Raena’s Target in Indonesia Post Series A Funding and Business Pivot

The impact of the pandemic can significantly drive startup businesses, especially for those who promote online services and trending products among communities. One that has experienced an increase during the pandemic is Raena. The platform helps promotional activities take advantage of social media influencers.

In order to increase traction, the company’s decided to pivot (in the sense of turning a business direction to widen market share), by providing integrated solutions not only for influencers but also for women who want to have additional income to become beauty entrepreneurs.

Raena’s Founder & CEO, Sreejita Deb revealed to DailySocial, from the beginning to the end of 2020, Raena’s new business line has experienced massive growth. One of the reasons is the increasing number of people who make online transactions during the pandemic.

“Even though many claims pivoting is something negative, for us, it is an opportunity for business to be more flexible. Previously, we only provide a platform to influencers, now, we want to provide a comprehensive solution for those who want to have their own business,” Sreejita said.

Raena’s new concept is social commerce, managing all the needs and processes that are usually performed by online sellers. Starting from managing stock of goods, suppliers, selecting brands, to logistics. For those who want to join Raena and want to become a seller, they can focus more on developing their number of followers on social media, WhatsApp, marketplace channels such as Shopee, Lazada, Tokopedia, and others.

“Previously, we have a one-to-one model that links one supplier to one influencer. Now, we offer a many-to-many model, which connects various brands and various suppliers to various influencers,” she added.

Series A funding

In order to massively grow business, Raena has completed a $9 million Series A fundraising activity led by Alpha Wave Incubation and Alpha JWC Ventures. Other investors involved in this year’s funding include AC Ventures, Beenext, Beenos, and Strive. In 2019, Raena secured $1.8 million in early-stage funding.

“To date, we have not spent too much money on marketing activities. That’s why we are not too aggressive in raising funds. Our focus is to increase the value of influencers or those who join Raena,” Sreejita said.

With this fresh fund, Raena’s future plans are to increase the number of sellers, increase the number of brands, and the internal team. Currently, Raena has a team consisting of 15 people in Indonesia. And until the end of next year, the number is planned to be increased. Raena also sees the Indonesian market as the main target.

Alpha JWC Ventures said the reason they were interested in investing was Raena’s vision to empower female entrepreneurs throughout Indonesia by opening access to high-quality beauty products. In addition, Raena is a solution for brands that expect to enter Southeast Asia, especially Indonesia, and for entrepreneurs who are looking for business consistency.

“By serving these two segments, Raena is entering a large market that continues to grow along with the growing middle class in Indonesia and Southeast Asia. With the expertise of Raena’s founding team and our support, we are confident that Raena can grow into a leading player in the Southeast Asian beauty industry,” Alpha JWC Ventures’ Co-founder & General Partner, Chandra Tjan said.

Previously, DailySocial had reviewed the beautytech trend in Indonesia, which is defined as a new model for actors in the beauty industry to reach consumers. Its business model no longer revolves around conventional distribution channels but combines the strengths of technology and digital.

Based on the Euromonitor report, the beauty market value in Indonesia was estimated to reach $8.46 billion in 2022, up from the estimated value in 2019 of $6.03 billion.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Fokus Raena di Indonesia Setelah Kantongi Pendanaan Seri A dan Lakukan Pivot

Dampak pandemi bisa mendorong bisnis startup secara signifikan, terutama bagi mereka yang mengedepankan layanan online dan produk yang menjadi tren di kalangan masyarakat. Salah satu yang mengalami peningkatan selama pandemi adalah Raena. Platform tersebut membantu kegiatan promosi memanfaatkan influencer media sosial.

Guna meningkatkan traksi, kini memutuskan untuk melakukan pivoting (dalam artian berbelok haluan bisnis untuk memperlebar pangsa pasar), dengan memberikan solusi terpadu bukan hanya untuk influencer, namun juga untuk kalangan perempuan yang ingin memiliki penghasilan tambahan menjadi beauty entrepreneur.

Kepada DailySocial, Founder & CEO Raena Sreejita Deb mengungkapkan, sejak awal hingga akhir tahun 2020, bisnis baru yang dikembangkan oleh Raena telah mengalami pertumbuhan yang cukup masif. Salah satu alasan adalah makin besarnya jumlah masyarakat yang melakukan transaksi secara online selama pandemi.

“Meskipun banyak yang mengatakan pivoting adalah sesuatu hal yang negatif, namun bagi kami justru menjadi peluang agar bisnis bisa menjadi lebih fleksibel. Jika di awal kami hanya ingin memberikan platform kepada influencer, kini kami ingin memberikan solusi menyeluruh kepada mereka yang ingin memiliki bisnis sendiri,” kata Sreejita.

Konsep baru yang ditawarkan oleh Raena adalah social commerce, mengelola semua kebutuhan dan proses yang biasanya dilakukan oleh penjual secara online. Mulai dari pengelolaan stok barang, supplier, pemilihan brand, hingga logistik. Untuk mereka yang ingin bergabung dengan Raena dan ingin menjadi penjual, selanjutnya bisa lebih fokus mengembangkan jumlah pengikut mereka di media sosial, WhatsApp, kanal marketplace seperti Shopee, Lazada, Tokopedia dan lainnya.

“Sebelumnya model kita adalah oneto-one yang menghubungkan satu supplier ke satu influencer saja. Sekarang konsep yang kita tawarkan adalah many-to-many model, yang menghubungkan berbagai brand dan berbagai supplier kepada berbagai influencer,” kata Sreejita.

