InfinID Dikabarkan Galang Pendanaan Seri A Dipimpin Argor

Startup fintech InfinID dikabarkan tengah menggalang pendanaan seri A yang dipimpin oleh Argor (Go-Ventures). Sejauh ini Insignia Venture Partners juga terlibat diikuti sejumlah angel investor. Dari data yang dilaporkan ke regulator, seperti dikutip dari Alternative.pe, total dana yang telah terkumpul mencapai $5,42 juta atau setara Rp88 miliar.

DailySocial.id sudah mencoba mengonfirmasi hal ini ke founder InfinID, namun mereka memilih tidak berkomentar terhadap kabar tersebut.

Produk InfinID

InfinID menyalurkan pinjaman menggunakan jaminan sertifikat properti. Perusahaan berperan sebagai penghubung antara calon debitur dan lembaga jasa keuangan (LJK) yang menyediakan pinjaman dengan jaminan sertifikat properti.

Calon debitur akan dibantu untuk mendapatkan pinjaman yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Di sisi lain, perusahaan ini membantu LJK dalam mengelola proses pengajuan, evaluasi, pelayanan, dan pemantauan dengan teknologi digital. Produk LJK yang digunakan oleh InfinID adalah kredit multiguna dan kredit usaha yang dijamin dengan sertifikat properti.

Limit pinjaman yang tersedia di InfinID mulai dari Rp100 juta dengan bunga mulai dari 12%-18% per tahun. Tenornya juga bervariasi, ada yang 3-5 tahun, ada juga yang jangka panjang, yakni 15-20 tahun.

Perusahaan menawarkan tiga produk pinjaman: InfinID FIX, InfinID FLEX, dan InfinID FLIP. InfinID FIX adalah pinjaman multiguna dengan dana besar, bunga ringan, dan skema pembayaran tetap. InfinID FLEX menawarkan kredit dengan limit lebih terjangkau dan fleksibilitas, seperti pembayaran bulanan yang lebih ringan. InfinID FLIP adalah solusi refinancing (takeover) KPR/kredit multiguna/kredit usaha ke lembaga keuangan lain dengan suku bunga lebih rendah, jangka waktu lebih panjang, dan kemudahan lainnya.

InfinID telah menggandeng sejumlah lembaga pembiayaan seperti BPR Artharindo, BPR Daya Perdana Nusantara, BPR Rifi Maligi, Bank Sampoerna, dan Maybank Syariah.

Dengan model bisnis tersebut, InfinID saat ini terdaftar di Inovasi Keuangan Digital (IKD) klaster Financing Agent yang merupakan platform regulatory sandbox di bawah OJK.

Application Information Will Show Up Here

Bagaimana InfinID Permudah Proses Pengajuan Pinjaman dengan Jaminan Sertifikat Properti

Berbagai sumber data mengungkap bahwa kebutuhan kredit mencapai Rp1.600 triliun tiap tahunnya dan lembaga keuangan konvensional hanya bisa melayani sekitar Rp600 triliun. Artinya, terdapat funding gap sebesar Rp1.000 triliun, yang menjadi momok dibalik pesatnya perkembangan fintech di Indonesia.

Kondisi tersebut mengilhami Filman Ferdian (CEO), Vincent (COO), dan Amalfi Darusman (CTO) yang mengenal satu sama lain sejak kuliah untuk merintis InfinID pada November 2022. Filman sebelumnya pernah bekerja di McKinsey dan GoPay dengan jabatan terakhir Head.

Sementara Vincent punya pengalaman bekerja di berbagai perusahaan teknologi global dan nasional, seperti IBM, Microsoft, Gojek, Tokopedia, dan Xendit. Saat ini ia juga menjabat sebagai Wakil Ketua Departmen Inovasi Keuangan Digital AFTECH. Sedangkan Amalfi merupakan engineer yang berpengalaman dalam hal analitik dan pengembangan teknologi yang pernah bekerja sebagai data scientist di Uni Emirat Arab.

Mereka bertiga akhirnya bersatu pada tahun lalu. Berbekal pengalaman kerja mereka, disimpulkan bahwa fintech adalah sektor yang paling relevan. Pertanyaan berikutnya adalah mencari peluang bisnis yang tepat di sektor fintech.

Saat dihubungi DailySocial.id, Filman menuturkan berdasarkan pengamatan pasar dan pengalaman pribadi, ketiganya melihat peluang untuk mendorong transformasi di area pinjaman dengan jaminan sertifikat properti. Di sana ada potensi pasar yang besar, namun masih ada tantangan, di antaranya keterbukaan akses untuk masyarakat secara luas dan juga pengalaman pengguna yang belum optimal. Lantaran rerata prosesnya memakan waktu hingga lebih dari enam minggu.

“Oleh karena itu, kami memutuskan untuk menghadirkan InfinID sebagai platform digital yang fokus pada fasilitas perolehan pinjaman menggunakan jaminan sertifikat properti,” terang Filman.

Produk InfinID

InfinID

InfinID mengambil pendekatan yang berbeda dalam menyalurkan pinjaman, dengan menggunakan jaminan sertifikat properti. Perusahaan dalam hal ini menjadi agregator yang menghubungkan calon debitur dengan lembaga jasa keuangan (LJK) yang dapat memberikan fasilitas pinjaman dengan jaminan sertifikat properti.

Calon debitur akan dibantu mendapatkan pinjaman yang paling tepat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mereka. Di sisi lain, perusahaan membantu LJK dalam melakukan pengelolaan proses pengajuan, evaluasi, pelayanan, dan monitoring dengan memanfaatkan teknologi digital. Produk dari LJK yang digunakan oleh InfinID adalah kredit multiguna dan kredit usaha yang disertai dengan jaminan.

