Mindtera Raih Tambahan Dana 13 Miliar dari East Ventures dan Seedstars

Startup SaaS penyedia platform Employee Assistance Program (EAP) Mindtera mengumumkan perolehan tambahan putaran tahap awal sebesar $850 ribu (sekitar 13 miliar Rupiah) dipimpin oleh East Ventures. Seedstars International Ventures dan angel investor terkemuka lainnya turut berpartisipasi dalam putaran tersebut.

Tambahan amunisi ini akan dimanfaatkan perusahaan untuk memperluas cakupan operasional B2B demi melayani lebih banyak klien perusahaan. Juga, mengembangkan produk Mindtera dalam upaya menjadi platform program bantuan karyawan terkemuka di Indonesia.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (16/1), perwakilan dari Seedstars International Ventures menyampaikan, dunia telah melihat perubahan besar dalam memahami bagaimana kesehatan mental dan kesejahteraan integral untuk bisnis, tapi masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dilakukan agar dapat berjalan secara efektif.

“Mindtera berada di garis depan perubahan mendasar di tempat kerja dan telah mampu memperluas jangkauannya dengan cepat di ruang SDM Indonesia. Kami sangat senang melihat apa yang dapat mereka ciptakan lebih lanjut di ruang ini dan membantu membangun budaya kerja yang lebih baik bagi perusahaan sambil meningkatkan produktivitas dan keterlibatan karyawan,” ucap General Partner Seedstars International Ventures Patricia Sosrodjojo.

Perkembangan Mindtera

Didirikan pada 2021 oleh Tita Ardiati dan Bayu Puspito Bhaskoro, Mindtera adalah platform yang menggunakan wawasan berbasis data untuk membangun tempat kerja yang produktif dan bahagia. Perusahaan mengelola pengembangan, keterlibatan, dan kesejahteraan karyawan, mengikuti karyawan dari proses perekrutan hingga pensiun.

Menurut studi yang dilakukan oleh McKinsey pada 2021, menunjukkan bahwa jika karyawan tidak sehat secara mental, hal itu akan memengaruhi keuntungan bisnis dalam banyak hal. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyatakan, selain berdampak pada hubungan dan masyarakat, masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan juga merugikan ekonomi global $1 triliun per tahun, terutama dari penurunan produktivitas.

Selama setahun terakhir, Mindtera telah meluncurkan dua platform untuk mengatasi masalah ini, yakni Mindtera Pro dan Mindtera Plus. Produk pertama ini adalah dasbor analisis dan aplikasi dengan rangkaian alat penilaian canggih yang dirancang untuk mengumpulkan dan menganalisis umpan balik karyawan untuk meningkatkan pengalaman mereka di perusahaan.

Sementara itu, Mindtera Plus melayani perusahaan dengan menyediakan akses ke konsultan pembinaan dan pengembangan yang dapat membantu mengatasi berbagai tantangan yang mungkin timbul dalam manajemen dan budaya karyawan.

Co-founder & CEO Mindtera Tita Ardiati mengatakan, “Berinvestasi pada sumber daya manusia itu rumit. Manfaatnya tidak langsung terlihat, tetapi perusahaan akan melihat dampak yang berkelanjutan jika Anda membangun lingkungan kerja yang seimbang dan sehat. Sumber daya manusia adalah sebuah aset berharga bagi pertumbuhan perusahaan. Orang-orang yang bahagia menginspirasi pertumbuhan, jadi jagalah orang-orang Anda, dan Anda akan melihat produktivitas.”

Diklaim, Mindtera telah mempekerjakan lebih dari 10 ribu karyawan dan mendorong peningkatan kesadaran kesejahteraan karyawan sebesar 94%. Perusahaan juga mendapatkan beberapa penghargaan untuk platformnya. Di antaranya, mendapat pengakuan oleh Google Play sebagai Aplikasi Terbaik untuk Dampak Positif 2022 dan Aplikasi Lokal Terbaik 2022, mewakili Indonesia di Google Startups Southeast Asia 2023, dan lainnya.

Pada awal kehadirannya, Mindtera menyediakan produk edu-wellness untuk karyawan perusahaan sebagai solusi atas ketidakseimbangan antara peningkatan kemampuan teknis atau akademis dan EQ yang masih sering ditemui di Indonesia.

Mindtera merancang dan membangun produk edukasi bermuatan kecerdasan majemuk (multi-intelligence approach) yang sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk menghadapi tantangan hidup melalui peningkatan EQ, terutama di saat pandemi COVID-19. Kurikulum kecerdasan majemuk Mindtera telah divalidasi secara ilmiah dan klini oleh para life coach, edukator, dan psikolog klinis.

Application Information Will Show Up Here

Pentingnya Manajemen Talenta di Tengah Gejolak Industri Teknologi

Industri teknologi Indonesia sedang mengalami gejolak, terlihat dari pemberitaan layoff oleh sejumlah startup. Hal ini sering dikaitkan dengan proyeksi resesi global yang akan terjadi di tahun 2023. Perusahaan gencar melakukan efisiensi dan restrukturisasi demi menghindari dampak yang lebih besar serta memperpanjang runway.

Dalam tindak efisiensi ini, karyawan kerap menjadi salah satu yang paling terdampak. Sementara itu, people atau karyawan  sendiri merupakan aset,  bagian esensial dari operasional bisnis dari sebuah perusahaan. Manajemen karyawan yang baik dapat menentukan bagaimana karier perusahaan ke depannya.

Pada awal bulan ini, Alpha JWC Ventures, bekerja sama dengan Kearney dan GRIT, meluncurkan sebuah laporan bertajuk “ASEAN Growth & Scale Talent Playbook”. Survei dilakukan selama Agustus hingga September 2022, melibatkan lebih dari 600 karyawan di 34 perusahaan dari Singapura, Malaysia, Thailand, Indonesia, Vietnam, dan Filipina.