Kantongi pendanaan seri A

Untuk mengembangkan bisnis lebih masif lagi, Raena telah merampungkan kegiatan penggalangan dana tahapan seri A senilai $9 juta yang di pimpin oleh Alpha Wave Incubation dan Alpha JWC Ventures. Investor lain yang terlibat dalam pendanaan kali ini di antaranya AC Ventures, Beenext, Beenos, dan Strive. Tahun 2019 lalu Raena telah mengantongi pendanaan tahap awal senilai $1,8 juta.

“Selama ini kita tidak terlalu banyak mengeluarkan uang untuk kegiatan pemasaran. Karena itu kami tidak terlalu gencar untuk melakukan penggalangan dana. Fokus kami adalah meningkatkan nilai para influencer atau mereka yang bergabung dengan Raena,” kata Sreejita.

Dengan dana segar ini rencana Raena ke depannya adalah menambah jumlah penjual, menambah jumlah brand, dan tim internal. Hingga kini Raena telah memiliki tim di Indonesia sebanyak 15 orang. Dan hingga akhir tahun depan, jumlah tersebut rencananya akan ditambah. Raena juga melihat pasar Indonesia sebagai fokus utama yang disasar oleh mereka.

Alpha JWC Ventures menyebutkan, alasan mereka tertarik untuk berinvestasi adalah visi Raena untuk memberdayakan entrepreneur perempuan di seluruh Indonesia dengan cara membuka akses pada produk kecantikan berkualitas tinggi. Tidak hanya itu, Raena menjadi solusi bagi brand yang ingin masuk ke Asia Tenggara, terutama Indonesia, dan untuk entrepreneur yang mencari konsistensi usaha.

“Dengan melayani dua segmen ini, Raena memasuki pasar besar yang terus berkembang seiring pertumbuhan kelas menengah di Indonesia serta Asia Tenggara. Dengan keahlian tim pendiri Raena serta dukungan kami, kami yakin Raena dapat tumbuh menjadi pemain unggul di industri kecantikan Asia Tenggara,” kata Co-founder & General Partner Alpha JWC Ventures Chandra Tjan.

Sebelumnya DailySocial sempat mengulas tren beautytech di Indonesia, yang didefinisikan sebagai model baru bagi pelaku di industri kecantikan dalam menjangkau konsumen. Model bisnisnya tak lagi berkutat pada jalur distribusi konvensional, tetapi mengombinasikan kekuatan teknologi dan digital.

Berdasarkan laporan Euromonitor, nilai pasar kecantikan di Indonesia sempat ditaksir bakal mencapai $8,46 miliar di 2022, naik dari estimasi nilai di 2019 yang sebesar $6,03 miliar.

Application Information Will Show Up Here

AnyMind D2C Diluncurkan, Fasilitasi Influencer Mendirikan Brand Produknya Sendiri

Setelah sebelumnya diklaim mengalami kesuksesan di Jepang dan Thailand, AnyMind Group meluncurkan AnyMind D2C (direct-to-consumer) for Influencer di Indonesia. Layanan dihadirkan untuk mendongkrak bisnis mandiri yang dimiliki oleh influencer, menyediakan teknologi dan solusi bagi influencer, pemasar, publisher, dan pemilik bisnis.

Untuk permulaan di pasar Indonesia, AnyMind mengumumkan peluncuran SNH, yang merupakan brand pakaian gaya hidup bekerja sama dengan aktris Nathalie Holscher. Ini adalah brand D2C influencer pertama yang dibuat.

“Peluncuran SNH oleh Nathalie Holscher hanyalah permulaan, dan kami akan terus membantu pemasar, influencer, dan publisher menjadi lebih tanpa batas,” kata Country Manager AnyMind Group Indonesia Lidyawati Aurelia.

AnyMind akan menanggung semua biaya awal untuk brand mereka, termasuk perencanaan dan konseptualisasi, evaluasi potensi, pembuatan barang, serta pengoperasian e-commerce dan logistik. Singkatnya, influencer tidak perlu mengeluarkan biaya dari awal, dan monetisasi dilakukan melalui pembagian pendapatan berdasarkan penjualan barang.

Inovasi semacam ini memang perlu digulirkan, terlebih di Indonesia persaingan platform yang mengakomodasi para influencer sudah cukup banyak. Selain AnyMind, ada beberapa pemain yang menjembatani kebutuhan pemasar dengan influencer, di antaranya Allstars yang baru jalin kerja sama dengan Gojek, ada juga SocialBuzz, Hiip, Partipost, Verikool, dan lain sebagainya.

Target perusahaan

Sejak diluncurkannya AnyMind D2C for Influencer, diklaim sudah banyak respons positif dari para influencer yang ingin mengembangkan bisnis mereka secara mandiri. AnyMind telah meluncurkan beberapa brand dengan influencer di Thailand dan Jepang. Perusahaan juga mengatakan telah memiliki lebih dari 40 brand di pipeline untuk waktu 6 bulan ke depan.

“Pada paruh kedua tahun 2019, kami mulai merencanakan dan mengeksplorasi konsep ini, dan secara resmi meluncurkan model bisnis baru dan produk pertama AnyFactory pada Maret 2020,” kata Co-founder & CEO AnyMind Group Kosuke Sogo.

Lini platform yang kini dikelola AnyMind Group / AnyMind
Lini platform yang kini dikelola AnyMind Group / AnyMind

Untuk memudahkan semua proses, AnyMind telah bekerja sama dengan beberapa brand (bisnis) untuk meningkatkan kapabilitas D2C mereka. Termasuk di dalamnya manufaktur produk melalui AnyFactory, penyediaan infrastruktur e-commerce melalui AnyShop dengan menggunakan alat dari AnyMind Group seperti AnyManager (analisis situs) dan AnyCreator (analisis dan manajemen media sosial).

