisa tenang melakukan transaksi.”

Tidak hanya sistem yang lebih terintegrasi, Dwi Ajeng menambahkan, kelebihan platform e-commerce juga ada di kredibilitas produk yang 100% original. Setiap barang diterima dari distributor, tim Zalora melakukan quality control demi memastikan barang aman sebelum dikirim ke konsumen. Bila ada keluhan, ada tim customer service yang siap dihubungi dari berbagai lini.

“Kami juga punya kebijakan, konsumen dapat mengembalikan produk apabila tidak sesuai dalam 30 hari.”

Kelebihan lainnya adalah terekamnya seluruh data transaksi konsumen. Data adalah aset yang paling utama di industri e-commerce, pengelolaan data yang baik dan strategis dapat mendukung bisnis suatu e-commerce tersebut.

Hijup fokus pada potensi digital dalam mempromosikan produk dan brand yang bergabung. Kami membaca perubahan tren, kebiasaan konsumen, dan lain-lain melalui social commerce. Namun sebagai validasinya, kami selalu mengacu pada data yang kami miliki di situs Hijup,” ujar Anastasia.

Berlomba-lomba lebih dari sekadar tempat jual beli barang

Agar tetap terdepan, tentu inovasi harus terus dilakukan. Setidaknya fokus para pemain e-commerce, untuk bersaing dengan kompetitor baik yang satu ranah maupun dengan social commerce, saat ini mengarah pada bagaimana konsumen betah berlama-lama di dalam aplikasi mereka untuk melakukan berbagai aktivitas.

Makanya pengembangan fitur kini sudah bermacam-macam, tidak hanya jual produk fisik kini juga jual produk jasa dan virtual. Shopee, Bukalapak dan Tokopedia bisa jadi contohnya, yang berkiprah sebagai super-marketplace.

Platform E-Commerce yang Sering Digunakan Untuk Belanja Online Menurut APJII 2018 / DailySocial
Platform E-Commerce yang Sering Digunakan Untuk Belanja Online Menurut APJII 2018 / DailySocial

Rezky Yanuar menjelaskan Shopee merilis berbagai in-app games, diantaranya Goyang Shopee dan Kuis Shopee, agar konsumen betah berlama-lama di aplikasi. Sejak diperkenalkan, in app games terus berinovasi dan menerima tanggapan positif dari para konsumen.

Berkaitan dengan e-commerce, Shopee menghadirkan fitur Shopee24, platform yang membantu pengiriman barang di platform-nya dapat diterima konsumen dalam waktu 24 jam saja. Di luar itu, perusahaan mendukung sepakbola nasional agar semakin baik dengan menempatkan diri sebagai sponsor Shopee Liga 1.

Perusahaan juga mengadopsi konsep media sosial dengan merilis fitur rekomendasi produk dan Shopee Live. Keduanya seperti membuka Instagram dengan sentuhan commerce di dalamnya.

Bukalapak aktif dalam mengembangkan layanan di luar marketplace, seperti produk finansial untuk emas (BukaEmas), reksadana digital (BukaReksa), dan asuransi (BukaAsuransi), pembayaran pajak, kendaraan dan PBB (BukaJabar, e-Samsat). Serta, menjangkau segmen online to offline (O2O) dengan mengajak warung sebagai partner (Mitra Bukalapak).

Berkaitan dengan e-commerce, beberapa fitur yang dikembangkan adalah layanan same day delivery bersama Paxel, BukaMart untuk menawarkan produk kebutuhan sehari-hari, juga uji coba pengiriman barang melalui drone agar barang lebih cepat sampai ke rumah konsumen.

“Dari sisi engineering, sebenarnya Bukalapak telah merilis sebanyak 31 produk baru dan melakukan lebih dari 4.500 pengembangan fitur sepanjang paruh pertama 2019,” terang Head of Corporate Communications Bukalapak Intan Wibisono.

Tokopedia tidak jauh berbeda, super-marketplace di dalamnya tidak hanya diisi produk virtual saja, tapi juga sudah sampai ke tahap logistik (TokoCabang), produk fintech untuk memudahkan merchant mendapatkan modal usaha dan konsumen melakukan pembayaran kredit (Ovo PayLater). Yang teranyar, Tokopedia mengakuisisi Bridestory untuk menyajikan produk berkaitan pernikahan di dalam platform-nya.

Di satu sisi, pemain e-commerce niche juga tidak mau kalah, mereka terus berupaya jadi pemain terdepan dengan perkuat layanan-layanan yang berkaitan. Blibli, memosisikan sebagai mall online dengan strategi omni channel, ada tiga fitur yang diharapkan bisa menjawab kebutuhan konsumen.

Mereka ialah Click & Collect, Tukar Tambah, dan Blibli InStore. Keseluruhan fitur ini serba online, sehingga lebih fleksibel. Semuanya sudah dirilis di aplikasi. Untuk Tukar Tambah, sementara ini baru tersedia untuk produk smartphone. Caranya cukup memilih smartphone yang mereka cari dan melakukan sejumlah pengecekan diagnostik lewat aplikasi. Setelah itu, akan tertera harga yang diberikan dari diagnostik tersebut.

Ketika pembayaran sudah dilakukan, kurir Blibli Express Service (BES) akan datang untuk mengambil dan mengecek ulang produk yang akan ditukar, sembari mengantar produk baru ke alamat konsumen. Ke depannya fitur ini akan di terapkan di kategori lain, seperti otomotif untuk tukar tambah mobil dan motor.

Berikutnya adalah Zalora merilis fitur Zalora Now, program berlangganan untuk konsumen dengan berbagai penawaran. Berisi layanan gratis express shipping selama setahun, dan deals lainnya yang ditawarkan mitra Zalora, seperti Traveloka, Zomato, Sayurbox, dan lain-lain.