“Kami tidak masuk ke KPR ataupun pinjaman tanpa jaminan sertifikat. Sebagai platform digital kami menerapkan prinsip kolaborasi, sehingga kami sangat terbuka dengan LJK secara luas, bahkan perusahaan lain yang masuk dalam kategori platform digital untuk pinjaman seperti penyelenggara IKD klaster Financing Agent ataupun Aggregator.”

Limit pinjaman yang tersedia di InfinID mulai dari Rp100 juta dengan bunga mulai dari 12%-18% per tahun. Tenornya juga bervariasi, ada yang 3-5 tahun, ada juga yang jangka panjang, yakni 15-20 tahun.

Perusahaan punya tiga produk pinjaman, yakni InfinID FIX, InfinID FLEX, dan InfinID FLIP. InfinID FIX adalah pinjaman multiguna yang diperuntukkan buat pinjaman dengan dana besar, namun bunga ringan dan skema pembayaran tetap. Sedangkan InfinID FLEX memberikan limit kredit yang lebih terjangkau dengan berbagai fleksibilitas, seperti pembayaran bulanan yang lebih terjangkau.

Terakhir, InfinID FLIP adalah solusi refinancing (takeover) KPR/kredit multiguna/kredit usaha ke lembaga keuangan lain dengan suku bunga lebih ringan, jangka waktu lebih panjang, dan kemudahan lainnya.

Para mitra LJK yang sudah bermitra sejauh ini ada empat, yakni BPR Artharindo, BPR Daya Perdana Nusantara, BPR Rifi Maligi, dan Bank Sampoerna.

Untuk manajemen risiko, perusahaan melakukannya secara menyeluruh, mulai dari skrining profil calon debitur yang disesuaikan dengan preferensi mitra LJK, memverifikasi data menyeluruh untuk memastikan informasi yang disampaikan calon debitur sesuai, termasuk dengan memanfaatkan solusi verifikasi data milik mitra LJK dan survei langsung.

“Kami terus mengembangkan solusi digital agar dapat mempermudah verifikasi properti, seperti penilaian dan pengecekan legalitas properti. Selain itu, kami memberikan solusi otomatis yang membantu LJK menerapkan mekanisme manajemen risiko yang sudah mereka gunakan, sehingga dapat menganalisis kredit secara lebih efisien dan efektif hingga proses pengikatan kredit.”

Rencana selanjutnya

InfinID itu sendiri baru berumur 10 bulan. Walau masih baru, Filman memastikan bahwa fokus perusahaan adalah memiliki fondasi bisnis yang baik, termasuk menyusun proses kredit yang lebih efisien, membangun teknologi untuk mempermudah proses di debitur dan LJK, serta menjalin kerja sama dengan sejumlah LJK.

Sebagai perusahaan fintech, InfinID turut mematuhi aturan yang berlaku. Pada Mei 2023, perusahaan berhasil tercatat sebagai penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) di OJK untuk klaster financing agent. Untuk pengamanan sistem, perusahaan telah menyelesaikan sertifikasi ISO 270001:2013 untuk memastikan keandalan pengamanan data.

Produk InfinID sebenarnya juga sudah diluncurkan ke pasar. Diklaim perusahaan menerima ribuan pengajuan dari calon debitur setiap bulannya untuk pinjaman bernilai Rp100 juta-Rp300 juta. “Tujuan pinjaman yang sering diajukan, yakni untuk renovasi, bangun usaha, debt consolidation untuk pelunasan hutang KTA, pinjaman online, dan kartu kredit.”

Filman menuturkan, ke depannya perusahaan terus memfokuskan diri untuk meningkatkan keandalan proses dan teknologi agar dapat melayani proses persetujuan kredit di Jabodetabek, sebelum dapat ekspansi ke kota lain. Di samping itu, akan perbanyak kolaborasi dengan lembaga dan institusi lain yang dirasa punya peranan yang penting dalam mengembangkan ekosistem pinjaman dengan jaminan sertifikat properti secara lebih luas.

“Selain itu, kami juga memiliki beberapa inovasi produk, baik dari sisi teknologi, maupun skema produk keuangan yang ingin kami luncurkan ke pasar dalam 6-12 bulan mendatang.”

InfinID telah mengantongi pendanaan dengan nominal dirahasiakan dari Insignia Venture Partners.

Application Information Will Show Up Here

Rencana Platform B2B Commerce “Eezee” Ekspansi di Indonesia

B2B commerce untuk produk MRO (Maintenance, Repair & Operations) memiliki potensi untuk berkembang secara global. Di Asia sendiri pertumbuhannya bisa meningkat hingga $616 miliar. dilihat dari potensi pertumbuhan 12% setiap tahunnya. Melihat besarnya peluang tersebut memberikan inspirasi bagi platform B2B commerce asal Singapura “Eezee” untuk kemudian melakukan ekspansi di negara lainnya di Asia Tenggara, salah satunya adalah Indonesia.

Rencana ekspansi ini dilancarkan oleh Eezee usai merampungkan penggalangan dana seri A senilai $7,5 juta atau setara 111,5 miliar Rupiah. Pendanaan ini dipimpin Ayala Corporate Technology Innovation Venture Fund (ACTIVE Fund). Sejumlah pemodal ventura juga terlibat, di antaranya Insignia Ventures, Wavemaker Partners, January Capital, HH Investments, Orange Venture Fund, serta beberapa angel investor.