Perusahaan juga menyediakan versi alpha dari platform logistik, AnyLogi untuk mengelola rantai pasokan dengan mudah, mulai dari pergudangan produk, manajemen inventaris, dan sinkronisasi dengan AnyShop untuk stok produk, hingga penyediaan layanan dukungan pelanggan.

“Pada akhirnya, misi kami adalah menjadikan setiap bisnis tanpa batas, dan kami ingin menyediakan infrastruktur untuk bisnis generasi berikutnya di seluruh Asia. Infrastruktur ini mencakup perangkat lunak untuk intelijen bisnis, manufaktur, e-commerce, pemasaran, dan logistik, yang memungkinkan calon pemilik bisnis di mana pun di dunia untuk membuat, menjual, memasarkan, dan memenuhi produk mereka sendiri kepada pelanggan,” tutup Sogo.

Kolaborasi dengan Allstars, Mitra Gojek Peroleh Akses Pemasaran Lewat Influencer

Gojek mengumumkan kerja sama dengan platform marketing influencer Allstars untuk permudah mitra UMKM Gojek terhubung dengan influencer melakukan kegiatan pemasaran. Selama ini dengan dana terbatas, seringkali mitra UMKM hanya mengandalkan pemasaran dari mulut ke mulut dan terus menjaga kredibilitas produk.

VP Commercial Solutions and Operations Gojek Vincent Bachtiar menjelaskan, kedua perusahaan memiliki kesamaan visi untuk memfasilitasi sebanyak-banyaknya UMKM dapat naik kelas. “Kami berharap dengan kerja sama ini para pelaku UMKM dapat menjangkau lebih banyak konsumen, memperluas pangsa pasar, dan lebih memiliki daya saing dalam pertumbuhan ekonomi digital dewasa ini,” ucapnya dalam konferensi pers virtual, Senin (15/2).

Business Director Allstars Alex Wijaya melanjutkan, pemanfaatan influencer marketing sangat efektif dalam mempromosikan brand maupun produk dan layanan. Namun, para UMKM seringkali menemukan tantangan karena keterbatasan jejaring mereka di ranah media sosial untuk dapat menerapkan strategi influencer marketing yang efektif.

Sumber: Gojek
Sumber: Gojek

Belum lagi akses mereka yang minim untuk berkolaborasi dengan para influencer, serta biaya kampanye digital yang tinggi. Dengan platform Allstars, kini brand dapat menemukan influencer yang memiliki dampak positif bagi bisnis. Ada analitik yang dapat dipantau brand untuk mempelajari langsung pencapaian target hingga performa engagement per post.

Allstars hadir menyediakan platform untuk menghubungkan brand dengan influencer untuk keperluan promosi di media sosial. Tidak hanya menguntungkan brand, influencer pun sebetulnya juga perlu dijembatani, terlebih bagi mereka yang baru beralih profesi. “Main target kami adalah UMKM karena brand besar biasanya enggak kesulitan saat marketing mereka bisa rekrut agensi, tapi UMKM itu susah,” kata dia.

Di dalam platform, brand dapat mengisi jenis kampanye yang diinginkan dengan memilih kategori influencer, lokasi, jumlah minimal followers, jenis kelamin dan usia, platform media sosial yang diinginkan, jumlah post dan harga yang diinginkan, hingga isi brief dari kampanye seperti timeline periode kampanye.

Lewat kolaborasi dengan Gojek, seluruh akses tersebut dapat diakses melalui aplikasi super apps khusus mitra yakni GoBiz. Otomatis, e-money milik Gojek, GoPay juga dapat dimanfaatkan sebagai alternatif metode pembayaran, selain bank transfer dan kartu kredit/debit.

“Prosesnya semua dipermudah. Di dalam platform sudah ada pricing influencer dan payment-nya kita jaga karena kami ingin semua pihak merasa aman. Security itu sesuatu yang paling kita titikberatkan.”

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa startup baik dari dalam maupun luar negeri yang jajakan layanan serupa untuk mengakomodasi kebutuhan pemasaran lewat influencer. Beberapa di antaranya Hiip, Partipost, AnyMind, Verikool, Raena, IconReel, dan lain-lain.

Allstars sendiri didirikan pada akhir 2019. Kini sudah menghubungkan lebih dari 7 ribu brand dan 120 ribu influencer, sukses mengerjakan lebih dari 4 ribuan kampanye. Perusahaan membagi kategori influencer berdasarkan jumlah pengikut yang mereka miliki. Mulai dari nano dengan 1.000 – 10.000 pengikut, mikro dengan 10.000 – 100.000 pengikut, makro dengan 100.000 – 1 juta pengikut, dan mega/top tier dengan lebih dari 1 juta pengikut.

Dalam kiprahnya, Alex menuturkan perusahaan mampu mendukung para UMKM dalam memperkenalkan dan mengangkat kredibilitas merek, produk dan layanan, dari berbagai jenis sektor, seperti makanan dan minuman, kecantikan dan mode, kesehatan dan well being, gaya hidup, travel, game dan teknologi, keluarga, hiburan, serta olahraga dan kebugaran.

Sejak kolaborasi pertama dengan Gojek diumumkan pada akhir Januari 2020, diklaim ada ribuan mitra UMKM yang bergabung. Diharapkan ke depannya akan semakin banyak bergabung, terlebih mitra UMKM di Gojek diklaim jumlahnya sudah lebih dari ratusan ribu.

“Kebanyakan mitra yang gabung hampir separuhnya berlokasi di Jawa. Kebanyakan dari mereka memanfaatkan platform Instagram, lalu TikTok untuk kegiatan pemasaran dari influencer di Allstars,” pungkas Vincent.