Laporan ini bertujuan untuk mengedukasi dan membantu para founder atau manajemen startup digital dalam menarik, mengelola, dan mengembangkan sumber daya manusia secara efektif dan berkelanjutan. Dengan persaingan yang ketat, pergeseran mindset, serta tantangan ekonomi yang berlangsung, penting bagi para pemangku kepentingan untuk memahami lanskap SDM ini.

Salah satu temuan yang menarik dari riset ini adalah, 9 dari 10 perusahaan teknologi mengalami kesulitan dalam merekrut karyawan berkualitas terutama yang memiliki kemampuan teknis dan non-teknis. Sebaliknya, 91% karyawan mengaku  terbuka untuk meninggalkan perusahaan mereka bila ada kesempatan baru.

Tantangan yang dihadapi

Laporan ini juga memaparkan beberapa alasan karyawan ingin meninggalkan perusahaan untuk mencari kesempatan baru. Sebanyak 32% responden mengungkapkan bahwa kompensasi, termasuk gaji dan benefit sangat mempengaruhi keputusan mereka. Disebutkan bahwa rata-rata karyawan mempertimbangkan pergi demi 15%-30% kenaikan gaji.

Hal ini menimbulkan tantangan baru bagi perusahaan rintisan, utamanya startup berskala kecil, jika harus bersaing dengan giant tech companies yang sudah melakukan ekspansi global dan menawarkan kompensasi yang sangat bersaing. Maka dari itu, perusahaan harus bisa menarik minat para talenta dengan hal lain, seperti kultur perusahaan.

Sumber: ASEAN’s Growth & Scale Talent Playbook

Sebanyak 25% responden mempertimbangkan keluar dari perusahaan karena ketidaksamaan visi dan ketidakcocokan budaya. Maka dari itu, kultur atau budaya kerja dalam sebuah perusahaan menjadi esensial ketika dikaitkan dengan loyalitas karyawannya. Di sisi lain, fleksibilitas juga menjadi salah satu aspek yang juga memengaruhi keputusan karyawan untuk bertahan atau pergi.

Selain itu, 24% responden merasa adanya kebutuhan akan kesempatan untuk belajar dan berkembang dalam sebuah perusahaan. Tanpa hal itu, mereka akan merasa stagnan atau tidak berkembang, yang mendorong mereka untuk mencari kesempatan yang lebih baik di luar untuk mendukung pengembangan kemampuan mereka sendiri.

Manajemen talenta yang ideal

ASEAN’s Growth & Scale Talent Playbook ini diluncurkan sebagai buku panduan untuk membantu para startup dalam menghadapi isu di bidang manajemen tenaga kerja. Dalam laporan ini juga disebutkan enam pilar penting yang dapat digunakan perusahaan untuk menarik, membangun, dan mempertahankan tenaga kerja digital.

Sumber: ASEAN’s Growth & Scale Talent Playbook

Partner & President Director Kearney Shirley Santoso mengungkapkan, “Mengembangkan sumber daya manusia yang solid adalah salah satu prioritas terpenting dan kunci utama bagi perusahaan agar visi digital mereka dapat berhasil. Tentunya hal ini baru dapat dicapai dengan adanya usaha bersama antara pimpinan perusahaan dan jajaran lainnya dalam upaya yang berkelanjutan, juga mencakup seluruh tingkat organisasi.”

Turut hadir dalam diskusi panel peluncuran laporan ini, Co-founder dan CEO Bobobox Indra Gunawan. Ia mengungkapkan bahwa value perusahaan adalah sesuatu yang esensial untuk menjamin keberlangsungan bisnis. Di Bobobox sendiri, ada tiga value yang selalu dipegang erat, yaitu attitude, obsessive curiousity, serta overcommunicate. Menurutnya, tiga nilai ini  dapat menciptakan resistensi perusahaan terhadap berbagai pengaruh negatif yang mengancam.

Co-founder dan CEO Lemonilo Shinta Nurfauzia yang juga menjadi salah satu pembicara dalam acara tersebut ikut membagikan opininya. Ia mengaku masih berjibaku untuk bisa mendapatkan talenta berkualitas, bahkan ia harus merekrut teman atau relasi yang sudah dipercaya untuk membantu di masa awal perusahaan.

Tidak mudah menemukan orang yang memiliki visi yang sama dengan perusahaan yang menjual produk bercita rasa ‘sehat’ dengan harga yang relatif lebih mahal. Hingga kini, perusahaan telah memutuskan untuk mempertahankan jumlah yang relatif kecil sampai beberapa putaran pendanaan ke depan.

Dengan total karyawan sekitar 250 orang, strategi ini terbukti menguntungkan baik bagi perusahaan maupun karyawan. “Kami ingin menjaga agar jumlah kami tetap kecil sehingga setiap keuntungan atau apapun yang dihasilkan perusahaan, semuanya kembali ke sejumlah kecil orang dan kami dapat memberi [karyawan] lebih baik,” ujarnya.

Omni HR Memperoleh Pendanaan Pra-Awal 36 Miliar Rupiah, Fokus di Pasar Indonesia dan Singapura

Omni HR memperoleh putaran pendanaan pra-awal (pre-seed) $2,4 juta (sekitar 35,9 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Alpha JWC Ventures dan Picus Capital. Dana segar ini akan digunakan untuk mendukung pengembangan produk all-in-one lebih lanjut, seperti modul rekrutmen dan manajemen kinerja yang ditarget meluncur di semester II 2022.

Sejumlah investor lain yang ikut berpartisipasi antara lain FEBE Ventures, Basis Set Ventures, Ratio Ventures, dan Frances Kang (Horizons Ventures). Putaran pendanaan ini juga didukung sejumlah angel investor, yakni Ultimate Software.