Selain melakukan ekspansi, Eezee juga akan menggunakan dana segar ini untuk menambah jumlah tim, melakukan perluasan market share dan mengembangkan produk dan fitur baru untuk platform procurement B2B mereka.

“Rata-rata pelanggan kami melihat percepatan dalam proses pengadaan mereka sekitar 90%. Eezee menempatkan posisinya di pusat semua transaksi pengadaan, menciptakan win-win solution untuk semua pihak, termasuk pelanggan, pemasok, dan sistem ERP,” kata Founder dan CEO Eezee Logan Tan.

Sejak meluncur pada tahun 2018 lalu, perusahaan mencatat telah menjual lebih dari 130.000 item di lebih dari 600 kategori dari hampir 2.000 pemasok. Mengelola lebih dari 400 akun pelanggan perusahaan, termasuk perusahaan seperti ExxonMobil, Shell, Zuellig Pharma dan Resorts World Sentosa. Pada tahun 2021, perusahaan telah mencapai peningkatan Gross Merchandise Value (GMV) 5x lipat dari tahun sebelumnya.

Menurut President Kickstart Ventures Minette Navarrete, digitalisasi pengadaan
telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, karena penghematan biaya yang signifikan dan penyederhanaan proses yang sebelumnya manual dan tidak efisien. Digitalisasi tidak hanya menghasilkan efisiensi yang lebih besar, namun telah memungkinkan pembeli dan penjual untuk menganalisis data dan menghasilkan insight menarik untuk praktik pengadaan yang lebih kompetitif dan transaksi pembeli dan pemasok yang lebih baik.

Pertumbuhan B2B Procurement

Sejak awal Eezee dihadirkan untuk memudahkan proses pembelian pesanan, faktur, dan pesanan pengiriman di perusahaan. Secara khusus Platform pengadaan digital Eezee memungkinkan bisnis untuk mencari dan berbelanja secara online untuk beragam produk, mulai dari alat tulis kantor hingga peralatan keselamatan dan persediaan industri. Dengan merampingkan proses pengadaan, bisnis bisa menghemat uang dan waktu.

Eezee juga telah terintegrasi dengan sistem bisnis Enterprise Resource Planning
(ERP) seperti Oracle dan SAP. Tujuannya untuk memastikan proses pengadaan berjalan lancar dan sesuai dengan operasi bisnis. Selanjutnya, pemasok yang melakukan onboarding ke platform Eezee, bisa mendapatkan akses ke pelanggan baru.

Strategi bisnis yang kemudian akan menjadi fokus Eazee selanjutnya adalah melakukan ekspansi ke negara seperti Malaysia, Filipina dan Indonesia. Mereka juga memiliki rencana untuk menambah jumlah tim hingga dua kali lipat.

“Saat ini kami adalah platform pengadaan nomor saty di Singapura dan bertujuan untuk memperluas layanan kami di negara-negara Asia Tenggara lainnya, dengan fokus khusus pada Indonesia, Malaysia dan Filipina selama setahun ke depan,” kata Logan.

Tercatat dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah startup di Indonesia mulai melirik e-procurement sebagai vertikal bisnis yang menjanjikan. Layanan e-procurement dinilai layak dijajal karena model bisnis B2B mudah terukur.

Untuk memudahkan penetrasinya di pasar, startup ini menggabungkan konsep veteran di industri digital, yakni e-commerce/marketplace dengan layanan B2B. Secara global, layanan semacam ini telah mengantongi kesuksesan dari pemain besar, seperti Amazon Business dan Alibaba Business. Sejumlah startup Indonesia yang masuk ke bisnis marketplace B2B antara lain Mbiz, Bizzy, Bhinneka, Ralali, Bukalapak, dan ProcurA.

Sementara itu, Bhinneka dan Bukalapak sejak awal merupakan marketplace B2C dan C2C yang mulai mengembangkan vertikal baru ke B2B. Berbeda dengan yang lainnya, ProcurA tidak memiliki marketplace dan fokus ke pengembangan solusi e-procurement untuk perusahaan.

Bisnis marketplace B2B dianggap menjadi konsep yang tepat untuk menuntaskan beragam masalah usang yang terjadi pada korporasi, yakni rendahnya efisiensi dan transparansi.

FishLog Secures Seed Funding Led by Insignia Ventures Partners

B2B fish marketplace platform “FishLog” announced its seed funding round. This funding was led by Insignia Ventures Partners, however, the total value received was not further stated.

Participated also in this round, Arise, KK Fund, Ango Ventures, a startup from India called Captain Fresh, and several angel investors, including Kopi Kenangan’s Co-founder & CEO, Edward Tirtanata, AwanTunai’s Co-founder Windy Natriavi, Shipper’s CMO Jessica Hendrawidjaja, and several other names.

The company plans to use the fresh money to expand the digital products ecosystem and fisheries services in Indonesia, scale-up regional networks across the country, making it possible for new partners to join the ecosystem, also to build-up teams and capabilities. FishLog had participated in several competitions and acceleration programs, including DSLunchpad ULTRA.

“Through Fishlog, we are building an inbound market driver for all fisheries stakeholders in Indonesia, streamlining their supply chain processes to be more efficient and transparent in a more sustainable way,” the Co-Founder & CEO, Bayu Anggara said.

Similar to other logistics services, such as Ritase to Shipper, FishLog wants to focus on middle-chain logistics. Currently, FishLog has joined partnerships with 25+ supply side savers in coastal areas. The company has served 10+ cities, from Aceh to Papua. There are around 100 fishermen who claim to have been helped by the services offered by FishLog.