“Kunci untuk tetap bertahap di dunia e-commerce adalah Zalora terus melakukan review terhadap demand ataupun perilaku konsumen. Kita akan selalu mengikuti dinamika tren belanja, lalu kita turunkan dalam beberapa strategi untuk menciptakan relevansi terhadap pelanggan,” kata Dwi Ajeng.

Hijup sedikit berbeda, perusahaan menerapkan bisnis model O2O dengan membuka gerai offline di beberapa kota. Harapannya, strategi ini bisa meningkatkan awareness dan trust terhadap “customer offline” yang akan menjadikan mereka sebagai “future online customer.”

Zilingo tidak mau kalah. VP and Head of B2C Marketing Zilingo Sarah Humaira turut menambahkan, Zilingo telah bertransformasi dari platform B2C di 2015, menjadi layanan terpusat di B2B untuk menghubungkan setiap lanskap rantai pasokan fesyen yang sangat terfragmentasi.

Saat sebagian besar perusahaan e-commerce fokus pada perdagangan B2C dan C2C, perusahaan mengadopsi pendekatan yang berbeda untuk memberikan nilai tambah bagi pedagang fesyen. Menempatkan mereka dan pabrik yang beroperasi di industri fesyen sebagai pusat dari segala hal yang Zilingo lakukan, semuanya lewat teknologi.

Inisiasi ini lahir karena pengalaman yang dialami langsung oleh para pengusaha. Mereka kesulitan untuk meningkatkan keuntungan atau untuk berkembang karena kurangnya akses ke teknologi dan modal kerja. Sementara itu, brand internasional terus tumbuh secara agresif.

Zilingo menghubungkan produsen/manufaktur di seluruh Asia, mulai dari desain, pengembangan produk, pengadaan kain, manufaktur, pembuatan katalog, pemasaran, manajemen inventaris, distribusi, penagihan, layanan pelanggan, modal kerja, hingga perkiraan tren.

“Visi kami adalah menyamaratakan kesempatan yang ada agar setiap bisnis, mau besar atau kecil ukurannya, dapat menggunakan teknologi kami untuk mengembangkan bisnis mereka dan menjadi sukses,” terang Sarah.

Dia melanjutkan, “Layanan ini tidak selalu menghasilkan pendapatan yang tinggi bagi kami, namun platform serba ada (full-stack) ini dibangun di atas premis, bahwa bisnis B2B dan B2C kami memiliki sinergi yang kuat dan membantu kami buka potensi luar biasa di seluruh rantai pasokan fesyen untuk para pedagang dan pelanggan.”

Kekurangan vs Kelebihan Belanja di Social Commerce dan E-Commerce / DailySocial
Kekurangan vs Kelebihan Belanja di Social Commerce dan E-Commerce / DailySocial

Mengapa social commerce banyak peminatnya?

Mengutip dari laporan McKinsey, kontribusi e-commerce terhadap transaksi ritel di Indonesia baru 3% dari total penjualan di 2017. Dibandingkan Singapura, di sana sudah mencapai 10% di tahun yang sama. Artinya, ruang untuk bertumbuh masih sangat luas.

Terlebih, mengutip dari survei idEA mengenai penggunaan platform belanja online di media sosial (2017), transaksi melalui Facebook dan Instagram mencapai 66%. Posisi teratas diambil Facebook 43%. Hanya 16% penjual dan pembeli yang pakai platform marketplace dan 7% buat situs sendiri. Survei ini dilakukan terhadap sekitar 2 ribu UMKM di 10 kota di 2017.

Perlu menjadi perhatian bahwa bahwa pembeli dan penjual yang notabene sebagian besar pengusaha mikro, lebih banyak menggunakan media sosial sebagai tempat untuk transaksi e-commerce dibandingkan marketplace yang tersedia atau melalui situs sendiri.

Artinya, platform media sosial bisa jadi gerbang awal buat pedagang “go online.” Untuk mendalami ini, DailySocial menghubungi beberapa pemain pendukung platform social commerce.

Platform Social Commerce yang Dimanfaatkan Merchant Menurut Survei PayPal / DailySocial
Platform Social Commerce yang Dimanfaatkan Merchant Menurut Survei PayPal / DailySocial

Salah satunya adalah TokoTalk. Direktur Operasional TokoTalk Nesya Vanessa menjelaskan tingginya minat belanja di media sosial tak lain dikarenakan ada potensi pengguna yang sangat berlimpah. Para penjual ingin menjadikan orang-orang ini sebagai calon konsumen mereka.

Terlebih itu, sifat media sosial yang serba instan dan real time, dapat jadi senjata bagi para penjual untuk bisa lebih dekat dengan konsumen dan menjadikannya sebagai pelanggan loyal.

“Alasan lainnya, para penjual tersebut ingin punya toko online milik sendiri agar tidak usah bersaing dengan sesama penjual. Di marketplace, mereka bersaing ketat dengan penjual lain yang punya produk serupa, dan satu-satunya cara untuk unggul adalah saling banting harga,” tutur Nesya.

Dia melanjutkan, jika ingin bisa tereskpos dan muncul di urutan teratas, mereka harus beriklan di marketplace. Terakhir, punya akun di marketplace tidak mendukung untuk branding merek mereka sendiri karena tidak bisa dikustomisasi dan dipersonalisasi sesuai tone dan manner brand.

Ini bisa merugikan penjual yang ingin memiliki bisnis yang berkesinambungan, pasti peduli dengan branding. Makanya mereka tetap menggunakan media sosial atau buat situs sendiri.

“Dengan begitu, mereka dapat membangun brand mereka sendiri dan menampilkan konten-konten terkait produk yang mereka buat sendiri.”