Co-founder Omni HR Brian Ip mengatakan, sebagian besar perusahaan di Asia Tenggara menggunakan software untuk mengelola kebutuhan SDM. Hanya saja produk tersebut hanya mendukung fungsi administrasi dasar, sedangkan banyak proses lain yang masih dilakukan secara manual.

Software di sektor HR termasuk software yang paling membutuhkan lokalisasi dikarenakan aturan ketenagakerjaan setiap negara berbeda. Situasi ini justru dianggap dapat menciptakan peluang bagi pemain lokal yang ingin membangun platform manajemen karyawan secara modern dan scalable,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Sementara, Co-founder & General Partner Alpha JWC Ventures Jefrey Joe menambahkan, “Omni tengah membangun platform secara end-to-end yang mencakup siklus karyawan dan otomatisasi alur kerja demi membantu perusahaan mengelola operasional SDM mereka. Kami meyakini Omni HR punya potensi unik untuk bertumbuh dengan cepat dan menjadi platform SaaS pilihan untuk SDM.”

Sebagai informasi, Omni HR didirikan oleh mantan eksekutif Goldman Sachs Brian Ip dan insinyur data YC Chan pada 2021. Saat ini Omni HR beroperasi di Singapura dan Indonesia.

Omni HR mengembangkan sistem manajemen karyawan yang mendigitalisasi dan mengotomatisasi operasional SDM secara end-to-end dalam satu platform. Saat ini, Omi HR menawarkan berbagai proses automasi SDM, seperti orientasi karyawan dan pengelolaan dokumen.

Lokalisasi pasar

Lebih lanjut, pihaknya menilai saat ini Indonesia tengah mengalami tren pergeseran pada kegiatan HR dari model konvensional ke digital. Sejak soft-launching pada Maret 2022, Co-founder Omni HR YC Chan menyebutkan produknya telah adopsi oleh sejumlah perusahaan untuk berbagai kebutuhan. Pihaknya menyatakan komitmennya untuk berkembang yang dimulai dari pasar Singapura dan Indonesia.

“Kami memiliki traction yang menjanjikan dan kami memulai dengan awal yang baik. Tak hanya itu, posisi kami juga lebih unggul dibanding pemain lama, bukan hanya karena solusi teknologi saja, tetapi juga pemahaman kami terhadap pasar lokal yang memungkinkan kami merancang produk sesuai kebutuhan mereka,” tuturnya.

Selain itu, ujarnya, para investor yang terlibat dalam pendanaan ini membawa kombinasi unik, baik pemahaman operasional maupun dukungan strategis. Bagi perusahaan, Alpha JWC telah banyak memimpin investasi di Asia Tenggara, seperti Ajaib dan Carro. Adapun, Picus Capital memiliki pengalaman luas berinvestasi di perusahaan teknologi SDM, seperti Bennie dan Workmotion.

Omni HR meyakini proses transformasi digital yang tengah berlangsung dan adopsi solusi di Asia Tenggara juga dapat mendorong awareness terhadap pentingnya penggunaan platform manajemen karyawan.

“Kami percaya pasar Asia Tenggara belum banyak diisi oleh solusi komprehensif dan terlokalisasi untuk mengelola tenaga kerja secara efisien. Omni HR telah membangun solusi yang melampaui fungsionalitas administratif dasar untuk mengotomatisasi alur kerja berulang. Kebutuhan ini terakselerasi berkat meningkatnya adopsi solusi di perusahaan dan tren remote working yang kian sulit dikelola dengan infrastruktur IT tradisional.” Tutup Partner & Managing Director di Picus Capital Florian Reichert.

Perkembangan HR-Tech lokal

Pasar HR-Tech di Indonesia dapat dikatakan cukup berkembang. Jumlah pemain yang menawarkan solusi HR juga semakin banyak seiring dengan meningkatnya kebutuhan perusahaan/UMKM dan akselerasi teknologi. Solusi yang ditawarkan juga cukup menyeluruh, mulai dari rekrutmen, pengelolaan karyawan, employee benefit, hingga payroll.

Dalam catatan kami, beberapa startup HR-Tech juga mendapat pendanaan, seperti Mekari yang telah di tahap lanjut, GajiGesa, Fast-8 Group, dan Kini. Lainnya juga tengah agresif memperluas fitur mereka, seperti Payuung dan Vinmo yang meluncurkan platform earned wage access (EWA).

Sebagai salah satu solusi yang banyak diadopsi, EWA cukup banyak dikembangkan startup di Indonesia untuk mengurangi ketergantungan karyawan terhadap pinjaman online berbunga dengan produk dana darurat.

Berdasarkan laporan Verified Market Research, pasar HR Tech global mencapai $23,32 miliar di 2021 dan angkanya diperkirakan menembus $38,86 miliar di 2030. Proyeksi ini utamanya didorong oleh meningkatnya kebutuhan solusi HR oleh perusahaan. 

Adapun, riset PwC di awal tahun ini menyebutkan sejumlah tantangan utama perusahaan di bidang HR yang terdiri dari persoalan rekrutmen (39%), modernisasi sistem (36%), employee upskilling (28%), remote atau hybrid working (24%), dan employee benefit (22%).

Startup HR-Tech Venteny Rambah Segmen B2C, Incar Pengguna Individu

Startup HR-tech Venteny mengungkapkan kini aplikasinya bisa digunakan karyawan dari perusahaan mana pun secara personal. Sebelumnya untuk menggunakan layanan yang mencoba menyelaraskan kebahagiaan pegawai dengan performa bisnis, perusahaan harus berlangganan. Rencana ini akan direalisasikan pada tahun depan sebagai bagian dari ambisi Venteny menjadi ‘employee superapp’.

