Verihubs Kembangkan Solusi Verifikasi Berbasis API untuk Perusahaan Digital

Proses verifikasi menjadi komponen penting dalam setiap aktivasi atau transaksi yang terjadi secara digital. Implementasinya sendiri sangat diperlukan untuk mengukur kebenaran dan kompatibilitas satu sama lain dalam berbagai ekosistem perusahaan, termasuk dalam e-commerce, lembaga keuangan, permainan online, dan bahkan media sosial.

Salah satu pemain yang coba menyasar segmen ini adalah Verihubs, sebuah layanan berbasis API yang membantu perusahaan digital dalam proses verifikasi menggunakan sumber data lokal dan mengakses informasi keuangan dan identitas pengguna. Platform ini baru saja lulus dan berhasil meraih seed funding dari program akselerator Y Combinator.

Berawal dari isu pinjaman ilegal yang menerpa salah satu anggota keluarganya, CEO & Co-founder Verihubs, Rick Firnando yang pada saat itu bekerja pada sebuah perusahaan SaaS, mulai melihat hal ini sebagai peluang. Lalu, semasa bekerja ia juga mendapati beberapa permintaan dari perusahaan untuk solusi verifikasi. Pertemuannya dengan Williem yang ketika itu sedang mendalami ilmu AI untuk face recognition di salah satu universitas di Korea, semakin memantapkan niat Rick untuk membangun solusi verifikasi berbasis API ini.

Dalam peluncuran produknya, Rick juga mengungkapkan, “Misi kami adalah untuk membantu perusahaan layanan berbasis digital baru dan yang sudah ada (termasuk fintech) untuk memulai bisnis mereka dan transisi dari verifikasi manual ke proses yang sepenuhnya otomatis, masing-masing dengan menyediakan platform tunggal untuk semua solusi KYC, memungkinkan pelanggan untuk mendapatkan autentikasi, verifikasi, dan otorisasi ke layanan klien kami dalam hitungan detik.”

Model bisnis dan target ke depan

Verihubs mulai menawarkan solusinya di tahun 2019 yang mencakup proses orientasi pelanggan, mulai dari verifikasi nomor telepon, proses KYC ujung ke ujung, deteksi penipuan, hingga menautkan akun bank. Selain itu, platform ini juga menyediakan interkoneksi antarplatform keuangan yang memungkinkan pengguna akhir dapat segera menarik dana langsung dari rekening bank pilihan melalui verifikasi instan.

Teknologi deep learning yang diterapkan diklaim dapat mengurangi risiko kesalahan dan memastikan proses berjalan mulus demi meningkatkan pengalaman pengguna. Perusahaan menggunakan lima teknologi autentikasi berbasis AI, yaitu Face Recognition, Liveness Detection, Face Search, Text Recognition, dan Telco Credit Score.

Dalam perjalanan mengembangkan solusi ini, Rick mengakui adanya tantangan ketika di masa awal mereka masih merintis bisnis. Saat itu perusahaan baru mendapat pre-seed dengan tim yang relatif sedikit, sementara talenta teknis sangat dibutuhkan untuk bisa mengembangkan sebuah platform SaaS. Namun seiring waktu, perusahaan semakin berkembang dan hingga kini timnya telah memiliki 25 anggota dengan 75% adalah tim produk dan engineer.

Perusahaan menerapkan model bisnis berbasis transaction fee, klien akan membayar sesuai dengan jumlah verifikasi yang berhasil dilakukan. Hingga saat ini Verihubs sudah memproses lebih dari 6 juta verifikasi dan dipercaya oleh sekitar 45 perusahaan terkemuka, setengah di antaranya bergerak di bidang keuangan; seperti Payfazz, Bank Central Asia, dan Bank Commonwealth.

Untuk target dalam setahun ke depan, timnya mengaku sedang menjajaki solusi open banking untuk akses finansial. Selain itu, salah satu yang juga ada di pipeline adalah ekspansi ke negara-negara Asia Tenggara seperti Singapura, Thailan, Vietnam dan Malaysia.