Fishery supply chain solution

While some startups already developed solutions that focused on the fisherman or the farmer side of the supply chain, Fishlog wants to bring technology into the fisheries supply chain, providing a robust distribution channel for fishermen, and easy access for B2B to get real-time fish availability.

FishLog is present in terms of logistics and supports the fishery supply chain in Indonesia. The platform is also equipped with applications that can help partners to record warehouse operations, access raw materials, and market access. Since implementing this model, FishLog has increased revenue nearly 20-fold year over year in addition to this unique approach to Indonesia’s fragmented supply chain.

They have also provided digital solutions for cold storage warehouses to increase their utility by connecting with more suppliers and buyers, also enabling these suppliers to have easier access to goods.

“With the on-site experience and local network of the founding team, the momentum is just right since its launching, and with its focus on digitizing cold storage distribution, Fishlog is well positioned to take the lead in addressing longstanding inefficiencies in the Indonesian fishing industry,” Insignia Ventures’ Founding Managing Partner, Yinglan Tan said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

FishLog Kantongi Pendanaan Awal Dipimpin Insignia Ventures Partners

Platform marketplace perikanan B2B “FishLog” mengumumkan telah merampungkan pendanaan tahap awal. Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang diterima, pendanaan ini dipimpin oleh Insignia Ventures Partners.

Turut terlibat dalam investasi ini Arise, KK Fund, Ango Ventures, startup dari India bernama Captain Fresh, dan sejumlah angel investor seperti Co-founder & CEO Kopi Kenangan Edward Tirtanata, Co-founder AwanTunai Windy Natriavi, CMO Shipper Jessica Hendrawidjaja, dan beberapa nama lainnya.

Dana segar tersebut rencananya akan digunakan oleh perusahaan untuk memperluas ekosistem produk digital dan layanan perikanan di Indonesia, melakukan scale-up jaringan regional di seluruh negeri, sehingga memungkinkan bagi mitra baru untuk bergabung dengan ekosistem, dan membangun tim dan kemampuannya. FishLog sempat mengikuti sejumlah kompetisi dan program akselerasi, termasuk DSLaunchpad ULTRA.

“Melalui Fishlog, kami membangun penggerak pasar masuk untuk semua pemangku kepentingan perikanan di Indonesia, merampingkan proses rantai pasokan mereka menjadi lebih efisien dan transparan dalam cara yang lebih berkelanjutan”, ujar Co-Founder & CEO Bayu Anggara.

Serupa dengan layanan logistik lainnya, seperti Ritase hingga Shipper, FishLog ingin fokus di middle-chain logistik. Saat ini FishLog telah menjalin kemitraan dengan 25+ penyimpan sisi pasokan di daerah pesisir. Mereka telah melayani 10+ kota, dari Aceh hingga Papua. Ada sekitar 100 nelayan yang diklaim sudah terbantu layanan yang ditawarkan FishLog.

Solusi untuk rantai pasok perikanan

Meskipun sudah ada solusi yang dikembangkan oleh startup yang berfokus pada nelayan atau sisi petani dari rantai pasokan, Fishlog ingin membawa teknologi ke dalam rantai pasokan perikanan, menyediakan saluran distribusi yang kuat bagi nelayan, dan akses mudah untuk B2B mendapatkan ketersediaan ikan secara real-time.

FishLog hadir dari sisi logistik dan mendukung supply chain perikanan di Indonesia. Platform tersebut juga dilengkapi aplikasi yang bisa membantu mitra untuk pencatatan operasional gudang, akses bahan baku, dan akses pasar. Sejak menerapkan model ini, FishLog telah meningkatkan pendapatan hampir 20 kali lipat dari tahun ke tahun selain keunikan ini pendekatan terhadap rantai pasokan Indonesia yang terfragmentasi.

Mereka juga telah menyediakan solusi digital untuk gudang penyimpanan dingin untuk meningkatkan utilitasnya dengan terhubung dengan lebih banyak pemasok dan pembeli, juga memungkinkan pemasok ini menjadi lebih mudah akses ke barang.

“Dengan pengalaman di lapangan dan jaringan lokal dari tim pendiri, momentum yang cepat yang telah mereka capai sejak diluncurkan, dan fokus mereka pada digitalisasi distribusi cold storage, Fishlog berada di posisi yang tepat untuk memimpin dalam mengatasi inefisiensi yang sudah berlangsung lama dalam industri perikanan Indonesia,” kata Insignia Ventures Partners Founding Managing partner Yinglan Tan.

Application Information Will Show Up Here

Brankas Scores 287 Billion Rupiah Series B Funding Led by Insignia Ventures

Fintech startup for open finance solution, Brankas, announced $20 million (over 287 billion Rupiah) series B round led by Insignia Ventures Partners with participation from previous investors, Beenext and Integra Partners. Brankas will use the fresh money to expand its network, BaaS API products in six countries in Asia, and double the team of 100 people.

Furthermore, also participated in this round, Visa, AFG Partners and Treasury International, a venture capital firm led by veteran fintech founders Jeff Cruttenden of Acorns and Eli Broverman of Betterment.

Brankas is part of the Visa’s accelerator program last year. One of Visa’s ongoing innovations is the issuance of digital credit cards using Visa’s data capabilities. This solution was showcased during demo day in September 2021.

In an official statement, Samir Chaibi, Principal at Insignia Ventures Partners said, “Brankas is well equipped and well positioned to support the acceleration of the open finance industry in Southeast Asia. We are pleased to partner with a team that has world-class API-based infrastructure built for the key Southeast Asian market to serve emerging fintech players.

“We are also impressed with Brankas’ approach to market development and its ability to launch and scale the products in a regulatory compliant manner while ensuring that developers benefit from a reliable and stable source of banking and financial data and beyond,” Chaibi said, Wednesday (1/5).