Rencana dan Fokus Bisnis AnyMind Indonesia Tahun 2021

Meskipun konsep dan bentuk layanan yang ditawarkan beragam, namun sudah banyak platform lokal hingga asing yang menawarkan cara baru melakukan kegiatan pemasaran memanfaatkan influencer. Salah satu platform yang menawarkan bermain di ranah tersebut adalah AnyMind Group.

Kepada DailySocial, Country Manager AnyMind Group Indonesia Lidyawati Aurelia mengungkapkan, perusahaan mengalami pertumbuhan yang positif, bukan hanya untuk pemasaran digital dan influencer namun juga direct-to-consumer (D2C) dan publisher.

“Kami juga mengembangkan dan meningkatkan solusi penawaran programmatic dan solusi kreatif strategis untuk klien, termasuk menambah peluang pendapatan, baik itu membuat merchandise sendiri atau memaksimalkan penggunaan media sosial,” kata Lidyawati.

Saat ini perusahaan mengklaim telah memiliki beberapa fokus untuk tiap produk. Untuk penawaran pemasaran influencer, AnyTag (sebelumnya CastingAsia), perusahaan ingin memberikan solusi yang lebih baik dan pelaporan secara real-time kepada pelanggan. Telah diluncurkan juga penawaran D2C untuk mendukung pembuat konten eksklusif, setelah sebelumnya diklaim mengalami kesuksesan di Jepang dan Thailand.

Di Indonesia sendiri saat ini sudah ada beberapa layanan yang mengakomodasi kebutuhan pemasaran melalui jaringan influencer, seperti Hiip, Partipost, Verikool, dan lain-lain.

Pandemi dan pertumbuhan bisnis

Selama pandemi perusahaan dihadapkan dengan tantangan yang besar dan tentunya memiliki dampak yang cukup besar. Setelah memberlakukan aturan bekerja di rumah sejak bulan Maret lalu untuk pegawai di Indonesia, saat ini mulai terlihat pemulihan dan semakin banyak brand yang mempercepat langkah mereka dalam transformasi digital.

“Berdasarkan kampanye yang dijalankan di platform AnyTag, terdapat peningkatan yang mencolok dalam jumlah kampanye pemasaran influencer oleh brand setelah Covid-19 dinyatakan sebagai pandemi, terutama yang berpusat di sekitar pemasaran brand,” kata Lidyawati.

Pada saat yang sama, bisnis publisher yang dimiliki juga mengalami perkembangan sepanjang tahun, dengan lebih banyak publisher yang menggunakan platform AnyManager. AnyMind Group juga mengambil bagian dalam Google News Initiative untuk penerbit Indonesia.

“Pada akhirnya, apa yang pandemi lakukan bagi kami adalah memosisikan diri kami sebagai mitra terpercaya untuk influencer marketing, marketers, publishers, dan pemilik bisnis – dengan solusi kami di seluruh pengembangan brand, manufaktur cloud, e-commerce, pemasaran dan lainnya,” kata Lidyawati.

Akuisisi ENGAWA

Bertujuan untuk memanfaatkan keahlian ENGAWA dalam pengembangan dan distribusi barang dagangan, AnyMind Group mengumumkan penyelesaian akuisisi penuh atas perusahaan pemasaran berbasis di Jepang tersebut. Dengan sumber daya gabungan dari AnyMind Group dan ENGAWA, nantinya calon entrepreneur di Indonesia dapat memproduksi produk mereka di Jepang dan menjual serta mengirimkan produk ke Eropa secara online.

“Apa yang kami lihat untuk pasar di luar Jepang adalah memanfaatkan keahlian luas ENGAWA dalam merchandising dan distribusi internasional, dan jaringan pabrikan dan produsen Jepang di seluruh Jepang, untuk meningkatkan kemampuan D2C kami,” kata Lidyawati.

Tahun ini AnyMind Group memiliki beberapa target yang ingin dicapai, di antaranya adalah ingin membuat bisnis tanpa batas atau “Make every business borderless”. Tidak lagi hanya bisnis inbound dan outbond, ke depannya menjadi diharapkan bisa menjadi “Doing Business” dengan menciptakan infrastruktur untuk bisnis generasi mendatang. Misalnya, seorang ibu rumah tangga di Indonesia dapat membeli produk dari brand Thailand, buatan Taiwan, dan dengan mudah diantarkan langsung ke rumah.

“Digital adalah masa depan, dan pelanggan dapat menemukan brand baru dari seluruh dunia, melakukan pembelian secara online, dan mendapatkan produk di tangan mereka dalam waktu singkat,” kata Lidyawati.

Aplikasi Media Sosial Tiongkok Bergulat di Ekosistem Ekonomi Influencer Indonesia

Reyhan Aldaro Samuda adalah pengguna layanan TikTok yang telah mengumpulkan 2,4 juta pengikut hanya dalam satu tahun. Dibalik username @__ehan, Samuda menciptakan karakter bernama Brenda, seorang wanita muda manja dan melodramatis yang reaksi berlebihannya menjadi sandiwara andalan Samuda. Sebagai pengganti wig, Samuda mengikatkan sepotong kain ke kepalanya sehingga terlihat seperti rambut panjang tergerai, dan Brenda membesar-besarkan reaksi wanita ketika mereka berbicara dengan orang yang mereka sukai, marah pada pacar mereka, atau bergosip dengan teman dekat.

Samuda hanyalah salah satu dari sekumpulan influencer Indonesia yang berkembang, juga dikenal sebagai key opinion leader (KOLs), yang telah menjadi terkenal di internet melalui aplikasi seperti Instagram Facebook dan TikTok ByteDance.

