Go-Ventures Pimpin Pendanaan Seri A “Skuad”, Startup HRIS Pekerja Remote

Startup SaaS penyedia solusi manajemen karyawan (HRIS) untuk pekerja remote “Skuad” mengumumkan perolehan pendanaan seri A yang dipimpin oleh lengan investasi GoTo, Go-Ventures. Sejumlah investor lain seperti Beenext, Anthemis, Boleh Capital, dan angel investor turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Keterlibatan Go-Ventures tentunya menambah daftar portofolio startup asal luar Indonesia, setelah Safeboda (Uganda), Leanerbly (Inggris), Mobile Premier League (India), Mall91 (India), dan lainnya.

Skuad adalah startup HRIS asal Singapura yang didirikan pada 2020. Startup ini berfokus pada penyederhanaan proses menemukan dan mengelola talenta global sembari menghilangkan friksi-friksi yang ada. Hal tersebut memungkinkan perusahaan untuk membangun tim terdistribusi dengan mempekerjakan talenta global, tanpa mendirikan badan hukum di pasar baru. Layanannya mencakup orientasi, penggajian, tunjangan, pajak, dan kepatuhan lokal.

“Kami memulai Skuad karena kami menyadari bahwa bakat ada di mana-mana, tetapi peluang tidak. Dengan kompleksitas perekrutan di pasar luar negeri dan pembayaran lintas batas, perusahaan merasa sulit untuk menemukan dan merekrut bakat yang tepat dan membangun tim global,” ucap Founder dan CEO Skuad Sundeep Sahi dalam keterangan resmi seperti yang dikutip dari e27.

Solusi Skuad

Sahi menjelaskan, misi skuad adalah mengatasi tidak efisiensinya pasar perekrutan, dengan menyesuaikan antara peningkatan jumlah orang yang dapat kerja di mana saja dengan pemberi kerja yang membutuhkan jasa mereka.

Ada dua solusi yang ditawarkan Skuad, yakni membantu klien menemukan  talenta dan mengelola ketenagakerjaan untuk organisasi. Sehingga tidak perlu khawatir tentang regulasi, pajak, penggajian, dan aturan lokal lainnya.

Distribusi talenta terbaik, sambungnya, tidaklah merata. Secara sederhana, ekonomi di negara maju memiliki terlalu sedikit orang untuk mengisi terlalu banyak peran yang membutuhkan keterampilan khusus. Sementara, di negara berkembang, kondisinya terbalik. “Dalam hal ini, pengusaha ekonomi maju perlu membangun tim terdisitribusi dengan orang-orang berbakat yang tinggal dan bekerja di negara berkembang.”

Solusi yang ditawarkan Skuad bisa dibilang mendapat respons positif dari pasar. Dalam dua tahun terakhir, Skuad telah menjaring pengguna dari kalangan perusahaan yang tersebar di 34 negara (sekitar 50% di antaranya datang dari Amerika Utara dan Eropa) dan talenta di 94 negara (sekitar 80% dari negara berkembang).

Kemudian, memproses $120 juta pembayaran tahunan dalam 50 mata uang di seluruh dunia, dan mencatatkan kenaikan ARR (Annual Recurring Revenue) 3x lipat sejak Januari 2022. Sejumlah klien Skuad yang berasal dari Indonesia di antaranya Amartha, Akseleran, Funding Societies, dan Sayurbox.

Perusahaan akan melipatkagandakan pencapaiannya tersebut dengan mengambil sejumlah rencana strategis. Salah satunya, mengakuisisi Codejudge, platform penilaian bakat berbasis data yang mengotomatiskan proses wawancara. Nilai lebih yang ditawarkan tentunya akan memperkuat kemampuan perekrutan di Skuad. Disebutkan akuisisi terhadap startup berbasis di Amerika Serikat ini masih dalam tahap penyelesaian.

Di Balik Perubahan Nama Sampingan Menjadi “Staffinc” dan Rencana Bisnis Berikutnya

Bertujuan untuk bisa menambah kredibilitas dan memberikan jaminan kepada pelanggan baru, Sampingan yang meluncur pada tahun 2018 lalu resmi melakukan rebranding dengan nama baru “Staffinc”.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Staffinc Wisnu Nugrahadi mengungkapkan, perubahan nama ini sekaligus memperkuat layanan dan produk yang mereka tawarkan, bukan hanya fokus kepada pekerja kerah biru part time saja, namun juga full time dan potensi lainnya.

“Kita tidak mau mengubah kultur yang sudah dibangun dan tidak mau menjadi brand yang terlalu korporat dan monoton. Semoga dengan nama baru bisa diterima masyarakat dengan baik, agar bisa diseimbangkan dengan tim yang kita miliki,” kata Wisnu.

Selain nama perusahaan, beberapa aplikasi yang dimiliki juga berganti nama. Aplikasi Sampingan berubah menjadi “Staffinc Jobs”, platform yang dapat dimanfaatkan pencari kerja untuk mencari pekerjaan. Sementara itu, aplikasi Kerjaan yang dapat digunakan pekerja untuk melaporkan kehadiran, memenuhi tugas, dan mendapatkan gaji mereka, semuanya di satu tempat menjadi “Staffinc Work”.

Di usianya yang ke-4, Staffinc juga memiliki target untuk bisa menjadi platform workforce solution dan labour provider terbesar di Asia Tenggara. Menyasar kepada enterprise, perusahaan mengklaim saat ini kebanyakan klien mereka bukan hanya dari startup, namun juga perusahaan yang sudah profitable hingga listing company.

Produk unggulan Staffinc Suite

Staffinc juga memperkuat lini bisnis yang bergerak di bidang sumber daya manusia (SDM) di bawah nama Staffinc Suite. Berbeda dengan platform SDM kebanyakan yang fokus mengatur proses SDM pada tenaga kerja kantoran, layanan  ini merupakan platform SDM digital yang dirancang untuk memberikan transparansi dan fleksibilitas pada kegiatan operasional SDM yang bervolume tinggi dan dilakukan secara harian, contohnya kurir dan sales promotor.

Staffinc Suite memiliki 9 fitur yang difokuskan untuk mengelola kegiatan operasional SDM para pekerja lapangan hanya dalam satu platform dengan beberapa keunggulan utama seperti menyederhanakan proses perekrutan dalam jumlah besar dalam waktu singkat, memudahkan serta memastikan keakuratan proses absensi, hingga mempercepat proses penggajian dengan sistem yang otomatis. Selain menargetkan korporasi, melalui Staffinc Suite mereka juga berharap produk ini bisa digunakan untuk pelaku UMKM.

“Karena enterprise kebutuhannya cukup besar, mereka menggunakan solusi atau layanan dari kita. Untuk perusahaan yang tidak terlalu besar, bisa memanfaatkan tools yang kami miliki. Staffinc Suite adalah extension dari situ, kita menawarkan platform ke perusahaan yang ingin menjalankan proses tersebut dengan sendirinya,” kata Wisnu.

Selain memberikan solusi kepada perusahaan, melalui beberapa program Staffinc juga menawarkan benefit kepada pekerja. Di antaranya adalah training yang lebih ke arah upskill dari pekerja tersebut, disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Yang kedua adalah akses finansial bagi mereka yang telah terkurasi oleh Staffinc dalam bentuk Earned Wage Access (EWA).

Layanan tersebut dihadirkan setelah menerima feedback dari para pekerja yang kerap kesulitan untuk bekerja karena berbagai alasan, mulai dari tidak ada biaya untuk membeli bahan bakar dan lainnya. Dengan benefit ini bagi pekerja yang memiliki performa yang baik, berhak untuk mendapatkan akses finansial dalam bentuk EWA.

Pandemi mengakselerasi platform pekerja kerah biru

Perusahaan mengawali bisnisnya sebagai on-demand platform yang memberdayakan pekerja lapangan dengan menghubungkan mereka kepada beragam pekerjaan. Kini perusahaan telah berevolusi menjadi sebuah layanan tenaga kerja yang inklusif yang melayani kebutuhan staffing seperti rekrut dan mengelola karyawan secara digital sekaligus menjadi platform penyedia kerja bagi para pekerja di Indonesia.

Tercatat saat ini pelanggan dari kalangan enterprise yang telah menggunakan teknologi Staffinc adalah mereka yang menyasar kepada sektor ritel, F&B hingga logistik. Perusahaan tersebut pada umumnya membutuhkan pekerja dengan jumlah besar mulai dari 50 orang ke atas. Hingga saat ini, Staffinc memiliki lebih dari 1 juta mitra, di 80 kota di Indonesia. Layanan staffing digital juga telah digunakan oleh lebih dari 150 perusahaan di Indonesia.

“Di awal mula berdiri, misi kami adalah memberdayakan pekerja dengan memberikan mereka akses ke beragam pekerjaan termasuk part-time dan full-time agar mereka dapat mendapatkan penghasilan. Di sisi lain, kami pun berupaya menjadi solusi ketenagakerjaan yang terpercaya bagi rekan bisnis,” kata Wisnu.

Salah satu alasan mengapa saat ini platform yang menyasar kepada pekerja kerah biru seperti Staffinc tumbuh secara positif di Indonesia adalah, adopsi teknologi yang secara langsung mengakselerasi semua proses yang ada.

Jika dulunya proses untuk wawancara pekerja dilakukan secara langsung atau offline, pandemi membuat proses tersebut beralih secara online. Platform seperti Staffinc yang sejak awal di desain untuk melakukan proses secara digital, menjadi relevan dan tentunya dibutuhkan oleh perusahaan.

“Kita memposisikan diri kita sebagai worksforce solution powerd by technology. Yang kita lihat teknologi untuk streamed line proses, improve value dan reduce cost. Tapi pada akhirnya, untuk enterprise adalah trust, bagaimana kami bisa memberikan layanan dan kepercayaan kepada perusahaan dan pekerja,” kata Wisnu.

Disinggung apakah perusahaan memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahapan lanjutan, Wisnu menegaskan selama mereka menemukan investor yang tepat, peluang untuk menggalang dana tetap terbuka. Namun Wisnu menegaskan dengan kondisi saat ini tentunya akan ada adjustment expectation.

“Pada dasarnya kita membangun perusahaan ini untuk sustainable. Tidak hanya 5-6 tahun saja, kita sudah berusia 4 tahun dan ingin menjadi pemain terbesar. Untuk melakukan itu kita harus memikirkan sustainability. Jika kita menemukan mitra yang tepat, akan membuka kesempatan untuk fundraising,” kata Wisnu.

Awal tahun 2021 lalu perusahaan telah mengantongi pendanaan seri A senilai $5 juta atau setara 71 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin Altara Ventures, dengan partisipasi Access Ventures, XA Network, iSeed SEA, serta dua investor di putaran sebelumnya yakni Golden Gate Ventures dan Antler. Sejauh ini, startup yang didirikan Wisnu Nugrahadi, Margana Mohamad, dan Dimas Pramudya ini berhasil mengumpulkan dana hingga $7,1 juta.

Application Information Will Show Up Here

Pendekatan Berbeda Startup HR-Tech Karun Tangani “Tech-Talent War”

Selama kesenjangan antara supply dan demand terus ada, talent war akan terus terjadi demi mendapatkan calon pekerja terbaik. Celah tersebut menjadi pekerjaan bersama seluruh stakeholder. Di saat yang sama, kesempatan buat para HR-tech masuk menawarkan berbagai solusi memudahkan kedua sisi, mulai dari rekrutmen, sortir, tes, hingga mendapatkan talenta yang dicari, dengan memanfaatkan teknologi digital.

Karun adalah pendatang baru di kalangan startup HR-tech. Startup yang dirintis William Jakfar ini punya ambisi turut serta menyelesaikan masalah “tech-talent war” ini dengan caranya sendiri. Meski William bukan berlatar belakang sebagai HR, ia punya semacam filosofi hidup yang ingin membantu orang lain dengan sesuai kemampuannya. Sebelumnya, ia punya pengalaman mendalam sebagai digital marketing dan bekerja di Bytedance dengan posisi SMB Partner Manager.

“Saya mendirikan Karun dan menjelajahi industri HR/recruitment untuk membantu talent yang merasa helplesss dengan semua keterbatasannya, namun punya daya juang yang tinggi,” ujarnya kepada DailySocial.id.

Karun sendiri diambil dari kata “karuna” dari Bahasa Sanskrit yang bermakna welas-asih (belas kasih/iba).

Platform ReviewKerja

Karun didirikan pada awal tahun ini, dengan menyediakan dua produk, yakni platform ReviewKerja dan services untuk employer branding. Platform ReviewKerja itu sendiri baru dirintis pada awal September ini, sebagai tempat untuk komparasi gaji, review, forum, dan lowongan pekerjaan, untuk talenta teknologi di Indonesia.

Perusahaan dapat memasukkan lowongan ke dalam platform dan maintain employer branding-nya melalui layanan agensi digital yang dikelola Karun. Bila mengenal platform Glassdoor, ReviewKerja punya konsep yang sama. “Layanan employer branding ini memastikan perusahaan tetap relevan dan menjadi pilihan utama para talent dengan strategi digital branding yang tepat.”

Inisiasi William dengan merilis ReviewKerja ingin menyelesaikan tiga hal, yakni “the great resignation”, tingginya turnover tech-talent dengan rata-rata global sebesar 21,35%, dan besarnya kebutuhan tech-talent untuk dukung ekonomi digital dalam satu dekade mendatang. Di industri sendiri, situs komparasi gaji dan review perusahaan secara umum sudah ada, namun ReviewKerja memosisikan diri khusus untuk talenta digital.

Platform ini dibuat khusus untuk mendukung karier di bidang teknologi, khususnya IT, data, dan product dengan mengakses gaji, review tempat kerja di startup dan korporat, sembari berjejaring lewat forum anonim secara aman. “Bayangkan Glassdor + Stack Overflow punya bayi di Indonesia” kata dia.

William melanjutkan, “Navigasi karier profesional IT yang baru maupun senior sangat tergantung dari informasi gaji dan review kerja, namun informasi ini terbatas dan hanya beredar dari mulut ke mulut saja.”

Dalam menjalankan monetisasinya, Karun memberlakukan fee untuk jasa pemasangan lowongan kerja, head-hunter tenaga IT, dan layanan custom employer branding services, termasuk digital branding agar perusahaan menjadi pilihan utama kandidat. Sementara, untuk forum komunitas di platform bersifat gratis untuk para profesional IT.

Perusahaan sudah didukung dengan pendanaan eksternal tahap pra-awal dengan nominal dirahasiakan pada April 2022. Dana tersebut datang dari VC asal Singapura bernama REAPRA. William menjelaskan dana tersebut digunakan untuk mendanai operasional perusahaan, sembari menemukan product-founder-market-fit. Dalam operasional Karun, William dibantu oleh tiga orang intern dan satu part timer.

Karun juga akan memfokuskan peningkatan jumlah pengguna dalam beberapa bulan ke depan, mengingat ReviewKerja baru dirilis bulan ini. “Kami telah menjajaki partnership untuk recruitment dan employer branding dengan beberapa perusahaan di Indonesia,” tutupnya.

Maxi Kantongi Pendanaan Pra-Awal, Hadirkan Layanan “Mental Wellbeing” untuk Pekerja Profesional

Startup penyedia employee asisstance platform Maxi mengantongi pendanaan pra-awal (pre-seed) dengan nominal yang dirahasiakan. Putaran ini disuntik oleh Co-founder Modalku Iwan Kurniawan, General Partner Javas Venture Alexander Sie To, Founder WeNetwork Antonia Mazza, dan Country Manager LingoAce Emili Nirmala.

Maxi didirikan oleh Julia Erica dan Hariadi Tjandra pada Maret 2022. Misinya mendemokratisasi layanan mental wellbeing dan produktivitas pekerja profesional melalui employee wellbeing program dengan target pasar di Asia Tenggara. Beberapa perusahaan yang telah menggunakan Maxi di antaranya adalah EVOS, Bank Sampoerna, Keyta, dan Amanco.

Dihubungi oleh DailySocial.id, Co-founder Maxi Julia Erica meyakini bahwa penerimaan pasar di Asia Tenggara terhadap produk employee asisstance platform sudah siap karena dapat disesuaikan dengan kebutuhan mereka.

Dihimpun dari situs resminya, Maxi mencatat sebanyak 35% karyawan yang tidak bahagia berpotensi tidak produktif dalam pekerjaannya dan 64% pekerja stres berpotensi mengambil cuti sakit. Selain itu, karyawan yang mengabaikan mental wellbeing bisa berdampak terhadap turnover perusahaan yang tinggi. Sebanyak 4 dari 10 karyawan resign karena stres.

Ia juga menambahkan bahwa pendanaan ini akan digunakan untuk pengembangan aplikasi dan customer acquisition sehingga dapat mencapai product-market fit. “Saat ini kami fokus di B2B, sedangkan B2C [akuisisi] secara organik,” tambahnya.

Meningkatkan mental wellbeing dan produktivitas karyawan lewat  “employee wellbeing program”

Maxi menggunakan pendekatan unik dengan menggunakan anonimitas bagi para penggunanya. Mereka dapat saling terhubung, memberikan feedback, dan berbagi aktivitas. “Artinya, user identity dan activities di aplikasi dibuat secara anonim dari publik dan perusahaan. Dengan begitu, pengguna merasa nyaman untuk berbagi di forum komunitas,” tutur Julia.

Lebih lanjut, Maxi menawarkan sejumlah fitur mulai dari mood tracker, forum diskusi, hingga self-assessment. Ada pula dashboard yang berfungsi untuk mengelola wellbeing program karyawan dan menghasilkan insight mendalam. Modelnya berbasis langganan (subscription), tetapi pengguna dapat menikmati layanan gratis di dua bulan pertama.

Platform wellness profesional

Sekadar informasi, ini kali kedua Co-founder Modalku terlibat dalam pendanaan awal pada platform mental wellness bagi pekerja. Sebelum ini, tiga Co-founder Modalku, yakni Reynold Wijaya, Kelvin Teo, Koh Meng Wong berpartisipasi dalam pendanaan startup Ami.

Ami memiliki misi untuk mempermudah akses perawatan kesehatan mental bagi karyawan yang mengalami stres dalam pekerjaannya. Ami menggunakan model pencocokan karyawan dengan coach untuk berkonsultasi via WhatsApp, tanpa perlu membuat janji. Strategi ini dinilai untuk mempermudah akses dan meningkatkan kenyamanan pengguna seperti berbicara dengan teman.

Co-founder Ami Justin Kim mengaku optimistis dengan kehadiran Ami di Indonesia. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi yang cepat di Indonesia berpotensi memicu peningkatan stres di sebagian tempat kerja. Adapun, pekerja di Asia adalah pekerja paling stres di dunia dengan akses buruk terhadap sumber daya manajemen stres.

Di samping itu, muncul generasi baru karyawan yang lebih berorientasi pada nilai dibandingkan generasi pendahulu mereka. Generasi baru ini mencari lingkungan kehidupan kerja yang benar-benar holistik, otentik, dan seimbang.

Omni HR Memperoleh Pendanaan Pra-Awal 36 Miliar Rupiah, Fokus di Pasar Indonesia dan Singapura

Omni HR memperoleh putaran pendanaan pra-awal (pre-seed) $2,4 juta (sekitar 35,9 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Alpha JWC Ventures dan Picus Capital. Dana segar ini akan digunakan untuk mendukung pengembangan produk all-in-one lebih lanjut, seperti modul rekrutmen dan manajemen kinerja yang ditarget meluncur di semester II 2022.