Startup asal Filipina ini masuk ke Indonesia sejak 2019, kini sudah menjangkau lebih dari 180 ribu pengguna dari 140 perusahaan dari berbagai skala bisnis dan vertikal industri. Sementara di negara asalnya, Venteny sudah menjangkau lebih dari 250 ribu pengguna dari pertama kali beroperasi di 2015.

Dalam konferensi pers virtual yang digelar kemarin (15/12), VP Brand Communication Venteny Riko Simanjuntak menjelaskan strategi menjangkau semua karyawan sebagai pengguna ini adalah bagian dari rencana perusahaan dalam menggarap segmen B2C untuk menikmati solusi-solusi yang telah dikembangkan.

“Kami berencana untuk menggarap segmen B2C, jadi pengguna Venteny bisa dari berbagai kalangan, terlepas perusahaannya harus bekerja sama dengan Venteny sebelumnya atau tidak,” ucap Riko.

Saat ini secara simultan Venteny menggarap dua segmen, yakni B2B dan B2B2E menawarkan berbagai solusi untuk memenuhi kebutuhan personal karyawan, mulai dari finansial, gaya hidup, hingga pengembangan skill. Perusahaan bekerja sama dengan pihak ketiga yang terpercaya dalam menyediakan solusi tersebut.

Untuk B2B, perusahaan memiliki produk Business Acceleration Program yang memungkinkan pengguna bisnis dari skala UKM untuk mendapat akses pembiayaan dalam rangka meningkatkan bisnisnya. Dalam solusi ini, Venteny menjadi penghubung bagi keduanya.

Sedangkan untuk B2B2E, terdapat berbagai solusi untuk karyawan, seperti V-Merchant untuk kebutuhan gaya hidup, V-Academy untuk pengembangan skill, V-Insurance untuk penyediaan asuransi, dan V-Nancial untuk solusi kebutuhan dana darurat yang tersedia eksklusif untuk karyawan dengan pendapatan bulanan.

Menurutnya, solusi yang ditawarkan oleh pemain seperti Venteny ini untuk menjawab kebutuhan karyawan akan semakin berkembang. Karyawan akan lebih kritis dalam memilih perusahaan terbaik untuk berkarir. Pelaku industri akan semakin agresif dalam mencari talenta terbaik yang bisa mengakselerasi tujuan perusahaan. Sehingga, perusahaan perlu mengantisipasi situasi tersebut dari sekarang dengan meningkatkan daya saing dan menekan rasio turn over yang tinggi.

Rico bilang, mitra untuk Business Acceleration Program dan V-Nancial telah memperoleh izin dari OJK. Oleh karenanya, hal ini berdampak pada peningkatan pengguna eksklusif yang naik 150% dan unduhan aplikasi yang tumbuh signifikan hingga 15 kali lipat pada tahun ini. “Artinya, di luar perusahaan, individu semakin tanggap dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan profesional dan personalnya sebagai pekerja.”

Peningkatan lainnya turut terlihat dari pertumbuhan jumlah bisnis yang bergabung sebagai klien naik hingga 115% dan pendapatan Venteny naik 200%. Pengguna bisnis Venteny ini berasal dari berbagai vertikal industri, seperti trading, jasa, ritel, hingga manufaktur. Perusahaan menetapkan sejumlah biaya admin untuk setiap solusi yang digunakan oleh pengguna bisnis sebagai strategi monetisasinya.

Rencana berikutnya

Dalam kesempatan tersebut turut hadir Founder & CEO Group Venteny Junichiro Waide. Waide menuturkan rencana Venteny berikutnya di Indonesia akan lebih masif menggarap segmen B2B2E. Pertama, membuka kantor cabang dalam mengupayakan pemerataan layanannya, seperti Jawa Timur, Sumatera, Bali, Kalimantan, hingga Indonesia Timur. Sejauh ini Venteny sudah ada di Jabodetabek, Palembang, Lampung, Surabaya, dan Banjarmasin.

Kedua, mempersiapkan program My Benefits, yang didesain khusus berdasarkan orientasi divisi HR (Human Resources) di perusahaan. Selama ini, divisi HRD kerap menemui dilema dalam menemukan titik tengah antara kebutuhan karyawan dan kemampuan perusahaan, biasanya karena anggaran dan sumber daya yang terbatas.

My Benefits mengusung skema berlangganan yang dibayarkan perusahaan untuk para karyawannya. Karyawan dapat menggunakan fitur-fitur Venteny yang eksklusif, dan tidak bisa dinikmati pengguna biasa. Hal ini dapat membantu HRD melakukan efisiensi anggaran internal dan eksternal, misalnya untuk anggaran pelatihan, asuransi, hingga penyediaan perks atau fasilitas-fasilitas penunjang gaya hidup.

“Karyawan merupakan penggerak utama bisnis perusahaan, untuk itu perusahaan perlu lebih fokus dalam menjaga motivasi dan kebahagiaan mereka sebagai individu. Perusahaan harus lebih terbuka menerapkan inisiatif-inisiatif yang menyasar tantangan tersebut. Di sinilah Venteny hadir untuk menjadi solusi bagi perusahaan tanpa harus mengeluarkan budget besar dan tenaga besar untuk membangun sistem,” jelas Jun.

Dia melanjutkan, terkait prospek bisnis di tahun depan, wilayah Asia Tenggara merupakan market yang cemerlang karena perusahaan kecil dan menengah berpotensi menjadi tulang punggung perekonomian negara. Menurut data Asian Development Bank, kontribusi perusahaan SME di Indonesia terhadap GDP (Gross Domestic Product) mencapai 61%.