Currently, the Brankas platform offers more than 10 BaaS APIs, including online bank account opening, credit assessment, identity verification, e-commerce transactions, and payment solutions for the gig economy. The startup, which was founded in 2016, has a vision to democratize access to financial data and identity for banks, traditional financial institutions, and fintech startups.

For financial institutions, the Safe API platform opens up new digital capabilities and revenue streams such as online payments, identity verification and account opening, and to extend their reach, especially for users who historically have limited access with traditional financial services.

Meanwhile, for fintech companies, the Brankas platform is a bridge for important data needs for verification or assessment processes that should take longer to develop and optimize for users. These use cases are also leveraged outside of financial services, such as e-commerce companies using the Brankas’ API to verify and secure payments on their platforms.

Across industries and use cases, Brankas offers compliant, reliable and secure systems at scale to simplify the local complexities of building and operating fintech products and services.

Brankas’ solution has been used by companies in Indonesia, the Philippines, and Thailand. In the near future, it will soon expand to Vietnam and Bangladesh through partnerships with current leading bank and fintech players.

Quoting from Techcrunch, the company’s interest in the Brankas’ BaaS API solution is growing by 30% every month. There are now more than 40 financial institutions and 100 technology companies and channel partners. Since many of the clients of fintech startups focus on the unbanked and underbanked, Brankas’ partners extend to financial providers such as remittances and e-wallets.

Brankas’ Co-Founder & CEO Todd Schweitzer said that there is a huge opportunity for the open finance industry in Southeast Asia. He said, open finance is more than just payment or banking. Brankas building the next generation of financial services infrastructure in Southeast Asia has opened up new financial product development opportunities, in a region historically dominated by established incumbents.

“Thanks to our growing network of partners and customers, we continue to deepen our understanding of this opportunity and lead the solution development to open this door for those here in Southeast Asia.”

He continued, the year 2021 was a company breakthrough as it opened up opportunities for financial institutions and companies to partner in new businesses in a way that had never been seen before for consumers in Southeast Asia.

Indonesia’s open finance

Compared to other similar players, such as Finantier and Finverse, Brankas claims to be the only company that offers a regulated payments API that allows direct bank transfers and money transfers without intermediaries, as well as API-connected cryptocurrency and e-wallet payments.

Brankas also conveyed four points related to what made him different from his competitors. First, they focus more on the “supply side” of open finance, helping financial institutions to become “API-ready”. The solutions presented help banks to deliver commercial API products in 6 weeks or less.

Second, Brankas seeks to help the government create a competitive and well-regulated open finance economy, therefore, it will be actively involved and chair the relevant associations for consultation. Third, the ongoing regional strategic partnership to bring new technologies and solutions to Indonesia; including with Visa, APIX, and Proxtera. And lastly, Brankas wants to ensure that the API aggregation presented is always reliable in terms of performance and security.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Brankas Tutup Pendanaan Seri B 287 Miliar Rupiah, Dipimpin Insignia Ventures

Startup fintech penyedia solusi open finance Brankas mengumumkan penutupan putaran seri B senilai $20 juta (lebih dari 287 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Insignia Ventures Partners dengan partisipasi dari investor sebelumnya, yakni Beenext dan Integra Partners. Dengan putaran ini, Brankas akan perluas jaringan, produk BaaS API di enam negara di Asia, dan menggandakan tim dari saat ini berjumlah 100 orang.

Lebih lanjut, dalam putaran ini juga turut diikuti oleh Visa, AFG Partners dan Treasury International, perusahaan modal ventura yang dipimpin oleh pendiri fintech veteran Jeff Cruttenden dari Acorns dan Eli Broverman dari Betterment.

Brankas adalah salah satu peserta dari program akselerator yang diselenggarakan Visa pada tahun lalu. Salah satu inovasi yang dikerjakan bersama Visa adalah penerbitan kartu kredit digital yang menggunakan kemampuan data Visa. Solusi ini dipamerkan saat demo day di September 2021.

Dalam keterangan resmi, Prinsipal di Insignia Ventures Partners Samir Chaibi menuturkan, Brankas memiliki perlengkapan yang baik dan posisi yang baik untuk mendukung percepatan industri open finance di Asia Tenggara. Pihaknya senang dapat bermitra dengan tim yang memiliki infrastruktur berbasis API kelas dunia yang dibangun untuk pasar utama Asia Tenggara untuk melayani pemain fintech yang sedang berkembang.

“Kami juga terkesan dengan pendekatan Brankas terhadap pengembangan pasar dan kemampuan mereka untuk meluncurkan dan menskalakan produk mereka dengan cara yang sesuai dengan peraturan sambil memastikan bahwa pengembang mendapat manfaat dari sumber data perbankan dan keuangan yang andal dan stabil dan seterusnya,” ucap Chaibi, Rabu (5/1).

Saat ini platform Brankas menawarkan lebih dari 10 BaaS API, termasuk di antaranya membuka rekening bank online, penilaian kredit, verifikasi identitas, transaksi e-commerce, dan solusi pembayaran untuk gig economy. Startup yang didirikan pada 2016 ini memiliki visi ingin mendemokratisasi akses ke data keuangan dan identitas untuk bank, lembaga keuangan tradisional, dan startup fintech.

Untuk lembaga keuangan, platform API Brankas membuka kemampuan digital dan aliran pendapatan baru seperti pembayaran online, verifikasi identitas dan pembukaan rekening, dan dengan ekstensi memperluas jangkauan mereka, terutama kepada pengguna yang secara historis sulit dilayani dengan layanan keuangan tradisional.