Ekonomi influencer muda

Ekonomi digital Indonesia menunjukkan ekspansi ketat karena COVID-19 yang masih menjadi perhatian, terlebih dengan adopsi e-commerce yang semakin luas di negara ini. Kebiasaan belanja online yang semakin populer telah meningkatkan potensi model penjualan yang diberdayakan KOL, dengan memanfaatkan aplikasi sosial untuk terhubung, terlibat, dan berjualan kepada konsumen.

Drama komedi Samuda, atau Brenda, telah mengumpulkan sekitar 28,5 juta likes sejauh ini, dengan sebagian besar klip meraih lebih dari 100 komentar. Perpaduan antara keseruan dan engagement tinggi ini telah menarik perhatian merek-merek termasuk Viu Indonesia, D-bank, dan lainnya yang mempercayakan Samuda untuk memasarkan produk atau merek kepada audiensnya di TikTok. “Saya memang membuat video untuk endorsement merek, tapi dengan gaya Brenda jadi masih lucu. Saya biasanya mendapatkan hingga lima endorsement per bulan,” ujar Samuda.

@__ehan

POV: Brenda sok imut bgt ala-ala gamau ungkit masalah sama pacar🙂 #BrendaLyfe

♬ original sound – BRENDA / EHAN

Ekonomi influencer yang sedang berkembang di Indonesia kini kian meningkat. Pemerintah pun telah memanfaatkan sektor ini, menghabiskan setidaknya Rp90,4 miliar (USD 6 juta) untuk aktivitas digital yang melibatkan influencer sejak 2017.

Indonesia adalah pasar iklan digital dengan pertumbuhan tercepat di dunia, diikuti oleh India, menurut laporan Global Digital Ad Trends 2019 oleh PubMatic. Total belanja iklan digital di Tanah Air diperkirakan mencapai USD 2,6 miliar pada 2019, meningkat 26% dari tahun sebelumnya.

Semakin lama, pemasaran influencer mengambil porsi lebih besar dari anggaran periklanan digital.

Content creator memiliki peran penting dalam ekonomi digital Indonesia, mengingat perputaran uang yang besar di industri baru ini,” kata Budi Putra, COO dari startup manajemen konten dan kreator Indonesia R66 Media kepada KrASIA. “Anggaran periklanan dari brand dan agensi yang biasanya dialokasikan untuk media elektronik dan digital, kini telah dialihkan ke marketing influencer.”

Potensi pertumbuhan di Indonesia ini menarik perhatian raksasa video pendek Tiongkok ByteDance dan Kuaishou. Kedua perusahaan telah bersaing di pasar Tiongkok yang sudah matang, dengan ekonomi influencer yang diproyeksikan menghasilkan RMB 300 juta pada tahun 2020. Mereka juga berpengalaman dalam mensinergikan operasi e-commerce dengan keterlibatan sosial. KOL seperti Samuda, yang persona Brendanya telah memupuk banyak pengikut, bergantung pada aplikasi dan alat yang memungkinkan mereka membuat konten dengan lancar.

“Saya mendapat inspirasi untuk Brenda dari mengamati teman-teman perempuan saya. Saya juga pernah menampilkan karakter Brenda melalui Instagram Stories sebelumnya, tetapi itu tidak melekat. Jadi saya pindah ke TikTok yang ternyata jauh lebih mudah untuk mengumpulkan audience,” kata Samuda kepada KrASIA.

Selain fitur TikTok yang mudah digunakan, pria berusia 26 tahun ini mengatakan koleksi lagu dan musik latar TikTok yang kaya membuat platform ini menarik bagi para influencer.

“Dengan variasi musik yang beragam, kami dapat membuat video seru yang bervariasi. TikTok juga memiliki fitur duet yang tidak ada di platform lain. Fitur ini memungkinkan kita membuat video berdampingan dengan video orang lain, jadi seperti kita membuat video bersama. Banyak pengguna yang membuat video duet dengan Brenda, kemudian membantu karakter tersebut menjadi viral,” tambahnya.

Viral adalah kunci. Rade Tampubolon, salah satu pendiri dan CEO SociaBuzz, pasar bakat yang berbasis di Jakarta untuk influencer, berkata kepada KrASIA, “TikTok memahami pasar lokal dengan lebih baik. Ini juga merupakan platform yang ideal untuk pembuat konten karena lebih seperti platform distribusi konten, daripada aplikasi media sosial, sehingga pembuat dapat menemukan audiens di luar lingkaran pertemanan mereka dengan mudah.​​”

Sementara TikTok telah populer di Indonesia sejak debut pada tahun 2017, saingannya Kuaishou baru-baru ini meluncurkan kompetitornya, Snack Video. Perusahaan yang didukung Tencent tersebut dilaporkan sedang membuka kantor di Jakarta dan merekrut tim lokal, yang mencakup manajemen konten serta kemitraan dengan creator atau talent.

Permainan global Kuaishou bermula dengan baik, sejak berada di puncak daftar unduhan untuk aplikasi Android dalam beberapa bulan terakhir, menurut App Annie. Aplikasi ini menduduki peringkat keempat pada 25 November, mengalahkan WhatsApp dan Instagram, mencerminkan popularitas aplikasi yang semakin meningkat.

Mengubah engagement menjadi transaksi

Sementara platform Amerika seperti Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram masih mendominasi ruang media sosial, TikTok telah mengumpulkan pengikut yang signifikan di antara influencer Indonesia, terutama karena aplikasi ini berbasis pada e-commerce video pendek.