Perusahaan SME dinilai dapat menyerap jutaan tenaga kerja. Situasi tersebut melahirkan lebih banyak tantangan lain, seperti kompetisi menjaring talenta terbaik, retensi karyawan, masalah produktivitas, serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat. “Dalam beberapa tahun ke depan, SME akan menjadi pusat perekonomian, jika SME berkembang, maka perekonomian negara ikut berkembang,” pungkas dia.

Application Information Will Show Up Here

Startup Pengembang Aplikasi Bukugaji Raih Pendanaan 69,5 Miliar Rupiah

Vara selaku pengembang SaaS untuk pengelolaan sumber daya manusia (SDM) di UMKM hari ini (13/7) mengumumkan perolehan pendanaan awal senilai $4,8 juta atau setara 69,5 miliar Rupiah. Investasi diperoleh dari sejumlah pemodal ventura, meliputi Go-Ventures, RTP Global, Alpha JWC Ventures, Surge dari Sequoia Capital India, FEBE Ventures, dan Taurus Ventures.

Bukugaji adalah aplikasi awal yang mereka kembangkan untuk pasar Indonesia. Di dalamnya meliputi layanan digital untuk daftar kehadiran hingga sistem penggajian. Solusi ini dilatar belakangi proses pengelolaan personalia di kalangan UMKM yang sebagian besar masih manual. Perangkat lunak SDM umumnya juga berharga yang relatif mahal bagi UMKM dan juga memiliki kompleksitas yang tinggi.

Kesulitan yang muncul dari pengelolaan SDM yang sporadis dan analog ini tak jarang mempengaruhi karyawan yang umumnya tidak pernah memiliki akses untuk mendapatkan riwayat pekerjaan formal. Salah satu masalah yang sering muncul adalah sulitnya akses bagi karyawan ini mendapatkan layanan finansial dari lembaga keuangan tradisional seperti bank.

Startup ini didirikan oleh Vidush Mahansaria dan Abhinav Karale sejak November 2020. Mereka juga sempat mengikuti program akselerasi Surge kohort kelima. Selanjutnya dana yang diperoleh akan difokuskan untuk mengembangkan produk dan meningkatkan kapabilitas fitur yang dimiliki Bukugaji. Sejauh ini aplikasi tersebut diklaim sudah digunakan untuk mengelola sekitar 100 ribu staf.

Untuk berbagai skala bisnis, sejauh ini ada berbagai startup yang menggarap layanan SaaS untuk pengelolaan SDM. Di antaranya Pegaw.ai, Catapa, Synergo, KaryaOne, Mekari, dan lain sebagainya.

Masuknya Bukugaji menambah panjang pemain digital di ekosistem yang menggarap segmen UMKM. Sebelumnya cukup ramai kehadiran pengembang aplikasi pencatatan arus kas bagi pelaku bisnis kecil oleh startup seperti BukuKas, BukuWarung, dan beberapa pemain lokal lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Platform SaaS HR “Pegaw.ai” Resmi Diluncurkan, Layani Bisnis di Berbagai Skala

Bertujuan untuk menawarkan solusi yang komprehensif, produk HRMS (Human Resources Management System) yang didirikan dan dikembangkan oleh Phincon bernama “Pegaw.ai” diluncurkan.

Sebagai produk SaaS (Software as a Service), Pegaw.ai menawarkan berbagai paket modul berlangganan yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dari perusahaan kecil, menengah, sampai korporasi.

Kepada DailySocial, Product Head Pegaw.ai Steven Sebastian mengungkapkan, platform tersebut mampu membantu pengelolaan SPT pegawai, dalam fitur ini perusahaan dapat merekap pajak yang berbentuk SPT 1721 A1. Selain itu juga memungkinkan pegawai untuk bisa mengakses secara mandiri formulir SPT tanpa merepotkan tim HR demi kemudahan pelaporan pajak pribadi tahunan.

Selain itu fitur-fitur yang juga ditawarkan oleh Pegaw.ai di antaranya modul Penggajian, Employee Self-Service (ESS), Pengelolaan Cuti & Lembur, Pengelolaan Struktur Organisasi, dan berbagai hal lain terkait kepegawaian.

“Pegaw.ai memahami bahwa proses migrasi dan integrasi data merupakan hal yang krusial bagi perusahaan, sehingga Pegaw.ai merancang fitur ‘Migrasi Data’ untuk dapat meminimalisir ketidakcocokan data pegawai yang dimigrasikan bahkan dari platform lain sekalipun,” kata Steven.

Sejak tahun 2020, Pegaw.ai ditujukan sebagai platform manajemen pegawai yang dapat menyederhanakan seluruh pekerjaan tim HR. Selain itu, fitur-fitur yang ditawarkan juga selalu disesuaikan dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku di Indonesia.

Produk SaaS yang menyasar solusi HR cukup berkembang, beberapa startup bermain di ranah tersebut. Misalnya Fast-8 Group, mereka memiliki empat aplikasi untuk manajemen pegawai dengan fungsi yang spesifik, meliputi: Hadirr, Benefide, Gadjian, dan Pagawe. Pemain lain ada Mekari, selain aplikasi Talenta, terbaru mereka meluncurkan Flex untuk bantu perusahaan kelola tunjangan pegawai. Selain itu masih banyak startup lain yang mencoba mendemokratisasi sistem tata kelola personalia, di antaranya Catapa, Synergo, KaryaONE, dan lain-lain.

Pandemi akselerasi platform HR

Saat ini sudah banyak perusahaan yang mengimplementasikan platform HR tapi belum terintegrasi ataupun otomatis secara prosesnya, sehingga divisi HR masih memiliki kendala dalam pengelolaan administrasi (payroll, pajak, absensi, formulir SPT, dan lainnya). Saat pandemi kemudian menjadi momen yang tepat untuk menghadirkan platform Pegawai.ai kepada target pengguna.

“Pandemi ini justru menjadi inspirasi bagi Pegaw.ai untuk dapat membantu perusahaan untuk bisa mengelola administrasi kepegawaian yang otomatis dan komprehensif, serta mendorong perusahaan untuk bisa mengurangi integrasi manual,” kata Steven.

Dari strategi pemasaran, saat ini Pegaw.ai fokus melakukan edukasi dan pemasaran secara online ke perusahaan mengenai kebutuhan akan HRMS sebagai platform menyeluruh untuk kepegawaian. Aplikasi Pegaw.ai sudah dienkripsi menggunakan metode AES 256 atau The Advanced Encryption Standard, sebuah sistem penyandian blok (block cipher) yang sudah terbukti untuk melindungi informasi sensitif. AES memberikan keamanan tambahan dengan ekspansi proses penyandian.

Pegaw.ai juga memiliki sistem Open API, untuk kebutuhan integrasi ke aplikasi lain [misal yang sudah dikembangkan perusahaan]. Hal ini membantu sistem pengelolaan yang fleksibel dan seamless.

“Sebagai solusi HRMS, Pegaw.ai ingin menjadi pemain utama yang membantu perusahaan kecil, menengah, hingga perusahaan besar untuk bisa mengelola administrasi kepegawaian dengan otomatis dan komprehensif,” kata Steven.

CATAPA Focuses on Relevant HR Solution Amid Pandemic

Recently, the HR solutions provider and payroll CATAPA launched a new program called #CATAPAFreeforUMKM. Through this program, Indonesian SMEs can get free access to their services. This is one of the company’s new initiatives in the last six months since the Covid-19 outbreak.

CATAPA’s Founder & CEO Stefanie Suanita acknowledged that the pandemic had both positive and negative impacts on her business. “The negative impact is due to CATAPA’s subscription business model for employees per month,” Stefanie told DailySocial.

It is said during the last few months, corporations in Indonesia have had to hold/reduce their budget for efficiency. Not a few business people – even small to large scale – are forced to lay off their employees.

On the other hand, he continued, this pandemic is forcing the business sector to perform digital transformation. This is because many companies implement Work From Home (WFH) during a pandemic which results in Human Resource (HR) activities must be performed outside the office.

“In this situation, many companies need payroll processing that can be done outside the office, such as at home,” he added.

Stefanie sees this situation as a positive impact because it presents opportunities. For example, an attendance solution can be monitored easily. She also mentioned, there are still many companies that have an attendance system using a fingerprint machine. Meanwhile, this device has the potential to become a medium for virus transmission because of the touching system.

Then the solution for approval of leave or overtime can be processed paperless and from anywhere. From the various possibilities above, his team tries to accommodate the demand of corporations in Indonesia.

“For now, we put more energy into features that are relevant to current conditions. The key is speed and adaptability. This means that CATAPA seeks to launch products or programs that are relevant to current conditions quickly,” she said.

Meanwhile, the #CATAPAFREEforUMKM program which was launched on September 1, is intended only for MSMEs with a maximum number of employees of 20 people. Stefanie said that this program is valid until August 31, 2021. However, it does not rule out the possibility of this program being extended if the enthusiasts continue to grow.

MSMEs will get free access to CATAPA Basic services which include payroll solutions, Time Management (employee attendance management), Employee Self Service / ESS (time management submission and approval portals, company information, and employee data), and Claudia Chatbot.

Previously, CATAPA had also launched a number of initiatives during the pandemic. For example, CATAPA Safe, an application that serves to identify distances between employees while in the work area.

The application, which was released in April 2020, has three main features, Track, Trace, and Isolate. If there are employees who are positive for Covid-19, the company can trace who has been in contact with the employee in question for the past 14 days for immediate isolation.

CATAPA was founded in 2017 and is one of the companies under GDP Venture. As of August 2020, CATAPA users have experienced a growth of more than 300 percent since its inception.

As a general note, the Minister of Cooperatives & Small and Medium Enterprises, Teten Masduki, previously predicted that as many as 50 percent of MSME businesses in Indonesia would go out of business due to the Covid-19 pandemic. The government has also disbursed Rp. 123 trillion for the UMKM assistance program.

As reported by Kompas.com, Workday’s latest report notes that as many as 50 percent of companies in Indonesia prioritize digital transformation, while 31 percent of them actually slow down this effort.

In addition, as many as 41 percent of companies in Indonesia have had difficulty managing new ways of tracing the licensing chain and other operational activities due to the pandemic. This report also states that the company’s ability to utilize digital means is one of the biggest challenges in implementing digital transformation during a pandemic.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

CATAPA Fokuskan pada Kebutuhan Solusi HR yang Relevan Selama Pandemi

Beberapa waktu lalu, penyedia solusi HR dan payroll CATAPA meluncurkan program baru bernama #CATAPAFreeforUMKM. Lewat program ini, UMKM di Indonesia mendapatkan akses gratis pada layanan mereka. Ini merupakan satu dari sekian inisiatif baru perusahaan dalam enam bulan terakhir sejak mewabahnya Covid-19.

Founder & CEO CATAPA Stefanie Suanita mengakui bahwa pandemi membawa dampak positif dan negatif terhadap bisnisnya. “Dampak negatifnya, ini berpengaruh ke bisnis kami karena model bisnis CATAPA adalah biaya berlangganan per karyawan per bulan,” ungkap Stefanie dalam pernyataannya kepada DailySocial.

Hal ini karena selama beberapa bulan terakhir korporasi di Indonesia harus menahan/mengurangi budget demi efisiensi. Tak sedikit pelaku bisnis–berskala kecil hingga besar sekalipun–terpaksa harus merumahkan karyawannya.

Di sisi lain, lanjutnya, pandemi ini memaksa sektor bisnis untuk melakukan transformasi digital. Hal ini karena banyak perusahaan memberlakukan Work From Home (WFH) selama pandemi yang mengakibatkan aktivitas Human Resource (HR) harus dilakukan di luar kantor.

“Dengan situasi ini, banyak perusahaan jadi memerlukan proses penggajian yang dapat dilakukan di luar kantor, seperti di rumah,” tambahnya.

Stefanie melihat situasi ini sebagai dampak positif karena memunculkan peluang. Misalnya, solusi pencatatan kehadiran yang dapat dimonitor dengan mudah. Menurutnya, masih banyak perusahaan yang memberlakukan sistem absensi dengan menggunakan fingeprint machine. Sementara, perangkat ini berpotensi menjadi media penularan virus karena banyaknya sentuhan.

Kemudian solusi untuk persetujuan cuti atau lembur yang bisa diproses secara paperless dan dari mana saja. Dari berbagai kemungkinan di atas, pihaknya berupaya mengakomodasi kebutuhan korporasi di Indonesia.

“Untuk saat ini, kami put more energy pada fitur-fitur yang relevan dengan kondisi saat ini. Kuncinya adalah speed dan adaptability. Artinya, CATAPA berupaya meluncurkan produk atau program yang relevan dengan kondisi saat ini dengan cepat,” tuturnya.

Adapun, program #CATAPAFREEforUMKM yang meluncur  pada 1 September lalu, diperuntukkan hanya untuk UMKM dengan jumlah karyawan maksimal 20 orang. Stefanie menyebutkan bahwa program ini berlaku sampai 31 Agustus 2021. Namun tidak menutup kemungkinan program ini diperpanjang apabila peminatnya terus bertambah.

UMKM akan mendapat akses gratis untuk layanan CATAPA Basic yang mencakup solusi payroll, Time Management (pengelolaan kehadiran karyawan), Employee Self Service/ESS (portal pengajuan dan persetujuan time management, informasi perusahaan, dan data karyawan), dan Claudia Chatbot.

Sebelumnya, CATAPA juga telah meluncurkan sejumlah inisiatif selama masa pandemi. Misalnya, CATAPA Safe, sebuah aplikasi yang berfungsi untuk mengidentifikasi jarak antar-karyawan selama berada di area kerja.

Aplikasi yang dirilis pada April 2020 ini memiliki tiga tujuan utama, yakni Track, Trace, dan Isolate. Apabila ada karyawan yang positif Covid-19, perusahaan dapat melacak siapa yang pernah melakukan kontak dengan karyawan bersangkutan selama 14 hari ke belakang untuk segera diisolasi.

CATAPA berdiri pada 2017 dan merupakan salah satu perusahaan di bawah naungan GDP Venture. Per Agustus 2020, pengguna CATAPA telah mengalami pertumbuhan lebih dari 300 persen sejak pertama berdiri.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya Menteri Koperasi & UKM Teten Masduki memprediksi sebanyak 50 persen bisnis UMKM di Indonesia bakal gulung tikar akibat pandemi Covid-19. Pemerintah pun telah mengucurkan sebesar Rp123 triliun untuk program bantuan UMKM.

Dilansir Kompas.com, laporan terbaru Workday mencatat sebanyak 50 persen perusahaan di Indonesia memprioritaskan transformasi digital, sedangkan 31 persen di antaranya justru memperlambat upaya ini.

Selain itu, sebanyak 41 persen perusahaan di Indonesia kesulitan mengelola cara-cara baru dalam merunut rantai perizinan dan kegiatan operasional lain karena pandemi. Laporan ini juga menyebutkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan sarana digital menjadi salah satu tantangan terbesar dalam melaksanakan transformasi digital di masa pandemi.

Application Information Will Show Up Here

Optimisme Startup SaaS Synergo Permudah Manajemen Kerja Karyawan

Synergo, startup SaaS penyedia solusi SDM, membuat rangkaian sistem teranyar yang dapat memfasilitasi kerja remote semakin meningkat di tengah kebijakan kerja dari rumah diberlakukan. Selama ini penerapan sistem yang terpisah-pisah, alih-alih memaksimalkan pekerjaan justru bisa menurunkan kinerja karyawan.

Sistem tersebut dikembangkan sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang tak lain adalah target pengguna dari Synergo. Dalam perjalanannya, sejak didirikan pada awal 2017, perusahaan fokus pada pengembangan fitur Performance dan Appraisal. Lalu perlahan masuk ke E-Learning, KPI Tracking, Project Management, dan Chat for Work.

Kini Synergo memperkenalkan diri dengan produk terbarunya sebagai Integrated Business Software dengan membuat sistem yang diberi nama Workflow Management System. Fungsinya untuk mengubah berbagai aplikasi penunjang kerja yang biasa dipakai perusahaan seperti Trello, Slack, Salesforce, Asana, dan Dropbox.

“Sehingga perusahaan tetap bisa menjalankan bisnisnya dengan baik dan normal meski seluruh karyawan bekerja dari rumah,” ucap Co-Founder & CEO Synergo Domenico Tukiman kepada DailySocial.

Di dalam Workflow tersebut, Synergo mengakomodir kebutuhan perusahaan untuk memantau jam kerja karyawan secara real time melalui fitur clock-in/clock-out. Karyawan cukup melakukan selfie melalui smartphone dan Background Tracking berbasis GPS dari Synergo akan otomatis mencatat absensi dan di-approve oleh atasannya secara online.

Fitur lainnya adalah SygoChat untuk permudah komunikasi antar tim. Berikutnya, manajemen proyek dengan memanfaatkan kanban board yang dapat digunakan tim untuk mengakses semua data yang ada, serta memonitor tugas karyawan secara lebih efektif melalui SygoChat.