Sementara bagi perusahaan fintech, platform Brankas adalah jembatan untuk kebutuhan data penting untuk proses verifikasi atau penilaian yang seharusnya memakan waktu lebih lama untuk dikembangkan dan dioptimalkan bagi pengguna. Kasus penggunaan ini juga dimanfaatkan di luar layanan keuangan, seperti perusahaan e-commerce yang menggunakan API Brankas untuk memverifikasi dan mengamankan pembayaran di platform mereka.

Di seluruh industri dan kasus penggunaan, Brankas menawarkan sistem yang sesuai, andal, dan aman dalam skala besar untuk menyederhanakan kerumitan lokal dalam membangun dan mengoperasikan produk dan layanan fintech.

Saat ini solusi Brankas sudah dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia, Filipina, dan Thailand. Dalam waktu dekat, akan segera merambah ke Vietnam dan Bangladesh lewat kemitraan dengan pemain bank dan fintech terdepan di sana.

Mengutip dari Techcrunch, minat perusahaan terhadap solusi API BaaS Brankas mengalami pertumbuhan hingga 30% tiap bulannya. Kini ada lebih dari 40 lembaga keuangan dan 100 perusahaan teknologi dan mitra saluran. Semenjak banyak klien dari startup fintech berfokus pada kelompok unbanked dan underbanked, mitra Brankas meluas hingga perusahaan penyedia keuangan seperti remitansi dan e-wallet.

Co-Founder & CEO Brankas Todd Schweitzer menuturkan peluang yang begitu besar untuk industri open finance di Asia Tenggara. Menurut dia, open finance itu lebih dari sekadar pembayaran atau perbankan. Brankas membangun infrastruktur layanan keuangan generasi berikutnya di Asia Tenggara telah membuka peluang pengembangan produk keuangan baru, di wilayah yang secara historis didominasi oleh pemain lama yang mapan.

“Berkat jaringan mitra dan pelanggan kami yang berkembang, kami terus memperdalam pemahaman kami tentang peluang ini dan memimpin pengembangan solusi untuk membuka pintu ini bagi mereka di sini di Asia Tenggara,” ujar dia.

Dia melanjutkan, tahun 2021 kemarin adalah tahun terobosan bagi perusahaan karena membuka kesempatan bagi lembaga keuangan dan perusahaan untuk bermitra dalam bisnis baru dengan cara yang belum pernah ada sebelumnya bagi konsumen di Asia Tenggara.

Layanan open finance di Indonesia

Dibandingkan pemain sejenisnya, seperti Finantier dan Finverse, Brankas mengklaim dirinya sebagai satu-satunya perusahaan yang menawarkan API pembayaran teregulasi yang memungkinkan transfer bank langsung dan pengiriman uang tanpa perantara, serta pembayaran mata uang kripto dan e-wallet yang terhubung secara API.

Brankas sendiri menyampaikan empat poin terkait hal yang menjadi pembeda dengan para kompetitornya. Pertama, mereka lebih fokus pada “sisi pasokan” dari open finance, yakni membantu lembaga keuangan untuk menjadi “API-ready”. Solusi yang dihadirkan membantu bank untuk menghadirkan produk API komersial dalam jangka 6 minggu atau kurang.

Kedua, Brankas berupaya untuk membantu pemerintah menciptakan ekonomi open finance yang kompetitif dan diregulasi dengan baik, sehingga memilih terlibat aktif dan mengetuai asosiasi terkait untuk urun rembuk. Ketiga, jalinan kemitraan strategis regional yang terus dibangun menghadirkan teknologi dan solusi baru ke Indonesia; termasuk bersama Visa, APIX, dan Proxtera. Dan yang terakhir, Brankas ingin selalu memastikan agregasi API yang dihadirkan selalu dapat diandalkan secara performa dan keamanan.

Flip Secures 688 Billion Rupiah Series B Funding, Entering the Centaur List

A payment platform and cross-bank transfer startup, Flip, closed a $48 million (688 Billion Rupiah) Series B funding led by Sequoia Capital India, Insight Partners and Insignia Venture Partners. The investment marks Insight Partners’  debut in Indonesia for the New York-based global private equity and venture capital firm.

There is no further information on Flip’s latest valuation, yet the total $65 million since its seed has taken the company into the centaur list valued at over $100 million, following OY!, the closest competitor.

Previously, Flip’s series A in 2020 was led by Sequoia Capital India and the seed funding round in 2019 was co-chaired by Sequoia Capital India and Insignia Ventures Partners.

Flip is to use the fresh money to accelerate business expansion, strengthen operations in Indonesia, invest in technology to deliver better quality, and develop talent focusing on engineering and product teams.

“We are honored to receive the trust and continuous support of our partners. We are also pleased to welcome a leading global private equity and venture capital firm, Insight Partners, which has proven successful in the global financial technology industry landscape. We believe that this partnership will help us in pursuing growth and realizing our vision to present the fairest financial product in Indonesia,” Flip’s Founder and President Director, Rafi Putra Arriyan in an official statement, Wednesday (8/12).

Sequoia India’s VP, Aakash Kapoor said bank transfers are the most dominant payment method in Indonesia’s rapidly growing digital economy. Flip has a large and fast-growing user base with remarkably good retention metrics.

“Partnering with more than 50 fintech companies and some of the distribution-first payment unicorns, Sequoia Capital India believes that Flip is the most attractive consumer fintech company in Indonesia. We are very pleased to co-lead the third consecutive round as a testimony to our high confidence in Flip,” Kapoor said.