Tidak seperti di YouTube, pembuat konten tidak menghasilkan uang melalui penayangan di TikTok. Sebaliknya, mereka mengandalkan dukungan merek dan sponsor. Namun, TikTok telah meluncurkan stiker donasi di beberapa pasar, memungkinkan pembuat konten untuk mengumpulkan dana dan menghasilkan uang dalam video dan sesi streaming langsung mereka.

“Meski tidak bisa dimonetisasi secara otomatis, saya rasa masih lebih mudah menghasilkan uang dari TikTok karena mendapatkan pengikut di sini jauh lebih mudah daripada di Instagram dan YouTube,” kata Samuda.

Hasilnya, TikTok kini telah menjadi platform yang sangat diperlukan bagi influencer di Indonesia, dengan sebagian besar memanfaatkan kedua platform tersebut untuk memaksimalkan interaksi. Pada bulan Oktober, TikTok bermitra dengan Shopify untuk menyediakan fungsionalitas pembelian dalam aplikasi, serta eksposur untuk lebih dari satu juta pengecer.

Keuntungan dalam livestreaming e-commerce inilah yang memberi aplikasi China keunggulan atas rekan-rekan Amerika mereka di Indonesia dalam hal mengubah keterlibatan pengguna atau engagement menjadi transaksi.

Snak Video dari Kuaishou mendarat dengan mulus di Indonesia dalam hal unduhan, tetapi akan membutuhkan lebih banyak waktu sebelum menetaskan ekosistem influencer yang matang.

“Saya belum mendownload Snack Video, tapi saya terbuka untuk platform baru apa pun selama mereka memiliki banyak pengguna, hype, dan dapat dimonetisasi,” kata Samuda.

Meski demikian, Snack Video tentunya memiliki potensi untuk dimonetisasi dalam sejarahnya. Akar perusahaan induk Kuaishou yang sederhana di Cina yang mencakup pengguna di kota-kota di tingkat lebih rendah dan daerah pedesaan menghiasi platform ini dengan orisinalitas yang membantunya mencapai tingkat konversi e-commerce yang lebih kuat daripada aplikasi kembar TikTok di Cina, Douyin.

Pendekatan sederhana inilah yang telah membantu TikTok menggantikan Instagram yang lebih glamor dan terkurasi di Indonesia, dengan serangkaian influencer di platform ByteDance yang berbasis di kota-kota non-metro, berbagi konten yang jujur, terhubung, dan menghibur.

Ambil Samuda sebagai contoh. Menurut kalkulasi TikTok dari situs analitik media sosial Exolyt, dengan engagement rate-nya, Samuda bisa mendapatkan USD 221–554 per video, yang berarti penghasilan yang menjanjikan di Indonesia.

Meski pasar video pendek di Indonesia tampak jenuh, ada satu pemain lagi yang mencoba masuk dalam pasar. ByteDance memiliki platform media sosial baru bernama Helo di Indonesia. Helo awalnya ditujukan untuk pengguna India, mengumpulkan 50 juta unduhan di negara itu. Di India, ada pertunjukan bakat bernama Helo Superstar untuk mendorong orang membuat konten di platform. Belum jelas apakah Helo akan menerapkan strategi serupa di Indonesia, atau bagaimana hal itu dapat dikaitkan dengan TikTok. Bagaimanapun, aplikasi video pendek yang berakar Tiongkok akan tetap ada di Indonesia.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Ford Models Resmi Memulai Debutnya di Ranah Gaming dan Esports

Perusahaan agensi model dan talent management dari Amerika Serikat baru-baru ini memutuskan untuk memulai langkah baru di ranah esports. Perusahaan agensi yang bermarkas di New York, Ford Models adalah tempat bernaungnya model dan talenta yang mengisi industri fashion di tingkat internasional.

Divisi esports dan gaming  yang dibentuk akan menjadi langkah serius yang diambil oleh Ford Models untuk mencari talenta dan figur baru di ranah yang sama sekali baru bagi mereka, yaitu gaming dan esports. Justin M. Jacobson adalah orang terpilih untuk memimpin ekspansi Ford Models ke ranah gaming dan esports. Sampai saat ini Justin M. Jacobson tercatat sebagai pengacara berpengalaman yang sudah akrab menangani profesi seperti DJ, produser, musisi, dan pesohor lainnya di Amerika Serikat.

via: Ford Models
via: Ford Models

“Dengan pembetukan divisi yang baru, Ford Models akan menyeleksi pro player, influencer, dan talenta esports dan gaming lainnya yang memiliki potensi persona yang kuat sambil menjadi yang terdepan di bidang keahliannya masing-masing,” ujar Justin M. Jacobson, Director of Ford Models Esports and Gaming.

Sejak didirikan di tahun 1970, Ford Models sampai sekarang sudah mengumpulkan pengalaman dan membangun eksistensi yang nyata dalam industri fashion, tentu saja berkat deretan model dan talenta yang bekerja di bawah naungannya. Tidak hanya terbatas pada model, Ford Models juga menjadi agensi yang menyediakan jasa fotografer, make up artist, stylist dan beberapa profesi yang penting di industri fashion.

Seiring berkembangnya industri gaming dan esports, elemen kompetisi bukan menjadi satu-satunya yang menarik perhatian dari penggemarnya. Di sisi lain sekalipun tidak menjadi atlet esports dengan prestasi gemilang, seseorang bisa saja dikenal dan menjadi terkenal dengan melakukan aktivitas streaming atau menjadi seorang influencer.