Sejumlah investor lain yang ikut berpartisipasi antara lain FEBE Ventures, Basis Set Ventures, Ratio Ventures, dan Frances Kang (Horizons Ventures). Putaran pendanaan ini juga didukung sejumlah angel investor, yakni Ultimate Software.

Co-founder Omni HR Brian Ip mengatakan, sebagian besar perusahaan di Asia Tenggara menggunakan software untuk mengelola kebutuhan SDM. Hanya saja produk tersebut hanya mendukung fungsi administrasi dasar, sedangkan banyak proses lain yang masih dilakukan secara manual.

Software di sektor HR termasuk software yang paling membutuhkan lokalisasi dikarenakan aturan ketenagakerjaan setiap negara berbeda. Situasi ini justru dianggap dapat menciptakan peluang bagi pemain lokal yang ingin membangun platform manajemen karyawan secara modern dan scalable,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Sementara, Co-founder & General Partner Alpha JWC Ventures Jefrey Joe menambahkan, “Omni tengah membangun platform secara end-to-end yang mencakup siklus karyawan dan otomatisasi alur kerja demi membantu perusahaan mengelola operasional SDM mereka. Kami meyakini Omni HR punya potensi unik untuk bertumbuh dengan cepat dan menjadi platform SaaS pilihan untuk SDM.”

Sebagai informasi, Omni HR didirikan oleh mantan eksekutif Goldman Sachs Brian Ip dan insinyur data YC Chan pada 2021. Saat ini Omni HR beroperasi di Singapura dan Indonesia.

Omni HR mengembangkan sistem manajemen karyawan yang mendigitalisasi dan mengotomatisasi operasional SDM secara end-to-end dalam satu platform. Saat ini, Omi HR menawarkan berbagai proses automasi SDM, seperti orientasi karyawan dan pengelolaan dokumen.

Lokalisasi pasar

Lebih lanjut, pihaknya menilai saat ini Indonesia tengah mengalami tren pergeseran pada kegiatan HR dari model konvensional ke digital. Sejak soft-launching pada Maret 2022, Co-founder Omni HR YC Chan menyebutkan produknya telah adopsi oleh sejumlah perusahaan untuk berbagai kebutuhan. Pihaknya menyatakan komitmennya untuk berkembang yang dimulai dari pasar Singapura dan Indonesia.

“Kami memiliki traction yang menjanjikan dan kami memulai dengan awal yang baik. Tak hanya itu, posisi kami juga lebih unggul dibanding pemain lama, bukan hanya karena solusi teknologi saja, tetapi juga pemahaman kami terhadap pasar lokal yang memungkinkan kami merancang produk sesuai kebutuhan mereka,” tuturnya.

Selain itu, ujarnya, para investor yang terlibat dalam pendanaan ini membawa kombinasi unik, baik pemahaman operasional maupun dukungan strategis. Bagi perusahaan, Alpha JWC telah banyak memimpin investasi di Asia Tenggara, seperti Ajaib dan Carro. Adapun, Picus Capital memiliki pengalaman luas berinvestasi di perusahaan teknologi SDM, seperti Bennie dan Workmotion.

Omni HR meyakini proses transformasi digital yang tengah berlangsung dan adopsi solusi di Asia Tenggara juga dapat mendorong awareness terhadap pentingnya penggunaan platform manajemen karyawan.

“Kami percaya pasar Asia Tenggara belum banyak diisi oleh solusi komprehensif dan terlokalisasi untuk mengelola tenaga kerja secara efisien. Omni HR telah membangun solusi yang melampaui fungsionalitas administratif dasar untuk mengotomatisasi alur kerja berulang. Kebutuhan ini terakselerasi berkat meningkatnya adopsi solusi di perusahaan dan tren remote working yang kian sulit dikelola dengan infrastruktur IT tradisional.” Tutup Partner & Managing Director di Picus Capital Florian Reichert.

Perkembangan HR-Tech lokal

Pasar HR-Tech di Indonesia dapat dikatakan cukup berkembang. Jumlah pemain yang menawarkan solusi HR juga semakin banyak seiring dengan meningkatnya kebutuhan perusahaan/UMKM dan akselerasi teknologi. Solusi yang ditawarkan juga cukup menyeluruh, mulai dari rekrutmen, pengelolaan karyawan, employee benefit, hingga payroll.

Dalam catatan kami, beberapa startup HR-Tech juga mendapat pendanaan, seperti Mekari yang telah di tahap lanjut, GajiGesa, Fast-8 Group, dan Kini. Lainnya juga tengah agresif memperluas fitur mereka, seperti Payuung dan Vinmo yang meluncurkan platform earned wage access (EWA).

Sebagai salah satu solusi yang banyak diadopsi, EWA cukup banyak dikembangkan startup di Indonesia untuk mengurangi ketergantungan karyawan terhadap pinjaman online berbunga dengan produk dana darurat.

Berdasarkan laporan Verified Market Research, pasar HR Tech global mencapai $23,32 miliar di 2021 dan angkanya diperkirakan menembus $38,86 miliar di 2030. Proyeksi ini utamanya didorong oleh meningkatnya kebutuhan solusi HR oleh perusahaan. 

Adapun, riset PwC di awal tahun ini menyebutkan sejumlah tantangan utama perusahaan di bidang HR yang terdiri dari persoalan rekrutmen (39%), modernisasi sistem (36%), employee upskilling (28%), remote atau hybrid working (24%), dan employee benefit (22%).

Gajiku Snags 16 Billion Rupiah Seed Funding

The earned wage access (EWA) and HR platform, Gajiku, announced an early-stage investment worth of $1.1 million (approximately 16 billion IDR). This round was led by AC Ventures, with the participation of Agung Ventures, Monk’s Hill Ventures Scouts Program, Sampoerna, and several Indonesian angel investors.

The fresh money will be used for product, sales and business development to bring in new customers, focus on large companies, and increase the number of employees across all functions.

The startup was founded in January 2021 by several founders, including Sherman Tanuwidjaja (CEO), with expertise in developing technology focused HR solutions for large clients including Temasek; and Herry Gunawan (CTO), who was the former Head of Engineering at Ruangguru and Lead Engineer at Tokopedia.

The platform

Gajiku is a payroll and employee management solution provider that enables employees to access on-demand payroll through an employer-centric approach. Gajiku offers a complete suite of employee management processes for attendance, payroll disbursement, and KPI tracking, helping employers digitize their human capital and accounting operations.

Companies generally work with large corporations, such as large retail and manufacturing companies with over 1,500 employees per company in average. 90% of employees registered at Gajiku transact at least once a month through partnerships with conglomerates and Indonesian companies.

Gajiku is usually used by labor-intensive companies that employ thousands of blue-collar workers, most of whom are considered unbanked and may work in informal settings. Low financial literacy among Indonesian blue-collar workers has made them particularly vulnerable to moneylenders and other predatory lenders.

These workers are likely to live from paycheck to paycheck or possible to disappear from the workplace due to immense financial stress. By offering Gajiku’s on-demand payroll services, employers can provide a lifesaver for employees, helping them relieve financial stress and reduce employee turnover.

By combining access to earned wages with human resources and financial services, Gajiku is able to provide a complete range of services that increase business efficiency, reduce employee turnover, and provide financial well-being for the Indonesian working class.

“Indonesia’s blue-collar workforce has enormous potential, when assisted with the right tools and opportunities to develop. With more businesses putting Indonesia as part of a global supply chain, we are working with employers to improve employee management, while ensuring that their employees are in the best financial position to succeed,” Gajiku’s Co-founder and CEO, Sherman Tanuwidjaja said in an official statement, Thursday (27/1).

AC Ventures’ Managing Partner, Adrian Li added, considering the Indonesian workers often sign informal agreements, employee management is business’ top priority to increase efficiency and reducing turnover.

He believes that Gajiku’s company-centric approach will enable employers to positively impact the majority of employees through access to early wages (EWA) and other financial services possibilities. “We are very excited to support the Gajiku team as they change the way for managing employees in Indonesia,” Li said.

EWA’s penetration

In Indonesia, there are several startups that specifically provide EWA solutions, including GajiGesa, Gigacover, wagely, KoinGaji (from KoinWorks), and HaloGaji (from Halofina). The EWA concept is an adoption of similar solutions that have previously been present in developed countries.

Its existence most likely due to money as the main source of stress in Indonesia, citing the Health Living Index published by AIA. Household finances cause Indonesians more stress than work, relationships, or even physical health.

Another global survey by PwC in 2019 found that 67% of workers reported struggling with financial stress, resulting more than two-thirds of the working population are prone to migraines, depression and anxiety. Many studies have highlighted the effects of employee financial stress on business performance.

According to PwC, workers spend three or more hours per week focusing on financial matters rather than their work. Of the employees who reported financial stress, 12% lost their jobs because of the problem, and 31% felt their productivity was affected. One of three workers admit to being less productive at work because of financial stress.

PwC estimates for a company with 10,000 workers, all these financial stress-related problems could cost up to $3.3 million in one year.

In Indonesia alone, the lower middle class workers still dominate the working class. The World Bank noted that out of a total of 85 million income recipients which include employees, casual workers, and self-employed, only 13 million workers or 15% have enough income to support a middle class life with four family members.

Of this group, only 3.5 million or 4% of workers with middle-class income while enjoying full social benefits and having permanent employee status.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup EWA Gajiku Raih Pendanaan Awal 16 Miliar Rupiah

Startup earned wage access (EWA) dan platform SDM Gajiku mengumumkan perolehan investasi tahap awal sebesar $1,1 juta (sekitar 16 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh AC Ventures, dengan partisipasi dari Agung Ventures, Monk’s Hill Ventures Scouts Program, Sampoerna, dan beberapa angel investor Indonesia.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk pengembangan produk, mendorong penjualan dan pengembangan bisnis untuk mendatangkan pengguna baru, fokus pada perusahaan besar, dan meningkatkan jumlah karyawan di semua fungsi.

Startup ini didirikan pada Januari 2021 oleh sejumlah founder, termasuk Sherman Tanuwidjaja (CEO), dengan pengalaman yang mendalam dalam mengembangkan teknologi yang fokus pada solusi SDM untuk klien besar termasuk Temasek; dan Herry Gunawan (CTO), yang sebelumnya menjabat sebagai Head of Engineering di Ruangguru dan Lead Engineer di Tokopedia.

Platform Gajiku

Gajiku merupakan penyedia solusi penggajian dan manajemen pegawai yang memungkinkan karyawan mengakses gaji sesuai permintaan melalui pendekatan yang berpusat pada pemberi kerja. Gajiku menawarkan rangkaian lengkap proses manajemen karyawan untuk kehadiran, pencairan gaji, dan pelacakan KPI, membantu pemberi kerja mendigitalkan sumber daya manusia dan operasi akuntansi mereka.

Perusahaan umumnya bekerja sama dengan korporasi besar, seperti perusahaan ritel dan manufaktur besar dengan rata-rata lebih dari 1.500 karyawan per perusahaan. 90% dari karyawan terdaftar di Gajiku bertransaksi setidaknya satu bulan sekali melalui kemitraan dengan konglomerat dan perusahaan Indonesia.

Gajiku biasanya digunakan oleh perusahaan padat karya yang mempekerjakan ribuan pekerja kerah biru, yang sebagian besar dianggap tidak memiliki rekening bank dan mungkin bekerja dalam pengaturan informal. Literasi keuangan yang rendah di antara pekerja kerah biru Indonesia telah membuat mereka sangat rentan terhadap rentenir dan pemberi pinjaman predator lainnya.

Para pekerja ini kemungkinan besar hidup dari gaji ke gaji atau cenderung menghilang di tempat kerja karena tekanan keuangan yang sangat besar. Dengan menawarkan layanan penggajian sesuai permintaan Gajiku, pemberi kerja dapat memberikan penyelamat bagi karyawan, membantu mereka meringankan tekanan keuangan dan mengurangi pergantian karyawan.

Dengan menggabungkan akses upah yang diperoleh dengan sumber daya manusia dan layanan pembiayaan, Gajiku mampu menyediakan rangkaian lengkap layanan yang meningkatkan efisiensi bisnis, mengurangi pergantian karyawan, dan memberikan kesejahteraan finansial bagi kelas pekerja Indonesia.

“Tenaga kerja kerah biru Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, bila dibantu dengan alat dan kesempatan yang tepat untuk berkembang. Dengan semakin banyaknya bisnis yang melihat Indonesia sebagai bagian dari rantai pasokan global, kami bekerja sama dengan pemberi kerja untuk meningkatkan manajemen karyawan, sekaligus memastikan bahwa karyawan mereka berada dalam posisi keuangan terbaik untuk sukses,” ucap Co-founder dan CEO Gajiku Sherman Tanuwidjaja dalam keterangan resmi, Kamis (27/1).

Managing Partner AC Ventures Adrian Li menambahkan, mengingat pekerja Indonesia sering menandatangani perjanjian informal, manajemen karyawan merupakan prioritas utama bagi bisnis dalam meningkatkan efisiensi dan mengurangi pergantian.

Dia percaya bahwa pendekatan yang berpusat pada perusahaan oleh Gajiku akan memungkinkan para pemberi kerja untuk memberikan dampak positif bagi sebagian besar karyawan melalui akses upah yang lebih awal (EWA) dan kemungkinan layanan keuangan lainnya. “Kami sangat bersemangat untuk mendukung tim Gajiku saat mereka mengubah cara masuk yang besar prises mengelola karyawannya di Indonesia,” kata Li.

Faktor pendorong kehadiran EWA

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa startup yang spesifik menyediakan solusi EWA. Mereka adalah GajiGesa, Gigacover, wagely, KoinGaji (dari KoinWorks), dan HaloGaji (dari Halofina). Kehadiran EWA ini merupakan adopsi dari solusi serupa yang sebelumnya sudah hadir di negara maju.

Faktor pendorongnya, karena uang adalah sumber utama faktor stres di Indonesia, mengutip dari Health Living Index yang diterbitkan oleh AIA. Keuangan rumah tangga menyebabkan orang Indonesia lebih stres daripada pekerjaan, hubungan, atau bahkan kesehatan fisik mereka.

Survei global lainnya yang diselenggarakan PwC pada 2019 menemukan bahwa sebanyak 67% pekerja melaporkan berjuang pada tekanan finansial, yang berarti lebih dari dua pertiga populasi pekerja rentan terhadap migrain, depresi, dan kecemasan. Banyak penelitian menyoroti efek stres keuangan karyawan terhadap kinerja bisnis.

Menurut PwC, pekerja menghabiskan tiga jam atau lebih per minggu untuk fokus pada masalah keuangan daripada pekerjaan mereka. Dari karyawan yang melaporkan stres keuangan, sebanyak 12% kehilangan pekerjaan karena masalah tersebut, dan 31% merasa produktivitas mereka terpengaruh. Satu dari tiga pekerja mengaku kurang produktif di tempat kerja karena stres finansial.

PwC memperkirakan bahwa untuk sebuah perusahaan dengan 10.000 pekerja, semua masalah yang berkaitan dengan tekanan keuangan ini dapat menelan biaya hingga $3,3 juta dalam satu tahun.

Di Indonesia sendiri, pekerja kelas menengah ke bawah masih mendominasi dari kelas pekerja. Bank Dunia mencatat dari total 85 juta penerima pendapatan yang meliputi, pegawai, pekerja kasual, dan wiraswasta, hanya 13 juta pekerja atau 15% yang memiliki pendapatan cukup untuk membiayai kehidupan kelas menengah dengan empat anggota keluarga.

Dari kelompok tersebut, hanya 3,5 juta atau 4% pekerja dengan pendapatan setara kelas menengah sekaligus menikmati manfaat sosial secara utuh dan memiliki status pegawai tetap.

Startup HR-Tech Venteny Rambah Segmen B2C, Incar Pengguna Individu

Startup HR-tech Venteny mengungkapkan kini aplikasinya bisa digunakan karyawan dari perusahaan mana pun secara personal. Sebelumnya untuk menggunakan layanan yang mencoba menyelaraskan kebahagiaan pegawai dengan performa bisnis, perusahaan harus berlangganan. Rencana ini akan direalisasikan pada tahun depan sebagai bagian dari ambisi Venteny menjadi ‘employee superapp’.

Startup asal Filipina ini masuk ke Indonesia sejak 2019, kini sudah menjangkau lebih dari 180 ribu pengguna dari 140 perusahaan dari berbagai skala bisnis dan vertikal industri. Sementara di negara asalnya, Venteny sudah menjangkau lebih dari 250 ribu pengguna dari pertama kali beroperasi di 2015.

Dalam konferensi pers virtual yang digelar kemarin (15/12), VP Brand Communication Venteny Riko Simanjuntak menjelaskan strategi menjangkau semua karyawan sebagai pengguna ini adalah bagian dari rencana perusahaan dalam menggarap segmen B2C untuk menikmati solusi-solusi yang telah dikembangkan.

“Kami berencana untuk menggarap segmen B2C, jadi pengguna Venteny bisa dari berbagai kalangan, terlepas perusahaannya harus bekerja sama dengan Venteny sebelumnya atau tidak,” ucap Riko.

Saat ini secara simultan Venteny menggarap dua segmen, yakni B2B dan B2B2E menawarkan berbagai solusi untuk memenuhi kebutuhan personal karyawan, mulai dari finansial, gaya hidup, hingga pengembangan skill. Perusahaan bekerja sama dengan pihak ketiga yang terpercaya dalam menyediakan solusi tersebut.

Untuk B2B, perusahaan memiliki produk Business Acceleration Program yang memungkinkan pengguna bisnis dari skala UKM untuk mendapat akses pembiayaan dalam rangka meningkatkan bisnisnya. Dalam solusi ini, Venteny menjadi penghubung bagi keduanya.

Sedangkan untuk B2B2E, terdapat berbagai solusi untuk karyawan, seperti V-Merchant untuk kebutuhan gaya hidup, V-Academy untuk pengembangan skill, V-Insurance untuk penyediaan asuransi, dan V-Nancial untuk solusi kebutuhan dana darurat yang tersedia eksklusif untuk karyawan dengan pendapatan bulanan.

Menurutnya, solusi yang ditawarkan oleh pemain seperti Venteny ini untuk menjawab kebutuhan karyawan akan semakin berkembang. Karyawan akan lebih kritis dalam memilih perusahaan terbaik untuk berkarir. Pelaku industri akan semakin agresif dalam mencari talenta terbaik yang bisa mengakselerasi tujuan perusahaan. Sehingga, perusahaan perlu mengantisipasi situasi tersebut dari sekarang dengan meningkatkan daya saing dan menekan rasio turn over yang tinggi.

Rico bilang, mitra untuk Business Acceleration Program dan V-Nancial telah memperoleh izin dari OJK. Oleh karenanya, hal ini berdampak pada peningkatan pengguna eksklusif yang naik 150% dan unduhan aplikasi yang tumbuh signifikan hingga 15 kali lipat pada tahun ini. “Artinya, di luar perusahaan, individu semakin tanggap dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan profesional dan personalnya sebagai pekerja.”

Peningkatan lainnya turut terlihat dari pertumbuhan jumlah bisnis yang bergabung sebagai klien naik hingga 115% dan pendapatan Venteny naik 200%. Pengguna bisnis Venteny ini berasal dari berbagai vertikal industri, seperti trading, jasa, ritel, hingga manufaktur. Perusahaan menetapkan sejumlah biaya admin untuk setiap solusi yang digunakan oleh pengguna bisnis sebagai strategi monetisasinya.

Rencana berikutnya

Dalam kesempatan tersebut turut hadir Founder & CEO Group Venteny Junichiro Waide. Waide menuturkan rencana Venteny berikutnya di Indonesia akan lebih masif menggarap segmen B2B2E. Pertama, membuka kantor cabang dalam mengupayakan pemerataan layanannya, seperti Jawa Timur, Sumatera, Bali, Kalimantan, hingga Indonesia Timur. Sejauh ini Venteny sudah ada di Jabodetabek, Palembang, Lampung, Surabaya, dan Banjarmasin.

Kedua, mempersiapkan program My Benefits, yang didesain khusus berdasarkan orientasi divisi HR (Human Resources) di perusahaan. Selama ini, divisi HRD kerap menemui dilema dalam menemukan titik tengah antara kebutuhan karyawan dan kemampuan perusahaan, biasanya karena anggaran dan sumber daya yang terbatas.

My Benefits mengusung skema berlangganan yang dibayarkan perusahaan untuk para karyawannya. Karyawan dapat menggunakan fitur-fitur Venteny yang eksklusif, dan tidak bisa dinikmati pengguna biasa. Hal ini dapat membantu HRD melakukan efisiensi anggaran internal dan eksternal, misalnya untuk anggaran pelatihan, asuransi, hingga penyediaan perks atau fasilitas-fasilitas penunjang gaya hidup.

“Karyawan merupakan penggerak utama bisnis perusahaan, untuk itu perusahaan perlu lebih fokus dalam menjaga motivasi dan kebahagiaan mereka sebagai individu. Perusahaan harus lebih terbuka menerapkan inisiatif-inisiatif yang menyasar tantangan tersebut. Di sinilah Venteny hadir untuk menjadi solusi bagi perusahaan tanpa harus mengeluarkan budget besar dan tenaga besar untuk membangun sistem,” jelas Jun.

Dia melanjutkan, terkait prospek bisnis di tahun depan, wilayah Asia Tenggara merupakan market yang cemerlang karena perusahaan kecil dan menengah berpotensi menjadi tulang punggung perekonomian negara. Menurut data Asian Development Bank, kontribusi perusahaan SME di Indonesia terhadap GDP (Gross Domestic Product) mencapai 61%.

Perusahaan SME dinilai dapat menyerap jutaan tenaga kerja. Situasi tersebut melahirkan lebih banyak tantangan lain, seperti kompetisi menjaring talenta terbaik, retensi karyawan, masalah produktivitas, serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat. “Dalam beberapa tahun ke depan, SME akan menjadi pusat perekonomian, jika SME berkembang, maka perekonomian negara ikut berkembang,” pungkas dia.

Application Information Will Show Up Here

Platform SaaS HR “Pegaw.ai” Resmi Diluncurkan, Layani Bisnis di Berbagai Skala

Bertujuan untuk menawarkan solusi yang komprehensif, produk HRMS (Human Resources Management System) yang didirikan dan dikembangkan oleh Phincon bernama “Pegaw.ai” diluncurkan.

Sebagai produk SaaS (Software as a Service), Pegaw.ai menawarkan berbagai paket modul berlangganan yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dari perusahaan kecil, menengah, sampai korporasi.

Kepada DailySocial, Product Head Pegaw.ai Steven Sebastian mengungkapkan, platform tersebut mampu membantu pengelolaan SPT pegawai, dalam fitur ini perusahaan dapat merekap pajak yang berbentuk SPT 1721 A1. Selain itu juga memungkinkan pegawai untuk bisa mengakses secara mandiri formulir SPT tanpa merepotkan tim HR demi kemudahan pelaporan pajak pribadi tahunan.

Selain itu fitur-fitur yang juga ditawarkan oleh Pegaw.ai di antaranya modul Penggajian, Employee Self-Service (ESS), Pengelolaan Cuti & Lembur, Pengelolaan Struktur Organisasi, dan berbagai hal lain terkait kepegawaian.

“Pegaw.ai memahami bahwa proses migrasi dan integrasi data merupakan hal yang krusial bagi perusahaan, sehingga Pegaw.ai merancang fitur ‘Migrasi Data’ untuk dapat meminimalisir ketidakcocokan data pegawai yang dimigrasikan bahkan dari platform lain sekalipun,” kata Steven.

Sejak tahun 2020, Pegaw.ai ditujukan sebagai platform manajemen pegawai yang dapat menyederhanakan seluruh pekerjaan tim HR. Selain itu, fitur-fitur yang ditawarkan juga selalu disesuaikan dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku di Indonesia.

Produk SaaS yang menyasar solusi HR cukup berkembang, beberapa startup bermain di ranah tersebut. Misalnya Fast-8 Group, mereka memiliki empat aplikasi untuk manajemen pegawai dengan fungsi yang spesifik, meliputi: Hadirr, Benefide, Gadjian, dan Pagawe. Pemain lain ada Mekari, selain aplikasi Talenta, terbaru mereka meluncurkan Flex untuk bantu perusahaan kelola tunjangan pegawai. Selain itu masih banyak startup lain yang mencoba mendemokratisasi sistem tata kelola personalia, di antaranya Catapa, Synergo, KaryaONE, dan lain-lain.

Pandemi akselerasi platform HR

Saat ini sudah banyak perusahaan yang mengimplementasikan platform HR tapi belum terintegrasi ataupun otomatis secara prosesnya, sehingga divisi HR masih memiliki kendala dalam pengelolaan administrasi (payroll, pajak, absensi, formulir SPT, dan lainnya). Saat pandemi kemudian menjadi momen yang tepat untuk menghadirkan platform Pegawai.ai kepada target pengguna.

“Pandemi ini justru menjadi inspirasi bagi Pegaw.ai untuk dapat membantu perusahaan untuk bisa mengelola administrasi kepegawaian yang otomatis dan komprehensif, serta mendorong perusahaan untuk bisa mengurangi integrasi manual,” kata Steven.

Dari strategi pemasaran, saat ini Pegaw.ai fokus melakukan edukasi dan pemasaran secara online ke perusahaan mengenai kebutuhan akan HRMS sebagai platform menyeluruh untuk kepegawaian. Aplikasi Pegaw.ai sudah dienkripsi menggunakan metode AES 256 atau The Advanced Encryption Standard, sebuah sistem penyandian blok (block cipher) yang sudah terbukti untuk melindungi informasi sensitif. AES memberikan keamanan tambahan dengan ekspansi proses penyandian.

Pegaw.ai juga memiliki sistem Open API, untuk kebutuhan integrasi ke aplikasi lain [misal yang sudah dikembangkan perusahaan]. Hal ini membantu sistem pengelolaan yang fleksibel dan seamless.

“Sebagai solusi HRMS, Pegaw.ai ingin menjadi pemain utama yang membantu perusahaan kecil, menengah, hingga perusahaan besar untuk bisa mengelola administrasi kepegawaian dengan otomatis dan komprehensif,” kata Steven.

Pengembang SaaS Manajemen SDM Asal India “Darwinbox” Perkuat Kehadiran di Indonesia

Startup SaaS HR asal India, Darwinbox, mengumumkan perolehan dana segar senilai $15 juta (lebih dari 211 miliar Rupiah) yang dipimpin Salesforce Ventures, diikuti investor sebelumnya Sequoia Capital India dan Lightspeed Venture Partners. Putaran ini merupakan kelanjutan dari seri B yang diperoleh perusahaan pada 2019 lalu.

Salesforce Ventures merupakan perusahaan investasi global, bagian dari Salesforce yang fokus membangun ekosistem perusahaan cloud di dunia dan memperluas penggunaan teknologi kepada masyarakat. Ada 400 perusahaan yang masuk ke dalam portofolio termasuk DocuSign, GoCardless, dan Zoom.

Dalam wawancara terbatas bersama media yang turut dihadiri oleh DailySocial, Co-Founder Darwinbox Jayant Paleti menerangkan dana segar akan digunakan untuk mempercepat ekspansi pasar, merekrut mitra baru, mendorong inovasi produk, dan secara signifikan memperbesar tim di Jakarta.

Funding ini untuk melancarkan ekspansi kami di Asia, sebagian besar dana akan kami fokuskan untuk operasional di Indonesia. Rekrut lebih banyak talenta, membuka kantor kecil untuk R&D di Jakarta, dan mempercepat agenda GTM (go to market) kami di wilayah tersebut,” ucap Jayant, Senin (18/1).

Secara terpisah dalam keterangan resmi, perwakilan dari Salesforce Ventures menyampaikan pemanfaatan adopsi cloud di Asia tumbuh luar biasa cepat dan adanya pandemi sejak tahun lalu semakin memperkuat pentingnya digitalisasi dalam mengelola SDM.

“Inovasi yang ditawarkan Darwinbox menjawab kebutuhan perusahaan-perusahaan terkemuka di Asia. Kami sangat senang menjadi bagian dari perjalanan Darwinbox dan mendukung misi mereka untuk memodernisasi teknologi manajemen SDM dan menjadi pemimpin di bidang ini,” kata dia.

Layanan Darwinbox telah digunakan oleh lebih dari 500 perusahaan global dengan satu juta karyawan yang tersebar di lebih dari 60 negara. Perusahaan ini hadir di Indonesia sejak setahun lalu dan memiliki tim terdedikasi untuk mengembangkan eksistensinya.

Hanya dalam kurun waktu singkat ini, solusi Darwinbox telah digunakan oleh perusahaan teknologi, seperti Tokopedia, Indorama, Kopi Kenangan, STP Tower, Alodokter, Pegi Pegi, Nivea, Puma, Axa, Cigna, dan WeWork yang beroperasi di Asia untuk mentransformasi manajemen SDM mereka secara digital.

Aplikasi Darwinbox
Aplikasi Darwinbox

Solusi Darwinbox

Jayant menuturkan, Darwinbox bermain di solusi HR untuk enterprise dengan rata-rata karyawan dari 300-500 orang hingga 60 ribu orang. Platform dapat dimodifikasi sedemikian rupa untuk menyesuaikan kebutuhan yang mereka dan industrinya masing-masing.

Kebanyakan solusi untuk enterprise di skala ini membutuhkan layanan yang komprehensif dan mudah dioperasikan. Oleh karenanya, Darwinbox memiliki layanan komprehensif yang memenuhi kebutuhan pengelolaan SDM di seluruh fase masa kerja karyawan, mulai dari awal bergabung hingga pensiun. Fitur-fitur tersebut seperti proses perekrutan, orientasi, manajemen tenaga kerja (penilaian performa, pengembangan, cuti, dll), manajemen keuangan (pembayaran gaji, dinas, dan proses reimbursement), manajemen kinerja, dan analisis data.

Dia mengklaim seluruh fitur tersebut sudah disesuaikan dengan pemahaman kultur kerja di Asia, seperti kemudahan penggunaan mobile friendly, tingkat konfigurasi tinggi, dan efisiensi waktu untuk penilaian karyawan lebih cepat. Dengan demikian, platform dapat digunakan oleh semua kalangan, baik dari C-level hingga pekerja kerah biru sekalipun.

“Data tarik utama ini membuat Darwinbox mendapat kepercayaan dari perusahaan besar di Indonesia, berkompetisi dengan SAP, Oracle, dan Workday. Solusi ini dibuat sedemikian rupa untuk mendukung kebutuhan perusahaan di Indonesia yang memiliki keunikan tersendiri ditambah dengan ketersediaan penggunaan bahasa Indonesia pada platform.”

Pemanfaatan SaaS di perusahaan konglomerasi yang sudah berusia puluhan tahun, sebelumnya melihat sektor ini cukup esensial dalam rangka mendukung transformasi digital di SDM-nya. Namun akibat pandemi, pola pikir tersebut terakselerasi sangat signifikan.

Jayant mengklaim sepanjang kuartal ketiga dan keempat pada tahun lalu, terjadi peningkatan bisnis yang cukup tajam, terbaik sepanjang perusahaan berdiri. Pada sembilan bulan terakhir, perusahaan berhasil memperoleh hampir 180 perusahaan.

“Kami memastikan bahwa setiap fitur di Darwinbox dibuat mudah untuk digunakan semua orang di perusahaan, dari CEO hingga karyawan di lapangan. Jika seorang karyawan dapat menggunakan Whatsapp, Anda dapat menggunakan Darwinbox. Semudah itu.”

Business Head Darwinbox untuk Indonesia Marcelly Suhali menambahkan, tidak ada celah antara perusahaan teknologi dan perusahaan tradisional saat mengimplementasikan SaaS HR karena ditentukan oleh pola pikir. “Selama mereka menghargai pentingnya digitalisasi, mereka akan memiliki kemampuan untuk mengadopsi, karena sistem ini sangat mudah digunakan bahkan untuk kerah biru,” kata Marcelly.

Jayant menargetkan pada tahun ini perusahaan dapat meningkatkan bisnisnya hingga tiga kali lipat.