CEO dan Co-Founder Qiscus Delta Purna Widyangga turut menambahkan, berjualan di media sosial juga tidak memerlukan upaya untuk migrasi pengguna. Beda halnya, misalnya ketika buat situs sendiri, mereka harus mengakuisisi user dari awal. Kemudian, mengenalkan brand, memperkenalkan teknologi/produk yang digunakan, sampai ke jual beli itu sendiri.

Memanfaatkan platform yang sudah ada, seperti media sosial, penjual dapat menumpang arus. Memanfaatkan basis user yang sudah besar untuk kemudian dipilih dan disesuaikan berdasarkan segmennya.

“Mereka juga tidak perlu mengajarkan teknologi sejak awal karena basis user di media sosial itu sendiri sudah familiar dengan platform yang biasa mereka gunakan. Untuk bisnis skala kecil dan menengah, cara ini lebih efektif ya, daripada harus bangun toko online dari awal,” terang Delta.

Menambahi tanggapan Delta, Co-Founder dan CEO Halosis Andrew Darmadi menjelaskan berjualan di media sosial kemungkinan lebih mudah mendapat rekomendasi dari orang terdekat dari konsumen yang pernah belanja di tempatnya. Bagi penjual tentunya ini cost marketing termurah untuk akuisisi konsumen baru.

Pandangan Merchant Terhadap Media Sosial Menurut Laporan PayPal 2018 / DailySocial
Pandangan Merchant Terhadap Media Sosial Menurut Laporan PayPal 2018 / DailySocial

Hal ini didukung oleh basis media sosial itu sendiri, yang mana lebih personal dan orang bisa berbagi informasi apa yang mereka suka. Melihat dari tipe konsumennya, orang yang yang belanja di media sosial dengan platform e-commerce pun berbeda.

Andrew berpendapat konsumen di media sosial itu biasanya manja karena ingin lebih personal menghubungi langsung penjualnya. Banyak pertanyaan yang diajukan itu belum bisa diakomodasi oleh chatbot karena mereka juga minta rekomendasi, produk mana yang bagus sesuai postur tubuh atau wajahnya.

“Mereka itu enggak langsung yakin mau beli produk karena takut salah beli. Makanya konsumen di sini sangat chatty, ingin fleksibel untuk pembayaran dan metode pengirimannya. Beda dengan di marketplace, konsumennya sudah tahu apa yang mau dibeli dan mandiri,” ujarnya.

Baik TokoTalk, Qiscus, dan Halosis adalah pemain yang fokus permudah pengelolaan toko online, baik dari pelayanan konsumen, metode pembayaran, dan pengiriman dalam satu link. Konsumen mereka adalah penjual online yang sebenarnya tidak berjualan di platform media sosial saja tapi juga di marketplace.

“TokoTalk tidak bersaing dengan marketplace, justru menciptakan platform e-commerce untuk para penjual memudahkan aktivitas penjualan mereka, misalnya mengelola order dan inventaris,” sebut Nesya.

Bicara pencapaian, TokoTalk telah digunakan oleh 155 ribu penjual untuk mengelola toko online mereka di berbagai platform online. Mencetak total transaksi $2 juta tiap bulannya (per Juli 2019), berdasarkan nilai naik 30% secara MoM.

Qiscus, sebagai platform penyedia in-app chat, merilis fitur Multichannel Chat untuk pengusaha kelola konsumen yang menghubungi lewat platform chat mainstream seperti WhatsApp, Telegram, Line, dan Messsenger ditangani dalam satu dashboard. Serta mengelola tools lain, seperti CRM, payment gateway dan chatbot. Tanpa dirinci, fitur ini telah dirilis sejak awal 2019 dan tumbuh 50%-100% untuk keseluruhan bisnisnya.

Adapun Halosis telah menggaet 10 ribu penjual mikro yang berjualan di platform media sosial dan e-commerce. Data terakhir menyebut, Halosis sudah menangani 199.200 ribu chat pada tahun lalu yang di dalamnya memuat 40.235 transaksi senilai $1 juta.

Preferensi Akun Instagram yang Di-Follow Pengguna Menurut Survei Jakpat / DailySocial
Preferensi Akun Instagram yang Di-Follow Pengguna Menurut Survei Jakpat / DailySocial

DailySocial menemui salah satu penjual online yang sepenuhnya memanfaatkan platform media sosial untuk berjualan. Ialah Jessica Yamada, pemilik katering menu makan sehat DapurFit yang dirintis sejak 2012. Sebagai bentuk keseriusannya di segmen ini, instalasi peralatan di dapurnya bahkan sudah hospital grade.

Menurut pengakuannya, Instagram menjadi saluran pemasaran utama dari bisnis online-nya tersebut. Branding DapurFit tergolong cukup kuat sebagai pionir katering menu sehat, dengan lebih dari 80 ribu follower di Instagram. Seperti bisnis online lainnya, Jessica juga memanfaatkan peranan influencer untuk branding-nya.

Konsumen harus menghubungi via WhatsApp untuk berlangganan menu dengan pilihan paket yang tersedia. Pengantaran akan dilakukan melalui kurir sendiri dan kurir on demand GrabExpress apabila di luar jangkauan layanan DapurFit. Dalam seharinya, DapurFit mengirim 600 boks.

“Hampir 90% pesanan datang dari Instagram yang diteruskan melalui WhatsApp. Situs sendiri sebenarnya ada tapi masih beta banget, belum bisa terima order,” kata Jessica.

Grab menyadari potensi bisnis kurir dari para penjual online dengan merilis GrabExpress. Makanya untuk menyeriusi bisnis ini, secara rutin ada pembaruan fitur untuk memudahkan mereka mengantarkan paket sampai ke konsumen.