Chris "Chris T" T | via: eventhub
Chris “Chris T” Tatarian | via: eventhub

Adapun kebanyakan talenta di ranah esports dan gaming seperti streamer contohnya, umumnya masih bernaung di bawah organisasi esports atau bahkan bekerja secara independen. Dengan hadirnya Ford Models Esports and gaming ke dalam ranah esports, tentu saja berpotensi meningkatkan level permainan dari sisi bisnis esports talent management.

Sebagai tambahan, di waktu yang kurang lebih bersamaan Ford Models Esports and Gaming sudah menjalin kerja sama dengan Gerard “HipHopGamer” Williams dan Chris “Chris T” Tatarian sebagai bagian dari ekspansi mereka ke ranah esports.

 

Hiip Matangkan Ekspansi, Berebut Pasar “Influencer Marketing” yang Makin Diminati

Hiip adalah startup di bidang pemasaran asal Singapura yang mengembangkan platform digital untuk menjembatani pemilik brand dengan influencer di media sosial. Selain di negara asalnya, mereka juga sudah resmikan kehadiran di Indonesia, Vietnam, dan Thailand.

Di tengah pandemi, baru-baru ini mereka umumkan perolehan pendanaan terbaru dari Vulpes Special Opportunities Fund dalam bridge fund, melanjutkan pendanaan sebelumnya yang didukung 500 Startups dan sejumlah investor lainnya. Dana segar difokuskan untuk penguatan bisnis di negara ekspansinya.

Kepada media, Founder & CEO Hiip Phi Nguyen menyampaikan, hingga saat ini mereka telah memfasilitasi kegiatan pemasaran 500 brand dan menghubungkan mereka dengan sekitar 10 ribu pilihan influencer. Di Indonesia sendiri Hiip telah beroperasi sejak 2019, dan pada akhir semester pertama tahun ini Hiip Indonesia mengklaim berhasil membukukan peningkatan pendapatan 65% dibandingkan tahun sebelumnya.

Hiip Indonesia
Peluncuran Hiip di Indonesia pada April 2019 lalu / Hiip

“Bisnis kami di Vietnam, Indonesia dan Thailand telah pulih dengan cepat setelah mengalami sedikit penurunan akibat pandemi. Kami akan menggunakan dana investasi untuk terus memperkuat posisi perusahaan melalui ekspansi di negara lainnya di kawasan Asia Tenggara,” ujar Nguyen.

Pemain lain yang sudah hadir

Belum lama berselang, Partipost platform influencer asal Singapura juga baru matangkan ekspansi ke Indonesia, setelah mendapatkan pendanaan seri A yang dipimpin SPH Ventures. Kepada DailySocial COO Benyamin Ramli menjelaskan, mereka cukup optimis brand bakal menerima dengan baik model pemasaran ini. Karena model iklan digital yang biasa dilakukan kian kurang efektif.

“Orang-orang mempunyai mindset untuk menghindari iklan, mereka menggunakan adblock, YouTube ads di-skip, dan kepercayaan terhadap billboards juga sudah berkurang. Setelah melakukan survei dan riset, kami mendapatkan jawaban kalau mereka lebih yakin jika rekomendasi dari influencer yang terpercaya,” ujarnya.

Beberapa pemain lokal juga jajakan layanan serupa. Misalnya Verikool, mereka menyajikan platform endorse influencer dan analitik. Perusahaan atau UKM dapat memilih influencer yang relevan dengan kebutuhannya, melakukan pembayaran, hingga melakukan evaluasi konten. Sementara yang berbentuk marketplace juga ada beberapa, misalnya SociaBuzz, IconReel, dan Allstars.

Tren pertumbuhan pangsa pasar

Menurut laporan Influencer Marketing Benchmark Report 2020, tahun ini pemasaran berbasis influencer akan mencapai nilai $9,7 miliar secara global. Tahun lalu tercatat, lanskap tersebut sudah mulai digarap sekitar 1120 platform dan agensi.

Estimasi pertumbuhan influencer marketing / Influencer Marketing Hub
Estimasi pertumbuhan influencer marketing / Influencer Marketing Hub

Kemudian dari perspektif bisnis, masih dari hasil riset yang sama, 91% dari brand yang menjadi responden mengatakan influencer marketing adalah cara yang efektif dilakukan untuk mencapai tujuan mereka. Dari situ, 78% mengatakan akan meningkatkan pengeluaran untuk kebutuhan tersebut.

Kemudian terkait ekspektasi keluaran yang diharapkan masih cukup beragam, sebagian mengharapkan konversi penjualan, sebagian lagi engagement, lainnya impresi dari brand.

Keluaran yang diharapkan brand dari kampanye influencer yang dilakukan / Influencer Marketing Hub
Keluaran yang diharapkan brand dari kampanye influencer yang dilakukan / Influencer Marketing Hub

Sebagai pembanding, hasil riset lain yang dirilis Mediakix disebutkan tahun 2020 budget yang dikeluarkan brand untuk influencer marketing akan meningkat 65%, sebanyak 33% masih akan mengalokasikan nilai yang sama dengan tahun lalu. Bahkan 17% dari pemasar mengatakan akan mengalokasikan setengah dari dana yang mereka miliki untuk influencer marketing. Sementara 98% responden mengatakan pendekatan ini sama dan/atau lebih baik dari model pemasaran yang telah mereka lakukan sebelumnya, ditinjau dari capaian return of investment.

Mengenai anggaran yang dikeluarkan cukup beragam, karena menyesuaikan dengan skala bisnis masing-masing. Seperti diketahui layanan tersebut kini mulai digunakan oleh bisnis skala mikro hingga korporasi.

Rata-rata biaya yang dikeluarkan brand untuk influencer marketing / Mediakix
Rata-rata biaya yang dikeluarkan brand untuk influencer marketing / Mediakix

Terkait platform, dua riset mengemukakan temuan yang serupa, Instagram menjadi yang paling banyak diminati. Dilanjutkan dengan Facebook, YouTube, Twitter, TikTok dan lain-lain.

Partipost Arrives in Indonesia to Accommodate Marketing Influencer’s Demand

Partipost expands its business to the Indonesian market with a digital platform for influencers. The platform is to bridge popular influencers with brands who want to launch marketing activities and take advantage of their services. Partipost is actually a Singapore based startup running a regional expansion.

Partipost’s COO Benyamin Ramli told DailySocial, the company was founded by two colleagues, Jonathan Eg (CEO) and Tony Jen (CFO); they intend to accommodate brands with influencers to encourage ‘word of mouth marketing’.

“First, we saw that the usual advertising is getting less effective. People have a mindset to avoid ads at all cost, they even use adblock, skip YouTube ads, also existing billboards and advertising is no longer gaining trust. After some surveys and research, we found that they prefer the recommendations of trusted influencers,” Benjamin mentioned.

Based on the Influencer Marketing Hub report, influencer marketing is projected to grow to US$ 9.7 billion by 2020. Digital consumer activity using social media has increased rapidly in the last two years, as brands and governments direct almost all of their marketing activities online to target millennials and the rising digital consumers.

To date, Partipost has 200 thousand users in Indonesia. the company has also worked with 400 brands. The company has placed local teams to accelerate business growth.

Similar platforms already exist in Indonesia, including Casting Asia, Narrators, and Influencer Agencies.

“Our monetization strategy is to take commission (service fees) from the results of brand payments to influencers who have participated in our campaign,” Benyamin said.

Series A Investment

This month, Partipost has secured a series A funding worth of US$ 3.5 million, led by SPH Ventures with participation from Quest Ventures and other investors. Furthermore, the company will utilize these fresh funds to develop technology, improve the quality of user experience.

They are targeting to increase brand trust in crowd marketing in the rest of 2020. It is after seeing a lot of potential of crowd marketing to help businesses, the company will also improve services to brands and users. In 2021 Partipost is targeting to gain one million users.

“In addition to strengthening our current operational countries, we will also use this fund to expand our market to other countries, such as Vietnam, the Philippines and Malaysia,” Benyamin said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Partipost Perkuat Bisnis di Indonesia, Jembatani Kebutuhan “Influencer Marketing”

Partipost telah hadir ke pasar Indonesia dengan menghadirkan platform digital untuk influencer. Platform tersebut mencoba menjembatani para influencer populer dengan brand yang ingin melancarkan kegiatan pemasaran dan memanfaatkan jasa mereka. Partipost sendiri merupakan perusahaan rintisan asal Singapura yang tengah melakukan ekspansi regional.

Kepada DailySocial COO Benyamin Ramli menyebutkan, Partipost didirikan bersama dua rekannya yaitu Jonathan Eg (CEO) dan Tony Jen (CFO); mereka mencoba untuk mencocokkan brand dengan influencer untuk mendorong ‘word of mouth marketing’.

“Di awal kami melihat bahwa advertising yang biasa dilakukan itu kini kurang efektif. Orang-orang sudah mempunyai mindset untuk menghindari iklan, mereka menggunakan adblock, YouTube ads juga di-skip, dan kepercayaan terhadap billboards dan advertising yang ada juga sudah berkurang. Setelah melakukan survei dan riset, kami mendapatkan jawaban kalau mereka lebih yakin jika rekomendasi dari influencer yang sudah terpercaya,” kata Benyamin.

Berdasarkan laporan Influencer Marketing Hub diproyeksikan influencer marketing akan tumbuh menjadi US$9,7 miliar pada tahun 2020. Aktivitas konsumen digital yang menggunakan media sosial telah meningkat pesat dalam dua tahun terakhir, ketika brand dan pemerintah mengarahkan hampir semua kegiatan marketing mereka secara online untuk dapat menargetkan generasi milenial dan basis konsumen ekonomi digital yang sedang meningkat.

Saat ini Partipost telah memiliki 200 ribu pengguna di Indonesia. perusahaan juga telah bekerja sama dengan 400 brand. Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis Partipost telah menempatkan tim lokal.

Platform serupa yang sudah hadir di Indonesia di antaranya adalah Casting Asia, Narrators, dan Influencer Agencies.

“Strategi monetisasi kami adalah dengan mengambil komisi (service fee) dari hasil pembayaran brand ke influencer yang telah berpartisipasi dalam campaign kami,” kata Benyamin.

Kantongi pendanaan seri A

Bulan ini Partipost telah mengantongi pendanaan tahapan seri A sebesar US$3,5 juta yang dipimpin oleh SPH Ventures dengan partisipasi dari Quest Ventures dan investor lainnya. Selanjutnya perusahaan akan memanfaatkan dana segar ini untuk mengembangkan teknologi, meningkatkan kualitas user experience.

Tahun ini target yang ingin dicapai adalah semakin meningkatkan kepercayaan dari brand terhadap crowd marketing. Hal ini dilakukan setelah melihat masih banyaknya potensi crowd marketing untuk membantu bisnis, selain itu perusahaan juga akan meningkatkan pelayanan yang lebih baik kepada brand dan pengguna. Tahun 2021 mendatang Partipost juga menargetkan untuk mendapatkan satu juta pengguna.

“Selain untuk memperkuat di negara operasional kami saat ini, kami juga akan menggunakan dana ini untuk memperluas market kami ke negara lain, seperti Vietnam, Filipina, dan Malaysia,” kata Benyamin.

Application Information Will Show Up Here