“Dalam waktu dekat kami akan meluncurkan fitur tambahan yakni video dan voice call. Sekarang tengah memasuki tahap beta testing dan akan segera bisa digunakan dalam waktu dekat. Kami harapkan tambahan fitur ini, Synergo semakin dapat melengkapi kebutuhan para pelaku bisnis untuk menjaga produktivitas karyawan.”

Rencana berikutnya

Domenico melanjutkan, solusi SaaS yang ditawarkan Synergo di tengah pandemi memberi dampak terhadap bisnis perusahaan. Tanpa merinci lebih detail, dia mengaku sejak tiga minggu terakhir, jumlah pengguna Synergo yang melakukan self sign up naik 10 kali lipat.

Untuk mengakomodasi lonjakan, perusahaan akan permudah alur self sign up yang lebih mudah agar lebih banyak yang bergabung. Pengguna Synergo datang dari perusahaan skala kecil hingga besar. Beberapa namanya adalah Astra, Ciputra, Bina Nusantara, Elnusa, AEON Credit, Lion Wings, dan Vivere.

Di samping itu, dia mengungkapkan perusahaan sedang mencari putaran pendanaan baru untuk terus mengembangkan produk dan fitur agar semakin seamless. Sebagai catatan, Synergo mengantongi pendanaan pada tahun yang sama di saat mereka berdiri dari East Ventures dengan nominal dirahasiakan.

Selain fitur video dan voice call, perusahaan akan mengembangkan aplikasi yang akan mengintegrasikan layanan e-commerce, POS, accounting, dan lainnya. “Synergo menjadi Communication Hub utama dalam melakukan kontrol bisnis secara menyeluruh,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Program “Academy” Jadi Nilai Plus yang Ditawarkan Platform Pencarian Kerja Jobhun

Jobhun merupakan startup pendukung perkembangan karier. Platform yang awalnya hanya berfungsi sebagai social project, kini berkembang menjadi bisnis menyasar segmen B2B dan B2C. Layanan tersebut mempertemukan pencari kerja dan pemberi kerja dengan cara yang cepat dan mudah.

Kepada DailySocial Founder Jobhun Cynthia Cecilia mengungkapkan, platformnya telah meluncur sejak tahun 2015 lalu di Surabaya, namun baru benar-benar menjadi sebuah bisnis yang berlegalitas pada 2018.

“Untuk B2B, kami memiliki layanan Jobhun Career Hub, berupa portal pekerjaan sederhana yang siap membantu perusahaan mencari kandidat. Kami menggunakan website, Instagram, dan komunitas untuk mencari kandidat yang tepat bagi perusahaan. Layanan ini akan membantu perusahaan mendapatkan kandidat yang tepat, bukan hanya sekadar banyaknya kandidat yang mendaftar saja.”

Cara kerja yang diterapkan adalah, tim Jobhun hanya akan melaporkan kandidat yang sebelumnya sudah dikurasi, yang sesuai dengan kriteria perusahaan saja. Hal ini dilakukan agar HR bisa melakukan proses rekrutmen yang lebih efisien. Sementara untuk B2C, mereka memiliki Jobhun Academy yang menyediakan pelatihan skill secara online dan offline untuk talenta-talenta yang nantinya siap direkrut melalui job portal.

“Jobhun berusaha membantu talenta untuk menemukan arah kariernya dan membekali dengan skill yang saat ini dibutuhkan. Bukan hanya membantu perusahaan untuk mendapatkan banyak kandidat saja, tapi juga membantu mencarikan yang tepat agar proses rekrutmen bisa cepat dilakukan,” Cynthia.

Di Indonesia, sudah banyak sekali situs/aplikasi yang tawarkan layanan serupa. Masing-masing turut sajikan layanan unik untuk memikat pengguna, baik dari kalangan calon pekerja maupun perusahaan pemberi kerja. Beberapa platform yang sudah ada seperti Job2Go, yang hadirkan layanan pencarian kerja berbasis on-demand. Selain itu ada juga Glints yang terapkan sistem automasi untuk mudahkan perusahaan seleksi calon karyawan.

Di samping itu, beberapa platform mulai sasar pangsa pasar yang lebih spesifik. Contohnya yang dilakukan Workmate dan Sampingan untuk merekrut pekerja lepas paruh waktu, membatu bisnis melakukan tugas-tugas seperti survei, mengisi data, hingga visitasi. Sebelumnya ada Techinlabs dan Geekhunter yang juga bantu perusahaan cari talenta, mereka fokus di bidang teknologi informasi yang saat ini jadi buruan berbagai jenis bisnis.

Target bisnis Jobhun

Saat ini Jobhun telah memiliki kurang lebih 15 ribu pengguna aktif dan memiliki 200 alumni Academy. Untuk mitra, mereka telah merangkul sekitar 100 perusahaan yang menggunakan Jobhun Academy dan sekitar 1000 perusahaan memanfaatkan platform perekrutan. Strategi monetisasi yang dilancarkan adalah, mendapatkan profit dari pengguna yang ingin mengikuti Jobhun Academy. Kemudian profit juga didapatkan dari perusahaan yang mencari kandidat.

Tahun ini Jobhun memiliki beberapa target yang ingin dicapai, di antaranya adalah menambah beberapa kelas baru di Jobhun Academy, selain merilis kelas online. Perusahaan juga berencana untuk membuat program berupa kelas offline di Jakarta. Langkah tersebut dilakukan agar bisa menjangkau peserta lebih luas lagi.

Disinggung apakah ada rencana penggalangan dana yang dilancarkan oleh perusahaan, Cynthia menegaskan untuk rencana fundraising di tahun ini belum ada, dan terus berupaya menemukan investor yang tepat. Saat ini Jobhun telah mendapatkan dana tambahan dari angel investor, dan berupaya untuk mencari dana hibah dari beberapa instansi pemerintah.