Flip has grown significantly amidst the increasing adoption of the technology. The company has served more than seven million users to process various types of financial transactions from various regions in Indonesia as well as abroad remittances.

In addition, Flip provides business solutions for hundreds of companies with various industry scales, including MSMEs (Small and Medium Enterprises), through cash disbursement and remittance services such as employee payroll, customer refunds, invoice/supplier payments, and international transfers.

This solution was created due to several obstacles faced by bank account owners in Indonesia when transferring money. Starting from the convenience of using the product, admin fees for different bank transfers, seamless transaction and faster process.

Rafi also mentioned, there is still room to renew and simplify various financial transactions. “Flip seeks to help individuals and businesses minimize the complexity of these transactions and reduce money transfer cost.”

Flip’s ambition is to become the world’s most customer-centric financial technology company and enable users to make fair financial transactions from anywhere to anyone.

Some of Flip’s main products include online P2P payments with bank transfers to more than 100 domestic banks, international remittances, top-up e wallet and other business solutions. It is claimed that Flip’s  transaction value has reached more than IDR 2 trillion per month.

BI Fast

The central bank is aware of the high transfer fees that consumers often complain as they make digital transaction. In response to this, Bank Indonesia recently launched a new system called BI Fast to reduce interbank transfer fees.

Through BI Fast, registered cross-bank transfer fees have been reduced from IDR 6,500 to IDR 2,500 per transaction. This system will be valid on December 2021 in 22 banks at an early stage. BI Fast is a real-time retail payment system that operates 24/7 replacing the Bank Indonesia’s National Clearing System (SKNBI).

Next, there will be more banks register as participants. Also, it is stated in the regulation that banks that can become BI Fast participants are conventional commercial banks, Islamic commercial banks, sharia business units, and branch offices of foreign banks in Indonesia.

BI Fast will certainly become a threat to both Flip and OY!. Flip alone does not charge an administration fee for individual customers with a nominal transfer of under IDR 5 million a day. If the transaction is at the maximum threshold, the user will be charged at IDR 2,500 per transaction. It is the exact nominal charged by BI Fast.

Recently, the company has provided 24-hour operational hours to provide users with more flexible access to transfer funds at several banks. Previously, Flip has limited its operating hours from 7am to 8pm.

Application Information Will Show Up Here

Flip Kantongi Dana Segar Seri B 688 Miliar Rupiah, Masuk ke Jajaran Centaur

Flip, startup penyedia platform pembayaran dan transfer dana antarbank, mengumumkan penutupan pendanaan Seri B senilai $48 juta (688 Miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Sequoia Capital India, Insight Partners, dan Insignia Venture Partners. Investasi di Flip menandakan debut Insight Partners di Indonesia bagi perusahaan ekuitas swasta dan modal ventura global yang berbasi di New York ini.

Meskipun belum ada informasi soal valuasi terbaru Flip, total dana $65 juta yang telah diperoleh Flip sejak pendanaan awal membawa Flip masuk ke jajaran centaur bervaluasi lebih dari $100 juta, menyusul OY!, kompetitor terdekatnya.

Sebelumnya, putaran Seri A Flip pada 2020 dipimpin Sequoia Capital India dan putaran pendanaan awal pada 2019 dipimpin bersama oleh Sequoia Capital India dan Insignia Ventures Partners.

Flip akan menggunakan dana segar tersebut untuk mempercepat ekspansi bisnis, memperkuat operasional di Indonesia, berinvestasi pada teknologi untuk memberikan kualitas yang lebih baik, serta mengembangkan talenta dengan fokus pada tim teknik dan produk.

“Kami merasa terhormat untuk tetap menerima kepercayaan dan dukungan terus menerus dari mitra kami. Kami juga senang menyambut perusahaan modal ventura dan ekuitas swasta global terkemuka, Insight Partners, yang telah terbukti sukses dalam lanskap industri teknologi keuangan global. Kami percaya bahwa kemitraan ini akan membantu kami dalam mengejar pertumbuhan dan mewujudkan visi kami untuk menghadirkan produk keuangan yang paling adil di Indonesia,” ucap Founder dan Direktur Utama Flip Rafi Putra Arriyan dalam keterangan resmi, Rabu (8/12).

VP Sequoia India Aakash Kapoor mengatakan, transfer beda bank merupakan metode pembayaran paling dominan dalam ekonomi digital Indonesia yang berkembang pesat. Flip memiliki basis pengguna yang besar dan tumbuh cepat dengan metrik retensi yang luar biasa baik.

“Bermitra dengan lebih dari 50 perusahaan fintech dan beberapa unicorn pembayaran pertama distribusi, Sequoia Capital India percaya bahwa Flip adalah perusahaan fintech konsumen paling menarik di Indonesia. Kami sangat senang untuk memimpin bersama putaran ketiga berturut-turut sebagai bukti keyakinan yang tinggi terhadap Flip,” kata Kapoor.

Flip telah tumbuh secara signifikan di tengah meningkatnya adopsi teknologi. Perusahaan telah melayani lebih dari tujuh juta pengguna untuk memroses berbagai jenis transaksi keuangan dari dan ke berbagai daerah di Indonesia serta untuk pengiriman uang ke luar negeri.

Selain itu, Flip menghadirkan solusi bisnis bagi ratusan perusahaan dengan berbagai skala industri, termasuk UKM (Usaha Kecil Menengah), melalui layanan pencairan uang dan pengiriman uang seperti penggajian karyawan, pengembalian uang pelanggan, pembayaran faktur/pemasok, dan transfer internasional.