Kompetisi pasar

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa layanan yang menargetkan segmen sejenis seperti ASLI RI. Bekerja sama dengan LoginID, perusahaan asal Silicon Valley, ASLI RI luncurkan produk AsliLoginID, sebuah platform Biometric-Authentication as a Service (BaaS) yang mempunyai sertifikasi FIDO2. Sertifikasi tersebut menjadi salah satu standar keamanan yang paling ketat saat ini, diakui secara internasional dan kompatibel dengan beragam jenis sistem operasi perangkat komputasi.

Selain itu, salah satu startup pengembang layanan berbasis kecerdasan buatan Nodeflux juga memiliki lini bisnis yang fokus mengembangkan solusi untuk mempermudah proses eKYC yaitu Identifai. Nodeflux sendiri menjadi salah satu mitra Ditjen Dukcapil sebagai penyedia platform bersama untuk memberikan performa terbaik dalam pemanfaatan data tanpa risiko keamanan.

Terkait lanskap industri SaaS yang spesifik mengembangkan solusi verifikasi berbasis API, Rick turut menyampaikan bahwa dari segi edukasi, target pasar untuk layanan ini sudah memiliki pemahaman yang baik akan pentingnya solusi verifikasi. “Seiring pertumbuhan industri fintech serta perusahaan lain yang berbasis digital, solusi ini akan semakin dibutuhkan dan berkembang,” ujarnya.

Menurut laporan dari ReportLinker, pasar perangkat lunak sebagai layanan (SaaS) global diperkirakan akan tumbuh dari $225,6 miliar pada tahun 2020 menjadi $272,49 miliar pada tahun 2021 dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 20,8%. Pasar diperkirakan akan mencapai $ 436,9 miliar pada tahun 2025 dengan CAGR 12,5%.

Program akselerator

Didirikan pada tahun 2019, Verihubs sempat terlibat dalam beberapa program akselerator. Di akhir tahun 2020, timnya menjadi salah satu partisipan dalam batch pertama dari Startup Studio Indonesia, sebuah program yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia untuk memfasilitasi startup digital yang sedang dalam proses mencapai tahap product-market fit.

Setelah itu, Verihubs juga ikut serta dalam Indigo Demo Day 1-2021 yang diadakan oleh Indigo Creative Nation pada 15 Juni 2021 silam, timnya berkesempatan pitching secara langsung dan disaksikan oleh Venture Capital terkemuka dari dalam dan luar negeri. Dari sini, mereka berhasil meraih perhatian serta pendanaan seed dari program akselerator yang berbasis di Amerika, Y Combinator.

Sebagai salah satu yang berkesempatan untuk menjalani program akselerator YC, Verihubs mengaku mendapat banyak sekali keuntungan selain pendanaan. “Bukan cuma pendanaan, tapi kita juga benar-benar diajari dari sisi produk dan komunitasnya sangat kuat. Kita jadi punya koneksi yang luas untuk bisa going global,” ujar Rick yang saat diwawancara sedang menyiapkan sesi Demo Day dan dijadwalkan lulus dari program Y Combinator di minggu ini.

Dilansir dari Crunchbase, selain Indigo Creative Nation, perusahaan yang berbasis di Indonesia ini juga turut didukung oleh beberapa angel investor untuk pre-seed termasuk dari Co-Founder Payfazz, Hendra Kwik serta Co-Founder & CEO Xfers, Tianwei Liu.

Introducing Sertiva, a Digital Certificate Issuance Service

Based in Yogyakarta, Sertiva is to offer a digital certificate (e-certificate) issuance solutions. It is considered quite relevant to the current conditions, when people are started to organize many online events.

Sertiva’s Co-Founder Saga Iqranegara said, since 2015 he has been quite active in ADITIF, an association for creative industry players. He found the fact that there was an imbalance of talent with competence. From there Sertiva is to connect job seekers and talents through a digital certificate publishing platform.

“I see that the link-and-match issue in the employment industry is quite vital because there is no single data linking the workforce with the industrial world. Then, the idea emerged to create Sertiva, a platform for issuing digital certificates or diplomas, therefore, we can asses someone’s competence which eventually will help the link-and-match process within th the industry,” Saga explained.

Sertiva is designed for three types of users. The first is for the Issuer or certificate issuer, the second is for the certificate holder or recipient, and the third is the Validator or party that verifies the authenticity of the electronic certificate.

“We implement an annual subscription system for Sertiva services. Sertiva’s clients come from various types of organizations, from communities, vocational schools, startups, even state-owned enterprises,” said Saga.

Momentum amid pandemic

Sertifikat Digital Sertiva
Sertiva is accessible through the website platform

The operational has been running for over a year. It has been trusted by 50 issuers consisting of companies and institutions with more than 2500 digital certificate holders.

At first, Saga said that they were pessimistic about the feedback. This is due to its relatively new technology and solutions. However, since the pandemic, where many activities were carried out virtually, Sertiva seemed to have gained momentum and proved that the solution they brought is in demand.

“It is proven by some clients using our service because they had to completely shift the offline to online events. Since mid-2020, we are increasingly convinced that this is the momentum for Sertiva , and our marketing targets are eventually influenced by the current circumstances shifting to e-certificate technology,” Saga added.

Currently, Saga with two other co-founders, Aji Kisworo Mukti and Donni Prabowo are trying to the product. This includes education about digital certificates.

“Our future plan is to expand the adoption of e-certificate technology from Sertiva. There are many people who are mistaken for digital certificates. The certificates in the JPEG or PDF file format that they have issued are not actual e-certificates. What we’ve been doing at Sertiva, it is necessary to provide the widest possible education to the community,” Saga said.

Sertiva is also part of the Telkom Group’s incubator program, Indigo Creative Nation, and has received initial funding through the program. Previously, they were also participants in the DSLaunchpad virtual incubator program held by DailySocial.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Mengenal Sertiva, Layanan Penerbitan Sertifikat Digital

Berkantor di Yogyakarta, Sertiva hadir menawarkan solusi penerbitan sertifikat digital (e-sertifikat). Solusinya dinilai cukup relevan dengan kondisi saat ini, di saat banyak pihak menyelenggarakan kegiatan secara online.

Co-founder Sertiva Saga Iqranegara menjelaskan, sejak 2015 ia cukup aktif di ADITIF, sebuah asosiasi wadah pelaku industri kreatif. Di sana ia menemukan fakta bahwa ada ketimpangan talenta berkompeten dengan kebutuhan. Dari sanalah Sertiva lahir untuk menghubungkan pencari kerja dan talenta melalui platform penerbitan sertiikat digital.

“Saya melihat bahwa isu link and match di dunia ketenagakerjaan lebih dikarenakan tidak ada satu data yang menghubungkan antara tenaga kerja dengan dunia industri. Kemudian muncul ide untuk membuat Sertiva ini, sebuah platform untuk menerbitkan sertifikat atau ijazah digital, sehingga kita bisa melihat kompetensi seseorang yang pada akhirnya nanti bisa membantu link and match dengan dunia kerja,” terang Saga.

Platform Sertiva didesain untuk tiga jenis pengguna. Pertama untuk Issuer atau penerbit sertifikat, kedua untuk Holder atau penerima sertifikat, dan ketiga Verifier atau pihak yang melakukan verifikasi terhadap keaslian sertifikat elektronik.

“Kami menerapkan sistem berlangganan tahunan untuk menggunakan layanan Sertiva. Klien Sertiva datang dari berbagai jenis organisasi, mulai dari komunitas, sekolah vokasi, startup, bahkan BUMN,” terang Saga.

Momentum di tengah pandemi

Sertifikat Digital Sertiva
Layanan Sertiva dapat diakses melalui platform situs webnya

Telah memulai operasional selama satu tahun lebih, saat ini mereka sudah dipercaya 50 penerbit yang terdiri dari perusahaan dan institusi dengan 2500 lebih pemegang sertifikat digital.

Saga bercerita, di awal mereka sempat pesimis solusi mereka bisa diterima. Hal ini tak terlepas dari teknologi dan solusinya tergolong baru. Namun semenjak pandemi, di mana banyak kegiatan dilakukan secara virtual, Sertiva seperti mendapat momentum dan membuktikan bahwa solusi yang mereka tawarkan ternyata banyak yang membutuhkan.

“Terbukti dengan beberapa klien yang datang karena mereka harus mengubah total bentuk kegiatannya ke online. Sejak pertengahan tahun 2020 ini kami semakin yakin momentum buat Sertiva telah datang, dan target marketing kami dengan sendirinya teredukasi oleh keadaan yang membuat mereka shifting ke teknologi e-sertifikat,” lanjut Saga.

Kini Saga, bersama dua co-founder lainnya, Aji Kisworo Mukti dan Donni Prabowo tengah berusaha untuk menyempurnakan produk. Termasuk di dalamnya edukasi mengenai sertifikat digital.

“Rencana kami ke depan adalah meluaskan adopsi teknologi e-sertifikat dari Sertiva. Karena masih banyak yang salah kaprah dengan sertifikat digital. Sertifikat dalam format berkas JPEG atau PDF yang selama ini mereka terbitkan bukanlah e-sertifikat yang sebenarnya. Untuk itu kami di Sertiva merasa perlu melakukan edukasi seluas-luasnya kepada masyarakat,” tutup Saga.

Sertiva juga tergabung pada program inkubator milik Telkom Group, yakni Indigo Creative Nation, dan telah mendapatkan pendanaan awal melalui program tersebut. Sebelumnya mereka juga menjadi peserta program inkubator virtual DSLaunchpad yang diadakan DailySocial.

Andalkan Pengalaman Pengguna yang Ringkas, Aplikasi Kasir Nuta Sasar Pebisnis Mikro Bidang Kuliner dan Ritel

Sejak didirikan pada tahun 2015, layanan point-of-sales Nuta berusaha membantu UKM mendigitalkan sebagian proses bisnisnya. Tujuannya untuk menghadirkan efisiensi dan peningkatan produktivitas. Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO Nuta Erich Hartawan bercerita, nilai unik yang coba dihadirkan adalah kemudahan dalam penggunaan.

Slogan aplikasinya “kasir instan”, menjanjikan pengalaman pengguna yang diklaim lebih ringkas dari platform sejenis lainnya. Hal itu dilandasi target pasar Nuta adalah pelaku usaha mikro yang terbiasa dengan nota kertas, lalu coba dikonversi ke aplikasi.

“Yang coba kami lakukan adalah memindahkan nota kertas tersebut ke dalam sebuah tablet Android, menambahkan teknologi canggih di dalamnya, dan  membuatnya bekerja sealami mungkin. Sehingga pengguna tidak perlu belajar terlalu keras untuk menggunakan aplikasi ini. Target pasar utama Nutapos sektor kuliner dan ritel,” ujar Erich.

Sebagai portofolio program inkubator Indigo milik Telkom, Nuta bermarkas di Jogja Digital Valley. Saat ini juga sudah memiliki kantor perwakilan di Sidoarjo untuk perluasan cakupan bisnis. Selain Erich, ada Rahmat Ihsan yang juga merupakan Co-Founder.

Mereka juga sudah mendapatkan seed funding dari angel investor dan Telkom. Untuk akselerasi bisnis, pihaknya juga tengah melakuka penggalangan dana untuk tahap lanjutan.

“Traksi Nuta tumbuh setiap bulannya. Saat ini kami sudah memiliki hampir 1000 pengguna berbayar. Target tahun 2020 meningkatkan jumlah pengguna tiga kali lipat dan mengintegrasikan platform dengan berbagai digital wallet yang ada di Indonesia,” tambah Erich.

Seperti umumnya layanan POS, Nuta memiliki beberapa fitur seperti pembayaran, manajemen penjualan, dasbor pelaporan, hingga pajak. Layanan kasir digital ini dijajakan secara berlangganan, dengan mekanisme pembayaran per bulan per perangkat. Pada dasarnya aplikasi Nuta bisa digunakan dengan berbagai perangkat Android dan dihubungkan dengan printer portabel untuk mencetak nota pembelian.

Aplikasi juga mengakomodasi pencatatan stok bahan dan pemasok. Termasuk melakukan pencatatan dan kalkulasi komposisi guna memudahkan pebisnis kuliner untuk membuat estimasi pembelian bahan baku.

Di Indonesia sendiri sudah cukup banyak startup yang sajikan layanan serupa. Sebut saja Moka, Olsera, Cashlez, Qasir, NadiPOS, Whee, Pawoon, dan sebagainya.

Application Information Will Show Up Here

AMIGO Innovation Summit Segera Dilaksanakan, Konferensi dan Pameran Inovasi Startup Binaan Telkom

Program corporate innovation lab “Digital Amoeba” dan startup incubator “Indigo Creative Nation” milik PT Telkom Indonesia akan berkolaborasi mengadakan eksibisi dan konferensi digital bertajuk AMIGO Innovation Summit. Rangkaian acara akan dilaksanakan pada 19 – 20 Maret 2019 di Auditorium The Telkom Hub, Jakarta.

Selain konferensi dan pameran, akan ada beberapa acara lain termasuk pitch battle dan demo day. Sebanyak lebih dari 70 produk digital hasil program Digital Amoeba dan Indigo akan unjuk gigi. Selain itu di acara yang sama akan dilakukan peluncuran Corporate Innovation Alliance, yakni kumpulan perusahaan BUMN dan swasta untuk pengembangan manajemen inovasi.

Untuk mengisi sesi konferensi, dihadirkan pembicara dari dalam dan luar negeri. Beberapa nama yang dipastikan hadir di antaranya Stefan Lindergaard (Founder Silicon Valley Fast Track), Nathania Christy (Head of Global Insight Trend Watching), Fajrin Rasyid (President & Co-Founder Bukalapak), Irzan Raditya (CEO & Co-Founder Kata.ai) dan lain-lain.

Pada pemateri akan membawakan berbagai pembahasan seputar pengembangan startup. Topik yang akan ada di acara termasuk “Agile for Your Startup”, “From Customer Trend become Corporate Innovation”, “Accelerate your MVP,” dan masih banyak lagi.

Di sela-sela acara juga akan ada sesi khusus yang menggandeng Fuckup Night Jakarta. Sesi mereka menyajikan pengalaman kegagalan founder startup agar dapat dipetik pelajarannya. Acara ini terbuka untuk siapa saja, baik dari kalangan investor, penggiat startup, pemerhati teknologi, dan umum.

Informasi lebih lanjut seputar AMIGO Innovation Summit dapat disimak melalui situs resminya: http://amigosummit.id.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner AMIGO Innovation Summit 2019

Bekraf Creates an Accelerator Program called “BE-X”

Bekraf announced BE-X accelerator program focused on founder creation and the team that is ready for technopreneurship. In running the initiation, Bekraf partners with Telkom Indigo.

According to the research quoted by Bekraf, the creative economy identified at least 13 issues. Some basic issues are 37.4% on research and development, and 31.56% on education. Bekraf is to answer both issues through this program, for the better digital startup ecosystem in the future.

“In preparing startups to be ready globally, not only infrastructure and knowledge are needed but also an X-factor like extra, excellent, and collaboration. It’s the factor we try to create,” Ricky J Persik, Bekraf’s Deputy Chairman, said on Friday (19/10).

The X factor is necessary for founders and its team to be extra in terms of mental to deal with competition, excellent in ideas, and capable of having collaboration with teams, therefore, create not only a sustainable business but also the large one.

Also attending the BE-X launching, Aswin Tanu Utomo, Tokopedia’s VP Engineering. He said joining the accelerator program is an opportunity for startup founders. There is added value, such as investor network, technical capabilities assistance in accelerating business.

“There are many values for founders by following an accelerator program. It’s what happened to Tokopedia when they first received investment from East Ventures, investor network plays an important role when William and Leon built the company,” he explained.

Registration and submission start today (19/10) until the end of this year. The training to begin early next year.

BE-X accelerator program

BE-X is considered as Bekraf’s advanced program of Bekup which focus is pre-incubation of individual training from zero to a team ready for initial incubation.

Jeffry Irawan, Indigo Creative Nation’s Head of Acceleration, said BE-X received only seed-level startups. It means, they’re already included in one of the seed stages, either in customer validation, product validation, business model validation, or market acceleration.

“Due to startup’s different condition on registration, we need to sort them out. Most of the startups are stuck on customer validation, therefore, these four steps act like funnels to create a natural elimination,” he said.

BE-X program will be performed in three stages, recruitment, acceleration program, and demo day. In the first stage, Bekraf will select startups from online submission, proposal curation, assessment process, and pitching.

In the acceleration stage, selected participants will get training and development related to marketing, channeling product, and marketing activities from experts. In the last stage, the trained participants will demonstrate in front of VCs and related stakeholders.

Later, the qualified participants will get an opportunity to attend capacity building and access to incubators, investors, and government networks.

“Therefore, Bekraf doesn’t provide funding for winners but access to meet investors from VCs and many others,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bekraf Buat Program Akselerator “BE-X”

Bekraf mengumumkan program akselerator BE-X yang fokus pada pembentukan founder dan tim yang siap berteknopreneur. Dalam menjalankan inisiasi ini, Bekraf menggandeng Telkom Indigo sebagai mitranya.

Dari hasil riset yang dikutip Bekraf, sektor ekonomi kreatif setidaknya menghadapi 13 kendala yang berhasil teridentifikasi. Beberapa kendala mendasar yang harus dihadapi yaitu 37,4% kendala pada riset dan pengembangan dan 31,56% kendala edukasi. Kedua kendala ini juga coba dijawab oleh Bekraf lewat program ini, demi ekosistem startup digital yang lebih baik di masa depan.

“Untuk mempersiapkan startup yang siap bersaing secara global, tidak hanya infrastruktur dan pengetahuan mengenai apa saja yang dibutuhan, tetapi butuh faktor X yakni extra, excellent, dan collaboration. Faktor inilah yang coba kami bangun,” ucap Wakil Kepala Bekraf Ricky J Pesik, Jumat (19/10).

Perlunya faktor X ini dibutuhkan agar founder beserta timnya memiliki mental yang ekstra dalam menghadapi persaingan, excellent dalam ide dan mampu berkolaborasi dalam tim sehingga bisnis yang dijalankan tidak hanya bisa berkelanjutan tapi juga berkembang semakin besar.

Dalam peresmian BE-X turut hadir pula VP Engineering Tokopedia Aswin Tanu Utomo. Dia mengatakan bahwa mengikuti program akselerator merupakan kesempatan yang perlu diikuti oleh para founder startup. Ada nilai tambah yang bisa dimanfaatkan, mulai dari jaringan investor, kemampuan teknis yang sangat terbantu dalam mengakselerasi bisnis.

“Ada banyak value yang bisa diterima founder saat mengikuti suatu program akselerator. Itu yang dirasakan Tokopedia saat pertama kali menerima investasi dari East Ventures, saat William dan Leon bangun perusahaan terbantu sekali dengan jaringan yang dimiliki investor,” terang Aswin.

Pendaftaran dan pengiriman proposal dimulai pada hari ini (19/10) sampai akhir tahun ini. Pelatihan akan dimulai setelahnya sekitar awal tahun depan.

Program akselerator BE-X

BE-X bisa dikatakan program lanjutan Bekraf dari Bekup yang fokus pada pre-incubation karena fokus pada pembinaan individu dari nol hingga pembentukan tim yang siap untuk masuk tahap inkubasi awal.

Head of Acceleration Indigo Creative Nation Jeffry Irmawan menambahkan, BE-X menerima startup yang sudah berada di tahapan seed. Artinya mereka sudah masuk salah satu dari tahap seed, entah itu masih di tahap customer validation, product validation, business model validation, atau market acceleration.

“Karena kan kondisi startup pas daftar itu berbeda-beda, jadi kami perlu pilah-pilah lagi mereka. Kebanyakan yang biasa terjadi di industri itu startup masih stuck di tahap customer validation, jadi empat tahap ini seperti corong sehingga banyak startup yang berguguran secara alami,” kata Jeffry.

Program BE-X akan dilaksanakan dalam tiga tahap, rekrutmen, pelaksanaan akselerasi, dan demo day. Di tahap pertama, Bekraf akan menyeleksi startup dari pengajuan proposal secara online, kurasi proposal, proses penilaian, dan pitching.

Pada tahap akselerasi, peserta yang lolos seleksi akan mendapat pelatihan dan pengembangan terkait marketing, channeling product, serta marketing activities dari mentor handal. Di tahap akhir, peserta yang sudah dapat pembekalan akan melakukan demonstrasi di hadapan para VC dan stakeholder terkait.

Nantinya peserta yang lolos akan mendapat kesempatan untuk menghadiri capacity building dan memperoleh akses ke inkubator, investor, dan government network.

“Jadi Bekraf tidak memberikan sejumlah funding untuk para pemenang, tapi kami akan beri akses untuk bertemu ke investor dari VC dan lainnya,” pungkas Ricky.

Indigo Creative Nation Kukuhkan Sembilan Startup Baru yang Akan Dibina

Pada hari Rabu (29/08) lalu, Indigo Creative Nation –program inkubator/akselerator startup milik Telkom—telah menyelenggarakan Indigo Day ke-3. Dalam acara tersebut turut dikukuhkan 9 startup baru yang akan turut serta dalam program Indigo Batch I tahun 2018.

Berikut ini nama 9 startup yang berhasil masuk dalam program inkubasi Telkom kali ini:

  1. Cyber Army
  2. RUN IProbe
  3. Segain
  4. Mountable.id
  5. Sadora
  6. Cazh
  7. Edudok
  8. DNS Bersih
  9. Panenmart

Nama-nama di atas merupakan startup yang berada dalam tahapan beragam. Mulai dari Customer Validation (Problem/Solution Fit) dengan tantangan agar berhasil mengidentifikasi masalah yang dihadapi konsumen dan mengidentifikasi solusi yang dibutuhkannya. Hingga Product Validation (Product/Market Fit) yang  akan memvalidasi kecocokan produk/layanan terhadap pasar sehingga disukai oleh penggunanya.

Direktur Digital & Strategic Portfolio Telkom Group, David Bangun, dalam sambutan pembukaannya mengatakan, “Yang kita lakukan di Indigo itu, bagaimana bisa menginkubasi, me-nurture idea, men-scout talent, untuk nantinya menjadi manusia-manusia yang menghasilkan sesuatu yang benar-benar istimewa.”

Peran Indigo dalam proses inkubasi adalah memandu startup dari berbagai bidang industri melalui proses pemberian pendanaan, membukakan akses pasar, dan mentoring berkala secara intensif dalam rentang periode waktu tertentu.

Pada acara yang berlangsung di Telkom Landmark Tower tersebut, Indigo Creative Nation mengangkat tema besar “Kolaborasi dalam Bidang Inovasi Teknologi”. Melalui acara ini Telkom berharap bisa mendorong sinergi antara startup binaan mereka dengan anak perusahaan Telkom Group, dengan menjalin kolaborasi mutualisme yang saling menguntungkan, bersama para startup binaan mereka.

Kolaborasi dalam bidang inovasi teknologi ini memang potensial mengakselerasi bisnis seperti yang disebutkan Ongki Kurniawan (Executive Director Grab Indonesia) dalam sesi diskusi panel dengan Albert Lucius (Co-Founder & CEO Kudo).

“Ekosistem dunia startup itu sangat luas, dan kolaborasi bisa membuat segala sesuatunya menjadi lebih cepat, oleh karena itu kolaborasi ekosistem itu sangat penting apabila sebuah perusahaan ingin terus berevolusi dan survive,” tutur Ongki Kurniawan.

Kolaborasi dalam bidang inovasi teknologi ini juga ditegaskan oleh Ery Punta Hendraswara selaku Managing Director Indigo Creative Nation, “Indigo ini ingin membuka kolaborasi dan mempercepat perkembangan dunia digital nasional. Kombinasi antara startup dengan perusahaan-perusahaan besar dapat memberikan nilai lebih ke dalam industri.“

Ajang Indigo Day ke-3 kali ini juga menghadirkan lebih dari dua puluh startup binaan Telkom yang ditampilkan di area eksibisi maupun sesi pitching, baik dari program eksternal (Indigo) maupun program internal Telkom (Amoeba), seperti Qualitiva, Goto Sehat, Wakuliner, Peto, Tripal, Kofera, Amtiss, Sonar, Qontak, Nodeflux, Prime System, Bahaso, Qiscus, Nodeflux, Jasa Connect, Authentic Guards, Paket ID, dan Sonic Boom.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner acara Indigo Day dari Indigo Creative Nation

Program Inkubator Telkom Akan Kembali Selenggarakan “Indigo Day”

Program inkubator dan akselerator startup milik Telkom, Indigo Creative Nation, akan kembali menyelenggarakan gelaran bertajuk “Indigo Day”. Acara tahunan yang akan diadakan untuk kali ketiga ini rencananya digelar pada 29 Agustus 2018 mendatang bertempat di Smart Auditorium, Telkom Landmark Tower.

Indigo Day memadukan kegiatan startup pitching, demo day, startup exhibition dan talkshow mengundang para pembicara setingkat C-level yang berasal dari kalangan startup unicorn, korporasi, venture capital dan pemerintah.

Tema besar Indigo Day batch ke-1 tahun 2018 ini akan mengusung tema “semangat kolaborasi dalam bidang inovasi teknologi”, diisi Ridzki Kramadibrata (Managing Director Grab Indonesia) dan Albert Lucius (Co-Founder & CEO of Kudo). Keduanya akan menjelaskan dampak kolaborasi inovasi teknologi kedua perusahaan yang digawanginya.

Mewakili PT Telkom Indonesia, David Bangun selaku Direktur Digital & Strategic Portfolio, akan berbagi seputar strategi korporasi dalam pengembangan digital business service untuk mendukung pertumbuhan portofolio bisnis Telkom Group.

Sementara Ery Punta Hendraswara, Managing Director Indigo Creative Nation, akan berbagi bagaimana program Indigo bisa menjadi salah satu program corporate innovation dalam pengembangan startup eksternal yang bertahan hingga tahun ke-5. Berikutnya Nicko Widjaja, CEO MDI Ventures, akan berbagi bagaimana strategi melakukan investasi terhadap startup tahap seri A ke atas yang inovasinya mendukung digital business service milik Telkom Group.

Sejak tahun 2013, Indigo Creative Nation telah menginkubasi 111 startup. Saat ini sekitar 37 startup telah menghasilkan secara komersial, bahkan 16 startup di antaranya telah mendapatkan pendanaan tambahan dari para investor dalam dan luar negeri. Ada juga beberapa startup yang telah berhasil menciptakan kolaborasi bernilai miliaran rupiah bersama Telkom Group seperti PrivyID, Kofera, dan Run System.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner acara Indigo Day dari Indigo Creative Nation

Startup Distribusi Data Synchro Umumkan Perolehan Dana Awal 2,7 Miliar Rupiah

Layanan distribusi data Synchro mengumumkan perolehan dana awal $200 ribu (hampir 2,7 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh PT Multidata Rancana Prima. Dana tersebut akan digunakan untuk proses perekrutan, aktivitas operasional, dan membantu target ekspansi global. Synchro adalah jebolan program Indigo Creative Nation.

Didirikan tahun 2014 oleh Sindarta Gemilang, Argon Usman, dan Eko Sukaryanto, Synchro memiliki teknologi data channeling yang diklaim dapat mengkoneksikan berbagai data endpoint di perusahaan untuk membantu workflow data yang lebih cepat dan efisien. Synchro disebutkan telah memiliki beberapa klien korporasi dan pemerintahan, seperti Telkom Group, Bank Permata, dan Kemenpar.

Co-Founder dan Komisaris Synchro Sindarta Gemilang mengatakan, “Synchro telah mengkoneksikan lebih dari setengah juta data endpoint dan terus berkembang dengan cepat. Kami telah menyiapkan batasan baru [yang lebih baik] untuk perangkat Internet of Things [IoT]. Kami senang memiliki PT Multidata sebagai mitra strategis untuk membantu kami menjangkau visi kami: membuat dasar untuk berbagai hal yang membutuhkan konektivitas data.”

Sementara Direktur PT Multidata Rancana Prima Wifiksana Suhendra tentang pendanaan ini menyebutkan, “Synchro memberikan kami kepercayaan diri dan peluang untuk bekerja sama dengan berbagai entitas di berbagai bidang untuk menyelesaikan permasalahan ekosistem mereka yang kompleks dengan berbagai sumber data, basisdata, sistem operasi, data besar, dan proses online-to-offline.”

Produk-produk yang dicakup layanan Synchro misalnya solusi IoT untuk perkebunan, smart parking, logistik, traffic management, dan lainnya. Secara umum, Synchro membangun fondasi konektivitas data untuk membantu perangkat IoT berkomunikasi satu dengan yang lain secara seamless.

“Karena kami dapat menyinergikan teknologi kami di perusahaan apapun, kemungkinan [hasil produknya] tidak terbatas. Siapapun bisa menggunakan Synchro,” tutup Sindarta.