Hingga kini, area layanan GrabExpress tersedia di 150 kota. Tanpa data spesifik, selama setahun terakhir, jumlah pengiriman harian di GrabExpress naik lebih dari 20 kali, akurasi pesanan tiba sesuai estimasi juga naik lebih 90%.

Dari segi pengguna, lebih dari 50% pengguna GrabExpress adalah wirausahawan mikro dengan definisi mereka yang berjualan secara online dengan platform manapun, dari media sosial ataupun platform e-commerce.

“Kami melayani semua wirausaha mikro yang berjualan lewat online, seperti WhatsApp, Instagram, dan Facebook. Juga mereka yang berjualan di platform e-commerce, kami sudah bekerja sama dengan Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee,” terang Head of Logistics Grab Indonesia Tyas Widyastuti.

Ada sejumlah fitur yang didesain Grab untuk melayani penjual online, di antaranya pengiriman antar kota di Pulau Jawa dengan Ninja Xpress, baru diperkenalkan awal Juli 2019; langganan paket hemat GrabExpress; pengiriman instan dan same day; bukti pengiriman & pelacakan langsung; kirim ke banyak tujuan dan pesan banyak sekaligus.

Bermuara di pemberdayaan pedagang online agar punya daya saing

Keseluruhan pemain di atas saling memiliki kesinambungan satu sama lain demi menangkap besarnya peluang di transaksi platform digital, sebab semuanya bermuara di pedagang lokal itu sendiri, bagaimana mereka bisa diberdayakan dan mau berkembang dengan memanfaatkan platform online.

Dari data yang dikutip Grab, ada 62 juta pelaku UMKM yang mencakup 99,92% dari total unit usaha dalam negeri. Namun, hanya sekitar 23 juta UMKM saja yang memiliki pengetahuan tentang berjualan online, itu pun masih sangat dasar.

Padahal, agar bisa berkompetisi, Grab melihat pelaku UMKM perlu memiliki produk yang bisa menjawab kebutuhan masyarakat, punya pengelolaan yang baik dan berkesinambungan, pengetahuan pemasaran secara digital, bisa menciptakan brand image yang baik, dan punya proses logistik yang mudah digunakan.

Dari keseluruhan tantangan ini, makanya wajar sekali banyak pihak yang menggelar program pelatihan wirausahawan muda, dari perusahaan skala global seperti Facebook dan Instagram, sampai perusahaan lokal dari berbagai lini yang berkaitan langsung.

Ambisi mulia yang ingin dicapai adalah mendorong para penjual tidak hanya tenar di dalam negeri tapi juga di luar negeri.

Proyeksi Transaksi E-Commerce di Indonesia Menurut McKinsey / DailySocial
Proyeksi Transaksi E-Commerce di Indonesia Menurut McKinsey / DailySocial

Masih banyak pedagang yang belum online, namun ada juga mereka yang sudah mencoba untuk perbesar pasar hingga ke luar Indonesia. Berbagai platform e-commerce sudah menyajikan layanannya. Demikian pula dengan Instagram.

Ketika buka tab IG Shop, katalog yang disajikan bercampur dari penjual lokal juga luar negeri. Kamu bisa langsung pilih produk dan menyelesaikan pembayaran dengan kartu kredit atau PayPal.

Kesiapan pemain e-commerce

Bukalapak misalnya, sudah merilis BukaGlobal untuk menjawab tantangan keterbatasan logistik, akses, dan infrastruktur yang selama ini menghambat langkah para pelaku UKM ke panggung global. BukaGlobal hadir di Singapura, Malaysia, Hong Kong, Taiwan, dan Brunei Darussalam yang memiliki ketertarikan terhadap produk Indonesia.

“Kami masih terus memantau perkembangannya agar dapat memperluas jangkauan fitur BukaGlobal ke negara lain,” ujar Intan Wibisono.

Shopee merilis program ekspor Kreasi Nusantara dari Lokal untuk Global, berbentuk laman khusus yang didedikasikan untuk memberikan sorotan bagi produk lokal. Program ini telah mengkurasi sekitar 25 ribu produk lokal setiap minggunya, terjadi peningkatan transaksi hingga 8 kali lipat sejak pertama kali meluncur.

“Dari program ini, UMKM dapat memaksimalkan potensi penjualan produk lokal via luar negeri via Shopee. Selain itu, mereka juga bisa belajar cara mengembangkan strategi ekspor melalui kelas Kampus Shopee,” kata Rezky Yanuar.

Tantangan ketika ekspor bagi UKM itu cukup besar. Mereka harus menguasai regulasi, logistik, dan metode pembayaran. Ketiganya cukup krusial jika terlewat, makanya perlu dipastikan mereka paham betul dengan detil melalui sesi pelatihan.

Blibli punya cara sendiri untuk dorong ekspor. Geoffrey menjelaskan perusahaan menyiapkan UKM lokal lewat kompetisi The Big Start, mencari talenta berbakat untuk mengembangkan bisnisnya. Mulai tahun ini, The Big Start bekerja sama dengan beberapa kementerian akan debut mengirimkan creativepreneur lokal terbaik untuk hadir di festival internasional.

Selama program berlangsung, talenta akan dipersiapkan dan diedukasi bagaimana membuat produk yang sesuai dengan permintaan di pasar global. Serta, bagaimana persyaratannya agar bisa dipasarkan di luar negeri.

“Sehingga ada kata kunci untuk melakukan ekspor adalah pendampingan dan edukasi yang intensif. Peran dari pemerintah juga sangat diperlukan untuk bantu UKM lokal tidak hanya fokus ke ketahanan ekonomi dalam negeri, tapi juga kemudahan dan kebijakan yang jelas untuk ekspor.”

Tidak hanya buka etalase di festival internasional, platform Blibli juga akan dipersiapkan untuk terima pesanan dari luar negeri buat para merchant UKM di Blibli.

“Secara platform sebenarnya sudah bisa [terima pesanan dari luar negeri], tapi belum jadi prioritas. Contohnya pas kita jual tiket Asian Games kan itu yang beli ada dari luar negeri. Sekarang masih kita persiapkan mulai dari awal tahun ini. Nanti saya share kalau sudah siap,” tambah CEO Blibli Kusumo Martanto.

Tokopedia belum menyediakan fasilitas ekspor. Nuraini Razak menegaskan Tokopedia adalah marketplace domestik yang tidak memfasilitasi transaksi antar negara. Perusahaan hanya menerima penjual asal Indonesia dan memfasilitasi transaksi dari Indonesia untuk Indonesia.

Pasalnya, mendorong produk lokal jadi tuan rumah di negeri sendiri adalah pekerjaan rumah bersama yang sangat kompleks. Lewat online, produk lokal bisa punya ruang dan panggung untuk mengembangkan ide kreatif, memasarkan produk ke pasar yang lebih luas, hingga suatu hari nanti bisa menjadi brand nasional mendunia.

“Kami punya banyak program yang mencakup hulu ke hilir, contohnya Markerfest, mendorong para kreator lokal untuk meningkatkan kualitas produksi, packaging, dan branding sehingga bisa bersaing dengan produk impor, MEA terbuka, dan dapat akses permodalan dari bank.”

Bantuan pemerintah dan stakeholder sangat dibutuhkan untuk dukung UKM go global. Anastasia Gretti menerangkan produk fesyen Indonesia, dalam hal ini busana muslim, punya kreatifitas lebih unggul dan inovatif bila dibandingkan negara lain.

Namun itu saja tidak cukup, perlu banyak perbaikan dari hulu ke hilir, seperti pengadaan bahan baku, peningkatan skala produksi, bantuan modal, dan lainnya yang di mana ini menjadi tanggung jawab bersama.

“Jadi menurut Hijup tantangan ekspor itu tidak hanya sebatas regulasi dan biaya kirim, tapi kesiapan daya saing produk lokal dalam hal kualitas dan kuantitas juga perlu diperhatikan,” tandasnya.

Posisi Indonesia Terkait Kemudahan Ekspor Barang Ritel Menurut Laporan McKinsey / DailySocial
Posisi Indonesia Terkait Kemudahan Ekspor Barang Ritel Menurut Laporan McKinsey / DailySocial

Masih polemik di perpajakan

Tanpa mengesampingkan potensi dari masing-masing platform belanja online, perlu diingat bahwa sampai saat ini Pemerintah masih dilema cara memajaki e-commerce. Pemberlakuan pajak lewat PMK No 210 Tahun 2018 akhirnya resmi ditunda.

Pemain e-commerce tetap ingin kesetaraan dalam penetapan pajak dengan platform social commerce. Pasalnya, Ekonom Indef Bhima Yudhistira menilai aturan ini belum adil karena masih ditujukan buat ke satu pihak saja. Padahal menurutnya, porsinya justru ada di media sosial.

“Kalau mau buat aturan pajak idealnya jangan ada diskriminasi. Semua penjual online wajib bayar PPn 10% dan PPh. Kalau aturan makin ketat di platform e-commerce, akan ada pergeseran konsumsi ke media sosial,” kata Bhima.

Perwakilan dari Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) sependapat. Pihaknya tetap teguh pada prinsip kesetaraan dalam aturan dan regulasi (equal playing field). “Berbagai aturan yang diberlakukan e-commerce, kami harapkan juga diberlakukan secara setara di transaksi media sosial,” tutur Ketua Bidang Ekonomi Digital idEA Bima Laga.

Dia pun meyakini bahwa ke depannya konsumen akan mengedepankan rasa aman dan nyaman dalam berbelanja online. Platform e-commerce memiliki keamanan yang terjamin, baik dalam transaksi maupun pengiriman.

“Pemerintah pun pada akhirnya akan lebih mudah melakukan pengawasan pada platform e-commerce dibandingkan perdagangan di media sosial,” tutup Bima.

Grab Announces Investment to Ninja Van, Strengthen GrabExpress Logistics System

Grab announces the latest investment with undisclosed amount for last mile logistics startup Ninja Van, starts from strategic partnership. Ninja Van as the first to be announced of the company’s commitment to partner with six startup during this year.

“We’re so glad to have this partnership [..] Looking at the amount of Grab’s users, we can offer the easiest way to enjoy our complete logistics services, and a reliable and easy delivery service supported by technology,” Ninja Van’s Co-Founder and CEO, Chang Wen said in the official release.

Head of GrabExpress, Adelene Foo added,”The partnership with Ninja Van enables us to offer a complete kinds of delivery services in Southeast Asia through Grab app. It facilitates sellers, buyers, and merchants to send and receive items.

Ninja Van is to be integrated in the Grab application through GrabExpress and to be available at the second quarter of 2019. It’ll gradually available in the Southeast Asia.

The partnership expands GrabExpress’ network coverage significantly outside the on-demand courier and same day services, therefore, shipping are scheduled throughout the region.

GrabExpress’ coverage is also affected, it’s now available in 150 cities around Singapore, Malaysia, Thailand, Philippines, and Indonesia. It’s claimed between March to December 2018, GrabExpress’ instant delivery and same day service grew over three times.

Ninja Van is said to be the fastest growing last mile logistics company in Southeast Asia, reaching more than 450 cities and connecting six countries. Grab, as a company, will be the vehicle to reach more users from SMEs and social seller community.

Customers can deliver items easier through one app and enjoy the best logistics experience on Ninja Van.

In the previous interview, NinjaExpress Indonesia’s Country Head, Eric Saputra revealed that the company’s overall business could grow three times. NinjaExpress couriers in Indonesia has reached 3 thousand units, 70% are two-wheelers.

The company has a special dashboard for its users. The app not only provide tracking order feature, but also has intelligence reporting to be used to help users in recaping the total delivery over the past year in order to increase business in the following year.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Grab Umumkan Investasi ke Ninja Van, Perkuat Sistem Logistik GrabExpress

Grab mengumumkan investasi terbaru dengan nilai yang tidak disebutkan untuk startup logistik last mile Ninja Van, dimulai lewat kemitraan strategis. Ninja Van menjadi startup pertama yang Grab umumkan dari komitmen perusahaan yang ingin gandeng enam startup sepanjang tahun ini.

“Kami sangat senang dengan kerja sama ini [..] Melihat jumlah pengguna Grab yang sangat banyak, kami dapat menawarkan mereka cara termudah untuk menikmati layanan logistik kami yang lengkap, serta menawarkan layanan pengiriman barang andal dan mudah yang didukung oleh teknologi,” terang Co-Founder dan CEO Ninja Van Lai Chang Wen dalam keterangan resmi.

Head of GrabExpress Adelene Foo menambahkan, “Kerja sama dengan Ninja Van memampukan kami untuk menawarkan berbagai pilihan pengantaran yang terlengkap di Asia Tenggara melalui aplikasi Grab. Memudahkan penjual, pembeli, serta merchant untuk mengirim dan menerima barang mereka.”

Layanan Ninja Van nantinya akan terintegrasi ke dalam aplikasi Grab melalui GrabExpress yang akan tersedia pada kuartal II/2019. Secara bertahap layanan akan tersedia di Asia Tenggara.

Kerja sama ini memperluas jangkauan layanan GrabExpress secara signifikan di luar jasa pengantaran menggunakan kurir on-demand dan same day, jadi pengiriman terjadwal ke seluruh penjuru daerah secara nasional.

Cakupan wilayah GrabExpress juta ikut terpengaruh, kini tersedia di 150 kota tersebar di Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Indonesia. Diklaim hingga Maret sampai Desember 2018, volume pengiriman barang instan dan same day GrabExpress tumbuh lebih dari tiga kali lipat.

Ninja Van disebutkan sebagai perusahaan logistik last mile dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara, menjangkau lebih dari 450 kota dan menghubungkan enam negara. Bagi perusahaan, Grab akan jadi kendaraan untuk menjangkau lebih banyak pengguna yang datang dari kalangan usaha kecil dan menengah, dan komunitas social seller.

Pelanggan dapat mengirim barang mereka dengan mudah melalui satu aplikasi dan menikmati pengalaman pengantaran terbaik di jaringan Ninja Van.

Dalam wawancara sebelumnya, Country Head Ninja Xpress Indonesia Eric Saputra mengungkapkan bisnis perusahaan secara keseluruhan dapat tumbuh tiga kali lipat. Armada Ninja Xpress di Indonesia saja ada 3 ribu unit, 70% di antaranya adalah kendaraan roda dua.

Perusahaan memiliki dasbor yang disediakan khusus untuk penggunanya. Di dalamnya, tidak hanya ada fitur tracking order, namun memiliki intelligence reporting yang dapat dimanfaatkan untuk membantu pengguna merekap total total pengiriman selama setahun ke belakang untuk peningkatan bisnis di tahun berikutnya.

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak Luncurkan Layanan Logistik Terpadu “BukaPengiriman”

Persoalan logistik masih menjadi kendala bagi banyak UKM untuk menjamah pasar online. Logistik sendiri terdiri dari banyak aspek, mulai dari penyimpanan, pengepakan, hingga pengiriman. Melihat kondisi tersebut, Bukalapak meluncurkan layanan logistik terpadu BukaPengiriman yang bisa dimanfaatkan oleh UKM secara mudah dan murah.

Kepada DailySocial Corporate Communication Manager Bukalapak Evi Andarinim mengungkapkan, Bukalapak sebagai salah satu perusahaan teknologi terbesar di Indonesia terus berupaya untuk memberdayakan para pelaku UKM di Indonesia sebagai penggerak roda perekonomian.

“Dengan adanya fitur BukaPengiriman tersebut, Bukalapak dapat membantu para pelapak yang merupakan pelaku UMKM untuk mengelola pengiriman barang pesanan pelanggan.”

Menggandeng logistik pihak ketiga

Untuk memastikan proses pengiriman berjalan dengan lancar, Bukalapak menggandeng enam perusahaan logistik. Di antaranya adalah J&T Express, Pos Indonesia, Ninja Express, GrabExpress, dan Go-Send. Pelapak nantinya tidak perlu menitipkan (upload) barang ke Bukalapak untuk melakukan pengiriman. Mereka pun dapat memonitor semua pengiriman barang melalui aplikasi Bukalapak.

Layanan ini tersedia secara khusus untuk mitra Bukalapak dan hanya tersedia di aplikasi iOS dan Android. Proses pembayaran pun bisa dilakukan dengan mudah, yaitu cukup membayarkan biaya pengiriman ke Bukalapak dan tidak perlu membayarkan biaya pengiriman ke kurir atau driver.

“Dengan adanya fitur BukaPengiriman ini, Bukalapak berharap semakin banyak para pelaku UKM yang bergabung untuk tumbuh bersama Bukalapak membangun Indonesia,” tutup Evi.

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak dan Grab Kolaborasi Hadirkan Pengiriman Instan “Rush Delivery”

Bukalapak bekerja sama secara eksklusif dengan Grab menghadirkan layanan pengiriman instan Rush Delivery, menjamin barang sampai di tangan konsumen dalam kurun waktu dua jam. Layanan ini sudah bisa dipilih di kolom jasa pengiriman di laman pembelian. Setelah itu pelapak akan langsung memproses transaksi dan mengirim dengan Grab.

Pengguna Bukalapak dapat memanfaatkan layanan ini hingga jam 12 malam, sehingga tidak perlu khawatir saat membeli barang mendesak pada waktu tersebut. Diklaim layanan ini belum ada di marketplace manapun, lebih cepat dari layanan instan lainnya.

“Kami bekerja sama dengan Grab meluncurkan layanan Rush Delivery untuk membantu pelanggan mendapatkan kebutuhannya dengan cepat, praktis, dan aman. Harapannya ini semakin memudahkan pengguna dalam mendapatkan kebutuhan apapun hingga kebutuhan yang mendesak sekalipun,” ucap Logistic Lead Bukalapak Gahayu Handari dalam keterangan resmi.

Dia melanjutkan, tidak hanya menjadi solusi bagi pelanggan yang memiliki kebutuhan mendesak, bisa juga solusi untuk pelapak yang menjual barang dengan pengiriman cepat. Misalnya mengirim bunga atau makanan segar yang mesti tetap terjaga kualitasnya.

Marketing Director Grab Indonesia Mediko Azwar menuturkan kerja sama ini merupakan langkah besar Grab melalui GrabExpress dengan Bukalapak. Sejalan dengan visi Grab sebagai everyday super app.

“Layanan Rush Delivery ini kami memanfaatkan teknologi dan menggabungkan kecepatan, kemudahan, serta keamanan yang dimiliki dalam satu aplikasi. Kami harap kerja sama eksklusif ini dapat meningkatkan pertumbuhan UKM di Indonesia,” ujarnya.

Layanan GrabExpress sebelumnya baru mengakomodasi pengiriman instan maksimal 3 jam. Sedangkan untuk pengiriman di hari yang sama maksimal 6-8 jam sejak pesanan dikirim.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Grab Luncurkan Layanan Multi-stop Ride, Ekspansi GrabBike ke Yogyakarta dan Semarang

Setelah sebelumnya baru menghadirkan layanan transportasi on-demand untuk kendaraan roda empat di Yogyakarta, kini Grab juga meluncurkan layanan moda transportasi sepeda motor, yakni GrabBike (untuk berkendara) dan GrabExpress (untuk pengiriman barang). Selain di Kota Yogyakarta, dalam waktu yang sama layanan GrabBike juga berekspansi ke Kota Semarang.

Ekspansi layanan tersebut makin memperkuat manuver Grab di sebelas kota di Indonesia. Sebelumnya layanan ojek online dari kedua pesaingnya, Go-Jek dan Uber, telah terlebih dulu masuk ke wilayah tersebut.

Dalam kesempatan yang sama Grab juga meluncurkan fitur terbarunya untuk pengguna di Indonesia, yakni Multi-stop Rides. Fitur ini memungkinkan pengguna untuk menambahkan jalur rute tujuan saat menggunakan GrabCar, GrabBike dan GrabTaxi tanpa harus memesan ulang layanan. Sebagai catatan, penumpang hanya diperbolehkan berhenti selama maksimal 5 menit saat transit. Jika waktu transitnya lebih lama, disarankan untuk memesan trip yang terpisah.

 

Cara penggunaan fitur Multi-stop Rides / Grab
Cara penggunaan fitur Multi-stop Rides / Grab
Application Information Will Show Up Here

PopBox Jalin Kemitraan dengan GrabParcel, Bank Mandiri dan Sepulsa

Layanan loker pintar PopBox kembali menghadirkan layanan terbaru untuk masyarakat Indonesia. Melalui fitur PopSend, kini pengguna PopBox bisa mengirimkan barang next day service dengan memanfaatkan kurir dan estimasi harga dari GrabParcel. Kerja sama ini sengaja dilakukan oleh PopBox untuk memberikan kemudahan kepada pengguna PopBox di kawasan Jadetabek.

“Proses kerja sama PopSend dengan GrabParcel terbilang cepat, dari pihak kami hanya melakukan pembicaraan terkait dengan sistem yang ada, dan bulan April ini kemitraan tersebut kami resmikan,” kata Co-founder PopBox Greta Bunawan kepada DailySocial.

Melalui aplikasi pengguna PopSend bisa langsung memanfaatkan layanan yang ada, namun demikian kerja sama dengan GrabParcel ini tidak disebutkan dalam aplikasi, nantinya semua secara otomatis proses yang ada akan menggunakan GrabParcel.

“Di aplikasi kami tidak disebutkan pilihan GrabParcel, namun secara langsung paket pengantaran ini sudah bisa dimanfaatkan oleh pengguna individu. Bukan hanya PopSend nantinya pengguna juga bisa mengirimkan barang dari loker satu ke loker lainnya” kata Greta.

Terkait dengan batas waktu atau kontrak dengan GrabParcel, Greta menyebutkan untuk kerja sama awal ini akan dilakukan selama satu tahun, jika terbukti berhasil dan menguntungkan kedua belah pihak, tidak menutup kemungkinan kerja sama ini akan di perpanjang.

“Dengan jumlah kurir yang banyak serta estimasi harga yang sangat terjangkau, diharapkan kerja sama ini bisa memudahkan pengguna melakukan pengiriman dengan cepat,” kata Greta.

Kerja sama dengan bank Mandiri dan Sepulsa

Inovasi lain yang juga dihadirkan oleh PopBox adalah, pilihan pembayaran dengan menggunakan e-money dari Bank Mandiri. Dengan menempatkan reader di 70 loker PopBox yang ada saat ini, dan menyusul loker PopBox lainnya, pengguna yang ingin melakukan pembayaran ke layanan e-commerce MatahariMall bisa memanfaatkan reader e-money dari bank mandiri di loker PopBox yang tersedia.

Selain pembayaran ke layanan e-commerce MatahariMall, PopBox juga menyediakan pembelian pulsa, bekerja sama dengan Sepulsa, layanan isi pulsa online semua operator telekomunikasi di Indonesia. Pembelian pulsa melalui loker pintar PopBox ini, diharapkan bisa memberikan pilihan baru dan kemudahan pengguna membeli pulsa.

“Saat ini pilihan pembayaran tersebut telah tersedia dan tentunya bisa langsung dinikmati oleh pengguna, sesuai dengan tujuan PopBox untuk memberikan kemudahan untuk semua,” tutup Greta.

Application Information Will Show Up Here

GrabBike dan GrabExpress Resmi Hadir di Bali

Grab Indonesia kini mulai banyak melebarkan sayapnya untuk terus bersaing di pasar Indonesia. Terbaru, Grab Indonesia resmi menghadirkan dua layanan mereka, GrabBike dan GrabExpress di Bali. Tepatnya di Badung dan Denpasar. GrabBike, layanan ojek on-demand dan GrabExpress yang merupakan layanan kurir instan hadir menyusul layanan GrabCar yang telah lebih dulu mengaspal di Bali beberapa bulan lalu.

Kehadiran di Bali ini melengkapi kota beroperasi GrabBike dan GrabExpress yang selama ini baru menjangkau kawasan Jadetabek (Jakarta, Depok, Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi). Menggunakan armada motor atau ojek kedua layanan ini diklaim bisa menjadi salah satu pilihan utama bagi masyarakat untuk menembus kemacetan.

Untuk GrabExpress, Grab Indonesia menjanjikan penjemputan dan pengantaran dokumen atau bingkisan kecil yang aman. Disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, baik untuk personal maupun bisnis. Untuk keamanan pihak Grab Indonesia menjaminnya dengan kepemilikan SIM yang valid, kemampuan berkendara yang aman dan memungkinkan penumpang mendapatkan akses informasi nomor plat motor di aplikasi Grab. Sehingga identitas driver bisa diketahui lebih jelas. Selain itu baik pengendara dan penumpang dilindungi oleh asuransi yang diberikan secara gratis oleh Grab.

“Bali mendominasi pertumbuhan dan potensi pariwisata, sehingga kami melihat adanya peluang untuk meningkatkan kualitas perjalanan sehari-hari di kota Denpasar dan Badung yang padat. Peluncuran layanan roda dua di Bali ini akan melengkapi layanan GrabCar yang telah diluncurkan sebelumnya di Bali pada 2015. GrabBike beroperasi dalam platform yang sama dengan GrabCar, memberikan pengalaman mulus bagi siapa pun yang ingin memilih antara penyewaan mobil pribadi atau ojek, dan memenuhi seluruh kebutuhan transportasi dengan satu aplikasi,” ungkap Marketing Director Grab Indonesia Mediko Azwar.

Hadirnya GrabBike dan GrabExpress di Bali mengukuhkan posisi Grab sebagai pesaing utama Go-Jek. Go-Jek sendiri sudah tersedia di 10 kota besar Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Alfacart Gandeng Grab Luncurkan Program Grab Sahur Bareng Alfacart

Hari ini (21/6) Alfacart mengumumkan telah menjalin kerja sama dengan Grab untuk meluncurkan program Grab Sahur Bareng Alfacart. Melalui program ini, konsumen yang memesan di Alfacart dapat melakukan pembayaran di tempat ketika barang pesanan yang dikirim lewat GrabExpress diterima. Program ini berjalan sejak 16 Juni hingga 5 Juli 2016 untuk wilayah Jakarta, Tanggerang, dan Depok saja. Alfacart juga berkolaborasi dengan jaringan Alfamidi dalam program ini.

CEO Alfacart Catherine Hindra Sutjahyo menyampaikan, “Bagi pelanggan yang […] tidak sempat pergi berbelanja keperluan sahur, sementara asisten rumah tangga sudah berada di kampung halaman, kini kami sediakan solusinya melalui layanan Grab Sahur Bareng Alfacart. Pelanggan cukup mengakses [halaman] grabsahur alfacart dan mengikuti panduan untuk mengikuti layanannya.”

“Pemesanan kami layani hingga jam 02.00 WIB dan layanan pengiriman terakhir kami lakukan di jam 03.00 WIB. Program ini kami hadirkan hingga tanggal 5 Juli 2016,” lanjut Catherine.

Catherine menjelaskan lebih jauh bahwa digandengnya Alfamidi dalam program ini karena jaringan toko Alfamidi dinilai menyediakan produk-produk bahan makanan yang sesuai dengan kebutuhan saat sahur. Sementara itu jasa GrabExpress dipilih sebagai layanan pengiriman untuk memberikan kecepatan dan keamanan dalam pengantaran pesanan pelanggan.

“Inovasi layanan demi terpenuhinya kebutuhan, gaya hidup serta kepuasan pelanggan telah menjadi komitmen kami, Alfacart. [Program] Grab Sahur Bareng Alfacart adalah salah satu wujud dari kesungguhan kami tersebut,” ujar Catherine.

Alfacart berjanji akan membebaskan biaya pengiriman untuk pembelanjaan yang nilainya di atas Rp 50 ribu. Sedangkan pelanggan yang berbelanja dengan nilai Rp 100 ke atas dijanjikan untuk mendapat tambahan diskon sebesar 10 persen dalam program ini lewat kode voucher yang diberikan.

Alfacart sendiri adalah pemain baru dalam industri e-commerce Indonesia yang merupakan bentuk transfromasi dari Alfaonline. Di tahun pertamanya ini Alfacart memiliki niat untuk lebih agreasif dalam meningkatkan brand awareness dan memiliki target untuk bisa terintegrasi secara online dengan setidaknya 90 persen gerai Alfamart.

Application Information Will Show Up Here