Solusi ini hadir karena di Indonesia terjadi beberapa kendala yang dihadapi pemilik rekening bank saat melakukan transfer uang. Mulai dari, kenyamanan penggunaan produk, biaya admin transfer beda bank, alur transaksi hingga kelancaran dan kecepatan proses transaksi.

Menurut Rafi, masih terdapat ruang untuk memperbaharui dan mempermudah berbagai transaksi keuangan. “Flip berupaya membantu para individu dan bisnis untuk meminimalkan kerumitan transaksi tersebut dan melakukan transfer uang dengan biaya rendah.”

Flip berambisi menjadi perusahaan teknologi keuangan yang paling mengutamakan pelanggan (customer-centric) di dunia dan memungkinkan para pengguna untuk melakukan transaksi keuangan yang adil dari mana saja kepada siapa saja.

Beberapa produk Flip yang paling dominan di antaranya, pembayaran P2P online dengan transfer beda bank ke lebih dari 100 bank domestik, pengiriman uang ke luar negeri (international remittance), isi ulang dompet digital (top-up e-wallet), dan produk-produk solusi bisnis. Tercatat, nilai transaksi yang diproses Flip telah tembus lebih dari Rp2 triliun per bulannya.

BI Fast

Bank sentral menyadari biaya transfer yang tinggi sering dikeluhkan konsumen saat betransaksi digital. Menjawab hal tersebut, Bank Indonesia baru-baru ini meluncurkan sistem baru bernama BI Fast untuk meringankan biaya transfer antarbank sebagai salah satu tujuannya.

Lewat BI Fast, biaya transfer antarbank yang sudah terdaftar diturunkan dari Rp6.500 menjadi Rp2.500 per transaksi. Sistem ini awalnya direncanakan mulai berlaku per Desember 2021 di 22 bank pada tahap awal. BI Fast merupakan sistem pembayaran retail secara real-time yang beroperasi 24/7 menggantikan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).

Berikutnya, akan semakin bertambah bank yang mendaftar diri sebagai peserta. Pasalya, dalam beleid disebutkan, bank yang dapat menjadi peserta BI Fast adalah bank umum konvensional, bank umum syariah, unit usaha syariah, dan kantor cabang bank asing di Indonesia.

Kehadiran BI Fast tentunya menjadi ancaman tersendiri baik bagi Flip maupun OY!. Flip sendiri tidak membebankan biaya administrasi untuk nasabah individu dengan nominal transfer di bawah Rp5 juta dalam sehari. Apabila transaksi di ambang batas maksimal, maka pengguna dibebankan biaya Rp2.500 per transaksi. Nominal tersebut persis sama dengan yang dibebankan oleh BI Fast.

Baru-baru ini perusahaan telah menyediakan jam operasional 24 jam untuk memberikan akses transfer dana yang lebih leluasa kepada penggunanya di sejumlah bank. Sebelumnya, Flip membatasi jam operasionalnya dari jam 7 pagi sampai jam 8 malam.

Application Information Will Show Up Here

DishServe Bags Pre Series A Funding, Ready to Expand Partnership

Delivery-focused ghost kitchen platform DishServe announced the closing of pre-series A fundraising this month. Some of the investors participated include Genting Group, Insignia Venture Partners, Stonewater Ventures, Ratio Ventures, Rutland Ventures, 300x Ventures, MyAsiaVC, and several angel investors. In 2020, they also received early-stage funding from Insignia.

The company plans to use the fresh funds to plant over 500 outlets in Jakarta and expand to Bandung and Surabaya. In addition, this capital will be used to increase sales channels, develop technology, and conduct curation to increase food options.

DishServe’s Founder & CEO, Rishabh Singhi revealed to DailySocial, Indonesia is a very attractive market with a variety of signature dishes. Cloud kitchens can certainly help F&B brands reach more customers in various geographic areas.

“In a certain way, cloud kitchens have increased the food options available to customers. Delivery only internet kitchen or dark kitchen is the future of the food business,” Rishabh said.

The animo of today’s society to order food online, has encouraged DishServe’s growth which has been functioning as a ghost kitchen. The company recorded sales to grow nearly 20x since its debut. Currently, around 25 brands have joined the DishServe platform.

Strategic partnership

Apart from strategic partnerships with brands such as HongTang, Healthy Box by M Kitchen, and Chicken Pao by FoodStory, DishServe is also working with cloud kitchen platform providers such as YummyKitchen and
Grab Kitchen is leveraging its platform to scale its operations across Jakarta.

In terms of delivery, DishServe currently partnered with third-party platforms such as GrabFood, GoFood, ShopeeFood, and TravelokaEats. Through this partnership, DishServe claims to be able to increase the visibility and exposure of its F&B partners while helping them get more orders.

“Over the past year we have forged deep partnerships with these players that gives DishServe and our partner brands more exposure and visibility compared to other brands listed on the platform. For example if you open the Traveloka app and continue eating, you will find the DishServe banner on the home page which gives us more exposure,” Rishabh said.

In particular, DishServe also provides relevant technology services to its partners. Among these are branding and marketing, inventory management, procurement, enterprise POS solutions, logistics services and warehousing expansion, and logistics services without capital expenditure and low fixed costs.

Apart from SMEs, DishServe has partnered with several well-known chefs in Indonesia to curate savory dishes to be sold under their own brand names. Currently, DishServe sells the Asian Fusion Rice Bowl and a unique blend of cold teas under its own brand.

“There are no big players in the F&B segment after KFC, McDonalds, Pizzahut, Hokben. We have the opportunity to grow a top group of small-scale F&Bs with annual income of less than $100k and have the potential to generate more than $1 million per year,” Rishabh said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian